Anda di halaman 1dari 52

i

PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN PRODUK COKELAT TRADISIONAL DENGAN

METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

DI CHOCOLATE MONGGO YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH

DEVY RENADA ULI BR SITORUS

15/380059/TP/11260

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 5

1.3 BATASAN MASALAH ............................................................................... 5

1.4 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 6

1.5 MANFAAT PENELITIAN ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7

2.1 TANAMAN COKELAT ............................................................................... 7

2.2 PRODUK OLAHAN COKELAT ............................................................... 11

2.3 QUALITY FUNCTION DEPLOMENT ..................................................... 21

2.4 UJI VALIDITAS DAN REABILITAS ....................................................... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 38

3.1 OBJEK PENELITIAN ................................................................................ 38

3.1.1 Objek Penelitian .................................................................................... 38


iii

3.1.2 Tempat Penelitian ................................................................................. 38

3.1.3 Waktu Penelitian ................................................................................... 38

3.2 PENGUMPULAN DATA ........................................................................... 38

3.2.1 Data yang diperlukan ............................................................................ 38

3.2.2 Metode pengumpula data ...................................................................... 39

3.3 PENENTUAN SAMPEL PENELITIAN .................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44


iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 1 House of Quality (HOQ) ................................................................ 27

Gambar 2.3 2 Matriks Perencanaan Komponen ................................................... 30

Gambar 2.3 3 Bagan House of Quality ................................................................. 35

Gambar 3. 4 1 Tahapan Penelitian ........................................................................ 42

Gambar 3. 4 2 Tahapan Analisis Quality Function Deployment .......................... 43


v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1.1 Luas Kebun Cokelat di DI. Yogyakarta ............................................... 1

Tabel 2.1.1 Kandungan Gizi Cokelat .................................................................... 10

Tabel 2 1.2 Kelas mutu biji cokelat berdasarkan SNI 2323:2008......................... 11


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor biji kakao terpenting di dunia.

Tahun 2010 Indonesia menduduki posisi sebagai pengekspor biji kakao terbesar

ketiga dunia dengan produksi biji kering 550.000 ton. Pada tahun tersebut dari

luas 1.651.539 ha areal kakao, sekitar 1.555.596 ha atau 94% adalah kakao rakyat

(Rubiyo & Siswanto, 2012).

Kementrian Perindustrian Republik Indonesia mengatakan bahwa saat ini

pertumbuhan permintaan kakao dunia mencapai 4 juta ton per tahun dan dalam

lima tahun terakhir pertumbuhan permintaan kakao di Indonesia naik 5 persen

pertahunnya (Anonim, 2018).

Kabupaten Kulonprogo merupakan penghasil cokelat terbesar di Provinsi DI.

Yogyakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik, luas kebun cokelat di Kabupaten

Kulonprogo dapat di lihat dari tabel 1.1.1 (Anonim, 2018).

Tabel 1.1.1 Luas Kebun Cokelat di DI. Yogyakarta

Sumber : Badan Pusat Statistika, 2018


2

Batang tanaman cokelat dapat tumbuh di daerah sampai ketingggian tempat

maksimum 1.200 m di atas permukaan laut dengan ketinggian optimum 1-600 m

dpl (Suwarto; dkk, 2014). Oleh sebab itu, cokelat tumbuh dengan mudah di

Kulonprogo yang memiliki ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut.

Umumnya, cokelat hanya dijual dalam bentuk biji kering oleh petani setempat

padahal mampu menghasilkan produk olahan yang bernilai tinggi. Hal ini

ditangkap oleh pelaku usaha contohnya UMKM yang melihat kesempatan ini

menjadi peluang yang besar untuk mengembangkan bisnisnya. UMKM memiliki

peranan yang penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. UMKM

juga berperan penting dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dan juga

telah terbukti bahwa UMKM tidak terpengaruh terhadap krisis. Data Badan Pusat

Statistik memperlihatkan, pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998 jumlah UMKM

tidak berkurang, justru meningkat bahkan mampu menyerap 85 juta hingga 107

juta tenaga kerja hingga tahun 2012 (Putra, 2016).

Chocolate Monggo salah satu produsen olahan cokelat yang menangkap

peluang tersebut dengan menyediakan olahan cokelat dengan berbagai varian rasa

seperti Red Chili, Orange Peel, Macadamia, Jahe, Mangga, Pala, Marzipan,

Strawberry dan Durian hingga rasa tradisional Indonesia seperti Rendang juga

menambah varian rasa yang anti mainstream di Chocolate Monggo. Tidak hanya

varian rasa, keunikan yang dapat diangkat dari Chocolate Monggo ini adalah

memproduksi olahan coklat dengan berbagai varian bentuk seperti sepatu, tas, dan

candi, brandnya, desain toko, serta kemasan yang ramah lingkungan.


3

Berawal dari kekecewaan terhadap kualitas olahan cokelat di Indonesia,

Thierry Detournay berkebangsaan Belgia yang merupakan pemiliki Chocolate

Monggo membuat inovasi olahan cokelat yang sangat memperhatikan kualitas

produk sehingga mendirikan Chocolate Monggo pada tahun 2005 di Kota Gede,

Yogyakarta. Oleh sebab itu, tidak heran jika produk-produk yang dihasilkan

memiliki kualitas premium.

Chocolate Monggo menjadi salah satu produk oleh-oleh khas Yogyakarta

dengan kombinasi rasa yang mencerminkan kuliner dan rempah-rempah

tradisional di Indonesia sehingga banyak diminati tidak hanya warga lokal,

pengunjung luar kota bahkan luar negeri juga kerap mengunjungi dan membeli

produk Chocolate Monggo. Cokelat premium dengan berbagai varian rasa dan

bentuk yang menjadi daya tarik pengunjung untuk melakukan transaksi

pembelian. Dapat melihat proses pengolahan cokelat dari awal hingga akhir juga

menjadi salah satu daya tarik pengunjung untuk mendatangi Chocolate Monggo.

Outlet yang didesain dengan menarik dan bernuansa khas jogja ini juga sangat

menarik perhatian khalayak ramai.

Perusahaan yang tergolong muda ini harus terus meningkatkan eksistensinya

agar mampu bersinar ditengah persaingan industri yang sangat ketat. Untuk

menjaga performa, perusahaan tidak cukup hanya memproduksi cokelat dengan

kualitas yang tinggi tanpa memperhatikan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Konsumen dewasa ini tidak sekedar membeli produk yang terjangkau saja namun

juga menginginkan produk dengan kualitas yang baik dan enak untuk dikonsumsi.

Oleh sebab itu, perusahaan dalam hal ini Chocolate Monggo perlu melakukan
4

identifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen untuk menjaga loyalitas

konsumen. Namun, perusahaan Chocolate Monggo belum memiliki stategi dalam

mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap produk cokelat

yang ingin dikembangkan. Persaingan yang ketat di industri makanan dan

minuman Indonesia menuntut pelaku bisnis untuk berinovasi dengan meluncurkan

produk baru yang dapat menjawab keinginan serta kebutuhan konsumen.

Keinginan dan kebutuhan konsumen yang tidak terbatas membuat perusahaan

mengalami kesulitan untuk menentukan pengembangan produk yang akan

dilakukan. Perusahaan membutuhkan kebutuhan prioritas konsumen yang

kemudian akan dikembangkan menjadi kebutuhan teknis dan direalisasikan

kedalam inovasi produk.

Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode yang digunakan

untuk menerjemahkan keinginan dan kebutuhan konsumen menjadi karakter

teknis yang dapat disediakan oleh perusahaan (Harsanto, 2013). Metode ini

dibantu dengan tools yang akan mempermudah merealisasikan kebutuhan

konsumen menjadi kebutuhan teknis yang disebut dengan House Of Quality

(HOQ). House of Quality (HOQ) merupkan matriks yang menggambarkan

keseluruhan informasi yang dibutuhkan untuk menggambarkan peningkatan

kualitas produk atau jasa (Maritan, 2015). Quality Function Deployment (QFD)

mampu mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mendesain sebuah produk

sebanyak 40 % dan biaya desain juga berkurang sebanyak 60% (Benner; dkk,

2003). Dengan adanya metode ini perusahaan mampu mengidentifikasi kenginan

konsumen yang akan diterjemahkan kedalam kebutuhan teknis sehingga dapat


5

menciptakan inovasi produk yang mampu bersaing dengan industri sejenis

sehingga konsumen memiliki kesetiaan tinggi dalam melakukan pembelian di

Chocolate Monggo.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Persaingan yang ketat pada industri makanan di Indonesia menuntut

pelaku bisnis untuk berinovasi dengan meluncurkan produk baru yang

dapat menjawab keinginan dan kebutuhan konsumen

2. Konsumen dewasa ini tidak hanya sekedar membeli produk yang

terjangkau saja namun juga menginginkan produk dengan kuliatas yang

baik dan enak untuk dikonsumsi dan juga memenuhi keinginan konsumen

3. Perusahaan Chocolate Monggo belum memiliki stategi dalam

mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen secara spesifik

terhadap produk cokelat yang ingin dikembangkan.

1.3 BATASAN MASALAH

Penelitian dilakukan di Chocolate Monggo yang beralamat di Dalem KG

III/978 RT 43 RW 10 Purbayan Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta

dengan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Responden yang dituju adalah orang-orang yang sudah pernah membeli

dan mengkonsumsi produk cokelat tradisional monggo yang memiliki

pendapatan kelas menengah keatas baik warga negara Indonesia maupun


6

warga negara asing tanpa memandang usia, tempat tinggal, pekerjaan dan

tingkat pendidikan.

2. Metode Quality Function Deployment digunakan hingga penentuan

kebutuhan teknis.

3. Penggunaan Metode Quality Function Deployment hanya sebatas pada

rekomendasi inovasi produk kepada perusahaan Chocolate Monggo.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menggali keinginan konsumen terhadap produk cokelat tradisional jenis

baru

2. Menentukan prioritas kebutuhan teknis produk cokelat tradisional yang

sesuai dengan keinginan konsumen

3. Merumuskan konsep produk baru yang sesuai dengan keinginan

konsumen.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keinginan konsumen terhadap produk cokelat tradisional jenis

baru

2. Mampu menentukan prioritas kebutuhan teknis produk cokelat tradisional

yang sesuai dengan keinginan konsumen

3. Dapat merumuskan konsep produk baru yang sesuai dengan keinginan

konsumen.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAMAN COKELAT

Tanaman cokelat merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat

cocok ditanam di daerah tropis, seperti wilayah Indonesia. Berdasarkan

produktivitas dan kebutuhan masyarakat akan cokelat, tanaman cokelat

merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi. Daerah utama penanaman

cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 18 o

LU sampai 15o LS. Daerah dari Selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brasil

adalah tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar.

Cokelat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pohon yang

termasuk jenis tanaman daerah panah, tingginya antara 5-6 m, berbunga dan

berbuah sepanjang tahun, buahnya berwarna ungu atau kuning bergantungan pada

batang yang besa, bentuknya lonjong, panjangnya antara 15-20 cm, mengandung

biji seperti kacang-kacangan antara 50-100 biji, biasa diolah menjadi bubuk atau

kristal, dibuat minuman atau makanan lezat lainnya.

Akar pada tanaman cokelat adalah akar tunggang. Cokelat cocok ditanam

pada daerah yang berada pada 10o LU dan 10o LS. Areal penanamannya adalah

daerah dengan curah hujan 1.100-3000 mm/tahun. Curah hujan dan sebarannya

sangat berperan penting dalam pembebntukan tunas muda (flushing). Tanaman

cokelat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai tingkat keasaman 6-7,5. Suhu
8

yang ideal bagi pertumbuhan tanaman cokelat adalah 30 – 32o C (suhu

maksimum) dan 18-21o C (suhu minimum). Berdasarkan klasifikasi botanisnyas,

tanaman cokelat mempunyai sistematika sebagai berikut (Suwarto; Octavianty;

Hermawati, 2014):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Docotyledonae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiceae

Genus : Theobramae

Spesies : Theobromae cacao

Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan (perennial) dan

merupakan tanaman dikotil yang mempunyai 10 pasang kromosom dan termasuk

tanaman menyerbuk silang (cross pollination). Theobroma cacao dibagi dalam

dua subjenis, yaitu T. cacao dan T. sphaerocarpum (chev.) Cuatr. Subjenis T.

cacao dikelompokkan menjadi empat forma, yaitu (1) forma cacao: sifat biji bulat,

biji berkualitas tinggi, dan kotiledon berwarna putih, (2) forma pentagonum:

berbiji bulat besar, kualitas biji bagus, dan kotiledon berwarna putih, (3) forma

leiocarpum: biji membulat (plum), kualitas biji bagus, kotiledon berwarna putih

atau ungu pucat, dan (4) forma lacandonense: kakao liar yang berasal dari

Meksiko.
9

Pertumbuhan tanaman subjenis T. sphaerocarpum lebih vigor, kuat,

produktivitasnya lebih tinggi, lebih tahan hama dan penyakit dibandingkan T.

cacao. Permukaan kulit buah relatif halus, kulit buah tipis tetapi keras/liat. Bentuk

biji lonjong (oval), pipih, dan kecil, kotiledon berwarna ungu gelap, mutu biji

beragam dan lebih rendah dibandingkan T. cacao. Anggota dari subjenis T.

sphaerocarpum adalah kakao lindak (bulk cocoa) da Forastero.

Kelompok kakao lainnya adalah hasil persilangan alami (hybrida) antara

Criollo (subjenis T. cacao) dengan Forastero (subjenis T. sphaerocarpum)

sehingga jenis ini sangat eterogen. Kakao hasil persilangan ini mempunyai

sifatmorfologi, fisiologi, daya hasil dan mutu biji yang beragam. Beberapa klon

dari kelompok ini disebut kakao mulia jika keping biji segarnya berwarna putih,

sedangkan dinamakan kakao lindak jika keping biji segarnya berwarna ungu.

Kakao jenis ini menghasilkan biji kakao fine lavour cocoa dan ada yang termasuk

dalam bulk cocoa. (Martono, 2018).

Pemanenan kakao dimulai setelah buahnya masak yang ditandai oleh adanya

perubahan warna kulit buah. Buah yang waktu muda berwarna hijau setelah

masak akan menjadi berwarna kuning sedangkan buah yang mudanya berwarna

merah setelah masak akan menjadi berwarna orange. Dari saat pembuahan sampai

buah siap panen perlu rata-rata 6 bulan.

