Anda di halaman 1dari 26

Oleh : Fakhri Firliandi

Analisis Sekuen

Novel : Sri Sumarah dan Bawuk


Karya : Umar Kayam
“Sri Sumarah”
I. Tekstual

1. Di kampungnya wanita ini dipanggil Bu Guru Pijit.


1.1. Bu Guru itu memijit hanya menurut panggilan saja
1.2. Pijitan tangannya yang adem terkenal khasitanya
1.3. Bu Guru tiak pernah memijit dalam arti yang “sebenarnya”
1.4. Dia hanya mengelus-elus seluruh bagian badan dengan pelan-pelan
1.5. Begitu memijit bagian tubuh tertentu seakan-akan ada semacam aliran listrik dingin yang
segera saja mampu melemaskan urat-urat yang tegang
2. Bu Marto mengambil dari nama tua suaminya Pak Martokusumo
2.1. Martokusumo adalah nama yang halus
2.2. Pak Martokusumo adalah seorang guru
2.3. Pak Martokusumo sudah mencapai tingkat mantri guru sekolah dasar kecamatan
3. Bu Marto sebagai istri seorang guru sampai menjadi tukang pijit dimulai ketika masih
menjadi Sri Sumarah
3.1. Sri Sumarah baru pulang ke kota kecamatan tempat kelahirannya sesudah menamatkan
sekolahnya di Sekolah Kepandaian Putri Kota J
3.2. Dia sudah berumur delapan belas tahun
3.3. Dia dinggap sudah siap untuk berumah tangga
3.4. Sri Sumarah menyerah saja ketika neneknya menyatakn kepadanya bahwa saatnya naik
jenjang perkawinan
3.5. Sudah ada seorang jejaka yang cukup tampan dan terpelajar menunggunya
3.6. Putra pensiunan mantri candu di kota kabupaten N Sumarto namanya
3.7. Sumarto sudah tamat Sekolah Guru dan mendapat beslit mengajar di kecamatan kota
kelahiran Sri
4. Wayang sudah meresap betul dalam tulang sumsum Sri
4.1. Tiap kali berlibur ke desanya embahnya dengan asyik bercerita tentang wayang
5. Sumarto datang mengunjungi untuk menengoknya
5.1. Sumarto datang dengan mengendarai sepeda merk Simplex yang sudah tua
5.2. Sepeda tuanya memakai berko, porseneling, gosokan rapi mengkilat, dan ban “hidup”
5.3. Sri yakin bahwa Sumarto adalah joohnya yang sudah tersedia
6. Embahnya dalam bulan-bulan berikutnya mempersiapkan cucunya dengan sebaik-baiknya
6.1. Menjelaskan arti namanya “menyerah” yang berarti “mengerti dan terbuka tetapi tidak
menolak”
6.2. Sri diwajibkan dalam waktu tertentu memakan kencur dan kunyit mentah
6.3. Mengajarkan ilmu kesempurnaan berumah tangga untuk “memegang” laki-laki
7. Sri hanya bisa mencoba melaksanakan tugasnya menjadi istri yang sempurna dua belas tahun
lamanya
7.1. Eltor yang melanda kabupaten merenggut nyawa Martokusumo
8. Dua belas tahun adalah waktu yang cukup menyenangkan bagi Sri bersama almarhum
suaminya
8.1. Bagi Sri Martokusumo mejadi laki-laki segala laki-laki
8.2. Seks tidak pernah mengalami masa paceklik di rumah mereka
8.3. Ilmu yang diwejangkan embahnya telah membentuk Sri sebagai seorang wanita yang
bisa mengikat suami
8.4. Adanya rasa senang, krasan, dan tetram suaminya di rumah mereka
8.5. Martokusumo jarang kluyuran ke luar rumah
8.6. Martokusumo menolak lamaran Carik Desa agar mau mengambil anaknya yang bernama
Juminten sebagai istri yang kedua
9. Setelah berkabung pusat perhatian Sri adalah pada anaknya yaitu Tun
9.1. Tun telah berusia dua belas tahun
9.2. Sri ingin agar anaknya bisa meneruskan sekolahnya di kota J
9.3. Dengan berhemat-hemat dan menerima jahitan dapat mengatasi persoalan mengongkosi
anaknya
9.4. Sri sekarang menggeer perannya dari Sembadra menjadi Kunthi
10. Sekali dua kali orang datang menanyakan apakah Sri tidak berniat menikah lagi
10.1. Orang-orang memancing Sri dengan mengatakan bahwa Sri masih muda, badan
dan parasnya masih menarik
10.2. Sri menolak pancingan menikah lagi itu dengan senyuman dan mengelak dengan
kata-kata yang diplomatis
10.3. Suatu hari lamaran serius datang dari Pak Carik
10.4. Pak Carik mengemukakan bagaimana mereka berdua adalah makhluk yang paling
kesepian di kota kecamatan mereka
10.5. Sri mencegah perkembangan pembicaran itu dengan mngatakan kesepian itu baik
buat orang-orang yang menginjak usia setengah umur
10.6. Sri memutuskan untuk tidak menikah dengan Pak Carik dan bengkok-bengkok
sawahnya
11. Sri melanjutkan hidupnya sehari-hari dengan kegembiraan dan tawakal
11.1. Jahitan dikerjakanya dengan cermat dan sama rapinnya
11.2. Hasil upah menjahitnya setiap bulan dikirimnya kepada Tun
11.3. Sawahnya dibagi dua dengan Pak Mohammad tetangganya
12. Sri mengamati perkembangan anaknya dengan dengan perasaan bangga, lucu, tertarik, dan
dengan rasa khawatir
12.1. Tun senang mendengarkan suara ibunya yang merdu
12.2. Tun juga senang bergolek-golek di kamar ibunya namun menikmatinya dengan
sepotong-sepotong
12.3. Tun tidak menguasai tembang-tembang seperti ibunya
12.4. Tun belajar mengucapkan bahasa inggris dan cabang ilmu lain
12.5. Cita rasa berpakain Tun mengikuti perkembangan zaman
13. Sri tidak sepenuhnya mengikuti jejak pendidikan embahnya dalam mendidik anaknya
13.1. Ilmu memikat dan mengikat suami diusahakan diberikan pada Tun
13.2. Anaknya masih dianjurkan sewaktu-waktu makan kencur dan kunyit
13.3. Cara memijit laki-laki tidak diajarkan
14. Sri merasa irama zaman sekarang tidak mempercepat kematangan anak muda untuk persiapan
jadi orang
14.1. Tun dan teman-teman sebayanya masih begitu tidak tahu dan tidak siap tentang
laki-laki dan perkawinan
14.2. Tun selalu mengelak tiap kali Sri menyinggung soal laki dan soal kawin
14.3. Tun memberikan kesan menganggap sepele masalah laki-laki dan perkawinan
15. Suatu hari tanpa ada pemberitahuan Tun begitusaja datang dari J
15.1. Sehabis makan malam Tun menangis di pangkuan ibunya
15.2. Tun tidak perawan lagi
15.3. Sri membulatkan tekad menolong anaknya secepatnya dan seberesnya
16. Perkawinan Tun dilangsungkan dalam segala kesemarakan
16.1. Wayang kulit dengan dalang terbaik dipergelarkan semalam suntuk
16.2. Jamuan makannya Sri memesan dari Nyonya Lim
16.3. Pesta berjalan memuaskan dan menyenangkan Sri dan Tun
17. Kerja mantu dikerjakan Sri tidak kepalang tanggung untuk mendapatkan modal
17.1. Sri telah berpuasa sepasar lima hari
17.2. Menggadaikan seaparuh sawahnya
17.3. Diketok habis semua sisa uang tabungannya
17.4. Dihemat-hemat hidupnya yang sudah hemat itu
17.5. Pekerjaan tambahan seperti menerima pesanan pisang goreng diterimannya tanpa
perasaan rikuh
18. Untuk kesekian kali nasib membelakangi dan mengelak untuk berpegnag pada Sri
18.1. Inflasi mengganas di kecamatan
18.2. Pesanan jahitan tiba-tiba mengurang dan merosot
18.3. Pesanan pisang goreng dari kantor kecamatan merosot
18.4. Panen sawahnya buruk dalam dua musim
18.5. Tahu-tahu Tun sudah waktunya melahirkan seihngga Sri harus lari sebentar ke J
membantu meringankan beban rumah tangganya
19. Yos mempunyai pekerjaan khusus di kecamatan
19.1. TIdak diketahui apa pekerjaan Yos di kecamatan
19.2. Yos mengajak berbicara tentang pak Mohammad
19.3. Sri merasa takut setelah membicarakan masalah pembgian sawah dengan pak
Mohammad
20. Datanglah waktu jatiuh tempo hutang Sri kepada pak Mohammad
20.1. Pada hari itu pak mohammad datang menanyakan hutangnya
20.2. Sri dengan jujur dan sumarah mengatakan tidak dapat menyelseaikan hutagnya
dan menyerahkan sawah kepada pak Mohammad
21. Yos datang ke desa tiga bulan kemudian menyesali ibu mertuanya
21.1. Yos mengusulkan agar Sri pindah ke kota tiggal berasma Yos dan Tun
21.2. Sawah akan di urus oleh BTI
21.3. Rumah Sri akan di sewa BTI dan dijadikan markas ranting kecamatan
22. Sri pindah ke kota J untuk tinggal bersama anak cucunya dan melihat perkembangan Tun
tidak jauh berbeda seperti dahulu
22.1. Tun sekarang sangat sibuk membantu suaminya di “sekretariat”
22.2. Sri mendapat hiburan selain dari Ginuk cucunya juga mendapat hiburan dari
latihan menyanyi dan ketoprak
23. Dalam bulan-bulan menjelang setahun Sri merasakan ketegangan yang menningkat di rumah
anaknya
23.1. Perdebatan dan percakapan di rumah Yos makin kelihatan panas, tegang penuh
gairah
23.2. Makin jaranngnya diadakan diskusi di rumah
23.3. Makin seringnya datang teman-temman Yos yang berdiskusi dalam nada yang
rendah dan pelan
23.4. Satu hari Yos pulang dari kota kecamatan Sri
23.5. Yos dan teman-temannya telah mengancam pak Mohammad tidak akan memotong
padi yang akan panen bulan depan jika sistem maro tidak dihapuskan
24. Datanglah hari dimana Sri mendapatkan kejelasan tentang ketegangan di rumahnya selama ini
24.1. Sore itu Yos dan Tun memanggil Sri dan Ginuk untuk berkumpul di ruang dalam
24.2. Tun memberikan uang dan perhiasan kepada Sri serta menitipkan ginuk untuk
dirawat oleh Sri
24.3. Tun dan Yos buru-buru mencium anak dan ibu mereka dan bergegas pergi
24.4. Satu hari datang Pak RT dan beberapa orang tentara
24.5. Sri mendapat kejelasan kalau kedua anaknyalah yang berontak dan teman-teman
anaknya telah membunuh jenderal-jenderal
24.6. Sri diminta untuk melapor kepada Pak RT jika mengetahui keberadan Yos dan Tun
25. Kepastian tentang Yos dan Tun datang enam bulan kemudian
25.1. Tun datang begitu saja dari pintu dapur di belakang langsung merangkul ibunya
dan menangis
25.2. Dijelaskannya jika selama ini Yos, Tun, dan beberapa temannya lari dari kota satu
ke kota lain
25.3. Yos tertangkap dan “digamekan”
25.4. Tun secara ajaib dapat lolos dari maut dan penamngkapan
