Anda di halaman 1dari 18

Tugas Makalah

ROLE PLAY DAN BEDSIDE TEACHING

KELOMPOK V

NOVIA KOLOPAKING 18 3145 301 082

ARISTA GRAVELIA KELELUFNA 18 3145 301 092

RETI ASTIRA 18 3145 301 098

RIA WIDIAWATI 18 3145 301 106

KARDILLAH 18 3145 301 110

VIOLETTA PASARRIN 18 3145 301 113

MARDIANA 18 3145 301 115

IRMA YULIANA 18 3145 301 119

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR


PROGRAM STUDI KESEHATAN
DAN DIV KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan
sehungga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dengan judul makalah “Roleplay
dan Bedside Teaching”.

Penulis tentu menyadari baha makalah ini masih jauh dari batas sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari para pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih bak.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
Mata kuliah Metode Khusus yang telah membimbing dalam menulid makalah. Demikian semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan metode pembelajaran di bidang kesehatan atau kedokteran dapat
dikatakan berjalan sangat lambat. Hingga tahun 1950-an, metode yang belum banyak
beranjak dari metode yang ada sejak zaman hipocrates, yaitu pembelajaran didaktik I dan
di jalankan atas arahan para pendidik yang menjadi narasumber utama. Metode ini
disebut sebagai metode tradisional.
Hingga sekarang sebagian besar tenaga pendidik dibidang kesehatan atau
kedokteran hanya mengandalkan metode pembelajaran tradisional dan enggan untuk
mengalihkan metode itu menjadi metode alternative yang lebih menantang dan berhasil
guna. Hanya sebagian keci tenaga pendidik atau sekolah kedokteran baru yang banyak
menggunakan metode alternative yang terbukti efektif, salah satunya bedside teaching.
Metode pembelajaran yang tepat, efektif dan evisien sangat di butuhkan bagi
pendidikan di bidang kedokteran atau kesehatan. Pada dasarnya suatu system pendidikan,
bukanlah semata-mata tergantung dai metodenya, tetapi lebih kepada bagaimana suatu
metode diterapkan secara benar dan dilaksanakan oleh orang yang sangat kompeten atau
professional dalam metode tersebut.
Untuk membantu meningkatkan kemampuan atau perilaku professional tersebut
pada mahasisa, mempersiapkan atau meminimalisir hal-hal yang menjadi pengaruh dalam
pembelajaran klinik dan memilih atau menerapkan metode pembelajaran klinik dengan
bedside teaching penting untuk dilakukan dengan harapan peserta didik dapat menguasai
keterampilan secara presuderal, tumbuh sikap professional melalui pengamatan langsung.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Roleplay dan Bedside Teaching
2. Apa tujuan dari Roleplay dan Bedside Teaching
3. Apa kelebihan dan kekurangan Roleplay dan Bedside Teaching
4. Bagaimana menerapkan metode Roleplay dan Bedside Teaching
C. Tujuan
1. Apa itu Roleplay dan Bedside Teaching
2. Apa tujuan dari Roleplay dan Bedside Teaching
3. Apa kelebihan dan kekurangan Roleplay dan Bedside Teaching
4. Bagaimana menerapkan metode Roleplay dan Bedside Teaching
BAB II

PEMBAHASAN

A. Role Play
1. Definisi Metode Pembelajaran Role Playing
Metode pembelajaran adalah cara-cara yang dipergunakan guru dalam menyajikan
bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam
pengajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung
dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan
kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai sebuah cara dan alat, maka akan
sangat tergantung kepada keterampilan pemakainya serta kondisi dan keadaan yang
dihadapi. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu maka, sebuah alat harus difungsikan
dengan baik oleh pemakainya. Dalam hal ini guru sebagai orang yang menggunakan alat
atau metode dalam mengajar harus memilih metode yang tepat dalam proses belajar
mengajar, karena banyak sekali jenis-jenis metode dalam pengajaran. Salah satu metode
dalam proses belajar mengajar adalah bermain peran (role playing) merupakan permainan
berbasis digital berbeda dengan permainan lain yang sejenis. Sesuai dengan istilah yang
digunakan, permainan ini merupakan sebuah simulasi peran, para pemain diajak untuk
memerankan tokoh atau karakter dalam setiap tema permainannya.
Karakter dalam bermain peran (role playing) merupakan sebuah konsep yang
merujuk pada cerita, dia dianggap hidup, maka proses penciptaan dan pembentukannya
tidak terbatas pada kekuatan visual, ada pembentuk lain yang penting untuk dikonstruksi,
meliputi identitas, eksistensi, dan realitas. Sebagai bagian dari bentuk representasi
simulasi, tokoh merupakan sebuah konsep karakter yang dikonstruksi, dimanipulasi, dan
direproduksi. Penggambaran kualitas perwujudannya melibatkan konsep pembentukkan
kepribadian/ perwatakan (arketipe), peristiwa (narasi), ruang dan waktu (simulakrum).
Definisi metode bermain peran (role playing) menurut para ahli:
a) Sapriya (2007: 110) mengemukakan bahwa: “Role playing atau bermain peran adalah
metode pembelajaran sebagai bagaian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi
berbagai peristiwa perubahan sosial budaya, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual
atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa yang akan datang”.
b) Menurut Wahab, A. A (2009: 109) mengemukakan bahwa “Bermain peran (role
palying) adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu
untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghidupkan kembali suasana historis misalnya
mengungkapkan kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan, atau
mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan datang.
c) Ahmadi (2011: 54) Bermain Peran (role playing) “adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa”.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini umumnya dilakukan lebih dari
satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan.
d) Pembelajaran dengan role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa
senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu: a) dapat menjamin
poartisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan
kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan b) permainan merupakan
pengalaman yang menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001:72).
e) Gangel (1986) role playing adalah suatu metode mengajar merupakan tindakan yang
dilakukan secara sadar para pemain diskusi tentang peran dalam kelompok.
f) Blatner (2002), role playing adalah sebuah metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang
menyangkut situasi social yang kompleks.