Pemetikan buah kakao dilakukan dengan memotong tangkai buah

menggunakan pisau tajam agar tempat tangkai buah yang menempel dengan

batang/ cabang tidak terkelupas atau rusak. Buah yang dipetik hendaknya buah

yang sudah masak sebab buah yang kurang masak kandungan gula pada pulpnya
10

kurang, dan ini berakibat terhadap kurang baiknya hasil fermentasi biji cokelat

(Artha, 2017). Menurut (Husna; Suherman & Nuryanti; 2017) kandungan gizi

dalam biji kakao dapat dilihat dari Tabel 2.1.1 berikut :

Tabel 2.1.1 Kandungan Gizi Cokelat

Sumber : Husna; Suherman & Nuryanti; 2017

Trigliserida cokelat didominasi oleh stearat jenuh (34 %) dan palmitik (27 %)

asam lemak dan asam oleik tak jenuh rantai tunggal (34 %). Disamping memiliki

kandungan gula dan lemak yang tinggi, cokelat memiliki kontribusi yang baik

untuk kesehatan manusia yang mengandung antioksidan, terutama polifenol

termasuk juga flavonoid seperti epikatekin, katekin, dan terutama juga prosianidin

(Afoakwa, 2010). Kadar air yang dimiliki oleh biji kakao basah yaitu 50 – 55 %

sehingga harus diturunkan menjadi 7 % agar umur simpan kakao dapat lebih lama

(Yuwono, 2017).

Standar mutu biji cokelat Indonesia tercantum pada Standar Nasional

Indonesia (SNI) 2323:2008. Menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan


11

dalam tiga jenis mutu yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran berat

bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 gram contoh, biji kakao

digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan :

AA : maksimum 85 biji per seratus gram;

A : 86 – 100 biji per seratus gram;

B : 101 - 110 biji per seratus gram;

C : 111 – 120 biji per seratus gram;

S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram.

Syarat kelas mutu biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2.1.2 berikut.

Tabel 2 1.2 Kelas mutu biji cokelat berdasarkan SNI 2323:2008

Sumber : Ariyanti, 2017

2.2 PRODUK OLAHAN COKELAT

Suatu produk cokelat yang dihasilkan berawal dari buah tanaman kakao

kemudian diproses melalui beberapa tahapan yang relatif panjang. Melalui proses

pascapanen yang meliputi proses pengolahan dan pengeringan, akan dihasilkan

biji-biji kakao kering yang siap dikirim ke pabrik pengolahan/prosesor. Oleh

pengolahan, biji kakao kemudian diolah menjadi produk-produk setengah jadi

atau produk-produk yang sudah jadi (Wahyudi, 2008).


12

Chocolate Monggo mengolah cokelat menjadi berbagai jenis produk dengan

varian rasa dan juga varian bentuk. Cokelat monggo merupakan sebuah cokelat

couverture yaitu cokelat yang menggunakan bahan dasar mentega kakao dan

lemak nabati dari biji kakao. coklat hanya bisa disebut coklat couverture apabila

presentase mentega kakao yang dikandung antara 32- 39% dan total persentase

mentega kakao dan cocoa solid yang dikandung minimal 54%. Dengan

kandungan 100% mentega kakao, coklat monggo mempunyai keunggulan,

diantaranya dari segi rasa yang enak dan pekat, tekstur yang lembut dan meleleh

di mulut, serta bermanfaat bagi kesehatan.mayoritas coklat produksi lokal yang

ada di pasaran dibuat menggunakan coklat kompon yang merupakan campuran

dari bubuk kakao dan lemak nabati (minyak sayur hingga lemak babi). hal inilah

yang membedakan coklat monggo dengan coklat kebanyakan karena sama sekali

tidak menggunakan coklat compound sebagai bahan dasar demi menjaga kualitas.

Coklat monggo sehat dan baik untuk dikonsumsi. coklat hitam couverture

yang menjadi produk utama coklat monggo menempati peringkat tertinggi

makanan dengan kandungan antioksidan paling tinggi, disusul dengan milk

chocolate di peringkat kedua, dan kismis di peringkat ketiga. Monggo adalah

produk cokelat pertama khas Indonesia yang dibuat dengan menggabungkan

bahan bahan premium dan memulai proses yang panjang sehingga tercipta produk

coklat asli Indonesia dengan kualitas terbaik. Coklat monggo mempunyai

beragam varian produk yang ditawarkan, baik dari segi bentuk ukuran dan

komposisi coklat serta harga. Berikut merupakan varian produk Cokelat Monggo:
13

3.1.1 Bars (Cokelat Batang)

Cokelat jenis bars adalah cokelat batang dengan berat 40 gr. Produk jenis

ini mempunyai 11 varian rasa, yaitu :

1. Caramello, yaitu cokelat dengan isian krim karamel

2. Praline, yaitu cokelat dengan isian krim kacang mete

3. Strawberry, yaitu cokelat dengan isian pasta buat stroberi

4. Mangga, yaitu cokelat dengan isian pasta buah mangga

5. Durian, yaitu cokelat dengan isian pasta buah durian

6. Marzipan, yaitu cokelat dengan isian adonan yang terbuat dari kacang

almond dan gula.

7. Hazelnut, yaitu cokelat dengan isian kacang hazelnut

8. Kurma, yaitu cokelat dengan isian pasta buah kurma

9. Dark, yaitu cokelat dengan kandungan kakao 58% tanpa isian

10. Milk, yaitu cokelat dengan kandungan kakao 41% dan susu

11. White, yaitu cokelat putih tanpa isian dengan kandungan kakao sekitar

30%

3.1.2 Tablets (Cokelat Papan)

Cokelat jenis tablets adalah cokelat papan dengan berat 80 gr. Produk

jenis ini mempunyai 11 varian rasa yaitu:

1. Dark 69%, yaitu cokelat dengan kandungan kakao sebesar 69% tanpa

isian
14

2. Dark 58%, yaitu cokelat dengan kandungan kakao sebesar 58% tanpa

isian

3. Milk, yaitu cokelat dengan kandungan susu yang tinggi dan mempunyai

komposisi kakao sebesar 41%

4. Organic cashew, yaitu cokelat dengan isian olahan kacang mete organik

5. Orange peel, yaitu cokelat dengan isian olahan kulit jeruk sunkis

6. Macadamia, yaitu cokelat dengan isian kacang macadamia

7. Ginger, yaotu cokelat dengan isian selai jahe

8. Red Chili, yaitu cokelat dengan isian olahan cabai krispi pedas

9. Nutmeg, yaitu cokelat dengan isian manisan buah pala

10. Cinnamon, yaitu cokelat dengan rasa kayu manis

11. Cocoa nibs, yaitu cokelat hitam 69% dengan isian remah biji kakao

panggang dengan kandungan kakao total sebanyak 74%.

3.1.3 Souvenirs (Cokelat Oleh-Oleh)

Souvenir adalah cokelat oleh-oleh jenis tablet seberat 100 gr. Produk

jenis ini mempunyai 8 varian, yaitu:

1. Borobudur, yaitu cokelat dengan isian jahe yang kemasannya

terdapat gambar stupa Candi Borobudur

2. Petruk, yaitu cokelat dengan kandungan 58% cokelat hitam yang

pada kemasannya terdapat gambar tokoh wayang Petruk

3. Semar, yaitu cokelat dengan isian kismis dan kacang mete yang

pada kemasannya terdapat gambar tokoh wayang Semar


15

4. Gareng, yaitu cokelat dengan isian praline yang kemasannya

terdapat gambar tokoh wayang Gareng

5. Mulatani, yaitu cokelat dengan isian cabai krispi merah yang pada

kemasannya terdapat gambar tokoh wayang Mulatani

6. Becak, yaitu cokelat dengan isisan kacang mete yang pada

kemasannya terdapat gambar alat trasportasi becak

3.1.4 Souvenirs Box (Kotak Cendramata)

Souvenir Box (kotak Cendramata) merupakan produk dengan kemasan

khusus oleh-oleh yang didalamnya terdapat jenis cokelat khusus oleh-

oleh, antara lain:

1. Box Punakawan, yaitu box berisis 24 cokelat hitam 58% berukuran

kecil dengan berat masin-masing 5,5 gram. Kemasan cokelat

bergambar tokoh-tokoh wayang Punakawan dan tertera tulisan “The

Chocolate of Jogja” pada sampul box

2. Box cenderamata, box berwarna hijau berisi 3 buah cokelat tablet

100 gram

3. Stupa, yaitu box warna putih berisis 10 cokelat hitam 58% kakao

berbentuk Stupa Candi Borobudur dengan berat masing-masing 9 gram

4. Box Batik, yaitu box dengan motif batik trunrum berisi 9 varian

cokelat batang sejumlah 10 buah dengan berat masing-masing 40

gram, varian cokelat yang termasuk dalam box batik ini yaitu cokelat
16

hitam 58% kakao, Praline, Caramello, cokelat susu 41% kakao,

Mangga, Durian, Strawberry, Marzipan, dan White Chocolate.

