Anda di halaman 1dari 35

HUBUNGAN ANTARA KESIAPAN MENTAL DENGAN KECEMASAN

SEBELUM MENGIKUTI UJIAN OSCE PADA MAHASISWA PSIK

SEMESTER III DI STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Disusun oleh :

Nama : Devi Anggraenie Mambat

Nim : 113063C115008

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

OSCE merupakan suatu test untuk menguji kemampuan skill

mahasiswa dan mahasiswa wajib mendemonstrasikan kemampuan skill yang

dimiliki dengan kondisi yang dibuat berbeda-beda serta tujuan dari

dilaksanakannya OSCE ini adalah untuk mengukur dan menilai kemampuan

skill lab mahasiswa (Watson, 2002). OSCE diperkenalkan oleh Harden pada

tahun 1975 sebagai instrumen penilaian keterampilan klinik mahasiswa

kedokteran kemudian diadaptasi untuk diterapkan oleh disiplin ilmu

kesehatan lainnya termasuk keperawatan pada tahun 2004 di Inggris. OSCE

merupakan ujian dengan penilaian berdasarkan keterampilan (performa) yang

diobservasi saat melakukan berbagai ketrampilan klinik Mc William dan

Botwinski, (2009). Secara nasional, OSCE menjadi pelengkap dari uji

pengetahuan pada kompetensi dokter dan ini juga menjadi salah satu fokus

profesi keperawatan untuk dapat menyelenggarakan OSCE sebagai pelengkap

ujian dalam uji kompetensi perawat yang kini masih dalam tahap persiapan

dan pengembangan Sailah, (2012).

OSCE dilaksanakan dengan sistem rotasi, dimana masing-masing

keterampilan diberi waktu 7 menit. Objective Structural Clinical Examination

(OSCE) di lakukan pertama kali dilaksanakan pada mahasiswa semester awal

sebelum mereka menjalani praktik klinik di rumah sakit. Menurut Pratiwi dan

Mufdillah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi evaluasi hasil mahasiswa

berupa faktor internal, eksternal, dan keberuntungan. Faktor internal itu


sendiri yang merupakan kesiapan dari individu atau mahasiswa yang

melaksanakan OSCE, kemudian dari faktor eksternal adalah yang berasal dari

lingkungan mahasiswa yaitu seperti teman yang mendukung dan faktor

keberuntungan sehingga diperlukan adanya kesiapan sebelum mengikuti

OSCE antara lain kesiapan fisik, emosional dan mental.

Menurut kamus psikologi, kesiapan (Readiness) adalah suatu titik

kematangan untuk menerima dan mempratekkan tingkah laku tertentu.

Menurut Jamies Drever dalam Slameto (2010) Kesiapan adalah kesediaan

untuk memberi respon atau bereaksi. Menurut dalyono (2005) Kesiapan

adalah kemampuan yang cukup baik, fisik, mental dan perlengkapan belajar.

Kesiapan berarti tenaga yang cukup baik dan kesehatan yang baik, sementara

kesiapan mental berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk

melakukan suatu kegiatan. Kesiapan Mental itu sendiri adalah keadaan

seseorang secara keseluruhan atau komprehensif dan bukan hanya kondisi

jiwanya. Keadaan kesiapan mental merupakan suatu bentuk tumbuh kembang

dalam sepanjang hidup seseorang dan diperkuat oleh pengalaman yang

diterima sehari-hari (Kuswahyuni, 2009).

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan

menghadapi ujian yaitu suatu kondisi awal dari seeorang peserta didik yang

akan menghadapi suatu ujian yang membuatnya siap untuk memberikan

respon yang ada pada dirinya dalam mencapai tujuan tertentu. Kesiapan

mental mahasiswa dipengaruhi banyak faktor antaran lain : seperti belum

adanya pengalaman dalam menghadapi ujian OSCE, minat dan motivasi,


kepercayaan diri,faktor lingkungan, penguasaan materi, dan kondisi

emosional seperti perasaan perasaan tegang, konflik, cemas dan lain-lain.

Kecemasan adalah campuran perasaan yang sangat tidak enak,

khawatir, cemas, gelisah, yang disertai satu atau lebih keluhan badaniah.

Kecemasan timbul karena adanya suatu bahaya yang mengancam diri

seseorang. Kusuma et al, (2011). Kecemasan ujian sering memunculkan

respon multisistem dalam menghadapi situasi yang mengancam maka hal ini

berpengaruh pada tiga level yaitu : fisik, emosional, dan kognisi. Respon

tersebut saling berkaitan dengan sistem simpatis dan parasimpatis yang

berpengaruh pada perubahan denyut jantung.