2. Macam-macam metode role playing


Permainan peran tidak termasuk kegiatan yang mengharuskan siswa untuk mengikuti
naskah. Memainkan peran siswa hadir dengan situasi terbuka bagi mereka untuk
menyelesaikan. Siswa tidak akan mengikuti script, tapi akan bereaksi terhadap situasi
dengan cara tanpa latihan.
Berdasarkan persiapan awal siswa permainan peran dibagi menjadi dua yaitu :
a) Role play spontan tidak memerlukan persiapan awal
Dorongan seperti membaca, sebuah film terbuka atau gambar yang disajikan
b) Role play investigasi

Sedangkan berdasarkan jumlah peserta role play melibatkan seluruh kelas atau
menjadi terbatas pada beberapa peserta yang dipilih.

Apapun jenis Role play yang digunakan, keuntungan yang didapat adalah sebagai
berikut:

a) Siswa memperoleh pengalaman dalam memahami orang lain.


b) Peningkatan motivasi dan minat siswa dapat terjadi.
c) Siswa memiliki kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan interpersonal.
d) Siswa memiliki kesempatan untuk mempraktekkan pengambilan keputusan.
3. Tujuan Dan Manfaat Metode Role Playing
Model pembelajaran role play lebih menekankan hubungan individu dengan
masyarakat atau orang lain. Model ini lebih memfokuskan pada proses negosiasi sosial.
Model pembelajaran role playing memberikan prioritas pada peningkatan kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dalam upaya peningkatan kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dalam upaya meningkatkan proses
demokratis, didesain untuk mengajak peserta didik dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi
dan sosial melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber
penyelidikan.
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan
untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan
berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan,
karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka
mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak
agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang
lain beserta masalahnya.
Manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat
memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan
ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role
playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
Ketiga,role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role
playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang
karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia
kita (Bobby DePorter, 2000: 12).

4. Kelemahan Dan Kelebihan Metode Role Playing


a) Kelemahan
Pada hakekatnya sebuah ilmu yang tercipta oleh manusia tidak ada yang
sempurna, semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita melihat metode Role
playing dalam cakupan cara dalam proses mengajar dan belajar dalam lingkup
pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan. Kelemahan metode role
palying antara lain:
1) Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak.
2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid.
Dan ini tidak semua guru memilikinya.
3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan
suatu adegan tertentu.
4) Apabila pelaksanaan role playing dan bermain pemeran mengalami kegagalan,
bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan
pengajaran tidak tercapai.
5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
b) Kelebihan
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (1995:25), kelebihan dari role playing antara
lain siswa melatih dirinya untuk memahami, mengingat dan menghayati isi cerita yang
harus diperankan, siswa akan terlatih berinisiatif dan berkreasi, kerja sama antar
pemain dapat ditumbuhkan dan dibina sebaik mungkin, siswa memperoleh kebiasaan
untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesama, memvisualisasikan
hal-hal yang abstrak, melatih berfikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses,
menimbulkan respon positif dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang
memotivasi dan bakat yang ada pada diri siswa dapat dipupuk sehingga
memungkinkan akan muncul bibit seni drama di sekolah.
Role playing menurut Djamarah dan Zain (2002:67) mempunyai beberapa
kelebihan sebagai berikut:
1) Siswa melatih dirinya memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan.
Sebagai pemain harus memahai, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama
untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan siswa harus
tajam dan tahan lama.
2) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran
para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang
tersedia.
3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan
muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggungjawab
dengan sesamanya.
6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah
dipahami orang lain
5. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Role Playing
Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2011) mengemukakan tahapan pembelajaran
bermain peran meliputi:
a) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap
masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan
mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.
Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik
pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling
menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh
minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
b) Memilih peran
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru
mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana
mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik
diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran.
c) Menyusun tahap-tahap peran
Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis
besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus
karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan.
d) Menyiapkan pengamat
Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan
terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami
dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.
e) Pemeranan
Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan
peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah
merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Ada
kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah
mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan
bermain peran dihentikan.
f) Diskusi dan evaluasi
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam
bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan
sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi.
g) Pemeranan ulang
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai
alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan
ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah.
Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya.
h) Diskusi dan evaluasi tahap dua
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti
pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan
pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas.
i) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya
dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman
peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

