Anda di halaman 1dari 36

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT. PRIMISSIMA
31 OKTOBER 2018
GRUP A
KESELAMATAN KERJA

dr. Aditya Muhammad Gumay dr. Lintang Widya S.


dr. Afrialdo dr. Matius Santo
dr. Alif Fariz Jasmi dr. Meli Tri Suciwulandari
dr. Chindy Kristiawati dr. Muhammad Iqbal Al Ghifarry
dr. Citra Cahyati dr. Patan Ahmad Setiabudi
dr. Devin Elsya P. dr. Riski Bagus Suhendra
dr. Eriza Septia Pratiwi dr. Roihan Hidayat
dr. Febriana Rizky Ramadhani dr. Rosari Permata Putri
dr. Gandhy Yoga Bhakara dr. Septian Wisnu Sewaka
dr. Gloria Karina dr. Sitti Ayu Hemas Nurarifah
dr. Haamim Sajdah Sya’bani dr. Willy Agustinus Sitorus
dr. Jesisca dr. Yuliatika Chriestiana Putri
dr. Jimi Carter Vilar

1
PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 29 OKTOBER – 2 NOVEMBER 2018
YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini telah mewujudkan era globalisasi yang
menghadirkan perubahan dan sekaligus tantangan yang perlu antisipasi sejak dini. Era
globalisasi juga berdampak pada perindustrian yang juga semakin berkembang diseluruh
dunia, dan menuntut berbagai perusahaan untuk selalu pro-aktif dalam peningkatan
produksinya yang berpengaruh pada penggunaan mesin-mesin, peralatan produksi serta
pemakaian bahan berbahaya yang semakin meningkat guna menunjang kelancaran
produksi. Dengan adanya peningkatan produksi maka akan meningkat pula potensi
bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
PT Primissima merupakan perusahaan yang bergerak dibidang tekstil halus yang
terkemuka di Indonesia yang dalam setiap proses kerjanya tidak lepas dari potensi
bahaya. Potensi bahaya tersebut dapat berupa kecelakaan yang diakibatkan mesin-mesin
produksi, , terpeleset karena lantai yang licin, sampah yang tidak terurus dan juga bisa
disebabkan adanya faktor fisik lingkungan kerja seperti bising, panas ataupun
penerangan yang kurang merupakan faktor pendukung terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Kecelakaan ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita perorangan dan
penurunan produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000
orang meninggal akibat sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang pertahun meninggal
akibat sakit atau kecelakaan kerja.
Pengetahuan keselamatan kerja sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah-
masalah yang muncul akibat kerja untuk mencapai keamanan yang baik dan realistis
dalam memberikan rasa tentram dan kegairahan dalam bekerja pada tenaga kerja, agar
dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

II. Dasar Hukum


1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
2. UU RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. UU Uap tahun 1930.
4. Peraturan Uap tahun 1930.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1980 tentang
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja pada konstruksi bangunan.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 04/MEN/1980 tentang
syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per 01/MEN/1982 tentang
bejana tekanan.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 04/MEN/1985 tentang pesawat tenaga
dan produksi.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 05/MEN/1985 tentang pesawat angkat-
angkut.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 02/MEN/1989 tentang pengawasan
instalasi penyalur petir.
11. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 186/MEN/1999 tentang penanggulangan
kebakaran di tempat kerja.
12. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 187/MEN/1999 tentang pengendalian
bahan kimia berbahaya.
13. Keputusan menteri tenaga kerja RI No. Kep 75/MEN/2002 tentang pemberlakuan
SNI No SNI 04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL
2000) di tempat kerja.
14. Surat keputusan direktur jenderal pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan
nomor 113 ahun 2006 tentang pedoman dna pembinaan teknis petugas K3 ruang
terbatas
15. Surat keputusan direktur jenderal pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan
nomor 45/DJPPK/IX/2008 tentang pedoman keselamatan dan kesehatan kerja bekerja
pada ketinggian dengan menggunakan akses tali (rope access).

III. Profil Perusahaan


a. Sejarah perusahaan
Saham Pemerintah RI merupakan grant dari pengusaha tekstil belanda, berupa mesin
dan perlengkapan yang sebenarnya ditujukan untuk GKBI, sedangkan PT GKBI
Invesment berupa tanah, bangunan, pemasangan dan modal kerja.

PT. PRIMISSIMA didirikan sebagai perusahaan patungan antara Pemerintah Republik


Indonesia (RI) dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang No. 9 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun
1969.

Penyertaan Pemerintah RI berupa mesin-mesin pemintalan dan pertenunan serta


perlengkapannya yang merupakan grant dari Pemerintah Belanda. Grant tersebut berasal
dari para pengusaha tekstil Belanda yang ditujukan kepada GKBI untuk melestarikan
produksi mori berkualitas tinggi (Primissima cap “Cent”), sedangkan penyertaan dari
GKBI berupa tanah, bangunan pabrik, biaya pemasangan dan modal kerja.

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 31 Oktober 1996
memutuskan pengalihan seluruh kepemilikan saham GKBI kepada PT. GKBI
Investment. Kemudian Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 13
Januari 1998 menetapkan modal dasar perusahaan sebesar Rp. 13.000.000.000 (tiga belas
milyar rupiah). Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tersebut juga menetapkan
pengalihan seluruh saham prioritas menjadi saham biasa.

b. Visi dan misi perusahaan


Visi yang ditunjukan oleh PT Primissima adalah menjadikan PT Primissima sebagai
produsen tekstil halus terkemuka diIndonesia yang produknya memiliki daya cipta nilai
tinggi dan mampu bersaing di dalam pasar global.