Casbarro Tresna, (2011) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan

ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang tidak

terkendali, yaitu: Manifestasi kongitif, yang terwujud dalam bentuk

ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa sulit berkonsentrasi,

kebingungan menjawab soal dan mengalami mental blocking. Manifestasi

afektif, yang diwujudkan dalam perasaan yang tidak menyenangkan seperti

khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan. Perilaku motorik yang tidak

terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

Kecemasan tersebut terjadi akibat adanya ketakutan gagal dalam

OSCE, seperti yang dikatakan oleh Faletti dan Neame 2. Kecemasan akan

bertambah dengan suasana OSCE yang hening menegangkan, dosen penguji

yang menunggui, ketakutan akan ketidakmampuan atau salah memahami

soal juga menimbulkan kecemasan bagi mahasiswa. Kecemasan adalah


reaksi individu baik itu emosional maupun fisiologis akan adanya ancaman

ketidaksenangan yang dialami 3,4,5. Reaksi cemas yang muncul berupa:

1) Reaksi fisiologis yaitu setiap proses yang terjadi pada komponen fisiologis

(somatik) berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat seperti

jantung berdebar debar, tangan gemetar dan dingin

2) Reaksi psikologis meliputi sikap, emosi dan kognitif seperti, lupa, tidak

ingat, tidak bisa konsentrasi, gugup. Reaksi fisiologis dan psikologis

tersebut tentu membawa pengaruh buruk pada nilai OSCE, meskipun

mahasiswa sudah mempersiapkan diri dengan baik dan soal yang

diberikan dianggap mudah oleh mahasiswa. Hill dan Wigfield 6 yang

menjelaskan kecemasan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap

performa mahasiswa.

Menurut Smith et al (2015) dalam Student et al (2015) perasaan cemas

akan mempersulit karena mempunyai peranan penting dalam penilaian

kompetensi mahasiswa dan tingkat kepercayaan diri sebelum berlatih dalam

keadaan klinik. Dampak dari kecemasan adalah berkurangnya kemampuan

mahasiswa untuk mengerjakan soal dengan baik sehingga hasil ujiannya

menjadi buruk. Hancock (2001). Namun menurut Fidment (2012) kersiapan

yang dilakukan mahasiswa sebelum dilakukan OSCE di definisikan sebagai

komponen penting untuk mengurangi tingkat kecemasan mahasiswa.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa kesiapan mental

mempunyai hubungan yang erat terhadap keadaan seseorang yang sedang

menerima suatu rangsangan yang tidak enak dirasakan dalam diri (cemas),
sehinggga mengakibatkan seseorang dapat akan mempersulit secara

psikologis dan fisiologis karena kesiapan mental seseorang mempunyai

peranan penting dalam penilaian kompetensi mahasiswa dan tingkat

kepercayaan diri sebelum mahasiswa melakukan OSCE. Seperti hal nya di

STIKES Suaka Insan Banjarmasin sudah diterapkan nya OSCE untuk

menguji kemampuan mahasiswa sebelum praktik klinik di rumah sakit.

Keperawatan Medikal Bedah adalah pelayanan profesional yang

berdasarkan pada ilmu keperawatan medikal bedah dan teknik keperawatan

medikal bedah berbentuk pelayanan Bio-psiko-sosio-spiritual yang

komphrehensif ditujukan pada orang dewasa yang mengalami berbagai

perubahan fisiologis dengan atau tanpa gangguan struktural pada berbagai

system tubuh. Praktik profesi keperawatan medikal bedah (KMB) merupakan

program yang menghantarkan mahasiswa dalam adaptasi profesi untuk

menerima pendelegasian kewenangan secara bertahap ketika melakukan

asuhan keperawatan profesional, memberikan pendidikan kesehatan,

menjalankan fungsi advokasi kepada klien, membuat keputusan legal dan etik

serta menggunakan hasil penelitian terkini yang berkaitan dengan

keperawatan pada orang dewasa dan praktik profesi keperawatan medikal

bedahmencakup asuhan keperawatan pada klien dewasa dalam konteks

keluarga yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan dasarnya akibat

gangguan satu sistem (organ) ataupun beberapa sistem (organ) tubuhnya,

(STIKES Suaka Insan, 2017).

Berdasarkan hasil nilai OSCE mata kuliah KMB II tahun akademik

2017-2018, sarjana keperawatan angkatan X rata-rata nilai yang didapatkan


oleh mahasiswa sebagai berikut: nilai 84 (2 orang), 85 (5 orang), 86 (15

orang), 87 (6 orang), 88 (3 orang), 89 (5 orang) dan nilai 90 (1 orang). Hal ini

tidak menutup kemungkinan nilai yang didapatkan turun ketika kecemasan

muncul pada saat melakukan kegiatan OSCE atau praktik klinik, akan tetapi

hal itu dapat dicegah melalui kesiapan mental dari diri sendiri dan

pembelajaran yang efektif dengan mempersiapkan secara baik.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

dengan melakukan wawancara pada salah satu dosen di STIKES Suaka Insan

Banjarmasin yang menjadi penguji ujian OSCE pada mata kuliah

keperawatan medikal bedah. Dosen tersebut mengatakan ada mahasiswa yang

mengulang ujian saat OSCE karena setiap mahasiswa memiliki kognitif yang

berbeda-beda, serta setiap mahasiswa pasti merasakan cemas, dan gugup.