B. Bedside Teaching
1. Pengertian Bedside Teaching
Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung di depan pasien.
Dengan metode bedside teaching mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan,
melaksanakan kemampuan komunikasi, keterampilan klinik dan
profesionalisme, menemukan seni pengobatan, mempelajari bagaimana tingkah laku dan
pendekatan dokter kepada pasien.
Bedside teaching merupakan pembelajaran kontekstual dan interaktif yang
mendekatkan pembelajaran pada real clinical setting. Bedside teaching merupakan metode
pembelajaran yang peserta didiknya mengaplikasikan kemampuan kognitif, psikomotor
dan afektif secara terintegrasi. Sementara itu, dosen bertindak sebagai fasilitator dan mitra
pembelajaran yang siap untuk memberikan bimbingan dan umpan balik kepada peserta
didik. Di dalam proses bedside teaching diperlukan kearifan fasilitator tentang
kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan sebagai akibat dari interaksi antara
peserta didik (mahasiswa kesehatan) dan pasien.
2. Tujuan Bedside Teaching
a) Peserta didik mampu menguasai keterampilan prosedural.
b) Menumbuhkan sikap profesional.
c) Mempelajari perkembangan biologis/fisik.
d) Melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung.
3. Prinsip Dasar Bedside Teaching
a) Adanya kesiapan fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik peserta didik
dan klien.
b) Jumlah peserta didik dibatasi idealnya 5-6 orang.
c) Diskusi di awal dan akhir demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal mungkin.
d) Lanjutkan dengan redemonstrasi.
e) Kaji permasalahan peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang dilakukan.
f) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta
didik sebelumnya,atau apabilapeserta didik menghadapi kesulitan penerapannya.
4. Keuntungan Bedside Teaching
Dalam penelitian Williams K (Tufts Univ, Maret 2008) dihasilkan kesimpulan
bahwa bedside teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan klinik.
Beberapa keuntungan bedside teaching antara lain :
a) Observasi langsung.
b) Menggunakan seluruh pikiran.
c) Klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
d) Kesempatan untuk membentuk keterampilan klinik mahasiswa.
e) Memperagakan fungsi :
 Perawatan
 Keterampilan interaktif
Bedside teaching tidak hanya dapat diterapkan di rumah sakit, keterampilan bedside
teaching juga dapat diterapkan dibeberapa situasi di mana ada pasien.
5. Kerugian Bedside Teaching
a) Gangguan (misalnya ada panggilan telepon/HP berdering).
b) Waktu rawat inap yang singkat.
c) Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
d) Tidak ada papan tulis.
e) Tidak dapat mengacu pada buku.
f) Pelajar lelah.
6. Pelaksanaan Bedside Teaching
Keterampilan bedside teaching dapat kita laksanakan namun sulit mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu perlu perencanaan yang matang agar berhasil dan efektif.
Persiapan sebelum pelaksanaan bedside teaching :
a) Persiapan
1. Tentukan tujuan dari setiap sesi pembelajaran.
2. Baca teori sebelum pelaksanaan.
c) Ingatkan mahasiswa akan tujuan pembelajaran :
1. Mendemonstrasikan pemeriksaan klinik.
2. Komunikasi dengan pasien.
3. Tingkah laku yang profesional.
d) Persiapan Pasien
1. Keadaan umum pasien baik.
2. Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan.
e) Lingkungan/Keadaan
Pastikan keadaan ruangan nyaman untuk belajar :
1. Tarik gorden.
2. Tutup pintu.
3. Mintalah pasien untuk mematikan televisinya.
Pelaksanaan bedside teaching antara lain:
1. Membuat peraturan dasar
a. Pastikan setiap orang tahu apa yang diharapkan dari mereka.
b. Mencakup etika.
c. Batasi interupsi jika mungkin.
d. Batasi penggunaan istilah kedokteran saat di depan pasien.
2. Perkenalan
a. Perkenalkan seluruh anggota tim.
b. Jelaskan maksud kunjungan.
c. Biarkan pasien menolak dengan sopan.
d. Anggota keluarga diperkenankan boleh berada dalam ruangan jika pasien
mengizinkan.
e. Jelaskan pada pasien atau keluarga bahwa banyak yang akan
didiskusikan, mungkin tidak diterapkan langsung pada pasien.
f. Undang partisipasi pasien dan keluarga.
g. Posisikan pasien sewajarnya posisi tim di sekitar tempat tidur.
3. Anamnesa
a. Hindari pertanyaan tentang jenis kelamin atau ras.
b. Hindari duduk di atas tempat tidur pasien.
c. Izinkan interupsi oleh pasien dan pelajar untuk menyoroti hal penting atau untuk
memperjelas.