Misi perusahaan PT Primissima merupakan misi yang sesuai dengan pokok-pokok


pembinaan BUMN, yaitu:

a. Sebagai agen pembangunan yang berwawasan bisnis


b. Sebagai unit ekonomi
c. Menunjang program pemerintah dalam peningkatan ekspor non migas.

d. Jumlah pegawai perusahaan


Jumlah pekerja sebanyak 800 orang pekerja, 205 perempuan dan 595 laki-laki. Jam kerja
pegawai dibagi menjadi 3 shift utama.
e. Sektor usaha
PT. Primissima adalah produsen grey yang terdiri dari bermacam-macam jenis kontruksi,
yang membedakan adalah jenis anyaman, tetal anyaman, no benang dan lebar kain.

Unit Pemintalan.
9.072 mata pintal tahun 1970
11.088 mata pintal tahun 1976
16.128 mata pintal tahun 1983
36.288 mata pintal
Kapasitas produksi benang 2,74 Juta kg/tahun.

Unit Pertenunan
102 Shuttle Loom tahun 1974
320 Shuttle Loom tahun 1983
422 Shuttle Loom
60 Air Jet Loom tahun 1994
44 Air Jet Loom tahun 2000
104 Air Jet Loom
Kapasitas produksi grey 19 Juta meter/tahun

Luas lahan:
Tanah : 3,5 hektar
Bangunan : 3,7 hektar
Total : 7,2 hektar
f. Jam kerja
Pabrik : Jam Kerja : Shift I 06.00 – 14.00
Shift II 14.00 – 22.00
Shift III 22.00 – 06.00
g. Asuransi
 BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
 Asuransi mandiri milik perusahaan
h. Struktur Organisasi

IV. Alur Produksi

Gambar 2.2. Alur Produksi PT Primissima

V. Landasan Teori

Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan kerusakkan atau kerugian ditempat kerja (Mangkunegara, 2011).Perlindungan
tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan,
perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan kerjaannya
sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus
memperoleh perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat
menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya.

Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan
masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero
accident).

Keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya


kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan
kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja.

Perlindungan keselamatan kerja tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan konstruksi bangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan kontraktor utama
maupun subkontraktor sudah selayaknya tidak mengizinkan pekerjanya untuk beraktivitas
bila terjadi hal- hal berikut :

1. Tidak mematuhi keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Tidak menggunakan peralatan pelindung diri selama bekerja.
3. Tidak mengizinkan pekerja menggunakan peralatan yang tidak aman.

Secara umum, setiap pekerja konstruksi harus mematuhi dan menggunakan


peralatan perlindungan dalam bekerja sesuai dengan peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja. Dalam hal ini pihak-pihak yang berkewajiban menambah klausal tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kontrak kerja yang dibuatnya. Untuk itu
perlu dipertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan kerja (Ervianto,
2005), diantaranya sebagai berikut :
1. Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang
mudah dilaksanakan.
2. Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya
keselamatan dan kesehatan dalam bekerja.
4. Ketentuan pengawasan selam proyek berlangsung.
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
7. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.
8. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja.
9. Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara
kontinu.
Semua hal-hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guna untuk meminimalisir
dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang juga dapat mempengaruhhi produktivitas
kerja para pekerjanya. Kesuksesan keselamatan kerja konstruksi tak lepas dari peran
berbagai pihak yang terlibat, berinteraksi, dan kerja sama. Masing-masing pihak
mempunyai tanggung jawab bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan
pelaksanaan proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam penerapan keselamatan kerja bidang konstruksi diperlukan adanya


pendidikan dan pelatihan mengenai metode dan prosedur yang benar pemakaian peralatan
keselamatan kerja. Penyediaan peralatan kerja yang memenuhi persyaratan atau dalam
meletakkan tanda-tanda daerah bahaya bagi para pekerja juga merupakan salah satu
penerapan keselamatan kerja. Adapun standar peralatan kerja yang harus disiapkan oleh
kontraktor dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja adalah : terutama dalam
pekerjaan konstruksi, yaitu :

1. Pakaian kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau dapat melukai
badan.
2. Sepatu kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki untuk
mengindari benda- benda tajam.
3. Helm
Digunakan untuk pelindung kepala dan sudah menjadi keharusan bagi
para pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai
peraturan pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya.
4. Sarung tangan
Tujuan dari penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan
dari benda-benda tajam dan keras selama menjalankan kegiatan.
5. Masker
Pelindung pernapasan sangat diperlukan oleh para pekerja konstruksi
mengingat lokasi proyek yang sangat berbahaya bagi pernapasan.
6. Kacamata kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk perlindungan terhadap mata dari
debu kayu, batu atau serpihan besi yang bertebangan tertiup angin,
mengingat partikel-partikel debu yang terkadang tidak terlihat oleh mata.
7. Sabuk pengaman
Sudah selayaknya dalam pelaksanaan bangunan gedung bertingkat para
pekerjanya menggunakan sabuk pengaman.
8. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua unsur

• Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut


menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi. Secara rasional,
seseorang bekerja di lingkungan yang bersih tentu akan mendapatkan
kualitas kerja yang baik bila dibandingkan dengan tempat kerja yang kotor
dan acak-acakan. Selain tempat kerja, kebersihan alat-alat kerja juga
memberikan konstribusi yang cukup pada kualitas hasil kerja.
• Bahaya merokok, untuk menghindari bahaya kebakaran sebaiknya semua
pekerja konstruksi tidak merokok pada saat bekerja terutama di lokasi
yang mudah terbakar (Ervianto, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja (Suma’mur, 2001) :

1. Tempat Kerja
Tempat kerja merupakan lokasi dimana para pekerja melaksanakan
aktifitas kerjanya.

2. Mesin dan Peralatan


Mesin dan peralatan adalah bagian dari kegiatan operasional dalam proses
produksi yang biasanya berupa alat-alat berat dan ringan.

Sebab-Sebab Kecelakaan

Kecelakaan bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja atau karena
persoalan nasib. Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tak terencanakan, dan untuk
setiap peristiwa tentulah ada penyebabnya, yang akan berakibat terjadinya kerusakan baik
pada barang maupun pada pekerjanya.