Kemudian faktor yang mempengaruhi mahasiswa menjadi cemas itu juga

karna tidak belajar, dan terpengaruh oleh teman-teman sehingga mahasiswa

menjadi lupa dengan pelajaran yang sudah dipelajari padahal mahasiswa

tersebut mampu dan paham. Selanjtnya mahasiswa dikatakan berhasil jika

mampu melaksanakan minimal 70% dari total dan baru bisa dikatakan lulus

itu untuk psikomotor, kemudian untuk sikap juga dinilai bagaimana mereka

bersikap, serius atau tidak saat ujian, banyak main-main atau tidak, serta ada

penilain secara kognitif juga diberikan berupa kasus, mereka bisa atau tidak

mengerjakan nya, dan sampai dimana pehaman mereka tentang firasat yang

diajarkan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap

mahasiswa Program Sarjana Ilmu Keperawatan STIKes Suaka Insan


Banjarmasin didapatkan melalui hasil wawancara dari 5 mahasiswa semester

III angkatan XI, 40% orang mengatakan biasa saja, tidak merasa kesulitan,

tidak cemas,tidak takut atau pun khawatir. 60% orang diantaranya mengalami

kecemasan sedang ditandai dengan mereka mengatakan gugup, khwatir tidak

bisa memanajemen waktu dengan baik pada saat ujian, takut apa yang sudah

dipelajari tiba –tiba lupa, takut tidak bisa melakukan tindakan pada saat

didalam bilik, rasa mau menangis, dan berpikiran negatif. Selanjutnya

berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap

mahasiswa Program Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES Suaka Insan

Banjarmasin didapatkan melalui hasil wawancara dari 5 mahasiswa semester

V angkatan X, 80% orang mengalami kecemasan sedang ditandai dengan

mereka mengatakan gugup, khwatir tidak bisa memanajemen waktu dengan

baik pada saat ujian, takut apa yang sudah dipelajari tiba –tiba lupa, serta

takut saat menatap wajah dosen. 20% orang mengatakan kurang percaya diri

saat OSCE.

Hasil studi pendahuluan diatas mengemukakan ada nya fenomena

atau permasalahan yang terjadi sebelum mahasiswa melaksanakan OSCE,

seperti yang diketahui ada beberapa aspek yang mempengaruhi mahasiswa

untuk menjalani OSCE seperti kesiapan fisik, mental dan emosi. Kemudian

terlihat dari hasil wawancara diatas, aspek yang lebih menonjol adalah aspek

kesiapan mental sehingga hal ini membuat mahasiswa tidak percaya diri dan

lupa dengan materi yang diajarkan karena merasa cemas saat OSCE serta ada

dosen yang mengatakan bahwa ada mahasiswa yang mengulang untuk

mengikuti OSCE kembali. Jika hal ini terus terjadi saat mereka praktik
bertemu dengan pasien tidak mungkin tindakan itu harus di ulang otomatis

hal ini berpengaruh nanti nya saat dilahan praktik. Tetapi hal tersebut belum

diketahui ada hubungan atau tidak antara kesiapan mental dengan kecemasan.

Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian yang berhubungan dengan

“Hubungan Kesiapan Mental dengan Kecemasan Sebelum Mengikuti Ujian

OSCE pada Mahasiswa Keperawatan Semester III di STIKES Suaka Insan

Banjarmasin.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, peneliti dapat merumuskan

masalah yaitu : “Apakah Ada Hubungan Kesiapan Mental dengan Kecemasan

Sebelum Mengikuti Ujian OSCE pada Mahasiswa Program Sarjana Ilmu

Keperawatan (PSIK) Semester III diSTIKES Suaka Insan?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi

adanya hubungan Kesiapan Mental Dengan Kecemasan Sebelum

Mengikuti Ujian OSCE Program Sarjana Ilmu Keperawatan (PSIK)

Semester III di STIKES Suaka Insan Banjarmasin

2. Tujuan Khusus

a. Mengindentifikasi Kesiapan Mental mahasiswa keperawatan sebelum

mengikuti ujian OSCE di STIKES Suaka Insan Banjarmasin.

b. Mengindentifikasi kecemasan mahasiswa sebelum mengikuti OSCE di

STIKES Suaka Insan Banjarmasin.


c. Mengidentifikasi Hubungan Kesiapan Mental dengan Kecemasan

Sebelum Mengikuti Ujian OSCE di STIKES Suaka Insan

Banjarmasin.

D. . Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan suatu informasi yang dapat digunakan sebagai masukan bagi

lembaga yang berhubungan dengan dunia pendidikan, memberikan

kontribusi pada bidang khususnya pendidikan keperawatan dan psikologi.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Dosen

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi dosen

penguji OSCE untuk dapat memahami karakteristik mahasiswa yang

melakukan ujian OSCE di STIKES Suaka Insan Banjarmasin.

b. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan pengetahuan dan

sumber informasi tentang kesiapan mental dan hubungan nya dengan

kecemasan serta menjadi acuan bagi mahasiswa untuk lebih memahami

karakteristik dalam diri masing-masing individu pada mahasiswa di

STIKES Suaka Insan Banjarmasin.


