Anda di halaman 1dari 50

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI, SIKAP DAN AKTIFITAS

FISIK DENGAN OBESITAS SENTRAL PADA


SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DI KOTA METRO

DISUSUN OLEH :

RENY KHASANAH NPM. 185190015P

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

PRODI S1 GIZI - KONVERSI

TAHUN 2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI, SIKAP DAN


AKTIFITAS FISIK DENGAN OBESITAS SENTRAL PADA
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DI KOTA
METRO

PENYUSUN : RENY KHASANAH

MPM : 1851900P

MENGETAHUI MENGETAHUI
PEMBIMBING I PEMBIMBING I

( ) ( )

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan proposal tentang bagaimana gambaran pengetahuan gizi, sikap dan

aktifitas fisik penderita obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol

pp) di kota metro.

Saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Dosen Ibu Radella

Hervidea, M.Si yang telah memberikan tugas metodologi penelitian. Kami

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan

kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

proposal ini.

Akhir kata kami berharap semoga proposal tentang hubungan antara

pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan obesitas sentral pada satuan

polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro ini dapat memberikan manfaat

maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, Mei 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


LEMBAR PERSETUJAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
C. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
D. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas Setral ............................................................................. 8
1. Pengertian Obesitas Sentral............................................. 8
2. Penilaian Obesitas Sentral ............................................... 9
3. Dampak Obesitas Sentral ................................................ 10
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas Sentral .... 11
5. Pengukuran Obesitas Sentral........................................... 17
B. Pengetahuan ................................................................................ 18
1. Pengertian Pengetahuan .................................................. 18
2. Tingkat Pengetahuan ....................................................... 18
3. Cara Mengukur Pengetahuan........................................... 20
C. Sikap ........................................................................................... 20
1. Definisi Sikap .................................................................. 20
2. Komponen sikap ............................................................. 21
3. Cara Mengukur Sikap ...................................................... 22
D. Pengukuran Aktifitas Fisik.......................................................... 23
E. Kerangka Teori............................................................................ 28
F. Kerangka Konsep ........................................................................ 28
G. Hipotesis...................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian.................................................................. 30
iv
B. Waktu dan Tempat ................................................................ 30
C. Subjek Penelitian................................................................... 30
D. Variabel ................................................................................. 33
E. Definisi Oprasional ............................................................... 34
F. Pengumpulan Data ................................................................ 36
G. Instrumen Penelitian.............................................................. 39
H. Pengolahan Data.................................................................... 39
I. Analisis Data ......................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Pekerjaan

Tabel 2 Jenis Olahraga berdasarkan Tingkat Olahraga

vi
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh

penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas terjadi

karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang

keluar. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

obesitas sentral dan obesitas umum. Untuk penduduk barat, seseorang dikatakan

obesitas apabila IMT-nya ≥ 30 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 102 cm pada pria dan ≥

88 cm pada wanita, sedangkan untuk penduduk Asia, IMTnya ≥ 25 kg/m2 atau

lingkar perut ≥ 90 cm pada pria dan ≥ 80 cm pada wanita (WHO, 2000).

Prevalensi obesitas sentral di Indonesia sebesar 7,2% pada laki-laki dan 46,3%

pada perempuan (Farida et al, 2010).

Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh bagian

perut. Penumpukan lemak ini diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada

jaringan lemak subkutan dan lemak viseral perut. Penumpukkan lemak pada

jaringan lemak viseral merupakan bentuk dari tidak berfungsinya jaringan lemak

subkutan dalam menghadapi ketidakseimbangan energi pada tubuh (Tchernof dan

Despres, 2013). Data Riskesdas 2013, prevalensi obesitas sentral pada penduduk

umur ≥15 tahun adalah 26.6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 yaitu

(18,8%). Prevalensi obesitas sentral terendah berada di Nusa Tenggara Timur

sebesar 15,2% dan tertinggi di DKI Jakarta yaitu 39,7%.

1
Menurut pengukuran lingkar perut, secara umum obesitas sentral di

Lampung sudah mulai menjadi masalah karena prevalensinya cukup tinggi.

Semua kabupaten/kota di Provinsi Lampung berada dibawah angka nasional,

namun terjadi peningkatan prevalensi dari tahun 2007 ke tahun 2013 yaitu 11,4%

menjadi 18,9%. Menurut data Riskesdas Lampung 2013 obesitas sentral umur ≥15

tahun menurut kabupaten/kota, Lampung tertinggi pertama adalah Kota Metro

35,9%, kedua Lampung Utara 27,2%, ketiga Kota Bandar Lampung 23,6%,

Lampung Timur 22,8%, Lampung Selatan 22,1%, Tulang Bawang Barat 19,9%,

Lampung Barat 18,1%, Way Kanan 17,7%, Pesawaran 17,5%, Mesuji 14,6%,

Tanggamus 14,0%, Pringsewu 12,6%, Lampung Tengah 11,1%, dan yang paling

rendah Tulang Bawang 9,4%.

Peningkatan prevalensi obesitas sentral berdampak pada munculnya

berbagai penyakit degeneratif. Penyakit ini menempati urutan pertama penyebab

kematian di Indonesia. Beberapa penelitian di negara maju menunjukkan bahwa

mereka yang mengalami obesitas sentral mempunyai resiko 3x untuk mengalami

penyakit jantung dari mereka yang normal. Obesitas sentral berhubungan dengan

peningkatan sindrom metabolik, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, diabetes

tipe 2, batu empedu, gangguan fungsi pulmonal, hipertensi dan dislipidemia.

Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata

populasi mempunyai resiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan orang

dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979 dalam Hadi, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Sinaga dan Mendrofa di Medan (2012)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik

yakni sebanyak 69 orang (82,1%) dengan responden yang obesitas sebanyak 14

2
orang (16,7%) dan tidak obesitas sebanyak 55 orang (65,5%). Sedangkan yang

memiliki pengetahuan tidak baik sebanyak 15 orang (17,9%) dengan responden

yang obesitas sebanyak 9 orang (10,7%) dan tidak obesitas sebanyak 6 orang

(7,1%). Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji chi-square diperoleh

p=0,002 yang menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian

obesitas.

Sikap seseorang adalah komponen penting yang berpengaruh dalam

memilih makanan. Sikap positif seseorang terhadap kesehatan mungkin tidak

berdampak langsung pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang

negatif terhadap kesehatan hampir pasti berdampak pada perilakunya

(Notoatmodjo, 2003).