Penyebab terjadinya kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi dua sebab utama,


yaitu sebab-sebab teknis dan sebab-sebab manusia (human) .

1. Sebab-sebab teknis
Biasanya menyangkut masalah peralatan yang digunakan, penerangan
yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara, penggunaan warna
yang kurang kontras, ventilasi yang buruk, dan buruknya lingkungan kerja.
Untuk mencegahnya perlu dilakukan perbaikan teknis.

2. Sebab-sebab manusia (human)


Biasanya sifat yang ceroboh/tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan
tugas dengan baik, mengantuk, pemabuk, dan lain sebagainya. Karenanya
program keselamatan haruslah lebih banyak memusatkan perhatian pada
aspek teknis.

Kemungkinan mereka memang sudah pada dasarnya sering ceroboh, sehingga


sering mengalami kecelakaan. Masalah ini sebaiknya diselesaikan dengan memindahkan
yang bersangkutan kepada jenis pekerjaan yang lebih aman. Semakin lama seseorang
bekerja pada suatu pekerjaan tersebut, semakin jarang mereka mengalami kecelakaan
(Sirait, 2006).

Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu usaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang
mempertahankan kondisi kesehatannya dalam pekerjaan (Moenir, 2006).
Disamping usaha untuk mencegah para pekerja mengalami kecelakaan, perusahaan
perlu juga memelihara kesehatan para pekerjanya. Kesehatan ini menyangkut kesehatan
fisik maupun mental. Kesehatan para pekerja bisa tertanggu, karena penyakit stress
(ketegangan) maupun karena kecelakaan.

Kesehatan pekerja yang buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi


yang tinggi dan tingkat produktivitas yang rendah. Program kesehatan kerja merupakan
suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh pihak kontraktor. Karena dengan
adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material
karena pekerja akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih
menyenangkan, sehingga secara keseluruhan pekerja akan mampu bekerja lebih lama
(Sirait, 2006).

Kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik,
mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan
merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu
yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.
Kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara
derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.

Dalam bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja.


Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna


ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan
mencegah kebisingan.
2. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
3. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
Perusahaan konstruksi memperhatikan kesehatan pekerja untuk memberikan
kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih bertanggung jawab atas kegiatan-
kegiatan tersebut, terutama bagi perusahaan konstruksi yang mempunyai tingkat
kecelakaan yang tinggi. Dibawah ini dikemukakan beberapa sebab yang memungkinkan
terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerjanya yaitu :
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
d. Pengaturan Udara.
e. Pergantian udara diruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak).
f. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.

2. Pengaturan Penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
3. Pemakaian Peralatan Kerja
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin atau alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
4. Kondisi Fisik dan Mental Pekerja
a. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang usang atau rusak.
Emosi pekerja yang tidak stabil, kepribadian pekerja yang rapuh, cara
berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pekerja yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang
membawa resiko.

Kesehatan kerja dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja,
shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan
pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang
erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja (Ervianto, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja (Manullang, 2000) :

1. Lingkungan kerja secara medis


Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari sikap
perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut :

a. Kebersihan lingkungan kerja.


b. Suhu udara dan ventilasi ditempat kerja.
c. Sistem pembuangan sampah dan limbah industri.
2. Sarana kesehatan tenaga kerja
Upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dari tenaga
kerjanya. Hal ini dapat dilihat dari penyediaan air bersih dan sarana kamar
mandi.

3. Pemeliharaan Kesehatan tenaga kerja yaitu pelayanan kesehatan tenaga


kerja.

Dasar-Dasar Hukum Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

 Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :


1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban
pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan
kerja.
2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-
Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik
pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja
baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung
diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

3. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan


Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang
optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan
kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
4. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-
Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti
sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian
Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan
maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sbb:
1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu
tertentu yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan
dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih
dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan
sosial tenaga kerja.
2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan
adalah upah sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan
kalender. Apabila upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah
sehari bagi yang bekerja 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah
upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima) , sedangkan yang bekerja 5
(lima) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 21 (dua
puluh satu).
3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan
penetapan upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja
dalam 1 (satu) bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga)
bulan, upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 3 (tiga) bulan
terakhir. Jika pekerjaan tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari
upah rata - rata 12 (dua) belas bulan terakhir.
4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu
tertentu, penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang
tercantum dalam perjanjian kerja.
BAB II
PELAKSANAAN

I. Tanggal dan Waktu Pengamatan


Kunjungan perusahaan ke PT Primissima (Persero) dilakukan pada hari Rabu
tanggal 31 Oktober2018 pukul 09.00-12.00

II. Lokasi Pengamatan


PT Primissima (Persero) di Jalan Raya Magelang KM 15 Medari Sleman
Yogyakarta
BAB III

HASIL PENGAMATAN

A. MESIN, PESAWAT DAN ALAT KERJA


Mesin : Sesuai untuk pabrik tekstil
Pemeliharaan Berkala : Dilakukan ketika mesin dilaporkan rusak
Unit Pemintalan
9.072 mata pintal 1970
11.088 mata pintal 1976
16.128 mata pintal 1983
36.288 mata pintal 2018
Unit Pertenunan
102 Shuttle Loom 1974
320 Shuttle Loom 1983
422 Shuttle Loom 2018
60 Air Jet Loom 1994
44 Air Jet Loom 2000
104 Air Jet Loom 2018

B. INSTALASI LISTRIK

Dalam melakukan kegiatan produksinya, PT. Primissima menggunakan sumber


listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Terdapat pula sumber listrik
cadangan berupa Generator Set (Genset) yang akan digunakan bila sumber listrik dari
PLN padam.
Penerangan dalam kegiatan produksi menggunakan 2 jenis penerangan yaitu
penerangan sumber alami seperti matahari dan sumber buatan seperti lampu. Lampu
sudah terpasang merata di berbagai tempat, namun penerangan yang didapatkan masih
kurang. Kemungkinan penerangan kurang dikarenakan kurangnya watt pada masing-
masing lampu.
PT. Primissima sudah membuat instalasi penyalur petir guna menyalurkan arus
petir yang sangat tinggi disalurkan ke bumi (grounding) melalui kabel penyalur sesuai
standar. Namun kami belum sempat melihat secara langsung instalasi penyalur petir
tersebut. Dari peninjauan kami ke PT. Primissima, kami dapat menyimpulkan bahwa
penggunaan instalasi listrik sudah baik.

C. SARANA PENANGGULANGAN KEBAKARAN


PENGAMATAN STANDAR

1. APAR mudah dilihat, diakses dan Permenakertrans RI No. 4/MEN/1980tentang


diambil tetapi belum dilengkapi Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan
dengan tanda pemasangan APAR / APAR.
Tabung Pemadam.
1. Mudah dilihat, diakses dan diambil serta
2. Tinggi pemberian tanda pemasangan dilengkapi dengan tanda pemasangan
telah berjarak 125 cm dari dasar lantai APAR / Tabung Pemadam.
tepat di atas satu atau kelompok APAR 2. Tinggi pemberian tanda pemasangan
bersangkutan (jarak minimal APAR / ialah 125 cm dari dasar lantai tepat di
Tabung Pemadam dengan lantai atas satu atau kelompok APAR
minimal 15 cm). bersangkutan (jarak minimal APAR /
Tabung Pemadam dengan laintai
3. Jarak penempatan APAR / Tabung
minimal 15 cm).
Pemadam satu dengan lainnya lebih
dari 15 meter (dalam 1 unit produksi 3. Jarak penempatan APAR / Tabung
hanya ada 1 APAR) Pemadam satu dengan lainnya ialah 15
meter atau ditentukan lain oleh pegawai
4. Semua Tabung Pemadam / APAR
pengawas K3 atau Ahli K3.
telah berwarna merah

4. Semua Tabung Pemadam / APAR


5. APAR belum ditempatkan pada lemari
sebaiknya berwarna merah
atau peti untuk penyimpanan tabung

5. APAR ditempatkan pada lemari atau


peti untuk penyimpanan tabung.
Belum memiliki sistem pendeteksi kebakaran Berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja
dan alur untuk evakuasi kebakaran. tahun 1999 tetang unit penanggulangan
kebakaran pasal 2 ayat 2 tentang kewajiban
mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran ditempat kerja yaitu dengan
menyediakan sarana deteksi, alarm pemadam
kebakaran dan sarana evakuasi.

Memiliki tim penanggulangan tim kebakaran Berdasarkan keputusan menteri tenaga kerja
pada setiap bagian dan tim mendapatkan tahun 1999 tentang unit penanggulangan
pelatihan penanggulangan kebakaran setiap 6 kebakaran pasal 2 ayat 2 tentang pembentukan
bulan sekali. unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

D. KONSTRUKSI TEMPAT KERJA


KONTRUKSI
PENGAMATAN STANDART
TEMPAT KERJA

Akses keluar masuk Akses keluar-masuk ruangan Konstruksi pintu harus terbuat
terdiri dari satu pintu masuk dari bahan yang memenuhi
utama dan 2 pintu keluar pada persyaratan fungsional yang
bagian samping dan belakang, sama untuk dinding internal
yang berupa pintu geser. dan partisi. Konstruksi pintu
Masih ditemukan beberapa harus padat.
pintu yang rusak.
Kebersihan dan Kebersihan ruangan kurang Tata ruang rapi dan bersih
kerapian tataruang terjaga yaitu masih banyak serta tidak menghalangi akses
buangan kapas, kawat, jalan
potongan kain, sampah sisa
dan makanan sisa yang
berserakan di lantai, tetapi
mesin tertata dengan rapi.

Jaminan keselamatan Pemeriksaan mesin dilakukan Terdapat jaminan


peralatan, bahan dan tiap bulan dan ketika adanya keselamatan peralatan, bahan,
benda – benda di kerusakan mesin. Tidak dan benda – benda dalam
dalam ruangan didapatkan adanya ruangan yang dilakukan
penggunaan bahan-bahan pengecekan berkala.
kimia yang berbahaya.
Tanda peringatan Tidak terdapat poster mengenai Terdapat tanda peringatan
penggunaan APD, tanda – pada daerah dengan risiko
tanda peringatan pada tempat tinggi. Tersedia arahan jalur
dengan risiko tinggi, dan evakuasi penanggulangan
tidakterdapat adanya tanda- bencana.
tanda arahan jalur evakuasi
bencana.

E. ALAT PELINDUNG DIRI

WAJIB DILARANG DIINSTRUKSIKAN


Memakai topi atau kerudung, Memakai perhiasan dan Cuci tangan sebelum masuk
helm aksesoris lainnya
Memakai masker Membawa makanan dan Menjaga kebersihan mesin
minuman dari luar dan ruang kerja
Memakai baju seragam sesuai Membawa tas atau barang Utamakan K3
jadwal yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan
Wajib memakai sepatu Memelihara kuku panjang Bekerja sesuai dengan SOP
dan rambut gondrong
Memakai sarung tangan Merokok di area bekerja
Memakai ear plug atau ear
muff
Memakai kacamata google
Memakai rompi khusus
Dengan benar dan sesuai
standar

APD CIRI CIRI PENGAMATAN STANDART

Topi Berwarna putih krem, Beberapa pekerja Semua pekerja


terbuat dari kain menggunakan topi yang menggunakan helm
terbuat dari kain.

