Analisis Sekuen
3 4 5 6 2 8 7 9 10 11
11.1-
3.1-3.7 4.1 5.1-5.3 6.1-6.3 2.1-2.3 8.1-8.6 7.1 9.1-9.4 10.1-10.6
11.3
21 20 19 18 16 17 15 14 13 12
21.1- 20.1- 19.1- 18.1- 16.1- 17.1- 15.1- 14.1- 13.1- 12.1-
21.3 20.2 19.3 18.5 16.3 17.5 15.3 14.3 13.3 12.5
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
22.1- 23.1- 24.1- 25.1- 26.1- 27.1- 28.1- 29.1- 30.1-
31.1
22.32 23.5 24.6 25.7 26.3 27.7 28.4 29.5 30.2
41 40 39 38 37 36 35 34 33 32
41.1- 40.1- 39.1- 38.1- 37.1- 36.1- 35.1- 34.1- 33.1- 32.1-
41.6 40.3 59.4 38.4 37.9 36.3 35.3 34.2 33.5 32.4
42 43 44 45 46 47 1
42.1- 43.1- 44.1- 45.1- 46.1- 47.1-
1.1-1.5
42.4 43.3 44.12 45.2 46.4 47.4
Keterangan :
Teks Secara Keseluruhan
II. Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam
teks Sri Sumarah bergerak maju mundur
Urutan Peristiwa (disingkat P). Berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen 3: 3.1-3.7)
diikuti P2 (sekuen 4: 4.1), diikuti P3 (sekuen 5: 5.1 – 5.3) diikuti P4 (sekuen 6: 6.1 - 6.3),
diikuti P5 (sekuen 2: 2.1 - 2.3), diikuti P6 (Sekuen 8: 8.1 - 8.6), diikuti P7 (sekuen 7: 7.1)
diikuti P8 (sekuen 9: 9.1 - 9.4) diikuti P9 ( sekuen 10 : 10.1- 10.6 ) diikuti P10 ( sekuen
11 : 11.1 – 11.3 ) diikuti P11 ( sekuen 12 : 12.1 – 12.5 ) diikuti P12 ( sekuen 13 : 13.1 –
13.3 ) diikuti P13 ( sekuen 14 : 14.1 – 14.3 ) diikuti P14 ( sekuen 15 : 15.1 – 15.3 ) diikuti
P15 ( sekuen 17 : 17.1 – 17.5 ) diikuti P16 ( sekuen 16 : 16.1 – 16.3 ) diikuti P17 ( sekuen
18 : 18.1 – 18.5 ) diikuti P18 ( sekuen 19 : 19.1 – 19.3 ) diikuti P19 ( sekuen 20 : 20.1 –
20.2 ) diikuti P20 ( sekuen 21 : 21.1 – 21.3 ) diikuti P21 ( sekuen 22 : 22.1 – 22. ) diikuti
P22 ( sekuen 23 : 23.1 – 23.5 ) diikuti P23 ( sekuen 24 : 24.1 – 24.6 ) diikuti P24 ( sekuen
25 : 25.1 – 25.7 ) diikuti P25 ( sekuen 26 : 26.1 – 26.3 ) diikuti P26 ( sekuen 27 : 27.1 –
27.7 ) diikuti P27 ( sekuen 28 : 28.1 – 28.4 ) diikuti P28 (sekuen 29: 29.1 - 29.5), diikuti
P29 (sekuen 30: 30.1-30.2) diikuti P30 (sekuen 31: 31.1 ), diikuti P31 (sekuen 32: 32.1 –
32.4), diikuti P32 (sekuen 33: 33.1 - 33.5) diikuti P33 (sekuen 34: 34.1 – 34.2), diikuti
P34 (sekuen 35: 35.1 - 35.3) diikuti P35 ( sekuen 36 : 36.1 – 36.3 ) diikuti P36 ( sekuen
37 : 37.1 – 37.9 ) diikuti P37 ( sekuen 38 : 38.1 – 38.4 ) diikuti P38 (sekuen 39: 39.1 -
39.4), diikuti P39 (sekuen 40: 40.1-40.3) diikuti P40 (sekuen 41: 41.1 - 41.6), diikuti P41
(sekuen 42: 42.1 – 42.4), diikuti P42 (sekuen 43: 43.1 - 43.3) diikuti P43 (sekuen 44: 44.1
- 44.12), kemudian diikuti P44 (sekuen 45: 45.1 - 45.2) diikuti P45 ( sekuen 46 : 46.1 –
46.4 ) diikuti P46 ( sekuen 47: 47.1-47.4 ) kemudian diikuti P47 ( sekuen 1: 1.1-1.5 )
III. Logis
Urutan alur cerita teks Sri Sumarah memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas)
namun tidak berurutan antar sekuen.