Tidak hanya sikap, aktivitas fisik juga sangat erat kaitannya dengan

obesitas. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka

yang mengeluarkan energi. Aktivitas fisik yang cukup dapat menurunkan risiko

penyakit termasuk obesitas. Data Riskesdas Provinsi Lampung (2013)

menunjukkan, proporsi aktivitas fisik yang aktif di Provinsi Lampung tertinggi di

Lampung Barat (45,2%) dan Lampung Utara (40,2%), sedangkan untuk kategori

yang kurang aktif tertinggi di Kota Metro (100%) dan kabupaten Lampung

Tengah (90%).

Berbagai penelitian menyimpulkan hubungan yang bermakna antara

aktivitas fisik dengan kejadian obesitas, risiko obesitas semakin rendah dengan

aktifitas fisik yang tinggi. Penelitian Widiantini dan Tafal (2014) mengenai

hubungan aktivitas fisik dan obesitas di PNS Sekretariat Jendral Kementrian

Kesehatan RI menunjukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas.

3
Responden yang biasa melakukan aktivitas ringan sebanyak 33,9% sisanya

melakukan aktivitas fisik sedang yaitu 36,5% dan sekitar 29,6% melakukan

aktifitas fisik berat. Kejadian obesitas lebih rendah jika responden mempunyai

aktifitas fisik sedang atau berat. Berbagai penelitian menyimpulkan hubungan

yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas, risiko obesitas

semakin rendah dengan aktifitas fisik yang tinggi. Responden yang biasa

melakukan aktivitas sedang berisiko 0,4 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas

dari pada yang beraktivitas fisik ringan. Dan responden yang beraktivitas fisik

berat berisiko 0,6 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas dari pada yang

beraktivitas fisik ringan. Ketidak seimbangan energi pada tubuh disebabkan oleh

terjadinya peningkatan asupan gizi dan kurangnya aktivitas fisik.

Aktivitas fisik yang rutin diketahui dapat mendorong penurunan yang cukup

besar pada jaringan lemak dalam tubuh seseorang (Tchernof dan Despres, 2013).

Hal ini disebabkan aktivitas fisik dapat meningkatkan massa jaringan bebas lemak

dan menurunkan massa jaringan lemak. Pada penelitian Pujiati (2010) diketahui

bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan dengan obesitas sentral pada orang

dewasa. Selain itu, pada penelitian Sugianti dkk (2009) menunjukkan bahwa

obesitas sentral lebih banyak terjadi pada seseorang yang tidak memiliki aktivitas

fisik berat.

Aktivias fisik/olahraga yang rutin dapat mendorong penurunan yang cukup

besar pada jaringan lemak, bahkan tanpa adanya penurunan berat badan

(Tchernof dan Despres, 2013). Hal ini dikarenakan olahraga dapat meningkatkan

massa jaringan lemak. Menurut penelitian Pujiati (2010), ada hubungan antara

aktifitas fisik dengan obesitas sentral pada orang dewasa, orang yang memiliki

4
aktivitas fisik kurang beresiko mengalami obesitas sentral sebesar 1,2 kali lebih

besar.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan

obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro, alasan

peneliti mengambil di tempat tersebut karena Satpol PP merupakan salah satu

pegawai. Menurut data Riskesdas (2018) pegawai berada pada urutan ke empat

sebagai salah satu pekerjaan yang beresiko mengalami obesitas sentral. Polisi,

Satpol PP, TNI dan sederajatnya merupakan pegawai yang dituntut untuk sigap

dalam bekerja, karena tubuh yang tidak proporsional dan kelebihan berat badan

dapat menghambat tugas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis dapat merumuskan

masalah, yaitu “hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan

obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik

dengan obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol pp) di kota

metro.

5
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui prevalensi penderita obesitas sentral pada Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan gizi penderita obesitas sentral pada

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

c. Mengetahui gambaran sikap penderita obesitas sentral pada Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

d. Mengetahui gambaran aktivitas fisik penderita obesitas sentral pada Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

e. Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dengan obesitas sentral pada Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

f. Mengetahui hubungan sikap dengan obesitas sentral pada Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

g. Mengetahui hubungan aktifitas fisik dengan obesitas sentral pada Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Metro.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai

pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku kuliah,

khususnya mengenai hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik

dengan obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro.

6
2. Manfaat bagi Lokasi atau Wilayah penelitian

Hasil penelitian ini secara aplikatif diharapkan dapat memberi masukan,

memperbaiki pola hidup, meningkatkan pengetahuan, dan memberikan manfaat

yang dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) Kota Metro.

3. Manfaat bagi Ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan mengenai

obesitas sentral yang terjadi dikalangan Satuan Polisi Pamong Praja serta faktor

penyebabnya dan bisa digunakan oleh peneliti lain sebagai referensi untuk ilmu

gizi dibidang kesehatan masyarakat.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan antara

pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan obesitas sentral pada satuan

polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro. Penelitian ini, dilakuakan

pengukurang lingkar perut dan penelitian dilakukan di Satpol PP Kota Metro.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas Sentral

1. Pengertian Obesitas Sentral

Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh

bagian perut. Penumpukan lemak ini diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih

pada jaringan lemak subkuntan dan lemak viseral perut. Menurut Tchernof dan

Despres (2013), penumpukan lemak pada jaringan lemak viseral merupakan

bentuk dari tidak berfungsinya jaringan subkuntan dalam menghadapi kelebihan

energi akibat konsumsi lemak berlebih. Kelebihan energi terjadi ketika

seseorang memiliki aktifitas fisik kurang dan tingginya perilaku sedentari. Selain

itu, ketidakmampuan jaringan lemak subkuntan sebagai penyangga energi

berlebih akan menyebabkan produksi lemak yang dapat menumpuk pada bagian-

bagian tubuh yang tidak diinginkan, seperti hati, jantung, ginjal, otot dan

kelenjar pankreas.

Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu

obesitas viseral dan obesitas perifer. Menurut Tchernof dan Depres (2013),

obesitas viseral atau biasa disebut dengan obesitas intra-abdominal, sentral atau

maskulin terjadi ketika distribusi lemak terlokalisasi pada bagian perut atau

bagian atas tubuh. Obesitas viseral ini biasanya dihasilkan bentuk tubuh seperti

buah apel. Sedangkan obesitas perifer terjadi ketika distribusi lemak tubuh

terlokalisasi pada bagian bawah tubuh, seperti pinggul dan paha.

8
2. Penilaian Obesitas Sentral

Pada umumnya, penilaian status gizi, seperti obesitas menggunakan IMT

(Indeks Massa Tubuh). Indeks massa tubuh ini merupakan alat yang sederhana

dalam memantau status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan (Supariasa dkk, 2012). Akan tetapi, IMT ini tidak dapat

digunakan dalam mengukur status obesitas sentral seseorang. Hal tersebut

dikarenakan IMT tidak dapat menilai distribusi timbunan lemak tubuh sehingga

kurang sensitif dalam menentukan obesitas sentral (Sunarti dan Maryani, 2013).