5. Box wayang, yaitu box yang didalamnya berisi 5 buah cokelat

praline berbentuk tokoh wayang Punakawan: Sema, Gareng, Petruk,

Bagong, dan Gunungan sebagai ikon khas pewayang Jawa. Berat

masing-masing cokelat tersebut 16 gram

6. Lucky Cat, yaitu box yang didalamnya berisi 3 buah cokelat

berbentuk kucing dengan berat masing-masing 30 gram

7. Javasik, yaitu cokelat susu dengan kandunga kakao 41% berbentuk

dinosaurus. Dalam setiap kemasan, berisi 12 buah cokelat dengan berat

masing-masing 10 gram.

3.1.5 Seasonal Events (Produk Musiman)

Produk seasonal events (produk musiman) merupakan cokelat yang

hanya diproduksi dan di jual pada perayaan peristiwa/hari besar

tertentu, antara lain:

1. Imlek

a. Cokelat praline spesial dengan ornamen berwarna emas diatasnya

b. Neko, merupakan cokelat hitam seberat 60 gram berbentuk kucing

beruntung dalam legenda Tionghoa, yaitu Makeni Neko. Varian

cokelat ini diproduksi dalam rangka perayaan Imlek pada tahun 2012.

2. Natal
17

a. Christmas Box, yaitu berisi cokelat berbentuk Santa Klaus dengan

berat 100 gram

b. Christmas Box 2, yaitu box cokelat berisi empat varian : Milk,

Praline, Stroberi, dan Dark Chocolate 58%

c. Snowman Coffe Box, yaitu box yang didalamnya terdapat cokelat

praline berbentuk manusia salju yang terbuat dari cokelat putih berisi

krim kopi. Berat total produk ini adalah 75 gram.

d. Medium Santa, yaitu cokelat berbentuk Santa Klaus dengan berat 60

gram, terbuat dari cokelat hitam dengan kandungan kakao 58%.

3. Paskah

a. Easter egg, yaitu cokelat berbentuk telur dengan berat 100 gram

b. Medium egg, yaitu cokelat berbentuk telur seberat 60 gram dengan

kandungan kakao 58%

c. Easter egg, yaitu cokelat berbentuk telur dengan varian dark, white,

dan milk, yang dikemas dalam kemasan warna biru

d. Giant rabbit, yaitu cokelat berbentuk kelinci seberat 310 gram dan

terbuat dari cokelat hitam yang dipadukan dengan cokelat putih

e. Easter Lollypop, yaitu cokelat lolipop yang teerdiri dari 3 varian :

dark, milk, dan white chocolate dengan berat 20 gram.


18

4. Valentine

a. Mini Ballotine, yaitu box elegan berwarna merah muda atau cokelat

dengan ballotine mungil berisi 2 buah cokelat praline berbentuk hati

dengan isian pasta stroberi dan krim kacang mete

b. Square box, yaitu box elegan berwarna pink berisi 5 dan 12 buah

cokelat praline dengan isian pasta stroberi dan krim kacang mete

c. Together Box Valentine, yaitu box berisi dua bar varian Cokelat

Monggo : Stroberi dan Praline dengan berat masing-masing 40 gram.

Varian cokelat ini diproduksi dalam perayaan Valentine pada tahun

2014

d. My Sweet Heart, yaitu box berbentuk hati berisi 15 varian cokelat

praline spesial. Keseluruhan varian mempunyai berat 180 gram.

5. Piala Dunia

a. Chocolate Trophy, yaitu cokelat yang berbentuk menyerupai tropi

piala dunia yang terbuat dari cokelat hitam 58% kakao

b. Lollypop. Yaitu cokelat lolipop berbentuk menyerupai bola sepak

dengan berat 12 gram

c. Chocolate Netball, yaitu box berisi 5 buah cokelat berbentuk bola

yang terbuat dari cokelat hitam 58% kakao dengan krim kacang mete

di dalamnya

d. Side Coffe Punakawan Football, yaitu box berisi 32 buah cokelat

yang merepresentasikan bendera negara-negara yang ikut bertanding


19

dalam Piala Dunia. Tiap cokelat memiliki berat 5 gram yang terbuat

dari cokelat hitam 58% kakao.

6. Halloween

a. Worms in Dark, yaitu cokelat hitam seberat 100 gram yang berisi

permen jeli berbentuk cacing. Varian cokelat ini diproduksi dalam

rangka perayaa Halloween pada tahun 2011

b. Frog Marmalade, yaitu cokelat hitam dengan kandungan 58%

kakao dengan isian selai pandan. Varian ini mempunyai berat 40 gram

dan 100 gram

c. Kaki Laba-Laba Gore, yaitu cokelat hitam dengan kandungan 58%

kakao dengan beras krispi asin. Varian ini mempunyai berat 40 gram

dan 100 gram

d. The Giant Pumpkin, yaitu cokelat hitam seberat 130 gram dengan

kandungan 58% kakao berbentuk labu Jack O’lantern

e. Box Peti Mati, yaitu box seberat 100 gram yang berisi cokelat hitam

dan cokelat putih berbentuk mahkluk-mahkluk menyeramkan khas

Halloween.

f. Lollypop, yaitu cokelat lolipop berbentuk nenek sihir, tengkorak,

labu, dan mahkluk-mahkluk menyeramkan lainnya.


20

7. Idul Fitri

Varian cokelat spesial dalam rangka perayaan Hari Raya idul Fitri

yaitu produk cokelat hitam dengan kandungan kakao 58% seberat 100

gram berisi buah kurma. Selain itu juga terdapat produk cokelat

praline dengan isian buah kurma.

3.1.6 Horeka (Hotel, Restoran, dan Kafe) dan Label Pribadi

Produk ini dapat ditambahka label/merek sebagai identitas perusahaan

(hotel, restoran, dan kafe) yang dicantumkan pada kemasan cokelat.

Jenis produk ini mempunyai 3 varian, yaitu :

1. Cokelat couverture 58% yaitu potongan cokelat dengan kandungan

58% kakao

2. cokelat couverture 69% yaitu potongan cokelat dengan kandungan

69% kakao

3. Side Coffe Chocolate, yaitu cokelat berukuran kecil untuk disajikan

bersama kopi atau minuman lain di dalam hotel atau restoran.

3.1.7 Custom Product (Produk Pesanan)

Merupakan cokelat yang dapat dipesan untuk acara tertentu sepeti

acara ulangtahun, acara pernikahan, acara perusahaan, ataupun promosi.

Penambahan foto pribadi pada kemasan juga dibolehkan dalam pemesanan

cokelat monggo ini dengan berbagai ukuran yaitu 40 gram, 80 gram, dan 100

gram.
21

2.3 QUALITY FUNCTION DEPLOMENT

Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu cara untuk

meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen

yang menghubungkannya dengan kebutuhan teknis untuk menghasilkan barang

dan jasa (Marimin, 2004). Konsep Quality Function Deployment dan pendekatan

desain dikenalkan oleh Profesor Akao pada tahun 1966 sebagai alat

pengembangan produk untuk meningkatkan desain dengan cara menterjemahkan

kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam suatu desain ( Wood; dkk, 2016).