Sekuen 3 (3.1-3.7) Bu Marto sebagai istri seorang guru sampai menjadi tukang pijit
dimulai ketika masih menjadi Sri Sumarah yang baru pulang ke kota kecamatan tempat
kelahirannya sesudah menamatkan sekolahnya di Sekolah Kepandaian Putri Kota J
berumur delapan belas tahun memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 5
Sekuen 5 (5.1 – 5.3) Sumarto datang mengunjungi untuk menengoknya datang dengan
mengendarai sepeda merk Simplex yang sudah tua memiliki hubungan kausalitas dengan
sekuen 6
Sekuen 2 (2.1 - 2.3) Bu Marto mengambil dari nama tua suaminya Pak Martokusumo
yang halus memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 8
Sekuen 8 (8.1 - 8.6) Dua belas tahun adalah waktu yang cukup menyenangkan bagi Sri
bersama almarhum suaminya dan Bagi Sri Martokusumo mejadi laki-laki segala laki-laki
memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 7
Sekuen 7 (7.1) Sri hanya bisa mencoba melaksanakan tugasnya menjadi istri yang
sempurna dua belas tahun lamanya hingga Eltor yang melanda kabupaten merenggut
nyawa Martokusumo memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 9
Sekuen 9 (9.1 - 9.4) Setelah berkabung pusat perhatian Sri adalah pada anaknya yaitu Tun
memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 11
Sekuen 11 (11.1 – 11.3) Sri melanjutkan hidupnya sehari-hari dengan kegembiraan dan
tawakal memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 12
Sekuen 12 (12.1 – 12.5) Sri mengamati perkembangan anaknya dengan dengan perasaan
bangga, lucu, tertarik, dan dengan rasa khawatir memiliki hubungan kausalitas dengan
sekuen 13
Sekuen 13 (13.1 – 13.3) Sri tidak sepenuhnya mengikuti jejak pendidikan embahnya
dalam mendidik anaknya. Ilmu memikat dan mengikat suami diusahakan diberikan pada.
Anaknya masih dianjurkan sewaktu-waktu makan kencur dan kunyit memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 14
Sekuen 14 (14.1 – 14.3) Sri merasa irama zaman sekarang tidak mempercepat
kematangan anak muda untuk persiapan jadi orang. Tun dan teman-teman sebayanya
masih begitu tidak tahu dan tidak siap tentang laki-laki dan perkawinan memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 15
Sekuen 15 (15.1 – 15.3) Suatu hari tanpa ada pemberitahuan Tun begitusaja datang dari J.
Sehabis makan malam Tun menangis di pangkuan ibunya. Tun tidak perawan lagi. Sri
membulatkan tekad menolong anaknya secepatnya dan seberesnya memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 17
Sekuen 17 (17.1 – 17.5) Kerja mantu dikerjakan Sri tidak kepalang tanggung untuk
mendapatkan modal memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 16
Wanita Indonesia sudah sejak lama menjadi pusat perhatian dalam dunia sastra. Warna
lokal atau kedaerahan-perempuan Jawa yang diusung Umar Kayam sebagai cerminan dalam
menata kehidupan dan peran wanita tergambarkan dalam “Sri Sumarah” karya Umar Kaya.
Karakteristik Jawa cukup mengental dalam “Sri Sumarah”. Tidak hanya dalam persoalan
pendidikan formal, tetapi juga menyangkut pendidikan tidak formal-keterampilan. Misal saja Sri
telah menamatkan pendidikan sekolah kepandaian putri dalam usia 18 tahun. Pendidikan formal
yang telah ditempuh Sri tidak dapat dijadikan pencaharian hidupnya, sebab kemudian ia menjadi
tukang pijit professional. Ilmu memijit yang diberikan neneknya sebagai salah satu alat
memperoleh harmoni dalam rumah tangga bukan dari bangku sekolah, justru menjadi bekal
kehidupannya. Pendidikan formal tidak dimanfaatkannya. Selain itu, tokoh Sri mendapatkan
pendidikan dari neneknya untuk menjadi istri yang paripurna. Sri juga juga diajarkan neneknya
agar rumah itu mestilah tenteram sehingga suami itu merasa krasan dekat istrinya. Pendidikan
kerumahtanggaan ditekankan pula oleh neneknya lewat pepatah.