Penentuan obesitas sentral dapat dilakukan dengan mengukur lingkar

pinggang atau rasio lingkar pinggang-pinggul. Menurut WHO, pengukuran

lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur titik tengah antara bagian atas

puncak tulang panggul dengan tulang rusuk terakhir, sedangkan lingkar pinggul

diukur pada lingkaran pinggul terbesar (WHO, 2008). Pengukuran rasio lingkar

pinggang-panggul dihitung dengan membagi ukuran lingkaran pinggang dengan

lingkar pinggul (Sunarti dan Maryani, 2013)

Laki-laki dikatakan mengalami obesitas sentral apabila memiliki Lingkat

Pinggul (LP) > 90 cm dan wanita LP >80 cm (WHO, 2008). Selain itu, rasio

lingkar pinggang-pinggul (RLPP) yang beresiko terhadap obesitas sentral ialah

RLPP >0,85 untuk perempuan dan RLPP >0,90 untuk laki-laki (WHO, 2008).

Pengukuran lingkar pinggang dapat menggambarkan penimbunan lemak dalam

tubuh (Sunarti dan Maryani, 2013). Hal ini dikarenakan lingkar pinggang baik

pada laki-laki maupun perempuan berhubungan dengan lemak pada bagian

subkuntan dan viseral perut (Power dan Jay, 2008).

9
3. Dampak Obesitas Sentral

Obesitas sentral secara estetika membuat penampilan seseorang menjadi

tidak menarik, selain dari segi estetika obesital sentral memiliki dampak bagi

kesehatan, seperti diabetes melitus tipe 2, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler,

hipertensi, kanker, sleep apnea dan sindrom metabolik (Tchernof dan Despres,

2013). Sindrom metabolik ialah kondisi dimana seseorang mengalami hipertensi,

obesitas sentral, dislipidemia dan resistensi insulin pada waktu yang bersamaan

(Gibney dkk, 2009). World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa

seseorang mengalami sindrom metabolik apabila memiliki sedikitnya tiga dari

lima kriteria dalam NCEP-ATP III (The National Cholestrol Education

Program-Adult Treatment Panel III), yaitu obesitas sentral, kenaikan kadar

trigliserida, penurunan HDL, kenaikan kadar gula puasa dan kenaikan tekanan

darah (Hartono, 2006).

Menurut Gibney dkk (2009), sindrom metabolik merupakan kelompok

faktor resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Pada penelitian Sunarti

dan Maryani (2013), diketahui bahwa ada hubungan antara rasio lingkar

pinggang pinggul dengan kejadian penyakit jantung koroner di RSUD

Kabupaten Sukkoharjo. Penelitian tersebut menunjukan bahwa pasien memiliki

rasio lingkar pinggang panggul tidak normal beresiko 1,76 kali menderita

penyakit jantung koroner dibandingkan dengan pasien yang memiliki rasio

lingkar pinggang pinggul normal. Selain itu, lingkar pinggang juga diketahui

memiliki hubungan dengan tekanan darah, baik tekanan darah diastolik meupun

sistolik. Tchernof dan Despres (2013) menjelaskan bahwa lingkar pinggang

10
merupakan faktor prediktor dari kematian akibat penyakit kardiovaskular dan

serangan jantung.

Obesitas sentral juga dapat menyebabkan resistensi insulin. Kelebihan

jaringan lemak akan menyebabkan terbentuknya asam lemak tidak diesterifikasi

(NEFA), sitokin, plasminogen activator inhibitor (PAL-1) dan adiponeketin.

Tingginya kadar NEFA ini akan membebani otot dan hati dengan lemak

sehingga menyebabkan resisiten insulin (Grundy dkk, 2004). Menurut Grundy

dkk (2004), peningkatan resistensi insulin terjadi bersamaan dengan peningkatan

kadar lemak dalam tubuh.

Tchernof dan Despres (2013) juga menjelaskan bahwa obesitas sentral

memiliki hubugan dengan kanker. Kanker yang paling banyak berhubungan

dengan obesitas sentral ialah kanker kolorektal atau kanker yang menyerang

usus besar dan rektum, yaitu bagian kecil dari usus besar sebelum anus. Selain

itu, obesitas sentral juga berhubungan dengan terjadinya obstruktif sleep apnea

(OSA). OSA terjadi karena adanya penumpukan lemak pada bagian dada atau

saluran pernafasan, sehingga menyebabkan berhentinya aliran udara pada hidung

dan mulut walaupun dengan usaha nafas (Supriyatno dkk, 2005). Menurut

Tchernof dan Depres (2013), OSA dikaitkan dengan penurunan tingkat aktifitas

fisik, kurangnya aktifitas tidur dan meningkatnya nafsu makan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas Sentral

Obesitas sentral juga dapat disebabkan oleh umur, jenis kelamin, hormon,

genetik, ras, stres, asupan gizi dan aktifitas fisik (Tchernof dan Despres, 2013).

11
a. Umur

Obesitas sentral lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Semakin

meningkatnya umur, maka semakin tinggi risiko terjadinya obesitas

sentral. Umur merupakan faktor prediksi dari terjadinya obesitas sentral

(Veghari dkk, 2010). Perubahan umur kaitan dengan peningkatan dalam

distribusi jaringan lemak yang ditandai dengan meningkatnya ukuran

lingkar pinggang seseorang (Tchernof dan Despres, 2013). Selain itu,

perubahan umur juga diketahui memiliki hubungan dengan terjadinya

perubahan dalam komposisi tubuh, dimana pada usia 20-30 tahun terjadi

penurunan pda massa bebas lemak dan peningkatan pada massa lemak.

b. Jenis Kelamin

Obesitas sentral dipengaruhi juga dengan jenis kelamin. Jenis kelamin

dibedakan menjadi 2, yaitu laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki

maupun perempuan memiliki distribusi lemak yang berbeda-beda.

Proporsi lemak pada laki-laki banyak terdapat pada bagian atas tubuh,

seperti bagian abdominal atau perut, sedangkan proporsi lemak pada

wanita lebih banyak pada bagian bawah tubuh, seperti pada pinggang dan

panggul (Pujiati, 2010). Pada pria, total lemak viseral pada umumnya

meningkat dengan total lemak tubuh, sedangkn pada wanita, lemak viseral

ini kurang dipengaruhi oleh jumlah tubuhnya (Tchernof dan Despres,

2013). Estimasi lemak tubuh viseral yang dimiliki laki-laki ialah 5.23 ±

2,39 liter, sedangkan perempuan ialah 3,61 ± 1,91 liter (Tchernof dan

Despres, 2013).

12
c. Hormon

Sebuah penelitian pada manusia menunjukan bahwa tingkat dan

sekresi hormon pertumbuhan mengalami perubahan pada seseorang yang

mengalami obesitas sentral dengan resiko tinggi terhadap penyakit

kardiometabolik (Tchernof dan Despres, 2013). Hal ini disebabkan pada

seseorang yang mengalami obesitas terjadi penurunan pada sekresi

hormon pertumbuhan. Penyebab utama terjadinya gangguan sekresi pada

hormon pertumbuhan ini ialah adanya perubahan pada hipotalamus,

fungsi kelenjar pituari yang tidak normal atau adanya gangguan dari

sinyal perifer yang bertindak baik pada hipofisis maupun hipotalamus

(Cordido dkk, 2010).

d. Genetik

Genetik dapat mempengaruhi tingkat obesitas seseorang (Tchernof

dan Despres, 2013). Jika seseorang berasal dari keluarga yang obesitas

sentral, maka orang tersebut memiliki kemungkinan mengalami obesitas

sentral 2-8 kali dibandingkan berasal dari keluarga yang tidak obesitas

(Soegih dan Winamidharja, 2009).

e. Ras

Selain itu, ras khususnya warna kulit memiliki hubungan dengan

obesitas sentral. Wanita kulit hitam memiliki risiko lebih rendah terkena

obesitas sentral dibandigkan wanita kulit putih (Despres dkk, 2000). Hal

ini dikarenakan, pada wanita kulit hitam memiliki kadar HDL yang tinggi,

trigliserida rendah dan penumpukan lemak viseral yang lebih sedikit

dibandingkan dengan wanita kulit putih.

13
f. Stres

Obesitas sentral bergubungan dengan kondisi mental emosional

seseorang. Pada penelitian Sugianti dkk (2009), diketahui prevalensi

obesitas sentral lebih tinggi pada sampel yang kondisi emosionalnya

terganggu. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa sampel dengan

kondisi emosionalnya terganggu beresiko 1,135 kali mengalami obesitas

sentral dibandingkan dengan sampel yang tidak memiliki gangguan

emosional mental.

Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang

mengidikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang

dapat berkembang menjadi keadaan patologis (Idaiani dkk, 2009).

Tchernof dan Despres (2013) menjelaskan bahwa seseorang yang

mengalami stress dapat meningkatkan kadar kortisol dan mengaktifkan

syaraf simpatik. Peningkatan kortisol ini dapat mempengaruhi kerja otak.

Sesorang yang mengalami stres akan mengirimkan stimulus ke otak dan

kemudian orak mengirimkan sinyal ke tubuh untuk meningkatkan nafsu

makan (Purnamasari, 2013). Kombinasi antara peningkatan kortisol dan

asupan makan inilah yang dapat mempengaruhi distribusi lemak dalam

tubuh seseorang.

g. Asupan Gizi

1) Asupan Energi

Energi merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein (Pujiati, 2010). Manusia membutuhkan energi untuk

melakukan metabolisme, pengaturan suhu tubuh, pertumbuhan dan

14
melakukan aktivitas fisik (Almatsier, 2010). Seseorang membutuhkan

asupan energi dari makanan untuk menutupi pengeluaran energi yang

dilakukannya dalam sehari-hari. Sumber makanan yang mengandung

tinggi energi ialah makanan yang mengandung lemak, seperti minyak,

kacang-kacangan dan biji-bijian. Selain itu, bahan makanan sumber

karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni juga

merupakan bahan makanan sumber energi (Almatsier, 2010).

Kebutuhan energi setiap orang berbeda-beda. Selain aktifitas

fisik, kebutuhan energi juga dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.

Di Indonesia, kebutuhan energi total sehari untuk usia 16-18 tahun

pada laki-laki dan perempuan ialah 2675 kkal dn 2125 kkal,

sedangkan untuk usia 19-29 tahun pada laki-laki dan perempuan ialah

2725 kkal dan 2250 kkal (Kemenkes RI, 2013). Dalam rangaka untuk

memelihara kesehatan, WHO menganjurkan rata-rata konsumsi

energi makanan sehari ialah 10-20% berasal dari protein 20-30 % dari

lemak dan 50-65% dari karbohidrat (Almatsier, 2010).

Asupan energi yang tinggi berhubungan dengan terjadinya

obesitas sentral. Pada penelitian Bowen dkk (2015) diperoleh nilai p

< 0,001 dimana ada hubungan antara asupan energi dengan obesitas

sentral. Hal ini dikarenakan, sampel yang mengalami obesitas sentral

pada penelitian tersebut memiliki asupan energi yang tinggi.

2) Asupan Karbohidrat (KH) Sederhana

Karbohidrat memiliki fungsi utama, yaitu sebagai penyedia energi

bagi tubuh (Almatsier, 2010). Dalam tubuh seseorang, sebagian

15
karbohidrat berada pada sirkulasi darah dalam bentuk glukosa,

sebagian pada hati dan jaringan otot dalam bentuk glikogen dan

sebagaian lagi diubah menjadi lemak untuk disimpan sebagai

candangan energi didalam jaringan lemak.

Karbohidrat dibedakan menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana

dan karbohidrat kompleks. Menurut WHO 50-65% konsumsi energi

total berasal dari karbohidrat ompleks 10% dari karbohidrat

sederhana (Atmatsir, 2010). Karbohidrat sederhana terdiri dari 4 jenis,

yaitu moligosakarida, disakarida, gula, alkohol dan oligosakarida.

Asupan karbohidrat yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap

obesitas sentral ialah karbohidrat sederhana. Salah satu karbohidrat

sederhana, yaitu gula sukrosa, memiliki resiko 4,2 kali lebih tinggi

terhadap obesitas sentral apabila dikonsumsi >50g/hari (Burhan dkk,

2013).

3) Asupan Protein

Fungsi utama protein ialah membangun dan memelihara sel-sel,

serta jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Protein ini merupakan zat gizi

yang besar kedua yang berada dalam tubuh setelah air. Angka

kecukupan protein yang dianjurkan untuk usia 16-18 tahun di

Indonesia ialah 66 gram/hari pada laki-laki dan 62 gram/hari pada

perempuan, sedangkan usia 19-29 tahun ialah 62 gram/hari pada laki-

laki dan 56 gram/hari pada perempuan (Kemenkes RI, 2013). Pada

penelitian Harikedua dan Naomi menunjukan bahwa ada hubungan

antara asupan protein dengan obesitas sentral (p<0,05). Asupan

16
protein yang tinggi memiliki resiko 13,2 kali mengalami obesitas

sentral (Harikedua dan Naomi, 2012).

