Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

KOASISTENSI BEDAH DAN RADIOLOGI

Disusun oleh :
Kelompok A. 2018.4
Astriantri Diningrum S.K.H. 18/436242/KH/09872
Dea Aprilan Berkam, S.K.H. 18/436259/KH/09889
Digita Amanati N., S.K.H. 18/436268/KH/09898
Dion Adiriesta D., S.K.H. 18/436270/KH/09900
Evangelions Kevin Y.G.S.D., S.K.H. 18/436279/KH/09909
Haninditya I.R.S., S.K.H. 18/436291/KH/09921
Heni Paramita I., S.K.H. 18/436293/KH/09923
Lohantira Kumaar P., S.K.H. 18/436312/KH/09942
Loheswini Murthi, S.K.H. 18/436313/KH/09943
Muhammad Abiyyu U.A., S.K.H. 18/436326/KH/09956
Rachmawati C.A.P., S.K.H. 18/436352/KH/09982
Ratna Kurnia R., S.K.H. 18/436357/KH/09987
Rifda Dwiardika S., S.K.H. 18/436363/KH/09993
Tiya Mayangsari, S.K.H. 18/436378/KH/10008
Ulayatul Kustiati, S.K.H. 18/436382/KH/10012

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
TOPIK DISKUSI .................................................................................................... 1
Anatomi Rumen dan Surgical Approach Operasi Rumenotomi ......................... 1
Indikasi Rumenotomi .......................................................................................... 8
Teknik Anestesi Inverted L Block..................................................................... 10
Teknik Anestesi Pravertebral ............................................................................ 13
Teknik Anestesi Field Block ............................................................................. 16
Anastetika untuk Operasi Rumenotomi............................................................. 18
Teknik Operasi Stay Suture Rumenotomi......................................................... 21
Teknik Operasi Skin Suture Fixation ................................................................ 23
Teknik Operasi Weingerth’s Ring..................................................................... 26
Teknik Operasi Skin Clamp Fixation................................................................ 28
Operasi Rumenotomi pada Domba ................................................................... 31
Pemberian Pakan Pasca Operasi........................................................................ 37
Pemberian Obat-obatan dan Antiseptik Pasca Operasi ..................................... 40
Pemberian Fluid Therapy Pasca Operasi........................................................... 44
Kesembuhan Luka dan Kesembuhan Rumen.................................................... 47
KESIMPULAN ..................................................................................................... 53
SARAN ................................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54
LAMPIRAN.......................................................................................................... 57

ii
TOPIK DISKUSI

LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Anatomi Rumen dan Surgical Approach Operasi Rumenotomi”

Disusun oleh :

Astriantri Diningrum

18/436242/KH/09872

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

1
2

ANATOMI RUMEN

Lambung ruminansia dibagi menjadi 4 bagian yaitu, rumen, retikulum,

omasum dan abomasum. Dalam rumen mikroorganisme memecah pakan dan

menghasilkan volatil fatty acid (VFA) yang kemudian diabsorbsi melewati lamina

epitelialis mukosa rumen ke pembuluh darah di lamina propia mukosa.

Selanjutnya ingesta yang telah diabsorbsi secara mekanis mengalami fermentasi

di retikulum, omasum, dan abomasum (Mansour et al.,2018). Mikroorganisme

rumen (terutama bakteri) mencerna selulosa dari dinding sel tanaman, mencerna

karbohidrat kompleks, sintesis protein dari nitrogen non protein, sintesis vitamin

B, dan sintesis vitamin K. Rumen memiliki pH antara 6,5 sampai 6,8. Lingkungan

rumen adalah anaerob (tanpa oksigen). Gas yang diproduksi dalam rumen terdiri

dari karbon dioksida, methane, dan hidrogen sulfite.

Rumen berukuran sangat besar berbentuk kantung yang berlokasi di lateral

tubuh. Rumen mengisi hampir seluruh di abdomen dan melewati midline ke

bagian kanan caudoventral. Rumen memanjang dari cranial diafragma ke inlet

caudal pelvis. Rumen memiliki permukaan parietal (facies parietalis), berdekatan

dengan diafragma dan dinding perut lateral dan ventral kiri dan permukaan

viskeral seperti hati, usus, omasum dan abomasum. Rumen terbagi menjadi

beberapa bagian sepertii ventral sac (saccus ventralis) dengan ruminal recess

(recessus ruminis), dorsal sac (saccus dorsalis), cranial sac (saccus cranialis,

atrium ruminis), caudodorsal blind sac (saccus caecus caudodorsalis) dan

caudoventral blind sac (saccus caecus caudoventralis) (Konig, 2004).


3

Otot halus dari dinding rumen pada dasarnya terdiri dari dua lapis. Lapis

superfisial bergerak pada arah kaudal. Serabut dari lapisan otot bagian dalam

bergerak lebih transfersal dan juga merupakan penyusun utama dari pilar-pilar

ruminal. Kedua lapis otot tersebut bersambungan dengan otot esofagus. Otot-otot

tersebut bergerak miring dan melintas dengan sudut siku-siku. Dinding dari

“sulkus ruminoretikularis” terutama terdiri dari otot halus. Otot serang lintang dari

esofagus mendominasi pada kardia, tetapi segera hilang di paritnya. Baik serabut

otot halus transversal maupun longitudinal terdapat pada dasar parit (Konig,

2004).

Gambar 1. Letak rumen pada abdomen ruminan (Konig, 2004).


4

Gambar 2. Anatomi lengkap dari lambung ruminan ; (A) Anatomi eksternal dari

sisi kiri (atas) dan dari kanan (bawah); (B) Anatomi internal.

TEKNIK OPERASI

Menurut Turner and McIlwraith (1989), teknik operasi rumenotomi

dilakukan dengan metode left-flank laparotomy untuk mengekspos rumen, yaitu:

a. Buat incisi vertikal di tengah fossa paralumbar (sekitar 5 cm di caudal costae

terakhir) memanjang dimulai dari 3-5 cm di bawah processus transversus

vertebrae lumbaris sepanjang 20-25 cm (untuk rumonetomi, dapat dilakukan

incisi tambahan dari cranial ke titik pertengahan incisi pertama).

b. Buka kulit dengan gerakan yang halus. Pisahkan kulit dan jaringan subcutan

untuk menguak m. obluqus abdominis externus.

c. Lapisan ini diincisi secara vertikal untuk menguak m. obliqus abdominis

internus.
5

Gambar 3. Daerah incisi dan lapisan yang akan diincisi pada rumenotomi.

d. Incisi m. obliqus abdominis internal secara vertikal untuk menguak

aponeurosis m. abdominis transversus.

e. Untuk mengekspos rumen, jepit aponeurosis m. abdominis transversus dengan

allis forceps lalu angkat dan buat torehan menggunakan scalpel di dorsal incisi

untuk menghindari memotong rumen. Incisi melalui aponeurosis m. abdominis

transversus dan peritoneum dapat diperpanjang menggunakan gunting atau

scalpel untuk memasuki cavum peritoneal.

Gambar 4. Cara mengekspos rumen

f. Rumen diincisi dengan scalpel. Masukkan rumen shroud ( kain untuk menutupi

kulit yang terekspos di sekitar incisi rumen) ke dalam rumen untuk mencegah
6

g. kontaminasi lalu operator dapat melakukan eksplorasi dan mengambil isi

rumen.