25.5. Sri menyarankan kepada Tun agar menyerah saja
25.6. Sri diam-diam malam hari ke rumamh pak RT dan merundingkan penyerahan Tun
hingga larut malam
25.7. Keesokan harinya Tun diantar ke kantor Kodim
26. Setelah menyerahkan anaknya ke Kodim Sri merasa sendiri, merasa diejek dan ditantang oleh
nasib
26.1. Malam hari Sri menggelar tikar kemudian terlelap sebentar
26.2. Dia bermimpi bertemu suaminya dan memijijtnya
26.3. Sri terbangun dan mendapat wisik untuk mencoba memijit sebagai perjalanan baru
hidupnya
27. Pada malam itu Sri menetapkan memulai perajalanan baru sebagai tukang pijit
27.1. Anak tetangganya terkillir kakinya dan orang tuannya telah kehabisan akal
27.2. Sri begitu saja duduk di samping anak itu dan mulai pelan-pelan memijijt dan
lirih-lirih menyanyikan tembang pada anak itu
27.3. Bengkak dan warna biru pada kaki anak yang terkilir itu hilang dan anak itu
tertidur pulas berhenti menangis
27.4. Ibu anak itu merangkul Sri dan memberikan upah uang pada Sri
27.5. Kabarnya sebagai tukang pijit menyebar mulai malam itu
27.6. Sri mendapat pelanggan istimewa seorang mayor bernama Pak Jumadi yang ketika
dipijit selalu mengajak Sri untuk menyanyi bersahut-sahutan dan bila sedang murah
hatinya Sri diberikan kain batik halus dan jam tangan.
27.7. Mayor Jumadi di tahan di CPM karena tersangkut kasus korupsi
28. Memijit menjadi mata pencaharian pokok Sri
28.1. Sri sama sekali tidak merasa kecil
28.2. Memijit mendatangkan pekerjaan yang teratur dan cukup menyanggga rumah
tangganya
28.3. Sebulan dua bulan Sri bisa menengok Tun di tahanan
28.4. Uang hasil memijit juga digunakan untuk pergi menengok desanya sekadar
membersihkan dan merawat makam
29. Suatu waktu Sri pergi ke makam di desanya
29.1. Di makam Sri dan Ginuk ditemani Pak Tukimin penjaga makam
29.2. Pak Tukimin memberikan sedikit info pada Sri mengenai hal yang terjadi di
desanya
29.3. Camat yang lama ditangkap karena menjadi simpatisan BTI
29.4. Guru-guru banyak yang ditangkap, hilang, dan meninggal
29.5. Rumah Sri pernah diobrak-abrik kaum Anshor dan berencana dijadikan kantor
Koramil
30. Ginuk di makam mulai merasa gelisah
30.1. Ginuk mendengarkan kata-kata neneknya, menuruti perintahnya, dan menabur
bunga di atas makam nenek dan suami Sri
30.2. Ginuk minta pulang dan dibelikan es
31. Pada perjalanan pulang ke J, di dalam bus Sri bertemu dengna salah seorang bekas
tetangganya di kecamatan
31.1. Tetangganya memuji kecantikan Sri
32. Sore hingga malam hari setelah dari kecamatan Sri merasa seperti biasanya
32.1. Ginuk merengek memprotes lauk makan malamnya yang tidak enak
32.2. Pejaja kue putu berlalu dengan suara desingan uap kukusannya
32.3. Malamnya ginuk sudah tertidur pulas di tempat tidur
32.4. Giman si penjaga hotel datang memberitahu ada tamu yang ingin segera dipijit
33. Sri merasa lelah selama setahun terakhir
33.1. Memijit dirasanya sudah terlalu melembaga
33.2. Otot-ototnya sudah mulai melemas, hati, dan pikirannya juga sudah lelah
33.3. Irama pijitan dan pemandangan yang selalu itu-itu saja membuat Sri merasa jemu
33.4. Ginuk dan kunjungannya ke tahanan yang selalu mengingatkan rasa jemu terlalu
mahal untuk dituruti
33.5. Ginuk sudah mulai tahu lingkungannya
34. Tun sudah disatukan dengan tahanan-tahanan perempuan yang lain
34.1. Sebulan sekali Sri menemui Tun
34.2. Apabila suda mendekati hari kunjungan ke tahanan, Sri akan mempersiapkan
pakaian, makanan, dan karcis kereta api pada calo langganannya
35. Hunungan Tun dan Ginuk semakin akrab
35.1. Ginuk semakin dekat dan saying pada Tun
35.2. Ginuk dan Tun selalu ramai tiap kali mereka bertemu di Tahanan
35.3. Ginuk lebih banyak usul dan menentukan bekal yang dibawa untuk berkunjung ke
tahanan
36. Sri untuk kesekian ribu kali ke luar kamar menuju ke hotel untuk memijit
36.1. Di hotel sri bertemu pelanggan baru dari Jakarta dengan muka cakap, badan
gagah, dan potongan rambut anak muda
36.2. Sri mengeluarkan perlengkapan memijit dari dalam tasnya
36.3. Sambil melihat isi tas yang dikeluarkan Sri, pemuda langganan baru Sri membuka
seluruh pakaiannya menyisakan pakaian dalam
37. Pemuda langganan baru Sri bertingkah lain tidak seperti pelanggan Sri sebelumnya
37.1. Pemuda itu merebahkan badanya terlentang
37.2. Pemuda itu diam saja sambil memejamkan mata ketika dipijit
37.3. Muka anak muda tersebut memancarkan ketenangan dan kelelahan
37.4. Keteika Sri sedang menyanyikan tembang pemuda itu memotong dan meminta Sri
untuk menyanyikan tembang Waljinah
37.5. Ketika selesai memijit tiba-tiba tangan anak muda itu meraih tubuh Sri dan
merebahkan tubuh Sri di atas dada anak muda itu
37.6. Sri kaget dan tidak tahu harus berbuat apa
37.7. Anak muda tersebut mengelus-elus kepala Sri dan tangannya merayap ke bawah
menggores belakang Sri
37.8. Pelan-pelan bibir anak muda itu mengusap dahi, pelipis, dan telnga Sri
37.9. Sri tidak bisa melawan sama sekali
38. Pemuda itu akhirnnya berhenti mengelus dan menciumi Sri
38.1. Pelan-pelan Sri mengangkat kepalanya dan tubuhnya
38.2. Membenahi barang-barang memijitnya
38.3. Sri diminta datang lagi esok hari untuk memijit anak muda itu lagi
38.4. Sri mengambil uang tiga lembar uang ribuan di atas meja dan beranjak pergi dari
hotel
39. Sesampainya di rumah Sri memperhatikan tubuhnya di depan cermin
39.1. Pelan-pelan Sri membuka kebaya luriknya
39.2. Mengamati Sri yang hanya memakai pakaian dalam
39.3. Sri merasa dadanya mulai menyusut bersama menyusutnya usia
39.4. Tanpa disadari Sri mengangkat dadanya dan buru-buru diturunkannya
39.5. Sri memakai daster kemudian berbaring di samping cucunya dan tiba-tiba sekilas
mencium bau badan anak muda yang dipijitnya malam itu
40. Esok harinya adalah hari yang sibuk bagi Sri dan Ginuk
40.1. Ginuk mengingatkan neneknya agar tidak meninggalkannya pergi ke pasar
40.2. Sehabis dari pasar Ginuk tidak mau tidur Siang tetapi menggambar dan
menyanyikan lagu yang akan dinyanyikannya di hadapan Tun
40.3. Sri memasak gudeg dan membungkus berbagai kebutuhan satu bulan Tun di
Tahanan
41. Waktu menjelang sore hati Sri mulai merasa gelisah
41.1. Sri tiba-tiba ingin mandi cepat-cepat
41.2. Pada saat mandi ia menyikat gigi sangat lama, badanya digosok berkali-kali, dan
diciuminya wangi tubuhnya berkali-kali
41.3. Selesai mandi dipaksanya cucunya untuk duduk diam menurut untuk disuapi
makan malam
41.4. Setelah menyuapi makan malam cucunya Sri buru-buru masuk kamar untuk
berganti pakaian
41.5. Sri merasa kebaya dan kain luriknya sudah lusuh semua
41.6. Badan Sri berkeringat banyak
42. Malam hari sebelum berangkat memijit Sri masih merasa gelisah
42.1. Sesudah cucunya tidur Sri mondar-mandir di kamar tamu
42.2. Ketika Giman datang menjemput, badan Sri lemas hingga memutuskan untuk
diam saja daripada berjalan membuka pintu untuk Giman
42.3. Pelan-pelan sri mulai bangkit dan membukakan pintu untuk Giman
42.4. Sri masuk kamar lagi hanya untuk sekadar mencolek pipi cucunya
43. Dalam perjalana menuju hotel perasaan Sri semakin tidak menentu
43.1. Di tengah jalan Sri meminta supir mobil untuk berhenti
43.2. AC dimatikan oleh supir mobil
43.3. Giman diminta Sri untuk membelikan permen Davos
44. Sri sampai di hotel dengan segala kepasrahannya
44.1. Anak muda kemarin sudah terlentang di tempat tidur dalam keadaan siap untuk
dipijit
44.2. Sri mempersiapkan semua keperluan memijitnya
44.3. Sri berjalan ke kamar mandi untuk bercermin memastikan pakaiannya lengkap dan
rapi
44.4. Ketika mulai memijit perasaan dan hati Sri mulai tenang
44.5. Sri membandingkan tubuh anak muda yang sedang dipijitnya dengan tubuh
almarhum suaminya dan dengan pelanggan-pelangganya yang dulu
44.6. Tiba-tiba anak muda itu mengerang
44.7. Tangannya yang kuat merebahkan Sri ke atas dadanya
44.8. Tangannya mulai mengoles dahi, pelipis, dan telinga Sri
44.9. Sri membiarkannya dengan merasakan ada suatu getaran yang agak lain dari anak
muda itu
44.10. Anak muda itu kelon dengan Sri dan mencium bibir Sri
44.11. Sri membiarkan dan merasakan adanya suatu kenikmatan
44.12. Sri sadar dan berusaha meleapskan tangannya
45. Anak muda itu membuka matanya dan memandangi Sri
45.1. Mata itu seperti punya kekuatan untuk mengajak Sri tidur kembali di tempat tidur
45.2. Sri merasa takut namun juga senang melihat mata itu
46. Anak muda itu kembali memulai aksinya dan Sri hanya dapat meratapinya dalam hati
46.1. Anak muda itu bangkit dan mengelus pipi serta dahi Sri
46.2. Dia kemudian mendekat dan memeluk Sri dan Sri membalas pelukan itu erat
46.3. Dalam pelukan itu Sri meneteskan air mata
46.4. Mereka terus berpeluk dalam gumam hingga larut malam
47. Dalam kesunyian malam Sri meratapai kehidupannya malam itu
47.1. Sri duduk di amben bambu di deapn rumahnya sambal mengipas leher
47.2. Sri berpikir untuk tidur sekadar malam itu berharap mendapat wisik baru, namun
diurungkannya niatnya karena dia dan Ginuk harus pergi ke tahanan pagi harinya
47.3. Sri masuk ke kamar, melepas pakaiannya dan semua aksesorisnya kemudian
memandang ke cermin melihat wanita tua, capek, hamper tua, namun masih bisa
tersenyum
47.4. Ginuk berdiri di atas tempat tidur kemudian menyanyikan lagu Pohon Beringin
Sekuen
Sri Sumarah