4) Asupan Lemak

Lemak dan minyak merupakan energi paling padat, dimana 1

gram lemak menghasilkan 9 kkalori atau 2 ½ kali menghasilkan

energi lebih besar dari pada karbohidrat dan protein (Almasier, 2010).

Simpanan lemak didalam tubuh berasal dari asupan lemak yang

berlebh atau kombinasi antara zat-zat gizi lain, seperti karbohidrat,

lemak dan protein (Almatsier, 2010).

Konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak merupakan

faktor resiko dari obesitas sentral (Burhan dkk, 2013), dimana ada

hubungan antara asupan lemak yang tinggi dengan obesitas sentral

(p<0,05). Pada penelitian Burhan juga diketahui bahwa responden

dengan asupan lemak tinggi memiliki resiko 9,3 kali mengalami

obesitas sentral dibandingkan responden dengan asupan lemak

rendah.

5. Pengukuran Obesitas Sentral

a. Rasio Lingkar Pinggal-Panggul (RLPP)

Rasio Lingkar Pinggul (LiPi) dan Lingkar Panggul (LiPa) merupakan

cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian bawah tubuh

(panggul) dan bagian bagian atas tubuh (pinggang dan perut). jika rasio

antar pinggang dan pangul untuk perempuan >0,85 dan untuk laki-laki

>0,95 maka berkaitan dengan obesitas sentral dan orang yang mempunyai

berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi

17
mempunyai resiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan orang dengan

berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979 dalam Hadi, 2005).

b. Lingkar Perut

Lingkar perut adalah salah satu indikator untuk menentukan jenis

obesitas yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar yang

diukur antara crista illiciaca dan costa XII pada lingkar kecil, diukur

dengan pita meteran non elastis (ketelitian 1 mm), untuk penduduk Asia

Pasifik dikategorikan obesitas apabila IMT ≥25 kg/m2

B. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindaran manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran (telinga), dan indra penglihtan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda

(Notoadmojo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

18
a. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifk dari seluruh bahan ynag

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan

sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

d. Analisis

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu

materi kedalam komponen - komponen, tetapi masih didalam

struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu

dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan,

membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

19
e. Sintesis

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian - bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan

wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek

penelitian.

3. Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan

dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2005). Cara mengukur

tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian

dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai untuk jawaban salah.

Kemudian digolongkan menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang, kurang. Dikatakan

baik (>80%), cukup (60-80%), dan kurang (<60%) (Khomsan, 2000).

20
C. Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang – tidak senang, setuju –tidak setuju, baik – tidak baik, dan

sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor

predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).

2. Komponen sikap

Beberapa karakteristik sikap dalam Notoadmodjo (2007) :

a. Sikap merupakan kecenderungan berfikir, berpersepsi dan bertindak

b. Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi)

c. Sikap relatife lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran

d. Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluasi terhadap objek dan

mempunyai 3 komponen, yakni :

1) Komponen kognitif

Komponn kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan

dengan apa diketahui manusia atau seseorang terhadap kondisi

eksternal atau stimulasi yang menghasilkan pengetahuan.

21
2) Komponen efektif

Komponen efektif adalah aspek emosional yang berkaitan

dengan penelitian terhadap apa yang diketahui manusia. Setelah

seseorang mempunyai pengetahuan terhadap stimulasi atau

kondisi eksternalnya, maka selanjutkan akan mengolahnya lagi

dengan melibatkan emosiolnya. Hasilnya adalah penilaian atau

pertimbangan terhadap pengetahuan tersebut.

3) Komponen konatif

Komponen konatif adalah aspek visional yang berhubungan

dengan kecenderungan atau kemauan bertindak.

Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen, yaitu:

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap

obyek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau

pemikiran seseorang terhadap objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi)

orang tersebut terhadap objek.

c) Kecenderungan untukk bertindak (tend to behave), artinya

sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan

atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk

bertindak atau berperilaku terbuka (Tindakan).

22
3. Cara Mengukur Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulasi atau objek yang

bersangkutan. Misalnya bagaimana pendapat responden tentang imunisasi pada

anak balita, bagaimana pendapat responden tentang keluarga berencana dan

sebagainya. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara

memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju”

terhadap pernyataan-pertanyaan terhadap objek tertentu,dengan menggunakan

skala Likert. Skala Likert adalah skala pengukuran yang dikembangkan oleh

Likert (1932). Skala Likert mempunyai empat atau lebih butir-butir pertanyaan

yang dikombinasikan sehingga membentuk sebuah skor atau nilai yang

merepresentasikan sifat individu, misalkan pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Dalam proses analisis data, komposit skor, biasanya jumlah atau rataan, dari

semua butir pertanyaan dapat digunakan. Penggunaan jumlah dari semua butir

pertanyaan valid karena setiap butir perta- nyaan adalah indikator dari variabel

yang direpresentasikannya. Boone and Boone (2012) memberikan contoh skala

Likert untuk mengukur sifat individu dalam hal kebiasan memakan makanan

sehat.

D. Pengukuran Aktivias Fisik

1. Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik ialah setiap pergerakan tubuh yang ditimbulkan oleh otot-

otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi (Gibney dkk, 2008).

23
Berdasarkan International Activity Quetionnaire (IPAQ), aktivitas fisik dibagi

menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Aktivitas fisik ringan

Aktivitas fisik ringan ialah ketika seseorang memiliki aktivitas fisik

yang tidak termasuk kedalam kategori aktivitas fisik berat atau sedang.

Seseorang yang termasuk kedalam kategori ini juga dapat dikatakan

memiliki fisik kurang atau tidak aktif.

b. Aktivitas fisik sedang

Dikatakan aktivitas fisik sedang apabila seseorang melakukan

aktivitas fisik berat 3 hari atau lebih dalam seminggu minimal 20 menit

per hari. Selain itu, seseorang dikatakan memiliki aktivitas fisik sedang

apabila melakukan aktivitas fisik sedang atau berjalan 5 hari atau lebih

dalam seminggu selama minimal 30 menit per hari dan dapat pula

melakukan kombinasi antara berjalan, aktivitas fisik sedang dan berat

selama 5 hari atau lebih dan memiliki minimal 600 MET (The Metabolic

Equivalent of Task) per menit dalam seminggu. Beberapa jenis aktivitas

fisik sedang yang dilakukan seseorang ialah berjalan cepat, menari,

berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga (seperti menyapu,

mengepel), berburu, melakukan permainan atau olahraga dengan anak,

berjalan dengan hewan peliharaan, melakukan pekerjaan membangun

rumah (seperti mengecat) dan membawa atau memindahkan beban <20

kg.

24
c. Aktivitas fisik berat

Seseorang dikatakan memiliki aktivitas fisik berat apabila memenuhi 2

kriteria. Pertama, apabila melakukan aktivitas fisik berat 3 hari atau lebih

dalam seminggu atau minimal 1500 MET-detik/minggu. Kedua,

melakukan kombinasi antara berjalan, melakukan aktivitas fisik sedang

atau berat setiap hari atau minimal memiliki 3000-detik/minggu. Beberapa

jenis aktivitas fisik berat antara lain berlari, mendaki, bersepeda cepet,

aerobik, berenang cepat, melakukan pertandingan olahraga (seperti

sepakbola, voli dan basket), menyekop atau menggali parit, dan membawa

atau memindahkan beban >20kg (Patterson, 2010;WHO, 2014).

Salah satu cara mengukur aktivitas fisik seseorang (Baeceke, 1982)

disebutkan bahwa dalam penggunaan sehari-hari untuk mengukur

aktivitas fisik dapat menggunakan aktivitas fisik Baeceke, yang membagi

aktivitas fisik menjadi indeks kegiatan, yaitu indeks kegiatan waktu kerja

(Work Index), indeks kegiatan luang (Leissure), dan kegiatan waktu

olahraga (spot Index). Aktivitas bekerja pada umumnya merupakan bagian

terbesar dari aktivitas keseharian seseorang karena pada umumnya

sebagian besar waktu seseorang di tempat kerja. Aktifitas olahraga

kegiatan olahraga yang biasa dilakukan diwaktu luang. Sedangkan

kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan saat tidak bekerja (kecuali

olahraga) termasuk dalam aktivitas waktu luang. Ketiga jenis waktu

tersebut jika digabungkan akan menggambarkan tingkt aktivitas fisik.

Aktivitas bekerja terdiri atas pertanyaan nomer 1 dikategorikan menjadi 3

25
yaitu pekerjaan tingkat ringan, sedang, dan berat. Menurut Baecke et al

(1982) jenis pekerjaan utama dikategorikan menjadi tinga tingakat, yaitu :

Tabel 1
Jenis Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Pekerjaan

Tingkat Pekerjaan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan Tingkat Ringan Pekerjaan administratif/juru

(skor = 1) tulis,pelajar,pekerjaan rumah,tenaga

medis,dan semua pekerjaan yang

berhubungan dengan pendidikan

Pekerjaan Tingkat sedang Buruh pabrik,tukang pipa tukang

(skor = 3) kayu dan bidang pertanian

Pekerjaan Tingkat Berat Awak kapal,kuli bangunan dan

(skor = 5) olahragawan/olahragawati.

Sumber: Kuosioner kebiasaan aktivitas fisik (Baecke et al, 1982)

Untuk pertanyaan nomor 2-8 diberi nilai sesuai dengan skor yang

tertera (1-5) kemudian dijumlahkan dan dihitung berdasarkan rumus :

Indeks kerja = [(6-skor no.2)+(jumlah skor 7 pertanyaan lainya)]/8

Tabel 2
Jenis Olahraga berdasarkan Tingkat Olahraga

Tingkat Olahraga Jenis Olahraga Skor

Olahraga tingkat ringan Biliar dan golf 0,76

Olahraga tingkat sedang Bulu tangkis, bersepeda, menari 1,26

berenang, lari dan tenis.

26
Olahraga tingkat berat Tinju,basket,sepak bola dan 1,76

voli

Sumber : Kuosioner kebiasaan aktivitas fisik (Baecke et al, 1982)

Indeks olahraga terdiri dari 10 pertanyaan. Pertannyaan nomor 5

sampai nomor 10 merupakan jenis olahraga yang diklarifikasi menjadi 3

kategori,seperti pada tabel 2. Pemberian skor untuk jenis olahraga adalah :

1) Intensitas olahraga, olahraga tingkat ringan (0,76), olahraga tingkat

sedang (1,26) dan olahraga tingkat berat (1,76).

2) Waktu, jumlah dalam seminggu yang dihabiskan untuk berolahraga <1

jam per minggu (0,5), 3-4 jam per minggu (3,5), >4 jam perminggu

(4,5).

3) Profinsi, berdasarkan bulan dalam setahun yang digunakan untuk

berolahraga, 1 bulan per tahun (0,04), 4-6 jam per tahun (0,17), >9

bulan per tahun (0,92).

Pemberian skor untuk indeks olahraga adalah :

Indeks waktu olahraga =[(skor no 1,yaitu perkalian a sampai f ) +


jumlah skor no 2 sammpai nomer 4)]/4

Pemberian skor untuk indeks waktu luang adalah :

Indeks waktu luang =[(6-skor no 1)+( jumlah skor 3pernyataan lainnya


)]/4

Jadi rumus perhitungan aktivitas fisik :

Aktifitas fisik = indeks waktu kerja + indeks waktu olahraga +waktu


luang

27
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai yang kemudian

dikategorikan aktivitas fisik tidak aktif ≤ 6,5 dan aktifitas fisik aktif > 6,5.

E. Kerangka Teori

Secara ilmiah, obesitas sentral terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih

banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Menurut teori yang dijelaskan oleh

Tchernof dan Despres 2013, obesitas dipengaruhi oleh umur, asupan gizi, ras,

jenis kelamin, hormon, genetik, stres, dan aktivitas fisik, yang digambarkan

menjadi kerangka teori pada gambar 1.

Aktivitas Fisik

Umur Ras

Obesitas
Asupan Gizi Jenis kelamin
sentral

Hormon genetik

Stres

Gambar 1.

Kerangka Teori Sumber : Tchernof dan Despres 2013

F. Kerangka konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan gizi, sikap

dan aktivitas fisik penderita obesitas sentral pada Satpol PP di Kota Metro.

Kejadian obesitas sentral sebagaimana digambarkan dalam kerangka teori

disebkan oleh berapa faktor yaitu umur, asupan gizi,ras, jenis kelamin, hormon,

genetik, stres, dan aktivitas fisik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun

28
kerangka konsep dengan menggambarkan beberapa variabel seperti pengetahuan

gizi, sikap dan aktivitas fisik.

Pengetahuan Gizi

Sikap Obesitas Sentral

Aktivitas Fisik

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

G. Hipotesis

1. ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan obesitas sentral pada satuan

polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro.

2. ada hubungan antara sikap dengan obesitas sentral pada satuan polisi

pamong praja (satpol pp) di kota metro.

3. hubungan antara pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan

obesitas sentral pada satuan polisi pamong praja (satpol pp) di kota metro.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan survei analitik dengan menggunakan

pendekatan cross sectional. Desain cross sectoinal, yaitu penelitian dengan

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.

(Notoatmojo, 2005), yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan gizi, sikap dan aktifitas fisik dengan obesitas sentral pada satuan

polisi pamong praja (satpol pp) di Kota Metro. Dimana penelitian variabel

independen dan dependen dilakukan dalam waktu yang sama atau pada saat itu

juga.

B. Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2019. Lokasi dalam penelitian

ini dilaksanakan di Satuan Polisi Pamong Praja (Sat pol PP) Kota Metro.

C. Subyek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dari penelitin ini adalah seluruh

anggota atau karyawan Sat Pol PP di Kota Metro.

30
2. Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2010). Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi yang

terpilih dengan metode Randem Sampling dan dianggap mewakili populasi di

Sat Pol PP Kota Metro. Populasi yang ada di Sat Pol PP Kota Metro sebanyak

221 orang. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

(Lomeshow et.al 1997) :


𝑎
𝑍²1 − 2 . 𝑃. 𝑁
𝑛= 𝑎
𝑑² (𝑁 − 1) + 𝑍²1 − 2 . 𝑃(1 − 𝑃)

Keterangan :

n = Jumlah sampel dalam penelitian

N = jumlah populasi Sat Pol PP Kota Metro

Z²1- 𝑎/2 = nilai kepercayaan dalam penelitian ini, ditetapkn sebesar 95%

(1,96)

P = proporsi ditetapkan sebesar 30 %

d = tingkat kepercayaan atau presisi ditetapkan 5 %

maka jumlah sample yang diperoleh :

(1,96)2 𝑥 0,3 𝑥 (1 − 0,3)𝑥 221


𝑛=
(0,05)2 𝑥 (221 − 1) + (1,96)2 𝑥 0,3𝑥0,7

= 131,41 ≈ 132 orang

Sampel dilebihkan 10% menjadi 145 orang.

Ditambah 10% karena dikhawatirkan saat penelitian berlangsun ada

sampel yang tidak dapat hadir karena sakit, tidak dapat hadir atau tidak

31
bersedia menjadi sampel. Dengan ditambah 10% peneliti masih mempunyai

cadangen 13 orang.

Cara pengambilan sampel berdasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi.

a) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi atau ciri-ciri yang dipenuhi oleh setiap anggota

populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2010),

kriteria inklusi yang akan dijadikan sampel adalah sebagai berikut :

1). Pegawai Satpol PP Kota Metro

2). Bersedia menjadi subek penelitian dan mengisi lembar pertujuan

menjadi subek penelitian.

b) Kriteria Eksklusi

Kriteria Ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sambel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi pada

penelitian ini :

1). Sedang dalam cuti kerja saat penelitian.

2). Sedang bertugas diluar kota pada saat penelitian.

3). Tidak bersedia megikuti penelitian.

Cara pengambilan sample dengan metode dengan metode systematic

Rendom (Notoatmojo, 2010). Caranya adalah sebagai berikut :

1). Menyusun dartar nama pegawai Sat Pol PP Kota Metro

2). Mengetahui interval yaitu besar populasi dibagi sampel.

3). Menentukan sampel selanjutnya dengan cara menambahkan interval

dengan nomor sample yang pertama di undi, misalnya sampel pertama

32
yang diundi keluar no 3 maka sampel kedua adalah 3 + 2 = 5, sampel

ketiga 5 + 2 = 7 demikian seterusnya sehingga memperoleh sampel.

D. Variabel

Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang diduga sebagai faktor yang

dipengaruhi variabel independen (Nursalam, 2005). Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah obesitas sentral.

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel lainnya. Menurut Sugiyono (2013) Variabel

independen pada penelitian ini adalah pengetahuan gizi, sikap dan aktivitas

fisik.

33
E. Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

. Oprasional Ukur

1. Obesitas Suatu keadaan penumpukan Pengukuran Pita ukur “0” = tidak obesitas sentral (lingkar perut <80 cm pada Ordinal

Sentral lemak yang terkonsentrasi lingkar perempuan dan <90 cm pada laki-laki )

pada perut perut “1” obesitas sentral (lingkar perut ≥80 cm pada

perempuan dan ≥90 cm pada laki-laki)

(Kemenkes ,2013)

2. Pengetahuan Kemampuan individu dalam Angket Kuesioner “0” = kurang,jika pertanyaan yang dijawab benar <60% Ordinal

Gizi menjawab pertanyaan “1” = cukup,jika pertanyaan yang dijawab benar 60-

mengenai gizi 80%

“2” = baik,jika pertanyaan yang dijawab benar >80%

(Khomsan, 2000)

3. Sikap Penilaian atau persepsi dan Angket Kuesioner “0”= kurang baik, jika jumlah skor responden < Ordinal

34
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

. Oprasional Ukur

tanggapan responden mean/median

terhadap obesitas sentral “1”= normal, jika jumlah skor responden ≥

mean/median

4. Aktivitas Kegiatan yang dilakukan Wawancara Kuesioner “0” = tidak aktif jika nilai aktifitas fisik ≤ 6,5 Ordinal

Fisik individu sehari-hari,yaitu “1” = aktif, jika nilai aktifitas fisiknya > 6,5

bekerja,olahraga dan

kegiatan diwaktu luang (Baecke,1982 dalam Hutajulu 2012)

35
F. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti

dengan cara mengisi kuesioner oleh responden. Data primer meliputi

identitas responden antara lain nama responden, nama orangtua/wali, tempat

tanggal lahir, usia, alamat rumah, jenis kelamin. Data primer yang lain

meliputi pengukuran lingar perut, pengetahuan gizi, sikap dan aktivitas fisik

responden.

1) Lingkar Perut

Data obesitas sentral diperoleh dari pengukuran lingkar perut yang

dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran dilakukan oleh

peneliti dan dibantu oleh enumerator yang sudah terlatih dalam

melakukan pengukuran lingkar perut sebanyak 4 orang. Teknik

pengukuran lingkar pinggang menurut Riskesdas (2013) yaitu

sebagai berikut :

a) Responden diminta dengan cara yang santun untuk membuka

pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan

raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik

pengukuran.

b) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

c) Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

d) Tetapkan titik tengah di antara diantara titik tulang rusuk terakhir

titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik

36
tengah tersebut dengan alat tulis. Minta responden untuk berdiri

tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).

e) Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik

tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan

perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.

f) Apabila responden mempunyai perut yang gendut kebawah,

pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir

pada titik tengah tersebut lagi.

g) Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang

mendekati angka 0,1 cm.

2) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan mengenai makanan yang

dikonsumsi dan bagaimana frekuensi makan yang baik serta

manfaatnya bagi kesehatan. Pengukuran gizi dilakukan dengan cara

menjawab pertanyaan kuesioner pengetahuan gizi yang terdiri dari 20

pertanyaan berbentuk correct answer multiple choice. Penilaian

terhadap pertanyaan berbentuk correct answer multiple choice

diketahui dengan memberikan skor 1 untuk jawaban benar dan 0

untuk opsi jawaban salah. Pengetahuan gizi dikategorikan dalam baik

apabila jawabanya >80% benar, 60-80% cukup dan kurang apabila

jawabnnya <60% (Khomsan, 2000).

3) Sikap

Responden mengisi kuesioner dengan pertanyaan yang sudah

disediakan sebanyak 10 butir pertanyaan. Penilaian sikap positip

37
dengan memberikan skor 1 jika sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3

netral, 4 setuju, dan 5 sangat setuju. Penilaian sikap negatif dengan

memberikan skor 1 jika sangat setuju, 2 setuju, 3 netral, 4 tidak setuju

dan 5 sangat tidak setuju. Jawaban setiap item instrumen yang

menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif

sampai sangat negatif. Cara penilaianya menjumlahkan semua skor

sikap, membandingkan nilai sikap dengan nilai rata-rata (mean) /

median dari keseluruhan sampel dan mengkategoriknnya sikap tidak

mendukung jika nilai ≤ mean/median dan sikap mendukung jika nilai

> mean/median. Nilai rata-rata (mean)/median sikap yang dijadikan

sebagai standar untuk penilaian sikap, didapatkan dari menjumlahkan

nilai dari seluruh sampel dan dibagi dengan jumlah seluruh sampel.

4) Aktivitas fisik

Data aktivitas fisik didapatkan dengan cara menanyakan secara

langsung aktivitas yang dilakukan responden dengan menggunakan

lembar kuosioner Baecke kemudian hasilnya dimasukan ke dalam

klarifikasi aktifitas. Prosedur untuk mendapatkan data aktifitas fisik

yaitu dengan cara memberikan skor pada setiap pertanyaan. Aktifitas

fisik terdiri dari waktu bekerja, waktu olahraga, dan aktivitas saat

waktu luang (Baecke et al 1982)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti

dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data

38
sekunder diperoleh dari berbagai sumber sepertu nama pegawai, jumlah

pegawai dan profil kantor Sat Pol PP di Kota Metro.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoadmodjo, 2010). Alat yang digunakan dalam

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Pita ukur untuk mengukur lingkar perut responden.

2. Kuesioner identitas

3. Kuesioner pengetahuan gizi

4. Kuesioner sikap

5. Kuesioner aktifitas fisik

H. Pengolahan Data

1. Editing

Editing merupakan kegiatan penegcekan dan perbaikan isian formulir dan

kuesioner. Memeriksa data dengan cara melihat kembali hasil pengumpulan

data, yakni :

a. Mengecek jumlah lembar pertanyaan.

b. Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden.

c. Mengecek kelengkapan isian data.

39
2. Coding

Coding merupakan mengklarifikasikan data dengan memberikan kode

pada data menurut jenisnya. Coding atau pemberian kode ini bertujuan untuk

mempermudah peneliti dalam memasukan data.

3. Entry Data

Proses pemasukan data yang telah dikumpulkan kedalam suatu program

komputer. Sebelum dianalisis lebih lanjut data yang ada dikelompokan sesui

dengan jenis datanya.

4. Cleaning

Pengecekan kembali data-data yang telah di entry untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan data

dan varisi data.

I. Analisis Data

1. Analisa Univariat

sTujuan dari analisi ini adalah untuk menjelaskan mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini dilakukan pada

tiap variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.

Hasil dari tiap variabel ini ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen sehingga diketahui maknanya, dengan

demikian dengan menggunakan uji statistik Chi Square.

40
(0 − 𝐸)²
𝑋² = ∑
𝐸

Keterangan :

X² = Chi squere

∑ = Jumlah

0 = Frekuensi yang diamati

E = Frekuensi yang diharapkan

41
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Ancok, D. (1997). Tehnik penyusunan skala pengukur. Yogyakarta: Pusat


penelitian

Badan Penelitian Dan Pengembangan Depkes Ri.(2010).Riset Kesehatan


Dasar.Jakarta: In: dengan penyakit jantung koroner.Jurnal Penyakit
Dalam, 7, 102-07.

Farida et al. 2010. Hubungan Diabetes Mellitus dengan Obesitas Berdasarkan


Indeks Masa Tubuh dan Lingkar Pinggang. Buletin Penelitian
Kesehatan. 38 (1): 32-42.

Gotera.(2006).Hubungan antara obesitas sentral dengan adiponektin pada pasien


geriatri

Harikedua, Vera dan Tando, Naomi, 2012, Aktifitas Fisik dan Pola Makan dengan
Obesitas

Hutajulu, Merlin Mey Sartika, 2012, Hubungan Asupan Makanan dan Faktor
Lain dengan Aktifitas Fisik pada Pegawai Unit Pelayanan Gizi
Pelayanan Kesehatan ST. Carolus Jakarta, Skripi, Fakultas Kesehatan
Mastarakat. Universitas Indonesia.
Kartawidjaja). Jakarta: Radar Jaya Offset

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional


2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.


Riskesdas dalam Angka Provinsi Lampung 2013. Lampung

Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola


Makan. Yogyakarta: Laksana.

Khomsan.(2003). Pangan dan gizi untuk kesehatan:Jakarta, PT. Rajagrafindo


Persada.

Mueller, D.J. (19920, Mengukur sikap sosial:Pegangan untuk peneliti dan


praktisi). E.S.
42
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip – Prinsip Dasar Kesehatan Masyarakat. Rineka
Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineke Cipta.


Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.


Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Proverawati, A. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan PadaRemaja.


Nuha Medika. Yogyakarta.RI, K. K. (ed.)

Pujiati, S. 2010. Prevalensi dan Faktor Resiko Obesitas sentral pada Penduduk
Desa dan Kabupaten Indonesia Tahun 2007. Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia. Obesitas Sentral pada Tokoh Agama di Kota
Manado, Jurnal Publikasi. Poltekkes Manado.

Sinaga, Taruli Rohana dan Mendrofa, Hellen, 2012, Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Di Sma Negeri 1 Medan
Tahun 2012, Jurnal obesitas no. 3.

Sugiati, Elya, 2009, Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di
Sulawesi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta, Skripso, Departemen
Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institusi Pertanian Bogor.

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Supriyanto., Bambang., dan Susmala, D. 2005. Obstrictive Sleep Apnea


Syndrome pada Anak.

Taufan, S. 2002. Penanganan Obesitas Dahulu, Sekarang, dan Masa


Depan,Naskah Lengkap National Obesity Symposium II. Palembang.

Tchernof, A dan Despres, J. P. 2013. Pathophysiology Of Human Visceral


Obesity. Physiol Rev. 93.

43

Anda mungkin juga menyukai