Gambar 5. Incisi rumen dengan scalpel

h. Setelah selesai, rumen shroud diambil dan lubang pada rumen ditutup dengan

jahitan 2 lapis menggunakan benang catgut chromic. Jahitan pertama dengan

pola sederhana menerus tembus mukosa dan jahitan kedua dilakukan hanya

seromuskularis dengan pola Lambert atau Cushing (Oehme and Prier, 1979).

i. Rongga perut ditutup kembali dengan menjahit lapis demi lapis, mulai

peritoneum, muskulus obliquus abdominis internus, eksternus dengan benang

cat gut kromik, subkutan dengan catgut plain, kulit dengan benang katun

kemudian luka diolesi dengan iodium tincture dan diberi salep betadin

(Povidone-iodine). Sumber lain menyatakan peritoneum dan m. abdominis

tranversus dijahit bersama dengan benang catgut chromic no. 2 atau 3 pola

sederhana menerus. M. obliqus abdominis externus, internus dan fascia

subcutan dijahit dengan benang catgut no. 3 pola sederhana menerus.

j. Penggunaan penicillin atau antibiotika lainnya harus dilanjutkan hingga

setidaknya 5 hari dan pembukaan jahitan kulit dapat dilakukan 10-14 hari

paska operasi (Pugh and Baird, 2012).


7

Gambar 6. Teknik Rumenotomi (Pugh and Baird, 2012)


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Indikasi Rumenotomi”

Disusun oleh :

Dea Aprilan Berkam

18/436259/KH/09889

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

8
9

Indikasi Rumenotomi

Rumenotomi adalah teknik operasi membuka rumen untuk mengeluarkan

atau mengurangi isi rumen. Sebelum dilakukan rumenotomi idealnya ternak

ruminansia dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam akan tetapi kasus yang

terjadi di lapangan seringkali merupakan kasus darurat sehingga hal ini tidak

mungkin dapat dilakukan. Rumenotomi pada ruminansia kecil seperti domba dan

kambing seringkali dilakukan dengan rebah lateral dexter karena hewan

cenderung akan rebah dengan sendirinya selagi operasi berlangsung (Pugh and

Baird, 2012).

Rumenotomi dilakukan dengan indikasi untuk mengangkat benda asing

berupa logam yang menyebabkan retikuloperitonitis (hardware disease), benang-

benang atau kantong plastik yang menyebabkan obstruksi pada orificium retikulo-

omasal, benda asing di distal esofagus, dan mengatasi impaksio rumen.

Rumenotomi juga dilakukan pada kasus bloat berbuih, indigesti vagal, konsumsi

biji-bijian yang berlebihan, ingesti toksin, bloat kronis, dan pembuatan fistula

permanen (Ames, 2014). Indikasi lainnya yaitu ingesti membran fetal setelah

parturisi, penempatan kanula baik sementara maupun permanen, dan diagnosa

penyakit intraruminal yang berkaitan dengan benda asing (Deghnani dan

Ghaddrdani, 1995).
LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Anestesi Inverted L Block”

Disusun oleh :

Digita Amanati Nurrohmah

18/436268/KH/9898

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

10
11

Teknik Anestesi Invertedd L Block

Pada prinsipnya anestesi inverted L block dilakukan dengan infiltrasi

anestesi di kulit, jaringan subkutan, dan muskulus di sekitar lokasi sayatan untuk

mendapatkan adekuat analgesia dengan larutan lidokain 2%. Teknik ini pada

umumnya sering digunakan untuk anestesi pada operasi laparatomi flank

ruminansia. Keuntungan teknik ini yaitu mudah dilakukan. Akan tetapi,

kelemahannya apabila volume anestesi cukup besar dapat menyebabkan edema

lokal dan perdarahan. Selain itu, anestesi inverted L block dapat menyebabkan

distorsi lapisan jaringan, analgesia pada peritoneum yang buruk, relaksasi otot

yang buruk, peningkatan pembekakan pasca operasi, dan peningkatan resiko

infeksi luka.

Gambar 1. Lokasi anestesi inverted L block (Anonim, 2019)

Teknik anestesi inverted L block dilakukan dengan menyusupkan jarum

berisi larutan lidocain 2% ke dalam jaringan subkutan, muskularis, dan lapisan

sub-peritoneum dengan 2 gerakan berbeda, yaitu L terbalik. Jarum di masukkan

pada titik garis imajiner horizontal dan vertikal berbentuk L terbalik di daerah

flank. Jarum dimasukan dari arah cranial secara horizontal dibawah lumbalis
12

hingga penuh secara subkutan dan lidocain 2 % di keluarkan selama penarikan

lambat. Jarum dikeluarkan dari subkutan tanpa keluar dari kulit, kemudian di

arahkan ke garis vertikal untuk di infiltrasikan lidocain seperti pada daerah

horizontal (Weaver et al., 2018).


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Anestesi Pravertebral”

Disusun oleh :

Dion Adiriesta D

18/436270/KH/09900

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

13
14

Teknik Anestesi Paravertebral

Anestesi paravertebral dilakukan dengan menusukkan jarum tegak lurus

terhadap garis median tubuh pada tiga titik, yaitu diantara os vertebrae thorakalis

13 (T13) dengan lumbalis pertama (L1), lumbalis pertama (L1) dengan lumbalis

kedua (L2), lumbalis kedua (L2) dengan lumbalis ketiga (L3), tepatnya pada

foramen intervertebralis. Pada ruminansia, nervus yang keluar dari T13, L1, L2,

dan L3 mensuplai inervasi motoris dan sensoris pada kulit, fascia, muskulus, dan

peritoneum dari flank (Hendrickson dan Baird, 2013).

Anestesi paravertebral untuk memblokir nervus T13, L1 dan L2.

Paravertebral block merupakan anestesi regional yaitu anestesi yang bekerja

untuk memblokir syaraf utama spinalis yang keluar dari vertebrae dengan tujuan

menghambat inervasi syaraf sehingga region yang diinervasi akan teranestesi

secara keseluruhan. Agen analgesia yang biasa digunakan adalah lidocaine

hydrochloride 2%, mepivicaine hydrochloride 2% (carbocaine) dan procain

hydrochloride 2%. Untuk sapi digunakan 10 cc lidocaine 2% (Hartiningsih et al.,

2017).
15

Gambar 2. Anestesi Paravertebral (Hendrickson dan Baird, 2013).

Anesthesi paravertebral memblokir syaraf sensoris dan motoris spinalis

Thoracic 13 (T13), lumbalis 1 dan 2 (L1, L2), serta bagian dorso lateral Lumbalis

(L3) yang menginervasi kulit, fascia, muskulus dan peritoneum daerah flank.

Agen analgesia diinjeksikan tepat di belakang prosesus transversus hingga terasa

jarum mengenai prosesus transversus. Lidocaine 2% diinjeksikan tepat di

belakang processus transversus vertebralis T13, L1,L2 tepatnya pada foramen

intervertebralis, yaitu tempat keluarnya syaraf spinalis sehingga bagian flank yang

akan dilakukan laparotomy tidak terasa sakit (Hartiningsih et al., 2017).