Quality Function Deployment dikembangkan untuk menjamin produk yang

masuk ke tahap produksi benar-benar mampu memuaskan kebutuhan pelanggan

dengan cara menetapkan level kebutuhan kualitas dan memaksimukan kesesuaian

dari setiap tahap pengembangan produknya. Fokus terutama dari Quality Function

Deployment itu sendiri adalah keterlibatan pelanggan dalam proses

pengembangan produk ataupun jasa seawal mungkin (Sularto & Yunitasari,

2015).

Alasan dipilihnya QFD sebagai metode yang akan digunakan adalah karena

fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan

produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan

tidak akan puas terhadap suatu produk, meskipun produk berhasil dibuat tanpa

cacat bila produk tersebut tidak diinginkan atau dibutuhkan pelanggan (Tjiptono,

2001).

Keuntungan yang didapatkan ketika menggunakan metode QFD adalah

sebagai berikut (Revelle; dkk, 1998) :


22

1. Memperjelas area dimana tim pengembang produk perlu untuk memenuhi

informasi dalam mendefenisikan produk atau jasa yang akan memenuhi

kebutuhan konsumen.

2. Memiliki bentuk yang jelas dan teratur dan juga adanya kemampuan untuk

penelurusan kembali pada kebutuhan konsumen dari seluruh data atau

informasi yang tim produk butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat

dalam hal defenisi, desain, produksi dan penyediaan produk atau jasa.

3. Menyediakan forum untuk analisis masalah yang timbul dari data yang

tersedia mengenai kepuasan konsumen dan kemampuan kompetensi

produk atau jasa.

4. Menyimpan perencanaan untuk produk sebagai hasil keputusan bersama.

5. Dapat digunakan untuk mengkomunikaskan rencana terhadap produk

untuk mendukung manajemen dari pihak lainnya yang bertanggung jawab

terhadap implementasi dari rencana tersebut.

Tujuan Quality Function Deployment itu sendiri yaitu menjamin bahwa

produk yang dihasilkan dapat memenuhi tingkat kualitas yang memuaskan

pelanggan dan dengan adanya Quality Function Deployment mampu mengungkap

kesenjangan kualitas produk dan layanan dengan fakta yang diterima pelanggan

sehingga perlu dilakukan tindakan teknis peningkatan sumber daya manusia dan

manajemen (Efendi, 2007). Adapun prinsip dari QFD adalah diawali dengan suara

konsumen atau sering disebut dengan voice of customer yang kemudian

diterjemahkan menjadi kebutuhan teknis produk yang akan dipenuhi oleh pihak

perusahaan. Metode QFD tidak mencapai tahap pembuatan dan pengujian


23

prototipe namun hanya membantu dalam mengetahui kebutuhan-kebutuhan teknis

yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan agar terpenuhi kualitas yang

diinginkan dan mengurangi keluhan pelanggan akan produk-produknya. Salah

satu perbedaan QFD dengan metode lainnya yaitu QFD memiliki unsur

benchmarking. Dalam pengisian kuesioner, responden akan diminta untuk

mengisi perbandingan kinerja antara produk serupa yang sudah ada dipasaran

dengan harapan terhadap produk yang sedang dirancang.

Penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya

desain sebesar 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkannya

kualitas desain, QFD berperan besar meningkatkan kerjasama tim interfungsional

yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran, riset dan

pengembangan, manufaktur dan penjualan. Selain itu juga ada beberapa manfaat

yang dapat diperoleh dari QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan

daya saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktivitasnya secara

berkesinambungan. Manfaat QFD tersebut antara lain (Tjiptono, 2001) :

1. Fokus pada pelanggan

Organisasi Manajemen Mutu Terpadu (MMT) merupakan organisasi yang

berfokus pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukan dan

umpan balik dari pelanggan. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke

dalam sekumpulan persyaratan pelanggan yang spesifik. Kinerja organisasi

dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut dipelajari dengan teliti


24

sehingga organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan

pesaingnya memenuhi kebutuhan pelanggan.

2. Efesiensi waktu

QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan

pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasi dengan

jelas. Pemborosan waktu yang disebabkan adanya spesifikasi yang tidak

penting dapat dihindari dalam penerapan QFD ini.

3. Orientasi kerjasama tim

MMT merupakan pendekatan kerjasama tim. Semua keputusan dalam

proses berdasarkan pada konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam

dan brainstorming. Penerapan MMT juga mengharuskan setiap individu

memahami posisinya yang paling tepat dalam proses tersebut agar dapat

terbentuk kerjasama tim yang lebih kokoh.

4. Orientasi pada dokumentasi

Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen

komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala

proses dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan. Dokumen ini


25

berubah secara konstan setiap kali ada informasi baru yang dipelajari

sehingga setiap kali terdapat informasi baru maka informasi lama akan

dibuang. Informasi yang baru mengenai persyaratan pelanggan dan proses

internal sangat berguna bila terjadi turnover.

Tahapan penggunaan QFD menurut Revelle;dkk tahun 1998 yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan mengenai keinginan

pelanggan dari suatu produk ataupun jasa.

2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang ataupun jasa

untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan kebutuhan teknis.

Hubungan ini dapat berpengaruh lemah, sedang ataupun kuat dan

diberikan bobot untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas

produk.

4. Perbandingan kinerja layanan. Tahap ini adalah tahap membandingkan

dengan pesaing dengan pemberian bobot 5 untuk yang terbaik dan

bobot 1 untuk yang terburuk.

5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan kualitas produk atau jasa

perusahaan dengan produk pesaing.

Salah satu metode yang erat kaitannya dengan Quality Function

Deployment adalah House of Quality (HOQ). Matriks House of Quality

merupakan quality tables yang dimodifikasi dengan menambahkan atap yang


26

berbentuk segitiga. Kekuatan yang utama dari matriks ini adalah kemampuannya

untuk beradaptasi sesuai kebutuhan dari suatu permasalahan (Yuniarto, 2004).

Dengan membangun HOQ maka perusahaan dapat mengetahui secara persis apa

yang akan menjadi kebutuhan pelanggan pada saat sekarang dan bagaimana

perusahaan dapat mengalokasikan segenap sumber daya yang dimilikinya untuk

memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. HOQ juga dapat digunakan sebagai

dokumen yang menjadi acuan pengembangan produk atau jasa dimasa yang akan

datang (Sadono; Mulyati; dan Purwanto, 2000). Ranah aplikasi yang terbesar dari

metode HOQ adalah mengidentifikasi target desain berdasarkan kebutuhan

konsumen, tingkat kesulitan teknologi, dan keuntungan pesaing dari produk

ataupun jasa (Yang; dkk, 2015).

Tujuan dibangun HOQ adalah:

1. Mengidentifikasi atau mengevaluasi kebutuhan atau keinginan konsumen

2. Mengidentifikasi hubungan antara kebutuhan konsumen dengan

kebutuhan teknis (Product Technical Requirements/PRTs)

3. Mengevaluasi PRTs

4. Menetapkan nilai target untuk PRTs

Output yang didapatkan dari pembuatan HOQ adalah :

1. Dokumen tentang kebutuhan konsumen

2. Kebutuhan teknis dari pengukuran target

3. Kebutuhan pasar

4. Atribut produk

5. Analisis kompetitif
27

Ada empat tahap menerjemahkan keinginan konsumen menuju proses

perancangan produk. Tahapan tersebut adalah (Henuk; dkk, 2011):

1. Tahap Perencanaan Produk (House of Quality)

Rumah kualitas atau biasa disebut juga House of Quality (HOQ)

merupakan tahap pertama dalam penerapan metodologi QFD. Secara garis besar

matriks ini adalah upaya untuk mengkonversi voice of customer secara langsung

terhadap persyaratan teknis atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang

dihasilkan.

