Anda di halaman 1dari 33

DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 1

BAB I
PENDAHULUAN

Urothelial Cancer (UC) merupakan tumor yang dimukan pada sistem kemih, yakni
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Diagnosis dan pendekatan perawatan penyakit ini
sangat berbeda dengan tumor parenkim ginjal. Ahli radiologi diharapkan dapat
menggambarkan keberadaan, lokasi, penetrasi kedalaman, dan status metastasis lokal dan jauh
dari lesi ini, yang biasanya hadir dengan hematuria tanpa rasa sakit. 3

Penegakan diagnosis kanker urothelial saat ini lebih banyak dilakukan dengan metode
pencitraan. Diagnosis dini urothelial cancer, bersama dengan pilihan pengobatan yang tepat
dan cepat terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Ulasan ini
bertujuan untuk meringkas temuan pencitraan tumor urothelial, baik pada tahap tindak lanjut
pretreatment dan posttreatment. Pada referat ini juga ditinjau pendekatan radiologis, metode
diagnostik, dan diagnosis banding tumor urothelial.3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Sistem Urogenital1

Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit dan
kelainan traktus urogenitalia pria dan traktus urinaria wanita. Organ urinaria terdiri atas ginjal
beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra; sedangkan organ reproduksi pria terdiri atas
testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Kecuali testis,
epididimis, vas deferens, penis dan uretra, sistem urogenitalia terletak di rongga
retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.

Gambar 1.

Topografi Organ Saluran Kemih

2.1.1 Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem
limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 3

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini bergantung pada jenis kelamin, umur,
serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran
ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal).
Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

Gambar 2.
Anatomi Ginjal

Struktur di sekitar ginjal

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa
(true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah
kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ supra-renal yang berwarna
kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh
fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan
dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain
itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran infeksi
atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 4

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI, dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pancreas, jejenum, dan kolon.

Struktur Ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medulla banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus
kontortus proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes.

Gambar 3.
Nefron merupakan unit terkecil ginjal

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
readsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk
urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 5

menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.

Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan
pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai
ke ureter.

Vaskularisasi Ginjal

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung
dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke
dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang –cabang arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan
pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/ nekrosis pada daerah yang
dilayaninya.

Fungsi Ginjal

Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga
dalam :

(1) Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosterone dan ADH (anti diuretic hormone) dalam
mengatur jumlah cairan tubuh.

(2) Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D

(3) Menghasilkan beberapa hormone, antara lain : eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta
hormon prostaglandin.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 6

Gambar 4.
(A) Irisan longitudinal ginjal, tampak korteks dan medulla ginjal
(B) Sistem pelvikalises ginjal

2.1.2 Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20cm.
dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler
dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltic (berkontraksi) guna mengeluarkan
urine ke buli-buli

Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot
polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong/ mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai
dengan irama peristaltik ureter.

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit dari pada tempat lain, sehingga
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 7

batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu.
Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah :

(1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (pelvu-ureter junction)
(2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
(3) pada saat ureter masuk ke buli-buli.

Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural);
keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks
vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontraksi.

Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua
bagian yaitu : ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang
vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai
masuk ke buli-buli. Di samping itu secara radiologis ureter dibagi atas tiga bagian, yaitu ;

(1) ureter 1/3 proksimal : mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum.
(2) ureter 1/3 medial : mulai dari batas atas sacrum sampai pada batas bawah sacrum.
(3) Ureter 1/3 distal : mulai batas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.

Gambar 5.
Pembagian posisi ureter secara radiologis
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 8

2.1.3 Buli-Buli

Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan
paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang
sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar
buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang
disebut trigonum buli-buli.

Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu :

(1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, permukaan ini
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
(2) permukaan inferiolateral
(3) permukaan posterior

Buli-bulo berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya


melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah
300-450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah :

Kapasitas buli-buli = (Umur [tahun] + 2) x 30 ml

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla
spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detruksor, terbukanya
leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

2.1.4 Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi 2 bagian yaitu uretra pars posterior dan uretra anterior.
Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 9

uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra
interna terdiri atas otot-otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat
buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris
dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.
Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm sedangkan pada pria dewasa kurang lebih
23-25 cm. perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine
lebih sering terjadi pada pria.

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen
uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal
dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua
dukrus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi
kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.

Gambar 6.
(A) Pembagian uretra pria (B) Uretra prostatika
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 10

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra terdiri atas :

(1) pars bulbosa


(2) pars pendularis
(3) fossa navikularis
(4) meatus uretra eksterna.

Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi
dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diaframga urogenitalis dan
bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang
bermuara di uretra pars pendularis.

Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. berada di bawah
simfisis pubis dan bermuara di anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra,
di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter
uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus
otot Levator anti berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada
saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

2.2 Urethelial Cell Carcinoma

2.2.1 Epidemiologi 2

Urothelial Carcinoma (UC) adalah tumor paling banyak kelima. Tumor ini ditemukan
di bagian bawah (kandung kemih dan uretra) atau saluran kemih bagian atas (rongga
pyelocaliceal dan ureter). Sekitar 90-95% UC merupakan tumor kandung kemih dan
merupakan keganasan paling sering pada sistem urogenitalia. Sebaliknya, UC pada saluran
kemih bagian atas hanya sedikit terjadi yakni sekitar 5-10% dari total kasus UC. Tumor
pielokaliceal dua kali lebih banyak dibanding tumor ureter. Kekambuhan kandung kemih
terjadi pada 22-47% dari pasien penderita UTUC (Upper Tract Urothelial Carcinoma).2
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 11

Sekitar 60% dari UTUC bersifat invasif saat diagnosis bia dibandingkan dengan tumor
kandung kemih yakni hanya sekitar 15-25%. UTUC banyak terjadi pada usia 70-90 tahun dan
tiga kali lebih sering terjadi pada pria.2

Faktor keturunan / herediter juga terkait pada kasus UTUC dengan karsinoma
kolorektal non-poliposis herediter (HNPCC), hal tersebut dapat diperiksa melalui skrining
saat anamnesis. Pasien harus menjalani pemeriksaan DNA untuk mengidentifikasi kanker
herediter yang salah diklasifikasikan sebagai sporadis jika memenuhi kriteria HNPCC. 2

Bagan 1.

Skrining pemeriksaan resiko keturunan pada pasien terduga penderita UTUC2


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 12

2.2.2 Faktor Resiko 2,3

UC bisa terjadi disebabkan oleh banyak hal termasuk merokok, penggunaan obat
analgesik (mis. Fenacetin), zat karsinogen (arsenik), schistosomiasis, sindrom kanker
keluarga, dan nekrosis papiler ginjal. Merokok meningkatkan risiko 4 kali lipat. Nefropati
Balkan, yang terlihat di Eropa, juga meningkatkan risiko TCC. TCC cenderung multifokal
dan sangat berulang. 3

Berbagai faktor risiko lingkungan berkontribusi terhadap terjadinya UTUC. Paparan


tembakau terbukti meningkatkan risiko 2,5 hingga 7 kali. Secara historikal, 'tumor amino'
UTUC terkait dengan para pekerjan yang terpapar amina aromatik karsinogenik. Menurut
penelitian tidak ada faktor risiko spesifik terjadinya UTUC. 2

Karsinoma urothelial saluran atas sering muncul setelah kanker kandung kemih.
Durasi rata-rata paparan yang diperlukan untuk terjadinya UTUC adalah sekitar 7 tahun,
dengan latensi sekitar 20 tahun setelah penghentian paparan. Rasio odds pengembangan UC
setelah paparan amina aromatik adalah 8.3. Tumor urothelial saluran atas yang disebabkan
oleh konsumsi fenacetin hampir menghilang setelah produk tersebut dilarang pada 1970-an. 2

Beberapa penelitian telah mengungkapkan potensi karsinogenik dari asam aristolochic


yang terkandung dalam Aristolochia fangchi dan Aristolochia clematis. Turunan asam
aristolochic dA-aristolactam menyebabkan mutasi spesifik pada gen p53 pada kodon 139,
yang terjadi terutama pada pasien dengan nefropati karena ramuan Cina atau nefropati
endemik Balkan. 2

Angka insidensi UTUC di Taiwan tercatat tinggi, terutama di pantai Barat Daya yang
mewakili 20-25% UC di wilayah tersebut. Ada kemungkinan hubungan UTUC dengan
penyakit blackfoot dan paparan arsenik dalam air minum dalam populasi ini. 2

Perbedaan dalam kemampuan untuk menetralkan karsinogen dapat berkontribusi pada


kerentanan host terhadap UTUC. Beberapa polimorfisme genetik dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker atau perkembangan penyakit yang lebih cepat, yang
memperkenalkan variabilitas kerentanan antar individu terhadap faktor risiko yang disebutkan
sebelumnya. Karsinoma urothelial saluran kemih bagian atas dapat disebabkan beberapa
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 13

faktor risiko atau jalur gangguan molekul dengan UC kandung kemih. Hanya dua
polimorfisme spesifik UTUC yang telah dilaporkan. 2

Bagan 2.

Faktor Resiko Pada Kasus UTUC

2.2.3 Histologi dan Klasifikasi 2

Tercatat ada bebrapa varian morfologis UTUC. Varian sesuai dengan derajat tumor
dan prognosisnya yang lebih buruk dibandingkan dengan UC murni. Varian tersebut adalah:
mikropapiler, plasmacytoid, karsinoma sel kecil (neuroendokrin) atau varian limfoepitel. 2

Karsinoma urothelial saluran atas dengan histologi non-urothelial murni merupakan


pengecualian tetapi varian ditemukan pada 25% kasus. Karsinoma sel skuamosa pada saluran
kemih bagian atas mewakili <10% dari tumor pielokaliceal dan bahkan lebih jarang di dalam
ureter. Karsinoma sel skuamosa pada saluran kemih dapat dikaitkan dengan peradangan
kronis dan penyakit menular yang timbul dari urolitiasis. 2
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 14

2.2.4 Penentuan Stadium 2,3

2.2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Morfologi (Pathologic Staging) 3

Tumor urothelial dikelompokkan menjadi 2 jenis, berdasarkan morfologinya, yakni


invasif dan dangkal. Kasus dengan morfologi dangkal biasanya papiler, kelas rendah, dan
terbatas pada mukosa lamina propria. Pada kasus ini jarang bermetastasis; Namun,
kekambuhan setelah perawatan adalah umum dengan prognosis yang baik. Namun, kasus
yang invasif umumnya tampak halus dan berkembang dari lesi in situ bermutu tinggi; hal
tersebut dilokalisasi ke epitel permukaan. Hal tersebut muncul sebagai mukosa yang
hiperemik saat sistoskopi. Lesi karsinoma in situ dapat bermanifestasi dengan sel-sel tumor
dalam sitologi urin dan dikenal sebagai prekursor kanker invasif. 3

Tumor pelvis ginjal umumnya ganas; mereka melibatkan kedua ginjal secara merata
dan lebih sering terlihat pada pria. Tumor yang berdiferensiasi baik adalah Grade I dan yang
terdiferensiasi sedang adalah Grade II, sedangkan tumor dengan diferensiasi buruk adalah
Grade III. 3

2.2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Klinis (Clinical Staging) 2,3

Stadium klinis dilakukan sesuai dengan klasifikasi tumor-node-metastasis (TNM).


Analisis kedalaman dan penyebaran keterlibatan tumor dan kelenjar getah bening serta
pemeriksaan metastasis dilakukan. Secara lokal, mereka mungkin melibatkan lubang kandung
kemih dan trigonum, ureter, uterus, vagina, uretra, vagina, prostat, dan rektum. Penyebaran
limfatik terjadi melalui kelenjar getah bening paravesical, obturator, iliac eksternal, dan limfe
paraaorta, sedangkan penyebaran hematogen meliputi hati, paru-paru, tulang, dan kelenjar
adrenal. Keterlibatan kelenjar getah bening iliaka dan paraaorta juga dianggap sebagai
metastasis jauh.3

Klasifikasi dengan sistem Tumor Node Metastasis (TNM) ditunjukkan pada tabel
dibawah ini, Nodus limfa regional yang harus dipertimbangkan adalah nodus hilar, abdomen
aorta, dan paracaval, dan, untuk ureter, node intrapelvic. Lateralitas tidak mempengaruhi
klasifikasi N.2

Subklasifikasi dengan pT3a dan pT3b telah disarankan, tetapi tidak secara resmi
diterima dalam sistem pementasan pTNM. Subklasifikasi ginjal pelvis pT3 dapat
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 15

membedakan antara infiltrasi mikroskopis parenkim ginjal (pT3a) dan infiltrasi makroskopik
atau invasi jaringan adiposa peripelvic. pT3b UTUC lebih cenderung memiliki patologi
agresif dan risiko kekambuhan penyakit yang lebih tinggi. 2

Tabel 1.
Klasifikasi TNM untuk karsinoma urothelial saluran atas 2

Gambar 7.
Seorang pasien dengan kanker kandung kemih papiler (penilaian derajat TNM: T2b):
a) MRI pembobotan aksial T2 menunjukkan banyak, proyektil, massa papiler dalam kandung
kemih, dan b) Gambar difusi aksial juga melokalisasi massa ini dengan pola sinyal
hiperintens. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 16

Gambar 10.
Gambar CT aksial dari pasien kanker kandung kemih (derajat T4 dengan invasi vesikula
seminalis) menunjukkan beberapa penebalan dinding fokus dan massa yang terlokalisasi
secara posterolateral kanan (panah) yang mengekstrusi dari dinding ke lumen dengan
peningkatan bahan kontras (panah) (gambar atas). Bidang lemak periveikal dan ruang
perirectal keduanya diserang oleh lesi (panah) (gambar bawah). 3

Gambar 11.

Gambar CT aksial dari pasien kanker kandung kemih menunjukkan massa dinding kandung
kemih kanan (bintang) (gambar atas) dengan meningkatkan kelenjar getah bening perivesical
dan perirectal (panah), yang sesuai dengan penyakit N2 (gambar bawah). 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 17

2.2.4.3 Stadium Tumor Oleh WHO 2

Hingga tahun 2004, klasifikasi yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 1973 paling sering digunakan, yang hanya membedakan berdasarkan tiga kelas
(G1-G3). Klasifikasi WHO 2004 mempertimbangkan data histologis, membedakan tumor
non-invasif: neoplasia urothelial papiler dengan potensi ganas yang rendah, dan karsinoma
tingkat rendah dan tingkat tinggi (tingkat rendah vs tingkat tinggi). Hanya beberapa tumor
dengan potensi ganas yang rendah ditemukan di saluran kemih bagian atas. 2

Tabel 2.
Sistem Staging oleh WHO2,9

2.2.5 Tanda dan Gejala 2,7

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tanda dan gejala


melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan
penunjang. Gejala yang paling umum terjadi pada UC adalah hematuria yakni ditemukan pada
75-90 pasien, baik yang terlihat (makroskopis) maupun yang tidak terlihat (mikroskopis) (70-
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 18

80%). Nyeri panggul terjadi pada 20-40% pasien, hal ini disebabkan oleh massa tumor
obstruktif. Temuan massa panggul teraba di kurang dari 10% pasien. Keluhan berkemih
(disuria, pollakiuria, dll) dapat terjadi pada 25-50% pasien. Gejala sistemik (termasuk
anoreksia, penurunan berat badan, malaise, kelelahan, demam, keringat malam, atau batuk)
menandakan pasien tersebuut membutuhkan evaluasi dan tatalaksana yang lebih ketat untuk
kasus tersebut.2,7

2.2.6 Penatalaksanaan 7

2.2.6.1 Penatalaksanaan Kasus Non Metastasis 7

Penatalaksanaan umumnya dengan operasi terbuka atau endoskopi / laparoskopi yang


bervariasi dari prosedur bedah konservatif ke yang lebih luas, mis. Nefroureterektomi radikal
termasuk pengangkatan isi fasia Gerota dengan ureter ipsilateral dan kantung kemih pada
jarak distal. Pendekatan hemat nefron pada pasien yang dipilih dengan baik dengan stadium
rendah dan penyakit tingkat rendah dapat diobati secara endoskopi dengan ureteroskopi dan
pembedahan ginjal perkutan. Limfadenektomi harus dipertimbangkan pada penyakit non-
metastasis tingkat lanjut secara lokal tetapi efek terapeutiknya pada hasil membutuhkan
penyelidikan prospektif lebih lanjut. Seluruh ureter ipsilateral harus diangkat karena 20-50%
pasien dengan sisa ureter residual mengembangkan tumor di dalam tunggul. Setelah operasi,
kegagalan lokoregional dilaporkan pada 9-15% pasien dengan penyakit stadium rendah dan
stadium rendah, dan pada 30-50% pasien dengan penyakit tingkat tinggi dan lanjut. Pada
kanker kandung kemih, pendekatan pengawetan organ menggunakan kombinasi kemoterapi
dan radioterapi telah terbukti berhasil. Pendekatan yang sama juga dapat diterapkan pada
tumor saluran kemih bagian atas jika pembedahan tidak memungkinkan. Meskipun
pembedahan primer agresif, kegagalan lokoregional tetap sering terjadi.

Radiasi ajuvan terapi telah dianjurkan oleh beberapa ahli tetapi manfaatnya tidak jelas.
Beberapa studi menunjukkan tidak ada manfaat dari radioterapi ajuvan. Secara umum, pada
pasien dengan faktor-faktor yang merugikan seperti tingkat tinggi atau stadium lanjut, margin
bedah dekat atau positif atau kelenjar getah bening positif, radioterapi pasca operasi dapat
dipertimbangkan. Peran kemoterapi ajuvan juga tidak terbukti.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 19

2.2.6.2 Penatalaksanaan Kasus Stadium Lanjut 7

Ada banyak pilihan pengobatan untuk pengelolaan penyakit lanjut atau kasus
metastasis, termasuk pembedahan, terapi radiasi dan / atau kemoterapi, tergantung pada
kondisi dan komorbiditas pasien. Kanker urothelial dilaporkan responsif (39-65%) terhadap
rejimen kemoterapi berbasis cisplatin. Taxanes dan / atau gemcitabine juga telah digunakan
dalam pengaturan ini.

2.2.7 Prognosis 2

Karsinoma urothelial saluran atas yang menyerang dinding otot biasanya memiliki
prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup spesifik 5 tahun adalah <50% untuk pasien
dengan tumor pT2 / pT3 dan <10% untuk pasien dengan pT4. Faktor prognostik utama
tercantum secara singkat pada gambar di bawah ini : 2

Bagan 3.

Faktor yang mempengaruhi prognosis pada kasus UTUC


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 20

BAB III
GAMBARAN RADIOLOGI
UROTHELIAL CELL CARCINOMA

Sistoskopi konvensional adalah standar utama untuk mendiagnostik kasus UC.


Berbagai metode pencitraan yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis antara lain
intravena pielografi (IVP), USG (AS), computed tomography (CT), dan magnetic resonance
imaging (MRI). IVP kurang sensitif dalam mendeteksi lesi yang lebih kecil. USG biasanya
digunakan sebagai metode lini pertama dan sensitif dalam pendeteksian tumor kandung
kemih. USG dapat dilakukan dengan pendekatan transabdominal, transrektal, atau
transurethral. CT Scan adalah metode yang paling umum digunakan untuk evaluasi tumor
primer, kelenjar getah bening, dan metastasis. MRI lebih sensitif daripada CT Scan karena
resolusi kontras jaringan lunak yang superior dan berguna dalam penyelidikan penetrasi
kedalaman tumor, metastasis jauh, keterlibatan tulang, dan fibrosis lanjut dibandingkan
perbedaan rekurensi. 3

Pada beberapa kasus kita akan menemukan manifestasi pencitraan langka lain dari
tumor urothelial dari sistem pelvicaliceal pada umumnya, seperti massa padat infiltrasi
transpelvic yang meluas melalui retroperitoneum, manifestasi variabel dari bentuk
hidronefrotik, atau metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal sebagai tanda pertama dari
tumor pelvicaliceal ginjal yang tidak terdeteksi.8

3.1 Intravenous Pyelography 3

IVP adalah metode pencitraan awal tradisional dalam pemeriksaan pencitraan kasus
hematuria. Pada langkah awal IVP, radiografi sistem kemih langsung harus diperoleh sebelum
injeksi kontras untuk memvisualisasikan opacity. IVP memiliki fase nefrografi, pielografi,
dan sistografi. Tumor besar muncul sebagai cacat pengisian pada fase pielografi dan
sistografi, sedangkan tumor kecil dan lesi intradivertikular mungkin tidak divisualisasikan
melalui metode pencitraan ini. Keterbatasan utama dari metode ini adalah paparan radiasi.
Selain itu, karena termasuk agen kontras berbasis yodium intravena, itu dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal ginjal dan riwayat alergi kontras. IVP memiliki kisaran akurasi 26%
hingga 87% dalam pendeteksian kanker kandung kemih dengan batas ukuran lesi terkecil
yang terdeteksi 1,5 cm. 3,10
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 21

3.2 CT Scan 3,5

CT adalah modalitas pencitraan yang paling umum dilakukan untuk deteksi dan
penentuan derajat UC. Ini dapat dilakukan sebagai penyelidikan skrining awal untuk
hematuria atau untuk evaluasi saluran kemih setelah diagnosis UC.5 Munculnya teknologi
multi detektor telah meningkatkan penggunaan dan kegunaannya dalam evaluasi tumor sistem
kemih. CT Scan abdomen standar meliputi injeksi intravena 100-120 mL bahan kontras
nonionik, pada laju injeksi 2,5–3 mL / s dan akuisisi gambar berikutnya pada fase parenkim,
dengan perkiraan keterlambatan 60-100 setelahnya. Parenkim ginjal dan peningkatan tumor
dapat dievaluasi pada fase nefrografi. Tumor epitel dapat dinilai lebih akurat pada fase
ekskresi atau pielografi dan mereka muncul sebagai cacat pengisian. Kandung kemih harus
cukup penuh dan buncit untuk evaluasi lesi yang tepat. Gambar yang direkonstruksi di
berbagai bidang memungkinkan evaluasi lesi yang lebih baik yang terlokalisasi ke kubah dan
pangkal kandung kemih. Pada beberapa pasien, lesi ureter hampir tidak dapat
divisualisasikan, terutama jika ada kekeruhan yang tidak lengkap. Selain CT scan rutin,
beberapa metode khusus juga dapat digunakan. Ini dirangkum di bawah ini. 3,10

3.2.1 CT Scan Urografi 3

CT urografi adalah analog cross-sectional dari IVP. Dalam teknik ini, akuisisi gambar
dilakukan pada 7-15 menit setelah injeksi kontras intravena dan gambar biasanya dievaluasi
setelah algoritma rekonstruksi intensitas maksimum proyeksi (MIP) aplikasi. Tumor muncul
sebagai penebalan dinding fokal atau sebagai massa yang memproyeksikan ke lumen.
Penggunaan pemindai multidetektor meningkatkan sensitivitas teknik ini serta memungkinkan
penggambaran lesi yang lebih akurat lebih kecil dari 4 mm. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 22

Gambar 12.

Gambar CT Scan aksial dari pasien dengan karsinoma ureter menunjukkan penebalan dinding
nodular ureter kanan distal dengan peningkatan kontras yang heterogen dan penyempitan
luminal (panah). 3

3.2.2 Antegrade CT Pyelography 3

Dalam teknik ini, pelvis ginjal dicitrakan mengikuti kateterisasi setelah injeksi kontras
selanjutnya melalui kateter. Pada pasien dengan gagal ginjal, teknik ini memungkinkan untuk
menentukan lokasi obstruksi tanpa injeksi kontras intravena. Selain itu, teknik ini dapat
dianggap sebagai alternatif pada pasien dengan alergi kontras. Namun, invasi teknik ini
merupakan kelemahan utama. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 23

Gambar 13.

Gambar MIP dari CT pyelogram antegrade pasien S / P operasi kanker kandung kemih yang
diperoleh setelah injeksi kontras melalui kateter nefrostomi bilateral. 3

3.2.3 CT Scan Cystoscopy dan Virtual Cystoscopy 3

Teknik ini memungkinkan gambar yang diperoleh mirip dengan cystoscopy


konvensional. Namun, keterbatasan utamanya adalah kurangnya pengambilan sampel jaringan
waktu nyata (biopsi), ketidakmampuan untuk mengevaluasi mukosa dan karsinoma in situ,
dan demonstrasi yang kurang akurat dari lesi yang sangat kecil. Di sisi lain, ia memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan cystoscopy konvensional, seperti fakta bahwa ia dapat
dengan mudah dilakukan sebagai alternatif noninvasif pada pasien dengan hiperplasia prostat
jinak, infeksi kandung kemih, striktur uretra, dan prostatitis, ketika teknik konvensional
dikontraindikasikan. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 24

Gambar 14.
Gambar CT cystography (kiri) dan cystoscopy virtual (kanan) menunjukkan lesi proyektil
polipoid di dinding kandung kemih lateral kiri (panah).

