pada abon daging putih ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan subtitusi Jantung
perhitungan rendemen.
panelis tidak terlatih. Data hasil pengujian diolah menggunakan SPSS dengan
(20%), A1P5 (50%), A1P8 (80%) dan O (100%). Hasil uji statistik Kruskal-Wallis
menunjukkan Dengan nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan A1P8 (20%) sebesar
189,25 Acuan penelitian utama ini menggunakan 3 perlakuan yang paling disukai
konsumen dengan nilai mean rank tertinggi, yaitu perlakuan A1P2 (80% jantung
pisang), A1P5 (50% jantung pisang) dan A1P8 (20% jantung pisang) dengan
pisang).
4.1.2 Rendemen
membandingkan berat awal suatu bahan dengan berat akhirnya (Lisa et al., 2015).
makanan atau produk. Jika semakin tinggi nilai rendemen, maka semakin tinggi
pulai nilai produktivitas dari suatu produk tersebut karena tidak banyak berat
bahan baku awal yang hilang atau terbuang (Apriawan et al., 2015).
Rendemen daging ikan tongkol persentase berat daging putih ikan tongkol
yang dihasilkan dibandingkan dengan berat ikan tongkol utuh. Ikan tongkol yang
digunakan untuk pembuatan abon yaitu sebanyak 1000 gram menghasilkan 400
gram daging ikan tongkol, sehingga didapatkan rendemen daging putih ikan
400
Rendemen daging putih ikan tongkol (%) = 1000 x 100%
= 40%
Hal ini sesuai dengan pendapat sari (2018), yang menyatakan bahwa
prosentase tertinggi pada ikan tongkol adalah bagian daging putih yaitu sebesar
40,87%±2,42. Selain itu besar kecilnya rendemen juga tergantung dengan proses
penanganan setelah di tangkap, semakin besar hasil rendemen daging ikan maka
daging berat daging putih setelah dikukus sebesar 380 gram dandingkan berat
daging sebelum dikukus yaitu 400 gram sehingga didapat hasil rendemen daging
380
Rendemen daging putih kukus (%) = 400 x 100%
= 95%
Hasil rendemen pengukusan daging ikan tongkol tinggi, hal ini sesuai
muda yang dihasilkan dibandingkan dengan berat jantung pisang utuh. Jantung
pisang yang digunakan untuk pembuatan abon yaitu sebanyak 1046 gram
523
Rendemen jantung pisang muda (%) = 1046 x 100%
= 50%
jantung pisang muda yang telah direbus sebesar 500 gram dibandingkan dengan
berat jantung pisang muda utuh sebelum direbus sebesar 523 gram. sehingga
523
Rendemen jantung pisang rebus (%) = 1046 x 100%
= 95%
telah dihaluskan sebesar 380 dibandingkan dengan berat jantung pisang setelah
76%.
380
Rendemen jantung pisang halus (%) = 532 x 100%
= 76%
dalam bahan pangan keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharto, et al.
(2016), bahwa terjadi penurunan berat akhir pada rajungan setelah dikukus
dibandingkan dengan rajungan mentah. Hal tersebut terjadi karena kadar air
air. hasil rendemen abon ika togkol dengan subtitusi jantung pisang.
rendemen(%)
45.0 42.0
40.0
40.0
34.0
35.0 30.4
30.0 27.6
A1
25.0
O
%
20.0
15.0 A1P2
10.0 A1P5
5.0 A1P8
0.0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
PERLAKUAN
perlakuan A1P8 dengan subtitusi jantung pisang 20%. Sedangkan hasil terendah
pada perlakuan O dengan subtitusi jantung pisang 100%. Menurut Rahmat (2002)
rendemen pada pembuatan abon dipengaruhi oleh penyusutan kadar air bahan
saat pengovenan. Rendemen dipengaruhi oleh penyusutan kadar air pada saat
penggorengan
digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 20%, 50%, 80% dan 100%. Penelitian
utama bertujuan untuk menentukan karakteristik fisika (aktivitas air, tekstur dan uji
warna), kimia (kadar protein, kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar
karbohidrat) dan organoleptik (penampakan, aroma, rasa dan tekstur). Hasil abon
(D) (E)
Gambar 6. Hasil abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung pisang :
(A) 0%, (B) 100%, (C) 20%, (D) 50% dan (E) 100% jantung pisang.
Karakteristik fisika abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung
pisang adalah aktivitas air. Berikut adalah karakteristik fisika abon yang dapat
air bebas pada bahan pangan yang dapat digunakan untuk aktivitas biologis
bahan pangan. Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey aktivitas air dapat dilihat pada
grafik berikut
Aktivitas Air
0.8 0.661 0.643 0.5915
0.6 0.518
0.453
Aw
0.4
0.2
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 7. Grafik aktivitas air abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi
jantung pisang
jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap aktivitas air abon. Kemudian
dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Pada tabel 5 menunjukkan hasil uji lanjut
Tukey pada perlakuan A1 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan
A1P8. Perlakuan O berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8.
Perlakuan A1P2 berbeda nyata terhadap perlakuan A1, O, A1P5 dan A1P8.
Perlakuan A1P5 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A1P8. Nilai aktivitas air tertinggi didapatkan pada
jantung pisang mengalami kenaikan karena jantung pisang memiliki kadar air yang
tinggi pula. Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi aktivitas air. Aktivitas air
Sesuai dengan pendapat Susanto (2009), yaitu semakin besar kadar air dalam
suatu bahan pangan maka akan memiliki kecenderungan semakin besar pula
ketersediaan air bebas dalam bahan pangan tersebut. Ditambahkan oleh Winarno
(1984),
Karakteristik kimia pada abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi
jantung pisang meliputi kadar protein, lemak, air, abu, karbohidrat, kadar serat
karakterstik kimia abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung pisang
Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) Karbohidrat (%)
A1 31,86±2,10c 31,56±0,30a 17,31±0,37c 3,23±0,04a 15,80±1,06a
O 6,86±0,11a 40,16±0,94c 9,57±0,18a 5,68±0,13 d
37.79±1,35c
A1P2 25,04±2,92c 33,64±0,66b 14,78±0,03b 4,45±0,05 c
22,07±3,50b
A1P5 20,40±1,65b 35,75±0,44b 10,25±0,21a 4,64±0,03c 28,95±1,04b
A1P8 24,49±0,08b 33,97±0,06b 15,20±0,22b 4,41±0,10 b
23,32±0,01b
Angka Peroksida
Perlakuan Serat (%) Daya Cerna (%)
(miliekuivalen/1000g)
A1 3,61±2,27tb 31,70±0,05a 7,05±0,21tb
tb d
O 3,65±2,14 36,19±0,08 7,01±0,33tb
tb b
A1P2 5,00±0,06 33,26±0,07 7,15±0,16tb
tb c
A1P5 4,32±0,02 36,19±0,05 7,14±0,06tb
A1P8 2,30±0,01tb 32,80±0,45b 6,72±0,07tb
Sumber: Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
(2019).
*super script notasi huruf menyatakan beda nyata antar perlakuan
*super script notasi tb menyatakan tidak beda nyata antar perlakuan
Protein
asumsi rata-rata 16%), hidrogen (6-8%) dan sulfur (0-2%) terkadang P, Fe dan Cu
sebagai sumber energi (Suprayitno dan Titik, 2017). Hasil ANOVA dan uji lanjut
Tukey kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 8 dan grafik kadar protein pada
gambar 8.
Protein
Protein
40
40 31.865
31.865
protein
kadar protein
30
30 22.545
22.545 24.29
24.29
20.4
20.4
20
20
kadar
6.785
6.785
10
10
00
A1
A1 OO A1P2
A1P2 A1P5
A1P5 A1P8
A1P8
Perlakuan
Perlakuan
Gambar 8. Grafik kadar protein abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi
jantung pisang
pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar protein abon daging putih ikan
tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1
berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2
berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P5
berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1 dan A1P2 tetapi tidak berbeda nyata
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan presentase daging ikan akan semakin
yang mana kadar protein pada daging ikan lebih besar jika dibandingkan dengan
kadar protein pada jantung pisang. Hal tersebut membuat kandungan protein pada
pisang. Ditambahkan oleh Ali et al, (2017), bahwa kadar protein abonsemakin
Hal tersebut karena kadar protein pada jantung pisang lebih rendah jika
dibandingkan dengan ikan. Selain itu, penurunan kadar protein ini berkaitan
dengan peningkatan kadar air. Sesuai dengan pendapat Fuchs, et al. (2013),
Lemak
sebagai sumber dan pelarut untuk vitamin A, D, E, dan K (Winarno, 2004). Hasil
ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar lemak dapat dilihat pada Lampiran 10 dan
kadar lemak
40 31.56 33.645 33.975
30
20
10
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 9. Grafik kadar lemak abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang
jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar lemak abon daging
dengan uji lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada
Perlakuan O berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8.