3 4 5 6 2 8 7 9 10 11
11.1-
3.1-3.7 4.1 5.1-5.3 6.1-6.3 2.1-2.3 8.1-8.6 7.1 9.1-9.4 10.1-10.6
11.3

21 20 19 18 16 17 15 14 13 12
21.1- 20.1- 19.1- 18.1- 16.1- 17.1- 15.1- 14.1- 13.1- 12.1-
21.3 20.2 19.3 18.5 16.3 17.5 15.3 14.3 13.3 12.5

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
22.1- 23.1- 24.1- 25.1- 26.1- 27.1- 28.1- 29.1- 30.1-
31.1
22.32 23.5 24.6 25.7 26.3 27.7 28.4 29.5 30.2

41 40 39 38 37 36 35 34 33 32
41.1- 40.1- 39.1- 38.1- 37.1- 36.1- 35.1- 34.1- 33.1- 32.1-
41.6 40.3 59.4 38.4 37.9 36.3 35.3 34.2 33.5 32.4

42 43 44 45 46 47 1
42.1- 43.1- 44.1- 45.1- 46.1- 47.1-
1.1-1.5
42.4 43.3 44.12 45.2 46.4 47.4

Keterangan :
Teks Secara Keseluruhan

Sekuen Tingkat Pertama

Sekuen Tingkat Kedua


Sri Sumarah memiliki alur cerita campuran atau maju mundur seperti novel
kebanyakan. Berdasarkan jumlah sekuennya maka teks Sri Sumarah terdapat 239 sekuen
dengan rincian 47 sekuen besar dan 192 sekuen kecil. Dengan demikian Sri Sumarah dan
Bawuk terdiri atas dua tingkatan sekuen yaitu Sekuen tingkatan pertama dan sekuen
tingkatan kedua.

II. Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam
teks Sri Sumarah bergerak maju mundur
Urutan Peristiwa (disingkat P). Berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen 3: 3.1-3.7)
diikuti P2 (sekuen 4: 4.1), diikuti P3 (sekuen 5: 5.1 – 5.3) diikuti P4 (sekuen 6: 6.1 - 6.3),
diikuti P5 (sekuen 2: 2.1 - 2.3), diikuti P6 (Sekuen 8: 8.1 - 8.6), diikuti P7 (sekuen 7: 7.1)
diikuti P8 (sekuen 9: 9.1 - 9.4) diikuti P9 ( sekuen 10 : 10.1- 10.6 ) diikuti P10 ( sekuen
11 : 11.1 – 11.3 ) diikuti P11 ( sekuen 12 : 12.1 – 12.5 ) diikuti P12 ( sekuen 13 : 13.1 –
13.3 ) diikuti P13 ( sekuen 14 : 14.1 – 14.3 ) diikuti P14 ( sekuen 15 : 15.1 – 15.3 ) diikuti
P15 ( sekuen 17 : 17.1 – 17.5 ) diikuti P16 ( sekuen 16 : 16.1 – 16.3 ) diikuti P17 ( sekuen
18 : 18.1 – 18.5 ) diikuti P18 ( sekuen 19 : 19.1 – 19.3 ) diikuti P19 ( sekuen 20 : 20.1 –
20.2 ) diikuti P20 ( sekuen 21 : 21.1 – 21.3 ) diikuti P21 ( sekuen 22 : 22.1 – 22. ) diikuti
P22 ( sekuen 23 : 23.1 – 23.5 ) diikuti P23 ( sekuen 24 : 24.1 – 24.6 ) diikuti P24 ( sekuen
25 : 25.1 – 25.7 ) diikuti P25 ( sekuen 26 : 26.1 – 26.3 ) diikuti P26 ( sekuen 27 : 27.1 –
27.7 ) diikuti P27 ( sekuen 28 : 28.1 – 28.4 ) diikuti P28 (sekuen 29: 29.1 - 29.5), diikuti
P29 (sekuen 30: 30.1-30.2) diikuti P30 (sekuen 31: 31.1 ), diikuti P31 (sekuen 32: 32.1 –
32.4), diikuti P32 (sekuen 33: 33.1 - 33.5) diikuti P33 (sekuen 34: 34.1 – 34.2), diikuti
P34 (sekuen 35: 35.1 - 35.3) diikuti P35 ( sekuen 36 : 36.1 – 36.3 ) diikuti P36 ( sekuen
37 : 37.1 – 37.9 ) diikuti P37 ( sekuen 38 : 38.1 – 38.4 ) diikuti P38 (sekuen 39: 39.1 -
39.4), diikuti P39 (sekuen 40: 40.1-40.3) diikuti P40 (sekuen 41: 41.1 - 41.6), diikuti P41
(sekuen 42: 42.1 – 42.4), diikuti P42 (sekuen 43: 43.1 - 43.3) diikuti P43 (sekuen 44: 44.1
- 44.12), kemudian diikuti P44 (sekuen 45: 45.1 - 45.2) diikuti P45 ( sekuen 46 : 46.1 –
46.4 ) diikuti P46 ( sekuen 47: 47.1-47.4 ) kemudian diikuti P47 ( sekuen 1: 1.1-1.5 )
III. Logis
Urutan alur cerita teks Sri Sumarah memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas)
namun tidak berurutan antar sekuen.

Sekuen 3 (3.1-3.7) Bu Marto sebagai istri seorang guru sampai menjadi tukang pijit
dimulai ketika masih menjadi Sri Sumarah yang baru pulang ke kota kecamatan tempat
kelahirannya sesudah menamatkan sekolahnya di Sekolah Kepandaian Putri Kota J
berumur delapan belas tahun memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 5

Sekuen 5 (5.1 – 5.3) Sumarto datang mengunjungi untuk menengoknya datang dengan
mengendarai sepeda merk Simplex yang sudah tua memiliki hubungan kausalitas dengan
sekuen 6

Sekuen 6 (6.1 - 6.3) Embahnya dalam bulan-bulan berikutnya mempersiapkan cucunya


dengan sebaik-baiknya agar menjadi istri yang baik memiliki hubungan kausalitas dengan
sekuen 2

Sekuen 2 (2.1 - 2.3) Bu Marto mengambil dari nama tua suaminya Pak Martokusumo
yang halus memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 8

Sekuen 8 (8.1 - 8.6) Dua belas tahun adalah waktu yang cukup menyenangkan bagi Sri
bersama almarhum suaminya dan Bagi Sri Martokusumo mejadi laki-laki segala laki-laki
memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 7

Sekuen 7 (7.1) Sri hanya bisa mencoba melaksanakan tugasnya menjadi istri yang
sempurna dua belas tahun lamanya hingga Eltor yang melanda kabupaten merenggut
nyawa Martokusumo memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 9

Sekuen 9 (9.1 - 9.4) Setelah berkabung pusat perhatian Sri adalah pada anaknya yaitu Tun
memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 11

Sekuen 11 (11.1 – 11.3) Sri melanjutkan hidupnya sehari-hari dengan kegembiraan dan
tawakal memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 12

Sekuen 12 (12.1 – 12.5) Sri mengamati perkembangan anaknya dengan dengan perasaan
bangga, lucu, tertarik, dan dengan rasa khawatir memiliki hubungan kausalitas dengan
sekuen 13

Sekuen 13 (13.1 – 13.3) Sri tidak sepenuhnya mengikuti jejak pendidikan embahnya
dalam mendidik anaknya. Ilmu memikat dan mengikat suami diusahakan diberikan pada.
Anaknya masih dianjurkan sewaktu-waktu makan kencur dan kunyit memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 14

Sekuen 14 (14.1 – 14.3) Sri merasa irama zaman sekarang tidak mempercepat
kematangan anak muda untuk persiapan jadi orang. Tun dan teman-teman sebayanya
masih begitu tidak tahu dan tidak siap tentang laki-laki dan perkawinan memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 15

Sekuen 15 (15.1 – 15.3) Suatu hari tanpa ada pemberitahuan Tun begitusaja datang dari J.
Sehabis makan malam Tun menangis di pangkuan ibunya. Tun tidak perawan lagi. Sri
membulatkan tekad menolong anaknya secepatnya dan seberesnya memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 17

Sekuen 17 (17.1 – 17.5) Kerja mantu dikerjakan Sri tidak kepalang tanggung untuk
mendapatkan modal memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 16

Sekuen 16 (16.1 – 16.3) Perkawinan Tun dilangsungkan dalam segala kesemarakan.


Wayang kulit dengan dalang terbaik dipergelarkan semalam suntukJamuan makannya Sri
memesan dari Nyonya Lim. Pesta berjalan memuaskan dan menyenangkan Sri dan Tun
memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 18 dan seterusnya memiliki hubungan
kausalitas antar sekuen hingga sekuen 47

IV. Dalam Rangka Fungsi

Wanita Indonesia sudah sejak lama menjadi pusat perhatian dalam dunia sastra. Warna
lokal atau kedaerahan-perempuan Jawa yang diusung Umar Kayam sebagai cerminan dalam
menata kehidupan dan peran wanita tergambarkan dalam “Sri Sumarah” karya Umar Kaya.

Sri Sumarah—yang artinya Sri yang menyerah”—menyerah saja waktu neneknya


menyatakan kepadanya bahwa saatnya sudah tiba untuk menyiapkan diri naik jenjang
perkawinan” (Sri Sumarah : 8).

Gambaran pendidikan dapat melatarbelakangi keterangan mengenai peranan tokoh Sri


dalam masyarakat. Perlu dipahami sebelumnya bahwa proses pengubahan sikap dan tata laku
tokoh wanita-Sri dalam usaha pendewasaannya melalui upaya pengajaran, pelatihan dan
pendidikannya. Citra tokoh-Sri dalam “Sri Sumarah” terungkap dari pendidikan tokoh,
kedudukan tokoh dalam keluarga, kelompok sosial dan peranan tokoh dalam masyarakat. Nuansa
lokal dan kedaerahan atau nilai budaya Jawa yang menjadi kesan terhadap tokoh Sri.