Gambar 2.3 1 House of Quality (HOQ)

1. Bagian A

Berisikan data atau informasi yang diperoleh dari penelitian pasar atas

kebutuhan dan keinginan konsumen. “Suara konsumen” ini merupakan input

dalam HOQ. Metode identifikasi kebutuhan konsumen yang biasa digunakan

dalam suatu penelitian adalah wawancara, baik secara grup atau perorangan.
28

2. Bagian B

Berisikan tiga jenis data yaitu: Tingkat kepentingan dari tiap kebutuhan

konsumen. Data tingkat kepuasan konsumen terhadap produk-produk yang

dibandingkan. Tujuan strategis untuk produk atau jasa baru yang akan

dikembangkan.

3. Bagian C

Berisikan persyaratan-persyaratan teknis terhadap produk atau jasa baru

yang akan dikembangkan. Data persyaratan teknis ini diturunkan berdasarkan

“suara konsumen” yang telah diperoleh pada bagian A. Untuk setiap persyaratan

teknis ditentukan satuan pengukuran, dan target yang harus dicapai. Pengukuran

terdiri dari 3, yaitu: Semakin besar semakin baik (target maksimal tidak terbatas),

Semakin kecil semakin baik (target maksimal adalah nol) dan Target

maksimalnya adalah sedekat mungkin dengan suatu nilai nominal dimana tidak

terdapat variasi disekitar nilai tersebut.

4. Bagian D

Berisikan kekuatan hubungan antara persyaratan teknis dari produk atau

jasa yang dikembangkan (bagian C) dengan “suara konsumen” (bagian A) yang

mempengaruhinya. Kekuatan hubungan ditunjukkan dengan symbol tertentu atau

angka tertentu, antara lain:

• Strongly linked

o Moderate linked

Δ Possibly linked

- Not linked (Blank)


29

Berikut ini penilaian kekuatan relasi, ada empat kemungkinan korelasi:

Not linked (Blank) diberi nilai nol (perubahan pada persyaratan teknis, tidak akan

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan), Possibly linked diberi nilai 1

(perubahan yang relative besar pada persyaratan teknis akan memberi sedikit

perubahan pada kepuasan pelanggan), Moderate linked diberi nilai 3 (perubahan

yang relative besar pada persyaratan teknis akan memberikan pengaruh yang

cukup berarti pada kepuasan pelanggan), Strongly linked diberi nilai 9 (perubahan

yang relative kecil pada persyaratan teknis, akan memberikan pengaruh yang

cukup berarti pada kepuasan pelanggan).

5. Bagian E

Berisikan keterkaitan antar persyaratan teknis yang satu dengan

persyaratan teknis yang lain yang terdapat pada bagian C. Korelasi antar

persyaratan teknis tergantung pada pengukuran dari setiap persyaratan teknis, ada

dua kemungkinan:

o Positive Impact

(Perubahan pada persyaratan teknis 1 yang akan menimbulkan pengaruh

positif terhadap pengukuran persyaratan teknis 2)

x Negative Impact

(Perubahan pada persyaratan teknis 1 yang akan menimbulkan pengaruh

negatif yang sedang terhadap pengukuran persyaratan teknis 2)

6. Bagian F

Berisikan tiga macam jenis data, yaitu: Tingkat kepentingan (ranking)

persyaratan teknis, technical benchmarking dari produk yang


30

dibandingkan dan target kinerja persyaratan teknis dari produk yang

dikembangkan.

2. Tahap Perencanaan Komponen (Part Deployment)

Part Deployment merupakan tahap kedua dalam metode QFD. Berikut ini

adalah struktur matrik pada Part Deployment:

Gambar 2.3 2 Matriks Perencanaan Komponen

1. Bagian A

Bagian ini berisi persyaratan teknis yang diperoleh dari QFD

iterasi 1.

2. Bagian B

Bagian ini berisi hasil normalisasi kontribusi persyaratan

teknis yang diperoleh dari QFD iterasi 1.

3. Bagian C
31

Bagian ini berisi: Persyaratan part yang berhubungan dan

bersesuaian dengan persyaratan teknis yang diperoleh pada QFD

iterasi 1 dan pengukuran dari masing-masing persyaratan part.

4. Bagian D

Bagian ini menggambarkan hubungan diantara persyaratan

part dan persyaratan teknis. Sehingga hubungan ini didasarkan

pada dampak persyaratan part terhadap persyaratan teknis.

5. Bagian E

Bagian ini berisi; Part specification (satuan dari

persyaratan part), Column weight (kontribusi dari persyaratan part)

dan Target Spesifikasi yang ingin dicapai oleh masing-masing

persyaratan part dalam rangka pengembangan.

3. Tahap Perencanaan Proses (Proses Deployment)

Operasi proses kunci ditentukan oleh karakter kualitas bagian dari matriks

sebelumnya.

4. Tahap Perencanaan Produksi (Manufacturing/ Production Planning)

Persyaratan produksi ditentukan dari operasi proses kunci. Pada fase ini

dihasilkan prototype dari peluncuran produk Proses QFD dimulai dari riset

segmentasi pasar untuk mengetahui siapa pelanggan produk perusahaan dan

karakteristik serta kebutuhan pelanggan, kemudian mengevaluasi tingkat

persaingan pasar. Hasil dari riset pasar diterjemahkan kedalam desain produk
32

secara teknis yang sesuai atau cocok dengan apa yang dibutuhkan pelanggan.

Setelah desain produk dilanjutkan dengan desain proses, yaitu merancang

bagaimana proses pembuatan produk sehingga diketahui karakteristik dari setiap

bagian atau tahapan proses produksi. Kemudian ditentukan proses operasi atau

produksi dan arus proses produksi. Akhirnya disusun rencana produksi dan

pelaksanaan produksi yang menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan

pelanggan.

Menurut Desiawan pada tahun 2010, langkah-langkah dalam membuat House of

Quality Customer Requirements to Technical Requirement adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi suara pelanggan

Suara pelanggan (voice of customer) merupakan masukan utama bagi

proses pembuatan HOQ. Dari pelanggan diperoleh apa yang sebenarnya

pelanggan butuhkan dan inginkan keberadaannya dalam produk/jasa yang

ditawarkan. Data-data tersebut diperoleh melalui survey, ataupun dengan

menggunakan studi literasi maupun dengan diskusi kelompok dengan

pihak-pihak yang memahami akan suara pelanggan. Membuat matrik

informasi pelanggan. Matriks informasi pelangganatau tabel pelanggan

adalah bagian horizontal dari matrik HOQ. Tahapan-tahapan penyusunan

matriks tersebut sebagai berikut:

a. Menentukan daftar atribut keinginan pelanggan (customer

requirements)

b. Mengidentifikasi tingkat kepentingan (level of importance)


33

c. Mengevaluasi produk/jasa (custumer competitive evaluation) yang

ditawarkan perusahaan untuk setiap atribut keinginan pelanggan, yang

dinyatakan dalam tingkat kepentingan pelanggan (customer rating).

Data-data untuk melakukan kedua tahapan pertama diperoleh dari hasil

survey yang dilakukan pada langkah sebelumnya, sedangkan untuk

langkah yang ketiga digankan data hasil pengolahan yang terdapat pada

tabel tingkat kepentingan dan tabel evaluasi kompetitif.

2. Membuat matrik kebutuhan teknikal. Dalam menyelesaikan tabel

informasi teknikal ini, tim perancang dapat mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Identifikasi respon teknikal yang diperlukan untuk memenuhi

keinginan pelanggan. Respon teknikal merupakan karakteristik desain

yang menjelaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang

diekspresikan dalam bahasa desiner atau teknik. Pada intiny respon

teknikal adalah “HOWs” dengan mana perusahaan akan menganggapi

“WHATs”-atribut keinginan pelanggan.

b. Menentukan hubungan antara respon teknikal dengan keinginan

pelanggan. Hubungan ini ditentukan oleh tim QFD sendiri karena

aspek-aspek yang dinilai tidak dapat dimengerti oleh orang awam.

c. Menghitung nilai bobot respon teknikal

Penilaian respon teknikal dihitung berdasarkan tingkat keterhubungan

antar respon teknikal terhadap keinginan pelanggan dan tingkat

kepentingan. Bobot respon teknikal merupakan suatu ukuran yang


34

menunjukkan respon teknikal yang perlu mendapatkan perhatian atau

prioritas dalam hubungannya dengan pemenuhan keinginan pelanggan.

Prioritas tersebut tergantung dari kepentingan absolute (absolute

importance – AI) dan kepentingan relative (Relative importance – RI).

Kepentingan absolute merupakan suatu indikasi yang menunjukkan

keinginan pelanggan yang paling utama yang harus segera dipenuhi

oleh perusahaan dalam hubungannya dengan teknikal. Sedangkan

kepentingan relative merupakan angka dalam persen kumulatif.

d. Penentuan arah pengembangan

Arah pengembangan (direction of improvement – DOI) merupakan

arah perubahan yang harus dilakukan perusahaan terhadap respon

teknikal untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Simbol-simbol

yang digunakan pada ruang arah pengembangan adalah sebagai

berikut:

1. ( ) simbol ini dipergukanan pada respon teknikal yang akan

meningkatkan kepuasan pelanggan apabila lebih besar, lebih

tinggi, lebih berat atau singkatnya “more”.

2. ( ) simbol ini dipergunakan pada respon teknikal yang akan

meningkatkan kepuasan pelanggan apabila lebih kecil, lebih

pendek, lebih ringan, atau singkatnya “less”.

3. (o) simbol ini dipergunakan pada respon teknikal yang akan

memberikan kepuasan pada pelanggan apabila terdapat pada target

(jangkauan nilai) tertentu.


35

e. Penentuan korelasi teknikal

Korelasi teknikal (technical correlation) merupakan hubungan saling

keterkaitan antar masing-masing respon teknikal.

3. Menentukan target

Dari respon teknikal serta evaluasinya, perusahaan selanjutnya

menentukan target yang ingin dicapai, yaitu penentuan respon teknikal

yang dapat memenuhi keinginan pelanggan. Target ini ditentukan

berdasarkan pada skala nilai yang sama dengan evaluasi respon teknikal

atau dapat pula berupa keterangan tidakan yang akan diambil.

Gambar 2.3 3 Bagan House of Quality


36

2.4 UJI VALIDITAS DAN REABILITAS

Uji Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu

instrumen/kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan antara r hitung

dan r tabel melalui tahapan analisis, sebagai berikut (Sitinjak; dkk, 2004):

Keterangan :

X = skor masing-masing variabel yang ada di kuesioner

Y = skor total variabel kuesioner

N = jumlah responden

Rxy = korelasi antara variabel X dan Y

Kriteria pengujian adalah :

r hitung > r tabel valid

r hitung < r tabel tidak valid

Jika alat ukur telah dinyatakan valid, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut

diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat

pengukuran di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur

seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang

konsisten (Umar, 2003).

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach's Alpha. Metode

ini digunakan apabila akan menguji suatu alat ukur yang terdiri dar beberapa
37

pertanyaan, biasanya dalam bentuk skala. Menurut Sugiyono (1999), rumus yang

dipakai untuk mengetahui perkiraan Cronbach's Alpha adalah sebagai berikut :

Dimana:

Ri = reliabilitas item ΣS1 2= varian x (butir)


k = jumlah butir St 2 = varian total (y)

Metode ini digunakan karena dapat menampilkan koefisien keandalan

minimal dari keandalan yang sebenarnya (Azwar, 1992). Dengan menggunakan

metode ini, diharapkan akan diperoleh informasi dari suatu alat ukur yang benar

benar andal.
38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 OBJEK PENELITIAN

3.1.1 Objek Penelitian

Objek yang akan dijadikan bahan kajian penelitian adalah pengembangan

produk cokelat Monggo khas Yogyakarta.

3.1.2 Tempat Penelitian

Dalem KG III/978 RT 43 RW 10 Purbayan Kotagede, Daerah Istimewa

Yogyakarta.

3.1.3 Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah Februari 2019 – Mei

2019.

3.2 PENGUMPULAN DATA

3.2.1 Data yang diperlukan

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari wawancara,

observasi langsung di industri, serta kuesioner yang disebarkan kepada

para responden. Dalam penelitian ini, data primer yang di ambil adalah

sebagai berikut :

1. Profil Industri

2. Varian produk yang diproduksi


39

3. Spesifikasi produk

4. Tingkat produksi dan penjualan

5. Proses produksi produk

6. Data hasil penyebaran kuesioner pendahulu dan kuesioner lanjutan.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data-data pendukung yang diperoleh dari

sumber selain responden seperti buku, majalah, surat kabar, jurnal, dan

lain-lain.

3.2.2 Metode pengumpula data

a. Wawancara, yaitu pengumpula data dengan melakukan tanya jawab

secara langsung dengan pihak peusahaan Chocolate Monggo.

b. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku

dan laporan-laporan yang telah ada sebelumnya.

c. Observasi, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan

langsung tentang keadaan, kegiatan, cara kerja, serta melakukan

pencatatan

d. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada

responden yang digunakan unutk memperoleh informasi tentang hal-hal

yang ingin diketahui. Dalam penyusunan kuesioner dilakukan

pembobotan pada setiap item pertanyaan yang diajukan berdasarkan

skala Likert.
40

3.3 PENENTUAN SAMPEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini pengambilan sampel konsumen menggunakan

purposive sampling. Purposive Sampling adalah teknik sampling yang cukup

sering digunakan. Metode ini menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh

peneliti dalam memilih sampel. Kriteria pemilihan sampel terbagi menjadi

kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi merupakan kriteria sampel yang diinginkan peneliti

berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi merupakan kriteria

khusus yang menyebabkan calon responden yang memenuhi kriteria inklusi

harus dikeluarkan dari kelompok penelitian (Salamadian, 2017).

Pada penelitian ini responden yang dituju adalah konsumen yang sudah

pernah membeli serta memakan produk cokelat tradisional Chocolate

Monggo dan juga konsumen yang berperdapatan menengah keatas karena

target pasar dari Chocolate Monggo adalah konsumen dengan pendapatan

menengah keatas.

Karena populasi konsumen cokelat tradisional Monggo yang

berpendapatan menengah ke atas di Yogyakarta tidak diketahui jumlahnya

maka rumus yang dibutuhkan untuk mengetahui jumlah sampel menggunakan

rumus Lameshow (Muharnadiah, 2017) yaitu:


41

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα = Nilai standar dari distribusi sesuai nilai α = 5% = 1,96

P = Prevalensi outcome, karena data belum didapat, maka dipakai 50%

Q =1-P

L = Tingkat ketelitian 10 %

Berdasarkan rumus, maka :

Sehingga, diperoleh hasil jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah 96 responden.


42

3.4 TAHAPAN PENELITIAN

Gambar 3. 4 1 Tahapan Penelitian


43

Mulai

Penentuan atribut kebutuhan konsumen terhadap produk cokelat

Penentuan rancangan kebutuhan teknis

Analisis korelasi kebutuhan konsumen dengan kebutuhan teknis

Penentuan korelasi antar kebutuhan teknis

Analisis perbandingan kinerja


 Penentuan kinerja yang dirasakan konsumen (kenyataan)
 Penentuan kinerja yang diharapkan konsumen (harapan)

Pengembangan prioritas kebutuhan konsumen


 Penentuan tingkat kepentingan konsumen
 Penentuan tujuan masa depan produk
 Perhitungan rasio perbaikan
 Penentuan titik penjualan
 Perhitungan skala kepentingan konsumen dan
normalisasi skala kepentingan konsumen

Pengembangan prioritas kebutuhan teknis


 Penentuan tingkat kesulitan penerapan kebutuhan teknis
 Perhitungan skor kebutuhan teknis dan normalisasi skor
kebutuhan teknis

Penentuan arah perbaikan

Selesai

Gambar 3. 4 2 Tahapan Analisis Quality Function Deployment


44

DAFTAR PUSTAKA

Afoakwa, Emmanuel Ohene. Chocolate Science and Technology. Wiley

Blackwell. United Kingdom.

Anonim. 2018. Luas Tanaman Perkebunan menurut Jenisnya dan

Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta. Yogyakarta : Badan Pusat Statistik

Provinsi D.I Yogyakarta.

Anonim. 2018. Industri Kakao Tumbuh Pesat. Jakarta : Kementrian Perindustrian

Artha, I Nengah. 2017. Teknik Budidaya Tanaman Kakao. Dalam Bahan Ajar

(AH 43256) Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Udayana.

Aryanti, Melia. 2017. Karakteristik Mutu Biji Kakao (Theobroma cacao L)

dengan Perlakuan Waktu Fermentasi Berdasarkan SNI 2323-2008. Dalam

jurnal Industri Hasil Perkebunan. Vol. 12. No. 1. Hal 34-42.

Azwar, S.1992. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Liberty

Benner, M; Linnemanna, A.R; Jongen, WMF; dan Folstara, P. 2003. Quality

Fucntion Deploymen t (QFD) – Can It Be Used to Develop Food Product

?. Food Quality and Preference, 14. Halaman 327-339.

Desiawan, Victor Assani. 2010. Penerapan Quality Function Deployment dengan

Mengadopsi Penggabungan Metode Service Quality dan Kano Model

dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Layanan pada Bengkel Resmi

ATPM. Dalam Tesis Program Magister Teknik Industri Universitas

Indonesia.
45

Efendi, Zulman. 2007. Penerapan Quality Function Deployment (QFD) untuk

Peningkatan Kinerja Industri Kecil Bakso Sapi Berdasarkan Kepuasan

Pelanggan. Dalam Jurnal Sain Peternakan Indonesia. Vol. 2. No. 2.

Harsanto, Budi. 2013. Dasar Ilmu Manajemen Operasi. Bandung : Unpad Press

Henuk, Yohan G; Santoso, Christian Hanni; Kristanti Monika. 2011.

Perencanaan Quality Funvtion Deployment (QFD) pada Hotel Everbright

Surabaya. Dalam Penelitian Manajemen Perhotelan Universitas Kristen

Petra.

Husna, Asmaul; Suherman; Nuryanti, Siti. 2017. Pembuatan Tepung Dari Biji

Kakao (Theobroma cacao L) dan Uji Kualitasnya. Dalam Jurnal

Akademika Kimia. Volume 6. No. 2. Halaman 132-142.

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Bogor : Grasindo

Maritan, Davide. 2015. Practical Manual of Quality Function Deployment.

Springer. London.

Martono, Budi. 2018. Karakteristik Morfologi Kegiatan Plasma Nutfah Tanaman

Kakao.http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/publikasi/category/9

4 bunga-rampai-bioindustri-kakao?download=332%3A02a.-karakteristik-

morfologi-dan-kegiatan-plasma-nutfah-tanaman-kakao_edit-lila-ok-18-

sept. Diakses tanggal 23 Januari 2019. Pukul 10:21 WIB.

Muharnadiah, Haryani Indah Andi. 2017. Pengaruh Pengetahuan dan Job

Description Terhadap Kinerja Bidan Desa Pada Penyelenggara Pos


46

Kesehatan Desa (Poskesdes) Studi Observasional di Kabupaten Tanah

Bumbu. Dalam Jurnal Pharmascience. Vol. 4 No. 02 Halaman 227-239.

Putra, Husada Adnan. 2016. Peran UMKM dalam Pembangunan dan

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Blora. Jurnal Analisa Sosiologi.

Vol. 5 No. 2 Halaman 40-45.

Revelle, Jack B; Moran, John W; & Cox, Charles A. 1998. The QFD Handbook.

John Wiley & Sons. INC. New York

Rubiyo & Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi Dan Pengembangan Kakao

(Theobroma Cacao L) Di Indonesia. Dalam Jurnal Tanaman Industri dan

Penyegar. Vol. 3 No.1.

Sadono, Muhammad Sri; Mulyati, Tatik Guntarti; & Purwanto, Wahyu. 2000.

Implementasi Konsep Quality Function Deployment (QFD) untuk

Meningkatkan Kualitas Produk Usaha Bakery. Dalam Jurnal Agritech Vol.

20. No. 4. Hal 197-208.

Salamadian. 2017. 10 Teknik Pengambilan Sampel dan Penjelasannya Lengkap.

Dalam https://salamadian.com/teknik-pengambilan-sampel-sampling/.

Diakses pada tanggal 25 Januari 2019 pukul 09.07 WIB.

Sitinjak, Tony; dkk. 2004. Model Matriks Konsumen Untuk Menciptakan Superior

Customer Value. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 1999. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Penerbit CV Alfabeta

Sularta, Lana; Wardoyo; & Yunitasari, Tristyanti. 2015. User Requirement

Analysis for Restaurant POS and Accounting Application Using Quality


47

Function Deployment. Dalam jurnal Procedia – Social and Behavioral

Sciences in Science Direct. No. 169. Halaman 266-280.

Suwarto; Octavianty Yuke; & Hermawati, Silvia. 2014. Top 15 Tanaman

Perkebunan. Jakarta : Penebar Swadaya

Tjiptono, Fandi. 2001. Strategi Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit

Andi.

Umar, Huesin. 2003. Riset Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Wahyudi, T; Panggabean, T; & Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap KAKAO.

Jakarta : Penebar Swadaya

Wood, Lincoln C; dkk. 2016. Green Hospital Design : Integrating Quality

Function Deployment and End-User Demands. Dalam Jurnal Cleaner

Production Science Direct. Vol 112. Hal 903-913.

Yang, Qingchun; dkk. 2015. Application of House Quality in Evaluation of Low

Rank Coal Pyrolysis Polygeneration Technology. Dalam Jurnal Energy

Conversion and Management 99 Science Direct. Hal 231-241.

Yuniarto, Hari Agung. 2004. Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) untuk

Meningkatkan Kualitas Produk dan Kepuasan Konsumen. Dalam jurnal

Mesin dan Industri. Vol. 1. No. 1. Hal 43-51.

Yuwono, Sudarminto Setyo & Waziiroh, Elok. 2017. Teknologi Pangan Hasil

Perkebunan. Malang : UB Press

Anda mungkin juga menyukai