Gambar 15.
Gambar CT Scan aksial pada fase pielografi menunjukkan cacat pengisian hipodensia di
panggul ginjal kanan, yang konsisten dengan TCC (bintang). 3

Selain itu, sistoskopi virtual lebih berhasil dalam evaluasi leher kandung kemih dan
divertikula dengan leher sempit, di mana teknik konvensional terbatas. Metode virtual
cystoscopy memungkinkan untuk visualisasi 360 ° dari kandung kemih di semua pesawat,
mirip atau bahkan lebih baik daripada metode konvensional. Melalui teknik ini, lokasi dan
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 25

tekstur lesi dapat dinilai sebelum biopsi atau operasi, dan ini dapat membantu dalam
perencanaan bedah dan mengurangi waktu prosedur. Selain itu, dapat digunakan pada tindak
lanjut. 3
Dalam teknik ini, kandung kemih diisi langsung dengan udara (invasif minimal,
melalui kateter Foley) atau secara tidak langsung dengan bahan kontras intravena
(noninvasif). Pendekatan yang dipenuhi udara membutuhkan 2 set data CT (rawan dan
terlentang) dan karenanya memiliki paparan dosis radiasi yang lebih tinggi. Metode tidak
langsung dilakukan pada posisi terlentang dengan paparan dosis radiasi yang lebih rendah.
Namun, dalam pendekatan tidak langsung, gambar virtual dapat dikaburkan oleh artefak
sekunder untuk campuran yang tidak tepat dari bahan kontras dan urin, terutama di daerah
peningkatan trabulasi dinding kandung kemih. 3

Gambar 16.
Gambar CT yang direkonstruksi sagital (kiri) dan koronal (kanan) menunjukkan beberapa,
lesi tumor yang meningkatkan proyektil di kandung kemih (panah). 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 26

3.3 USG 3

USG adalah metode pencitraan yang relatif lebih murah dan lebih mudah diakses dan
digunakan sebagai teknik lini pertama untuk pemeriksaan pencitraan hematuria. USG dapat
dengan tepat menggambarkan tumor kandung kemih dan panggul di tangan yang
berpengalaman tetapi terbatas pada lesi ureter karena superposisi gas. Hidronefrosis ginjal,
batu, kista, dan cacat pengisian lainnya dalam sistem pengumpulan ginjal dapat dengan
mudah ditunjukkan di USG, sedangkan lesi kandung kemih muncul sebagai massa proyektil
atau penebalan dinding. Gangguan garis echogenik di sekitar dinding kandung kemih di USG
merupakan kemungkinan invasi pada pasien kanker kandung kemih. 3

Sifat yang relatif kurang invasif, kurangnya persyaratan untuk agen kontras intravena,
dan pengulangan adalah beberapa keunggulan utama USG; Namun, ketergantungan operator,
kesulitan dalam kasus obesitas pasien, dan superposisi gas perut adalah beberapa kelemahan
utama dari teknik ini. Lesi kandung kemih yang lebih kecil dari 5 mm dan terlokalisasi ke
kubah atau leher kandung kemih dapat dilewatkan melalui USG. Keakuratan keseluruhan
USG untuk deteksi kanker kandung kemih adalah sekitar 82% -95% terlepas dari ukuran lesi.
USG dapat dibatasi dalam visualisasi pelvis ginjal distal, di mana IVP dan CT Scan lebih
berhasil, tetapi hidronefrosis sekunder tumor dapat dideteksi dan dinilai oleh USG. Selain itu,
USG dapat membantu dalam evaluasi pasien dengan sepsis, ketika IVP dikontraindikasikan.
Akhirnya, Kocakoc et al. baru-baru ini melaporkan bahwa sistoskopi ultrasonografi virtual (3
dimensi) dapat menjadi alternatif yang berguna untuk evaluasi kanker kandung kemih. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 27

Gambar 17.
Gambar USG aksial dari pasien dengan karsinoma papiler menunjukkan massa proyektil di
dinding kandung kemih kiri (panah).

3.4 MRI 3

3.4.1 MRI Urografi 3

MR urography (MRU) dapat digunakan untuk pasien dengan alergi bahan kontras
berbasis yodium atau insufisiensi ginjal minimal sebagai ganti CT urografi. Dalam keadaan
seperti itu, lebih aman untuk menggunakan agen kontras MRI makrosiklik. MRU memiliki
komponen statis dan fungsional. Pada bagian statis (juga disebut MRU noncontrast-enhanced
atau static), sekuens berbobot T2 diperoleh tanpa injeksi bahan kontras, sedangkan pada
bagian fungsional (juga disebut material kontras yang ditingkatkan atau MRU ekskretoris),
3D yang ditingkatkan kontrasnya gradient echo (GRE) T1-weighted sequence diperoleh.
MRU noncontrast-enhanced (NCE-MRU) memiliki sensitivitas kurang untuk mendeteksi lesi
yang lebih kecil. 3

Pada MRU yang ditingkatkan kontrasnya (CE-MRU), furosemide intravena (10-20


mg) dapat digunakan untuk menghindari efek T2 dari pengenceran kontras dan untuk
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 28

memperbesar sistem urin secukupnya. Gambar T1 postcontrast yang paling penting adalah
yang diperoleh pada fase nefrographic dan pyelographic. Lesi yang lebih kecil muncul
sebagai fokus yang meningkat pada fase nefrografi, sedangkan lesi tersebut tampak sebagai
cacat pengisian pada fase ekskresi yang tertunda. Lesi ureter dapat divisualisasikan dalam
salah satu dari urutan ini. 3

Tumor papiler terlihat sebagai cacat pengisian di MRU. Gambar T1 postcontrast-


weighted pada fase nefrographic sangat membantu untuk diagnosis dan lesi tersebut dapat
dibedakan dari yang lain dengan peningkatan kontras homogen seragam mereka. Lesi datar
sulit untuk digambarkan karena urin hiperintens pada urutan T2-weighted atau di NCE-MRU
dan dapat dengan mudah dilewatkan. CE-MRU lebih berguna dalam diagnosis lesi tersebut. 3

3.4.2 MR Sistografi dan Virtual MR Sistoskopi 3

Sekitar 80% kanker kandung kemih adalah polipoid, dan MR cystography dan virtual
MR cystoscopy penting dalam melokalisasi lesi tersebut. Pada T2-gambar yang ditimbang,
karena urin tampak hiperintens, lebih mudah untuk memvisualisasikan patologi dengan
karakteristik sinyal yang berbeda. Cystoscopy virtual diperoleh melalui postprocessing dari
data T2-weighted dengan rekonstruksi multiplanar dan algoritma MIP. MR cystoscopy
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi untuk lesi yang lebih besar dari 10 mm,
sedangkan nilai-nilai ini berkurang untuk lesi yang lebih kecil dari 10 mm. Sistoskopi virtual
yang dilakukan dengan multidetektor CT memiliki resolusi spasial yang lebih baik daripada
MRI, dan karenanya lebih sensitif terhadap lesi yang lebih kecil. Lesi mural dan infiltrasi
periveikal tidak dapat dideteksi secara tepat pada MR cystography. Selain itu, lesi in situ tidak
dapat diidentifikasi, karena tidak ada informasi tentang perubahan warna mukosa. 3

Keuntungan utama dalam menggunakan teknik ini sebagai alternatif dalam kasus
kontraindikasi untuk sistoskopi konvensional adalah lokalisasi yang lebih baik dari leher
kandung kemih dan lesi intradiverticular dan kemudahan tindak lanjut pasien dengan eksisi
lokal. Kerugian utama adalah ketergantungan operator, ketidakmampuan untuk mendapatkan
biopsi waktu nyata, biaya lebih tinggi, dan kebutuhan sistem magnet berkekuatan lebih tinggi.
Indikasi umum untuk sistoskopi MR dapat diringkas sebagai kebutuhan untuk evaluasi
kandung kemih dalam kasus striktur uretra, penyelidikan divertikula kandung kemih, dan
kondisi di mana sistoskopi konvensional dikontraindikasikan. 3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 29

3.4.3 Diffusion-Weighted MRI 3

Jenis pemeriksaan ini mengacu pada gerakan molekul air dalam jaringan biologis
setelah eksitasi melalui panas, yang juga dikenal sebagai gerakan Brown. Kanker muncul
sebagai fokus hyperintense pada difusi-tertimbang MRI (DW MRI) sedangkan mereka
hypointense pada peta koefisien difusi jelas (ADC) yang berasal dari DW MRI, dan ini dapat
membantu untuk membedakan lesi tingkat rendah dari lesi bermutu tinggi. ADC adalah
ukuran kuantitatif yang andal dan nilai ADC dapat membantu membedakan kanker dari
sistitis atau hipertrofi dinding sekunder akibat obstruksi outlet.3

3.4.4 Kata Kunci Yang Disampaikan Radiologis Kepada Urologis6


3.4.4.1 Diagnosis Kanker Saluran Kemih Bawah (Kandung Kemih dan Uretra
Proksimal)
Komponen temuan pada pencitraan :
1. Visualisasi langsung dengan sistoskopi dan diagnosis jaringan dengan biopsi tumor
atau reseksi adalah modalitas diagnostik utama kanker kandung kemih. Pencitraan
memainkan peran terbatas.

Penentuan Stadium Kanker Saluran Kemih Bawah :


1. Tumor Primer
a. Luasnya tumor
- Intravesical vs transmural
- Invasi otot atau lemak
- Keterlibatan organ yang berdekatan
- Indurasi atau peradangan
b. Jaringan di sekitar kandung kemih dan massa
c. Lokasi
d. Ukuran
e. Banyaknya
2. Nodus Limfe
a. Lokasi dan ukuran kelenjar getah bening yang mencurigakan
b. Tinjauan primer kelenjar getah bening di bawah bifurkasi aorta
c. Ulasan sekunder kelenjar getah bening di atas bifurkasi aorta dan retroperitoneum
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 30

3. Ginjal
a. Ada atau tidak adanya hidroureteronefrosis
b. Identifikasi filling defect pada saluran atas
4. Evaluasi Metastasis
a. Jaringan viscera (hati, peritoneum, pleura, parenkim ginjal, kelenjar adrenal, usus)
b. Tulang (lakukan CT Scan jika diindikasikan)
c. Lesi otak pada CT Scan kepala

Diagnosis Kanker Saluran Kemih Bawah


Komponen Temuan Pada Pencitraan
1. Kelenjar getah bening
2. Saluran kemih bagian atas
3. Jaringan di perut dan panggul
4. Usus
5. Tulang

Diagnosis Kanker Saluran Kemih Atas (Pelvis Renalis, Calyces, dan Ureter)
Komponen Kata Kunci Pada Pencitraan
1. Diferensiasi antara lesi parenkim dan intraluminal
2. Lokasi lesi
3. Deskripsi cacat pengisian (sessile, papillary, stippled)
4. Distorsi sistem pengumpulan atau arsitektur ginjal yang normal
5. Peninggian
6. Penebalan mural fokus atau difus
7. Indurasi atau radang dinding
8. Banyaknya
9. Hydroureteronephrosis terkait
10. Penilaian sisa urothelium
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 31

3.4.4.2 Diagnosis Kanker Saluran Kemih Atas


Komponen kata kunci pada pencitraan :

Penentuan Stadium Kanker Saluran Kemih Atas:


1. Tumor primer
a. Lokasi (pelvis atau calyces ginjal, ureter proksimal, mid ureter, ureter distal)
b. Tingkat tumor (intraluminal, invasi dinding, ekstraluminal)
c. Distorsi parenkim ginjal, invasi fasia Gerota, invasi ke organ yang berdekatan
d. Hydroureteronephrosis
e. Banyaknya
f. Hubungan, jumlah, dan lokasi pembuluh ginjal (untuk perencanaan bedah potensial)
2. Nodus Limfe
a. Ukuran
b. Lokasi
3. Evaluasi Metastasis
a. Ginjal kontralateral
b. Temuan mencurigakan pada saluran kemih bagian bawah
c. Evaluasi visera (hati, peritoneum, usus, ginjal, adrenal)
d. Evaluasi yang diarahkan gejala terhadap tulang dan otak
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 32

BAB IV
KESIMPULAN

Kanker urothelial biasanya dialami dengan hematuria tanpa rasa sakit. Penerapan
algoritma pencitraan yang akurat untuk menyelidiki lebih lanjut hematuria tanpa rasa sakit
akan memungkinkan diagnosis kanker urothelial yang cepat dan benar, yang akan
meningkatkan hasil pengobatan dan secara signifikan mengurangi kanker dan morbiditas dan
mortalitas terkait pengobatan. Selain itu, teknik angiografi dapat berguna dalam manajemen
periode pra dan pasca operasi pasien dengan kanker urothelial.2

Pemeriksaan USG tetap menjadi modalitas pencitraan pertama yang digunakan jika
diduga kanker kandung kemih, tetapi keakuratannya dalam mendeteksi lesi kanker tergantung
pada ukuran dan lokasi neoplasma. Ketika USG mengidentifikasi kanker kandung kemih, CT
biasanya digunakan untuk mendeteksi lesi hati, limfadenopati retroperitoneal dan penyebaran
tumor perirenal, periureteral dan ekstravesikal. Namun, dalam kasus pemeriksaan USG
negatif, penyebab hematuria harus diselidiki lebih lanjut.4

Pencitraan, khususnya CT dan MRI, memainkan peran penting dalam penentuan


stadium lokal kandung kemih UC. Meskipun CT tetap menjadi modalitas utama untuk
diagnosis dan pementasan UC kandung kemih, MRI semakin banyak digunakan dalam
pementasan lokal. Kemajuan telah dibuat dalam membedakan stadium.5

CT Scan telah diusulkan sebagai pemeriksaan untuk mengevaluasi seluruh sistem


kemih di hadapan hematuria, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk pencitraan tambahan.
Namun, meskipun CT Scan dapat diakses secara luas dan memiliki kemajuan pesat dalam
teknologi multidetektor, dosis radiasi harus dipertimbangkan. Teknik triple bolus
menunjukkan dosis radiasi yang lebih tinggi daripada IVU (11,6-35 vs 2,5 mSv) sedangkan
teknik double bolus, yang menunjukkan dosis radiasi yang sebanding dengan IVU, dapat
menyembunyikan lesi terkecil di kandung kemih serta di bagian atas saluran kemih. 4

MRI memiliki akurasi tinggi untuk menentukan stadium kanker kandung kemih
karena karakterisasi jaringan intrinsiknya. Ini lebih unggul dari CT dalam menentukan
kedalaman invasi dinding kandung kemih meskipun resolusi spasial lebih rendah. 4
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 33

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki. 2015. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya. Malang.
2. M. Rouprêt, M. Babjuk, A. Böhle, M. Burger, E. Compérat, et al. 2016. Urotherial
Carcinomas of Upper Urinary Tract. European Association of Urology.
3. Arslan, Halil. Tezcan, Fatih Mehmet et al. 2012. Urotherial Cancer: Clinical and Imaging.
Turk J Med Sci.
4. Totaro Angelo. Pinto Francesco. et al. 2010. Imaging in Bladder Cancer: Present Role and
Future Perspectives. Urologia Internationalis: Italy.
5. Lee Chau Hung , Tan Cher Heng. et al. 2017. Role of Imaging in the Local Staging of
Urothelial Carcinoma of the Bladder . American Journal of Roentgenology: Texas.
6. K. Lee Eugene, Rian J. Dickstein, et al. 2011. Imaging of Urothelial Cancers: What the
Urologist Needs to Know. American Journal of Roentgenology: Texas.
7. Osaehin Mahmut, Gamler Ushuler, et al. 2011. Management of transitional-cell carcinoma
of the renal pelvis and ureter. Department of Radiation Oncology, Centre Hospitalier
Universitaire Vaudois : Switzerland
8. Prando, Adilson, Patricia Prando, et al. 2010. Urothelial Cancer of the Renal Pelvicaliceal
System: Unusual Imaging Manifestations. Radiographics: Chicago
9. Comperat, Eva, Maximilian Burger, et al. 2018. Grading of Urothelial Carcinoma and The
New “World Health Organisation Classification of Tumours of the Urinary System and
Male Genital Organs 2016”. European Association of Urology: Paris.
10. Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai