Makalah Kalimat Efektif Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Makalah Kalimat Efektif Mata Kuliah Bahasa Indonesia
KALIMAT EFEKTIF
Disusun Oleh:
Irvan Setiaji; 4317040003
Fikri Dwi Nugroho; 4317040023
Nabila Khairunnisa; 4317040011
Muhammad Agung; 4317040010
TOLI-3
Dosen :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya juga
nikmat iman, islam dan ihsan kepada penulis. Sehingga dengan Ridha-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kalimat Efektif” tepat pada
waktunya.
Makalah ini ditunjukan sebagai tugas kelompok pada mata kuliah bahasa
Indonesia Politeknik Negeri Jakarta. Dan juga penulis ucapkan terimakasih kepada.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap orang pasti sudah sangat mengenal makna kata ‘efektif’. Dalam
sumber tertentu dikatakan, bahwa ‘efektif’ adalah berhasil guna. Dengan
demikian, jika dilihat dari makna kata-katanya, dapat dikatakan bahwa kalimaat
efektif adalah kalimat yang berhasil guna. Akan tetapi, definisi kalimat efektif
ternyata lebih dari sekadar kalimat yang berhasil guna. Kalimat efektif adalah
kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan kembali gagasan atau pikiran
pada diri pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran dan benak
pembicara atau penulisnya. Jadi dengan kalimat efektif, ide atau gagasan penulis
atau pembicara itu akan dapat diterima secara utuh.
1. Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan,
mengandung suatu ide pokok. dalam laju kalimat tidak boleh diadakan perubahan
dari satu kesatuan gagasan kepada kesatuan gagasan lain yang tidak ada
hubungan, atau menggabungkan dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan
sama sekali.
Contoh-contoh berikut dapat menjelaskan kesatuan gagasan tersebut, baik
kesatuan yang terpadu dan kesatuan yang tidak terpadu.
3
a) Yang jelas kesatuan gagasannya
Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu
seringkali merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam tindak
kehidupan kita (Kesatuan Tunggal).
Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah berangkat
dengan pesawat satu jam yang lalu (Kesatuan gabungan).
Kamu boleh menyusul saya ke tempat itu, atau tinggal saja di sini.
(Kesatuan pilihan).
4
2. Koherensi yang Baik dan Kompak
Yang dimaksud koherensi yang baik dan kompak adalah hubungan timbal
balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang
membentuk kalimat itu.
a) Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai
dengan pola kalimat.
BAIK: adik saya yang paling kecil memukul anjing di kebun kemarin pagi,
dengan sekuat tenaganya.
TIDAK BAIK: adik saya yang paling kecil memukul dengan sekuat
tenaganya kemarin pagi di kebun anjing.
Anjing kemarin pagi di kebun adik saya memukul dengan sekuat
tenaganya.
5
Pola kesalahan semacam ini sering kali terjadi, terutama bila kita
menghadapi bentuk-bentuk yang mirip:
Benar salah
c) Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian kata, baik
karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang tindih, atau
hakekatnya mengandung kontradiksi.
6
2.3. Ciri-ciri Kalimat Efektif
1. Kesepadanan Struktur
Bentuk salah:
Bentuk disunting :
2. Keparalelan Bentuk
7
konstruksi yang beruntun kalimat, bentuk yang pertama menggunakan nomina,
bentuk kedua dan seterusnya juga pasti menggunakan nomina. Demikian juga
kalau bentuk yang pertama menggunakan ajektif, bentuk yang kedua, ketiga, dan
seterusnya juga harus menggunakan ajektif. Jadi misalnya saja jika ada bentuk
‘Ibu ke pasar membeli minum, sayuran, dan makanan.’, pasti dengan mudah kita
akan segera mengatakan bahwa bentuk yang demikian itu sama sekali tidak
memenuhi tuntutan keparalelan. Tentu saja, bentuk di atas itu harus diubah
menjadi, ‘Ibu ke pasar membeli minuman, sayuran, dan makanan.’ Mari kita lihat
kasus-kasus kebahasaan yang berkaitan dengan keparalelan tersebut pada kalimat
berikut ini.
Bentuk salah:
- Harga BBM minggu ini segera dibakukan dan kenaikan secara luwes.
- Penulis skripsi harus melakukan pertemuan dengan penasihat
akademis, mengajukan topic, dan pembimbingan.
Bentuk disunting:
- Harga BBM minggu ini segera dibakukan dan dinaikkan secara luwes.
- Penulis skripsi harus melakukan pertemuan dengan
penasihatakademis, mengajukan topic, dan menjalani pembimbingan.
3. Ketegasan Makna
Informasi yang harus diketahui dan diperoleh terlebih dahulu oleh para
pembaca, akan mudah dikemukakan secara langsung oleh pembaca, yakni dengan
mengidentifikasi bentuk kebahasaannya yang ditonjolkan itu. Ambil saja contoh,
‘tujuan saya melakukan penelitian ini adalah…’. Dari bentuk kebahasaan itu jelas
8
kelihatan bahwa bentuk yang ditonjolkan adalah ‘tujuan saya’, bukan yang lain-
lainnya. Maka dengan mudah pula, pembaca akan dapat menangkap maksud
penonjolan bentuk kebahasaan itu, yakni sebagai informasi baru yang
dipentingkan dalam kalimat tersebut. Dari berbagai sumber yang dapat dijangkau
oleh penulis, juga dari pengalaman dan pencermatan yang dilakukannya selama
ini, penegasan makna atau maksud kebahasaan itu dapat dilakukan dengan
sejumlah cara. Setidaknya terdapat 5 cara yang dapat dilakukan untuk maksud ini,
yakni:
9
- Dialah pelaku pembunuhan 7 gadis di Surabaya tahun lalu.
- Jangankan 1 juta, 500 ribu, 200 ribu, 100 ribu saja dia tidak punya.
4. Kehematan Kata
Ciri kalimat efektif yang keempat adalah ‘kehematan kata’. Akan tetapi,
juga harus diingat di sini bahwa tidak selalu yang hemat kata-kata, yang pendek
bentuknya, pasti bersifat efektif. Jadi, prinsip ketercukupan dalam pemakaian
bentuk-bentuk kebahasaan saya rasa sangat penting ditekankan di sini. Artinya,
kalau memang tuturan itu harus dibuat pendek, kenapa harus dibuat berpanjang-
panjang. Sebaliknya, jika memnag dengan tuturan yang pendek, dengan tuturan
yang dipotong, ternyata tidak didapatkan bentuk kebahasaan yang efektif
digunakan untuk menyampaikan pesan, tentu saja bentuk kebahasaan yang sedikit
lebih panjang diperbolehkan. Nah, dalam kaitan dengan rumusan kalimat yang
berciri hemat dan efektif demikian ini, lazimnya didapatkan pula bahwa di dalam
kalimat itu harus ada:
10
dan seterusnya. Adapun bentuk subordinat untuk ‘warna’ adalah ‘biru’, ‘merah’,
‘hijau’, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk ‘bunga
mawar’ atau ‘bunga kenanga’ atau ‘bunga melati’ adalah bentuk-bentuk
kebahasaan yang sangat tidak efektif karena di dalam bentuk-bentuk kebahasaan
itu serta-merta terdapat superordinate dan supordinat sekaligus. Selanjutnya,
bentuk-bentuk yang bermakna sama atau bersinonim harus dihindarkan untuk
menjamin kehematan sebuah kalimat. Bentuk ‘sekarang’ dan ‘sedang’ secara
semantic menunjuk pada hal yang sama. Demikian pula dengan bentuk ‘kini’ dan
‘sedang’ atau ‘sekarang’ dan ‘tengah’. Dalam konteks kehematan kata-kata ini
pula, dapat dikatakan bahwa bentuk kebahasaan yang demikian ini sama sekali
tidak hemat karena di dalamnya terkandung bentuk-bentuk yang sifatnya lewah
atau mubazir. Nah, para penulis, peneliti, dan penyunting bahasa harus benar-
benar cermat dengan bentuk-bentuk kebahasaan yang emikian ini. Hampir
dipastikan, bahwa di setiap kerja penyuntingan dan tulis-menulis atau karang-
mengarang, kesalahan kebahasaan yang demikian itu selalu terjadi. Mohon
diperhatikan lebih lanjut bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak benar seperti yang
disampaikan berikut ini.
Bentuk salah:
- Saat ini, Sally memakai baju berwarna merah jingga
- Banyak anak-anak berkeliaran di jalan menuju lokasi kejadian
- Buku ini saya sudah membaca.
- Dia sedang mengambili buku di mejanya.
- Sekarang ini ia sedang membersihkan mobilnya dihalaman
belakang.
Bentuk disunting:
- Saat ini, Sally memakai baju merah jingga
- Banyak anak berkeliaran di jalan menuju lokasi kejadian
- Saya sudah membaca buku itu.
- Dia sedang mengambil buku di mejanya.
- Sekarang ini ia membersihkan mobilnya di halaman belakang.
11
5. Kecermatan dan Kesantunan
12
menjaga muka seseorang. akan tetapi, kalimat-kalimat yang ceroboh, yang tidak
cermat, yang tidak santun, dipastikan akan mencoreng muka seseorang.
Setidaknya, semua itu akan dapat mencoreng muka dari si penulisnya sendiri.
Nah, berkenan dengan hal-hal ini, mohon kalimat-kalimat berikut ini dipelajari
dan dipertimbangkan dengan baik. Carilah dan temukanlah bentuk-bentuk
kebahasaan lain yang juga memiliki ciri kecermatan dan kesantunan yang rendah
demikian itu, kemudian benahilah supaya menjadi bentuk-bentuk kebahasaan
yang lebih baik.
Bentuk salah:
- Yang diceritakan buku itu menceritakan para putri raja.
- Banjir di Jakarta membanjiri wilayah perbelanjaan.
- Wajahmu norak persis seperti hantu kesiangan.
- Mobil barumu bagus tapi persis gerobak.
Bentuk disunting:
- Buku itu menceritakan para putri raja.
- Banjir di Jakarta meluapi wilayah perbelanjaan.
- Wajahmu kurang menarik.
- Mobil barumu bagus.
6. Kepaduan Makna
Kalimat efektif dalam bahasa Indonesia juga harus memiliki ciri kepaduan
makna. Adapun yang dimaksud dengan ‘padu’ adalah ‘bersatu’. Dengan
demikian, dapat dikatakan pula bahwa bentuk kebahasaan yang ‘padu’ adalah
bentuk kebahasaan yang ‘tidak terpecah-pecah’, atau bentuk kebahasaan yang
‘bersatu’. Kebersatuan atau kepaduan bentuk-bentuk kebahasaan demikian itu
jelas sekali akan sangat berpengaruh terhadap makna atau maksud sebuah bentuk
kebahasaan. Bentuk kebahasaan yang padu, juga dipastikan akan dapat
menjadikan makna kebahasaan tersebut padu. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kalimat efektif itu salah satunya harus memenuhi kepaduan bentuk dan
13
kepaduan makna. Sebuah kalimat akan dikatakan padu, pertama-tama bila
susunannya tidak ‘bertele-tele’. Kalimat yang bertele-tele, biasanya sama sekali
tidak dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide yang tepat, padat,
pendek, dan akurat. Dalam tulis-menulis atau karang-mengarang terdapat sebuah
prinsip yang harus diikutioleh setiap orang, yakni bahwa bila Anda dapat
menggunakan bentuk kebahasaan yang pendek untuk menyampaikan sebuah
maksud kebahasaan, kenapa harus digunakan bentuk kebahasaan yang relative
berpanjang-panjang. Jadi, bentuk kebahasaan yang cenderung ‘berpanjang-
panjang’ demikian inilah yang dimaksud dengan bentuk kebahasaan yang bertele-
tele. Kalau dengan kata’rapat’ saja cukup jelas, kenapa harus dibuat bentuk
‘menyelenggarakan rapat’ atau ‘mengadakan rapat’. Demikian pula kalau dengan
bentuk ‘menembak’ saja cukup, kenapa harus diungkapkan dengan bentuk
‘melemparkan peluru’. Juga kalau dengan bentuk ‘memberitakan’ sudah lengkap
gagasan yang hendak disampaikan itu, kenapa pula harus menggunakan bentuk
‘menyampaikan berita’. Jadi, para penulis, peneliti, dan penyunting bahasa harus
benar-benar memiliki sikap yang sungguh tegas dengan bentuk-bentuk
kebahasaan yang berpanjang-panjang atau bertele-tele demikian ini. Selanjutnya,
kesalahan kebahasaan lain yang juga berkenaan dengan masalah kepaduan bentuk
dan makna kebahasaan ini adalah konstruksi yang ditengah-tengahnya disela oleh
kata ‘daripada’ atau kata ‘tentang’ antara kata kerja dan objek penderita. Nah,
para penulis, peneliti, dan penyunting bahasa, harus benar-benar memperhatikan
persoalan kebahasaan yang berkaitan dengan hal ini. Model-model kesalahan
bahasa seperti ditunjukkan berikut ini silakan dikembangkan terus, supaya
ditemukan kesalahan-kesalahan kebahasaan lain dalam jumlah yang lebih banyak.