“Yang sabar ya nduk. Yang sabar. Di sini sumarahmu itu benar-benar dicoba. Meskipun
laki-laki itu macam-macam, di tempat tidur mereka adalah anak-anak yang manja. Karena itu
waspadalah. Anak yang manja bisa meronta-ronta bila tidak kesampaian maksudnya.”
Diceritakan juga bahwa neneknya mengajari selalu minum jamu, di samping makan
kunyit dan kencur mentah. Sri dilukiskan bukan merupakan wanita yang hidup dalam kekangan
pendidikan. Namun, ia selalu dibimbing agar mengikuti petuah-petuah neneknya yang diberikan
secara indoktrinasi. Dapat dikatakan bahwa kelompok sosial yang melatari tokoh Sri tergantung
pada status si nenek sebagai janda seorang priyayi jamannya di kota kecil kecamatan.
Peranan Sri sebagai seorang ibu dan nenek yang menjanda tampak sangat penting dalam
rumah tangganya. Tidak pernah terbesit di dalam hatinya untuk menggantungkan diri kepada
orang lain. Ia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cucuran keringatnya sendiri. Tokoh Sri
mencerminkan seorang istri rumahan yang berusaha menopang karir suami sebagai guru di
kecamatan. Tokoh Sri masih menjunjung tinggi nilai keJawaannya. Tokoh Sri membarengi
dengan senandung lagu Jawanya yang menenteramkan pendengarnya. Tokoh yang digambarkan
Umar Kayam ini sungguh tabah dalam mengalami perputaran nasib. Layaknya perempuan Jawa
yang mampu menjadi istri rumahan yang setia yang membuat suaminya tidak tergoda oleh wanita
lain karena pertahanannya yang kokoh. Baik di dapur maupun di tempat tidur. Khasanah Jawa
lagi-lagi membumbuhi cerita tersebut. Kebiasaan ziarah kubur atas dasar kepercayaan Jawa
bahwa yang berada di dalam kubur dapat dimintai berkat. Sikapnya terhadap raja-raja Jawa yang
sering disindir oleh rombongan sandiwara orang komunis yang menjadi kawan menantunya, ia
bergumam.
Mereka toh raja-raja pepunden, pujaan kita, keluh Sri. Kudu dihormati dan dimuliakan.
Kalau raja itu memerintahkan rakyatnya untuk perang dan membayar upeti bukanlah itu sudah
kewajiban seorang raja. Kenapa hal itu nampaknya dianggap sebagai hal yang tidak pada
tempatnya, sehingga pantas untuk dijadikan ejekan dalam ketoprak Yos? (Sri Sumarah: 40).
Kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam sistem nilai yang dihayatinya
terdapat anggapan bahwa orang yang sudah tiada dapat memberi kekuatan kepada yang hidup di
dunia. Tentang nilai yang dihayati Sri dapatlah disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya itu berakar
pada nilai budaya Jawa. Agama pun dapat dikatakan agama yang khas Jawa, dengan kepercayaan
kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai kekuatan sumbernya. Pernyataan tersebut didukung oleh
kutipan berikut.
“Oh, Gustiii, berilah aku kekuatan. Paringana kuat Gusti. Mas Marto, pake nduuuk,
nyuwun ngapura….” (Sri Sumarah:79-80)
Pasti pelan-pelan Gusti Allah mempersiapkan pengetahuan itu. Kalau memang itu rencana Gusti
apa boleh buat; mudah-mudahan pengetahuan itu tidak akan terlalu mengagetkan kalau
akhirnya datang nanti. Begitulah harapan Sri (Sri Sumarah:60).
Sri Sumarah dalam “Sri Sumarah” hidup dalam sebuah masyarakat yang dilingkungi nilai
budaya Jawa tradisional. Kerangka acuan bertindaknya, antara lain selaku dicantelkan dengan
nilai yang terkandung dalam cerita wayang. Dalam kaitan itu, antara lain, disebutkan bahwa Sri
dipersiapkan untuk menjadi seorang wanita yang memiliki semangat pengorbanan Kunti, ibu para
Pandawa dalam cerita wayang. Hal ini berarti bahwa dunia batin Sri adalah dunia batin yang sarat
dengan sistem nilai kebatinan Jawa. Nama Sri Sumarah pun merefleksikan nilai yang dianut dan
dihayati oleh kebanyakan orang Jawa sebagaimana terungkap dalam kutipan berikut.
“Bukannya kebetulan nduk, namumu Sri Sumarah. Dari nama itu kau diharapkan berlaku dan
bersikap sumarah, pasrah menyerah. Lho, itu tidak berarti lantas kau diaaaam saja, ndul.
Menyerah di sini berarti mengerti dan terbuka tetapi tidak menolak” (Sri Sumarah:10).
V. Penyampaian pesan
Tema yang diusung Umar Kayam dalam “Sri Sumarah” yaitu perubahan sosial.
Penggambaran priyayi kecil yang melatar belakangi tokoh utama dengan sendirinya telah
dapat membentuk nuansa lokal Jawa. Tidak hanya hal meniti pendidikan tetapi arti karir
dalam perjuangan kehidupannya untuk menjunjung status sosialnya. Perubahan sosial
menuntut tokoh utama-Sri Sumarah untuk bergerak tanpa harus menghindar dari apa yang
menimpanya. Karakteristik Jawa yang menjadi latar belakang dari tokoh utama untuk
menghadapi permasalahannya
Sebagai layaknya seorang perempuan anak priyayi Sri diam saja sebab pertanyaan
“mengerti” tak untuk dijawab mengerti, karna “mengerti” adalah mencari untuk mengerti.
Ini Sri baru tahu akan maknanya sesudah dia sempat digauli suaminya selama 12 tahun.
Selama itu Sri tunduk, diam terhadap pertanyaan “mengerti” karena kebiasaan konvensi
memberitahunya demikian.” (hal 12).
“Bawuk”
I. Tekstual
1.4. Menurut Nyonya Suryo surat tersebut terasa asing jika datang dari Bawuk karena
nadanya bukan khas Bawuk
2. Nyonya Surya teringat betul dengan sikap Bawuk yang selalu membangun suasana hangat
dengan disetiap surat – surat
2.1. Nyonya Suryo merindukan sikap anak bungsunya yang selalu meramaikan suasana
dikeluarganya itu
2.2. Bawuk adalah anak yang berbeda dari kakak – kakak nya yang selalu displin dan pakem
dengan peraturan
2.3. Tak jarang Bawuk sering mengajak para pembantu dan sarpan dirumahnya untuk
bercanda hingsa Bawuk tertawa lepas
2.4. Sedangkan keempat saudaranya jauh berbeda sikapnya dengan sikap bawuk,mereka lebih
pasif dibandingkan dengan sikap Bawuk yang aktif
2.5. Disekolah Bawuk sering mendapat pujian dari para gurunya walupun Ia bukan termasuk
anak yang disiplin seperti kakak – kakaknya
2.6. Tetapi dengan sifat manjanya sebagai bungsu Bawuk seringkali berhasil merebut hati
Ayah dan Ibunya ketika Ia ditegur atas sikapnya
3. Sebuah pesta digelar saat ulang tahun Bupati untuk para onder dan wedana
3.1. Pesta itu digelar secara besar – besaran dan meriah
3.2. Banyak para onder,wedana,dan Belanda yang datang ke pesta itu
3.3. Dipesta tersebut para Onder dan Wedana di wajibkan untuk ikut pada acara tayub dan
kasukan
3.4. Karna dengan bertayub dan kasukan mereka akan dianggap membawa karisma yang
lebih karna ndapat mengimbangi permaian ronggeng pada tayubnya
3.5. Nyonya Suryo menahan diri saat mengetahui suaminya telah asik bertayub dengan salah
satu ronggeng bernama Prenjak
3.6. Dalam hati sebagai seorang istri Ia tidak menerima hal tersebut
3.7. Namun untuk membantu sang suami dalam kenaikan pangkatnya maka Ia bersikap
seperti tidak tejadi apapun
4. Tuan Suryo yang tenggelam pada permainan tayub hingga berakhir di kamar dengan
ronggeng
4.1. Saat mengetahui suaminya menarik ronggeng ke kamar Ia tetap berusaha menahan
dirinya
4.2. Kemudian pada pukul 3 Ia mohon pamit dari permaian kartu cina untuk segera pulang
walupun hanya seorang diri dengan
4.3. Kejadian itu menghinggap di hati Nyonya Suryo yang membuatnya risau hingga
menangis di kamarnya
4.4. Saat pagi Nyonya Suryo belum juga dapat menghilangkan kesendihannya
4.5. Hingga Bawuk datang untuk menilik nya,Ia berusaha untuk meutupi kesedihannya
tersebut
4.6. Ia berbohong pada Bawuk dan mengatakan jika dirinya sedang sakit
4.7. Hingga akhirnya Tuan Suryo pulang dari kediaman bupati dengan dijemput oleh Sarpan
4.8. Tuan Suryo berpapasan dengan Bawuk yang sedang membawa makanan u ntuk ibunya
yang sedang lemah dikasur
4.9. Bawuk menyerahkan makanan itu sekaligus memberi ta jika Ibunya sedang sakit
4.10. Dengan perlahan Tuan Suryo masuk dengan pelan ke kamarnya untuk memeriksa
keadaan istrinya
4.11. Nyonya Surya pun dengan senyum getirnya berusaha untuk menutupi kesdihannya
itu di depan suaminnya
5. Nyonya Suryo merasa keadaan genting sedang di hadapi oleh Bawuk
5.1. Nyonya Suryo melipat-lipat surat dari Bawuk
5.2. Karena pemberitahuan Bawuk yang mendadak untuk menitipkan kedua anaknya Nyonya
Suryo merasa khawatir akan keadaan anak dan cucunya
5.3. Nalurinya memberitahu kalau miliknya itu akan merucut dari jangkauannya
5.4. Nyonya Suryo menghubungi anak – anaknya yang lain untuk berkumpul dan membantu
Bawuk
10.2 Bawuk terus mencari kenalan – kenalan yang dapat membantunnya untuk menitipkan
kedua anaknya itu
11.1 Bawok mengamati perubahan yang terjadi dalam mental anak – anaknya
11.2 Wowok dan Ninuk berubah menjadi anak yang penutup,pendiam,dan anti social
11.3 Bawuk khawatir dengan perubahan sikap anak – anaknnya tersebut dan tajut jika
anaknnya menjadi anti social dalam lingkungannya
12.1 Terakhir Bawuk mendengar kabar beradaan Hassan dari pak jogo,jika Hassan berada di
Jawa Timur
12.2 Bawuk pun mencari Hassan kembali ke kota S yang dirasanya semakin ketat dengan
penjagaan yang dilakukan oleh tentara
12.3 Saat berada di kota M Bawuk mendapat berita lagi jika Hassan berada di selatan
12.5 Namun pada akhirnya Bawuk pun menurut juga dengan perintahnnya untuk menunggu
Hassan
12.6 Bawuk semakin khawatir dengan perubahan sikap anak nya yang penutup sehingga Ia
mengambil keputusan untuk menitipkan kedua anaknya itu kepada ibunya di Karangrandu
12.7 Bawuk menjelaskan kepada anak – anaknya jika mereka akan di tinggal dirumah
eyangnya dengan alasan akan mencari Bapak mereka
13. Perbincangan antara Bawuk dengan Kakak –kakaknya bersama Ibunya di meja marmer
bundar
13.2 Bawuk mengatakan jika Ia akan kembali ke kota M dan menunggu Hassan disana
13.3 Bawuk terkesan menghindar dari pertanyaan Kakaknya soal ke anggotaannya menjadi
seorang PKI
13.4 Bawuki menjelaskan jika dirinya hanyalah seorang istri dari suami PKI
14. Pikiran Bawuk yang melayang mengingat kejadian dan peristiwa yang telah Ia lalui sejak
anak – anak hingga pelariannya bersama Hassan
14.1 Tak dihiraukannya pertanyaan kakaknya yang mencekat perasaannya itu,Bawuk justru
melayang ke masa lalunya
14.2 Masa dimana Ia masih bias menjadi Bawuk yang ceria dan aktif yang biasa
menghangatkan suasana hingga saat – saat Ia menikah dengan Hassan
15. Konflik batin yang dialami oleh Bawuk atas pertanyaan yang diajukan kakak – kakaknya
15.1 Bawuk melihat Ibunya yang sejak tadi hanya diam menyimak percakapan Bawuk
dengan kakak – kakaknya
15.2 Bawuk hanya dapat berbicara dalam hatinya tentang pertanyaan yang selama ini telah
lama Ia abaikan
15.3 Bawuk mengatakan dalam hatinya jika Jalan yang dipilhnya adalah untuk tetap
bersama pilihn hatinya yaitu Hassan
15.4 Walaupun Hassan bukan seperti suami kakak – kakak perempuannya yang memiliki
kedudukan yang penting dan membanggakan
15.5 Bawuk tetap memilih dunia nya bersama Hassan sebagai manusia abangan
15.6 Saat fajar ,mulai terbit Bawuk di antar oleh restu Ibunya pergi meninggalan rumah itu
untuk mencari Suaminya
16. Dari beranda depan Nyonya Suryo mendengar cucu-cucunya mengaji bersama guru
pembimbingnya
17. Surat kabar mengabarkan usaha PKI untuk menguasai Jawa Timur lewat Blitar Selatan telah
dihancurkan
17.1 Nyonya Suryo merasa gelisah dengan berita tersebut yang memuat meniggalnya
seorang yang bernama Hassan
17.2 Disisi lain Nyonya Suryo risau dengan keadaan putri bungsunya Bawuk yang mencari
suaminya
17.3 Di saat yang sama Ia mendengar cucunya sedang mengaji membaca surat Al – Fatihah
17.4 Tidak sepatah pun dari ayat itu diketahui dengan baik bunyinya maupun isinya
2 3 4 1 5 6 7 8 9 10
10.1-
2.1-2.6 3.1-3.7 4.1-4.11 1.1-1.4 5.1-5.4 6.1-6.6 7.1-7.7 8.1-8.3 9.1-9.5
10.2
11 12 13 14 15 17
11.1- 12.1- 13.1- 14.1- 15.1- 17.1-
11.3 12.7 13.4 14.2 15.6 17.6
Keterangan :
Teks Secara Keseluruhan
Bawuk memiliki alur cerita campuran atau maju mundur seperti novel kebanyakan.
Berdasarkan jumlah sekuennya maka teks Bawuk terdapat 101 sekuen dengan rincian 17 sekuen
besar dan 84 sekuen kecil. Dengan demikian Bawuk terdiri atas dua tingkatan sekuen yaitu
Sekuen tingkatan pertama dan sekuen tingkatan kedua
III. Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam
teks Sri Sumarah bergerak maju mundur Urutan peristiwanya disingkat P
Berdasarkan sekuen maka P1( sekuen 2 : 2.1 – 2.6 ) diikuti P2 ( sekuen 3 : 3.1 –
3.7 ) diikuti P3 ( sekuen 4 : 4.1 – 4.11 ) diikuti P4 ( sekuen 1 : 1.1 – 1.4 ) diikuti P5
( sekuen 5 : 5.1 – 5.4 ) diikuti P6 ( sekuen 6 : 6.1 – 6.7 ) diikuti P7 ( 7.1 – 7.7 ) diikuti P8
( sekuen 8 : 8.1 – 8.3 ) diikuti P9 ( sekuen 9.1 – 9.5 ) diikuti P10 ( sekuen 10 : 10.1 –
10.2 ) diikuti P11 ( sekuen 11 : 11.1 – 11.3 ) diikuti P12 ( sekuen 12 : 12.1 – 12.7 ) diikuti
P13 ( sekuen 13 : 13.1 – 13.4 ) diikuti P14 ( 14.1 – 14.2 ) diikuti P15 ( sekuen 15 : 15.1 –
15.6 ) diikuti P16 ( 16.1 ) kemudian diikuti P17 (17.1 – 17.6)
IV. Logis
Urutan alur cerita teks Bawuk memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas) namun
tidak berurutan antar sekuen.