Masker Berwarna putih / Tidak semua pekerja Semua pekerja


hijau, terbuat dari kain terlihat menggunakan menggunakan masker
masker yang sesuai
Sepatu Sepatu terbuat dari Sebagian besar pekerja Semua pekerja
karet, dengan bagian tidak menggunakan sepatu menggunakan sepatunya
depan dari besi, yang disediakan oleh
berwarna hitam. pabrik, melainkan
menggunakan sepatu
Sepatu yang
pribadi. Dengan alas an
digunakan berguna
sepatu yang memenuhi
untuk melindungi kaki
standar tersebut berat.
dari bahan kimia,
bahaya panas, dan
benturan juga luka.

Ear plug Ear plug terbuat dari Tidak semua pekerja Semua pekerja
kapas, berwarna putih menggunakan ear plug, menggunakan ear plug
sebagai pelindung hanya di ruang pemintalan
telinga terhadap bising

F. TANGGAP DARURAT DAN EVAKUASI

Tanggap
Darurat & PENGAMATAN STANDART
Evakuasi

Fire Alarm Tidak terdapat alarm kebakaran baik di PER.02/MEN/1983 pasal 3:


dalam maupun di luar ruangan. Hanya
(1) Detektor harus dipasang
terdapat sistem peringatan berupa
pada bagian bangunan
kentungan besi yang dibunyikan secara
kecuali apabila bagian
manual oleh pengawas.
bangunan tersebut telah
dilindungi dengan sistem
pemadam kebakaran
automatik.
(2) Apabila detektor-detektor
dipasang dalam suatu
ruangan aman yang tahan
api (strong room), maka
detektor-detektor tersebut
harus memiliki kelompok
alarm yang terpisah atau
harus terpasang dengan
alat yang dapat
mengindikasi sendiri
yang dipasang diluar
ruangan tersebut.
(3) Setiap ruangan harus
dilindungi secara
tersendiri dan apabila
suatu ruangan terbagi
oleh dinding pemisah
atau rak yang mempunyai
celah 30 (tiga puluh) cm
kurang dari langit-langit
atau dari balok melintang
harus dilindungi secara
sendiri sendiri.
(4) Barang-barang dilarang
untuk disusun menumpuk
seolah-olah membagi
ruangan, kecuali untuk
ruang demikian telah
diberikan perlindungan
secara terpisah.

Emergency Tersedia emergency lamp masing-masing PERATURAN PEMERINTAH


Lamp dua buah di tiap ruang. REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2005
TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 28 TAHUN
2002 TENTANG BANGUNAN
GEDUNG PASAL 41:

5. Pencahayaan buatan yang


digunakan untuk pencahayaan
darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dipasang
pada bangunan gedung dengan
fungsi tertentu, serta dapat
bekerja secara otomatis dan
mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang
aman.

Jalur Evakuasi Tangga darurat dan tangga umum terdapat PERATURAN PEMERINTAH
dan Rambu- pada gedung kantor. Namun dikarenakan REPUBLIK INDONESIA
rambu Jalur gedung pabrik bukan merupakan bangunan NOMOR 36 TAHUN 2005
Evakuasi tingkat maka tidak terdapat tangga darurat TENTANG PERATURAN
maupun tangga umum. PELAKSANAAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 28 TAHUN
Tidak terdapat pintu-pintu evakuasi
2002 TENTANG BANGUNAN
maupun jalur evakuasi khusus. Hanya
GEDUNG PASAL 59
terdapat satu jalur, yang terdiri dari 1 pintu
masuk dan 1 pintu keluar. (1) Setiap bangunan gedung,
kecuali rumah tinggal
Tidak terdapat rambu-rambu khusus yang
tunggal dan rumah deret
menunjukan lokasi jalur evakuasi.
sederhana, harus
menyediakan sarana
evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya
bagi pengguna, pintu
keluar darurat, dan jalur
evakuasi yang dapat
menjamin kemudahan
pengguna bangunan
gedung untuk melakukan
evakuasi dari dalam
bangunan gedung secara
aman apabila terjadi
bencana atau keadaan
darurat.
(2) Penyediaan sistem
peringatan bahaya bagi
pengguna, pintu keluar
darurat, dan jalur
evakuasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan
fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung, jumlah
dan kondisi pengguna
bangunan gedung, serta
jarak pencapaian ke
tempat yang aman.
(3) Sarana pintu keluar
darurat dan jalur evakuasi
harus dilengkapi dengan
tanda arah yang mudah
dibaca dan jelas.
(4) Setiap bangunan gedung
dengan fungsi,
klasifikasi, luas, jumlah
lantai, dan/atau jumlah
penghuni dalam
bangunan gedung tertentu
harus memiliki
manajemen
penanggulangan bencana
atau keadaan darurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
perencanaan sarana
evakuasi mengikuti
pedoman dan standar
teknis yang berlaku.

APAR ( Alat 1. APAR sudah mudah dilihat dan Permenakertrans RI No


Pemadam Api diakses, namun jumlahnya masih 4/MEN/1980:
Ringan) kurang memadai yaitu tidak semua
1. Mudah dilihat, diakses
ruangan memiliki APAR.
dan diambil serta
2. Tidak terdapat tanda pemasangan dilengkapi dengan tanda
APAR. pemasangan APAR /
Tabung Pemadam.
3. Hanya terdapat 1 jenis APAR di
2. Tinggi pemberian tanda
tiap 1 unit produksi.
pemasangan ialah 125
4. Semua Tabung Pemadam / APAR cm dari dasar lantai tepat
sudah berwarna merah. di atas satu atau
kelompok APAR
5. Tidak terdapat kotak penutup
bersangkutan (jarak
APAR
minimal APAR / Tabung
Pemadam dengan laintai
minimal 15 cm).

3. Jarak penempatan
APAR / Tabung
Pemadam satu dengan
lainnya ialah 15 meter
atau ditentukan lain oleh
pegawai pengawas K3
atau Ahli K3.

4. Semua Tabung Pemadam


/ APAR sebaiknya
berwarna merah.
Terdapat tim evakuasi P2K3 yang terlatih dan bersertifikasi yang siap dalam memimpin
evakuasi ketika teradi kecelakaan dan kebencanaan.

G. KEJADIAN KECELAKAAN KERJA

PENGAMATAN STANDART

Angka kejadian Menurut PT. Primissima, Berdasarkan Keputusan Menteri


kecelakaan kerja kecelakaan kerja terjadi Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
karena kurangnya No. 609 Tahun 2012 tentang
(saat ditanyakan
pemahaman pekerja Pedoman Penyelesaian Kasus
ke pihak PT
mengenai standar operasional Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Primissima)
prosedur perusahaan. Akibat Kerja, pengendalian risiko
bahaya dibagi menjadi dua yaitu:
Terdapat 65% kecelakaan
kerja yang terjadi di dalam 1. Pengendalian teknis (Enginering
pabrik. Kecelakaan yang Control)
2. Pengendalian administrative
sering terjadi adalah jari
(Administration Control)
tangan terjepit, tersayat,
a. Pelaksanaan SOP
maupun tersobek yang - Semua aktivitas proses
diakibatkan oleh mesin produksi harus dilaksanakan
produksi. sesuai prosedur yang standar
dan secara berurutan agar
Pada saat dilakukan
risiko kecelakaan dapat
kunjungan ke Gedung, kami
diminimalkan
dapatkan 1 poster mengenai b. Pemasangan rambu-rambu
penggunaan alat pelindung peringatan
diri dengan letak yang kurang - Pada kondisi menurun, tenaga
strategis dan sulit terlihat. kerja/pengunjung dapat tidak
menyadari adanya faktor
Kami tidak menemukan label
bahaya yang ada. Untuk
untuk mesin-mesin yang
menghindari kecelakaan maka
memiliki potensi bahaya
dilakukan pemasangan rambu-
kecelakaan kerja. Semisal,
rambu peringatan berupa
label “AWAS PANAS” pada
papan peringatan, poster, batas
mesin air jet loom, dan area aman, dan safety
“WASPADA TANGAN” pada induction sesuai dengan faktor
mesin Shuttle loom. bahaya yang ada di tempat
kerja
Pengaturan waktu kerja di c. Pengaturan waktu kerja
perusahaan ini sudah - Pengaturan waktu dilakukan
memiliki jadwal tetap yaitu 3 setelah pengendalian teknis
shift/hari, dengan waktu 8 tidak dapat mengatasi masalah
jam kerja dan waktu istirahat pemaparan bahaya,
1 jam/shift. pengaturan pembatasan waktu
kerja dapat dilihat pada
Kemudian, perusahaan ini
Permenaketrans
telah melakukan rotasi/mutasi
No.Per.13/MEN/X/2011
kepada tenaga kerja yang
tentang nilai ambang batas
mengalami penurunan
faktor fisika dan faktor kimia
produktivitas.
di tempat kerja
d. Rotasi/mutasi
Pelatihan K3 sering - Rotasi dan mutasi dilakukan
dilakukan, namun tenaga apabila tenaga kerja telah
kerja senior sulit mematuhi mengalami penurunan
prosedur yang ada karena produktivitas kerja akibat
suatu kebiasaan kerja yang kejenuhan atau pengaruh
dianggap aman oleh mereka. faktor bahaya di lingkungan

Pemeliharaan mesin kerja kerja.


e. Pelatihan K3
dilakukan tiap bulan dan - Pelatihan dilakukan untuk
apabila terjadi kerusakan memberi pengetahuan tentang
mesin. K3 bagi tenaga, terdapat 3
jenis pelatihan:
Pihak audit dan inspektor
 Pelatihan pada awal kerja
jarang melakukan patrol
pada tenaga kerja baru
untuk pengecekan K3.  Pelatihan bagi seluruh
tenaga kerja untuk
Pemeriksaan kesehatan
menambah wawasan
tenaga kerja pada perusahaan
mengenai K3
ini dilakukan 1 tahun sekali.  Pelatihan khusus bagi
tenaga kerja yang harus
memiliki kompetensi atau
keahlian khusus terutama
bagi pekerjaan yang
memiiliki tanggung
jawab dan risiko tinggi.
f. Pemeliharaan peralatan dan
fasilitas kerja
- Pemeliharaan peralatan dan
fasilitas kerja sangat penting
bagi efisiensi dan efektivitas
proses produksi untuk itu
harus dilakukan perawatan
peralatan dan fasilitas kerja
secara berkala dan sesuai
jadwal
g. Audit dan inspeksi
- Audit dan inspeksi merupakan
alat untuk memastikan
efektivitas SMK3 dilakukan
secara konsisten baik melalui
audit dan inspeksi secara
internal maupun eksternal
sesuai dengan peraturan
pemerintah no. 50 tahun 2012
tentang penerapan SMK3
h. Pemeriksaan kesehatan
- Pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja dilakukan pada saat
pemeriksaan awal kerja bagi
pegawai baru dan pegawai
yang dipindahkan ke lokasi
lain yang memiliki faktor
berbahaya yang berbeda.
- Pemeriksaan secara berkala
bagi seluruh kerja minimal 1
tahun sekali
- Pemeriksaan khusus bagi
tenaga kerja yang memiliki
pekerjaan risiko tinggi dan
apabila ada kasus kecelakaan
dan penyakit akibat kerja

Tabel Penilaian Risiko

Parameter :
Frekuensi Sedang : Bisa terjadi 1x dalam sebulan
Keparahan Sedang : Mendapatkan P3K atau tindakan medis, tidak ada hilang jam
kerja lebih dari 1x24 jam

Representasi :
Kategori risiko yang dihasilkan adalah Sedang, sehingga perlu tindakan langsung.

H. PERSONIL KESELAMATAN KERJA

Pada perusahaan PT. Primissima personil keselamatan kerja dibuat dalam bentuk
kepanitiaan yang disebut dengan P2K3, yaitu Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang memiliki ketua, tenaga ahli, dan sekretaris serta seksi-seksi yang terbagi lagi
dibawahnya. Panitia ini memiliki spesifikasi seperti berikut ini:
 Ketua : Ir. Achmad Zuhairi
 Tenaga Ahli : Dokter Perusahaan
 Sekertaris : 1. Sigit Yuwono, SH
2. Ishaq Nur K, SIP

 Sie Bahaya Kebakaran : 1. Suryanto, Amd.


2. Sutopo, ST
3. Tri Waluyo, Amd.
 Sie Pasukan PBK : 1. M. Ali Imron, ST
2. Riris Toni P, ST
3. Sartiman
 Sie Keamanan Umum : 1. Irfan Zaqi A., ST
2. Pargiyanto
3. Rofiq N. M., ST
 Sie Keamanan Kesehatan Kerja : 1. Drs. Utomo W.
2. M. Puji S., Amd
3. Nazarudin, Amd

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


I. Ketua
1. Menetapkan kebijakan umum yang berhubungan dengan Keselamatan dan
KesehatanKerja, bahaya kebakaran dan keamanan Perusahaan.
2. Menjamin kelancaran jalannya program dan aktivitas P2K3 di Perusahaan.
3. Mengkoordinir kegiatan semua seksi.
4. Menyusun rencana dan mengkoordinir penyuluhan serta pelatihan secara periodik.
5. Memberi saran, pendapat dan mengupayakan tersedianya peralatan sarana dan
fasilitasK3, penanggulangan bahaya kebakaran serta keamanan perusahaan.

II. Sekretaris
1. Merencanakan dan menyelenggarakan pertemuan rutin P2K3.
2. Mengadministrasikan,membuat statistik tentang terjadinya gangguan Keselamatan
danKesehatan Kerja, kebakaran dan keamanan.
3. Membuat laporan kegiatan P2K3.
4. Menyelenggarakan surat menyurat baik intern maupun ekstern Perusahaan
dalamkegiatan P2K3.

III. Seksi bahaya kebakaran


1. Melakukan pengamatan terhadap tempat / mesin-peralatan / fasilitas lain yang dapat /
diduga dalam menimbulkan bahaya kebakaran
2. Bersama pejabat fungsional perusahaan yang berwenang mengatur penempatan dan
memelihara alat pemadam kebakaran sehingga selalu dalam keadaan siap pakai dan
mudah djangkau.
3. Mengusulkan usaha-usaha perbaikan metode penanggulangan kebakaran dan
pengadaan alat pemadam kebakaran.
4. Mengadakan penyelidikan dan melakukan analisa terhadap terjadinya kebakaran dan
menyampaikan saran / pendapat agar tidak terulang kembali (standarisasi) kepada
pejabat fungsional yang berwenang di perusahaan (Direksi/Ka.Dept/Ka.Bag).
5. Mengkoordinir penyuluhan, pelatihan teori dan praktik dalam hal penanggulangan
bahaya kebakaran secara periodik.
6. Mengadakan koordinasi/ komunikasi dengan penanggung jawab.
7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan bahaya kebakaran.

IV. Seksi pasukan pbk


1. Melakukan pengamatan terhadap faktor-faktor yang dapat / diduga dapat
menimbulkanbahaya kesehatan, keselamatan kerja, kebakaran dan keamanan umum
pada tempat,fasilitas di lingkungan kerja masing-masing.
2. Apabila terjadi kebakaan di tempat kerja.
2.1. Bertindak cepat menanggulangi dengan menggunakan peralatanpemadam
kebakaran yang tersedia degan cara efektif dan efisien.
2.2. Memberi pengarahan kepada karyawan agar tidak panik dan menyelamatkan
diridengan tertib.
2.3. Menyelamatkan dan menyingkirkan baarang-barang dari bahaya kebakaran
danmenghindari kerugian yang lebih besar.
3. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan
kerja, kebakaran dan keamanan umum di lingkungan kerja.

V. Seksi keamanan umum


1. Melakukan pengamatan terhadap tempat / fasilitas di lingkungan Perusahaan yang
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan faktor-faktor yang dapat merugikan
perusahaan.
2. Bersama-sama dengan pejabat fungsional yang berwenang di Perusahaan, mengatur
sistem keamanan umum yang efektif dan efisien.
3. Mengusulkan dan melakukan upaya-upaya perbaikan di bidang keamanan umum.
4. Mengadakan penyelidikan dan analisa terhadap terjadinya gangguan keamanan
danmenyampaikan saran / pendapat agar tidak terulang kembali (standarisasi) kepada
pejabatfungsional yang berwenang di Perusahaan (Direksi/ Ka.Dept / Ka.Bag).
5. Melaksanakan tugas lain yang berhubungan dengan bidang keamanan umum.

VI. Seksi keselamatan dan kesehatan kerja


1. Melakukan pengamatan terhadap tempat yang dapat / diduga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Bersama pejabat fungsional perusahaan yang berwenang mengusulkan
danmengusahakan perbaikan fasilitas tempat kerja mesin/ peralatan.
3. Bersama pejabat fungsional perusahaan yang berwenang mengusahakan tersedianya
dandigunakannya alat pelindung diri (APD).
4. Mengamati kondisi kesehatan karyawan secara umum dan mengadakan
komunikasidengan dokter Perusahaan.
5. Dalam keadaan darurat, mengupayakan fasilitas P3K dan mendirikan posko
emergensi.
6. Mengadakan penyelidikan dan melakukan analisa terhadap terjadinya kecelakaan
kerjadan menyampaikan saran / pendapat agar tidak terulang kembali (standarisasi)
kepadapejabat fungsional yang berwenang di Perusahaan (Direksi /Ka.Dept / Ka.Bag)
7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan keselamatan kerja
dankesehatan kerja.

BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

No Unit Kerja Permasalahan Dasar hukum Saran


1. Konstruksi Dari segi Undang-undang dasar Dilakukan perbaikan
tempat kerja keselamatan No. 1 tahun 1970, pintu akses keluar
konstruksi belum undang-undang no 18 masuk yang memenuhi
memadai, yaitu tahun 1999 tentang jasa standar, kebersihan
akses keluar konstruksi. area pabrik perlu
masuk yang ditingkatkan, jika perlu
belum memenuhi ditambahkan tempat
standar, pembuangan di tiap
kebersihan yang ruang dengan
belum memadai, membedakan benda
masih belum tajam dan bahan
terdapat lainnya. Tambahkan
informasi informasi keselamatan
mengenai peralatan, bahan, dan
keselamatan benda-benda dalama
peralatan, bahan, ruangan.
dan benda-benda
dalam ruangan.
2 Sarana Pegawai tidak Permenakertrans No. Dilakukannya
penanggulangan mengetahui 4/MEN/tahun 1980 sosialisasi dari
kebakaran tentang perusahaan terhadap
penanggulangan para perkerja tentang
kebakaran. Yang penanggulangan
mengetahui kebakaran dan cara
adalah security, penggunaan alat
sedangkan pemadam api ringan
pegawai hanya (APAR) dan Hydrant.
mengikuti arahan Jika bisa, dilakukan
jika terjadi penyelenggaraan
sesuatu. Tidak pelatihan dan gladi
terdapat alarm penanggulangan
kebakaran yang kebakaran. Tingkatkan
memenuhi sistem peringatan dini
standar, dan tidak terhadap kebakaran
semua ruang dan pemadam
terdapat APAR. kebakaran.

3 Alat pelindung Tidak diketahui Peraturan menteri Perusahaan bersedia


diri apakah ada tenaga kerja dan menyediakan APD
dokumen tertulis transmigrasi RI No. (misal, sarung tangan
(tertulis dalam PER.08/MEN/VII/2010 dan ear plug) yang
SOP) standar tentang Alat Pelindung sesuai dengan standard
APD yang Diri dan hazard yang ada di
digunakan untuk lingkungan tempat
masing-masing kerja. Selain itu lebih
pekerjaan. Juga baik lagi apabila
tidak diketahui sebelum memulai
adanya pekerjaan diberikan
penjelasan suatu briefing singkat
(briefing) mengenai pentingnya
mengenai APD. APD dan cara
Masih ada penggunaan APD yang
pegawai yang baik dan benar.
tidak memakai
APD dan terdapat
keluhan keluhan
minor seperti luka
lecet dan tusuk
akibat alat kerja
dan sampah di
lantai.
4 Tanggap darurat Emergency lamp Undang-undang No. 18 Pemasangan rambu
dan jalur belum memenuhi tahun 1999 tentang jasa evakuasi yang mudah
evakuasi standar. Jalur konstruksi terlihat dan mudah
evakuasi dan Undang-undang dasar dipahami oleh pekerja,
titik kumpul No. 1 tahun 1970 serta perlu ditentukan
tidak secara Undang-undang No. 28 jalur evakuasi dan titik
resmi tahun 2002 tentang kumpul bila terjadi
disosialisasikan. bangunan gedung. suatu keadaan darurat.
Tidak diketahui
Jika bisa, dilakukan
adanya pelatihan
penyelenggaraan
simulasi, namun
pelatihan dan gladi
ada pelatihan K3
tanggap darurat secara
tiap 6 bulan.
berkala.
5 Personil Personil Peraturan perundangan Masukan untuk
keselamatan Keselamatan UU No. 1 tahun 1970 perusahaan yang
kerja kerja pada (Pasal 10 ayat 1, 2) terkait dengan masalah
perusahaan ini yang mewajibkan personil keselamatan
terdapat perusahaan untuk kerja ini, yaitu
pembagian divisi membentuk P3K. diharapkan bagian
pada bidang P3K personil ini tidak
dan hanya siaga untuk
beranggotakan 3 menanggulangi
orang kecelakaan kerja tapi
bersertifikat yang juga menyusun
siap untuk pembagian divisi pada
menanggulangi bidang K3 terkait
kecelakaan di dengan masalah
lapangan kerja. keselamatan kerja,
membuat penyusunan
program keselamatan
kerja dan lebih
meningkatkan upaya-
upaya promosi tentang
keselamatan kerja
pada tenaga kerja di
perusahaan tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental
maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Dari
hasil pengamatan, secara keseluruhan pabrik ini belum memenuhi standar dan dari
penilaian matriks risiko, kategori risiko kejadian kecelakaan kerja adalahsedang,
sehingga perlu dilakukan tindakan langsung.
Kekurangan yang ditemukan yaitu pada konstruksi tempat kerja, sarana
penanggulangan kebakaran, tanggap darurat dan jalur evakuasi, belum memenuhi
standar, ditemukan kebersihan yang kurang, serta alat pelindung diri yang belum
digunakan dengan baik oleh pegawai. Hal baik yang ditemukan adalah personil
keselamatan kerja yang sudah berusaha meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja, yaitu membuat SOP K3 dan penyediaan APD, namun kenyataannya masih
belum dilaksanakan dengan baik oleh pegawai.

B. SARAN
Perlunya peran serta pabrik dalam hal meningkatkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi
semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri,
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan
produktivitas nasional. Penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
PT Primissima saat ini belum baik, sehingga dapat diperbaiki yang di beberapa bagian
yang telah disarankan diatas dan mempertahankan yang sudah ada.
BAB VI
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan
keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
selalu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut
sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang
dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi
juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan
mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

Anda mungkin juga menyukai