Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau
teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi
klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan
keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap
mikroorganisme infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam
fasilitas perawatan akut atau ambulatory.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang
ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan
kesehatan (Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan memiliki arti
mencegah agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti
meminimalisasi resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, tujuan utama dari
pelaksanaan program ini adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan
cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari sumber
di sekitar penderita yang sedang dirawat (Darmadi, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi penyakit infeksi?
2. Apa saja penyebab infeksi?
3. Bagaimana rantai penularan penyakit infeksi?
4. Bagaimana resiko Health Care Associated Infection?
5. Bagaimana prinsip pencegahan infeksi?
6. Bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi?
7. Bagaimana strategi (aplikasi) pencegahan dan pengendalian infeksi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit infeksi
2. Untuk mengetahui penyebab infeksi
3. Untuk mengetahui rantai penularan penyakit infeksi
4. Untuk mengetahui resiko Health Care Associated Infection
5. Untuk mengetahui prinsip pencegahan infeksi
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian infeksi
7. Untuk mengetahui strategi (aplikasi) pencegahan dan pengendalian infeksi

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian infeksi
Infeksi adalah proses saat organisme (bakteri, virus, jamur) yang mampu
menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan menyebabkan
trauma atau kerusakan. Bakteri, virus, jamur memiliki berbagai cara untuk masuk
ke dalam tubuh. Cara penularan dibagi menjadi kontak langsung dan tidak
langsung. Kontak langsung terdiri atas penyebaran orang ke orang (misalnya
bersin, kontak seksual, atau semacamnya), hewan ke orang (misalnya dari gigitan
atau cakaran binatang, binatang peliharaan), atau dari ibu hamil ke anaknya yang
belum lahir melalui plasenta. Kontak tidak langsung teridiri atas gigitan serangga
yang hanya menjadi pembawa dari mikoorganisme atau vektor (seperti nyamuk,
lalat, kutu) dan kontaminasi melalui air dan makanan.
Setelah masuk ke dalam tubuh mikoorganisme tersebut mengakibatkan
beberapa perubahan. Mikoorganisme tersebut memperbanyak diri dengan caranya
masing – masing dan menyebabkan cedera jaringan dengan berbagai mekanisme
yang mereka punya, seperti mengeluarkan toksin, mengganggu DNA sel normal,
dan sebagainya.

B. Penyebab
Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut
tidak menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat lokal
(di tempat masuknya mikoorganisme) atau sistematik (menyebar keseluruh
tubuh). Berikut adalah beberapa gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya :
1. Bakteri : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung
bagian tubuh mana yang diinfeksi. Jika seseorang terkena infeksi bakteri di
tenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan
sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri pada perncernaan, maka ia akan
merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual atau muntah.
2. Virus : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian
tubuh yang terinfeksi, usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari infeksi virus
dapat mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang sering timbul
biasanya flu, gangguan pencernaan, bersin–bersin, hidung berair dan

2
tersumbat, pembesaran kelenjar getah bening, pembengkakan tonsil, atau
bahkan turunya berat badan.
3. Jamur : kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh
lain yang dapat terinfeksi seperti paru–paru dan otak. Gejala infeksi yang
disebabkan oleh jamur antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa
bakar, dan kulit bersisik.

C. Rantai penularan
1. Agen/Penyebab Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora transient
maupun resident. Mikroorganisme transient normalnya ada dan jumlahnya
stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak dikulit. Organisme transient
melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan objek atau orang lain dalam
aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan cuci tangan.
Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan
dengan sabun dan detergen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan
seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
mikroorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan
untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dalam
host/pejamu.
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)
Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga
dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit,
mukosa, cairan atau drainase. Adanya mikroorganisme patogen dalam tubuh
tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang
didalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain
bisa menjadi sakit (carier). Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam
reservoir jika karakteristik reservoirnya cocok dengan kuman. Karakteristik
tersebut adalah air, suhu, ph, udara dan pencahayaan.
3. Portal of exit (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan keluar
untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan

3
infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoirnya. Jika
reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pencernaan,
pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane mukosa yang rusak serta
darah.
4. Cara penularan (transmisi)
a) Kontak (contact transmission)
1) Direct/Langsung : kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan klien, dll.
2) Indirect/Tidak langsung: kontak melalui objek (benda/alat). Dengan
perantara: instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.
b) Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus
influenza type b (Hib), virus influenza, mumps, rubella.
c) Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
virus campak, varisela (cacar air), spora jamur.
d) Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e) Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan
atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Portal masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius.
Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba
dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan portal keluar.
Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan
patogen masuk kedalam tubuh.
6. Daya tahan hospes (manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap

4
patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan
terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress
(fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit
penyerta.

D. Faktor Resiko (Health Associated Infections)


Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai
Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-
Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab
langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat
kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya
rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang
tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari
setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau
dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk
melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya
infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu
keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan
Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain
sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Dampak HAIs adalah peningkatan kesakitan dan kematian, penambahan lama hari
dan biaya perawatan, peningkatan resistensi antibiotik, serta peningkatan beban
biaya pada sistem kesehatan.

E. Prinsip Pencegahan infeksi


1. Antiseptik

5
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
2. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi.
Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme,
baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan
dapat digunakan dengan aman.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi
terhadap benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau
cairan tubuh
4. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati.
5. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa
endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau
penggunaan desinfektan kimia.
6. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah,
dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah
besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan
sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan
secara seksama).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrument.

6
F. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu
dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun
pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan penjamu
Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan
tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis
B, Hepatitis C, dan HIV.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan
dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar
Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi
tersebut adalah dengan penerapan Kewaspadaan Isolasi (Isolations Precautions)
dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas
kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Yang terdiri dari Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) dan Kewaspadaan
Berdasarkan Transmisi (Transmission Based Precaution).

7
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan kepada
semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak. Kemenkes
RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan PPI, yaitu :
1. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan
melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga
kebersihan tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja,
sebelum kontak dengan klien atau melakukan tindakan untuk klien,
selama melakukan indakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan
setelah kontak atau melakukan tindakan untuk klien. Secara garis
besar, kebersihan tangan dilakukan pada air mengalir, menggunakan
sabun dan/atau larutan antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan tangan
dengan kain yang bersih dan kering.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindungan Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi klien
dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan
munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C,
serta meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TBC), penggunaan APD juga
menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri
mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron,
pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya.
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan,
linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin
0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses
penanganan yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat
dilakukan dengan precleaning, pencucian dan pembersihan, Desinfeksi Tingkat
Tinggi (DTT), serta sterilisasi.
4. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa
pengelolaan limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah
yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi.

8
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya
adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.
Pengendalian lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau mencegah
transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada klien, petugas, pengunjung
dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan.
6. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya
rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah
membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya,
misalnya dengan pemberian imunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien
Penerapan program ini diberikan pada klien yang telah atau sedang dicurigai
menderita penyakit menular. Klien akan ditempatkan dalam suatu ruangan
tersendiri untuk meminimalkan proses penularan pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan
kebersihan pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di
fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung
menggunakan tangan atau tisu.
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan sekali
pakai pada setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring

Kewaspadaan transimisi (Transmission Based Precaution) adalah


kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone.

1. Contact Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
 Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung

9
2. Droplet Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
 Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
 Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan
masalah serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Upaya untuk
mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah penerapan standar
precaution baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat kesehatan, dengan
tujuan untuk memutuskan rantai penularanya.
Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya
pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus
menerus

B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi
ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara
mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan juga dapat
menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://labkeppoltekkesbanten.files.wordpress.com/2017/08/makalah-nosokomial-
fdc.pdf
https://www.academia.edu/8483485/Pengendalian_Infeksi

https://ansharcaniago.wordpress.com/2013/04/14/pencegahan-dan-pengendalian-
infeksi-terkait-pelayanan-kesehatan-di-lahan-praktik/

https://www.academia.edu/23115286/Pedoman_Pencegahan_dan_Pengendalian_Infe
ksi_di_Rumah_Sakit_dan_Fasilitas_Pelayanan_Kesehatan_lainnya

https://www.academia.edu/32805497/PENCEGAHAN_DAN_PENGENDALIAN_I
NFEKSI_TERKAIT_PELAYANAN_KESEHATAN_DI_LAHAN

12

Anda mungkin juga menyukai