Sekuen 2 ( 2.1 – 2.6 ) Nyonya Surya teringat betul dengan sikap Bawuk yang selalu
membangun suasana hangat dengan disetiap surat – suratnya yang telah lama tidak Ia
lihat,hingga Nyonya Suryo teringat dengan masa kecil anaknya yang penuh dengan sikap
ceria dan hangat yang berbeda dari keempat kakanya di keluarga mereka mempunyai
hubungan kausalitas dengan sekuen 3
Sekuen 3 ( 3.1 – 3.7 ) Nyonya Suryo mengenang kembali kenangan di masa lalunya
bersama suami serta anaknya yaitu seperti pada acara ulang tahun Bupati yang
membuatnya bersedih karna sikap suaminya yang ikut bertayub dengan ronggeng
walaupun itu merupakan hal wajar bagi seorang onder seperti suaminya mempunyai
hubungan kausalitas dengan sekuen 4
Sekuen 4 ( 4.1 – 4.11 ) Tuan Suryo menuruti permintaan Bupati untuk bertayub dengan
seorang ronggeng hingga Ia mengajak ronggeng tersebut ke kamar.Nyonya Suryo yang
melihat sikap suaminya tersebut mencoba untuk menerima walupun di dalam hatinya
terluka.Hingga bawuk datang menghiburnya mempunyai hubungan kausalitas dengan
sekuen 1
Sekuen 1 ( 1.1 – 1.4 ) Sebuah surat dari bawuk datang pada waktu senja pada Nyonya
Suryo yang terdiri dari 3 kalimat memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 5
Sekuen 5 ( 5.1 – 5.4 ) Nyonya Suryo merasakan keadaan genting dan tidak baik akan
terjadi pada anaknya tersebut dari surat yang dikirim mempunyai hubungan kausalitas
dengan sekuen 6
Sekuen 6 ( 6.1 – 6.7 ) Seluruh kakak Bawuk berkumpul di rumah Nyonya Suryo untuk
mengetahui tujuan ibu mereka memanggilnya begitu pula Bawuk datang dengan kedua
anaknya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 7
Sekuen 7 ( 7.1 – 7.7 ) Bawuk bersiap – siap untuk melakukan pelarian dengan Hassan
suaminya dan kedua anaknya karna mereka mendengar kabar tentang pembersihan yang
akan dilakukan oleh tentara memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 8
Sekuen 8 (8.1 – 8.3 ) Tentara – tentara semakin dekat menuju T,Hassan yang mengetahui
hal tersebut melalui kurirnya langsung mempersiapkan para warga untuk melaksanakan
pertahanan memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 9
Sekuen 9 ( 9.1- 9.5 ) Peperangan pun terjadi dengan cepatnya menyebabkan banyak dari
warga yang gugur dan di tawan dalam perang tersebut memiliki hubungan kausalitas
dengan sekuen 10
Sekuen 10 ( 10.1 – 10.2 ) Peperangan yang mengalahkan pihak Hassan tersebut segera
membuat Bawuk berinisiatif menitipkan anaknya untuk keselamatan anaknya memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 11
Sekuen 11 ( 11.1 – 11.3 ) Bawuk menyadari adanya pewrubahan sikap anti social yang
muncul dari anak – anaknya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 12
Sekuen 12 ( 12.1 – 12.7 ) Keberadaan Hassan yang tidak jelas pun makinmembuatnya
risau terlebih mental anaknya yang menunjukan perubahan drastic semenjak peristiwa itu
terjadi memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 13
Sekuen 13 ( 13.1 – 13.4 ) Di depan Kakak –kakanya Bawuk berusaha untuk menghindari
perntanyaan yang menyangkut golongannya dan mengatakan akan kembali ke Kota M
untuk mencari suaminnya memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 14
Sekuen 14 ( 14.1 – 14.2 ) Bawuk tidak menanggapi pertanyaan dan prnyataan kakaknya
dan Ia merindukan masa kecilnya yang penuh keceriaan dan kehangatan memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 15
Sekuen 15 ( 15.1 – 15.6 ) Bawuk telah memilih jalan hidupnya sendiri yang tentu saja
berbeda dengan kakak – kaka perempuannya yang memilih suami priyayi tidak seperti
dirinya yang memilih Hassan yang hanya seorang aktivis memiliki hubungan kausalitas
dengan sekuen 16
Sekuen 16 ( 16.1 - 16.1 ) Dari beranda depan Nyonya Suryo mendengar cucu-cucunya
mengaji bersama guru pembimbingnya sambbil memegang surat kabar sore memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 17
Sekuen 17 ( 17.1 – 17.6 ) Surat kabar mengabarkan usaha PKI untuk menguasai Jawa
Timur lewat Blitar Selatan telah dihancurkan dan Nyonya Suryo makin gelisah dengan
keadaan putri bungsunya yang entah berada dimana.