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Anestesi Field Block”

Disusun oleh :

Evangelions Kevin Y.G.S.D

18/436279/KH/09909

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

16
17

Teknik Anestesi Field Block

Anestesi field block merupakan salah satu teknik anestesi lokal yang bisa

digunakan dalam prosedur operasi, dimana teknik ini menganestesi saraf yang

menginervasi bagian kulit di daerah yang akan dioperasi. Bahan anestesi

diinjeksikan mengitari garis incisi pada daerah operasi secara subkutan. Jarum

dimasukan pada 2 titik dan bahan anestesi diinjeksikan membentuk empat garis

yang mengelilingi area yang akan dioperasi. Bentuk, jumlah garis dan arah dari

injeksi bahan anestesibisa disesuaikan dengan kebutuhan operator. Efek anestesi

dengan teknik ini bisa bertahan lebih lama dibandingkan teknik anestesi local

yang lain dan teknik ini tidak menyebabkan kebengkakan pada daerah operasi.

Anestesi lokal yang sering digunakan pada teknik field block adalah

Lidocaine (Xylocaine), dikarenakan onset aksinya yang cepat dan durasinya yang

cukup lama, akan tetapi anestesi local yang lain juga bisa digunakan. Konsetrasi

Lidocaine yang sering digunakan adalah satu atau 2 persen. Epinephrine juga bisa

ditambahkan ke bahan anestesi untuk anestesi untuk meningkatkan vasokontriksi

yang akan menurunkan absorpsi sistemik dan menambah durasi anestesi


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Anastetika untuk Operasi Rumenotomi”

Disusun oleh :

Haninditya Istiqomah R. S.
18/436291/KH/09921

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

18
19

Anestetika untuk Operasi Rumenotomi

Agen analgesia yang biasa digunakan untuk operasi rumenotomi adalah

lidocaine hydrochloride 2%, mepivicaine hydrocloride 2% (carbocaine), dan

procaine hydrochloride 2%.

Lidocaine (2%) dengan dan tanpa epinefrin atau dalam kombinasi dengan

obat lain merupakan anestesi lokal yang paling umum digunakan pada domba dan

kambing untuk menginduksi analgesia epidural maupun paravertebral. Lidocaine

adalah anestesi lokal acetamide. Anestesi lokal bertindak dengan memblokir

konduksi sinyal yaitu dengan mengubah saluran natrium tegangan cepat pada

membran sel neuron. Aktivitas anestesi lokal tidak spesifik untuk saluran sensorik

dan oleh karena itu, efek yang tidak diinginkan seperti blok motorik atau

kelumpuhan motorik merupakan efek samping yang umum. Lidocaine 2%

mempunyai durasin yang pendek, sehingga analgesia tambahan yang

menggunakan obat berbeda atau pemberian kembali obat selama operasi bedah

biasanya diperlukan (Lemke dan Dawson, 2000; Skarda dan Tranquilli, 2007).

Opioid dan agonis adrenergik alfa-2 umumnya digunakan dalam kombinasi

dengan lidocaine sehingga menghasilkan analgesia yang lebih lama dan memadai

(Bigham et al., 2009; Dehkordi et al., 2012). Epinefrin kadang-kadang

ditambahkan ke lidocaine untuk memperpanjang durasi kerjanya (Rostami dan

Vesal, 2012).

Lidocaine memiliki onset aksi yang cukup cepat, dengan sifat penyebaran

yang baik. Selain itu, lidocaine dapat menyebabkan iritasi dan pembengkakan

lokal, serta tersedia dalam berbagai konsentrasi atau injeksi; dengan dan tanpa
20

epinefrin; dan dalam bentuk larutan, krim, jeli, semprotan dll. Lidocaine bersifat

toksik pada dosis tinggi dan bisa mengakibatkan kejang terjadi, dosis yang

diberikan sekitar 6 mg / kg intravena atau 10 mg / kg intramuskuler. Kejang

biasanya didahului oleh kantuk dan depresi pernapasan. Dosis total yang diberikan

oleh infiltrasi lokal harus dijaga di bawah 10 mg / kg (Taylor, 1991). Snyder

(2007) menyarankan bahwa pemberian lidocaine 2% yaitu 6 mg / kg hingga 12 ml

dalam seekor kambing 40 kg (88 lb).

Pemberian lidocaine 2% pada domba saat rumenotomi adalah sebanyak 5

ampul. Masing-masing ampul berisi 2 ml lidocaine 2%. Pemberian lidocaine 2%

tidak langsung diinjeksikan seluruhnya, tetapi secara bertahap. Pertama diberikan

melalui subkutan, kemudian dilanjutkan diinjeksikan intramuskular pada daerah

dekat yang diincisi.


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Operasi Stay Suture Rumenotomi”

Disusun oleh :

Heni Paramita Indraswari


18/436293/KH/09923

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

21
22

Teknik Operasi Stay Suture Remonotomi

Setelah dilakukan laparotomi, rumen dikeluarkan secara perlahan melalui

bekas incisi, dan dinding rumen dikaitkan dengan bekas incisi pada bagian dorsal,

Central, cranial dan caudal dari incisi dengan 4 jahitan pada kulit dan dinding

rumen, menggunakan benang nylon No. 2. Rumen kemudian di buka dan tepinya

dipegang mengiakan artery forceps. Eksplorasi rumen dilakukan menggunakan

shroud rumen (Dehghani dan Ghardrdani, 1995).

Gambar 1. Rumenotomi menggunakan stay suture. Rumen ditautkan pada kulit


pada bagian Central, dorsal, cranial dan caudal dari bekas incisi
(Dehghani dan Ghardrdani, 1995).

Keuntungan menggunakan stay suture pada rumenotomi adalah tidak

diperlukannya alat khusus dan baik untuk pelepasan benda asing. Sedangkan

kekurangan dari stay suture adalah kontaminasi pada luka bedah dan peritoneum,

mungkin menimbulkan peritonitis dan abses, dan memerlukan pembantu operator

(Dehghani dan Ghardrdani, 1995).


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Operasi Skin Suture Fixation”

Disusun oleh :

Lohanthira Kumaar Parumal


18/436312/KH/09942

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

23
24

Teknik Operasi Skin Suture Fixation

Teknik rumen skin sututing fixation (RSSF) dimulai dengan laparotomi.

Sesudah melakukan laparotomi, rumen ditarik sedikit ke arah sayatan. Rumen

dijahit ke kulit menggunakan benang katun dan pola jahitan Connell terus

menerus. Pola jahitan dimulai dari bagian tengah sisi caudal dari insisi,

melanjutkan ventral ke komisura ventral dari insisi, dorsal pada sisi kranial insisi

ke komisura dorsal, dan kemudian ventral lagi ke titik awal. Jahitannya ditarik

dengan ketat untuk membalikkan tepi kulit di bawah rumen. Rumen diinsisi dan

dieksplorasi. Tepi rumen kemudian dicuci dan lapisan pertama rumen ditutup

dengan pola Lembert, menggunakan chromic catgut. Bagian sayatan diirigasi

dengan salin steril, dan operator kembali steril dengan menggunakan sarung

tangan. Jahitan di antara rumen dan kulit dilepas dan penutupan lapisan kedua

rumen digunakan pola Cushing dengan chromic catgut, dan membalik sayatan

yang dibuat dari rumen ke kulit. Akhirnya, setelah pencucian rumen dengan

saline steril, sayatan laparatomi ditutup secara berurutan. Muskulus abdominal

transversal dan peritoneum dijahit bersama dengan pola sederhana menerus

dengan benang chromic catgut. Sebelum ikatan jahitan terakhir, udara dikeluakan

dari abdomen dengan mendorong ke sisi yang berlawanan. Sisa lapisan otot dan

subkutan dijahit secara terpisah, tetapi dengan cara yang sama seperti lapisan

pertama. Kulit dijahit menggunakan pola ford interlocking dengan benang katun.
25

Gambar 1. Rumenotomi dengan fiksasi penjahitan kulit rumen. a) Insisi kulit. b)


Jahitan pertama melalui rumen dan kulit. c) Jahitan selesai, rumen
diinsisi.
Kotak kanan : Perbesaran pola jahitan.
Kotak bawah : Pola jahitan pada komisura dorsal dan ventral untuk ikatan
peritoneum yang lebih baik.

Keuntungan dari metode ini adalah pembersihan luka dapat dilakukan

setelah penutupan rumen. Kemudian, sedikit komplikasi timbul pasca operasi

dibandingkan dengan metode stay suture rumenotomy dan metode Weingarth ring

rumenotomy. Metode ini baik untuk semua tujuan rumenotomi terutama untuk

rumen lavage dan tidak memerlukan alat khusus. Ada beberapa kekurangan pada

metode ini seperti kegagalan pembalikan penutupan insisi dengan jahitan yang

dibuat dalam rumen kadang-kadang akan menyebabkan kebocoran dan

menyebabkan peritonitis. Metode ini juga mengkonsumsi waktu yang lama.


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Operasi Weingerth’s Ring”

Disusun oleh :

Loheswini Murthi
18/436313/KH/09943

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

26
27

Teknik Operasi Weingerth’s Ring

Gambar 1. Weingarth's ring rumenotomy. a) Teknik Weingarth's ring rumenotomy


b) Rumen diincisi dan dipasang pada kedua sisi cincin dengan kait.

Setelah laparatomi, Weingarth’s ring rumenotomy bertujuan untuk

memperbaiki komisura dorsal dengan incisi dengan thumb screw. Rumen

dipasang pada cincin. Saat dinding rumen diincisi, kait ditempatkan pada tepi

dinding rumen, kemudian ditarik keluar, dan mengaitkan sekitar bingkai sehingga

rumen telah ditempatkan keluar sekitar incisi(Gambar ..). Rongga ruminal

dieksplorasi seperti di teknik Rumen Skin Suturing Fixation (RSSF) dengan

menggunakan rumen shroud. Penutupan sama seperti RSSF, termasuk inversi dari

area trauma rumen yang dibuat oleh forsep. Penutupan dinding perut adalah rutin.

Keuntungan dari metode ini adalah merupakan teknik yang cepat, dan cocok

untuk pemindahan foreign particles, dan kelebihan pakan. Kekurangan dari

metode ini adalah mudah berpindah atau bergerak, luka yang tidak bersih setelah

penutupan rumen, memerlukan alat dan operator yang mahir dan tidak secocok

untuk rumen lavage.


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Teknik Operasi Skin Clamp Fixation”

Disusun oleh :

Muhammad Abiyyu Ulul Azmi


18/436326/KH/09956

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

28
29

Teknik Operasi Rumenotomy Skin Clamp Fixation (RSCF)

Rumenotomy Skin Clamp Fixation (RSCF) adalah salah satu teknik

rumenotomi pada ruminan. Setelah laparotomi dilakukan, rumen dikeluarkan

dengan lembut lalu bagian dorsal dan ventral difiksasi pada kulit menggunakan

klem. Setelah incisi dilakukan bagian dinding rumen lainnya difiksasi

menggunakan lebih banyak klem. Proses penutupan diawali dengan melepas klem

pada sisi kranial dan kaudal luka terlebih dahulu kemudian diikuti klem bagian

pada sisi dorsal dan ventral luka. Penjahitan rumen lapisan pertama dilakukan

sama seperti teknik operasi yang lain, sementara penjahitan rumen lapisan kedua

dilakukan setelah klem pada sisi dorsal dan ventral dilepaskan. Langkah – langkah

prosedur RSCF dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Keterangan : a) Bagian dorsal dan ventral rumen difiksasi pada kulit


menggunakan duk klem (towel clamp). b) Rumen diincisi lalu bagian
kranial dan kaudal difiksasi pada kulit. c) Incisi pada rumen
diperlebar dan difiksasi pada kulit menggunakan lebih banyak duk
klem. Gambar pada kotak : cara fiksasi yang benar, yaitu sebagian
dinding rumen overlap di atas kulit kira-kira sepanjang 2 – 3 cm.
30

Keuntungan prosedur RSCF antara lain adalah : area sekitar luka bersih

setelah dijahit, waktu pengerjaan cepat, tidak membutuhkan instrumen khusus

selain shroud, dapat dikerjakan seorang diri (tanpa asisten operator), komplikasi

pascaoperasi lebih sedikit, cocok untuk segala jenis tujuan rumenotomi.

Kekurangan teknik ini adalah apabila shroud tidak digunakan maka kemungkinan

klem akan mengganggu pergerakan tangan operator.


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Operasi Rumenotomi pada Domba”

Disusun oleh :

Rachmawati Cahyaningtyas Arie Putri


18/436352/KH/09982

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

31
32

Operasi Rumenotomi pada Domba

1. Persiapan Domba

Persiapan hewan sebelum dilaksanakan operasi rumenotomi meliputi :

hewan (domba) dipuasakan dengan tidak diberi makan selama ±12 jam

sebelum operasi dan minum ±6 jam sebelum operasi dan kemudian dilakukan

pemeriksaan umum meliputi anamnesa, kondisi tubuh, suhu tubuh, frekuensi

nafas, pulsus, dan juga dilakukan penimbangan berat badan. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui apakah domba memenuhi syarat operasi atau tidak. Bila

domba dinyatakan memenuhi syarat, maka operasi dapat dilakukan.

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik maka domba tersebut dapat

dioperasi rumenotomi. Satu hari sebelum operasi dilakukan pencukuran rambut

di daerah flank kiri, pencukuran rambut searah dengan arah rebah rambut

(Gambar 1a). Setelah dicukur rambut, domba dimandikan agar tubuh tidak

kotor dan ditak terkontaminasi waktu operasi (Gambar 1b).

a b
Gambar 1. (a) domba dicukur searah rebahnya rambut, (b) domba dimandikan

Anestesi dilakukan dengan menggunakan metode L-Block. Anestesi

yang digunakan adalah Lidocain® HCl 2% untuk berat badan 25 kg digunakan

Lidocain® HCl 2% sebanyak 10 ml (5 ampul). Masing-masing ampul berisi 2

ml Lidocain® 2%. Anastesi L-Block dilakukan sekitar ±5 cm dibawah


33

prosesus vertebral transversus dan ±3-5 cm dari caudal costae terakhir (Gambar

2b). Area operasi dicubit untuk mengetahui efek anestesi. Jika setelah dicubit

dengan pinset sirurgis domba tidak bereaksi, berarti anestetika sudah bekerja

dengan baik (Deghnani dkk., 1995). Setelah teranestesi lokal, bagian flank

sebelah kiri (area operasi) yang akan dioperasi disemprot dengan alkohol,

kemudian diolesi dengan iodine tincture dengan cara secara sirkuler dari bagian

sentral ke perifer (Gambar 2a). Pemberian antiseptik ini efektif untuk

membunuh mikroorganisme. Domba yang telah diletakkan di meja operasi

tetap dipertahankan dalam posisi berdiri. Untuk mempertahankan posisi

tersebut, keempat kaki domba harus dipegangi dan duk dipasang. Menurut

Turner dkk. (1989), operasi rumenotomi pada hewan besar terutama domba,

kambing dan sapi dilakukan dalam posisi berdiri.

a b
Gambar 2. (a) Pemberian antiseptik di daerah bagian yang akan diinsisi, (b)
Injeksi anestesi lokal Lidocain® 2% dengan metode anestesi L-Block

2. Persiapan Operator dan Asisten Operator

Sebelum operasi dimulai, operator dan asistens operator mempersiapkan

diri dengan menggunakan masker dan gloves yang disemprot dengan alkohol

70% agar selama operasi steril.


34

3. Persiapan Alat

Alat dibungkus di dalam duk yang sudah disterilkan dengan autoclave.

Pembungkus alat dibuka di atas meja alat sedemikian sehingga bagian steril

berada di atas. Gunting direndam dalam alkohol 70% dalam kotak logam dan

ditutup. Blade dipasang pada saclpel dan diurutkan dari kiri ke kanan : scalpel

blade, gunting, needle holder, pinset, mosquito forceps, allis forceps,

hemostatic forceps, duk klem. Jatuhkan tampon di atas permukaan alas meja

steril. Jatuhkan benang di atas alas meja steril atau potong secukupnya

kemudian rendam dalam iodum tincture.

4. Teknik Operasi

Keterangan Foto
Operator memulai incisi di caudal
costae terakhir (±3-5 cm untuk kambing
dan domba) diusahakan irisan sejajar
costae. Bagian yang diiris berturut–turut
adalah :
a. Kulit
b. Muskulus obliquus abdominis
ekternus
c. Muskulus obliquus abdominis
internus a b,c
d. Muskulus transversus abdominis, dan
e. Peritoneum.

d e
35

Setelah peritoneum terbuka, lakukan


expose rumen, buka bagian rumen.
Dengan terlebih dahulu membuat
simpul jahitan pada ujung atas dan
bawah bagian yang akan diincisi, yang
kemudian co-operator akan memegang
simpul tersebut saat rumen diincisi.

Rumen kemudian diincisi (a), dan saat


sudah terbuka dilakukan simulasi
pengeluaran ingesta dari rumen
menggunakan srout (b).

a b
Selanjutnya dilakukan penutupan rumen
dengan menggunakan 2 jahitan.
1. Jahitan sederhana menerus
2. Jahitan lambert
Kedua jahitan ini menggunakan benang
cutgut chromic dan jarum tapper.

1 2
Setelah rumen dijahit, kemudian rumen
di posisikan kembali ke dalam
abdomen. Dan diberikan larutan
antibiotik.
36

Peritoneum beserta muskulus


transversus abdominis dijahit menjadi
satu menggunakan benang cutgut
chromic pola jahitan sederhana tunggal,
jarum tapper.

Dilanjutkan dengan penutupan


muskulus obliquus abominis internus
dan muskulus obliquus abdominis
externus dijahit menjadi satu dengan
benang cutgut chromic pola jahitan
sederhana tunggal, jarum tapper.

Setelah itu, dilanjutkan dengan


penutupan sub kutan menggunakan
benang cutgut plain pola jahitan
sederhana menerus, jarum tapper.

Terakhir penjahitan kulit menggunakan


benang silk dengan pola jahitan
sederhana tunggal, jarum cutting (a).
Kemudian pemberian iodine pada luka
jahitan luar (b).

a b
LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Pemberian Pakan Pasca Operasi”

Disusun oleh :

Ratna Kurnia Ramadhani


18/436357/KH/9987

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

37
38

Pemberian Pakan Pasca Operasi

Manajemen pakan

Pasca rumenotomi, hewan sebaiknya tidak diberi pakan terlebih dahulu.

Terapi cairan, terapi suportif, dan antibiotik disarankan tetap diberikan selama dua

hari pertama pasca rumenotomi. Terapi cairan yang dapat diberikan adalah NaCl

0,9% , Ringer’s Lactate, dan 5% Dextrose (Herzog, et al., 2004 dalam Asrat dan

Velappa, 2016). Terapi yang kami berikan adalah NaCl 0,9% pada hari ke-0 (12

Juli 2019) dan hari ke-1 pasca operasi (13 Juli 2019). NaCl 0,9% diganti dengan

Ringer Dextrose pada hari ke-2 pasca operasi (14 Juli 2019) dengan alasan untuk

memberikan suplai energi yang lebih baik untuk domba yang dirumenotomi.

Pakan fermentasi seperti silase dapat diberikan pasca rumenotomi karena

pakan fermentasi telah terdigesti terlebih dahulu, sehingga meringankan beban

rumen dalam proses digesti. Pakan silase dapat diberikan mulai hari ke-3. Silase

adalah pakan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi. Bahan-bahan yang

dibutuhkan untuk pembuatan silase adalah sebagai berikut:

1. Batang pisang : 20 kg

2. Daun pisang : 2 kg

3. Dedak : 0,6 kg

4. Garam : 50 g

5. SOC : 6 ml

6. Molase : 60 ml

7. Air : 2 liter
39

Keseluruhan bahan tersebut dicampur hingga merata dan ditempatkan ke

dalam tempat yang kedap udara agar fermentasi dapat berjalan. Fermentasi

dilakukan selama satu minggu. Pada hari ke-6 fermentasi, diketahui bahwa proses

tersebut gagal karena berjamur (Gambar 1).

Gambar 1. Silase yang gagal akibat berjamur

Pakan silase diganti dengan rumput gajah dan dipotong pendek-pendek.

Pakan rumput diberikan mulai dari hari ke-3 pasca operasi. Domba tidak terlalu

menyukai rumput gajah karena rumput yang diberikan masih banyak tersisa. Pada

hari ke-5, domba diberi campuran rumput lapangan dan nafsu makan domba

berangsur-angsur meningkat.
LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Pemberian Obat-obatan dan Antiseptik Pasca Operasi”

Disusun oleh :

Rifda Dwiardika Sani


18/436363/KH/9993

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

40
41

Pemberian Obat-obatan dan Antiseptik Pasca Operasi

Luka diberikan salep iodin dan gusanex rutin setiap pagi dan sore. Povidon

Iodine adalah obat luar yang berfungsi sebagai antiseptik, yang umumnya

digunakan untuk membersihkan serta membunuh bakteri, jamur, dan virus pada

daerah kulit, termasuk kulit yang yang terdapat luka, misalnya karena cedera atau

tersayat pisau paling sering digunakan sebagai primary dressing pada perawatan

luka pembedahan. Selain memiliki anti mikroba yang kuat, povidon iodin juga

diketahui memiliki efek toksik sel-sel tubuh. Povidon iodin 10% dapat

menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, bersifat toksik terhadap fibroblast dan

leukosit, menghambat migrasi netrophil dan menurunkan monosit sehingga

memperlambat proses penyembuhan luka (Zakariya et al., 2009). Gusanex

merupakan obat cair ataupun semprot untuk mengobati luka basah, seperti luka

akibat terkena benda tajam, luka bekas operasi,dll pada hewan kesayangan anda

seperti anjing, sapi, babi. Gusanex mengandung Dichlofention 1%. Selain

mengobati luka, Gusanex juga membasmi larva Screw worm (Prastiwi, 2010).

Selain menggunakan antiseptik iodin dan gusanex, pemberian Bioplasenton

digunakan untuk mempercepat kesembuhan luka. Bioplasenton diberikan rutin 2

kali pagi dan sore. Komposisi dari Bioplacenton adalah Neomycin sulfate 0.5%

dan ekstrak plasenta 10%. Neomycin adalah antibiotik spektrum luas untuk

bakteri Gram positif dan negatif. Neomycin aktif terhadap Escherichia coli,

Enterobacter, Klebsiella, Proteus, dan beberapa spesies Stahylococcus aureus

(Anonim, 2008). Bioplacenton dioleskan untuk mempercepat penyembuhan luka


42

karena pada ekstrak plasenta yang terkandung dalam bioplacenton mengandung

stimulator biogenik yang menstimulasi proses metabolik sel.

Antibiotik yang diberikan adalah Betamox LA. Volume yang diberikan

pada domba adalah 2,5 ml sebanyak tiga kali, diberikan pada hari Jumat tanggal

12 Juli, Minggu 14 Juli, dan Selasa 16 Juli 2019. Betamox LA memiliki

komposisi Amoxycillin 150 mg/ml dengan dosis 1ml/10 kg. Amoksisilin adalah

antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti yang tertera

diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni,

gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp seperti

demam tipoid. Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak

menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat

tersebut dapat menembus pori–pori dalam membran fosfolipid luar

(Crowel,2005).

Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil

untuk berbagai fungsi biokimiawi dan umumnya tidak disintesis oleh tubuh

sehingga harus diperoleh dari makanan Disebut sebagai vitamin B kompleks

karena mencakup beberapa jenis substansi, yaitu biotin, kolin, asam folat, inositol,

niasin, asam pantotenat, asam para aminobenzoat, riboflavin, thiamin, vitamin B6,

dan vitamin B12 (Mc Dowell 2013).

Hewan ruminansia mempunyai ciri khas pada sistem pencernaannya, yaitu

adanya mikrob rumen yang mampu menyintesis vitamin B kompleks. Dengan

demikian, diasumsikan bahwa seharusnya hewan-hewan ruminansia tidak

memerlukan suplemen tambahan vitamin larut air ini dari luar tubuh. Mikrob
43

rumen dipercaya mampu mensintesis vitamin dalam jumlah yang cukup untuk

kebutuhan hewan itu sendiri. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa ternyata,

dalam kondisi tertentu, tambahan vitamin larut air, khususnya vitamin B

kompleks, dari luar tubuh tetap dibutuhkan, khususnya vitamin B-niasin, tiamin,

B12, kolin, dan biotin (Mc Dowell 2013). Operasi rumenotomi pada domba akan

mempengaruhi pencernaan karena rumen dalam proses penyembuhan sehingga

untuk vitamin B-kompleks dapat ditambahkan. Volume yang diberikan adalah 2,5

ml.
LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Pemberian Fluid Therapy Pasca Operasi”

Disusun oleh :

Tiya Mayangsari
18/436378/KH/10008

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

44
45

Pemberian Fluid Therapy Pasca Operasi

Perawatan pasca operasi rumenotomi adalah pemberian terapi cairan NaCl

0,9% sebanyak 500 ml pada hari ke-0 sampai hari pertama pasca operasi dan infus

Ringer Dextrose 5% sebanyak 400 ml secara intravena pada hari kedua pasca

operasi. Perawatan tersebut sama seperti penelitian dari Smith (1998) dalam Asrat

dan Velappa (2016) menyarankan perawatan pasca operasi laparotomi dan

rumenotomi adalah pemberian cairan intravena seperti larutan Ringer laktat dan

Dekstrosa 5% dalam kadar garam normal yang digunakan untuk memperbaiki

kehilangan elektrolit dan dehidrasi. Domba dipuasakan selama 3 hari, sehingga

diberikan terapi cairan tersebut untuk mengganti cairan elektrolit dan sumber

kalori yang belum terpenuhi karena belum mendapatkan asupan dari pakan serta

sebagai penambah volume darah pada keadaan shock, dehidrasi dan perdarahan,

serta mengatasi alkalosis dan asidosis (menormalkan pH darah) (Krik dan Bistner,

1985).

Tujuan umum dari terapi cairan adalah:

1. Untuk ganti cairan yang hilang dan koreksi elektrolit yang ada

ketidakseimbangan

2. Untuk menutupi kebutuhan hewan dalam cairan pemeliharaan dan elektrolit

3. Untuk memecahkan asam-gangguan dasar yang telah terjadi

Volume cairan untuk pemeliharaan/maintenance diberikan dengan

memperhitungkan tingkat penggantian carian harian, cairan (atau air) dalam tubuh

dan bervariasi sesuai dengan umur hewan. Volume dihitung dari sejumlah rumus,

terutama tergantung pada spesies yang terkena dan umurnya dan diberikan dalam
46

24 jam setelah perawatan. Pemberian cairan dilakukan secara lambat dan harus

dibagi dalam seluruh hari tersebut. Pada sapi adalah bervariasi dari 50 mL/kg

berat badan per hari pada hewan dewasa, sampai 100 mL/kg berat badan pada

hewan muda dan 150 mL/kg berat badan pada hewan baru lahir, itu sangat

tergantung pada umur hewan (Montana et al., 2017).

Volume cairan dihitung dari rumus tergantung pada kondisi hewan dan

umurnya dan diberikan selama 24 jam. Pada domba bervariasi dari 50 ml/kg berat

badan per hari pada hewan dewasa, 100 ml/kg pada hewan muda dan 150 ml/kg

pada hewan yang baru lahir, secara signifikan tergantung pada usia hewan.

Perhitungan terapi cairan tersebut menggunakan rumus : Volume perawatan

harian (ml) = 50-150 ml x berat badan (kg). Sehingga, pada domba pasca

rumenotomi diberikan cairan sejumlah = 50 ml x 25 kg = 1250 ml yang dibagi

menjadi dua kali pemberian pagi dan sore hari melalui intravena.

Johnson dan Morris (1987) dalam Asrat dan Velappa (2016) menyarankan

pasca operasi dengan memberikan terapi cairan (oral dan intravena) dilengkapi

dengan pemberian analgesik untuk mengobati dehidrasi, shock,

ketidakseimbangan elektrolit dan untuk memoderasi kekuatan peristaltik usus

untuk operasi usus. Herzog et al. (2004) dalam Asrat dan Velappa (2016)

menyarankan untuk dua hari pertama pasca operasi, hewan dipelihara dengan

terapi cairan, terapi supportif, dan antibiotik. Luka laparotomi dibersihkan dan

diperbaiki setiap hari sampai lima hari dan jahitan dilepas dengan penyatuan

klinis. Hewan dibolehkan untuk makan pakan cair sejak hari ketiga dan pakan

mudah dicerna sejak hari keempat dan seterusnya secara bertahap.


LAPORAN RUMENOTOMI PADA DOMBA

“Kesembuhan Luka dan Kesembuhan Rumen”

Disusun oleh :

Ulayatul Kustiati
18/436382/KH/10012

Dosen Pembimbing :
drh. Devita A. M.P., Ph.D.

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

47
48

Kesembuhan Luka dan Kesembuhan Rumen

Ksembuhan luka

Kesembuhan luka merupakan proses mengembalikan luka agar menyatu

kembali (kontinuitas jaringan). kesembuhan luka terjadi melalui proses seluler dan

biokimia oleh tubuh. Secara garis besar fase kesembuhan luka terdisi dari tiga

fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi.

Fase inflamasi. Kulit akan mengalami perdarahan setelah diincisi.

Pembuluh darah yang terpotong akan mengalami vasokonstriksi sekitar 5-10

menit untuk menghentikan perdarahan sebagai respon ketokolamin dan produk

mast cell (serotonin dan bradikinin). Kemudian pembuluh darah akan mengalami

vasodilatasi sebagai respon histamin dan interleukin-8 (IL-8) sehingga plasma dan

komponen intravaskular dapat mencapai luka. Pembuluh darah yang terluka,

respon platelet dan faktor pembekuan darah akan mengaktifkan fibrin sehingga

terjadi penggumpalan darah. Darah yang clotting dan menjadi barier dari

lingkungan luar (Mann dkk, 2011).

Inflamasi yang terjadi setelah luka merupakan respon dari migrasi leukosit

dari intravaskuler menuju luka. Pada awal inflamasi, neutrofil akan mendominasi,

namun jumlahnya akan segera dilampaui oleh makrofag. Makrofag dan mast cell

akan diaktifkan saat terjadi luka dan bertanggung jawab dengan pelepasan

prostaglandin dan leukotrien untuk menarik neutrofil ke luka. Makrofag akan

memproduksi IL-1 yang akan menstimulasi produksi sel endotelial. IL-8

digunakan untuk kemotaksis neutrofil. Neutrofil dan makrofag akan mencapai

luka dengan marginasi, perlekatan dan diapedesis. Neutrofil pada luka kan
49

mengeluarkan proteinase dan superoxide radikal untuk mendegradasi jaringan

yang nekrosis dan membunuh bakteri. Neutrofil akan terdegradasi membentuk

eksudat,. Makrofag penting untuk penutuoan luka. Makrofag akan menghasilkan

sitokin untuk respon imun. Makrofag juga menghasilkan fibrinectin dan beberapa

faktor pertumbuhan seperti VEGF, PDGF, EGF, FGF. Faktor pertumbuhan ini

akan mitosis dan proliverasi (Mann dkk, 2011).

Fase proliferasi. Fase perbaikan luka termasuk angiogenesis, fibroplasia,

epitelialisasi dan kontaksi luka. Naiknya jumlah fibroblas akan mengawali

akumulasi kolagen pada luka. Kombinasi jumlah fibroblas yang tinggi dan

pembentukan kapiler akan membentuk granulasi, proses granulasi akan

berlangsung 3-5 hari setelah luka berlangsung. Granulasi jaringan akan mencegah

jaringan terinfeksi dan epitelialisasi serta tersedianya myofibroblas untuk

kontraksi luka. Angiogenesis merupakan pembentukan kapiler baru dan

merupakan hasil mugrasi dan proliferasi faktor pertumbuhan (respon makrofag).

Peristiwa ini diatur oleh ektracelular matrik (ECM). Fibroplasis merupakan

proliferasi fibroblast pada luka dan akan menghasilkan kolagen tipe III, peristiwa

ini terjadi 7 – 14 hari setelah luka. Luka akan tertutupi oleh sel epitel baru disebut

epitelialisasi. Kontraksi luka akan menyebabkan kenaikan ukuran luka, kontaksi

luka merupakan kompensasi migrasi fibroblas menuju luka sehingga sekitar luka

akan meregang (Mann dkk, 2011).

Fase maturasi. Fase maturasi berlangsung mulai hari ke 21 hingga 1 tahun,

fase ini bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas baru. Pada fase

ini terjadi keseimbangan sintesis dan degradasi kolagen serta matriks ektraselular.
50

Kolagen yang berlebihan akan didegenerasi oleh kolagenase dan kemudian

diserap, sisanya akan mengkerut sehingga terbentuk jaringan parut yang pucat,

tipis, lemas, dan mudah digerakan (Mann dkk, 2011).

No Gambar Keterangan
1. Hari 1
Jumat, 12 Juli 2019

Jahitan lengkap (10 jahitan simple


interupted)

2. Hari 2
Sabtu, 13 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan pada


daerah sekitar jahitan

3. Hari 3
minggu, 14 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan dan


kemerahan pada daerah sekitar jahitan
51

4. Hari 4
senin, 15 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan dan


kemerahan pada daerah sekitar jahitan

5. Hari 5
selasa, 16 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan dan


kemerahan pada daerah sekitar jahitan

6. Hari 6
Rabu, 17 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan dan


kemerahan pada daerah sekitar jahitan, luka
mulai mengering

7. Hari 7
Rabu, 18 Juli 2019

Jahitan lengkap, terjadi kebengkakan dan


kemerahan pada daerah sekitar jahitan, luka
mulai mengering

Luka jahitan dimonitoring setiap hari selama satu minggu untuk

mengetahui perkembangan penutupan luka. Pada operasi rumenotomi saat hari ke

7 terlihat luka belum tertutup dan kering sepenuhnya. Pada hari ke 2 fase
52

imflamasi mulai terlihat, pada daerah sekitar jahitan mulai membengkak dan

memerah. Luka mulai mengering pada hari ke 7. Fase proliferasi mulai terjadi

ditandai dengan mulai adanya granulasi pada luka. Kesembuhan luka dapat

diperpanjang dengan adanya kontaminasi pada luka. Lingkungan yang kurang

bersih akan mengkontaminasi luka, sehingga fase inflamasi akan diperpanjang.

Kesembuhan Rumen

Saat operasi luka incisi rumen mengalami pendarahan yang tidak kunjung

berhenti, hal ini dikarenakan sumber perdarahan sulit ditemukan. Luka kemudian

ditekan dan di klem untuk menghentikan pendarahan. Klem pada daerah yang

mengeluarkan darah menyebabkan trauma pada jaringan. Pada rumen terdapat

suplai darah yang luar biasa kaya. Tingginya vaskularisasi akan mempercepat

komponen intravaskular pendukung kesembuhan luka memperbaiki luka. Selain

vaskularisasi tinggi, bakteri juga berkurang karena kondisi asam, regenerasi epitel

cepat dan mekanisme pertahanan oleh omentum. Perdarahan pada rumen dapat

dikarenakan tebalnya dinding perut sehingga sulit menemukan dan menghentikan

pendarahan. Menekan lembut pada jaringan cukup efektif untuk menghentikan

pendarahan. Penggunaan klem dan elektrocautery harus dihindari untuk

menghindari trauma (Fosuum, 2019).


KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan sebelum operasi hingga perawatan pasca operasi,

operasi rumenotomi pada domba betina berjalan dengan baik ditandai dengan

nafsu makan domba yang meningkat pasca operasi. Kesembuhan luka pada

domba baik dengan tidak adanya infeksi.

SARAN

Domba yang telah dilakukan operasi rumenotomi pada awalnya hendaknya

diberi pakan fermentasi sehingga mengurangi kerja dari rumen untuk beberapa

hari post operasi dan kembali ke pakan rumput segar. Kondisi kebersihan kandang

dijaga agar mengurangi infeksi sekunder pada luka bekas operasi.

53
DAFTAR PUSTAKA

Ames, N.K. 2014. Noordsy’s Food Animal Surgery. Fifth Edition. Willey
Blackwell. Oxford.
Anonim, 2019. Anaesthesia on Cattle. https://veteriankey.com/anaesthesia-of-
cattle/#s0105. Diakses pada16 Juli 2019.
Anonim. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Asrat, M., dan Velappa, R. 2016. Current Advances in Surgical Management of


Ruminal Disorders of Bovine. International Journal of Veterinary
Sciences and Animal Husbandry 2016; 1(3): 32-38.
Avina, R. 2000. Primary Care Local and Regional Anesthesia in The Management
of Trauma. Clin. Fam. Pract. 2 : 533
Bigham, A. B., Shafiei, Z., dan Nazhvani, S. D. 2009. Comparison of Epidural
Anesthesia with Lidocaine-Distilled Water and Lidocaine-Magnesium
Sulfate Mixture in Goat. USA: Vet Arhiv 79: 11–17.
Deghnani, S.N., dan Ghaddrdani, A.M. 1995. Bovine Rumenotomy: Comparison
of Four Surgical Techniques. Can Vet J 36: 693-697.
Dehkordi, S. H., Bigham, A. S., dan Gerami, R. 2012. Evaluation of Anti-
Nociceptive Effect of Epidural Tramadol, Tramadollidocaine, and
Lidocaine in Goats. USA: Vet Anesth Analg 39: 106–110.
Fossum, T.W. 2019. Small Animal Surgery, Fifth Edition. Arizona: Elsevier
Hartiningsih, Budhi, S., Adji, D., Anggraeni, D., Purnomo, A., dan Anggoro, D.
2017. Petunjuk Dasar Tehnik Bedah Veteriner. Yogyakarta: Departemen
Ilmu Bedah dan Radiologi FKH UGM.
Hendrickson, D. A., dan Baird, A.N. 2013. Turner and McIlwraith’s Techniques
in Large Animal Surgery. 4th Edition. Iowa: Wiley BlackWell.
Kirk, R.W. Bistner, S.I. 1985. Handbook of Veterinary Procedures and
Emergency Treatment 4th Edition. W.B.Saunder Company: Philadelphia.
Konig, H.E., Sautet, J., dan Liebich, H.G. 2004. Veterinary Anatomy of Domestic
Mammals: Textbook and Colour Atlas. Schattauer GmbH, Stuttgart. 312-
315.
Labat, G; Adriani, J. 1985. Labat’s Regional Anesthesia : Techniques and Clinical
Applications 4th Ed. St. Louis : WH. Green.

54
55

Lemke, K. A., dan Dawson, S. D. 2000. Local and Regional Anesthesia. USA:
Vet Clin North Am Small Anim Pract 30: 839-57.
Mann, F.A., Constantinescu, G.M., Yoon, H.Y. 2011. Fundamentals of Small
Animal Surgery. India: Wiley Blackwell
Mansour M, Wilhite R and Rowe J. 2018. Guide to Ruminant Anatomy:
Dissection and Clinial Aspects. Wiley- Blackwell: New Jersey
Mc Dowell L. 2013. Vitamin History: the Early Years 1st Ed. University of
Florida (US): Design Pub.
Montana, J.G. Martin, M. Alonso, P. 2017. General Aspect and Current Fluid
Therapy in Cattle with Digestive Diseases. American Journal of Animal
and Veterinary Sciences 12(3): 111-131.
Murphy, MF. 1988. Local Anesthetic Agents. Emerg. Med. Clin. North Am. 6 :
769.
Oehme, Frederick W. and Prier, James E. 1979. Textbook of Large Animal
Surgery. The Williams & Wilkins Company, London
Philip, BK; Covino, BG. 1991. Local and Regional Anesthesia. Philadelphia :
Lippincott.
Prastiwi, A. Bimo, W. Dianita, Haris. Hanafi, I. 2010. Saleb Gusalin (gusanex
Penicillin) Sebagai Drug of Choice Yang Tepat Dalam Pengobatan Penyakit
Belatungan (Myasis). Jurnal Saintiifika, Vol. II No. 2 Desember
Pugh, D.G., Baird, A.N. 2012. Sheep and Goat Medicine. Second Edition.
Elsevier. Missouri.
Rostami, M., dan Vesal, N. 2012. The Effects of Adding Epinephrine or Xylazine
to Lidocaine Solution for Lumbosacral Epidural Analgesia in Fat-Tailed
Sheep. J S Afr Vet Assoc 83, Art. #1, 7 pages.
Skarda, R. T., dan Tranquilli, W. J. 2007. Local and Regional Anesthetics and
Analgesic Techniques: Ruminants and Awine. In: Lumb & Jones’
Veterinary Anesthesia and Analgesia, 4th edn. USA: Blackwell Publishing,
Ames, IA, pp. 643-681.
Snyder, J. H. 2007. Small Ruminant Tips for Small Animal Practitioners. Noerth
America: IVIS-NAVC.
Syah E. 2014. Fungsi dan akibat kekurangan vitamin B12 [Internet]. [diunduh
2017 Jan 8]. Tersedia pada http://www.medkes.com/2014/08/fungsi-dan-
akibat-kekurangan-vitamin-b12.html.
Taylor, P. M. 1991. Anesthesia in Sheep and Goat. Cambridge: In Practice.
56

Turner, A. Simon and McillWraith, C. Wayne. 1989. Techniques in Large Animal


Surgery 2nd. Lea & Febiger, Phladelphia.
Weaver, A. D., Atkinson, O., Jean, G. St., Steiner, A. 2018. Third Edition Bovine
Surgery and Lameness. India : Wiley Blackwell.
Zakariya, M. Sudiana, I.K. Wahyuni, E.D. 2009. Efektivitass Perawatan Luka
Insisi Dengan Madu dan Povidon Iodin 10%. Jurnal Ners Vol.4 No.1 April
2009:1-8.
LAMPIRAN

57
58

Lampiran 1. Data Ambulatoar Domba Dombing


59

Lampiran 2. (Lanjutan) Data Ambulatoar Domba Dombing


60

Lampiran 3. Data Stasioner Domba Dombing


61

Lampiran 4. (Lanjutan) Data Stasioner Domba Dombing


62

Lampiran 5. (Lanjutan) Data Stasioner Domba Dombing

Anda mungkin juga menyukai