E. Keaslian Penelitian

Adapun penelitian yang mirip dengan penelitian ini adalah :

1. Wijaya prayoga (2012) meneliti tentang Pengaruh ujian OSCE terhadap tingkat

kecemasan mahasiswa Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2009. Penelitian

ini, menggunakan desain penelitian quasi experiment dengan pre-test dan pos-

test tanpa kontrol. Untuk mengetahui perubahan derajat kecemasan yang

disebabkan oleh ujian OSCE, para mahasiswa diminta untuk mengisi kuisioner

T-MAS dua hari sebelum ujian OSCE sebagai pre-test dan diambil satu

minggu setelah OSCE sebagai post-test. Pada penelitian ini digunakan sampel

berjumlah 40 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhhamadiyah

Yogyakarta angkatan 2009. Perbedaan dengan penelitian Wijaya dengan yang

akan dilakukan terletak pada variabel penelitian, baik variabel bebas, waktu

yang dilaksanakan penelitian berbeda, tempat penelitian yang berbeda,diteliti

di FK UMY serta subjek atau responden yang berbeda,yaitu mahasiswa FK

UMY, desain penelitian yang berbeda karena penelitian ini menggunakan quasi

experiment. Persamaan terletak pada variabel terikat yaitu tingkat kecemasan.

2. Naim (2014). Meneliti tentang Hubungan Tingkat Kecemasan Mengikuti Ujian

OSCE Sistem Kardiovaskular dengan Pencapaian Nilai pada Mahasiswa

keperawatan di STIKes Guna Bangsa. Rancangan penelitian ini menggunakan

cross sectional. Berdasarkan analisis uji normalitas menunjukan bahwa

koefisien kolmogrov semirnov z pada skala kecemasan sebelum menghadapi

OSCE besarnya 0,591 dengan signifikasi = 0,876 ( p > 0,05 ). Hasil tersebut

menunjukan bahwa sebaran data kecemasan sebelum menghadapi OSCE


berdistribusi normal. Sedangkan koefisien kolmogrov semirnov z pada skala

pencapaian nilai OSCE adalah 1,043 dengan signifikan = 0,20 (p>0,05).

Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada subyek atau responden

penelitian yaitu mahasiswa semester II angkatan 2014, waktu penelitian yang

berbeda,peneliti diteliti tahun 2014. Kesamaan dari penelitian ini terletak pada

variabel bebas, yaitu hubungan tingkat kecemasan ,tempat yang sama yaitu di

STIKes Guna Bangsa Yogyakarta. Teknik pengembalian sampel yang

digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Probably Sampling

3. Arief, dkk (2003) meneliti tentang Hubungan Kecemasan menghadapi Ujian

skill lab Modul Shock dengan Prestasi yang dicapai pada mahasiswa FK UGM

angkatan 2000. Penelitian ini merupakan penelitian nonexperiment jenis cohor

(prospektif) dengan data primer berupa kuesioner. Jumlah sampel yang

digunakan adalah 50 responden secara aksidental. Instrumen penelitian berupa

lieminnesotta Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI) untuk mengukur

kebohongan dan AAS untuk skor kecemasan. Analisa dengan uji statistik

korelasi dengan derajat kemaknaan 0.05. hasil uji analisis menunjukan p-value

sebesar 0,000<0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara

kecemasan menghadapi ujian skill lab modul shock dengan prestasi yang

dicapainya dengan tingkat keeratan bersifat negatif (niali τ sebesar -0,613).

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek atau responden

penelitian,yaitu mahasiswa FK UGM angkatan 2000, waktu penelitian yang

berbeda,diteliti tahun 2000, tempat penelitian di FK UGM,penelitian ini diteliti

pada tahun 2003, desain penelitian serta uji yang digunakan dalam penelitian

ini. Persamaan terletak pada variabel bebas yaitu Hubungan kecemasan


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Mahasiswa

a. Pengertian Mahasiswa Keperawatan

Mahasiswa keperawatan adalah seseorang yang

dipersiapkan untuk dijadikan perawat profeisonal di masa yang

akan datang. Perawat profesional wajib memiliki rasa tanggung

jawab atau akuntabilitas pada diriny, dan akuntabilitas meurpakan

hal utama dalam praktik keperawatan yang profesional dimana hal

tersebut wajib ada pada diri mahasiswa keperawatan sebagai

perawat di masa mendatang (Black, 2014). Program studi ilmu

keperawatan atau pendidikan sarjana keperawatan merupakan

kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk

menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat

menerapkan dan mengembangkan dan atau menciptakan ilmu

pengetahuan, teknologi dan atau kesenian (Husin, 1996).

Mahasiswa program sarjana keperawatan adalah peserta didik

dalam sebuah institusi yang dilatih diberika pembelajaran,

kompetensi untuk mencapai suatu profesi keperawatan yang

difokuskan pada perawatan, individu, keluarga, dan komunitas

dalam mencapai, memelihara dan membantu proses penyembuhan


kesehatan secara optimal dan dituntut sebagai seorang yang ahli

dalam keperawatan (Kusnanto, 2004).

Jadi, pendidikan tinggi ilmu keperawatan merupakan

bagian dari sistem pendidikan nasional dimana kurikulum yang

digunakan berlaku secara Nasional dan ditetapkan oleh Dirjen

Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Program pendidikan

Sarjana Keperawatan pada program studi ilmu keperawatan

merupakan program pendidikan akademik profesional yang

berorientasi pada community oriented nursing education dan

menerapkan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan.

b. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan sarjana keperawatan menurut Ismani (2001)

adalah menghasilkan lulusan yang mempunyai cukup pengetahuan,

keterampilan dan sikap sehingga mampu :

1) Melaksanakan profesi keperawatan secara akuntabel dalam

suatu sistem pelayanan kesehatan sesuai kebijaksanaan umum

pemerintah.

2) Melaksanakan asuhan keperawatan dasar dan terapan secara

mandiri.

3) Mendidik calon perawat dan perawat yang lebih muda serta

turut berperan dalam berbagai program pendidikan tenaga

kesehatan lainnya.
4) Mengembangkan diri secara terus menerus untuk

meningkatkan kemampuan profesionalnya dengan berpedoman

pendidikan seumur hidup.

5) Menghayati pembangunan dibidang kesehatan sebagai bagian

dari pembangunan Nasional.

6) Menggunakan hasil-hasil penelitian untuk merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasikan upaya-upaya kesehatan.

7) Bersifat terbuka, tanggap terhadap perubahan dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang kesehatan

masyarakat.

2. Ujian OSCE

a. Pengertian OSCE

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi

keterampilan klinik secara obyektif dan terstruktur. Obyektif

karena semua peserta ujian diuji dengan materi ujian yang sama.

Penguji OSCE, diberikan panduan lembar penilaian dan cara

menilai keterampilan klinik yang dilakukan peserta ujian.

Subyektivitas dapat dihindari dengan menggunakan metode ini,

karena penguji menilai berdasarkan tindakan yang dilakukan

peserta kemudian mencocokannya dengan kriteria penilaian yang

ada, bukan berdasarkan pengetahuan penguji. Terstruktur karena

semua instruksi ujian dituliskan dengan urut pada lembar yang

telah disediakan. Pada prosesnya, penguji akan menilai setiap

peserta ujian di satu stasiun. Penguji menilai dengan cara


melakukan observasi dan mengajukan pertanyaan serta

menunjukan hasil pemeriksaan penunjang jika diminta dalam

soal. Waktu ujian yang menjadi tanggung jawab setiap penguji,

tergantung banyak sedikitnya materi yang harus diujikan. Standar

OSCE Nasional adalah 15 menit, untuk setiap penguji yang

bertanggung jawab pada setiap stasiun ujian. Kompetensi klinik

yang diujikan yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, keterampilan

prosedur klinik, interpretasi hasil laboratorium, manajemen terapi,

kemampuan komunikasi dan perilaku profesional. Dikti (2011).

b. Tujuan OSCE

Adapun tujuan dilakukan ujian OSCE sebagai berikut :

1) Penapisan mahasiswa calon perawat untuk menghasilkan

perawat yang kompeten.

2) Menciptakan sistem ujian yang objyektif dan terstandar

secara nasional

3) Melengkapi ujian kompetensi dari segi psikomotor dan

perilaku. Tri Hanggono (2011)

c. Tahap persiapan:

1) Sebelum simulasi OSCE ini dimulai, telah dilakukan

persiapan dengan baik antara lain: persiapan tempat/

ruangan, persiapan alat dan bahan untuk OSCE, pelatihan

skenario pada pasien standar, serta persiapan denah, dan

alur OSCE.

2) Ruangan dan peralatan telah disiapkan satu hari sebelumnya


3) Pelatihan skenario untuk pasien juga telah dilakukan sehari

sebelumnya

4) Denah ruangan juga telah disiapkan sehingga pada hari H

tentunya sangat membantu baik untuk peserta maupun

penguji

5) Sudah disiapkan satu orang penguji cadangan dan dua

kandidat cadangan agar bila terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan, simulasi OSCE tetap dapat berjalan.

3. Kesiapan Mental

a. Pengertian Kesiapan mental

Menurut Salmeto (2003) mengemukakan kesiapan adalah

keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk

memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu

situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau

kecenderungan untuk memberi respon. Menurut Djamarah (2002)

kesiapan untuk merupakan kondisi diri yang telah dipersiapkan

untuk melakukan suatu kegiatan. Menurut Darsono (2000) faktor

kesiapan, baik fisik maupun psikologis, merupakan kondisi awal

suatu kegiatan belajar. Menurut Hamalik (2008)

Kesiapan adalah tingkatan atau keadaan yang harus dicapai dalam

proses perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan

mental, fisik, sosial dan emosional. Berdasarkan beberapa

pengertian diatas dapat disimpulkan: kesiapan adalah keseluruahan

kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi dan


mempraktikan suatu kegiatan yang mana sikap yang harus dimiliki

dan dipersiapakan selama melakukan kegiatan tertentu.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, mental adalah hal

yang menyangkut batin dan watak manusia yang bukan bersifat

badan atau tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang harus

diperhatikan, melainkan juga pembangunan batin dan watak.

Mental adalah suatu keadaan yang harus dimiliki oleh setiap orang

untuk menghadapi suatu kejadian atau keadaan yang akan dihadapi.

Kesiapan Mental adalah kondisi kepribadian seseorang

secara keseluruhan dan bukan hanya kondisi jiwanya. Kondisi

kesiapan mental merupakan hasil tumbuh kembang sepanjang

hidup seseorang dan diperkuat oleh pengalaman sehari-hari orang

yang bersangkutan Kuswahyuni (2009).

b. Prinsip-prinsip kesiapan Mental meliputi:

Menurut Slameto (2003) prinsip-prinsip kesiapan meliputi:

1) Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling berpengaruh

mempengaruhi)

2) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk

memperoleh manfaat dari pengalaman.

3) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kesiapan.

4) Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam

periode tertentu selama masa pembentukan dalam masa

perkembangan.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesiapan Mental

1) Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan

sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang

untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya

suatu tujuan. Sutikno (2005). Sementara Sarwono (2000)

dalam Sunaryo (2013) mengungkapkan bahwa motivasi

merujuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang

mendorong yang timbul dalam diri individu, dan tingkah laku

yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhri

dari pada gerakan atau perbuatan.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai

keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah

kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.

Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan,sebab

seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak

akan mungkin melakukan aktivitas belajar Sutikno (2005).

Menurut Nursalam,(2012) bentuknya motivasi terdiri atas :

a) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari

dalam diri individu.

b) Motivasi ekstrensik, yaitu motivasi yang datang dari luar

individu
c) Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam

kondisi terjepit secara serentak dan menghentak dangan

cepat sekali.

2) Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami

(dijalani, dirasai, ditanggung) KBBI, (2005). Pengalaman

dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori

yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau

dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang

berfungsi sebagai referensi otobiografi. Daehler & Bukatko,

(1985) dalam Syah, (2003). Pengalaman merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari –

harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia,

dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk

digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia.

3) Kepercayaan diri

Menurut Daradjat (2000) kepercayaan diri adalah

kepercayaan kepada diri sendiri yang ditentukan oleh

pengalaman-pengalaman yang dilalui sejak kecil. Orang yang

percaya pada dirinya sendiri dapat mengatasi segala faktor-

faktor dan situasi frustasi, bahkan mungkin frustasi ringan

tidak akan terasa sama sekali. Tapi sebaliknya orang yang

kurang percaya pada dirinya akan sangat peka terhadap


bermacam-macam situasi yang menekan. kepercayaan diri

merupakan suatu perasaan yakin atas kemampuan sendiri

sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas

dalam setiap tindakan. Menurut Alsa (2006) ciri-ciri orang

yang percaya diri yaitu: percaya pada kemampuan sendiri,

bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa

positif terhadap diri sendiri, serta berani mengungkapkan

pendapat. Mahasiswa yang kurang percaya pada kemampuan

sendiri akan merasa khawatir dan cemas saat menghadapi ujian

OSCA. Kondisi sebaliknya terjadi pada mahasiswa yang yakin

pada kemampuan dirinya. menurut Daradjat (2000) orang yang

percaya diri dapat mengatasi segala faktor-faktor dan situasi

frustasi, dan kecemasan tidak ada sama sekali.

4) Lingkungan

Menurut darsono (2000) lingkungan adalah semua benda dan

kondisi, termasuk manusia dan kegiatan mereka, yang

terkandung dalam ruangan dimana manusia dan badan-badan

hidip lainnya. Dimana faktor lingungan sangat mempengaruhi

tingkat kecemasan mahasiswa sebelum mengikuti ujia OSCE,

kondisi lingkungan yang tidak kondusip, tidak tenang, tegang,

gelisah dan persepsi mahasiswa yang berbeda-beda sebelum

mengikuti ujian OSCE sangat mempengaruhi ujian OSCE

tersebut.
4. Kecemasan

a. Pengertian cemas

Kecemasan ujian (test anxiety) memunculkan ketakutan dan

kekhawatiran terhadap situasi yang mengevaluasi keterampilan

terutama berkaitan dengan bidang akademik. Brown et.al, (2011)

Menurut Post (1978) dalam I Gede Tresna (2011)

kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan

yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan,

ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem

syaraf pusat.

Kecemasan merupakan suatu keadaan aprehensi atau

keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk

akan segera terjadi. Banyak hal yang dapat menimbulkan

kecemasan, misalnya, kesehatan, relasi sosial, ujian, karier, relasi

internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang

menjadi sumber kekhawatiran. Kecemasan terjadi sebagai akibat

dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat

mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan

secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-

hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk

upaya memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri. Nevid

dkk, (2006), Suliswati dkk,( 2005) dalam Hidayati Arina, (2008).

Kecemasan ujian adalah sebuah kondisi psikologi dan

fisiologi yang ditandai oleh ketidak nyamanan dalam manifestasi


kognitif, emosional, dan perilaku. Komponen-komponen ini

bergabung untuk membuat perasaan yang tidak menyenangkan

yang biasanya dikaitkan dengan kegelisahan, ketakutan, atau

khwatir. Kecemasan ini adalah kondisi umum yang terjadi tanpa

diidentifikasi memicu ransangan. Dengan demikian, kecemasan

ujian dibedakan dari rasa takut, yang terjadi terhadap ancaman

yang dihadapi Tresna, (2011). Situasi ujian yang memerlukan suatu

keterampilan dengan penilaian standar yang tinggi dan bersifat

kompetisi akan meningkatkan kecemasan serta mengganggu

individu untuk fokus terhadap hal-hal yang perlu dilakukan ketika

ujian Zeidner & Matthews, (2005) cit. Asghari, et.al, (2012).

Kondisi kecemasan selama OSCE dikaitkan dengan tingkat

persiapan dalam menghadapi ujian Brand & Schoonheim-Klein,

(2009) cit. Bedewy dan Gabriel, (2013), menunjukkan bahwa

tingkat munculnya kecemasan yang wajar diperlukan untuk

menyesuaikan diri dengan kondisi yang menekan dan dengan hal

tersebut individu dapat tampil dengan performa yang optimal. Hal

tersebut bertentangan dengan penelitian Fidment (2012) yang

menyatakan bahwa mahasiswa merasakan kecemasan saat

berlangsungnya OSCE sehingga kecemasan dapat berpengaruh

pada performa pelaksanaan dan kelulusan.

Kecemasan ujian sering memunculkan respon multisistem

dalam menghadapi situasi yang mengancam maka hal ini

berpengaruh pada tiga level yaitu : fisik, emosional, dan kognisi.


Respon tersebut saling berkaitan dengan sistem simpatis dan

parasimpatis yang berpengaruh pada perubahan denyut jantung.

Beberapa orang menunjukkan, saat denyut jantung meningkat

kemudian dipertahankan maka secara internal dari individu akan

mengambarka kegagalan dan kecemasan dalam melaksanakan

keterampilan. Prato, (2009).

b. Tipe kepribadian yang mengalami kecemasan

Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang

bersangkutan tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang

dihadapi. Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada

stresor psikososial, yang bersangkutan menunjukan kecemasan

juga, yang ditandai dengan corak atau tipe kepribadian pencemas,

yaitu antara lain:

a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang.

b. Memandang masa depan dengan was-was (khawatir)

c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum

(demam panggung)

d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

e. Tidak mudah mengalah,suka “ngotot”

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik),

khawatir berlebihan

h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang

kecil (dramatisasi)
i. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan

ragu

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-

ulang

k. Kalau sedang emosi seringkali bertindak histeris.

Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya

mengeluh hal-hal yang sifatnya psikis tetapi sering juga

disertai dengan keluhan-keluhan fisik (somatik) dan juga

tumpang tindih dengan ciri-ciri kepribadian depresif atau

dengan kata lain batasannya sering kali tidak jelas.

c. Gejala klinis cemas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang

yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :

1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3. Takut sendirian, takut pada keramain dan banyak orang.

4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang,pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguang perkemihan, sakit

kepala dan lain sebagainya.


d. Faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Stuart & sundeen, (2008) ada 2 faktor yang

mempengaruhi kecemasan:

a. Faktor Predisposisi

Faktor Predisposisi adalah semua ketegangan dalam

kehidupan yang dapat menyebabkan menimbulkannya

kecemasan, yang berupa :

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya

kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu

2) Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan

dengan baik

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan

menimbulkan kecemasan

4) Frustasi akan menimbulkan rasa tidak berdaya untuk

mengambil keputusan

5) Gangguan fisik menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang mempengaruhi

konsep diri

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang

dapat mencetuskan timbulnya kecemasan, yang dikelompokan

menjadi dua :

1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi:


Sumber internal : kegagalan mekanisme fisiologi system imun,

regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (hamil).

Sumber eksternal : paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak

adekuatnya tempat tinggal

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan

eksternal :

Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal

dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap tempat baru.

Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,

perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok.

e. Respon Kecemasan

Menurut stuart dan laraira (2005), ada 2 macam respon

yang dialami seseorang ketika mengalami kecemasan :

a. Respon Fisiologis terhadap kecemasan

1) Kardiovaskuler : peningkatan tekanan darah,palpitasi,

jantung, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun,

syock dan lain-lain.

2) Respirasi : napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada

dan rasa tercekik.

3) Kulit : perasaan panas atau dingin pada kulit,muka pucat,

berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak

tangan berkeringat, gatal-gatal.


4) Gastrointestinal : Anoreksia,rasa tidak nyaman, pada perut

rasa terbakar epigastrium, nausea dan diare.

5) Neuromuskuler : Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah kejang,

gerakan lambat.

b. Respon Psikologis terhadap kecemasan

1) Perilaku : gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada

koordinasi, menarik diri, menghindar.

2) Kognitif : gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah

lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapang persepsi menurun,

kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan,

obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-

lain.

3) Afektif : tidak sabar ,tegang neurosis, tremor, gugup yang

luar biasa, samgat gelisah dan lain-lain.

f. Tingkat Kecemasan

Menurut (stuart & sundeen, 2002) mengidentifikasi tingkat

kecemasan dapat menjadi :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan

dapat memotivasi belajar dan mengahasilkan pertumbuhan

serta kreativitas. Kecemasan ini normal dalam kehidupan


karena meningkatkan motivasi dalam membuat individu siap

bertindak. Stimulus dari luar siap diinternalisasi dan pada

tingkat individu mampu memecahkan masalah secara efektif,

misalnya seseorang yang menghadapi ujian akhir, individu

yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau

pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan

yang lain, sehingga seseorang yang mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan

meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan

volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk

belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi

menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang

tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,

mudah lupa, marah dan menangis. Pada kondisi ini individu

masih bisa belajar dari arahan orang lain. Stimulus dari luar

tidak mampu diinternalisasi dengan baik, tetapi individu sangat

memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi orang

yang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci


dengan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.

Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan.

Seseorang memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada area lain. Lapang persepsi individu sangat

sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik)

dan tidak berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku yang

dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak

perintah atau arahan untuk berfokus pada area lain misanya

individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang

yang dicintai karena bencana alam, individu penyanderaan.

Manifestasi yang muncul pada tingkatan ini adalah mengeluh

pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (Insomnia),

sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,

tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri,

keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan

tidak berdaya, bingung, dan disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan

teror karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan arahan. Manifestasi terjadi pada keadaan ini adalah

susah bernapas, dilatasi pupil, pucat, diaphoresis, pembicaraan

inkhoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang

sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan


delusi. Tingkatan ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan,

jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi

kelelahan dan kematian.

6) Telah disiapkan sistem skoring dengan komputer

sehingga lebih memudahkan dan juga mengurangi

kesalahan dalam input data.


B. LANDASAN TEORI

Kesiapan Mental adalah kondisi kepribadian seseorang

secara keseluruhan dan bukan hanya kondisi jiwanya. Kondisi

kesiapan mental merupakan hasil tumbuh kembang sepanjang

hidup seseorang da diperkuat oleh pengalaman sehari-hari orang

yang bersangkutan Kuswahyuni (2009). Menurut Slameto (2003)

prinsip-prinsip kesiapan meliputi:

1) Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling berpengaruh

mempengaruhi).

2) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk

memperoleh manfaat dari pengalaman.

3) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kesiapan.

4) Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode

tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapa mental antara lain :

1) Motivasi belajar

2) Pengalaman

3) Kepercayaan diri

4) Lingkungan

Kecemasan ujian (test anxiety) memunculkan ketakutan dan

kekhawatiran terhadap situasi yang mengevaluasi keterampilan

terutama berkaitan dengan bidang akademik. Brown et.al, (2011).


Menurut Post (1978) dalam I Gede Tresna (2011) kecemasan

adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai

oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan,

kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf

pusat. Kecemasan merupakan suatu keadaan aprehensi atau

keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk

akan segera terjadi (Nevid dkk, 2006).

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :

1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung.

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3) Takut sendirian, takut pada keramain dan banyak orang.

4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang,pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguang perkemihan, sakit

kepala dan lain sebagainya.

C. Kerangka Teori
b. Prinsip-prinsip kesiapan Mental meliputi: Faktor yang
mempengaruhi kecemasan
Menurut Slameto (2003) prinsip-prinsip
kesiapan meliputi:
a. Faktor Predisposisi
1) Semua aspek perkembangan berinteraksi b. faktor presipitasi
Kesiapan
Cemas Ujian
Mental
OSCE
Ujian OSCE

Gejala klinis cemas

1.Cemas,khawatir, firasat buruk, takut akan


c. faktor-faktor yang pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
mempengaruhi Kesiapan
Mental : 2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah,
mudah terkejut.
1) Motivasi 3.Takut sendirian, takut pada keramian dan
2) Pengalaman banyak orang.
3) Kepercayaan diri
4.Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang
4) Lingkungan menegangkan.

5.Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6.Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa


sakit pada otot dan tulang,pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Myers, 1986(dalam I Gede Tresna, 2011, Mujiasih & Prihatsani, 2011,

Slameto, 2003. pencernaan, gangguang perkemihan, sakit


kepala dan lain sebagainya.
D. Kerangka Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat


Kesipan Mental
Mahasiswa Tingkat kecemasan

Faktor pengganggu
a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Frekuensi ujian OSCE

Gambar 2.2 kerangka konsep

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel pengganggu yang (tidak diteliti)

E. Hipotesis

Ho : Ada hubungan antara Kesiapan Mental dengan Kecemasan Sebelum

Mengikuti Ujian OSCE Pada Mahasiswa PSIK Semester III Di STIKES

Suaka Insan Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai