Anda di halaman 1dari 24

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan perlakuan terbaik

pada abon daging putih ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan subtitusi Jantung

Pisang (Musa paradisiaca) melakukan uji organoleptik metode hedonik dan

perhitungan rendemen.

4.1.1 Perlakuan Terbaik Pada Abon

Komposisi terbaik abon ditentukan dengan melakukan uji organoleptik

metode hedonik (kenampakan, aroma, rasa, tekstur) menggunakan 30 orang

panelis tidak terlatih. Data hasil pengujian diolah menggunakan SPSS dengan

Kruskal-Wallis. Kadar jantung pisang yang digunakan adalah A1 (0%), A1P2

(20%), A1P5 (50%), A1P8 (80%) dan O (100%). Hasil uji statistik Kruskal-Wallis

menunjukkan Dengan nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan A1P8 (20%) sebesar

189,25 Acuan penelitian utama ini menggunakan 3 perlakuan yang paling disukai

konsumen dengan nilai mean rank tertinggi, yaitu perlakuan A1P2 (80% jantung

pisang), A1P5 (50% jantung pisang) dan A1P8 (20% jantung pisang) dengan

perlakuan tambahan (kontrol) A1 (0% jantung pisang) dan O (100% jantung

pisang).

4.1.2 Rendemen

Rendemen merupakan persentase berat produk yang diperoleh dari hasil

membandingkan berat awal suatu bahan dengan berat akhirnya (Lisa et al., 2015).

Uji rendemen biasanya digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan

makanan atau produk. Jika semakin tinggi nilai rendemen, maka semakin tinggi
pulai nilai produktivitas dari suatu produk tersebut karena tidak banyak berat

bahan baku awal yang hilang atau terbuang (Apriawan et al., 2015).

Rendemen daging ikan tongkol persentase berat daging putih ikan tongkol

yang dihasilkan dibandingkan dengan berat ikan tongkol utuh. Ikan tongkol yang

digunakan untuk pembuatan abon yaitu sebanyak 1000 gram menghasilkan 400

gram daging ikan tongkol, sehingga didapatkan rendemen daging putih ikan

tongkol sebesar 40%.

400
Rendemen daging putih ikan tongkol (%) = 1000 x 100%

= 40%

Hal ini sesuai dengan pendapat sari (2018), yang menyatakan bahwa

prosentase tertinggi pada ikan tongkol adalah bagian daging putih yaitu sebesar

40,87%±2,42. Selain itu besar kecilnya rendemen juga tergantung dengan proses

penanganan setelah di tangkap, semakin besar hasil rendemen daging ikan maka

penangannya juga semakin baik.

Rendemen daging putih setelah dikukus merupakan presentase berat

daging berat daging putih setelah dikukus sebesar 380 gram dandingkan berat

daging sebelum dikukus yaitu 400 gram sehingga didapat hasil rendemen daging

putih ikan tongkol sebesar 95%

380
Rendemen daging putih kukus (%) = 400 x 100%

= 95%

Hasil rendemen pengukusan daging ikan tongkol tinggi, hal ini sesuai

dengan pendapat Anwar et al. (2018), yang menyatakan bahwa proses

pemasakan daging ikan dengan cara pengukusan tidak terlalu mempengaruhi

rendemen dibandingkan cara perebusan pada ikan.


Rendemen jantung pisang merupakan persentase berat jantung pisang

muda yang dihasilkan dibandingkan dengan berat jantung pisang utuh. Jantung

pisang yang digunakan untuk pembuatan abon yaitu sebanyak 1046 gram

menghasilkan 523 gram jantung pisang muda, sehingga didapatkan rendemen

jantung pisang sebesar 50%.

523
Rendemen jantung pisang muda (%) = 1046 x 100%

= 50%

Rendemen jantung pisang setelah direbus merupakan persentase berat

jantung pisang muda yang telah direbus sebesar 500 gram dibandingkan dengan

berat jantung pisang muda utuh sebelum direbus sebesar 523 gram. sehingga

didapatkan rendemen jantung pisang rebus sebesar 95%.

523
Rendemen jantung pisang rebus (%) = 1046 x 100%

= 95%

Rendemen jantung pisang halus merupakan berat jantung pisang yang

telah dihaluskan sebesar 380 dibandingkan dengan berat jantung pisang setelah

direbus sebelumnya sebesar 532. Sehingga didapatkan hasil rendemen sebesar

76%.

380
Rendemen jantung pisang halus (%) = 532 x 100%

= 76%

Penurunan berat akhir jantung pisang disebabkan oleh kandungan air

dalam bahan pangan keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharto, et al.

(2016), bahwa terjadi penurunan berat akhir pada rajungan setelah dikukus

dibandingkan dengan rajungan mentah. Hal tersebut terjadi karena kadar air

dalam rajungan berkurang. Keluarnya air dari rajungan juga menyebabkan


beberapa komponen penting lainnya seperti vitamin-vitamin dan protein yang larut

air. hasil rendemen abon ika togkol dengan subtitusi jantung pisang.

rendemen(%)
45.0 42.0
40.0
40.0
34.0
35.0 30.4
30.0 27.6
A1
25.0
O
%

20.0
15.0 A1P2
10.0 A1P5
5.0 A1P8
0.0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
PERLAKUAN

Gambar 5. Grafik hasil rendemen abon

Berdasarkan grafik diatas hasil rendemen tertinggi didapatkan pada

perlakuan A1P8 dengan subtitusi jantung pisang 20%. Sedangkan hasil terendah

pada perlakuan O dengan subtitusi jantung pisang 100%. Menurut Rahmat (2002)

rendemen pada pembuatan abon dipengaruhi oleh penyusutan kadar air bahan

saat pengovenan. Rendemen dipengaruhi oleh penyusutan kadar air pada saat

pemasakan. awal, ikan yang terbuang pada saat pencabikan, pengepresan

daging, penambahan bumbu pada saat pengolahan dan penyusutan saat

penggorengan

4.2 Penelitian Utama

Konsentrasi yang digunakan pada penelitian utama didapatkan dari

konsentrasi terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu sebesar 50% substitusi

jantung pisang sehingga range konsentrasi substitusi jantung pisang yang

digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 20%, 50%, 80% dan 100%. Penelitian

utama bertujuan untuk menentukan karakteristik fisika (aktivitas air, tekstur dan uji
warna), kimia (kadar protein, kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar

karbohidrat) dan organoleptik (penampakan, aroma, rasa dan tekstur). Hasil abon

pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar berikut:

(A) (B) (C)

(D) (E)

Gambar 6. Hasil abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung pisang :

(A) 0%, (B) 100%, (C) 20%, (D) 50% dan (E) 100% jantung pisang.

4.2.1 Karakteristik Fisika Abon

Karakteristik fisika abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung

pisang adalah aktivitas air. Berikut adalah karakteristik fisika abon yang dapat

dilihat pada tabel.

Tabel 5. Aktivitas air pada abon

Perlakuan Aktivitas Air (*)


A1 0,453 ± 0,01a
O 0,661 ± 0,02b
A1P2 0,643 ± 0,00c
A1P5 0,591 ± 0,00d
A1P8 0,453 ± 0,01d
Sumber: Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya (2019).
*super script notasi huruf menyatakan beda nyata antar perlakuan.
 Aktivitas air

Aktivitas air (aw) menurut Suharyanto (2009), menggambarkan banyaknya

air bebas pada bahan pangan yang dapat digunakan untuk aktivitas biologis

mikroorganisme. Oleh karenanya nilai aw berkaitan dengan daya awet suatu

bahan pangan. Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey aktivitas air dapat dilihat pada

grafik berikut

Aktivitas Air
0.8 0.661 0.643 0.5915
0.6 0.518
0.453
Aw

0.4
0.2
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 7. Grafik aktivitas air abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi

jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap aktivitas air abon. Kemudian

dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Pada tabel 5 menunjukkan hasil uji lanjut

Tukey pada perlakuan A1 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan

A1P8. Perlakuan O berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8.

Perlakuan A1P2 berbeda nyata terhadap perlakuan A1, O, A1P5 dan A1P8.

Perlakuan A1P5 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5, tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan A1P8. Nilai aktivitas air tertinggi didapatkan pada

perlakuan O (100% subtitusi jantung pisang) sebesar (0,661±0,02) sedangkan nilai

aktivitas air terendah pada perlakuan A1 (0% subtitusi jantung pisang).

Nilai aktivitas air abon pada setiap perlakuan perbedaan konsentrasi

jantung pisang mengalami kenaikan karena jantung pisang memiliki kadar air yang
tinggi pula. Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi aktivitas air. Aktivitas air

merupakan air bebas yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Sesuai dengan pendapat Susanto (2009), yaitu semakin besar kadar air dalam

suatu bahan pangan maka akan memiliki kecenderungan semakin besar pula

ketersediaan air bebas dalam bahan pangan tersebut. Ditambahkan oleh Winarno

(1984),

4.2.2 Karakteristik Kimia Abon

Karakteristik kimia pada abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi

jantung pisang meliputi kadar protein, lemak, air, abu, karbohidrat, kadar serat

pangan, analisisdaya cerna serat dan angka peroksida. Hasil pengujian

karakterstik kimia abon daging putih ikan tongkol dengan subtitusi jantung pisang

adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil analisis kimia abon

Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) Karbohidrat (%)
A1 31,86±2,10c 31,56±0,30a 17,31±0,37c 3,23±0,04a 15,80±1,06a
O 6,86±0,11a 40,16±0,94c 9,57±0,18a 5,68±0,13 d
37.79±1,35c
A1P2 25,04±2,92c 33,64±0,66b 14,78±0,03b 4,45±0,05 c
22,07±3,50b
A1P5 20,40±1,65b 35,75±0,44b 10,25±0,21a 4,64±0,03c 28,95±1,04b
A1P8 24,49±0,08b 33,97±0,06b 15,20±0,22b 4,41±0,10 b
23,32±0,01b

Angka Peroksida
Perlakuan Serat (%) Daya Cerna (%)
(miliekuivalen/1000g)
A1 3,61±2,27tb 31,70±0,05a 7,05±0,21tb
tb d
O 3,65±2,14 36,19±0,08 7,01±0,33tb
tb b
A1P2 5,00±0,06 33,26±0,07 7,15±0,16tb
tb c
A1P5 4,32±0,02 36,19±0,05 7,14±0,06tb
A1P8 2,30±0,01tb 32,80±0,45b 6,72±0,07tb
Sumber: Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
(2019).
*super script notasi huruf menyatakan beda nyata antar perlakuan
*super script notasi tb menyatakan tidak beda nyata antar perlakuan
 Protein

Protein merupakan rangkaian asam amino dengan ikatan peptida. Protein

mengandung karbon (50-55%), oksigen (22-26%), nitrogen (12-19% dengan

asumsi rata-rata 16%), hidrogen (6-8%) dan sulfur (0-2%) terkadang P, Fe dan Cu

(sebagai senyawa kompleks dengan protein). Protein dibutuhkan untuk

memperbaiki atau mempertahankan jaringan, pertumbuhan dan membentuk

berbagai persenyawaan biologis aktif tertentu. Protein dapat juga berfungsi

sebagai sumber energi (Suprayitno dan Titik, 2017). Hasil ANOVA dan uji lanjut

Tukey kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 8 dan grafik kadar protein pada

gambar 8.

Protein
Protein
40
40 31.865
31.865
protein
kadar protein

30
30 22.545
22.545 24.29
24.29
20.4
20.4
20
20
kadar

6.785
6.785
10
10
00
A1
A1 OO A1P2
A1P2 A1P5
A1P5 A1P8
A1P8
Perlakuan
Perlakuan

Gambar 8. Grafik kadar protein abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi

jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi jantung

pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar protein abon daging putih ikan

tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut

Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1

berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O

berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2

berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P5

berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1 dan A1P2 tetapi tidak berbeda nyata

dengan A1P8. Kandungan protein tertinggi didapatkan pada perlakuan A1 (0%


subtitusi jantung pisang) sebesar (31,86±2,10) sedangkan kandungan protein

terendah pada perlakuan O (100% subtitusi jantung pisang) sebesar (6,86±0,11).

Kadar protein pada setiap perlakuan perbedaan konsentrasi jantung pisang

mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan presentase daging ikan akan semakin

menurun seiring dengan semakin besarnya presentase substitusi jantung pisang

yang mana kadar protein pada daging ikan lebih besar jika dibandingkan dengan

kadar protein pada jantung pisang. Hal tersebut membuat kandungan protein pada

abon semakin berkurang dengan semakin besarnya konsentrasi substitusi jantung

pisang. Ditambahkan oleh Ali et al, (2017), bahwa kadar protein abonsemakin

menurun dengan semakin besar konsentrasi jantung pisang yang disubstitusikan.

Hal tersebut karena kadar protein pada jantung pisang lebih rendah jika

dibandingkan dengan ikan. Selain itu, penurunan kadar protein ini berkaitan

dengan peningkatan kadar air. Sesuai dengan pendapat Fuchs, et al. (2013),

peningkatan kadar air akan menghasilkan penurunan protein.

 Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan

tubuh manusia. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan

karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak juga berfungsi

sebagai sumber dan pelarut untuk vitamin A, D, E, dan K (Winarno, 2004). Hasil

ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar lemak dapat dilihat pada Lampiran 10 dan

grafik kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 9


Kadar Lemak
50 40.165
35.75

kadar lemak
40 31.56 33.645 33.975
30
20
10
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 9. Grafik kadar lemak abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar lemak abon daging

putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan

dengan uji lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada

perlakuan A1 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8.

Perlakuan O berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8.

Perlakuan A1P2 berbeda nyata terhadap perlakuan O dan A1 tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan A1P5 dan A1P8. Kadar lemak tertinggi

didapatkan pada perlakuan O (100% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar

(40,16±0,94) sedangkan kadar lemak terendah pada perlakuan A1 (0%

substitusi jantung pisang) yaitu sebesar (31,56±0,30).

Kadar lemak abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung

pisang pada setiap perlakuan perbedaan konsentrasi jantung pisang mengalami

kenaikan. Hal ini dikarenakan tekstur jantung pisang mudah menyerap minyak

saat proses pemasakan, maka dari itu jantung pisang memiliki kadar lemak

lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan tongkol. Kadar lemak pada daging

merah ikan tongkol sebesar 5,6 % dan lebih tinggi dibandingkan lemak pada

daging putihnya sebesar 1,8% (Hafiludin, 2011). menurut Yuniarti et al. (2013),

Penurunan kadar air akan meningkatkan konsentrasi radikal inisiasi dan


tingkatkan kontak dengan O2 dengan lemak mengakibatkan lemak menjadi

rusak dan secara proporsi akan menurunkan kandungan lemak bahan.

Sehingga apabila kadar air bahan menurun, peluang kerusakan lemak akan

meningkat.

 Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampkan, tekstur serta citarasa makanan. Semua bahan

makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan

makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan maknana dapat

menentukan kesegaran dan daya tahan suatu bahan pangan (Winarno,1984).

Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar air dapat dilihat pada Lampiran 6 dan

grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar 10.

Kadar Air
20 17.31
14.78 15.205
15
9.575 10.255
kadar

10
5
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 10. Grafik kadar air abon daging putih ikan tongkoldengan substitusi
Jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air abon daging putih

ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji

lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1

berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O

berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2 dan A1P tetapi tidak berbeda nyata
dengan A1P5. Perlakuan A1P2 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2 dan

A1P5 tetapi tidak berbeda nyata dengan A1P8. Kadar air tertinggi didapatkan pada

perlakuan A1 (0% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar (17,05±0,37)

sedangkan kadar air terendah pada perlakuan O (100% substitusi jantung pisang)

yaitu sebesar (9,57±0,18). Hal ini disebabkan tekstur yang halus pada jantung

pisang dapat menyebabkan air mudah berkurang saat proses pemasakan abon.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hafiudin (2014) yang menyatakan

bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada daging putih sebesar 12,164% dan

terendah pada daging merah sebesar 7,934%. Tingginya kadar air pada daging

putih mungkin disebabkan karena pada daging putih terdapat kandungan protein

yang tinggi. Menurut Suzuki (1981) menjelaskan bahwa kadar air mempunyai

hubungan terbalik dengan lemak, semakin rendah lemak maka semakin tinggi

kadar airnya.

 Abu

Kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral yang terdapat pada

bahan. Kadar abu berasal dari berbagai macam bahan yang digunakan dalam

pengolahannya (Yovanda et al., 2015). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar

abu dapat dilihat pada Lampiran 7 dan grafik kadar abu dapat dilihat pada Gambar

11.

Kadar Abu
10
5.68 4.64
4.455
kadar

3.23 4.1
5

0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 11. Grafik kadar abu abon


Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi jantung

pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu abon daging putih ikan

tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut

Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan A1

berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O

berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2

berbeda nyata terhadap perlakuan A1, O dan A1P8 tetapi tidak berbeda nyata

dengan A1P5. Kadar abu tertinggi didapatkan pada perlakuan O (100% substitusi

jantung pisang) yaitu sebesar (5,68±0,13) sedangkan kadar abu terendah pada

perlakuan A1 (0% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar (3,23±0,04).

Kandungan abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Tujuan dari

penentuan abu total adalah untuk menentukan baik tidaknya suatu proses

pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan dan berguna sebagai

parameter nilai gizi bahan makanan (Sudajmadji et al. 2007).

Penguapan air bahan yang mengakibatkan mineral tertinggal pada produk.

menurut Sulthoniyah et al. (2013), proses pemasakan (panas) dapat menurunkan

kadar air dan meningkatkan mineral pada produk sehingga kadar abu juga

meningkat. Ditambahkan oleh Yuniarti et al. (2013), bahwa semakin tinggi suhu

pengeringan vakum akan meningkatkan kadar abu karena peningkatan suhu yang

sesuai dalam suatu proses pengeringan tidak mengakibatkan perusakan zat gizi

bahan makanan terutama mineral.

 Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama. Jumlah kalori yang dihasilkan

oleh 1 gram karbohidrat yaitu sebesar 4 kkal. Pada umumnya karbohidrat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida

(Winarno, 1984). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar karbohidrat dapat dilihat

pada Lampiran 8 dan grafik kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 12.
karbohidrat
50
37.795
40 28.955

kadar
30 22.075 22.325
20 15.8
10
0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 12. Grafik kadar karbohidrat abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap karbohidrat abon daging

putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Kemudian dilanjutkan dengan

uji lanjut Tukey, pada tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan

A1 berbeda nyata terhadap perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O

berbeda nyata terhadap perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2

berbeda nyata terhadap perlakuan A1 dan O tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan A1P5 dan A1P8. Kadar karbohidrat tertinggi didapatkan pada perlakuan

O (100% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar (37,79±1,35) sedangkan kadar

karbohidrat terendah pada perlakuan A1 (0% substitusi jantung pisang) yaitu

sebesar (15,8±1,06). Tingginya karbohidrat pada perlakuan kontrol (O) diduga

disebabkan karena banyaknya jantung pisang pada peneliti an tersebut.

Kadar kabohidrat pada abon mengalami peningkatan seiring penambahan

jantung pisang. Ditambahkan oleh Noer et al. (2014), cara perhitungan by

difference sangat dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lain seperti air, abu, protein

dan lemak.
 Serat Pangan

Penambahan bahan berserat pada abon selain memberikan tekstur

berserat dari abon, meningkatkan warna dan volume abon, dan juga

memberikan dampak pada kesehatan. Winarno (2002) melaporkan bahwa

konsumsi serat pangan dapat mengabsorpsi kolesterol dan membantu

mencegah terjadinya kanker usus besar, menormalkan lemak darah, dan

mengurangi resiko penyakit kardiovaskular. Astawan dan Kasih (2008)

menambahkan bahwa serat pangan dapat mengikat asam empedu,

memberikan rasa kenyang, dan meningkatkan motilitas usus besar. Hasil

ANOVA dan uji lanjut Tukey kadar serat pangan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan

grafik kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 13.

serat pangan
6 5.005
4.325
3.615 3.655
4
kadar

2.3
2

0
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 13. Grafik kadar serat pangan abon daging putih ikan tongkol dengan
substitusi Jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi jantung

pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap serat pangan abon daging putih

ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Pada Gambar 13 menunjukkan

grafik kadar serat pangan bahwa antar perlakuan A1, O, A1P2, A1P5 dan A1P8

menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan satu sama lain. Nilai kadar

serat pangan tertinggi pada perlakuan A1P2 (3,65±2,14) Sedangkan terendah


adalah perlakuan A1P8 (2,3±0,01). Jantung pisang memiliki kandungan serat

pangan tidak larut yang lebih tinggi dibandingkan pada ikan tongkol sehingga

semakin tinggi penambahan jantung pisang, semakin tinggi pula kadar serat

pangan pada abon.

Menurut Departement of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health

(1999), Kadaradar serat pangan jantung pisang segar adalah 1.4 g/100 g, namun

kadarnya dapat bertambah atau berkurang jika diolah menjadi bahan makanan

tertentu (Kusharto,2006). Menurut petunjuk Diet RSCM (1982), angka kecukupan

serat makanan yang dianjurkan 25g/1000 kal, dan menurut Hardinsyah dan

Tambunan (2004) angka kecukupan serat bagi orang dewasa adalah 19-30

g/kap/hari sedangkan bagi anakanak adalah 10-14 g/1000 kkal. abon daging putih

ikan tongkol dengan subtitusi jantung pisang

 Daya Cerna

Daya cerna merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran

pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah

nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrien

yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang

dicerna dan diserap (Hanis, 2013). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey analisis daya

cerna serat dapat dilihat pada Lampiran 8 dan grafik daya cerna dapat dilihat pada

Gambar 14.
daya cerna
38 36.195
36 34.195
33.26 32.8
34 31.705

kadar
32
30
28
26
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 14. Grafik daya cerna serat abon daging putih ikan tongkol dengan substitusi
Jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap daya cerna abon

daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Pada Gambar 14

menunjukkan grafik analisis daya cerna abon bahwa perlakuan A1 berbeda nyata

dengan perlakuan O, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan O berbeda nyata dengan

perlakuan A1, A1P2, A1P5 dan A1P8. Perlakuan A1P2 berbeda nyata dengan

perlakuan A1, A1P2 dan A1P5 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1P8.

Sedangkan A1P5 berbeda nyata dengan perlakuan A1, O, A1P2 dan A1P8.

Menurut Maynard et al.(2005) menyatakan daya cerna serat dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain kadar serat, komposisi penyusun serat dan

aktivitas mikroorganisme.

 Bilangan Peroksida

Pengukuran kadar peroksida merupakan salah satu parameter untuk

mengetahui penurunan kualitas abon ikan akbat kerusakan oksidatif pada

lemak. persenyawaan hidroperoksida merupakan produk primer yang yang

terbentuk dari hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen (ketaren,

1986). Hasil ANOVA dan uji lanjut Tukey bilangan peroksida dapat dilihat pada

Lampiran 8 dan grafik kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 15.
peroksida
7.4 7.15 7.145
7.2 7.055 7.01
7

kadar
6.72
6.8
6.6
6.4
6.2
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
perlakuan

Gambar 15. Grafik bilangan peroksida abon daging putih ikan tongkoldengan substitusi
jantung pisang

Berdasarkan hasil ANOVA dapat dianalisa bahwa perlakuan substitusi

jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap bilangan peroksida

abon daging putih ikan tongkol dengan susbtitusi jantung pisang. Pada Gambar 15

menunjukkan grafik bilangan peroksida bahwa antar perlakuan A1, O, A1P2, A1P5

dan A1P8 menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan satu sama lain. Nilai

bilangan peroksida tertinggi pada perlakuan A1P2 (7,15±0,16) Sedangkan

terendah adalah perlakuan A1P8 (6,72±0,07).

Besarnya peningkatan kadar bilangan peroksida tergantung pada

kecepatan reaksi oksidasi yang antara lain dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan

(kelembaban udara, oksigen, dan cahaya). Kerusakan minyak dan lemak yang

utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolik, baik enzimatis maupun non

enzimatis (Sudarmadji et al., 1997). Adapun menurut Sanger (2010), bilangan

peroksida suatu bahan pangan yang melebihi 10-20 ml Eq/kg sudah ditolak

konsumen sehingga dapat disimpulkan bahwa abon ikan tongkol dengan substitusi

jantung pisang masih dalam batas penerimaan konsumen.


4.2.3 Karakteristik Organoleptik Abon Ikan Tongkol dengan Substitusi

Jantung Pisang

Pengujian karakteristik organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat

penerimaan panelis terhadap abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang.

Pengujian organoleptik merupakan salah satu metode untuk menilai suatu produk

pangan dengan menggunakan organ atau alat indera manusia yaitu penglihatan

dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan lidah. Pada

penelitian ini dilakukan uji organoleptik dengan uji hedonik atau tingkat kesukaan

dengan skor (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),

(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat

Sangat Tidak Suka). Jumlah minimal panelis tidak terlatih menurut SNI (2006),

yaitu sebanyak 30 orang. Parameter yang dinilai yaitu penampakan, aroma, rasa

dan tekstur. Kemudian analisa data uji organoleptik menggunakan uji Kruskal-

Wallis. Tidak semua data dapat diolah menggunakan analisis data parametrik,

misalnya data hasil pengamatan organoleptik. Analisis non parametrik sering

digunakan untuk data kualitatif yang dikuantitatifkan. Secara umum, data yang

dianalisis dengan metode non parametrik berupa data kategorik (data ordinal)

yaitu data yang tidak menyebar normal, contohnya data hasil pengamatan

organoleptik (uji hedonik). Salah satu metode analisis non parametrik yang

digunakan pada penelitian ini yaitu analisis Kruskal-Wallis. (Amiarsi, et al., 2015).

Karakteristik organoleptik abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang dapat

dilihat pada Tabel 7.


Tabel 7. Karakteristik organoleptik abon
Perlakuan Penampakan Aroma Rasa Tekstur
A1 7,07 ± 1,28 6,37 ± 1,52 5,80 ± 1,88 6,10 ± 1,45
O 6,00 ± 1,58 5,87 ± 1,46 5,53 ± 1,61 5,90 ± 1,40
A1P2 5,47 ± 1,91 6,47 ± 1,43 5,67 ± 1,94 5,47 ± 1,85
A1P5 5,20 ± 1,39 5,70 ± 1,57 5,30 ± 1,97 5,53 ± 1,45
A1P8 6,73 ± 1,53 6,30 ± 1,44 6,50 ± 1,83 6,37 ± 1,35
Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),
(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka),
(1:Amat Sangat Tidak Suka).

 Penampakan

Penampakan produk adalah salah satu parameter yang penting pada

suatu produk. Penampakan merupakan penilaian secara visual dengan meilhat

secara umum contoh yang diberikan. Dimana lebih ditentukan oleh warna dan

bentuk (Harikedua, 2010). Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan dapat dilihat

pada Lampiran 13 dan grafik hedonik penampakan dapat dilihat pada Gambar 16.

penampakan
8.00 7.07 6.73
6.00
5.47 5.20
6.00
rata-rata

4.00

2.00

0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan

Gambar 16. Grafik hedonik penampakan abon daging putih dengan

subtitusi jantung pisang

Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),

(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat

Sangat Tidak Suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada gambar 16 dapat dianalisa

bahwa perlakuan substitusi jantung pisang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap

penampakan abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai


penampakan dengan mean rank tertinggi terdapat pada perlakuan A1P8 (20%

substitusi Jantung pisang) yaitu sebesar 158,03 sedangkan nilai mean rank

terendah pada perlakuan A1 (0% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 7,07.

Hal ini dikarenakan panelis menyukai warna yang kuning sedikit kecoklatan karena

warna khas abon umumnya. Hal ini sesuai pernyataan (Winarno, 1993) bahwa

Penggorengan berpengaruh terhadap warna abon jantung pisang yang dihasilkan

(coklat). Warna abon paling disukai panelis yaitu kuning kecoklatan seperti pada

produk abon umumnya.

 Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan

konsumen terhadap suatu produk pangan karena pada umumnya konsumen

mencium aroma makanan terlebih dahulu sebelum memakan produk tersebut.

Aroma merupakan sifat bahan makanan yang dapat dirasakan oleh indera

penciuman yang merupakan pendukung cita rasa yang menentukan kualitas

produk dan sebagai indikator tingkat penerimaan suatu produk oleh konsumen

(Sjamsiah, et al., 2017). Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan dapat dilihat pada

Lampiran 13 dan grafik hedonik penampakan dapat dilihat pada Gambar 17.

Aroma
7.00
6.37 6.47 6.30
6.50
rata-rata

5.87 5.70
6.00
5.50
5.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan

Gambar 17. Grafik hedonik aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung

pisang
Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),

(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat

Sangat Tidak Suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada Gambar 17 dapat dianalisa

bahwa perlakuan substitusi jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma

dengan rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P2 (80% substitusi Jantung

pisang) yaitu sebesar 6,47 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan

A1P5 (50% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 5,20. Hal ini dikarenakan

panelis menyukai aroma yang tidak terlalu bau khas ikan. Hal ini sesuai

pernyataan Aida et.al (2014) yang menyatakan bahwa pada pembuatan abon

jantung pisang dengan penambahan ikan, aroma yang dihasilkan hanya sedikit

memiliki bau khas ikan, aroma dominan berasal dari bumbu-bumbu yang

digunakan yang terdiri dari bawang putih dan bawang merah, sereh dan jahe

selain itu juga dapat berasal dari santan yang menyebabkan aroma gurih. Begitu

juga aroma pada abon ini, lebih kuat aroma bumbu daripada aroma ikan dan

jantung pisangnya.

 Rasa

Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam tingkat

penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Hasil uji Kruskal-Wallis

rasa dapat dilihat pada Lampiran 15 dan grafik hedonik rasa dapat dilihat pada

Gambar 18.
rasa
8.00 6.50
5.80 5.53 5.67
6.00 5.30

rata-rata
4.00

2.00

0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan

Gambar 18. Grafik hedonik aroma abon daging putih dengan subtitusi jantung

pisang

Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),

(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat

Sangat Tidak Suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada Gambar 18 dapat dianalisa

bahwa perlakuan substitusi jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap rasa abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma

dengan rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P8 (20% substitusi Jantung

pisang) yaitu sebesar 6,50 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan

A1P5 (50% substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 5,30. Makanan yang memiliki

rasa yang enak dan menarik akan disukai oleh konsumen. (Winarno, 2004). Hal ini

disebabkan karena komposisi jantung pisang pada perlakuan A1P8 lebih sedikit

dibandingkan kosentrasi ikan sehingga tidak munculnya rasa jantung pisang yang

dominan dibanding perlakuan lainnya.

 Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen

dalam memilih suatu produk pangan. Hasil uji Kruskal-Wallis tekstur dapat dilihat

pada Lampiran 16 dan grafik tekstur dapat dilihat pada Gambar 19.
tekstur
8.00
6.10 5.90 6.37
5.47 5.53
6.00

rata-rata
4.00

2.00

0.00
A1 O A1P2 A1P5 A1P8
Perlakuan

Gambar 19. Grafik hedonik tekstur abon daging putih dengan subtitusi

jantung pisang

Skala: (9:Amat Sangat Suka), (8:Sangat Suka), (7:Suka), (6:Agak Suka),

(5:Netral), (4:Agak Tidak Suka), (3:Tidak Suka), (2:Sangat Tidak Suka), (1:Amat

Sangat Tidak Suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis pada Gambar 19 dapat dianalisa bahwa

perlakuan substitusi jantung pisang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap

tekstur abon daging putih dengan subtitusi jantung pisang. Nilai aroma dengan

rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan A1P2 (80% substitusi Jantung pisang)

yaitu sebesar 6,37 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan A1P5 (50%

substitusi jantung pisang) yaitu sebesar 5,47.

Tekstur merupakan salah satu kriteria yang sangat penting pada suatu

produk karena sangat mempengaruhi citra makanan. Tekstur yang umum pada

produk abon adalah kerenyahan dan sensasi gurih di dalam mulut (Dara dan

Fanyalita, 2019). Tekstur yang baik dapat menambah tingkat kesukaan konsumen

terhadap suatu produk. Tekstur dari semua kombinasi perlakuan sulit dibedakan

oleh panelis karena tekstur dari jantung pisang dan ikan tongkol memiliki karakter

yang hampir sama.

Anda mungkin juga menyukai