berbeda nyata dengan perlakuan A1P5 dan A1P8. Kadar lemak tertinggi
Kadar lemak abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung
kenaikan. Hal ini dikarenakan tekstur jantung pisang mudah menyerap minyak
saat proses pemasakan, maka dari itu jantung pisang memiliki kadar lemak
lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan tongkol. Kadar lemak pada daging
merah ikan tongkol sebesar 5,6 % dan lebih tinggi dibandingkan lemak pada
daging putihnya sebesar 1,8% (Hafiludin, 2011). menurut Yuniarti et al. (2013),
Sehingga apabila kadar air bahan menurun, peluang kerusakan lemak akan
meningkat.
Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan maknana dapat
Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar air dapat dilihat pada Lampiran 6 dan
Kadar Air
20 17.31
14.78 15.205
15
9.575 10.255
kadar
10
5
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 10. Grafik kadar air abon daging putih ikan tongkoldengan substitusi
Jantung pisang
jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air abon daging putih
ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji
lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1
berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2 dan A1P tetapi tidak berbeda nyata
dengan A1P5. Perlakuan A1P2 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2 dan
A1P5 tetapi tidak berbeda nyata dengan A1P8. Kadar air tertinggi didapatkan pada
sedangkan kadar air terendah pada perlakuan O (100% substitusi jantung pisang)
yaitu sebesar (9,57±0,18). Hal ini disebabkan tekstur yang halus pada jantung
pisang dapat menyebabkan air mudah berkurang saat proses pemasakan abon.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hafiudin (2014) yang menyatakan
bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada daging putih sebesar 12,164% dan
terendah pada daging merah sebesar 7,934%. Tingginya kadar air pada daging
putih mungkin disebabkan karena pada daging putih terdapat kandungan protein
yang tinggi. Menurut Suzuki (1981) menjelaskan bahwa kadar air mempunyai
hubungan terbalik dengan lemak, semakin rendah lemak maka semakin tinggi
kadar airnya.
Abu
bahan. Kadar abu berasal dari berbagai macam bahan yang digunakan dalam
pengolahannya (Yovanda et al., 2015). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar
abu dapat dilihat pada Lampiran 7 dan grafik kadar abu dapat dilihat pada Gambar
11.
Kadar Abu
10
5.68 4.64
4.455
kadar
3.23 4.1
5
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu abon daging putih ikan
tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1
berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2
berbeda nyata terhadap perlakuan A1, O dan A1P8 tetapi tidak berbeda nyata
dengan A1P5. Kadar abu tertinggi didapatkan pada perlakuan O (100% substitusi
jantung pisang) yaitu sebesar (5,68±0,13) sedangkan kadar abu terendah pada
Kandungan abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Tujuan dari
penentuan abu total adalah untuk menentukan baik tidaknya suatu proses
pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan dan berguna sebagai
kadar air dan meningkatkan mineral pada produk sehingga kadar abu juga
meningkat. Ditambahkan oleh Yuniarti et al. (2013), bahwa semakin tinggi suhu
pengeringan vakum akan meningkatkan kadar abu karena peningkatan suhu yang
sesuai dalam suatu proses pengeringan tidak mengakibatkan perusakan zat gizi
Kadar Karbohidrat
(Winarno, 1984). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar karbohidrat dapat dilihat
pada Lampiran 8 dan grafik kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 12.
karbohidrat
50
37.795
40 28.955
kadar
30 22.075 22.325
20 15.8
10
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 12. Grafik kadar karbohidrat abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang
putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan
uji lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan
berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2
berbeda nyata terhadap perlakuan A1 dan O tetapi tidak berbeda nyata dengan
perlakuan A1P5 dan A1P8. Kadar karbohidrat tertinggi didapatkan pada perlakuan
difference sangat dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lain seperti air, abu, protein
dan lemak.
Serat Pangan
berserat dari abon, meningkatkan warna dan volume abon, dan juga
ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar serat pangan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan
serat pangan
6 5.005
4.325
3.615 3.655
4
kadar
2.3
2
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 13. Grafik kadar serat pangan abon daging putih ikan tongkol dengan
substitusi Jantung pisang
pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap serat pangan abon daging putih
grafik kadar serat pangan bahwa antar perlakuan A1, O, A1P2, A1P5 dan A1P8
menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan satu sama lain. Nilai kadar
pangan tidak larut yang lebih tinggi dibandingkan pada ikan tongkol sehingga
semakin tinggi penambahan jantung pisang, semakin tinggi pula kadar serat
(1999), Kadaradar serat pangan jantung pisang segar adalah 1.4 g/100 g, namun
kadarnya dapat bertambah atau berkurang jika diolah menjadi bahan makanan
serat makanan yang dianjurkan 25g/1000 kal, dan menurut Hardinsyah dan
Tambunan (2004) angka kecukupan serat bagi orang dewasa adalah 19-30
g/kap/hari sedangkan bagi anakanak adalah 10-14 g/1000 kkal. abon daging putih
Daya Cerna
pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah
nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrien
yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang
dicerna dan diserap (Hanis, 2013). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey analisis daya
cerna serat dapat dilihat pada Lampiran 8 dan grafik daya cerna dapat dilihat pada
Gambar 14.
daya cerna
38 36.195
36 34.195
33.26 32.8
34 31.705
kadar
32
30
28
26
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 14. Grafik daya cerna serat abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang
jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap daya cerna abon
daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Pada Gambar 14
menunjukkan grafik analisis daya cerna abon bahwa perlakuan A1 berbeda nyata
dengan perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O berbeda nyata dengan
perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2 berbeda nyata dengan
perlakuan A1, A1P2 dan A1P5 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1P8.
Sedangkan A1P5 berbeda nyata dengan perlakuan A1, O, A1P2 dan A1P8.
oleh beberapa faktor antara lain kadar serat, komposisi penyusun serat dan
aktivitas mikroorganisme.
Bilangan Peroksida
terbentuk dari hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen (ketaren,
1986). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey bilangan peroksida dapat dilihat pada
Lampiran 8 dan grafik kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 15.
peroksida
7.4 7.15 7.145
7.2 7.055 7.01
7
kadar
6.72
6.8
6.6
6.4
6.2
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan
Gambar 15. Grafik bilangan peroksida abon daging putih ikan tongkoldengan substitusi
jantung pisang
abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Pada Gambar 15
menunjukkan grafik bilangan peroksida bahwa antar perlakuan A1, O, A1P2, A1P5
dan A1P8 menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan satu sama lain. Nilai
kecepatan reaksi oksidasi yang antara lain dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan
(kelembaban udara, oksigen, dan cahaya). Kerusakan minyak dan lemak yang
utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolik, baik enzimatis maupun non
peroksida suatu bahan pangan yang melebihi 10-20 ml Eq/kg sudah ditolak
konsumen sehingga dapat disimpulkan bahwa abon ikan tongkol dengan substitusi
Jantung Pisang
penerimaan panelis terhadap abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang.
Pengujian organoleptik merupakan salah satu metode untuk menilai suatu produk
pangan dengan menggunakan organ atau alat indera manusia yaitu penglihatan
penelitian ini dilakukan uji organoleptik dengan uji hedonik atau tingkat kesukaan
dengan skor (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat
Sangat Tidak Suka). Jumlah minimal panelis tidak terlatih menurut SNI (2006),
yaitu sebanyak 30 orang. Parameter yang dinilai yaitu penampakan, aroma, rasa
dan tekstur. Kemudian analisa data uji organoleptik menggunakan uji Kruskal-
Wallis. Tidak semua data dapat diolah menggunakan analisis data parametrik,
digunakan untuk data kualitatif yang dikuantitatifkan. Secara umum, data yang
dianalisis dengan metode non parametrik berupa data kategorik (data ordinal)
yaitu data yang tidak menyebar normal, contohnya data hasil pengamatan
organoleptik (uji hedonik). Salah satu metode analisis non parametrik yang
digunakan pada penelitian ini yaitu analisis Kruskal-Wallis. (Amiarsi, et al., 2015).
