Anda di halaman 1dari 27

INFEKSI OPORTUNISTIK PADA

HIV/AIDS

Tri Pudy Asmarawati

Divisi Tropik dan Infeksi, Departemen Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Universitas Airlangga
2019
Pendahuluan
• Infeksi oportunistik (IO) merupakan manifestasi klinis yang
pertama kali menandai kecurigaan suatu acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).

• Infeksi oportunistik terkait HIV : infeksi yang lebih sering terjadi


pada kondisi imunosupresi terkait HIV

• IO biasanya timbul rata-rata 7-10 tahun setelah mulainya


infeksi HIV

• Sebelum dikembangkannya ART, pasien biasanya hanya


bertahan 1-2 tahun setelah manifestasi AIDS
Pendahuluan
• Sejak mulai akhir 1980-an, penggunaan kemoprofilaksis,
imunisasi dan perbaikan strategi untuk penatalaksanaan IO 
perbaikan kualitas hidup dan memperpanjang survival pasien
HIV/AIDS.

• Penggunaan highly effective combination ART (HAART) pada


pertengahan 1990 juga sangat berpengaruh pada penurunan
morbiditas dan mortalitas akibat IO.

• Supresi virus sangat penting pada munculnya infeksi


oportunistik.
Pendahuluan
• Mencapai dan mempertahankan supresi virus masih menjadi
tantangan karena :
• Tidak semua infeksi HIV terdiagnosis, saat terdiagnosis
sudah dalam kondisi imunosupresi
• Tidak semua pasien yang terdiagnosis HIV mendapatkan
pengobatan ART yang kontinyu
• Tidak semua yang sudah mendapatkan ARV mencapai
supresi virus

Infeksi oportunistik masih sering terjadi pada


pasien HIV
Pendahuluan
• Supresi virus yang stabil dapat menghilangkan sebagian besar IO,
tetapi tidak semuanya.

• Kecenderungan munculnya IO bervariasi, biasanya berbanding


terbalik dengan hitung CD4

• Tuberkulosis, penyakit pneumokokal dan zoster dermatoma terjadi


pada kebanyakan pasien HIV tanpa memandang jumlah CD4

• Beberapa IO (terutama TB dan sifilis) dapat meningkatkan viral load


 mempercepat progresi HIV dan meningkatkan transmisi

• SEHINGGA, para klinisi harus paham dan mengetahui mengenai


pencegahan dan tata laksana IO terkait HIV
Infeksi Oportunistik yang sering

Sistim Kelainan
saraf kulit

Sistim GI

Sistim
pernafasan
IO pada HIV/AIDS
Virus patogen Penyakit bakterial Infeksi jamur Penyakit
protozoa
Epstein barr virus Mycobacterium Pneumocytis jiroveci Toxoplasmosis
tuberculosis pneumonia
Hepatitis B virus Mycobacterium avium Mucocutaneous Cryptosporidiosis
complex candidiasis
Hepatitis C virus Syphillis Cryptococcosis Microsporidiosis

Herpes simplex virus Bacterial respiratory Histoplasmosis Malaria


diseases

Human herpes virus-8 Bacterial enteric Coccidiomycosis Leishmaniasis


disease
Cytomegalovirus Bartonellosis Aspergillosis Chagas disease

Varicella zooster virus Penicilliosis Isosporiasis

Human papilloma virus

John Cunningham virus


IO pada sistim pernafasan
Pernafasan atas

• Faringitis, tonsilitis, rinitis, sinusitis, dan otitis


media.
• Relatif sering terjadi pada awal infeksi HIV (WHO
stadium klinis II).
• Organisme tersering: Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus or Haemophillus
influenza.
• Candida albicans kadang bisa menjadi penyebab
indikatif WHO stadium III.
IO pada sistim pernafasan
Sistim pernafasan bawah
• TB, pneumonia bakterial and PCP.
• Gejala utama: batuk, produksi sputum, nyeri dada,
sesak nafas, wheezing dan hemoptoe

• Pertimbangan penting saat evaluasi pasien:


• Tanda-tanda defisiensi imun lanjut: plak pada rongga
mulut, dll.
• Keterlibatan ekstrapulmonal: meningitis, artritis, hepatitis
and perikarditis  memerlukan perawatan inap.
• Prognosis buruk (usia >60 tahun, distres nafas, sianosis,
retraksi, keterlibatan multilobus, turunnya tekanan darah
sistolik)  mengharuskan perawatan inap.
IO pada sistim pernafasan
Korelasi dengan jumlah
CD4
CD4
CD4 <200 CD4 <100 CD4 <50
berapapun
• ISPA • PCP • Pneumonia • MAC
• Pneumonia • TB bakterial • CMV
bakterial seringnya oleh P. • Fungal
• TB luas aeruginosa infections
• Limfoma • Pneumonia • Toksoplasmo
kriptokokus sis
• Pneumonia
interstitial • Pneumonia • Sarkoma
nonspesifik bakterial kaposi
dengan
bakteremia/s
epsis
IO pada sistim gastrointestinal
Disfagia dan odinofagia

Gejala esofagitis sering muncul pada AIDS stadium lanjut.

Biasanya disebabkan oleh kandida, HSV, CMV, dan


aphthous ulcers.

Diagnosis:

• Pemeriksaan klinis, endoskopi upper GI dengan atau tanpa


biopsi (jika fasilitas tersedia).

Tata laksana:

• Diterapi sebagai kandidiasis esofageal terutama bila juga didapatkan


kandidiasis orofaringeal.
• Pilihan obat: Fluconazole 200 mg po/hari selama 14 hari
Alternatif: ketoconazole 200 mg sehari 2x selama 4 minggu.
IO pada sistim gastrointestinal
Diare

• Diare merupakan gejala infeksi HIV tersering.

• Bisa bersifat akut atau kronis, persisten maupun intermitten.

• Keterlambatan penanganan dapat menyebabkan dehidrasi dan


ketidakstabilan hemodinamik

• Diare kronis  defisiensi nutrisi dan wasting.

• Disebabkan oleh organisme patogen atau oportunistik seperti virus


(termasuk HIV), bakteria, protozoa, jamur, cacing, penyebab noninfeksi
dan obat-obatan.
IO pada sistim gastrointestinal
Diare
Diagnosis
• Evaluasi lamanya, volume, frekuensi, konsistensi feses
• Riwayat nyeri perut, tenesmus, mual, muntah dan gejala
konstitusional seperti demam.
• Assess status hidrasi

Laboratorium
• Pemeriksaan feses mikroskopik termasuk pengecatan tahan
asam, kultur (bila diperlukan)

Managemen
• Paling penting: koreksi defisit cairan tergantung derajat
dehidrasi
• Larutan rehidrasi oral atau intravena dapat diberikan. Pasien
dengan dehidrasi berat harus dirawat inap untuk diberikan
cairan intravena.
IO pada sistim gastrointestinal
Diare

Agen CD4 Gejala Diagnosis Terapi


E. histolytica berapa Bloody stool, collitis Mikroskopi metronidazole
pun feses

Giardia berapa Watery diarrhea Mikroskopi metronidazole


pun feses

Cryptosporidiu <150 Watery diarrhea Mofified AFB ART


m
Isospora belii <100 Watery diarrhea Mofified AFB cotrimoxazole

Microsporidium <50 Watery diarrhea Giemsa stain Albendazole


CMV <50 Watery/bloody Biopsi jaringan Ganciclovir
diarrhea, collitis
IO pada sistim gastrointestinal

Penyakit Perianal

• Akut atau kronis, khususnya pada kondisi imunodefisiensi lanjut


• Abses perianal, fistula perianal kronik, herpes perianal, dan
perianal warts.
• Tata laksana abses perianal:
• Semua pasien dengan keluhan perianal harus dilakukan
pemeriksaan perianal dan rektum secara rutin.
• Pemberian antibiotik spektrum luas (amoksisilin-asam
klavulanat atau amoksisilin/ampisilin) diberikan paling cepat 10
hari.
• Pada kasus tertentu terkadang diperlukan tindakan bedah
Koinfeksi Hepatitis B
• koinfeksi HIV dengan HBV dapat mempengaruhi perjalanan
alamiah virus hepatitis B.

• Infeksi HIV berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya


sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler meningkatkan
morbiditas dan mortalitas

• Skrining hepatitis C dan hepatitis A sebaiknya dilakukan pada


setiap ODHA dengan koinfeksi hepatitis B, bila tidak ditemukan
infeksi lama, maka dapat diberikan vaksin virus hepatitis A
(HAV)
Koinfeksi Hepatitis B
• Semua ODHA harus dilakukan pemeriksaan HBsAg.
• Bila HBsAg positif dilanjutkan pemeriksaan HBeAg, jumlah HBV
DNA, pemeriksaan fungsi hati, waktu protrombin dan trombosit.
• Tujuan untuk menilai kondisi hati.

• Koinfeksi HBV pada HIV adalah indikasi untuk mendapatkan ARV


berapapun CD4-nya.

• Pilihan pengobatan: pemberian paduan ARV yang terdiri dari dua


obat yang aktif terhadap HIV dan HBV, yaitu Tenofovir ditambah
dengan salah satu dari Lamivudin atau Emtricitabin,
 tujuan menghindari kejadian HBV IRIS.
Tata laksana koinfeksi hepatitis B
Koinfeksi Hepatitis C
• Penyakit hati akibat hepatitis C (HCV) memburuk lebih cepat
pada pasien HIV, sehingga terapi untuk koinfeksi HCV
merupakan prioritas.

• Keputusan untuk memulai terapi HCV lebih kompleks daripada


kondisi monoinfeksi HCV, karena respon rate lebih rendah,
potensi toksisitas lebih tinggi, adanya interaksi obat antara ARV
dan obat HCV.

• Secara umum, stabilisasi kondisi klinis dengan ARV sebaiknya


dicapai lebih dahulu sebelum memulai terapi (khususnya pada
CD4 <200).
Koinfeksi hepatitis C
• Regimen terapi HCV sebelumnya (pegylated interferon and
ribavirin) menghasilkan tingkat keberhasilan yang rendah pada
pasien HIV
• Outcome untuk regimen untuk terapi HCV yang baru, direct-
acting antiviral (DAA) pada pasien HIV sama dengan pasien
dengan monoinfeksi .
• Regimen obat DAA oral ini juga mempunyai potensi interaksi
antarobat yang lebih rendah
IO dengan manifestasi demam
• Demam yang tidak jelas penyebabnya sering terjadi pada pasien HIV.

• Demam kronis yang tidak jelas (>1 bulan) menandakan statusi


imunodefisiensi lanjut  “Fever of Unknown Origin” (FUO)
• Definisi: demam >38°C selama lebih dari 4 minggu sebagai pasien
rawat jalan atau 4 hari pada pasien rawat inap dan belum diketahui
sebabnya setelah evaluasi klinis dan laboratoris yang menyeluruh/
“exhaustive”.

• Etiologi dapat sama dengan populasi umum


• Malaria, demam tifoid, campak, meningitis, dan lain-lain
• Infeksi oportunistik merupakan penyebab tersering FUO 
tuberkulosis pada pasien dengan CD4 rendah.
IO dengan manifestasi FUO

Infeksi Bakterial : Salmonella species, Pneumococcal bacteraemia.

Infeksi jamur : Pneumocystis jiroveci, Cryptococcus.

Infeksi Mycobacterium : M. tuberculosis, MAC

Infeksi Protozoa : Leishmania donovani.

Infeksi Virus: CMV

Penyebab Non infectious: lymphoma


IO dengan manifestasi FUO
Diagnosis

• Riwayat penyakit: onset, durasi, pola, keparahan, gejala


penyerta dan keluhan lain
• Riwayat bepergian ke area endemis malaria, terpapar
dengan hewan, konsumsi obat
• Abses pelvis dapat menjadi penyebab demam kronis
pemeriksaan pelvis
• Pemeriksaan rektum untuk mencari abses perianal

Tata laksana

• Terapi suportif, paliatif, dan terapi penyebab.


• Terapi definitif tergantung dari deteksi/isolasi organisme
penyebab
Pertimbangan khusus dalam tata laksana IO

Inisiasi ART pada IO akut

• Jika tidak ada terapi khusus untuk IO  mulai ART dini


(crytosporidiosis)
• Inisiasi ART pada pasien dengan IO yang aktif berdampak
pada masalah kesulitan konsumsi obat, interaksi obat,
toksisitas yang overlap dan intoleransi.
• Pendekatan:
• Terapi IO terlebih dahulu
• Setelah IO membaik dan pasien dapat mentoleransi obat,
ARV dapat dimulai (misalnya: TB)
Saat memulai ART pada kondisi IO akut
Pertimbangan sebelum memulai ART:
 Ketersediaan terapi yang efektif untuk IO
 Risiko interaksi obat
 Toksisitas dan intoleransi obat yang mungkin overlap
 Risiko dan konsekuensi munculnya IRIS
 Masalah kepatuhan dan toleransi dalam konsumsi obat ARV dan
IO.
 Status imunitas (kadar CD4)
THANK YOU
Sumber:
• Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-
Infected Adults and Adolescents. Downloaded from
https://aidsinfo.nih.gov/guidelines on 4/1/2019
• Guidelines for Management of Opportunistic Infections and Anti Retroviral
Treatment in Adolescents and Adults in Ethiopia. Federal HIV/AIDS
Prevention and Control Office Federal Ministry of Health, March 2008
• Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and
preventing HIV infection, WHO, 2015
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014
tentang Pedoman Pengobatan Aniretroviral

Anda mungkin juga menyukai