d. Jangan mempermalukan dokter yang merawat pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a) Minta pelajar untuk memeriksa pasien.
b) Izinkan pasien untuk berpartisipasi (mendengarkan bising, meraba hepar, dll).
c) Minta tim untuk mendemonstrasikan teknik yang tepat.
d) Berikan beberapa waktu agar pelajar dapat menilai hasil pemeriksaan yang baru
pertama kali ditemukan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Jika mungkin tetap berada di samping tempat tidur.
b) Rongent, ECG bila mungkin.
c) Izinkan pasien untuk meninjau ulang dan berpartisipasi.
6. Diskusi
a) Ingatkan pasien bahwa tidak semua yang didiskusikan akan dilaksanakan,
biarkan pasien tahu kapan itu biasa dilaksanakan.
b) Hati-hati memberikan pertanyaan yang tidak dapat dijawab kepada mahasiswa
yang merawat pasien.
c) Berikan pertanyaan pertama kali pada tim yang paling junior.
d) “Saya tidak tahu” adalah jawaban yang tepat, setelah itu gunakan kesempatan
untuk mencari jawaban.
e) Hindari bicara yang tidak perlu.
f) Izinkan pasien untuk bertanya sebelum meninggalkan tempat tidur.
g) Minta pasien untuk menanggapi bedside teaching yang telah dilakukan.
h) Ucapkan terima kasih pada pasien.
7. Hambatan Bedside Teaching
Dalam pelaksanaan bedside teaching, ada beberapa hambatan yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan bedside teaching :
a) Gangguan (misalnya panggilan telepon).
b) Waktu rawat inap yang singkat.
c) Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
d) Tidak ada papan tulis.
e) Tidak dapat mengacu pada buku.
f) Pelajar lelah.
Adapun beberapa hambatan dari pasien :
a) Pasien merasa tidak nyaman.
b) Menyakiti pasien, terutama pada pasien yang kondisi fisiknya tidak stabil.
c) Pasien tidak ada di tempat.
d) Pasien salah pengertian dalam diskusi.
e) Pasien tidak terbuka.
f) Pasien tidak kooperatif atau marah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Role play adalah metode pembelajaran dengan cara-cara yang dipergunakan guru
dalam menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Model pembelajaran role play lebih menekankan hubungan individu dengan
masyarakat atau orang lain.
Manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat
memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan
ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role
playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
Ketiga,role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role
playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang
karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan
dunia kita
Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung di depan pasien.
Tujuan dari bedside teaching yaitu peserta didik mampu menguasai
keterampilan prosedural, menumbuhkan sikap profesional, mempelajari perkembangan
biologis/fisik, melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung.
Bedside teaching merupakan pembelajaran kontekstual dan interaktif yang
mendekatkan pembelajaran pada real clinical setting. Bedside teaching merupakan
metode pembelajaran yang peserta didiknya mengaplikasikan kemampuan kognitif,
psikomotor dan afektif secara terintegrasi. Sementara itu, dosen bertindak sebagai
fasilitator dan mitra pembelajaran yang siap untuk memberikan bimbingan dan umpan
balik kepada peserta didik. Di dalam proses bedside teaching diperlukan kearifan
fasilitator tentang kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan sebagai akibat
dari interaksi antara peserta didik (mahasiswa kesehatan) dan pasien.
B. Saran
Penulis mengharapkan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memanfaatkan
makalah ini untuk menambah wawasan tentang metode role play dan bedside teaching
sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan, melaksanakan kemampuan
komunikasi, keterampilan klinik dan profesionalisme, menemukan seni pengobatan,
mempelajarai bagaimana tingkah laku dan pendekatan tenaga medis ( dokter, bidan,
perawat, dll) kepada pasien, sehingga masyarakat dapat menghargai profesi tenaga
medis dan mereka dapat lebih mencintai profesinya dengan melihat peran dan tanggung
jawab tenaga medis sebagai tenaga pendidik nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

https://rahmaniarkadir.blogspot.com/2014/09/bedside-teaching-mata-kuliah-metodik.html?m=1

http://cakul-iqbal.blogspot.com/2014/12/metode-pembelajarna-role-playing.html

Anda mungkin juga menyukai