Karakteristik organoleptik abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang dapat
Penampakan
secara umum contoh yang diberikan. Dimana lebih ditentukan oleh warna dan
pada Lampiran 13 dan grafik hedonik penampakan dapat dilihat pada Gambar 16.
penampakan
8.00 7.07 6.73
6.00
5.47 5.20
6.00
rata-rata
4.00
2.00
0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat
substitusi Jantung pisang) yaitu sebesar 158,03 sedangkan nilai mean rank
terendah pada perlakuan A1 (0% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 7,07.
Hal ini dikarenakan panelis menyukai warna yang kuning sedikit kecoklatan karena
warna khas abon umumnya. Hal ini sesuai pernyataan (Winarno, 1993) bahwa
(coklat). Warna abon paling disukai panelis yaitu kuning kecoklatan seperti pada
Aroma
Aroma merupakan sifat bahan makanan yang dapat dirasakan oleh indera
produk dan sebagai indikator tingkat penerimaan suatu produk oleh konsumen
(Sjamsiah, et al., 2017). Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan grafik hedonik penampakan dapat dilihat pada Gambar 17.
Aroma
7.00
6.37 6.47 6.30
6.50
rata-rata
5.87 5.70
6.00
5.50
5.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan
Gambar 17. Grafik hedonik aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung
pisang
Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat
terhadap aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma
dengan rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P2 (80% substitusi Jantung
pisang) yaitu sebesar 6,47 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan
A1P5 (50% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 5,20. Hal ini dikarenakan
panelis menyukai aroma yang tidak terlalu bau khas ikan. Hal ini sesuai
pernyataan Aida et.al (2014) yang menyatakan bahwa pada pembuatan abon
jantung pisang dengan penambahan ikan, aroma yang dihasilkan hanya sedikit
memiliki bau khas ikan, aroma dominan berasal dari bumbu-bumbu yang
digunakan yang terdiri dari bawang putih dan bawang merah, sereh dan jahe
selain itu juga dapat berasal dari santan yang menyebabkan aroma gurih. Begitu
juga aroma pada abon ini, lebih kuat aroma bumbu daripada aroma ikan dan
jantung pisangnya.
Rasa
rasa dapat dilihat pada Lampiran 15 dan grafik hedonik rasa dapat dilihat pada
Gambar 18.
rasa
8.00 6.50
5.80 5.53 5.67
6.00 5.30
rata-rata
4.00
2.00
0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan
Gambar 18. Grafik hedonik aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung
pisang
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat
terhadap rasa abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma
dengan rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P8 (20% substitusi Jantung
pisang) yaitu sebesar 6,50 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan
A1P5 (50% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 5,30. Makanan yang memiliki
rasa yang enak dan menarik akan disukai oleh konsumen. (Winarno, 2004). Hal ini
disebabkan karena komposisi jantung pisang pada perlakuan A1P8 lebih sedikit
dibandingkan kosentrasi ikan sehingga tidak munculnya rasa jantung pisang yang
Tekstur
dalam memilih suatu produk pangan. Hasil uji Kruskal-Wallis tekstur dapat dilihat
pada Lampiran 16 dan grafik tekstur dapat dilihat pada Gambar 19.
tekstur
8.00
6.10 5.90 6.37
5.47 5.53
6.00
rata-rata
4.00
2.00
0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan
Gambar 19. Grafik hedonik tekstur abon daging putih dengan subtitusi
jantung pisang
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat
tekstur abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma dengan
rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P2 (80% substitusi Jantung pisang)
yaitu sebesar 6,37 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan A1P5 (50%
Tekstur merupakan salah satu kriteria yang sangat penting pada suatu
produk karena sangat mempengaruhi citra makanan. Tekstur yang umum pada
produk abon adalah kerenyahan dan sensasi gurih di dalam mulut (Dara dan
Fanyalita, 2019). Tekstur yang baik dapat menambah tingkat kesukaan konsumen
terhadap suatu produk. Tekstur dari semua kombinasi perlakuan sulit dibedakan
oleh panelis karena tekstur dari jantung pisang dan ikan tongkol memiliki karakter