Karakteristik Jawa cukup mengental dalam “Sri Sumarah”. Tidak hanya dalam persoalan
pendidikan formal, tetapi juga menyangkut pendidikan tidak formal-keterampilan. Misal saja Sri
telah menamatkan pendidikan sekolah kepandaian putri dalam usia 18 tahun. Pendidikan formal
yang telah ditempuh Sri tidak dapat dijadikan pencaharian hidupnya, sebab kemudian ia menjadi
tukang pijit professional. Ilmu memijit yang diberikan neneknya sebagai salah satu alat
memperoleh harmoni dalam rumah tangga bukan dari bangku sekolah, justru menjadi bekal
kehidupannya. Pendidikan formal tidak dimanfaatkannya. Selain itu, tokoh Sri mendapatkan
pendidikan dari neneknya untuk menjadi istri yang paripurna. Sri juga juga diajarkan neneknya
agar rumah itu mestilah tenteram sehingga suami itu merasa krasan dekat istrinya. Pendidikan
kerumahtanggaan ditekankan pula oleh neneknya lewat pepatah.

“Yang sabar ya nduk. Yang sabar. Di sini sumarahmu itu benar-benar dicoba. Meskipun
laki-laki itu macam-macam, di tempat tidur mereka adalah anak-anak yang manja. Karena itu
waspadalah. Anak yang manja bisa meronta-ronta bila tidak kesampaian maksudnya.”

Diceritakan juga bahwa neneknya mengajari selalu minum jamu, di samping makan
kunyit dan kencur mentah. Sri dilukiskan bukan merupakan wanita yang hidup dalam kekangan
pendidikan. Namun, ia selalu dibimbing agar mengikuti petuah-petuah neneknya yang diberikan
secara indoktrinasi. Dapat dikatakan bahwa kelompok sosial yang melatari tokoh Sri tergantung
pada status si nenek sebagai janda seorang priyayi jamannya di kota kecil kecamatan.

Peranan Sri sebagai seorang ibu dan nenek yang menjanda tampak sangat penting dalam
rumah tangganya. Tidak pernah terbesit di dalam hatinya untuk menggantungkan diri kepada
orang lain. Ia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cucuran keringatnya sendiri. Tokoh Sri
mencerminkan seorang istri rumahan yang berusaha menopang karir suami sebagai guru di
kecamatan. Tokoh Sri masih menjunjung tinggi nilai keJawaannya. Tokoh Sri membarengi
dengan senandung lagu Jawanya yang menenteramkan pendengarnya. Tokoh yang digambarkan
Umar Kayam ini sungguh tabah dalam mengalami perputaran nasib. Layaknya perempuan Jawa
yang mampu menjadi istri rumahan yang setia yang membuat suaminya tidak tergoda oleh wanita
lain karena pertahanannya yang kokoh. Baik di dapur maupun di tempat tidur. Khasanah Jawa
lagi-lagi membumbuhi cerita tersebut. Kebiasaan ziarah kubur atas dasar kepercayaan Jawa
bahwa yang berada di dalam kubur dapat dimintai berkat. Sikapnya terhadap raja-raja Jawa yang
sering disindir oleh rombongan sandiwara orang komunis yang menjadi kawan menantunya, ia
bergumam.

Mereka toh raja-raja pepunden, pujaan kita, keluh Sri. Kudu dihormati dan dimuliakan.
Kalau raja itu memerintahkan rakyatnya untuk perang dan membayar upeti bukanlah itu sudah
kewajiban seorang raja. Kenapa hal itu nampaknya dianggap sebagai hal yang tidak pada
tempatnya, sehingga pantas untuk dijadikan ejekan dalam ketoprak Yos? (Sri Sumarah: 40).

Kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam sistem nilai yang dihayatinya
terdapat anggapan bahwa orang yang sudah tiada dapat memberi kekuatan kepada yang hidup di
dunia. Tentang nilai yang dihayati Sri dapatlah disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya itu berakar
pada nilai budaya Jawa. Agama pun dapat dikatakan agama yang khas Jawa, dengan kepercayaan
kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai kekuatan sumbernya. Pernyataan tersebut didukung oleh
kutipan berikut.

“Oh ciloko, ciloko, ciloko, Tuun….”

“Oh, nggeeer, ibumu yang celaka ini maafkanlah.”

“Oh, Gustiii, berilah aku kekuatan. Paringana kuat Gusti. Mas Marto, pake nduuuk,
nyuwun ngapura….” (Sri Sumarah:79-80)

Pasti pelan-pelan Gusti Allah mempersiapkan pengetahuan itu. Kalau memang itu rencana Gusti
apa boleh buat; mudah-mudahan pengetahuan itu tidak akan terlalu mengagetkan kalau
akhirnya datang nanti. Begitulah harapan Sri (Sri Sumarah:60).

Sri Sumarah dalam “Sri Sumarah” hidup dalam sebuah masyarakat yang dilingkungi nilai
budaya Jawa tradisional. Kerangka acuan bertindaknya, antara lain selaku dicantelkan dengan
nilai yang terkandung dalam cerita wayang. Dalam kaitan itu, antara lain, disebutkan bahwa Sri
dipersiapkan untuk menjadi seorang wanita yang memiliki semangat pengorbanan Kunti, ibu para
Pandawa dalam cerita wayang. Hal ini berarti bahwa dunia batin Sri adalah dunia batin yang sarat
dengan sistem nilai kebatinan Jawa. Nama Sri Sumarah pun merefleksikan nilai yang dianut dan
dihayati oleh kebanyakan orang Jawa sebagaimana terungkap dalam kutipan berikut.

“Bukannya kebetulan nduk, namumu Sri Sumarah. Dari nama itu kau diharapkan berlaku dan
bersikap sumarah, pasrah menyerah. Lho, itu tidak berarti lantas kau diaaaam saja, ndul.
Menyerah di sini berarti mengerti dan terbuka tetapi tidak menolak” (Sri Sumarah:10).
V. Penyampaian pesan

Tema yang diusung Umar Kayam dalam “Sri Sumarah” yaitu perubahan sosial.
Penggambaran priyayi kecil yang melatar belakangi tokoh utama dengan sendirinya telah
dapat membentuk nuansa lokal Jawa. Tidak hanya hal meniti pendidikan tetapi arti karir
dalam perjuangan kehidupannya untuk menjunjung status sosialnya. Perubahan sosial
menuntut tokoh utama-Sri Sumarah untuk bergerak tanpa harus menghindar dari apa yang
menimpanya. Karakteristik Jawa yang menjadi latar belakang dari tokoh utama untuk
menghadapi permasalahannya

Sebagai layaknya seorang perempuan anak priyayi Sri diam saja sebab pertanyaan
“mengerti” tak untuk dijawab mengerti, karna “mengerti” adalah mencari untuk mengerti.
Ini Sri baru tahu akan maknanya sesudah dia sempat digauli suaminya selama 12 tahun.
Selama itu Sri tunduk, diam terhadap pertanyaan “mengerti” karena kebiasaan konvensi
memberitahunya demikian.” (hal 12).

Kutipan diatas memperlihatkan bahwa seorang anak dalam sebuah keluarga


priyayi memiliki sifat yang sopan dalam pergaulan

“Bawuk”

I. Tekstual

1. Sebuah surat datang pada waktu senja pada Nyonya Suryo

1.1. Seorang anak kecil memberikan surat kepada Nyonya Suryo

1.2. Surat tersebut adalah surat dari bawuk

1.3. Surat tersebut hanya terdiri dari tiga kalimat

1.4. Menurut Nyonya Suryo surat tersebut terasa asing jika datang dari Bawuk karena
nadanya bukan khas Bawuk
2. Nyonya Surya teringat betul dengan sikap Bawuk yang selalu membangun suasana hangat
dengan disetiap surat – surat
2.1. Nyonya Suryo merindukan sikap anak bungsunya yang selalu meramaikan suasana
dikeluarganya itu
2.2. Bawuk adalah anak yang berbeda dari kakak – kakak nya yang selalu displin dan pakem
dengan peraturan
2.3. Tak jarang Bawuk sering mengajak para pembantu dan sarpan dirumahnya untuk
bercanda hingsa Bawuk tertawa lepas
2.4. Sedangkan keempat saudaranya jauh berbeda sikapnya dengan sikap bawuk,mereka lebih
pasif dibandingkan dengan sikap Bawuk yang aktif
2.5. Disekolah Bawuk sering mendapat pujian dari para gurunya walupun Ia bukan termasuk
anak yang disiplin seperti kakak – kakaknya
2.6. Tetapi dengan sifat manjanya sebagai bungsu Bawuk seringkali berhasil merebut hati
Ayah dan Ibunya ketika Ia ditegur atas sikapnya
3. Sebuah pesta digelar saat ulang tahun Bupati untuk para onder dan wedana
3.1. Pesta itu digelar secara besar – besaran dan meriah
3.2. Banyak para onder,wedana,dan Belanda yang datang ke pesta itu
3.3. Dipesta tersebut para Onder dan Wedana di wajibkan untuk ikut pada acara tayub dan
kasukan
3.4. Karna dengan bertayub dan kasukan mereka akan dianggap membawa karisma yang
lebih karna ndapat mengimbangi permaian ronggeng pada tayubnya
3.5. Nyonya Suryo menahan diri saat mengetahui suaminya telah asik bertayub dengan salah
satu ronggeng bernama Prenjak
3.6. Dalam hati sebagai seorang istri Ia tidak menerima hal tersebut
3.7. Namun untuk membantu sang suami dalam kenaikan pangkatnya maka Ia bersikap
seperti tidak tejadi apapun
4. Tuan Suryo yang tenggelam pada permainan tayub hingga berakhir di kamar dengan
ronggeng
4.1. Saat mengetahui suaminya menarik ronggeng ke kamar Ia tetap berusaha menahan
dirinya
4.2. Kemudian pada pukul 3 Ia mohon pamit dari permaian kartu cina untuk segera pulang
walupun hanya seorang diri dengan
4.3. Kejadian itu menghinggap di hati Nyonya Suryo yang membuatnya risau hingga
menangis di kamarnya
4.4. Saat pagi Nyonya Suryo belum juga dapat menghilangkan kesendihannya
4.5. Hingga Bawuk datang untuk menilik nya,Ia berusaha untuk meutupi kesedihannya
tersebut
4.6. Ia berbohong pada Bawuk dan mengatakan jika dirinya sedang sakit
4.7. Hingga akhirnya Tuan Suryo pulang dari kediaman bupati dengan dijemput oleh Sarpan
4.8. Tuan Suryo berpapasan dengan Bawuk yang sedang membawa makanan u ntuk ibunya
yang sedang lemah dikasur
4.9. Bawuk menyerahkan makanan itu sekaligus memberi ta jika Ibunya sedang sakit
4.10. Dengan perlahan Tuan Suryo masuk dengan pelan ke kamarnya untuk memeriksa
keadaan istrinya
4.11. Nyonya Surya pun dengan senyum getirnya berusaha untuk menutupi kesdihannya
itu di depan suaminnya
5. Nyonya Suryo merasa keadaan genting sedang di hadapi oleh Bawuk
5.1. Nyonya Suryo melipat-lipat surat dari Bawuk
5.2. Karena pemberitahuan Bawuk yang mendadak untuk menitipkan kedua anaknya Nyonya
Suryo merasa khawatir akan keadaan anak dan cucunya
5.3. Nalurinya memberitahu kalau miliknya itu akan merucut dari jangkauannya
5.4. Nyonya Suryo menghubungi anak – anaknya yang lain untuk berkumpul dan membantu
Bawuk

6. Rumah Nyonya Suryo kedatangan seluruh anak-anaknya


6.1. Mereka telah berdatangan sejak dua hari sebelumnya
6.2. Mereka datang dari berbagai kota tempat mereka bekerja dan hidup dengan keluarganya
masing – masing
6.3. Mereka sudah mengetahui tujuan mereka di undang oleh Nyonya Suryo yaitu untuk
membantu adik bungsu mereka Bawuk
6.4. Tak lama kemudian Bawuk datang bersama keduan anaknnya dengan menumpang becak
6.5. Nyonya Suryo dan Kakak – kakaknya terkejut karna tidak biasanya Bawuk datang se
sore itu karna biasannya Bawuk akan datang saat hari sudah gelap
6.6. Seperti dahulu walaupun dalam keadaan yang nyaris tertekan keadaan Bawuk masih
sanggup untk mencairkan suasana dengan perbincangan hangat antara Ia dengan kakak –
kakanya
7. Pelarian Bawuk dan Suaminya,Hassan dari kota S
7.1. Bawuk dan Hassan bergegas berkemas pakaian mereka untuk kabur dan mnyingkir
sementara dari Kota S karna berita penangkpan yang dilakukan oleh para tentara
terhadap golongan komunis
7.2. Mereka menuju ke T untuk menyusun perlawanan atas pembersihan itu karna T adalah
desa yang mayoritas komunis
7.3. Disana Hassan dengan semangatnya membekali para petani untuk melawan para tentara
yang akan menyerang ke T
7.4. Dengan menggunakan alat alat seadannya mereka dilatih untuk dapat mengalahkan
senjata api milik tentara itu dengan diselipkan fanatisme dihati
7.5. Walaupun Istri seorang pentolan organisasi komunis,Bawuk bukanlah anggota dari
organisasi anakan PKI manapun
7.6. Namun Bawuk tetap dituntut untuk ikut menyumbangkan tanaga pikirannya kepada
komunis
7.7. Di T bawuk menemukan semangat yang menyala – nyala pada suaminya hingga dapat
menularkannya kepada para petani untuk mati – matian bertempur
8. Turunnya berita dari kurir kepercayaan Hassan tentang kedatangan tentara di dekat daerah T
8.1. Mengetahui hal itu Hassan dan kawan – kawannya smakin mengobarkan semangat
bertempur pada diri warga dan petani di T
8.2. Bawuk merasakan ketegangan yang terjadi di T tersebut hingga diskusi diskusi semakin
sering di dilakukan
8.3. Bawuk merasakan perjuangan membara untuk sebuah ideology
9. Serangan yang mulai tiba di T melalui dukuh B
9.1 Kurir yang ditugasi oleh Hassan sebagai mata – matanya tidak muncul
9.2 Hingga serangan dengan cepat merangsek ketempat T
9.3 Pertempuran anatara kelompok petani yang di pimpin oleh Hassan dan kawan –
kawannya melawan kelompok tentara
9.4 Karna kalah dalam hal persenjataan kelompok petani dapat dengan mudah di lumpuhkan
9.5 Banyak korban yang tergeletak di daerah T,mereka yang hidup di kumpulkan layaknya
tahanan yang direnggut Hak – hakny
10. Situasi yang semakin tidak kondusif membuat Bawuk mencari perlindungan untuk kedua
anaknnya

10.1 Kelompok Hassan dan kawan – kawannya semakin terpojokkan,pembersihan secara


ketat dilakukan oleh tentara

10.2 Bawuk terus mencari kenalan – kenalan yang dapat membantunnya untuk menitipkan
kedua anaknya itu

11. Anak – anaknya Bawuk menunjukan sikap yang tidak biasa

11.1 Bawok mengamati perubahan yang terjadi dalam mental anak – anaknya

11.2 Wowok dan Ninuk berubah menjadi anak yang penutup,pendiam,dan anti social

11.3 Bawuk khawatir dengan perubahan sikap anak – anaknnya tersebut dan tajut jika
anaknnya menjadi anti social dalam lingkungannya

12. Bawuk kesulitan untuk menjangkau keberadaan Hassan

12.1 Terakhir Bawuk mendengar kabar beradaan Hassan dari pak jogo,jika Hassan berada di
Jawa Timur
12.2 Bawuk pun mencari Hassan kembali ke kota S yang dirasanya semakin ketat dengan
penjagaan yang dilakukan oleh tentara

12.3 Saat berada di kota M Bawuk mendapat berita lagi jika Hassan berada di selatan

12.5 Namun pada akhirnya Bawuk pun menurut juga dengan perintahnnya untuk menunggu
Hassan

12.6 Bawuk semakin khawatir dengan perubahan sikap anak nya yang penutup sehingga Ia
mengambil keputusan untuk menitipkan kedua anaknya itu kepada ibunya di Karangrandu

12.7 Bawuk menjelaskan kepada anak – anaknya jika mereka akan di tinggal dirumah
eyangnya dengan alasan akan mencari Bapak mereka

13. Perbincangan antara Bawuk dengan Kakak –kakaknya bersama Ibunya di meja marmer
bundar

13.1 Kakaknya menanyakan tujuan Bawuk selanjnutnya

13.2 Bawuk mengatakan jika Ia akan kembali ke kota M dan menunggu Hassan disana

13.3 Bawuk terkesan menghindar dari pertanyaan Kakaknya soal ke anggotaannya menjadi
seorang PKI

13.4 Bawuki menjelaskan jika dirinya hanyalah seorang istri dari suami PKI

14. Pikiran Bawuk yang melayang mengingat kejadian dan peristiwa yang telah Ia lalui sejak
anak – anak hingga pelariannya bersama Hassan

14.1 Tak dihiraukannya pertanyaan kakaknya yang mencekat perasaannya itu,Bawuk justru
melayang ke masa lalunya

14.2 Masa dimana Ia masih bias menjadi Bawuk yang ceria dan aktif yang biasa
menghangatkan suasana hingga saat – saat Ia menikah dengan Hassan

15. Konflik batin yang dialami oleh Bawuk atas pertanyaan yang diajukan kakak – kakaknya

15.1 Bawuk melihat Ibunya yang sejak tadi hanya diam menyimak percakapan Bawuk
dengan kakak – kakaknya

15.2 Bawuk hanya dapat berbicara dalam hatinya tentang pertanyaan yang selama ini telah
lama Ia abaikan
15.3 Bawuk mengatakan dalam hatinya jika Jalan yang dipilhnya adalah untuk tetap
bersama pilihn hatinya yaitu Hassan

15.4 Walaupun Hassan bukan seperti suami kakak – kakak perempuannya yang memiliki
kedudukan yang penting dan membanggakan

15.5 Bawuk tetap memilih dunia nya bersama Hassan sebagai manusia abangan

15.6 Saat fajar ,mulai terbit Bawuk di antar oleh restu Ibunya pergi meninggalan rumah itu
untuk mencari Suaminya

16. Dari beranda depan Nyonya Suryo mendengar cucu-cucunya mengaji bersama guru
pembimbingnya

16.1 Di pangkuannya tergeletak surat kabar tadi sore

17. Surat kabar mengabarkan usaha PKI untuk menguasai Jawa Timur lewat Blitar Selatan telah
dihancurkan

17.1 Nyonya Suryo merasa gelisah dengan berita tersebut yang memuat meniggalnya
seorang yang bernama Hassan

17.2 Disisi lain Nyonya Suryo risau dengan keadaan putri bungsunya Bawuk yang mencari
suaminya

17.3 Di saat yang sama Ia mendengar cucunya sedang mengaji membaca surat Al – Fatihah

17.4 Tidak sepatah pun dari ayat itu diketahui dengan baik bunyinya maupun isinya

17.5 Nyonya Suryo memejamkan mata dan pelan-pelan menggerakan mulutnya

17.6 Pak Kaji melanjutkan mengajinya melafalkan ayat terakhir Al - Fatihah


II. Sekuen
Bawuk

2 3 4 1 5 6 7 8 9 10
10.1-
2.1-2.6 3.1-3.7 4.1-4.11 1.1-1.4 5.1-5.4 6.1-6.6 7.1-7.7 8.1-8.3 9.1-9.5
10.2

11 12 13 14 15 17
11.1- 12.1- 13.1- 14.1- 15.1- 17.1-
11.3 12.7 13.4 14.2 15.6 17.6

Keterangan :
Teks Secara Keseluruhan

Sekuen Tingkat Pertama

Sekuen Tingkat Kedua

Bawuk memiliki alur cerita campuran atau maju mundur seperti novel kebanyakan.
Berdasarkan jumlah sekuennya maka teks Bawuk terdapat 101 sekuen dengan rincian 17 sekuen
besar dan 84 sekuen kecil. Dengan demikian Bawuk terdiri atas dua tingkatan sekuen yaitu
Sekuen tingkatan pertama dan sekuen tingkatan kedua
III. Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam
teks Sri Sumarah bergerak maju mundur Urutan peristiwanya disingkat P
Berdasarkan sekuen maka P1( sekuen 2 : 2.1 – 2.6 ) diikuti P2 ( sekuen 3 : 3.1 –
3.7 ) diikuti P3 ( sekuen 4 : 4.1 – 4.11 ) diikuti P4 ( sekuen 1 : 1.1 – 1.4 ) diikuti P5
( sekuen 5 : 5.1 – 5.4 ) diikuti P6 ( sekuen 6 : 6.1 – 6.7 ) diikuti P7 ( 7.1 – 7.7 ) diikuti P8
( sekuen 8 : 8.1 – 8.3 ) diikuti P9 ( sekuen 9.1 – 9.5 ) diikuti P10 ( sekuen 10 : 10.1 –
10.2 ) diikuti P11 ( sekuen 11 : 11.1 – 11.3 ) diikuti P12 ( sekuen 12 : 12.1 – 12.7 ) diikuti
P13 ( sekuen 13 : 13.1 – 13.4 ) diikuti P14 ( 14.1 – 14.2 ) diikuti P15 ( sekuen 15 : 15.1 –
15.6 ) diikuti P16 ( 16.1 ) kemudian diikuti P17 (17.1 – 17.6)

IV. Logis
Urutan alur cerita teks Bawuk memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas) namun
tidak berurutan antar sekuen.

Sekuen 2 ( 2.1 – 2.6 ) Nyonya Surya teringat betul dengan sikap Bawuk yang selalu
membangun suasana hangat dengan disetiap surat – suratnya yang telah lama tidak Ia
lihat,hingga Nyonya Suryo teringat dengan masa kecil anaknya yang penuh dengan sikap
ceria dan hangat yang berbeda dari keempat kakanya di keluarga mereka mempunyai
hubungan kausalitas dengan sekuen 3

Sekuen 3 ( 3.1 – 3.7 ) Nyonya Suryo mengenang kembali kenangan di masa lalunya
bersama suami serta anaknya yaitu seperti pada acara ulang tahun Bupati yang
membuatnya bersedih karna sikap suaminya yang ikut bertayub dengan ronggeng
walaupun itu merupakan hal wajar bagi seorang onder seperti suaminya mempunyai
hubungan kausalitas dengan sekuen 4

Sekuen 4 ( 4.1 – 4.11 ) Tuan Suryo menuruti permintaan Bupati untuk bertayub dengan
seorang ronggeng hingga Ia mengajak ronggeng tersebut ke kamar.Nyonya Suryo yang
melihat sikap suaminya tersebut mencoba untuk menerima walupun di dalam hatinya
terluka.Hingga bawuk datang menghiburnya mempunyai hubungan kausalitas dengan
sekuen 1

Sekuen 1 ( 1.1 – 1.4 ) Sebuah surat dari bawuk datang pada waktu senja pada Nyonya
Suryo yang terdiri dari 3 kalimat memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 5
Sekuen 5 ( 5.1 – 5.4 ) Nyonya Suryo merasakan keadaan genting dan tidak baik akan
terjadi pada anaknya tersebut dari surat yang dikirim mempunyai hubungan kausalitas
dengan sekuen 6

Sekuen 6 ( 6.1 – 6.7 ) Seluruh kakak Bawuk berkumpul di rumah Nyonya Suryo untuk
mengetahui tujuan ibu mereka memanggilnya begitu pula Bawuk datang dengan kedua
anaknya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 7

Sekuen 7 ( 7.1 – 7.7 ) Bawuk bersiap – siap untuk melakukan pelarian dengan Hassan
suaminya dan kedua anaknya karna mereka mendengar kabar tentang pembersihan yang
akan dilakukan oleh tentara memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 8

Sekuen 8 (8.1 – 8.3 ) Tentara – tentara semakin dekat menuju T,Hassan yang mengetahui
hal tersebut melalui kurirnya langsung mempersiapkan para warga untuk melaksanakan
pertahanan memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 9

Sekuen 9 ( 9.1- 9.5 ) Peperangan pun terjadi dengan cepatnya menyebabkan banyak dari
warga yang gugur dan di tawan dalam perang tersebut memiliki hubungan kausalitas
dengan sekuen 10

Sekuen 10 ( 10.1 – 10.2 ) Peperangan yang mengalahkan pihak Hassan tersebut segera
membuat Bawuk berinisiatif menitipkan anaknya untuk keselamatan anaknya memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 11

Sekuen 11 ( 11.1 – 11.3 ) Bawuk menyadari adanya pewrubahan sikap anti social yang
muncul dari anak – anaknya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 12

Sekuen 12 ( 12.1 – 12.7 ) Keberadaan Hassan yang tidak jelas pun makinmembuatnya
risau terlebih mental anaknya yang menunjukan perubahan drastic semenjak peristiwa itu
terjadi memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 13

Sekuen 13 ( 13.1 – 13.4 ) Di depan Kakak –kakanya Bawuk berusaha untuk menghindari
perntanyaan yang menyangkut golongannya dan mengatakan akan kembali ke Kota M
untuk mencari suaminnya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 14

Sekuen 14 ( 14.1 – 14.2 ) Bawuk tidak menanggapi pertanyaan dan prnyataan kakaknya
dan Ia merindukan masa kecilnya yang penuh keceriaan dan kehangatan memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 15
Sekuen 15 ( 15.1 – 15.6 ) Bawuk telah memilih jalan hidupnya sendiri yang tentu saja
berbeda dengan kakak – kaka perempuannya yang memilih suami priyayi tidak seperti
dirinya yang memilih Hassan yang hanya seorang aktivis memiliki hubungan kausalitas
dengan sekuen 16

Sekuen 16 ( 16.1 - 16.1 ) Dari beranda depan Nyonya Suryo mendengar cucu-cucunya
mengaji bersama guru pembimbingnya sambbil memegang surat kabar sore memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 17

Sekuen 17 ( 17.1 – 17.6 ) Surat kabar mengabarkan usaha PKI untuk menguasai Jawa
Timur lewat Blitar Selatan telah dihancurkan dan Nyonya Suryo makin gelisah dengan
keadaan putri bungsunya yang entah berada dimana.

V. Dalam Rangka Fungsi


Bahasa yang dipergunakan dalam cerita Bawuk adalah bahasa Jawa terutama
dalam percakapan, antara lain: ledek (ronggeng), ciu gambar manuk, arep melu ora entuk,
dalem ndoro (saya tuan), inggih (ya), ngger (sayang), den ayu (raden ayu), dan
sebagainya. Pengarang menggunakan bahasa daerah ini untuk menciptakan suasana
“kejawaan”. Sebagaimana dalam cuplikan berikut :
“Dia mestilah seorang yang tidak kaku dan ragu-ragu membuat gerakan-gerakan
tandak, apalagi malu-malu dalam menghadapi liak-liuk si ledek atau ronggeng yang
penuh dengan isyarat serta senyum yang sensual itu.” (105)
“… tiba-tiba saja melihat suaminya telah berputar-putar dengan asyiknya menayub
dengan si Prenjak. “Ciu gambar manuk, arep melu ora entuk. Ha-e, ha-e, hhaaaaa-e?”
(107)
“Dan dari kejauhan Sarpan menjawab ketakutan, “Inggiiih.” (109)
“Wuuuuk, nggeeeer!” teriak Nyonya Suryo. (114)
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa penggunaan istilah dan ungkapan
yang terdapat dalam cerpen Bawuk, pengarang sengaja meggunakannya sebagai bentuk
realisme atau realita masyarakat pada saat itu. Hal ini benar-benar kelihatan bahwa sastra
sebagai cerminan masyarakatnya
Dalam cerpen ini nama ”Bawuk” erat kaitannya dengan jati dirinya. Pada
masyarakat Jawa bawuk berarti kemaluan perempuan.Pada cerita tersebut, tokoh yang
bernama Bawuk benar-benar seorang perempuan meskipun dalam banyak hal berbeda
dengan saudara-saudara perempuannya yang lain. Di sisi lain panggilan Wuk! merupakan
panggilan kesayangan (dalam konteks cerpen Bawuk) dan sama sekali tidak bermaksud
merendahkan, tetapi juga diharapkan menjadi anak yang pemurah dan mempunyai empati
yang tinggi. Sedangkan sifat lain Bawuk yang pemurah juga tampak dari kedekatannya
dengan pembantu rumah tangga maupun kusir dokar.
Nama Bawuk juga berarti lebih dekat dengan sifat-sifat kewanitaan, selain
pemurah juga perasa. Dalam cerpen ini Bawuk juga diibaratkan induk kepodang yang
senantiasa meloncat, berkicau tetapi tidak pernah gagal menyelesaikan tugas hidupnya
mengumpulkan makanan buat anak-anaknya di sarang (102)
Penyebutan akronim atau singkatan Gerwani, BTI, Gestapu, Gestok, Lekra, PKI,
serta penyebutan nama Aidit, membawa pembaca memahami salah satu tema dan latar,
yaitu pemberontakan G30S PKI. Mereka yang telah mencapai usia dewasa pada tahun
1965, atau pembaca muda yang telah membaca dokumen atau menonton film tentang
pemberontakan itu, tidak akan mendapat kesulitan untuk menangkap konotasi yang
tersirat di balik beberapa kalimat seperti:
”Merek berkewajiban menggarap para pimpinan Gerwani di kecamatan T itu,
yang sebagian terbesar adalah istri-istri pimpinan masyarakat desa kecamatan T. (118)
”Selama itu, Bawuk selalu merasa pertama-tama kawin dengan seorang Hassan
daripada dengan seorang komunis.” (119)
Sangat jelas bahwa bagi anak yang kini berumur 18-20 terjadi peristiwa
mengerikan yang terjadi 45 tahun yang lalu itu tidak akan tergambar secara jelas seperti
dalam ingatan para orang tua yang menghayati kejadian tersebut. Bahkan besarnya
pengaruh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang di bawah naungan PKI berhasil
meyakinkan Presiden Soekarno sehingga mengeluarkan pernyataan pada tanggal 8 Mei
1964 bahwa apa yang disebut ”Manifesto Kebudayaan” disingkat menjadi Manikebu.
Pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra yang sangat hebat sehingga terjadi perang
pena yang berkepanjangan (Mulyanto, 1995:304)

VI. Penyampaian Pesan


Politik: berdasarkan cerpen bawuk ini diceritakan pada zaman keadaan perubahan dari
orde lama ke orde baru. Memang pengaruh politik itu sangat kuat dalam kehidupan,
contoh seperti Bawuk ini dengan hidup yang berkondisikan politik yang tidak memihak
yaitu PKI, yang akhirnya membuat hidupnya sengsara. Seseorang harus berhati-hati
dalam memilih ideologi yang akan dijadikan pedoman hidup. Segala tindakan yang
ditempuh harus berdasarkan ideologi tertentu harus memperhatikan keadaan politik yang
sedang berkembang di masyarakat.
Moral: Dalam cerpen ini yang dapat teranalisis berdasarkan moral yaitu kasih sayang ibu
terhadap anaknya akan abadi walaupun dari cerpen ini memegang ideologi yangg
berbeda, yang memang ibu Bawuk menyadarkan anaknya dan justru memberi semangat
harus berpendirian teguh terhadap apa yang dipilihnya. Juga Bawuk yng sangat peduli
terhadap suaminya, sampai harus mencarinya. Cerpen ini menggambarkan bahwa dijaman
tersebut orang memiliki solid yang tinggi.
Religi: Untuk yang berkaitan dengan religi dalam cerpen ini hampir tidak adanya
kehidupan yang berdasarkan agama, tetapi memang latar belakang keluarga bawuk yang
bagus berdasarkan agama yaitu priyayi. Akan tetapi pengaruh agama pada masa ini
kurang berpengaruh kuat, karena kondisi yang sedang terguncang yaitu peralihan pada
Orde Baru, yang lebih menitik beratkan kepada hal politik.

Anda mungkin juga menyukai