Dengan ditemukannya model-model kesalahan kebahasaan yang variatif dan
jumlahnya banyak itu, pekerjaan Anda selanjutnya akan sangat dimudahkan.
Bentuk salah:
- Kita harus memperhatikan daripada kehendak rakyat.
- Rapat pimpinan hari ini membicarakan tentang kenaikan upah
karyawan.
14
Bentuk disunting:
- Kita harus memperhatikan kehendak rakyat.
- Rapat pimpinan hari ini membicarakan kenaikan upah karyawan.
7. Kelogisan Makna
Ciri efektivitas kalimat efektif dalam bahasa Indonesia juga dapat dilihat
dari dimensi kelogisan maknanya. Kelogisan makna sangat berkaitan dengan
‘nalar’, maka sesungguhnya dapat dikatakan pula bahwa kalimat yang logis itu
sesungguhnya adalah kalimat yang bernalar. Secara lebih khusus lagi dapat
dikatakan bahwa kalimat yang logis atau kalimat yang bernalar itu adalah kalimat
yang ide atau gagasannya sejalan dengan akal dan nalar yang benar dan berlaku
universal. Nah, orang mungkin sering tidak mencermati bahwa bentuk
‘mempersingkat waktu’ adalah bentuk kebahasaan yang tidak logis. Bentuk yang
demikian itu bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan akal sehat,
bertentangan dengan logika umum, sekalipun secara sekilas tidak ada persoalan
dengan bentuk kebahasaan yang demikian itu. Pernyatannya, dapatkah ‘waktu’
dipersingkat? atau, dapatkah ‘waktu’ diperpanjang? tentu saja tidak! Entitas
‘waktu’ hanya dapat dihemat sehingga waktu yang lama atau panjangnya 24 jam
itu dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Maka, bentuk ‘mempersingkat
waktu’ adalah bentuk yang salah nalar. Contoh bentuk kebahasaan lain yang juga
dikatakan sebagai bentuk yang salah nalar atau bertentangan dengan logika umum
adalah bentuk ‘mayat bergentayangan’ . Tidak sejalan dengan akal sehat jika ada
perkataan ‘mayat bergentayangan’ karena yang benar adalah ‘arwah
bergentayangan’. Anehnya, sekalipun bentuk kebahasaan yang disampaikan di
depan itu tidak benar, tetapi dalam pemakaian bahasa yang sesungguhnya bentuk
kebahasaan yang demikian itu tidak benar karena memang salah nalar. Maka, para
penulis, peneliti, penyunting bahasa harus benar-benar cermat dan teliti bilamana
bertemu dengan bentuk kebahasaan yang demikian ini. Carilah bentuk kebahasaan
lain yang juga memiliki karakter serupa. temukanlah bentuk yang demikian itu
sebanyak mungkin, dan buatlah daftar di dalam buku catatan Anda supaya Anda
15
dimudahkan sendiri dalam bekerja. Bilama Anda memiliki catatan kebahasaan
yang demikian ini, pada waktunya nanti Anda harus menggunakan, Anda tidak
akan menghadapi banyak persoalan.
Bentuk salah:
- Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini dengan…
- Kepada bapak direktur, waktu dan tempat dipersilahkan.
- Mayat mahasiswa yang meninggal itu sering bergentayangan di
kampus ini.
- Di sini dijual sup buntut, sup brenebon, dan kaki sapi.
Bentuk disunting:
- Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini dengan…
- Bapak Direktur, waktu dan tempat dipersilahkan.
- Arwah mahasiswa yang meninggal itu sering bergentayangan di
kampus ini.
- Di sini dijual sup buntut, sup brenebon, dan sup kaki sapi
16
BAB III
PENUTUP
2.4. Kesimpulan
2.2. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18