Anda di halaman 1dari 229

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum program magang bagi mahasiswa FKM adalah memberi bekal
pengalaman dan keterampilan kerja praktis, penyesuaian sikap di dunia kerja sebelum
mahasiswa dilepas di dunia kerja dan sebelum mahasiswa dilepas untuk bekerja sendiri.
Fakultas Kesehatan Masyarakat melaksanakan program magang karena mengharapkan
para lulusan mempunyaki kemampuan yang bersifat akademik dna profesional.
Pengertian mmagang adalah kegiatan mandiri mahasiswa yang dilaksanakan diluar
lingkungan kampus untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis yang sesuai dengan
bidang peminatannya melalui metode observasi dan partisipasi. Kegiatan magang
dilaksanakan sesuai dengan formasi struktural dan fungsional pada instansitempat
magang baik pada lembagapemerintah, swadaya masyarakat (LSM) maupun perusahaan
swasta atau lembaga lain yang relevan.

B. Tujuan Magang
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman keterampilan, penyesuaian sikap dan
penghayatan pengetahuan di dunia kerja dalam rangka memperkaya pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat, serta melatih kemampuan
bekerja sama dengan baik sebagai satu tim, sehingga diperoleh manfaat bersama baik
bagi peserta magang maupuninstansi tempat magang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui struktur organisasi Puskesmas
b. Mengetahui dan mampu melakukan tugas dan fungsi unit pencegahan dan
pemberantasan penyakit di Puskesmas antara lain:
1) Dapat mempelajari trend penyakit di Puskesmas
2) Mampu mendeskripsikan pola penyakit atau kasus menurut orang, waktu
dan tempat
3) Mampu mengidentifikasikan tahapan PWS (pemantauan wilayah setempat)
dalam upaya preventif (pencegahan penyakit)
4) Mempelajari dan mengetahui sistem kewaspadaan dini (SKD) di tingkat
Puskesmas
5) Mempelajari dan mengetahui sistem surveilans di Puskesmas
6) Mampu melakukan penyelidikan kasus yang berpotensi kejadian luar biasa
(KLB)

C. Manfaat Magang
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pelajaran praktis serta membandingkan ilmu
yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan dunia kerja yang sesungguhnya.
Dengan demikian dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi kompetisi dunia
kerja.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi dalam hal ini Fakultas Kesehatan Masyarakat dapat menambah
khasanah dunia kerja serta ilmu baru melalui informasi yang diperoleh dilokasi
magang, sehingga dapat menyesuaikan kompetensi perkuliahan sesuai dengan
tuntutan dunia kerja yang pada akhirnya akan menghasilkan lulusan yang lebih
kompetitif.
3. Bagi Tempat Magang
Tempat magang memperoleh bantuan tenaga pegawai yang memiliki idealisme
dan penuh dengan ilmu-ilmu segar yang belum lama dipelajari dari bangku
perkuliahan.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI MAGANG

A. PUSKESMAS MOYUDAN
1. Kondisi Geografi
Kecamatan Moyudan merupakan salah satu diantara 17 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Sleman, dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Minggir
Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Bantul
Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Kulon Progo
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Godean.
Keadaan tanah berjenis Grumusal yang kaya akan humus, subur dengan letak
ketinggian ± 98,00 m di atas permukaan laut. Keadaan tanah relatif datar,
kemiringan 1 – 2 ke arah selatan. Luas wilayah Kecamatan Moyudan: 2.762.000 Ha.

2. Keadaan Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
Petani pemilik tanah : 3.563 orang
Petani buruh : 105 orang
Pengusaha : 14 orang
Wiraswasta : 1.619 orang
Pegawai swasta : 3.595 orang
Pengangkutan : 205 orang
Pedagang : 802 orang
Pegawai Negeri Sipil, Polisi, TNI : 2.559 orang
Pensiunan PNS : 695 orang
Peternak : 4371 orang

Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan


Belum Sekolah : 1.438 orang
Tidak Tamat Sekolah : 1.403 orang
Tamat SD/ Sederajat : 3.935 orang
Tamat SLTP/ Sederajat : 2.582 orang
Tamat SLTA/ Sederajat : 9.699 orang
Tamat D1 : 4.021 orang
Tamat Akademi/Universitas : 3.407 orang
Buta Aksara (10-55th) : 168 orang
Tabel 2. Penduduk Menurut Usia
NO. GOLONGAN UMUR JUMLAH
1. 0 – 6 tahun 2.267 orang
2. 7 – 12 tahun 2.390 orang
3. 13 – 18 tahun 2.442 orang
4. 19 – 24 tahun 2.290 orang
5. 25 – 55 tahun 13.942 orang
6. 56 – 79 tahun 6.224 orang
7. ≥ 80 tahun 827 orang

Tabel 3. Penduduk Menurut Usia


NO. GOLONGAN UMUR JUMLAH
1. 0 – 4 tahun 1.467 orang
2. 5 – 9 tahun 1.959 orang
3. 10 – 14 tahun 2.025 orang
4. 15 – 19 tahun 2.057 orang
5. 20 – 24 tahun 1.881 orang
6. 25 – 29 tahun 4.458 orang
7. 30 – 34 tahun 2.335 orang
8. 35 – 39 tahun 2.486 orang
9. ≥ 40 tahun 14.064 orang

Tabel 4. Penduduk Menurut Usia


NO. GOLONGAN UMUR JUMLAH
1. 0 – 5 tahun 1.862 orang
2. 6 – 16 tahun 4.435 orang
3. 17 – 25 tahun 3.449 orang
4. 26 – 55 tahun 13.585 orang
5. ≥ 56 tahun 7.051 orang

3. Status Kesehatan Puskesmas


Status kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Moyudan ini kami lihat dari 10
besar penyakit yang ada di Puskesmas Moyudan seperti :
10 Besar Penyakit Puskesmas Moyudan tahun 2016
NO KODE PENYAKIT NAMA PENYAKIT JUMLAH KASUS
1 HT Hypertensi 5.434
2 C.Cold Common Cold 4.295
3 KO4 Pulpa dan jaringan apikal 1695
4 K3O Dispepsia 1442
5 DM Diabetes Melitus 1343
6 RSI Nyeri Kepala 1317
7 M62 Gangguan lain jaringan otot 1103
8 R5O Febris yang belum diketahui 1031
9 M26 Gangguan Sendi 925
10 PKA Dermatitis kontak alergi 780
4. Fasilitas Umum yang Tersedia
a. Sarana Kesehatan
Puskesmas Moyudan terdiri dari Puskesmas Induk dan Puskesmas
Pembantu. Puskesmas Induk terletak di desa Sumberagung, sedangkan
Puskesmas Pembantu terletak di Desa Sumberrahayu, Sumbersari,
Sumberagung, dan Sumberarum.
Sarana yang lain yaitu:
 Mobil pusling : 2 buah
 Sepeda motor dinas : 9 buah
 Almari es/ Cold chain : 4 buah
 IUD kit : 2 buah
 Dopler : 1 buah
 Tensi meter : 28 buah
 Stetoskop : 15 buah
 Timbangan dacin : 17 buah
 Timbangan bayi : 8 buah
 Mesin ketik : 4 buah
 Komputer : 11 buah
 Tabung oxygen : 2 buah
 Kursi roda : 2 buah
 Sterilisator listrik : 1 buah
 Genset : 2 buah
 Dental unit : 2 buah
 Kompresor : 2 buah
 Lampu operasi : 2 buah
 UGD set : 1 set
 PHN kit : 2 set
 Elektrokardiograf : 1 buah
 Otoskop : 1 buah
 Mikroskop : 2 buah
 Hematokrit : 1 buah
 Certrifuge : 1 buah
 Urine meter : 1 buah
 Glukomenmeter : 1 buah
 Tabung Elpiji : 1 buah
 Alat foging : 1 buah
 AC : 7 buah
 Kamera : 3 buah
 Televisi : 2 buah
 LCD : 2 buah
 Sarana Kesehatan Lingkungan
 Perlindungan mata air : 23 buah
 Sumur pompa dangkal : - buah
 Sumur gali : 8.888 buah
 Sambungan rumah PDAM : 176 buah
 Sarana air limbah : 2.032 buah
 Jamban keluarga : 5.791 buah

B. PUSKESMAS MINGGIR
1. Kondisi Geografis
Kecamatan Minggir merupakan salah satu diantara 17 Kecamatan yang ada
dikabupaten Sleman, dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Tempel
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Moyudan
Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Kulon Progo
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Seyegan, Kecamatan Godean
dan Kecamatan Moyudan
Keadaan tanah berjenis Grumusal yang kaya akan humus, subur dengan letak
ketinggian ± 165 m di atas permukaan laut. Kadaan tanah relatif datar, kemiringan 1-
2 ke arah selatan. Luas wilayah Kecamatan Minggir : 27,27 Km².

2. Keadaan Demografi
a. Jumlah Penduduk
Kecamatan Minggir terdiri dari 5 Desa, 68 Dusun, 70 Posyandu dengan jumlah
penduduk sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Penduduk
LAKI- JUMLAH
NO DESA PEREMPUAN JUMLAH
LAKI KK
1 SENDANGARUM 1,986 2,031 4,017 1,467
2 SENDANGMULYO 3,693 3,620 7,313 2,658
3 SENDANGAGUNG 4,504 4,393 8,897 3,193
4 SENDANGSARI 2,529 2,412 4,941 1,811
5 SENDANGREJO 4,535 4,348 8,883 3,515
JUMLAH 17,247 16,804 34,051 12,644
*Sumber data SIAK semester I(bulan Juni) tahun 2015

b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan minggir 1 : 288 Jiwa/ km dengan
penyebaran penduduk yang merata.

c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian


1) Petani
- Petani Pemilik Tanah : 1.615 orang
- Petani Penggarap Tanah : 2.310 orang
- Petani Penggarap / Penyekap : 311 orang
- Buruh Tani : 1.718 orang
2) Nelayan : - orang
3) Pengusaha Sedang/Besar : 113 orang
4) Pengrajin/Industri Kecil : 917 orang
5) Buruh industri : 410 orang
6) Buruh bangunan : 95 orang
7) Buruh Pertambangan : 89 orang
8) Buruh Perkebunan (Besar/Kecil) : - orang
9) Pedagang : 1. 201 orang
10) Pengangkutan : 48 orang
11) Pegawai Negeri Sipil (PNS) : 992 orang
12) ABRI : 657 orang
13) Pensiunan (Peg. Negri/ABRI) : 490 orang
14) Peternak (sebagai usaha pokok/sambilan)
- Sapi perah : - orang
- Sapi potong : 60 orang
- Kerbau : 36 orang
- Kuda : 3 orang
- Kambing : 910 orang
- Kambing PE (Peranakan Etawa) : 25 orang
- Domba : - orang
- Babi : - orang
- Ayam buras : 1.250 orang
- Ayam ras petelur : 505 orang
- Ayam ras Pedaging : 91 orang
- Menthok : 15 orang
- Burung puyuh : 50 orang
- Burung Merpati : 15 orang
- Kelinci : 30 orang
- Ikan Konsumsi : 412 orang
- Ikan Hias : 3 orang
15) Peternak lain-lain : 438 orang

d. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


1) Belum Sekolah : 11.838 orang
2) Tidak Tamat Sekolah : 3.234 orang
3) Tamat SD/ Sederajat : 4.877 orang
4) Tamat SLTP/ Sederajat : 6.383orang
5) Tamat SLTA/ Sederajat : 3.153 orang
6) Tamat D1 : 350 orang
D2 : 720 orang
7) Tamat Akademi (D3) : 1.268 orang
8) Tamat Perguruan Tinggi
 S1 : 1.831 orang
 S2 : 377 orang
 S3 : 5 orang
9) Buta huruf : 1.213 orang
e. Piramida Penduduk
Tabel 2. Piramida Penduduk

NO GOLONGAN UMUR JUMLAH


1 0 - 4 tahun 1,995 Orang
2 5 - 9 tahun 2,247 Orang
3 10 - 14 tahun 2,347 Orang
4 15 - 19 tahun 2,313 Orang
5 20 - 24 tahun 2,056 Orang
6 25 - 29 tahun 1,877 Orang
7 30 - 34 tahun 2,457 Orang
8 35 - 39 tahun 2,550 Orang
9 40 - 44 tahun 2,591 Orang
10 45 - 49 tahun 2,562 Orang
11 50 - 54 tahun 2,150 Orang
12 55 - 59 tahun 1,012 Orang
13 60 - 64 tahun 1,682 Orang
14 65 - 69 tahun 1,510 Orang
15 70 - 74 tahun 1,391 Orang

3. Sarana Prasarana
Jumlah sarana fisik yang ada di Puskesmas Minggir adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Sarana dan Prasarana
JUMLAH KETERANGAN
NO JENIS BANGUNAN
(BUAH)
1 Puskesmas induk dengan Rawat Inap 1
2 Puskesmas pembantu 4
3 Rumah Dinas Dokter -
4 Rumah dinas paramedis 1 di Pustu

4. Data Penyakit Menular


a. Diare
Jumlah kasus diare th 2015 mengalami penurunan dibandingakan 4 tahun
sebelumnya. Tercatat tahun 2011 sebanyak 1176 kasus, th 2012 sebanyak 1072
kasus, th 2013 sebanyak 1130 kasus, th 2014 sebanyak 1208 kasus dan 2015
sebanyak 987 kasus. Namun demikian kasus diare tahun 2015 mencapai 130 % .
Jumlah kasus berada diatas angka target penemuan diare semua umur yaitu 755
kasus diwilayah kerja puskesmas Minggir. Sedangkan kasus diare balita th 2015,
tercatat 202 kasus atau 31,9 % dari target penemuan diare balita sebanyak 634.
Grafik 1 Distribusi Kasus Diare Menurut Umur di wilayah Puskesmas Minggir
tahun........
DISTRIBUSI KSUS DIARE MENURUT UMUR TH 2015
< 5 th > 5 th

20%

80%

Sumber : Data Sekunder,2016


Dari gambar diatas menunjukan jumlah kasus diare lebih banyak diderita

pada kelompok usia > 5 tahun ......(80%)

b. DBD
Angka kejadian kasus DBD di wilayah puskesmas Minggir tahun 2015
sebanyak 3 kasus ( 16,6 % ) dari 18 kasus untuk wilayah Puskesmas Minggir.

Grafik 2 Pola maximum kasus DBD Tahun 2010 s/d 2015


POLA MAX MIN KASUS DBD DIWILAYAH
PUSKESMAS MINGGIR TH 2015
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
max 2 2 5 1 2 1 1 2 1 2 0 0
min 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dalam grafik diatas, menunjukan adanya kasus DBD di wilayah puskesmas


Minggir meskipun mengalami peningkatan kasus, namun masih beradad
dibawah pola maksimum.
DISTRIBUSI KASUS DBD MENURUT UMUR
TH 2015
56 TH 16 TH
33% 34%

45TH
33%
Berdasarkan gambar diatas, menunjukan bahwa jumlah kasus DBD
terbanyak pada kategori umur 16 tahun sebanyak 34%.

DISTRIBUSI KASUS DBD MENURUT


JENIS KELAMIN TH 2015
LAKI LAKI
33%

PEREMPUAN
67%

Berdasarkan gambar diatas, menunjukan bahwa jumlah kasus DBD


terbanyak pada kategori jenis kelamin perempuan sebanyak 67 %.

c. Leptospirosis
Kasus Leptospirosis di Wilayah Puskesmas Minggir mengalami puncak
kasus pada tahun 2011 dalam rentang waktu antara th 2010 sd th 2015. Sebanya
18 kasus adalah kasus confirm yang dilakukan oleh BTKL Banjarnegara.
Sedangkan th 2015 0 kasus. Tahu 2014 terjadi 2 kasus kematian dan tahun 2015
1 kasus kematian , namun dalam pelacakan ketiga kasus tersebut tidak
dilakukan pemeriksaan Lepto, dan satu kasus yang dilakukan audit disimpulkan
bahwa diagnosea akhir adalah Sepsis.

Grafik 3 Kecenderungan kasus Leptospirosis


POLA MAXIMUM KASUS LEPTOSPIROSIS
TH 2015WILAYAH PUSKESMAS MINGGIR
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
max 1 1 5 4 1 2 1 4 1 2 0 1
th 2015 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Satu kasus yang tampak dalam grafik, adalah kasus kematian suspec lepto
laporan dari masyarakat. Dalam hal ini pencatatan tersebut sebagai langkah
kewaspadaan terhadap penyebar luasan kasus tersebut.

d. Malaria
Wilayah kerja Puskesmas Minggir berbatasan dengan wilayah kabupaten
Kulon Progo yang merupakan daerah endemis Malaria. Namun demikian selama
kurun waktu 5 tahun, kasus Malaria dari wilayah puskesmas Minggir
(indigenius) adalah 0 kasus. 4 kasus yang terjadi pada th 2010 sampai dengan th
2013, merupakankasus import dan termasuk dalam kasus relap

e. Typhoid
Data kasus baru typhoid di Puskesmas Minggir dari th 2015mengalami
penurunan 10 kasus dibandingkan th 2014. Namundemikian penurunan tersebut
tidak signifikan dan apabila di bandingkan dengan th 20110 akan terlihat
kecenderungan naiknya kasus. Tercatat th 2010 44 kasus, th 2011 36 kasus, th
2012 64 kasus, th 2013 70 kasus, th 2014 95 kasus dan th 2015 tercatat 85 kasus.

Grafik 4 Distribusi kasus Typhoid menurut umur th 2015


DISTRIBUSI KASUS TYPHOID TH 2015
MENURUT UMUR
> 70 TH 1~4 TH 5~10 TH
0% 10~14 TH
60~69 TH 9% 5%
9%
8%
55~59 TH 15~19 TH
1% 8%
45~54 TH
11%

20~44 TH
49%

Distribusi kasus terbanyak diderita usia produktif antara usia 20 th sd 44th.

f. TBC
Jumlah penemuan kasus TBC masih jauh dari target. Dengan Jumlah
peduduk 35.273 target penemuan TBC DI Puskemas Minggir sebanyak 22 kasus.
Th 2015 tercapai 40,9 % atau 9 kasus. Angka koversi sebanyak 40 %. Kegiatan
yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan angka capaian adalah dengan
penyuluhan, pemeriksaan terhadap pasien yang batuk lebih dari 2 minggu,
pemerikasaan dahat tehadap kontak penderita, Sedangkan kegiatan untuk
meningkatkan angka kesembuah dan menghindari angka DO adalah dengan
mengadakan Family ghatering penderita TB dan keluaga.
Grafik 5Kasus TBC menurut klasifikasi penderita

KLASIFIKASI PENDERITA TBC TH 2015


RO POSITIF
EXTRA PARU 9%
9%

BTA POSITIF
82%

Klasifikasi penderita th 2015, 9 kasus BTA positif, 1 kasus RO positif dan 1


kasus Ekstra paru.
g. Campak
Data kasus suspek campak yang ada di Puskesmas Minggir sebagai
berikut, Th 2015 tercatat 22 supec campak dengan klasifikasi 1 kasus poitif
Campak, 1 kasus positif Rubela, dan 20 kasus negative Campak negative Rubela.
Grafik 6Kasus Suspec Campak dan Hasil Konfirmasi pemeriksaan serologi
Campak
GRAFIK HASIL PEMERIKSAAN SEROGI CAMPAK
TH 2015
CAMPAK
PENDING4% RUBELA
0% 5%

NEG C / R
91%

h. Infeksi Menular Seksual


Data yang penderita IMS th 2015 sebanyak 10 kasus. 1 kasus suspek
shipilis, 4 kasus terdiagnosaCandidiasis Vagina, 6 dengan ODHA, dan
diataranya 2 kasus meninggal di RS At- Turots setelah sebelumnya menjalani
perawatan di rawat inap Puskesmas Minggir. Satu penderita meninggal di RSUD
Sleman. Satu dari tiga kasus yang meninggal adalah HIV positif dari konfirmasi
/ pemeriksaan VCT Laborat Puskesmas minggir. Angka tersebut menunjukkan
bahwa pencegahan dan penangan kasus IMS, perlu di tingkatkan. Adapun
kegitan yang telah dilaksanakan adalah pemeriksaan kontak penderita HIV dan
penyuluhan di beberapa dusun wilayah kerja Puskesmas Minggir.Kasus HIV
Positif (ODHA) sejumlah 3 orang telah mendapatkan terapi ARV di RSUP.DR
Sardjito Yogyakarta.
C. PUSKESMAS GODEAN I
1. Keadaan Geografis
Secara geografis wilayah kerjapuskesmas Godean 1 merupakan daratan
rendah yang terletak di daerah semi urban di kecamatan Godean dengan ketinggan
sekitar 7-10m DPAL .
Luas wilayah puskesmas godean 1 adalah 13.19 km2 terbagi dalamdua
kawasan, yaitu kawasan pemukiman, kawasan pertanian, dan kawasan pertanian,
dan kawasan perdagangan dan indust I genteng pemanfaatan tanah antara lain
sebagai pekarangan/tegalan,bangunan/rumah, sawah dan lain-lain. Batas
administrasi wilayah kerjapuske smasgodean 1 adalah sebagai berikut
 Batas Utara : kecamatanseyeganKabupatensleman.
 Batas timur : Desa Sidoarum KecamatanGodean.
 Batas Selatan :KecamatanGampingdanKecamatanGodean.
 Batas Barat :DesaSidorejoKecamatanGodean.
Wilayah kerjapuskesmasGodean 1 terdiridari 4 desadengan 42 penduduk:
 Desa Sidoluhu terdapat 15 penduduk
 DesaSdoagungterdapat 8 penduduk
 Desasidomulyoterdapat 8 penduduk
 DesaSidomoyonterapat 11 penduduk

2. Data Demografi
Jumlahpenduduk di wilayahpuskesmasGodean 1 Tahuan 2015 aadalah
33.028 jiwa . Dengankomposisipendudukberdasarakanseksadalah 16.518 jiwa
51,14% laki-laki, danpeempuan 16.510 jiwa 49,99%.
Sedangkanjumlahkepalakeluarga 11.526 KK, Rata-rata jiwa per rumahTangga
2,87.
Tabel 1 Penyebaran dan kepadatan penduduk di puskesmas Godean 1
Menurut tempat tahun 2014.
LUAS KEPENDATAN RUMAH RT
DESA JUMLAH %
KM2 PENDUDUK TANGGA MISKIN
Sidoagung 8.000 24,22 3,32 2.410 2.920 602
Sidoluhur 10.783 32,65 5,19 2.078 4.028 514
Sidomulyo 6.080 18,41 2,50 2.432 1.988 598
Sidomoyo 8.165 24,72 3,02 2.704 2.590 658
Jumlah 33.028 100,00 13,19 2.504 2.590 2.372
3. Statistik 10 Besar Penyakit
Periode 1 Januari 2016-31 Desember 2016
NO. DIAGNOSA JUMLAH
1. J00 – Nasofaringitis akut (common cold) 5054
2. 110 – Hipertensi esensial (primer) 3290
3. K30 – Dispepsia 2171
4. R51 - Sakit Kepala (Pusing) 2170
5. J02 – Faringitis akut 2177
6. K04 - penyakit pada jaringan pulpa dan periapikal 2043
7. M25 - kelainan-kelainan lain pada sandi 1563
8. E11 - Diabetes mellitus tak tergantung insulin/Diabetes 1294
Melitus (NIDDM)
9. L23 - Dermattis Kontak alergi 1007
10. R50 – Deman - tanpa diketahui penyebab 925

4. Keadaan Sosial Ekomomi


Keadaan Sosial ekonomi warga masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Godean I yaitu menengah kebawa, rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu petani dan
pedagang.

5. FasilitasUmum yang Tersedia


a. Dua unit mobil ambulance
b. Empat Toilet
c. Ruang menyusui
d. Tempat pembuangan sampah non organik, organik.
e. Tempat Parkiran kendaraan.

D. PUSKESMAS GAMPING I
1. Kedaan Geografis
Pusat Kesehatan Masyarakat Gamping 1 beralamat di Dusun Delingsari,Desa
Ambar Ketawang,Kecamatan Gamping,Kabupaten Sleman Yogyakarta, yang terletak
diwilayah Sleman Barat Daya dengan ketinggian 100m diatas permukaan laut. Luas
pwilayah kerja 16.140km2. Wilayah kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Gamping 1
terdiri dari 2 desa yaitu Desa Ambar Ketawang dan desa Balai Catur,yang terdiri dari
31 dusun. Desa Ambar Ketawang terdiri dari 13 dusun dengan 110 RT dan Desa
Balai Catur terdiri dari 18 dusun denggan 127 RT
Batas-batas wilayah kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Gamping 1 adalah sebagai
berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Godean


2. Sebelah Timur : Kecamatan Kasihan Kab.Bantul
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Sedayu Kab.Bantul
4. Sebelah Barat : Kecamatan Godean

2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Dari hasil Konsolidasi dan pembersihan data oleh Kementrian Dalam Negeri
Tahun 2015 sebanyak 43.099 jiwa terdiri dari laki-laki 21.899 dan perempuan
21.210
b. Distribusi Penduduk
Struktur penduduk di wilayah PUSKESMAS Gamping 1 tahun 2015
tergolong produktif,artinya proporsi penduduk usia 15-44 tahun mempunyai
proporsi terbesar yaitu laki-laki sebanyak 11.870 jiwa (47,71%) dan perempuan
10.096 jiwa(45,96%). Ratio jumlah penduduk usia produktif (45-64 tahun) laki-
laki sebanyak 6.371 jiwa(25,60%) dan perempuan 5.167 jiwa(23,52%) dengan
jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan > 65 tahun) yaitu laki-laki
sebanyak 3.289(13,22%) dan perempuan sebaynyak 3.553 jiwa(16,17%)

Tabel Distribusi Penduduk wilayah PUSKESMAS Gamping 1 menurut


Golongan umur tahun 2015
JUMLAH PENDUDUK
GOLONGAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN
UMUR
ABSOLUT % ABSOLUT %
0-4 Tahun 1.253 5,04 1.271 5,79
5-14 Tahun 3.352 13,47 3.151 14,32
15-44 Tahun 11.870 47,71 10.096 45,96
45-64 Thun 6.371 25,60 5.167 23.52
>65 Tahun 2.036 8,18 2.282 10,39
JUMLAH 24.882 100 21.967 100
Sumber data: Hasil konsolidasi dan pembersihan data oleh kementerian dalam negeri

3. Status Kesehatan
Keadaan Status kesehatan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.
Pada tahun 2013 keadaan derajat kesehatan penduduk cukup baik, hal ini dilihat dari
indikator jumlah kematian bayi di Pusat Kesehatan Masyarakat Gamping 1 sebanyak
8 kematian bayi, jumlah kematian ibu melahirkan di wilayah Pusat Kesehatan
Masyarakat Gamping 1 tidak ada. Dan rata usia harapan hidup penduduk Kabupaten
Sleman berdasarkan Surkesda 2003 untuk laki-laki 72,40 tahun dan perempuan
76,79 tahun. Status gizi balita menunjukan status gizi tahun 2012 baik sebesar
2.010(89,06%) , status gizi kurang 160(7,09), status gizi buruk/BGM 2(0,10%) dan
masyarakat yang bergizi lebih 112(5,45%) dan total balita sebanyak 2015.
Gambar Diagram 10 besar penyakit rawat jalan di Puskesmas Gamping 1

Data 10 besar penyakit di Puskesmas Gamping 1 di dapatkan penderita


common berada pada peringkat pertama dengan jumlah angka kesakitan berjumlah
4383 jiwa dan ikuti penyakit pulpa yang menduduki peringkat ke-dua

4. Keadaan Sosial Ekonomi


Sekitar 48% keluargabekerjadisektorpertanianseperti padasawah, peternakan,
perikanandanperkebunan, menurutpodes, BPS.Keluargamiskinberdasarkanpendataan
Program PerlindunganSosial 2008, BPS sekitar 16%
daripopulasidikategorikanmiskinataulayakmendapattunjangansosialsepertipendidika
n, kesehatandan program pengentasankemiskinanlainnya.\
5. Sarana Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan dan fasilitas yang terkait diwilayah puskesmas Gamping
1 yang terdiri dari:

o Fasilitas Kesehatan Pusat Kesehatan Masyarakat induk 1 buah


o Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu 3 buah
o Poskesdes 2 buah
o Dokter Praktek Swasta 3 dokter
o Dokter Umum 3 orang
o Spesialis 1 orang
o Dokter gigi 3 orang
o Bidan praktek swasta 10 orang
o Apotek 2 buah

Fasilitas dan peran serta masyarakat


o Posyandu 51 buah
o Kader aktif 214 orang

E. PUSKESMAS GODEAN II
1. Keadaaan Geografi dan Demografi
Tabel 2.1: Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk Menurut
Kecamatan Puskesmas Godean II Tahun 2015
LUAS JUMLAH
N JUMLAH
DESA WILAYAH PENDUKU
O RT KELUARGA PENDUDUK
(km)2 HAN
1 SIDOREJO 5440 13 57 2491 7427
2 SIDOARUM 3730 8 87 5680 17822
3 SIDOKARTO 3640 14 70 3873 11755
JUMLAH 12810 35 214 37004 37004
Sumber data: Kecamatan dan Kelurahan (Profil Puskesmas Godean II)

Batas-batas wilayah Puskesmas Godean II adalah sebagai berikut:


Sebelah Utara : Kecamatan Seyegan dan wilayah kerja Puskesmas Godean I.
Sebelah Timur : Kecamatan Gamping.
Sebelah Selatan: Kecamatan Gamping dan Kecamatan Moyudan.
Sebelah Barat : Kecamatan Moyudan, Kecamatan Minggir dan wilayahkerja
Puskesmas Godean I.
Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk, Jumlah KK, Rata-Rata Jiwa/KK dan Kepadatan
Penduduk pada Tahun 2012 s/d Tahun 2015
JUMLAH KEPADATAN RATA-RATA
TAHUN JUMLAH KK
PENDUDUK PENDUDUK JIWA/KK
2012 32.003 9.362 - 3,42
2013 31.788 9.233 - 3
2014 32.796 9.850 2,56 3,3
2015 36.927 12.044 2,89 3,1
Sumber data: Kecamatan Godean II dalam Profil Puskesmas Godean II, 2016
Tabel 2.2 menunjukkan data distribusi penduduk di Kecamatan Godean II,
jumlah penduduk tahun 2015 sebanyak 36.927 jiwa dengan jumlah KK sebanyak
12.044 orang dan kepadatan penduduk 2,89 dengan rata-rata 3,1 jiwa/KK.

2. Status Kesehatan
Grafik 2.1 Sepuluh Besar Penyakit Puskesmas Godean II Tahun 2015

Faringtis Akut 924

Gangguan Perkembangan dan Erupsi… 961

Nyeri Kepala 1,124

Karies Gigi 1,054

Gangguan lain pada Jaringan Otot 1,134

Dispepsia 1,059

Diabetes Militus (NIDDM) 2,032

Hipertensi Primer 3,416

Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 5,249

Common Cold 5,408

0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000

Tahun 2015, jumlah sasaran ibu hamil ada 530 jiwa, ibu bersalin 504 jiwa dan
ibu nifas 504 jiwa. Kunjungan ibu hamil untuk yang pertama kali atau yang pertama
kali atau yang disebut dengan K1 mencapai 528 jiwa (99,62%). Ini berarti bahwa
tingkat kesadaran Ibu hamil dalam memanfaaatkan pelayanan kesehatan sudah
sangat baik. Sedang untuk kunjungan K4, sesuai dengan standar yang ada sudah
mecapai 527 jiwa (99,43%). Ini berarti bahwa tingkat kesadaran ibu hamil dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan juga sudah baik melebihi target yang
diharapkan pada tahun 2015 yaitu 97%. Ini berarti bahwa ibu hamil yang ada di
Kabupaten Sleman sudah mendapatkan pelayanan ibu hamil yang sesuai dengan
standar minimal yaitu 1x pada umur kehamilan Triwulan I, 1 x pada umur
kehamilan Triwulan 2 dan 2x pada umur kehamilan Triwulan 3. Pencapaian K1 dan
K4 secara umum dapat dilihat dari grafik sebagai berikut:

3. Keadaan Sosial Ekonomi


a. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan umum
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Umum
NO PENDIDIKAN UMUM JUMLAH
1 Taman Kanak-Kanak 469 orang
2 Sekolah Dasar 487 orang
3 SMP/SLTP 636 orang
4 SMA/SLTA 443 orang
5 Akademi 594 orang
6 Sarjana (S1-S3) 1.780ang

b. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan khusus


Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Khusus
NO PENDIDIKAN KHUSUS JUMLAH
1 Pondok Pesantren 34 orang
2 Sekolah Dasar 147Orang
3 Pendidikan Keagamaan - Orang
4 Sekolah Luar Biasa 10 orang
5 Kursus/Keterampilan 16 rang

c. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian


Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
NO KARYAWAN JUMLAH
1 Pegawai Negeri Sipil 2.229 orang
2 ABRI 1.496 orang
3 Swasta 13.846 orang
4 Pedagang 2.033 orang
5 Tani 554 orang
4 Pertukangan 502 orang
6 Buruh Tani 366 orang
7 Pensiunan 752 orang
8 Pemulung 66 orang
9 Jasa 484ang
4. Fasilitas Umum yang Tersedia
a. Sarana Kesehatan dan Institusi
Tabel 2.6: Jumlah Sarana Kesehatan Puskesmas Godean II Tahun 2015
NO NAMA SARANA JUMLAH
1 Fasilitas Kesehatan Puskesmas Induk 1 buah
2 Puskesmas Pembantu 2 buah
3 Poskesdes 3 buah
4 Dokter Praktek swasta 22 orang
5 Dokter Umum 22 orang
6 Dokter Spesialis 12 orang
7 Dokter Gigi 4 orang
8 Praktek Dokter Perorangan 27 orang
9 Klinik Laboratorium 2 buah
10 Praktek Pengobatan Tradisional 42 orang
11 Bidan Praktek Swasta 14 orang
12 Apotik 8 buah
13 Industri Kecil Obat Tradisional 38 orang
14 Fasilitas Peran serta Masyarakat Posyandu 47 buah
15 Kader Aktif 251 orang
16 Status Kemandirian Posyandu Pertama 5 buah
17 Madya 1 buah
18 Purnama 24 buah
19 Mandiri 17 buah
20 Jumlah Dokter Kecil 64 siswa/i
21 Kader Kesehatan Remaja 30 siswa/i
22 Posyandu Lansia 39 buah
23 SD 16 buah
24 SMP dan SLTA 39 buah
25 Salon 14 buah
26 Perkantoran 10 buah
Sumber Data: TU dalam Profil Puskesmas Godean II, 2016

b. Sarana Pendidikan
Tabel 2.7: Jumlah Sarana Pendidikan Puskesmas Godean II Tahun 2015
SARANA PENDIDIKAN JUMLAH
PAUD 14
TK 17
SD 16
SMP 2
SMA 2
PONDOK PESANTREN 2
TOTAL 53

c. Tempat Pengolahan Makanan


Tabel 2.8: Tempat Pengolahan Makanan Puskesmas Godean II Tahun
2015
NO NAMA SARANA JUMLAH
1 Warung Makan 20 buah
2 P.I.R.T 27 buah

F. PUSKESMAS MLATI II
1. Keadaan Geografi dan Demografi
Puskesmas Mlati II terletak diantara 107° 15’ 03” dan 100° 29’ 30” lintang
selatan. Wilayah Puskesmas Mlati II berketinggian antara 100-2500m dari
permukaan laut. Jarak terjauh utara-selatan ±15 km, timur-barat ±8 km.
Luas wilayah Puskesmas Mlati II seluas 1.184,4 km². dengan rincian luas
Desa Sumberadi 449,25 km², Desa Tlogoadi 136,53 km² dan Desa Tirtoadi seluas
599,02 km².
Puskesmas Mlati II terdiri dari 3 Desa, 42 Dusun, 106 RW dan 254 RT.
Jumlah Penduduk pada akhir tahun 2015 sebesar 37.562 jiwa, terdiri dari laki-laki
18.689 jiwa dan perempuan18.873 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 32 jiwa/km²,
rasio jenis kelamin laki-laki per wanita sebesar 100.9.
Grafik 2.1
Distribusi Penduduk Menurut Desa di Puskesmas Mlati II Tahun 2015
16000
14000
12000
10000 laki-laki
8000
perempuan
6000
4000 jumlah
2000
0
Sumberadi Tirtoadi Tlogoadi

Sumber: Data sekunder Puskesmas Mlati II Sleman, 2015


Berdasarkan batas wilayah Puskesmas Mlati II meliputi bagian utara
berbatasan dengan Desa Tridadi Kecamatan Sleman, bagian Timur berbatasan
dengan Desa Trihanggo Kecamatan Gamping, bagian selatan berbatasan dengan
Desa Sidomoyo Kecamatan Godean dan bagian Barat berbatasan dengan Desa
Margomulyo Kecamatan Seyegan.
Desa yang paling banyak penduduknya adalah Sumberadi (14.999 jiwa) atau
39,93% dari jumlah penduduk Puskesmas Mlati II, kemudian Desa Tlogoadi dan
yang paling sedikit penduduknya adalah Desa Tirtoadi.
Tabel 2.1
Distribusi Penduduk Puskesmas Mlati II Menurut Golongan Umur Tahun 2015

JUMLAH PENDUDUK
GOLONGAN UMUR LAKI LAKI PEREMPUAN
ABSOLUT % ABSOLUT %
0 – 4 tahun 1.059 6 953 5
5 – 14 tahun 2.784 15 2.590 14
15 – 44 tahun 8.748 46 8.467 46
45 – 64 tahun 4.604 24 4.469 24
> 65 tahun 1.706 9 1.977 11
Jumlah 18.901 100,00 18.531 100.00
Sumber: Puskesmas Mlati II Sleman, 2015

2. Status Kesehatan
Grafik 2.2
Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Mlati II Tahun 2016

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Sumber: Puskesmas Mlati II Sleman, 2016

3. Keadaan Sosial Ekonomi


Gambaran mata pencaharian penduduk wilayah kerja Puskesmas Mlati II cukup
bervariasi dari petani, pedagang, pekerjaan formal sebagai pegawai negeri maupun
swasta. Mata pencaharian terbanyak penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mlati II
adalah sebagai petani.

4. Fasilitas Umum Yang Tersedia


Tabel 2.2
Distribusi Fasilitas Umum yang Tersedia di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II
Tahun 2016
NO TEMPAT JUMLAH
1 Tempat pengelolaan Pestisida (TP2) 5
2 Hotel 1
3 Tempat Ibadah 85
4 Pasar 1
5 Salon 42
6 Puskesmas 1
7 Pustu 3
8 TK 18
9 SD/MI 16
10 SLTP 4
11 SLTA 2
12 Industri Non Makanan Minuman 1
13 Kantor (Pemerintah&Swasta) 20
14 Restoran/RM/WM 6
15 Jasa Boga/Katering 15
16 Toko Makanan 5
17 IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan) 29
18 Depot Air Minum 5
19 PKL (Pedagang Kaki Lima) 60
Sumber: Puskesmas Mlati II Sleman, 2016

G. PUSKESMAS DEPOK II
1. Keadaan Geografis
Puskesmas Depok II beralamat di jalan Lely III Perumnas Condong Catur,
mempunyai wilayah kerja Desa Condong Catur dalam lingkup Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman. Desa Condong Catur meliputi 18 Pandukuhan dan jumlah
penduduk pada tahun 2016 sebanyak 43.123 jiwa dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 12.351.
Secara geografis, letak Desa Condong Catur sangat strategis, dilalui jalan
arteri (ring road) yang sekaligus merupakan prasarana transportasi dan perhubungan
untuk mendukung peningkatan perekonomian di Desa Condong Cata pada
khususnya dan Kabupaten Sleman pada umumnya.
a. Luas dan batas wilayah
1) Luas Desa/Kelurahan : 950 Ha
2) Batas Wilayah
 Sebelah Utara : Desa Minomartani (Ngaglik)
 Sebelah Selatan : Desa Caturtunggal (Depok)
 Sebelah Barat : Desa Sinduadi (Mlati)
 Sebelah Timur : Maguwoharjo (Depok)
b. Kondisi Geografis
1) Ketinggian tanah dari permukaan laut : ± 250 m
2) Banyak curah hujan : 2500 – 3000 mm/thn
3) Tofografi (dataran rendah, tinggi, pantai) : dataran rendah

2. Kondisi Sarana
Gedung Puskesmas Depok II dibangun pada tahun 1979 pertama kali
difungsikan sebagai Puskesmas Pembantu sejak tahun 1983 sampai dengan
sekarang telah berfungsi sebagi Puskesmas Depok II dan pada tahun 1986 / 1987
Puskesmas Pembantu Depok II dibangun dengan luas tanah 1,448 m2, dengan
perincian sebagai berikut :
a. Puskesmas Induk : Luas tanah 968 m2
 Luas bangunan Puskesmas Induk : 697 m2
 Luas bangunan rumah Dinas Paramedis : 72 m2 (1 unit)
b. Puskesmas Pembantu : Luas tanah 480 m2
 Luas bangunan Puskesmas Pembantu : 129 m2
 Luas bangunan rumah Dinas Paramedis : 108 m2 (2 unit)
c. Puskesmas Depok II memiliki :
 1 Puskesmas Pembantu
 38 Posyandu Balita
 20 Posyandu Lansia
 3 Posbindu
3. 10 Besar Penyakit Tahun 2016
No. Diagnosa Jumlah Kasus
1 Common Cold / Nasopharyngitis Akut 3026
2 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 2407
3 Hipertensi Primer 2329
4 Pemeriksaan Kesehatan Umum Tanpa Keluhan 1618
5 Diabetes Mellitus NIDDM 1597
6 Gangguan Lain Pada Jaringan Otot 1291
7 Dispepsia 1221
8 Demam Yang Tidak Diketahui Sebabnya 1021
9 Penyakit Jaringan Keras Gigi 600
10 Diabetes Mellitus IDDM 514
Tabel 2.2 Sepuluh Besar Penyakit Tahun 2016

H. PUSKESMAS KALASAN
1. Keadaan Geografis
Puskesmas Kalasan merupakan puskesmas yang terletak di wilayah kecamatan
Kalasan Kabupaten Sleman bagian Timur.Luas wilayah Kecamatan Kalasan 35,84
km. Dibatasi oleh 4 wilayah yaitu :
Sebelah utara : Kecamatan Ngemplak
Sebelah selatan : Kecamatan Berbah, Prambanan
Sebelah barat : Kecamatan Depok
Sebelah timur : Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Pemerintahan Kecaatan Kalasan dibagi menjadi:


Desa : 4 Desa
Dusun : 80 Dusun
Rukun Warga : 190 RW
Rukun Tetangga : 556 RT
Dengan nama desa/kelurahan serta terdiridri jumlah dusun yang ada yaitu :
Desa Purwomartani denga jumlah dusun: 21 dusun
Desa Tirtomatani dengan jumlah dusun : 17 dusun
Desa Tamanmartani denga jumlah dusun : 22 dusun
Desa Selomartani dengan jumlah dusun : 20 dusun
2. Keadaan Demografis
Tabel. 1. Jumlah kepala keluarga dan Penduduk Kecamatan Kalasan
PENDUDUK
NO DESA LAKI- PEREMPUA KEP. PDD
JUMLAH
LAKI N
1 Purwomartani 16.877 16.422 33.299 3
2 Tirtomartani 8.289 8.513 16.802 3
3 Tamanmartani 7.868 7.932 15.800 3
4 Selomartani 6.171 6.241 12.412 3
Jumlah 39.205 39.108 78.313 3
Sumber data SIAK Semester I (bulan Juni) Tahun 2015

Tabel. 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Kalasan Th.2014


NO LAKI-LAKI UMUR PEREMPUAN JUMLAH
1 2.046 0-4 1.985 4.031
2 2.932 5–9 2.567 5.498
3 3.142 10 – 14 2.812 5.954
4 2.960 15 – 19 2.721 5.681
5 2.705 20 – 24 2.581 5.286
6 2.597 25 – 29 2.695 5.292
7 3.410 30 – 34 3.427 6.837
8 3.537 35 – 39 3.463 7000
9 3.483 40 – 44 3.287 6.770
10 3.164 45 - 49 3.023 6.187
11 2.518 50 – 54 2.571 5.089
12 2.042 55 – 59 2.049 4.091
13 1.460 60 – 64 1.417 2.877
14 1.077 65 – 69 1.177 2.254
15 1.018 70 – 74 1.002 2.020
16 1.365 ≥ 75 1.675 3.040
17 37901 Jumlah 38.452 77.907
Sumber data SAK Semester I (bulan Juni ) Tahun 2015

3. Keadaan Sosial Ekonomi


a. Mata Pencarian Penduduk :
Petani sendiri : 8.804 orang
BuruhTani : 3.522 orang
Pengusaha : 632 orang
Buruh industry : 1.321 orang
Buruh bangunan : 1.458 orang
Pedangan : 2.668 orang
Pengangkutan : 2.215 orang
PNS/TNI/Polri : 3.897 orang
Pensiunan : 1.441 orang
Lain-lain : 8.230 orang
b. Pasar dan Koperasi
Pasar : 6 buah
Toko/kios/warung : 1.423 buah
Kooperasi : 13 buah
Bank : 10 buah
Lumbung Desa : 0 buah
c. Sarana Ibadah
Masjid : 131 buah
Gereja : 9 buah
Mushola/langgar : 98 buah
d. Sarana Pendidikan
Jumlah TK : 43 buah
Jumlah SD/MI : 34 buah
Jumlah SLTA : 9 buah
Jumlah SLTA : 7 buah
Jumlah akademi/PT : 3 buah

4. Fasilitas Umum yang Tersedia


Sarana kesehatan milik pemerintah yaitu :
a. Puskesmas terdiri dari :
PuskesmasInduk : Luas tanah 1.281 m luasbangunan 910 m
PustuTirtomartani : Luas tanah 1.648 m luasbangunan 354 m
Pustutamanmartani : Luas tanah 800 m luasbangunan 196 m
Pustuselomartani : luas tanah 570 m luasbangunan 98 m
Polindes tamanmartani : luas tanah 570 m luasbangunan 54 m
Polindes selo martini : luas tanah 90 m luasbangunan 54 m
Rumahdinasdokter : luas tanah 880 m luasbangunan 54 m
b. Puskesmas keliling : jumlah 2 buah
c. Jumlah posyandu : 103 pos
d. Poskesdes : 2 buah
e. Sepeda motor : 7 buah

SaranaKesehatan swasta yaitu


a. Rumahsakit : 3 RS ( Melayaniimunisasi )
b. Dokterpraktek : 17 dokter( tidakmelayaniimunisasi)
c. Bidanpraktek : 21 bidan ( 14 melayaniimunisasi )
d. Klinik : 1 buah ( melayaniimunisasi )

Peralatan imunisasi di Puskesmas Kalasan


a. LemariEs Sharp Nice Crystal 1 buah
b. LemariEsRefreegeratorVistfrost 1 buah
c. Vaksinkarier 7 buah
d. Termoslapangan 5 buah
e. Termometer 5 buah
f. Frees tag 2 buah .

I. PUSKESMAS PRAMBANAN
1. Keadaan Geografis

Pusat Kesehatan Masyarakat Prambanan terletak di Kecamatan Prambanan


Kabupaten Sleman. Kecamatan Prambanan merupakan daerah dengan 60%
pegunungan dengan 3 kelurahan, dan 40% daratan dengan 3 kelurahan. Luas Wilayah
Kecamatan Prambanan 4.135 ha yang terdiri dari 6 Desa, meliputi 68 dusun, 162
Rukun Warga dan 382 Rukun Tetangga. Desa di wilayah Prambanan adalah :
1. Desa Sumberharjo
2. Desa Madurejo
3. Desa Wukirharjo
4. Desa Bokoharjo
5 .Desa Sambirejo
6. Desa Gayamharjo
Batas wilayah Kecamatan Prambanan :
o Sebelah utara dan timur : Berbatasan dengan Kabupaten Klaten
o Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul
o Sebelah barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kalasan dan Berbah.
Wilayah Kecamatan Prambanan Sleman sebagian besar merupakan daerah
pegunungan. Adapun wilayah pegunungan dari 6 kalurahan yang ada diantaranya
kelurahan :
• Kalurahan.Sambirejo hampir seluruh wilayahnya pegunungan
• Kalurahan Gayamharjo hampir seluruh wilayahnya pegunungan
• Kalurahan Wukirharjo semua wilayahnya pegunungan
• Kalurahan Bokoharjo sebagian wilayahnya pegunungan
Hampir 60% wilayah Kecamatan Prambanan Sleman berupa daerah pegunungan,
selebihnya berupa daerah datar dan persawahan.

2. Keadaan Demografis
Jumlah penduduk kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman pada tahun 2015
adalah 53.593 jiwa yang terdiri dari 27.709 laki-laki dan 26.514 perempuan.
JUMLAH
NO DESA LAKI-LAKI PEREMPUAN
PENDUDUK
1 SUMBERHARJO 13.766 6.631 6.715
2 WUKIRHARJO 2.761 1.297 1.311
3 GAYAMHARJO 4.724 2.407 2.439
4 SAMBIREJO 5.895 2.992 2.903
5 MADUREJO 13.609 6.396 6.471
6 BOKOHARJO 12.316 5.618 5.679
TOTAL 53.593 27.709 26.514
Tabel.1.1Dari tabel di atas, jumlah penduduk kecamatan Prambanan terbanyak
adalah penduduk Desa Sumberharjo sebanyak 13.766 jiwa, disusul Desa Madurejo
13.609 jiwa.
3. Status Kesehatan
Data 10 besar Penyakit Yang ada di Puskesmas Prambanan :

Jumlah
Penyakit
Total
terbanyak JA FE MA AP ME JU JU AG SE OK NO DE
N B R R I N L T P T V S
Hipertensi
esensial 68 91 174 175 135 142 121 122 123 130 129 139 1549
(primer)
Dispepsia 76 71 136 140 145 134 113 128 113 113 143 120 1432

Faringitis akut 0 0 123 114 131 101 78 143 100 122 113 91 1116
Diabetes
melitus non-
0 51 111 104 120 74 69 98 72 81 79 89 948
dependen
insulin
ISPA akut
multipel dan 0 0 114 95 81 80 69 120 77 124 82 76 918
YTT
Nasofaringitis
akut (common 0 0 160 91 65 107 70 72 111 87 79 70 912
cold)
Penyakit pulpa
dan jaringan 111 121 152 103 0 0 61 0 0 0 0 0 548
periapikal

Sakit kepala 0 0 77 67 58 78 59 51 0 0 48 0 438


Demam tanpa
0 0 62 53 0 48 0 0 53 0 0 0 216
sebab jelas
Gagal jantung 0 0 0 0 0 0 0 52 47 0 0 0 99

4. Keadaan Sosial Ekonomi


5. Fasilitas Umum yang Tersedia
Berikut adalah data sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan
Prambanan Sleman :

Tabel.1.3 Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah Kec. Prambanan2015

NO FASILITAS KESEHATAN JUMLAH


1 Rumah Sakit 1
2 Puskesmas 1
3 Puskesmas Pembantu 4
4 Poskesdes 6
5 BP Gigi 1
6 Laboratorium Klinik 1
7 Praktek Dokter Umum 5
8 Praktek Dokter Gigi 3
9 Praktek Bidan 13
10 Klinik Fisioterapi 1
11 Klinik Rontgen 1
12 Apotik 4
13 Optik 1
14 Posyandu 82
15 Tabib/Sinshe 0
16 Pos KB 2
17 Dukun Bersalin 20
18 Toko Obat 1
19 Kader Posyandu Aktif 427
20 Kader Kesling 405

J. PUSKESMAS NGEMPLAK I
1. Keadaaan Geografis
a. Letak Wilayah
Puskesmas Ngemplak I terletak di Pedukuhan Koroulon Kidul, Desa
Bimomartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman didirikan pada tahun
1988 dengan Luas wilayah kerja Puskesmas Ngemplak I  17,25 km atau 2,97
% luas Kabupaten Sleman. Batas-batas wilayah kerja menurut 4 penjuru mata
angin adalah sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Kecamatan Cangkringan
2) Sebelah Selatan : Kecamatan Kalasan
3) Sebelah Barat : Desa Widodomartani, Kec. Ngemplak
4) Sebelah Timur : Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Wilayah kerja terdiri atas 3 desa, 38 Pedukuhan yaitu:
1) Desa Bimomartani dengan 12 dusun.
2) Desa Sindumartani dengan 11 dusun.
3) Desa Umbulmartani dengan 15 dusun.
b. Kondisi Alam
Sebagian besar terdiri atas dataran, hanya sebagian kecil berupa
pegunungan. Tanahnya tergolong tanah subur yang mudah ditanami
pepohonan. Sumber air mudah didapat. Adapun perinciannya sebagai berikut:
NO JENIS TANAH BIMO SINDU UMBUL
1. Tanah sawah 414,0 221,0 445,5
2. Tanah kering 109,3 134,0 117,9
3. Pekarangan 52,0 30,0 28,5
4. Lain – lain 26,7 59,0 74,1
Jumlah 602,0 444,0 666,0
Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017

2. Keadaaan Demografis
Jumlah penduduk wilayah kerja UPT Puskesmas Ngemplak I sebanyak 24.452
jiwa terdiri dari :
JUMLAH JUMLAH JIWA JUMLAH
NO DESA
KK LAKI PEREMPUAN JIWA
1 Sindumartani 2624 3.867 4.010 7.877
2 Bimomartani 2458 3.633 3.790 7.423
3 Umbulmartani 2295 4.508 4.644 9.152
JUMLAH 7377 12.008 12.444 24.452
Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017

3. Status Kesehatan
a. Rawat Jalan

Sumber: Profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017


b. Rawat Inap

Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017

4. Fasilitas Umum yang Tersedia


a. Sarana Pendidikan
NO TEMPAT PENDIDIKAN BIMO SINDU UMBUL
1 TK 4 2 3
2 SD 5 4 3
3 SLTP 3 0 0
4 SLTA 2 0 0
5 Perguruan Tinggi 0 0 1
6 Pondok Pesantren 1 0 1
Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017

b. Sarana tempat ibadah


NO TEMPAT IBADAH BIMO SINDU UMBUL
1 Masjid 20 16 21
2 Gereja 0 0 0
Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017

c. Sarana perekonomian
TEMPAT
NO BIMO SINDU UMBUL
PEREKONOMIAN
1 Pasar 2 1 1
2 TPM 23 20 21
3 TP2 3 0 0
4 Bank 1 0 1
5 Apotek 1 0 2
Sumber: profil Puskesmas Ngemplak I tahun 2017
K. PUSKESMAS NGEMPLAK II
1. Keadaaan Geografis
Di Wilayah Kecammatan Ngemplak terdiri dari 5desa, 2 desa diantaranya
termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Ngemplak 2, yaitu:
a. Desa Widodomartani, terdiri dari 19 dusun, 39 RW dan 84 RT
b. Desa Wedomartani, terdiri dari 25 dusun, 103 RW dan 138 RT
Luas wilayah kerja sebesar 3.431 Ha (51,4% dari total luas wilayah
Kecamatan).Batas-batas wilayah kerja menurut 4 penjuru mata angiin adalah sebagai
berikut:
- Batas sebelah utara : Wilayah Kecamatan Pakem dan wilayah kerja
Puskesmas Ngemplak I
- Batas sebelah timur : Wilayah kerja Puskesmas Ngemplak I dan Wilayah
Kecamatan Kalasan
- Batas sebelah selatan : Wilayah Kecamatan Depok
- Batas sebelah barat : Wilayah Kecamatan Ngaglik
Lokasi kantor Puskesmas Ngemplak II terletak di Dusun jetis, Desa Widododmartani
Kecamatan Ngemplak.

2. Keadaaan Demografis
Jumlah penduduk dan jumlah KK di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak II sebgai
berikut:

DESA JUMLAH PENDUDUK (JIWA) JUMLAH KK


Widodomartani 8.327 2619
Wedomartani 27.004 7347
JUMLAH 35.331 9966
Sumber: Profil puskesmas Ngemplak 2 ,2015
3. Status Kesehatan
Data 10 Besar Penyakit
Grafik 3.
Daftar 10 Besar PenyakitPuskesmas Ngemplak II Tahun 2015

3500 3041
3000
2500 1918
1703
2000 1439
1500 1013 881 808
1000 628 575 561
500
0

Sumber : Profil Puskesmas Ngemplak II, 2015

Data 10 Besar Penyakit Usia Lanjut


Grafik 4.
Data 10 Besar Penyakit Usia LanjutPuskesmas Ngemplak II tahun 2015

1734
1800
1600
1400
1200
1000
800 677
524
600 452
376 374 358 331
400
188 166
200
0

Sumber : Profil Puskesmas Ngemplak II,2015


4. Keadaan Sosial Ekonomi
Kepadatan penduduk desa Widodomartani 13,54/Km2 , desa Wedomartani
21,71/Km2, tempat tinggal penduduk terpusat diwilayah desa Wedomartani yaitu
27.004 jiwa (76,43%), pekerjaan penduduk wilayah Ngemplak sebagian besar
adalah petani, sebagian pedagang, swasta, PNS, anggota TNI/POLRI. Pendapatan
perkapita 5,79 juta Rupiah.

5. Fasilitas Umum yang Tersedia


Puskesmas Ngemplak II terdiri dari Puskesmas Induk dan Puskesmas
Pembantu. Puskesmas Induk terletak di desa Widodomartani, sedangkan 2
Puskesmas Pembantu terletak di Desa Wedomartani. Jumlah sarana fisik yang ada
di Puskesmas Ngemplak II adalah sebagai berikut:
Sarana dan Prasarana
NO. JENIS BANGUNAN JUMLAH KETERANGAN
1 Puskesmas Induk dengan Rawat Jalan 1 Jetis, Widodomartani
Krajan, Wedomartani
2 Puskesmas Pembantu 2 Pokoh, Wedomartani
Kondisi rusak berat/sedang
Krajan,Wedomartani
3 Rumah dinas paramedis 2 Pokoh, Wedomartani
Kondisi baik
Sumber: Profil Puskesmas Ngemplak 2, 2015

L. PUSKESMAS NGAGLIK I
1. Keadaaan Geografis dan Demografi
Puskesmas Ngaglik I terletak di Kecamatan Ngaglik I yaitu di Kelurahan
Ngaglik dengan luas wilayah Secara geografis Puskesmas Ngaglik I dibatasi yaitu:
1700 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Selatan : Desa Condongcatur, Kecamatan Depok


 Utara : Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik
 Timur : Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak
 Barat : Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik
Wilayah kerja Puskesmas Ngaglik I terbagi atas 3 kelurahan dan 41 dusun dengan
rincian masing-masing :
a. Desa Sinduharjo terbagi atas 17 dusun, yaitu: Ngabean Wetan, Ngabean Kulon,
Banteng, Prujakan, Jaban, Kadipuro, Ngentak, Tambakan, Nglaban, Gentan,
Palgading, Gadingan, Pedak, Ngemplak, Taraman, Du kuh, Dayu.
b. Desa Minomartani terbagi atas 6 dusun, yaitu: Gantalan, Mlandangan, Ploso
Kuning II, Ploso Kuning III, Ploso Kuning IV, Karang Jati
c. Desa Sardonoharjo terbagi atas 18 dusun, yaitu: Blekik, Bulusan, Candi, Candi
Dukuh, Candi Karang, Candi Rejo, Candi Winangun, Dayakan, Gondangan, Jetis
Baran, Rejosari, Ngalangan, Pencarsari, Plumbon, Prumpung, Turen, Wonosobo,
Drono

Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga yang ada di wilayah Puskesmas
Ngaglik I Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
JUMLAH LUAS TK.
JUMLAH KK
NO DESA PENDUDUK WILA KEPADA
LK PR LK PR YAH TAN
1 Minomartani 4.424 4.237 3.320 788 1,53 5.661
2 Sinduharjo 4.243 3.844 4.861 1.196 6,09 1.328
3 Sardonoharjo 22.167 22.538 5.215 1.171 9,38 4.766
JUMLAH 30.834 30.619 13.396 3.155 17 11.755
Data Sekunder,2017
2. Status Kesehatan
10 Besar Penyakit terbanyak untuk semua golongan umur di Puskesmas Ngaglik I
selama tahun 2016:
KODE
NO. DIAGNOSA JUMLAH
ICD-X
1 J 00 Common Cold/Nasopharyngitis Akut 4.091
2 I 10 Hipertensi primer 3.587
3 K 04 Penyakit Pulpa dan jaringan periapikal 3.524
4 M 62 Gangguan lain pada jaringan otot 2.439
5 R 50 Demam yang tdk diketahui sebabnya 1.747
6 K 30 Dispepsia 1.230
7 E 11 Diabetes Mellitus (NIDDM) 1.072
8 K 03 Penyakit jaringan keras gigi lain 944
9 G 44 Sindroma nyeri kepala 808
10 R 05 Batuk 806

3. Keadaan Sosial Ekonomi


Tarif pelayanan di puskesmas mengacu pada Perda No. 68 Tahun 2016 tentang
Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas. Pasien tanpa jaminan diwajibkan untuk
memberikan imbalan jasa kepada puskesmas sesuai dengan tarif yang sudah diatur
dalam Perda tersebut.
Pasien BPJS (Mandiri, Jamkesmas, PNS/Karyawan/TNI/Polri, Pensiunan, dan
Veteran), Jamkesda Mandiri, Jamkesda Miskin, Jamkesda Rentan Miskin dan
Jamketa DIY dapat dilayani dengan gratis, dengan menunjukkan kartu yang masih
berlaku. arget pendapatan rawat jalan untuk tahun 2016 adalah Rp. 1.850.000.000,-
Tercapai Rp. 1.583.879.470,- Minus sebesar Rp. 266.120.530,- atau sebesar 85,61
%.
Jaminan layanan kesehatan bagi Penduduk miskin di wilayah Pusat Kesehatan
Masyarakat Ngaglik I sudah terjangkau oleh Jamkesmas dan Jamkesda Miskin dan
Rentan Miskin dengan jumlah kunjungan maskin selama Tahun 2016 sebanyak
10.716 Jiwa.

4. Fasilitas Umum yang Tersedia


a. Pusat Kesehatan Masyarakat Induk : 1 buah
b. Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu : 2 buah
c. Poskesdes : 3 buah
d. Dokter Umum : 14 orang
e. Spesialis : 5 orang
f. Dokter Gigi :10 orang
g. Bidan Praktek Swasta :11 orang
h. Apotek : 4 buah
Posyandu Balita : 64buah
Status Kemandirian Posyandu Balita
1) Pratama : 2buah
2) Madya : 3buah
3) Purnama : 4buah
4) Mandiri : 55buah
Kader Posyandu Balita : 580 orang
Kader Aktif Posyandu Balita : 452orang
Posyandu Lansia : 35Buah
Status Kemandirian Posyandu Lansia
1) Pratama : 33buah
2) Madya : 2buah
3) Purnama :- buah
4) Mandiri :- buah
Kader Posyandu Lansia : 175 orang
Kader Aktif Posyandu Lansia : 70 orang
Kader Sebaya Tingkat Sekolah
1) Dokter Kecil : 111 anak
2) Kader Sebaya SMP : 91 orang
3) Kader Sebaya SLTA : 42 orang
M. PUSKESMAS SLEMAN
1. Keadaaan Geografis
2. Keadaaan Demografis
3. Status Kesehatan
4. Keadaan Sosial Ekonomi
5. Fasilitas Umum yang Tersedia
N. PUSKESMAS TEMPEL I
1. Keadaaan Geografis
Puskesmas Tempel I terletak di Dusun Ngebong, kelurahan
Margorejo,Kabupaten Sleman Jogjakarta. Kecamatan Tempel daerah selatan
merupakan pertanian. Sedangkan bagian utara merupakan daerah perkebunan salak.
Luas wilayah kerja puskemas tempel I sebesar ± 18,2 km2 atau 56 % dari luas
wilayah kecamatan tempel yang terletak dibagian utara kecamatan tempel.
Wilayah kerja Puskesmas Tempel I sebagai berikut :
a. Desa Margorejo dengan 14 dusun
b. Desa Lumbungrejo dengan 11 dusun
c. Desa Mendirejo dengan 17 dusun
d. Desa Mororejo dengan 13 dusun
Batas Wilayah Kerja Puskesmas Tempel I :
a. Batas Utara : Kecamatan Nuri
b. Batas Timur : Kecamatan Selatan
c. Batas Barat : Sungai Krasak Propinsi Jawa Tengah
d. Batas Selatan : Desa Pondokrejo dan Desa Sumberejo Kecamatan Tempel

2. Keadaaan Demografis
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tempel I tahun 2015 sebesar
29.480 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 14.755 jiwa (50,05%) dan penduduk
perempuan 14.725 jiwa (49,95%). Kepadatan penduduk wilayah kerja Puskesmas
Tempel I mencapai 1.618 jiwa/km2.
LUAS JENIS KELAMIN JUML JUML KEPA
NO. DESA KM2 LAKI- PEREMP AH AH DATA
LAKI UAN JIWA KK N/KM2
1. Mororejo 3,37 2.331 2.596 5.063 1.903 1.502
2. Margorejo 5,39 5.001 5.170 10.491 3.788 1.946
3. Lumbungrejo 3,33 3.568 3.596 7.431 2.667 2.231
4. Merdikarejo 6,13 3.087 3.091 6.495 2.443 1.059
JUMLAH 18,12 13.987 14.453 29.480 10.801 1.618

3. Status Kesehatan
Berdasarkan hasil analisi situasi maka dapat diidentifikasi permasalahan
Puskesmas Tempel I .
a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta keluarga
Cakupan balita yang sudah SDIDTK 80 % target lebih dari 98 %
b. Upaya perbaikan gizi masyarakat
Cakupan bayi yang dapat air susu ibu eksklusif 6 bulan 65,86 % dari target 80 %
c. Upaya pemberantasan penyakit
1) Angka kesembuhan penderita Tuberculosis Paru (TB) Baksil Tahan
Asam(BTA) (+) 84,62 % dari target 87%
2) Angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk 42,86% dari target 50%
d. Upaya kesehatan gigi dan mulut
Cakupan penduduk mendapat pelayanan kesehatan gigi dan mulut 7,32 %
e. Manajemen Puskesmas
1) Keterbatasan SDM diPuskesmas
2) Sistem Informasi Puskesmas belum berjalan baik
3) Persiapan status Puskesmas dari rawat jalan ke rawat inap

Setelah diidentifikasi masalah cakupan masing-masing program masih ada


beberapa program yang belum memenuhi target sdan juga Keterbatasan SDM dan
Sistem Informasi Puskesmas yang belum berjalan dengan baik. Program pemerintah
sangat baik namun hal ini kembali lagi kepada masyarakat yang masih pasif
terhadap program-program pemerintah sehingga membuat status kesehatan pada
Puskesmas Tempel 1 belum memenuhi target.

4. Keadaan Sosial Ekonomi


Keberhasilan program pembangunan masyarakat sangat tergantung dari
kondisi social ekonomi masyarakat. Adapun indikator kondisi sosial ekonomi
masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan masyarakat.
Data statistic tingkat kecamatan Tempel menunjukan bahwa keadaan sosial
ekonomi masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Tempel I dilihat dari tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan sebagai berikut :
a. Tingkat Pendidikan
1) Tidak tamat SD : 17,84 %
2) Tamat SD dan SMP : 39,86 %
3) Tamat SLTA : 34,43 %
4) Tamat PT : 7,91 %
b. Tingkat Pekerjaan
1) Bekerja Tetap : 36,35 %
2) Bekerja Tidak Tetap : 50,76 %
3) Tidak Bekerja : 12,95 %

5. Fasilitas Umum yang Tersedia


NO. NAMA FASILITAS JUMLAH
1. Puskesmas Induk 1
2. Puskesmas Pembantu : 2
 Pustu Mororej
 Pustu Merdirejo
3. Pos Kesehatan 1
4. Ambulance 2
5. Posyandu Balita 60
6. Posyandu Lansia 31
7. Poskesdes 4
8. Poskestren 6
9. SBH 1
10. UKGMD 14
11. TOGA 5
12. POSBINDU 2
PUSKESMAS MOYUDAN

Oleh

CHRISTINE I.F NUSSY

0130740016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
Program yang dilaksnakan selama kegiatan praktek belajar lapangan berlangsung
yaitu bagi peminatan epidemiologi adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari Struktur Puskesmas
2. .Mempelajari Pola penyebaran penyakit di Puskesmas
3. .Materi Sistem Kewaspadaan Dini
4. Materi dan Praktek Surveilans
5. .Materi Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
6. Materi dan Praktek Penyelidikan Epidemiologi

B. HASIL
Hasil kegiatan Peminatan Epidemiologi di Puskesmas Moyudan yang mengacu
pada Kompetensi Peminatan Epidemiologi seperti berikut :
1. Mempelajari Struktur Puskesmas
Mempelajari pola penyebaran penyakit Dalam mempelajari Struktur Puskesmas
di berikan gambar struktur puskesmas dan juga diberikan profil puskesmas.
2.
Pola penyebaran penyakit yang saya pelajari disini yaitu mendapatkan kasus DBD
(Demam Berdarah Dengue) dan melihat kasusunya menurut orang,waktu dan tempat.
3. Materi Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
Sistem kewaspadaan dini (SKD) yang dapat dipelajari yaitu memantau
perkembangan trend penyakit di puskesmas yaitu penyakit menular potensial
KLB/Wabah secara terus menerus dari waktu ke waktu.
4. Materi dan Praktek Surveilans
Surveilans yang di pelajari disini yaitu surveilans tentang penyakit HIV/AIDS, TB
dan DBD yang dmana saya diajarkan cara surveilans dari masing-masing
penanggung jawab program penyakit yang ada di puskesmas.
5. Materi Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) yang saya pelajari dan di berikan materi yaitu
PWS dari Poli KIA, Karena di Puskesmas Moyudan Ini yang sudah menjalankan
PWS hanya pada Poli KIA saja.
6. Materi dan Praktek Penyelidikan Epidemiologi
PE (Penyelidikan Epidemiologi) yaitu kami melakukan pemantuan jentik nyamuk
dan mewawancarai penderita DBD (Demam Berdarah Dengue) langsung ke rumah
penderita.

C. PEMBAHASAN
Pada bagian ini saya akan menjelaskan lebih terperinci hasil kegiatan magang saya
yang berlangsung selama tanggal 07 Februari 2017 – 18 Februari 2017 di Puskesmas
Moyudan Kabupaten Sleman.
1. Mempelajari Struktur Puskesmas
Struktur Puskesmas Moyudan kabupaten Sleman Struktur nya di buat dalam Struktur
Organisasi Pusat Kesehatan Masyarakat yang Di Ketuai oleh Kepala Puskesmas
dr.V.Evita Setianingrum, M.PH. dan jajaran-jajarannya.Masing-masing bagian
berikan tanggung jawab kepada coordinator-koordinator penanggug jawab.
2. Mempelajari Pola penyebaran penyakit di Puskesmas
Mempelajari Pola penyebaran penyakit yaitu bertujuan untuk mengetahui pola
penyebaran penyakit dan faktor-faktor determinan yang mempengaruhi terjadinya
penyakit sehingga dapat di ketahui cara pencegahan dan pemberantasan
penyakit.DEnan pola penyakit pada Epidemiologi yatu (Orang,Waktu dan Tempat).
3. Materi Sistem Kewaspadaan Dini
Sistem kewaspadaan dini yang dipelajari yaitu SKD/KLB yaitu system kewaspadaan
dini Kejadian Luar Biasa yaitu penyakit DBD dengan menggunakan seperti
surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB.Dengan menggunakan buku
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman
Epidemiologi Penyakit).Karena daerah Moyudan ini termasuk daerah Endemis
penyakit DBD maka yang akan di pelajari di PWS KLB yatu penyakit DBD.SKD
KLB dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat, baik
terhadap penderita maupun pemantauan jentik berkala.Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departermen Kesehatan secara ketat menyelenggarakan Surveilans Sentinel DBD
Berbasis satu puskesmas dan satu rumah sakit di setiap kabupaten/Kota secara
bulanan dan apabila diperlukan dapat dilkukan secara mingguan.Kami melakukan PE
(Penyelidikan Epidemiologi) menggunakan data pasien dengan menggunakan Form
Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue.
4. Materi dan Praktek Surveilans
Surveilans adalah suatu proses pengumpulan,pengolahan,analisis dan interpretasi
data kesehatan secara sistematis, terus menerus dan penyebarluasan informasi kepada
pihak terkait untuk melakukan tindakan.
Maka matreri yang dapat dipelajari di Puskesmas Moyudan ini yaitu Surveilans
berdasarkan Penyakit.
a. Surveilans Penyakit HIV/AIDS
Surveilans penyakit HIV/AIDS yang sedang dilaksanakan di Puskesmas
Moyudan ini yaitu pengumpulan data Ibu hamil (Bumil) yang dimana setiap
Bumil yang memeriksakan diri di Puskesmas di wajibkan untuk memeriksa
darah lengkap untuk pengambilan sampel HIV/AIDS.
Penjaringan HIV/AIDS bagi masyarakat biasa belum dilaksanakan karena
banyak masyarakat yang malas datang untuk memeriksakan diri ke
puskesmas.Tetapi dari Dinas Kesehatan biasanya melakukan penjaringan
langsung kepada masyarakat dengan cara penjaringan di tempat-tempat umum
seperti terminal-terminal Bus,kereta dll.Untuk kesadaran diri dari masyarakat
belum ada.
b. Surveilans Penyakit TB
Surveilans penyakit TB (Tubercolosis).Surveians dalam bidang penyakit
TB ini yaitu alurnya seperti demikian jika terdapat pasien yang berobat di
puskesmas yang di diagnose mengidap penyakit TB maka pasien itu akan di
berikan pengobatan secara maksimal di Puskesmas selanjutnya petugas
kesehatan yang bertanggung jawab dalam penyakit TB ini akan melakukan
kunjungan ke rumah penderita.Dan jika di rumah penderita terdapat anggota
keluarga yang menunjukan gejala TB maka anggota keluarga tersebut akan di
periks dan diajak untuk memeriksa diri ke Pelayanan Kesehatan.
Pencapian target Kasus TB pada tahun 2016 yaitu sebanyak 24 Penderita
namun belum mencapai target tersebut karena penderita yang datang berobat dan
terjaring yaitu sebanyak 13 penderita. Yang dimana jika dimasukan dalam persen
(%) yaitu yang seharusna 80% maka yang di dapati hanya 53%.
Kendala yag di dapati yaitu kebanyakan pasien yang belum paham dengan
cara pemeriksaan dahak yang dimana seharusnya mengeluarkan dahak tetapi
yang dikeluarkan yaitu liur maka kualitas dahaknya kurang maksimal.
Dan juga saya di ikut sertakan dalam rapat evaluasi pelaksanaan program
TB Tahun 2016 dengan pertemuan TIM DOTS.Tim DOTS yaitu pertemuan
semua karyawan atau petugas kesehatan Puskesmas Moyudan untuk saling
mendukung program yang akan di laksanakan.Rapat ini yang dilaksanakan di
Aula Puskesmas Moyudan, Hari/Tanggal : Selasa,14-februari-2017.Dan pada
tanggal 16-Februari-2017 kami di ajak untuk mengikuti sosialisasi penyuluhan
Public-Privat Mix-TB Program TB di Puskesmas Moyudan

5. Materi Pemantaun Wilayah Setempat (PWS)


Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk melakukan pemantauan
program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus agar dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat. Di Puskesmas Moyudan PWS yang berjalan yaitu PWS
KIA. Dimana saya diberikan buku pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan
ibu dan anak dan melihat cara pencatatan di buku register kohort ibu da ANC terpadu
dan buku Register PWS-KIA-DESA
6. Materi dan Praktek Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi yaitu suatu kegiatan penyelidikan atau suvei yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatanatau penyakit
secara leih menyeluruh.Maka dari itu kami melakukan praktek penyelidikan
epidemiologi dengan pemantauan jentik berkala dan juga mewawancarai langsung ke
rumah penderita DBD dan melakukan penyelidikan di 20 rumah sekitar rumah
penderita, jika terdapat jentik nyamuk maka kita memberikan bubuk Abate.
D. PRAKTEK DILUAR KOMPETENSI
NO HARI/TANGGAL TEMPAT KEGIATAN
1 Kamis,09-02-2017 Dusun Jetis, Moyudan Posyandu Lansia
 Mempelajari dan Praktek
Alat Tensi Meter dan
Stetoskop
 Memberikan Obat-Obat
pada pasien lansia
2 Jumaat, 10-02-2017 Puskesmas Moyudan Pemeriksaan peserta anggota
Jemaah Haji
3 Selasa,14-02-2017 Aula Puskesmas Yoka Pertemuan Tiem-DOTS.
Pencapaian program TB tahun
2016.
4 Selasa,14-02-2017 Dusun Gamplong 4 Penyuluhan DBD. (Sebagai
Pemateri).
5 Kamis, 16-02-2017 Dusun Kembangan 1 Penyuluhan TB
6 Kamis,,16-02-2017 Dusun Menulis Penyuluhan PHBS (Mencuci
Tangan)
PUSKESMAS MINGGIR

Oleh

DEWI DIAN M. REPASI

0130740024

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
1. Penyehatan Lingkungan
- Melaksanakan kunjungan pengawasan dan pembinaan TTU, TPM, Lingkungan
Permukiman.
- Melaksanakan pemantauan terhadap sumber pencemaran.
- Melaksanakan pemantauan kualitas air
- Melaksanakan pemantauan kualitas makanan
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
- Melaksanakan konsultasi kesehatan lingkungan
- Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan
3. Mendokumentasikan data dan laporan SP2TP Kesehatan Lingkungan.
- Membuat dan mendokumentasikan laporan LB3

B. HASIL
Kegiatan Magang diPuskesmas Minggir, Kec. Minggir,Sleman Yogjakarta dimulai
pada hari Senin tanggal 06 Februari 2017 dan berakhir pada hari Senin 20 Februari
2017. Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa/i FKM UNCEN khususnya mahasiswa
semester VIII (delapan) yang terbagi dalam kelompok kecil yaitu 4 mahasiswa reguler
dan 1 mahasiswa tugas belajar yang terdiri dari 2 mahasiswa peminatan Kesehatan
Lingkungan, 1 mahasiswa peminatan Epidemiologi, dan 2 mahasiswa peminatan
Administrasi Kebijakan Kesehatan yang menempati Puskesmas Minggir, Kabupaten
Sleman,Yogyakarta.
Setelah mengikuti acara penerimaan mahasiswa magang dan penyampaian materi di
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, kami langsung dijemput dan diantar langsung oleh
salah satu Pegawai Puskesmas Minggir menuju ke lokasi penginapan kami yang dekat
dengan lokasi Puskesmas Minggir di Kec,Minggir, Kab,Sleman. Kami memulai
kegiatan kami di Puskesmas Minggir dengan awal perkenalan bersama Ibu Kepala, para
staf dan pegawai puskesmas saat apel pagi diruang Aula puskesmas, selanjutnya kami
perkenalan disetiap ruang kerja Puskesmas Minggir.
1. Kegiatan Didalam Ruangan
Untuk kegiatan yang dikerjakan didalam ruangan yaitu
 mengentry data daftar nama keluarga yang tidak memiliki jamban sehat di
wilayah kerja puskesmas minggir,
 mempelajari profil puskesmas minggir, membantu dalam pembagian kartu
BPJS kepada warga,
 menghitung jumlah pendataan kesehatan lingkungan secara keseluruhan,
 membantu membuat surat kepada pengelolah makanan di desa sendang mulyo
terkait kegiatan sosialisasi hygiene perorangan dalam mengelolah makanan
sehat.

2. Kegiatan Diluar Ruangan


 kunjungan ke puskesmas pembantu wilayah kerja puskesmas minggir yaitu di 4
pustu yakni pustu sendangrejo, pustu sendangsari, pustu sendangmulyo, dan
pustu sendangarum,
 ada juga kegiatan bersama dengan bagian kesling melakukan pengambilan
sampel air didesa sendangmulyo terkait sarana air bersih yang kemudian
mengantar sampel air ke UPT LABKESDA SLEMAN untuk segera dilakukan
pemeriksaan bakteri dan parameter kimia,
 mengikuti evaluasi kelompok kerja (POKJA) upaya kesehatan menengah
(UKM),dan juga
 kegiatan surveilan yaitu Penyelidikan Epidemiologi (PE) kunjungan balita yang
diduga menderita demam berdarah (DHF),
 serta melakukan sosialisasi PHBS di kader desa Sendangrejo

C. PEMBAHASAN
Karena pada puskesmas Minggir tidak terdapat bagian epidemiologi maka dari itu
kegiatan yang dilakukan selama praktek terkait program yang dikerjakan yaitu tergabung
dengan bagian kesling yaitu :
1. Program Penyehatan Lingkungan
Dimana dalam program ini kegiatan yang telah dikerjakan adalah melaksanakan
pemantauan kualitas air terkait sarana air bersih di wilayah kerja puskesmas Minggir,
juga adanya kegiatan kunjungan daan pengawasan terhadapat balita yang diduga
pasien DHF.
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Dalam program ini salah satu kegiatan yang kami lakukkan adalah
melaksanakan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan yaitu kegiatan
sosialisasi dan sharing terkait depot isi ulang yang ada di Papua kepada ibu-ibu kader
di pustu sendangrejo.
3. Mendokumentasi data dan laporan SP2TP kesehatan lingkungan
Dalam program ini kegiatan yang dikerjakan yaitu mengentry data keluarga
yang belum memiliki jamban serta menghitung total keseluruhan data kader sarana
lingkungan.
PUSKESMAS GODEAN I

Oleh

GLORIA ESTEVAN SAMBERI

0130740038

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN
Kegiatan magang di mulai pada Senin, tanggal 06 Februari 2017 dan berakhir
pada hari senin tanggal 20 Februari 2017. Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa/i
FKM UNCEN khususnya mahasiswa semester VIII (delapan) reguler dan tugas belajar
yang terbagi dalam 17 kelompok yang menempati 17 Puekesmas yang tersebar di
wilayah kerja Kabupaten Sleman.
Pada tanggal 07 Februari 2017 tim langsung melapor dan berkoordinasi dengan
Bapak Kepala Puskesmas kanda perihal kegiatan magang sekaligus melakukan
orientasi ruang di hari pertama.
Sebagian besar kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan observatif dan lebih
partisipatif dan selama masa magang di berlakukan sistem rolling. Dimana semua
anggota tim mendapatkan kesempatan untuk bertugas setiap unit yang ada di
puskesmas dengan maksud untuk mengetahui bagimana menangani setiap unit: alur
pelayanan, sistem kerja sampai pada sistem pencatatan dan pelaporan.

B. HASIL KEGIATAN PEMINATAN KESEHATAN EPIDEMIOLOGI


Kegiatan dalam Gedung Epidemiologi
1. Klasikal satu hari
 Pengenalan Program Kesehatan Lingkungan
 Prosedur Kegiatan Kesehatan Lingkungan
 Kebijakan Puskesmas
 Penanggulan Penyakit Menular (P2M)
 Menejamen Puskesmas
2. Loket
Alur pelayanan di Puskesmas dimulai dari loket, Dari pengambilan nomor
antrian, Pendaftaran pasien, pengambilan status pasien, pencatatan jenis
kunjungan (Askes, Jamkesmas, Gratis, Kader, Pelajar) sampai pada proses
rujukan. Setiap anggota tim berpartisipasi dalam menjalankan alur tersebut.
Hasil Kegiatan Epidemiologi di luar Gedung
1. Inspeksi Sanitasi Perumahan
Mengetahui kondisi sanitasi perumahan dan dapat melakukan pencegahan apabila
ada hal yang tidak memenuhi syarat.
2. InspeksiSanitasi Sarana Air Bersih (SAB)
Mengetahui kondisi air yang dikonsumsi masyarakat.
3. InspeksiSanitasi Tempat Pengolahan Makanan (TPM)
Mengetahui kondisi sanitasi tempat pengolahan makanan.
4. Sampel Air
Untuk mengethui kondisi air yang di konsumsi di Puskemas Godean satu
5. InspeksiSanitasi Tempat Pengolahan Pestisida (TP2)
Mengetahui kondisi sanitasi tempat pengolahan pestisida.
6. Inspeksi PHBS Tatanan Rumah Tangga
7. Pemberantasan Nyamuk
Memberantas sarang nyamuk dan pencegahan terhadap penyakit DBD.
8. Kegiataan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Dilakukan pada saat ada kasus DBD.Penyelidikan ini untuk mengetahui faktor-
faktor yang menyebabkan kasus DBD bisa terjadi.
9. KegiatanSurvei Jentik
Tindakan pemberantasan jenitik di rumah warga.

C. PEMBAHASAN
1. Orientasi Puskesmas
Kegiatan ini dilakukan di Puskesmas pada tanggal 07 feb 2017, dengan materi
pengenalan puskesmas ssecara keseluruhan mulai dari profil puskesmas, bagian-
bagian unit puskesmas, prosedur pelayanan puskesmas, dan pembagian tugas
mahasiswa untuk setiap bagian unit puskesmas, yaitu bagian : BP Umum, BP Gigi,
KIA, KB, Imunisasi, Konsultasi Sanitasi, Konsultasi Gizi, konsultasi Psikologi,
Laboratorium, Farmasi, Pendaftaran,Kasir, Fisioterapi dan tata usaha.
2. Inspeksi Sanitasi Perumahan
Kegiatan Inspeksi sanitasi perumahan dilakukan di Desa Siduagon,Jumlah
rumah yang diperiksa sebanyak 10 dari target 50 rumah, Persentase yang didapat
yaitu 45 % tidak memenuhi syarat, dari hasil yang inspeksi yang dilakukan adapun
rumah warga yang kondisi sanitasi rumahnya tidak memenuhi syarat yaitu Ventilsi
rumah yang tidak memiliki kasa anti nyamuk dan sirkulsi udara tidak lancar, rumah
tidak memiliki lubang asap dapur, tidak memiliki langit-langit, kamar tidak
berjendela.
3. Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih ( SAB)
Kegiatan pengawasan Kualitas Air Bersih meliputi mengatur, membina dan
mengawasi pelaksanaan penggunaan air dalam rangka memelihara dan
meningkatkan derjat kesehatan masyarakat. Kegiatan inspeksi sanitasi sarana air
bersih dilakukan yaitu Perumahan, Hasil pemeriksaan yang didapat sebagian besar
tidak memenuhi syarat seperti terdapat beberapa sumber pencemar dengan sarana
air bersih, sarana air limbah rusak, ada genangan air sekita sumur, kondisi lantai
sumur dalam keadaan rusak yang dapat memungkinkan air merembes masuk
kedalam Sarana Air Bersih (sumur gali) dan dinding sumur sedalam 3 meter tidak
diplester tidak diplester dengan baik.
4. Inspeksi Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan (TPM)
Sanitasi tempat pengolahan makanan adalah suatu usaha penegndalian
melalui kegiatan pengawasan dan pemerikasaan terhadap pengaruh-pengaruh yang
ditimbulkan oleh tempat pengolahan makanan (TPM) yang erat hubungannya
dengan timbuk atau menyebarnya suatu penyakit. Inspeksi Sanitasi Intitusi
5. Kegiatan Penyelidikan Epidemioligi (PE)
Kegiatan penyelidikan epidemioligi yang dilakukan yaitu Penyelidikan kasus
DBD yang terjadi Serangan, Sidoluhur Godean Sleman kasus Penyelidikan
Epidemiologi yang dilakukan dengan mengindentifikasi sebanyak 27 rumah warga
dalam radius 100 meter dari rumah penederita DBD. Dari hasil identifikasi tersebut
sebagian besar ditemukan jentik pada bak mandi, bak WC, tempayan dan barang-
barang bekas yang terdapat genangan air.Tindak Lanjut dari kegiatan PE kemudian
dilkukan pengasapan (fogging Focus).
Faktor penyebab semakin banyaknya Kasus DBD di Indonesia, anatra lain
a. Factor virolis: agen penyakit. Virus penyebab dengan mempunyai beragam
dalam jumlah dan seroting serta virulensi yang saat ini dikhawatirkan telah
terjadi mutasi genetis sehingga virulensinya meningkat
b. Factor manusia :individual dan penduduk, jumlah penduduk yang semakin
bertambah jumlah penduduk dan meningkatkan jumlah dan sarana
transportasi, perilaku dan gaya hidup yang tidak mendukung tercipatnya
lingkungan yang bersih bebas jentik dan gigitan nyamuk
c. Factor nyamuk penular : yaitu nyamuk Aedes yang mempunyai kerentanan
tinggi terhadap virus penyebab DBD (virus DEN), kemampuan
reproduktifnya yang tinggi dan masa hidupnya yang panjang
d. Faktor lingkungan :klimatologis (kelembapan udara yang optimal, curah hujan
yang meningkat dan temperature udara yang meningkat) yang mendukung
secara optimal kapasitsa vektorial Nyamuk Aedes.
6. Pemantauan jentik di pemukiman warga
Yaitu; di Desa Sidoagon, desa Sidomoyo,Dari hasil pemantauan jentik sebagian
besar perumahan warga terdapat jentik nyamuk Aedesagepty dan terdapat dua kasus
DBD, untuk itu di lakukan Fogging Foccus.
7. Pemantauan jentik
a. Pemantauan jentik di pemukiman warga
Yaitu; di Desa Sidoagon, desa ,
Dari hasil pemantauan jentik sebagian besar perumahan warga terdapat jentik
nyamuk Aedesagepty dan terdapat dua kasus DBD, untuk itu di lakukan
Fogging Foccus.
b. Fogging Foccus
Dilakukan di dua lokasi yaitu ,Serangan, Sidoluhur Godean Sleman dimulai
pukul setengah lima pagi sampai pukul tujuh pagi. Hal ini dilakukan karena
terjadi kasus DBD dengan melakukan pengasapan untuk masing-masing lokasi.
8. Pemberian Materi
Selain kegiatan praktik lapangan, dalam kegiatan praktik kerja lapangan di
Puskesmas Sleman juga mendapatkan materi pembelajaran yang dilakuka di aula
Puskesmas Sleman, adapun materi yang disampaikan yaitu :
a. Orientasi Puskesmas
Materi orientasi puskesmas disampaikan oleh ibu Dwi Mulyani, A.Md dan
Endi Nugroho dan Yusuf Nabawi. A. Md.Kes Materi orientasi Puskesmas
bertujuan untuk mengenal lingkungan Puskesmas Sleman dan pembagian tugas
pembantu di setiap unit Puskesmas.
b. Penerapan ISO 9001 dan Perencanaan Program Puskesmas
Materi ini disampaikan oleh ???. Isi materi yang disampaikan tentang
penerapan ISO 9001 : 2000 di Puskesmas Sleman, serta penyampaian program-
program yang di rencanakan oleh Puskesmas Sleman.
c. Materi manajemen Puskesmas
Materi disampaikan oleh Ibu ??, membahas mengenai peneglolaan manajemen
Puskesmas secara keseluruhan, baik mengenai sumber perdanaan puskesmas,
pengelolaan dana puskesmas dan alokasi dana untuk setiap unit-unit pskesmas
sleman.
d. Materi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Materi ini disampaikan oleh Bapa Yusuf Nabawi. A. Md.Kes, yang membahas
mengenai Pengendalian Penyakit Menular dan penyakit tidak menular yang
sering terjadi di wilayah kerja Puskesmas Godean satu,
Seperti Kasus DBD selama tujuh tahun terakhir terjadi secara fluktuatif. Tahun
2008 merupakan tahun dengan kasus DBD tertinggi (40 kasus) dan tahu n 2013
merupakan tahun tertinggi kedua setelah tahun 2008, yaitu terdapat 33 kasus.
Penyebaran kasus DBD pada tahun 2013 adalah sebagai berikut: ssidoagung
13 kasus, sidoluhur 14 kasus, sidomulyo 5 kasus dan sidomoyo 0 kasus. Dilihat
dari penyebaranya maka 42,2 % dusun terkena DBD dan tertinggi di desa
dengan kasus terkena DBD yang sesuai dengan kriteria telah dilakukan fogging
focus. Tahun 2015 adalah 37 pasien. Untuklebih jelasnya dapat dilihat pada
table berikut ini
Tabel jumlah kasus DBD Puskemas Godean 1 Tahun 2009-2015

TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
DESA
Sido agung 15 10 7 9 13 10 47
Sido Luhur 14 6 5 11 14 11 18
Sido Mulyo 7 7 7 5 5 9 12
Sido Moyo 4 0 1 1 0 7 10
JUMLAH 51 23 26 33 80 37 87

Di wilayah Puskemas Godean 1, terdapat 3 desa, yaitu Sidoagung, sidoluhur,


dan sidomulyo yang termasuk daerah endemis DBD kasus selama 3 tahun
berturut-turut terdapat kasus DBD. Sedangkan desa sidomoyo termasuk daerah
sporadic DBD karena tidak setiap tahun terdapar kasus DBD

e. Penyakit TB paru
1) Cakupan penemuan penderita baru BTA + baru, masih jauh dari target, yaitu 7
orang pada tahun 2014 ini sudah lebih banyak dibandingankan
2) Angka konversi 100% sudah lebih dari target
3) Angka kesembuhan (cure rate) 100 %
4) Error rate tidak ada
f. Diare
Kasus diare pada tahun 2015 terjadi 415 kasus. Hal ini menurun dibandingkan
tahun 2014 sebanyak 572 kasus
g. Malaria
Pada tahun 2003 merupakan kasus malaria tertinggu 5 kasus dan mulai tahun
2005-2015 tidak terdapat kasus malaria
PUSKESMAS GAMPING I

Oleh

MAHLA D. A. DOGOPIA

0130740069

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Magang dimulai pada hari Senin tanggal 06 Februari 2017 dan berakhir pada
hari Jumat tanggal 20 januari 2017. Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa/i FKM UNCEN
khususnya mahasiswa semester VIII (delapan) regular Berjumlah 5 orang dalam I kelompok
yang bertempat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok tim penulis sendiri menempati
Puskesmas Gamping I yang berada di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Yogyakarta.
Pada tanggal 07 Februari 2017 tim langsung melapor dan berkoordinasi dengan Ibu
Kepala Puskesmas Gamping I perihal kegiatan magang sekaligus melakukan orientasi
ruangan di hari pertama.
Sebagian besar kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan observatif dan lebih
partisipatif dan selama masa magang, dimana semua anggota tim mendapatkan kesempatan
untuk bertugas di setiap unit yang ada di puskesmas. Dengan maksud untuk mengetahui
bagaimana managemen setiap unit ; alur pelayanan, sistem kerja, sampai pada sistem
pencatatan dan pelaporan.
A. PROGRAM PUSKESMAS
I. Program Pemberantasan Penyakit Menular
1. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Diare
Adalah Kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan. Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan
Epidemiologi Kasus Diare adalah :
a. Pasien diare diketahui dari laporan masyarakat dan dari buku register
BP umum.
b. Menyiapkan sarana PE, seperti formulir PE dan surat tugas.
c. Menginformasikan ke kepala dusun atau kader setempat bahwa
diwilayahnya ada penderita diare dan akan di laksanakan PE
.
2. Penyidikan Epidemiologi Kasus Leptospirosis
Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit Leptospirosis dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit Leptospirosis agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan. Langkah – langkah dalam
melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi Kasus Leptospirosis
adalah
a. Pengumpulan Data
1) Laporan rutin diambil dari buku catatan harian ( register ) di buat
laporan mingguan (W2) lewat SMS gateway kemudian dilaporkan ke
tingkat kabupaten melalui laporan bulanan lewat google drive.
2) Laporan KLB / wabah dilaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi :
 Kronologi terjadinya KLB
 Cara penyebaran serta faktor – faktor yang mempengaruhi
 Keadaan epidemiologis penderita
 Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
 Hasil penanggulangan KLB
3) Pengolahan, analisis dan interpretasi
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam
bentuk table atau grafik keudian dianalisis dan interpretasi.
4) Penyebarluasan hasil interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan
balikkan kepada pihak – pihak yang berkepentingan yaitu kepada
pimpinan daerah, kecamatan, hingga dinkes untuk mendapatkan
tanggapan dan dukungan penanganannya.

3. Penyidikan Epidemiologi Kasus ISPA ( Pneumonia )


Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit ISPA ( Pneumonia ) agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan. Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan
Penyidikan Epidemiologi Kasus ISPA (Pneumonia) :
a. Pengumpulan Data
1) Informasi kasus diambil dari buku catatan harian (register) BP
umum, selanjutnya dibuat laporan mingguan (W2) melalui SMS
gateway kemudian dilaporkan ke tingkat kabupaten, yaitu laporan
bulanan melalui google drive.
2) Laporan KLB / wabah di laporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yaitu meliputi:
 Kronologi terjadinya KLB
 Cara penyebaran serta faktor – faktor yang mempengaruhi
 Keadaan epidemiologis penderita
 Hasil penyelidikan yang telah di lakukan
 Hasil penanggulangan KLB
3) Pengolahan, analisis dan interpretasi
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam
bentuk tabel atau grafik kemudian dianalisis dan diinterpretasi.
4) Penyebarluasan hasil interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan
balikkan kepada pihak – pihak yang berkepentingan yaitu kepada
Pimpinan daerah, Kecamatan, hingga Dinas Kesehatan untuk
mendapatkan tanggapan dan dukungan penanganannya.

4. Penyidikan Epidemiologi Kasus Campak


Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit Campak agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara
efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan. Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan
Epidemiologi Kasus Campak :
a. Persiapan penyelidikan epidemiologi
1) Persiapan lapangan mengkonfirmasikan adanya kasus suspek
campak ke dukun atau ke kader
2) Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi Kasus Campak
3) Persiapan petugas
b. Pelacakan Kasus :
1) Kunjungan rumah ke populasi resiko dan menggali informasi
yang diperlukan.
2) Individual record menggunakan formulir C1.
3) Pengambilan specimen di puskesmas
c. Mengumpulkan informasi faktor resiko ( fom C2 )
1) Cakupan imunisasi campak di tingkat puskesmas
2) Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin.
d. Pengolahan dan Analisis data
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam
bentuk tbel atau grafik kemudian di analisis dan diinterpretasi ( pada
akhir tahun ).

5. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Deman Berdarah Dangue (DBD)


Adalah proses untuk melakukan penyelidikan epidemiologi dirumah
penderita kasus DBD dan rumah – rumah di sekitar penderita kasus DBD.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan
Epidemiologi DBD adalah :
a. Setelah menerima laporan KDRS / Surat Keterangan Diagnosis adanya
penderita DBD, petugas DBD segera mencatat dalam register DBD
b. Menyiapkan peralatan survey, seperti : senter, ATK, formulir PE dan
surat tugas
c. Memberitahukan secara lisan ke kepala Dusun setempat bahwa di
wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE
d. Pelaksanaan Penyidikan Epidemiologi
1) Tim PE memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan
wawancara dengan keluarga penderita, untuk mengetahui riwayat
kejadian penyakit DBD yang bersangkutan dan mengetahui ada
tidaknya penderita kain dalam keluarga
2) Bila ditemukan penderita tanpa sebab yang jelas dan belum di
periksa pada saat itu disarankan untuk diperiksakan di Puskesmas
3) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan
tempat lain yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes Aegypti baik didalam maupun diluar rumah/bangunan
4) Bila ditemukan jentik segera dianjurkan untuk dilakukan
pemberantasan sarang nyamuk
5) Kegiatan ini dilakukan pasa radius 100 m dan atau lokasi minimal
20 rumah di sekitar penderita
6) Berdasarkan Penyidikan Epidemiologi dilakukan penanganan
tindak lanjut
Hasil tindak lanjut PE ditulis di register DBD dan segera
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten.

6. Tindak Lanjut Penyelidikan Epidemiologi Kasus DBD


Adalah kegiatan tindak lanjut yang dilakukan setelah dilaksanakan
penyelidikan epidemiologi.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Tindak Lanjut
Penyidikan Epidemiologi DBD :
a. Menyimpulkan hasil PE yang telah dilakukan
b. Bila merupakan focus penularan DBD/DHF maka dilakukan fogging
focus, adapun criteria dilakukan fogging focus sebagai berikut
1) Ada 1 penderita DBD/DHF yang meninggal atau,
2) Ada 1 penderita dengan DSS atau,
3) Ada 1 penderita DBD dengan diagnosis pasti dari RS dan
penderita panas lainnya
4) Angka Bebas Jentik (ABJ) <95%

7. Fogging Foccus
Adalah kegiatan pengasapan yang dilakukan di rumah penderita DBD dan
rumah – rumah di sekitar penderita dengan radius 200 m.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Fogging Focus adalah:
a. Petugas DBD menyampaikan surat pemberitahuan rencana
penyemprotan kepada kepala dusun untuk di sampaikan kepada
masyarakat supaya melaksanakan ketentuan yang telah disampaikan
b. Tim Fogging menyiapkan alat dan bahan fogging ( Jrigen, bensin,
solar, insektisida, torong, senter, wearpak, helm, sepatu boot, masker)
c. Petugas DBD koordinasi dengan kepala dusun /RT/RW untuk siap
mendampingi pada waktu pengasapan
d. Tim fogging tiba di lokasi paling lambat pukul 05.00 WIB
e. Masing – masing petugas memakai pakaian fogging untuk
perlindungan diri
f. Pengawas mencampur insektisida dengan solar dengan takaran yang
sesuai kemudian dimasukkan kedalam mesin
g. Pelaksana memasukkan bensin dan campurkan obat ke mesin fogging
h. Pelaksana menghidupkan mesin untuk memulai fogging selanjynya
petugas sebagai petunjuk jalan
i. Penyemprotan searah dengan arah angin pintu rumh segera dibuka
untuk memudahkan pelaksanaan, setelah itu ditutup kembali
j. Lokasi yang diasap dalam rumah dan lingkungan
k. Pengawas harus mengevaluasi setiap petugas pengasapan selama
proses berlangsung
l. Pengasapan dilakukan sampai radius 200 m dan atau dosis campuran
insektisida habis.

8. Pemberantasan Sarang Nyamuk


Adalah kegiatan pemberantasan sarang nyamuk DBD di dusun sehingga
penularan penyakit DBD dapat di cegah atau di batasi.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan PSN :
a. Masyarakat di dusun menyepakati jadwal kegiatan PSN minimal satu
minggu sekali
b. Pada hari yang disepakati seluruh warga melakukan kegiatan PSN
secara serentak dengan cara :
1) Menguras bak mandi, wc, vas bunga, tempayan, pot bunga,
tempat minum burung
2) Menutup tempat – tempat penampungan air
3) Membersihkan semak – semak tempat sarang nyamuk
4) Mengubur barang/kaleng bekas yang dapat menampung air
5) Memberikan abate pada tempat penampungan air yang sulit untuk
dikuras yaitu 1 sendok mkan (10 gram) untuk 100 ml air
6) Memelihara ikan dan cara – cara lain untuk membasmi jentik
7) Kegiatan PSN ini dilakukan monitorning PSN oleh petugas/tim
surveilans dan instansi lintas sektoral.

9. Pemantauan Jentik Berkala


Adalah kegiatan memeriksa tempat penampungan air dan tempat
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti, untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur
sekurang –kurangnya 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi nyamuk
penular penyakit DBD.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan PJB :
a. PJB dilaksanakan sesuai jadwal yang disepakati dusun setempat
b. Pada hari disepakati seluruh warga melakukan pemeriksaan pada
tempat penampungan air di rumah dan tempat umum
c. Pemeriksaan dilakukan pada bak mandi, wc, vas bunga, tempayan, pot
bunga, tempat minum burung dan tempt penampungan lain didalam
dan diluar
d. Selanjutnya pemeriksaan diluar rumah pada grnangan air di barang –
barang bekas, pot tanaman, tonggak bamboo dan lain – lain
e. Hasil pemeriksaan dicatat dalam formulir PJB dan menjadi laporan
kepada kepala dusun setempat untuk dibahas dalam pertemuan tingkat
dusun
f. Kader kesehatan juga melaporkan hasil PJB kepetugas puskesmas
untuk laporan.

10. Monitoring PSN dan PJB


Adalah kegiatan pemantauan PSN dan PJB di Dusun.Langkah – langkah
dalam melaksanakan kegiatan Monitoring PSN dan PJB:
a. Membuat rencana pemantauan PSN dan PJB
b. Menerima undangan dari Desa
c. Mempersiapkan alat dan blangko
d. Melaksanakan monitoring sesuai undangan
e. Evaluasi dan tindak lanjut hasil monitoring.

11. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat


Adalah kegiatan mengatur proses perencanaan, pembuatan jadwal,
pelaksanaan dan laporan puskesmas.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyuluhan Kesehatan
masyarakat :
a. Koordinator PKM membuat perencanaan PKM
b. Koordinator PKM menyusun jadwal rencana pelaksanaan PKM
c. Tim PKM melaksanakan penyuluhan kesehatan berdasarkan jadwal
PKM
d. Tim PKM membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan PKM
e. Petugas PKM mencatat hasil pelaksanaan PKM dibuku register PKM
f. Koordinator PKM membuat evaluasi tahunan pelaksanaan PKM
berdasrkan kunjungan 10 besar penyakit sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan
g. Penyusunan jadwal rencana pelaksanaan PKM berdasarkan hasil
evaluasi pelaksanaan PKM 10 besar penyakit kunjungan puskesmas,
serta trend penyakit yang sedang terjadi.
12. Koordinasi dan Komunikasi Lintas Program dan Lintas Sektoral
Adalah penyamaan persepsi dan komitmen tentang kegiatan program
dengan lintas sektoral untuk menindak lanjuti rencana kegiatan program
berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap
program.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Koordinasi dan
Komunikasi Lintas Program dan Lintas Sektoral :
a. Penanggungjawab Program melaporkan kepada kepala UPT
Puskesmas gamping 1 tentang rencana koordinasi dan komunikasi
Lintas Program dan Lintas Sektoral
b. Penanggungjawab Program merencanakan waktu dan tempat
pelaksanaan rapat koordinasi
c. Penanggungjawab Program mempersiapkan rencana kegiatan
Penanggungjawab Program mengundang Lintas Program, Upaya
Promkes, Upaya Gizi, Upaya Kesling dan Lintas Sektoral terkait
d. Kepala UPT Puskesmas Gamping 1 menjelaskan tujuan Rapat
koordinasi
e. Penanggungjawab Program memaparkan rencana kegiatan program
yang dibuat berdasarkan hasil analisis kebutuhan harapan sasaran
program
f. Rencana kegiatan program disepakati peserta rapat dan hasil dicatt
dalam notulen
g. Kepala UPT puskesmas menetapkan rencana kegiatan program yang
telah dikoordinasi
h. Kepala UPT puskesmas dan penanggungjawab program menyusun
kerangka acuan untuk memperoleh umpan balik.

B. HASIL MAGANG
1. Kegiatan di dalam gedung
a. Mempelajari sistem pelaporan penyakit wabah (W1) 24 jam dan laporan
mingguan penyakit wabah (W2) selama 52 minggu
b. Kegiatan membuat laporan mingguan penyakit (W2) selama 52 minggu tahun
2016
c. Kegiatan pelayanan medis di Pustu Gamping 1, Mancasan, Ambarketawang,
Gamping
d. Kegiatan Puskesmas Keliling di Posyandu Lansia Gamping Tengah, RW 15
Ambarketawang
e. Kegiatan sosialisasi materi Akreditasi dan ISO 9001 oleh kepala Puskesmas
Gamping 1, ( drg. Ratih Susila )
f. Kegiatan mendata dan mensortir amplop BPJS memisahkan data migrasi
kartu jamkesda ke BPJS(Kis),kartu indonesia sehat untuk keluarga miskin di
Kecamatan Ambarketawang dan Balaicatur.
g. Kegiatan Sterilisasi ruangan Puskesmas Gamping 1 dengan alat TLV – 25

2. Kegiatan di luar gedung


a. Kegiatan PE kasus DBD di Jati Sawit, Balecatur, Gamping, Sleman,
Yogyakarta
b. Kegiatan PE kasus DBD di Gamping Lor RT 04/RW 12
c. Kegiatan PE kasus Campak di Gamping Lor RT 05/RW 12
d. Kegiatan PE kasus DBD di Mejing Kidul RT 01/RW 08, Ambarketawang,
Gamping, Sleman, Yogyakarta
e. Kegiatan PE kasus DBD di Mejing Kidul RT 02/ RW 08, Ambarketawang,
Gamping, Sleman, Yogyakarta
f. Kegiatan PE kasus DBD di Ngaran, Balecatur, gamping, Sleman,Yogyakarta
g. Kegiatan Inspeksi Tempat – Tempat umum di Greja St. Maria
Assumpta,Gamping, Sleman, Yogyakarta

C. PEMBAHASAN
1. Pencatatan dan pelaporan merupakan indikator keberhasilan suatu kegiatan. tanpa
ada pencatatan dan pelaporan kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan
tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah
sebuah data dan informasi yang bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan
benar. Laporan W1, W2, untuk memenuhi kebutuhan puskesmas guna melakukan
pemantauan kejadian luar biasa belum memberikan informasi lain untuk
pertimbangan maupun pencegahan misalnya frekuensi penyakit berdasarkan
kelompok umur. Formulir W1 : dilaporkan dalam 24 jam, digunakan untuk
melaporkan kejadian luar biasa atau wabah. Laporan W1 masih memberikan
gambaran KLB / wabah secara kasar, oleh karena itu harus segera diikuti dengan ;
 Laporan penyelidikan sementara ( PE )
 Rencana penanggulangan
Formulir W2 : dilaporkan secara mingguan, yaitu laporan dari penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB atau wabah yang perlu dilaporkan secara rutin yaitu :
Kolera, Diare, Pes, DHF (DBD), Rabies, Difteri, Polio, Pertusis, Campak, dan
penyakit yang menjadi wabah ( Sars )
Wabah / KLB : adalah peristiwa timbulnya penyakit yang mempunyai jumlah 2 kali
lipat dari biasanya, atau penyakit yang sebelumnya tidak ada, atau yang ditetapkan
oleh pemerintah → UU Wabah
Kami mahasiswa magang di Puskesmas Gamping 1 mempelajari sistem pelaporan
W1 dan W2 dan selanjutkan kami mempraktekkan apa yang sudah kami pelajari
sebelumnya yaitu dengan membuat Laporan W2 Puskesmas Gamping 1 Tahun
2016. Manfaat dari membuat laporan W2 ini adalah untuk mengetahui penyakit –
penyakit apa saja yang berpotensi menimbulkan KLB / wabah selama 52 minggu di
daerah kerja Puskesmas Gamping 1.

2. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang


Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah
Pasal 1 Ayat ke 7 berisi “ Puskesmas Pembantu adalah suatu sarana yang
melaksanakan upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang mencakup bagian
wilayah kerja Pusat Kesehatan Masyarkat disesuaikan dengan keadaan setempat dan
merupakan bagian integral dari Pusat Kesehatan Masyarakat”. Puskesmas Pembantu
(Pustu) adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang
dan membantu memperluas jangkauan Puskesmas dengan melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil
serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga
dan sarana yang tersedia.
Untuk melancarkan pelaksanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat,
puskesmas pembantu merupakan bagian utama dalam jaringan pelayanan
puskesmas, dalam jaringan pelayanan Puskesmas di setiap wilayah Desa dan
kelurahan pustu merupakanbagian integral dari puskesmas, dalam ruang lingkup
wilayah yang lebih kecil dan derajat kecanggihan yang lebih rendah.
Kami mahasiswa magang di Puskesmas Gamping 1 ikut membantu pelayanan di
Pustu Gamping 1 yang berlokasi di daerah Mancasan, Ambarketawang, Gamping,
Sleman, Yogyakarta. Membantu pelayanan di Pustu menangani keluhan pasien
secara perorangan ( private goods ) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit
dan pemulihan kesehtan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan
pelayanan di Pustu gamping1 di bantu oleh 2 orang tenaga perawat.

3. Pengertian puskesmas Keliling yaitu Unit pelayanan kesehatan keliling yang


dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan
komunikasiserta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.dengan fungsi dan
tugas yaitu Memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil ,Melakukan
penyelidikan KLB,Transport rujukan pasien, Penyuluhan kesehatan dengan
audiovisual.
Kami mahasiswa magang mengikuti pelayanan di Posyandu Lansia sebanyak 2 kali,
yang pertama di Posyandu Lansia daerah Jati Sawit, Balecatur, Gamping, Sleman
dan yang kedua di Posyandu Lansia RW 15 Gamping tengah, Ambarketawang,
Sleman, Yogyakarta. Membantu pelayanan di Puskesmas keliling menangani
keluhan pasien secara perorangan ( private goods ) dan lebih terfokus pada lansia
dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehtan perorangan,
tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan pelayanan dilakukan oleh 4 orang
tenaga perawat,dan 2 orang tenaga Mantri.

4. Kesehatan kita tergantung pada kemampuan kita mengendalikan mikroorganisme.


Mikroorganisme dapat dikendalikan yaitu dengan dibasmi, dihambat atau juga
ditiadakan dari lingkungan dengan proses yang dinamakan sterilisasi. Sterilisasi
adalah suatu usaha atau proses untuk mematikan semua mikoorganisme yang hidup.
Sterilisasi terhadap ruangan dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ruangan tertentu sehingga ruangan
tersebut dapat dinyatakan steril dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan
antara lain untuk operasi, untuk produksi sediaan obat steril dan pengemasan obat
steril.
Kami mahasiswa membantu 1 orang petugas sterilisasi ruangan yang ada di
puskesmas Gamping 1 untuk mensterilkan semua ruangan yang ada di dalam
puskesmas Gamping 1 dengan menggunakan alat pensterilisasi ruangan yaitu TLV
– 25 dengan jumlah ruangan yang disterilisasi sebanyak 15 buah.

5. Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau survey


yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau
penyakit secara lebih menyeluruh. Tujuan dalam Penyelidikan Epidemiologi :
Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis
dari suatu penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology,
Mendapatkan informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan
etiologi, Dari ke empat tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat
memberikan suatu penanggulangan atau pencegahan dari penyakit itu. Hal-hal yang
penting untuk diketahui: Konsep terjadinya penyakit, Natural history of disease,
Dinamika penularan atau mekanisme penularan, Aspek lingkungan, Aspek
administratif dan manajerial, Informasi yang dibutuhkan dalam PE berbeda untuk
setiap penyakit, Aktifitas / kegiatan PE secara spesifik berbeda untuk tiap penyakit.
Kami mahasiswa magang di Puskesmas Gamping 1 beberapa kali telah mengikuti
kegiatan penyidikan epidemiologi ke rumah – rumah pasien yang menderita
penyakit menular seperti DBD dan Campak. Penyidikan lainnya seperti
Leptospirosis pernah di lakukan oleh petugas dari Puskesmas gamping pada bulan
januari lalu. Sedangkan penyidikan epidemiologi untuk kasus Diare belum di
laksanakan di karenakan petugas penyidik yang ada di puskesmas gamping sangat
terbatas, khususnya di bidang epidemiologi hanya terdapat 1 petugas itupun latar
belakang pendidikannya adalah perawat.
Penyidikan Epidemiologi ini kami lakukan untuk mencari informasi tentang faktor
– faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Melakukan hipotesa (dugaan
sementara) atas data yang didapatkan dan sebagai langkah selanjutnya yaitu
tindakan penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit – penyakit menular
yang terdapat di wilayah setempat.
PUSKESMAS GODEAN II

Oleh

INTAN MAHARANI MENTAYA PUTRI

0130740048

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
Program merupakan suatu rangkaian kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan
tertentu.
1. Kegiatan Epidemiologi Dalam Gedung
a. Diskusi materi mengenai program P2M (Pengendalian Penyakit Menular).
b. Diskusi materi mengenai penyakit TB.
c. Diskusi materi mengenai PTM (Penyakit Tidak Menular).

2. Kegiatan Epidemiologi Luar Gedung


a. Penyuluhan asam urat pada lansia.
b. Diskusi materi mengenai trend penyakit.
c. Diskusi materi mengenai pola penyebaran penyakit.
d. Diskusi materi mengenai penyelidikan epidemiologi.
e. Diskusi materi mengenai sistem surveilans di tingkat Puskesmas.
f. Diskusi materi mengenai PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) di tingkat
Puskesmas.
g. Diskusi materi mengenai KLB (Kejadian Luar Biasa) di tingkat Puskesmas.
h. Diskusi materi mengenai SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) di tingkat
Puskesmas.
i. Kunjungan dan penyelidikan epidemiologi TB ketuk satu pintu.
j. Penyelidikan epidemiologi DBD.
k. Penyuluhan TB.

Disamping program yang telah disebutkan diatas,terdapat beberapa kegiatan


partisipatif yang dilaksanakan, yaitu:
1. Kegiatan Dalam Gedung
a. Observasi di unit Laboratorium.
b. Partisipasi di unit Rekam Medik.
c. Partisipasi dalam merekap data anggaran Puskesmas Godean II
d. Partisipasi dalam materi ISO dan Akreditasi.
2. Kegiatan Luar Gedung
a. Partisipasi dalam kegiatan pencatatan pendaftaran pasien dan resep obat di
Posyandu Sekar Wangi
b. Partisipasi dalam kegiatan pencatatan pendaftaran pasien di Pustu Sidoarum.
c. Partisipasi dalam kegiatan pemeriksaaan tekanan darah pada lansia di Posyandu
Sangonan.
d. Inspeksi sanitasi di Masjid Soekiratul Muslimat.
e. Inspeksi sanitasi di SD Muhammadiyah Sangonan I.
f. Kegiatan senam lansia di Puskesmas Godean II.
g. Partisipasi dalam Posyandu Padukuhan Tinom.
h. Partisipasi dalam pengambilan sampel air di rumah warga.

B. HASIL
1. Kegiatan Epidemiologi Dalam Gedung
a. Diskusi materi mengenai program P2M (Pengendalian Penyakit Menular).
Hari/ Tanggal : Sabtu, 11 Februari 2017
Waktu : 09.20– 10.00 WIB
Metode : Wawancara dan Diskusi
Tempat : Puskesmas Godean II
Narasumber : Alb. Setyo Nugroho, A.Md.Kep

b. Diskusi materi mengenai penyakit TB.


Hari/ Tanggal : Senin, 13 Februari 2017
Waktu : 13.40– 14.30 WIB
Metode : Observasi dan Wawancara
Tempat : Puskesmas Godean II
Narasumber : Sri Mumpuni, AMK

c. Diskusi materi mengenai PTM (Penyakit Tidak Menular).


Hari/ Tanggal : Rabu, 15 Februari 2017
Waktu : 08.00 - 08.30 WIB
Metode : Diskusi dan Wawancara
Tempat : Puskesmas Godean II
Narasumber : Endhitya Novrika Sari, AMK

2. Kegiatan Epidemiologi Luar Gedung


a. Penyuluhan asam urat pada lansia.
Kegiatan ini merupakan bentuk partisipasi mahasiswa guna sebagai sarana
pembelajaran dalam hal memberikan informasi kepada masyarakat khususnya
para lansia.

Judul Penyuluhan Asam Urat pada Lansia


Metode Diskusi
Sasaran Lansia
Tujuan Agar para lansia dapat mengetahui penyebab, gejala
dan upaya pencegahan penyakit asam urat
Hari/Tanggal Selasa, 7Februari 2017
Kegiatan
Waktu 10.00 WIB
Kegiatan
Durasi 5 menit
Tempat Posyandu Sekar Wangi
Pelaksanaan
Pelaksana Intan Maharani Mentaya Putri
Evaluasi  Respon dan ketertarikan para lansia terhadap
materi yang disampaikan
 Partisipasi para lansia dalam mengikuti kegiatan
Tingkat Bertambahnya pengetahuan para lansia mengenai
Keberhasilan penyakit asam urat

b. Diskusi materi epidemiologi


Hari/ Tanggal : Rabu, 8 Februari 2017
Waktu : 08.10 – 09.15 WIB
Metode : Wawancara dan Diskusi
Tempat : Pustu Sidoarum
Narasumber : Endhitya Novrika Sari, AMK
Materi yang dibahas mengenai trend penyakit, pola penyebaran penyakit,
penyelidikan epidemiologi, sistem surveilans, PWS (Pemantauan Wilayah
Setempat), KLB(Kejadian Luar Biasa), dan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) di
tingkat Puskesmas.

c. Kunjungan dan penyelidikan epidemiologi TB ketuk satu pintu.


Kegiatan ini dilakukan dua kali yaitu pada:
1) Hari/ Tanggal : Kamis, 9 Februari 2017
Waktu : 10.20– 12.00 WIB
Metode : Observasi dan Wawancara
Tempat : Desa Sidoarum
Narasumber : 2 penderita TB
2) Hari/ Tanggal : Sabtu, 11 Februari 2017
Waktu : 10.20 – 12.00 WIB
Metode : Observasi dan Wawancara
Tempat : Desa Sidoarum
Narasumber : 1 penderita TB

d. Penyelidikan epidemiologi DBD.


Kegiatan ini dilakukan dua kali yaitu pada:
1) Hari/ Tanggal : Sabtu, 11 Februari 2017
Waktu : 10.00 – 12.00 WIB
Metode : Pemeriksaan jentik
Tempat : RT 05/ RW 21 Dusun Jengkelingan Kelurahan Sidoarum
Sasaran : 8 rumah warga
2) Hari/ Tanggal : Senin, 13 Februari 2017
Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
Metode : Pemeriksaan jentik
Tempat : RT 05/ RW 21 dan RT 06/ RW 21 Dusun Jengkelingan
Kelurahan Sidoarum
Sasaran : 12 rumah warga
3) Hari/ Tanggal : Jumat, 17 Februari 2017
Waktu : 08.30 – 10.30 WIB
Metode : Pemeriksaan jentik
Tempat : Jl. Kepodang Perum Sidoarum III Kelurahan Sidoarum
Sasaran : 13 rumah warga
e. Penyuluhan TB.

Judul Yukk Kenali TB!


Metode Diskusi
Sasaran Ibu-ibu dan bapak-bapak Desa Sidoarum
Tujuan Agar para lansia dapat mengetahui penyebab, gejala
dan upaya pencegahan penyakit asam urat
Hari/Tanggal Kamis, 16Februari 2017
Kegiatan
Waktu 10.00 WIB
Kegiatan
Durasi 60 menit
Tempat Rumah Pak Dukuh Tangkilan Desa Sidoarum
Pelaksanaan
Pelaksana  Intan Maharani Mentaya Putri
 Alb. Setyo Nugroho, A.Md.Kep
Evaluasi  Respon dan ketertarikan para warga terhadap
materi yang disampaikan
 Partisipasi para warga dalam mengikuti kegiatan
Tingkat Bertambahnya pengetahuan para warga mengenai
Keberhasilan penyakit TB

3. Kegiatan Partisipatif dalam Gedung


a. Observasi di unit Laboratorium.
Hari/ Tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Waktu : 09.20 – 10.00 WIB
Tempat : Puskesmas Godean II
Narasumber : Catur Amy Astuti, A.Md
Unit laboratorium terdapat pemeriksaan darah lengkap, widal test, pemeriksaan
asam urat, gula darah, koleserol dan trigliserida.

b. Partisipasi di unit Rekam Medik.


Hari/ Tanggal : Jumat, 10 Februari 2017
Waktu : 10.15 – 11.20 WIB
Tempat : Puskesmas Godean II

c. Partisipasi dalam merekap data anggaran Puskesmas Godean II


Hari/ Tanggal : Kamis, 9 Februari 2017
Waktu : 09.00 – 10.20 WIB
Metode : Wawancara dan Diskusi
Tempat : Puskesmas Godean II
d. Partisipasi dalam materi ISO dan Akreditasi
Hari/ Tanggal : Selasa, 14 Februari 2017
Waktu : 08.30 – 09.00 WIB
Metode : Diskusi
Tempat : Puskesmas Godean II
Narasumber : drg. Endang Triretno W
Materi yang dibahas mengenai definisi ISO, macam-macam ISO, persyaratan
ISO (9001), dan tahapan ISO (9001).

4. Kegiatan Partisipatif Luar Gedung


a. Partisipasi dalam kegiatan pencatatan pendaftaran pasien dan resep obat di
Posyandu Sekar Wangi
Hari/ Tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Waktu : 10.20– 12.00 WIB
Sasaran : Lansia

b. Partisipasi dalam kegiatan pencatatan pendaftaran pasien di Pustu Sidoarum.


Hari/ Tanggal : Rabu, 8 Februari 2017
Waktu : 09.00– 09.30 WIB
Sasaran : Masyarakat

c. Partisipasi dalam kegiatan pemeriksaaan tekanan darah pada lansia di Posyandu


Sangonan.
Hari/ Tanggal : Rabu, 8 Februari 2017
Waktu : 10.20– 11.00 WIB
Sasaran : Lansia

d. Inspeksi sanitasi di Masjid Soekiratul Muslimat.


Hari/ Tanggal : Rabu, 8 Februari 2017
Waktu : 09.30– 10.15 WIB
Tempat : Sangonan I
Hasil inspeksi sanitasi di Masjid Soekiratul Muslimat memperoleh nilai 915,
sehingga termasuk dalam kategori baik.
e. Inspeksi sanitasi di SD Muhammadiyah Sangonan I.
Hari/ Tanggal : Rabu, 8 Februari 2017
Waktu : 09.30– 10.15 WIB
Hasil inspeksi sanitasi di SD Muhammadiyah Sangooan I memperoleh nilai
1.952, sehingga termasuk dalam kategori baik.

f. Kegiatan senam lansia di Puskesmas Godean II.


Hari/ Tanggal : Jumat, 10 Februari 2017
Waktu : 07.30– 08.20 WIB

g. Partisipasi dalam Posyandu Padukuhan Tinom.


Hari/ Tanggal : Selasa, 14 Februari 2017
Waktu : 09.30– 11.30 WIB

h. Partisipasi dalam pengambilan sampel air di rumah warga.


Hari/ Tanggal : Selasa, 14 Februari 2017
Waktu : 09.30– 11.30 WIB
Tempat : Ngawen dan Semarangan Godean
Jenis air yang diambil yaitu berasal dari kran luar rumah dan kran kamar mandi
yang akan diperiksa secara mikrobiologis dan kimia di Lapkesda.

C. PEMBAHASAN
1. Kegiatan Epidemiologi Dalam Gedung
a. Diskusi materi mengenai program P2M (Pengendalian Penyakit Menular).
Program P2M yang terdapat di Puskesmas Godean II yaitu DBD,
leptospirosis, TBC, diare dan keracunan makanan. Salah satu program P2M
adalah penyuluhan yang dilakukan dengan dua macam yaitu penyuluhan secara
langsung ke masyarakat dengan pertemuan kemudian dilakukan penyuluhan
dan penyuluhan melalui siaran radio sebanyak 2 atau 3 kali dalam 1 tahun tidak
hanya penyuluhan tentang P2M saja untuk semua penyuluhan. Tujuan utama
dari pengendalian P2M yaitu mengendalikan penyakit yang umum terjadi dan
memberikan kesadaran pada masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan
dan kerjasama dengan promosi kesehatan mengenai PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat). Tugas utama P2M yaitu membentuk tim gerak cepat untuk
surveilans.
Grafik 3.1 Jumlah Kasus DBD di Puskesmas Godean II Tahun 2016

KASUS DBD
120
100
80
60
40
20
0
DF DBD DSS TOTAL
KASUS DBD 59 49 3 111

Grafik 3.1 menunjukkan bahwa kasus tertinggi yaitu DF sebanyak 59


orang (49,5%) dan kasus terendah yaitu DSS sebanyak 3 orang (2,7 %) dengan
laki-laki sebanyak 58 orang dan perempuan sebanyak 53 orang.Pada tahun
2017,kasus DBD/DHF terdapat 2 kasus dengan laki-laki sebanyak 1 orang dan
perempuan sebanyak 1 orang.
DF merupakan kasus tersangka DBD, DBD merupakan kasus DBD
positif, dan DSS merupakan tahapan di atas kasus DBD.Program pengendalian
DBD yaitu pemantauan jentik berkala dilakukan oleh kader kesehatan dimana
hingga kini terdapat 47 kader dan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
dengan GJB (Gerakan Jumat Bersih) bersama tokoh masyarakat, kecamatan,
koramil dan kepolisian desa. Jika ada laporan kasus kader RS yang didiagnosis
oleh rumah sakit, puskesmas dapat melakukan Tim PE (Penyelidikan
Epidemiologi) gerak cepat DBD. Alur pelaporan DBD dengan POK Janal DBD
tingkat kecamatan dimana hasil laporan DBD Godean I dan Godean II
disatukan di kecamatan karena Godean II memiliki 3 desa, kemudian diundang
berbagai lintas sektor untuk membahas penanganan DBD. Kasus DBD tertinggi
yaitu di Gamping dan Godean. Program inovasi penanggulangan DBD yaitu
GARUDA (Gerakan Anak Rajin Untuk Dukung Anti Nyamuk) yang
merupakan suatu gerakankader cilik dimana anak-anak sambil bermain
memeriksa jentik di rumah. Kelompok JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik)
terdapat di beberapa dusun diantaranya Dusun Canderan, Dusun Klajuran
(DENTIK =detektif jentik), dan Dusun Wirokraman (SAWI = Sekelompok
Anak Wirokraman).
Kasus leptospirosis terdapat 2 kasus pada tahun 2016, dimana
penyebabnya adalah penderita tidak memakai alas kaki dan terdapat luka
penderita yang terkontak dengan air seni tikus saat di sawah sehingga bakteri
leptospira masuk melalui luka dari kaki penderita tersebut. Kasus malaria di
Puskesmas Godean II masih sedikit karena penyakit malaria biasanya berasal
dari penduduk luar kota Godean, namun untuk pengendalian penyakit yang
dapat dilakukan adalah penyelidikan epidemiologi di 20 rumah sekitar
penderita. Obat yang masih digunakan untuk menangani malaria yaitu
chloroquin dan stoknya terdapat di dinas kesehatan.
Kasus diare dan keracunan makanan dikaitkan dengan KLB (Kejadian
Luar Biasa), dimana KLB sering terjadi di daerah dengan kualitas sanitasi
buruk, air bersih yang tidak memadai dan banyaknya gizi buruk.

b. Diskusi materi mengenai penyakit TB.


Tahun 2016 kasus TB berjumlah 20 kasus dimana kasus baru yang
diobati sebanyak 13 orang dan kasus lama tahun 2015 yang diobati di tahun
2016 sebanyak 7 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 14 orang dan
perempuan sebanyak 6 orang. Pada bulan Januari-Februari 2017 terdapat 4
kasus TB dimana laki-laki sebanyak 1 orang dan perempuan sebanyak 3 orang
dengan umur 3,5 – 63 tahun.
Semua pasien TB yang pertama kali datang ke Puskesmas Godean II
wajib melakukan konsultasi gizi, psikologi dan kesehatan lingkungan. Selain
itu juga pasien TB wajib untuk diperiksa VCT guna melihat status HIV/AIDS
dan wajib pemeriksaan gula darah karena ini merupakan program baru pasien
TB disebabkan banyak pasien TB yang terkena diabetes melitus. Sama halnya
dengan penderita diabetes melitus wajib diperiksa BTA jika ada gejala batuk.
Jenis-jenis TB yaitu TB BTA (+), TB extra paru, TB anak, TB rontgen
(+), dan TB MDR. TB MDR merupakan TB yang resisten terhadap obat TB.
Kasus yang tercatat baru 1 kasus yang diobati selama 9 bulan. Setiap hari ambil
obat di Puskesmas. Pemeriksaan gula darah dan asam urat dilakukan satu bulan
sekali dan setiap satu bulan sekali harus kontrol di RS. Sardjito. Untuk kasus
TB MDR, puskesmas hanya sebagai pelaksana dan yang berhak menangani
hanya dokter spesialis dari RS. Sardjito. Awal pengobatan TB yaitu pada bulan
ke-2, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.Hari sabtu merupakan hari TB di
Puskesmas Godean II guna untuk mengontrol kesehatan pasien TB.
Program TB yang dilakukan oleh Puskesmas Godean II yaitu kunjungan
rumah ketuk satu pintu bersamaan dengan penyelidikan epidemiologi,
penyuluhan TB, pertemuan keluarga TB, dan pertemuan kader. Dalam program
TB terdapat Tim TB guna untuk pertemuan DOT yang terdiri dari semua
dokter, perawat, gizi, psikolog, farmasi, dan petugas kesehaatan lainnya yang
membahas mengenai jumlah pasien yang diobati dan jumlah pasien yang masih
dalam pengobatan. Tujuan dari pertemuan DOT yaitu mengkoordinasikan
kasus TB dan bila cakupan belum tercapai sesuai target maka perlu mencari
solusi. Dalam program TB, Puskesmas Godean II bekerja sama dengan kader
Aisiyah dan P2M untuk mencari suspect atau kasus tersangka. Bila berobat di
Puskesmas Godean II, pasien TB selalu diutamakan agar tidak berpotensi
menjadi sumber penularan. Pengobatan dilakukan selama 6 bulan untuk TB
normal.

c. Diskusi materi mengenai PTM (Penyakit Tidak Menular).


Kasus penyakit tidak menular yang menjadi trend yaitu HT (Hipertensi)
dan DM (Diabetes Melitus). Salah satu penyebab PTM yaitu pola hidup. Dalam
hal ini, penderita PTM melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, gula
darah, asam urat, kolesterol apabila terjadi peningkatan maka perlu ditindak
lanjuti. Pengendalian PTM (Penyakit Tidak Menular) yang dapat dilakukan
yaitu Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) yang bertugas untuk melakukan
skrining faktor risiko PTM, penyuluhan PTM di posyandu dan melakukan PHN
(Public Health Nursing) meliputi junjungan rumah penderita. Posbindu ada 6
area yaitu Puskesmas 1 bulan setiap Kamis minggu ke-3, Dusun Tegal tanggal
setiap 20, Dusun Sholatun setiap tanggal 15, Dusun Kleben setiap tanggal 8.
Dusun Kemirisewu setiap tanggal 11 dua bulan sekali dan remaja (FKMD) di
Dusun Dagen setiap malam minggu pon (minggu ke-3).

2. Kegiatan Epidemiologi Luar Gedung


a. Penyuluhan asam urat pada lansia.
Kegiatan penyuluhan asam urat dilaksanakan di Posyandu Sekar Wangi
pada hari Selasa, 6 Februari 2017 ditujukan kepada para lansia yang datang
untuk mengontrol kesehatannya. Penyuluhan asam urat merupakan kegiatan
partisipasi mahasiswa yang dilakukan atas permintaan petugas Puskesmas
Godean II. Sebelum dan sesudah melakukan penyuluhan, mahasiswa praktek
kerja lapangan turut serta membantu petugas puskesmas dan kader posyandu
dalam melakukan pencatatan pendaftaran dan pemberian obat kepada lansia.
Penyakit asam urat sudah banyak diketahui oleh masyarakat setempat,
sehingga dengan adanya pemahaman yang cukup baik membuat para lansia
berantusias dalam merespon materi yang disampaikan, hal ini dilihat dari
beberapa pertanyaan yang diajukan kepada penyuluh, diantaranya: “apakah
emping melinjo tidak apa-apa dimakan?”.

b. Diskusi materi mengenai trend penyakit.


DBD merupakan trend penyakit yang setiap tahun ada di Puskesmas
Godean II. Pengendalian DBD yang biasanya dilakukan sebelum kejadian yaitu
dengan penyuluhan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) dan GJB (Gerakan
Jumat Bersih). Pengendalian DBD setelah kejadian yaitu dengan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). Selain itu dapat melakukan tindakan PE
(Penyelidikan Epidemiologi) dengan menghitung ABJ (Angka Bebas Jentik) di
rumah penderita, kemudian dilihat juga ABJ di sekeliling rumah penderita
sebanyak 20 rumah. Namun, harus surat KDRS (Keterangan Diagnosa Rumah
Sakit) agar Puskesmas dapat melakukan tindakan tersebut. Apabila ABJ diatas
95%, maka rumah dikatakan bebas jentik (aman), sedangkan apabila ABJ
dibawah 95%, maka rumah dikatakan tidak bebas jentik (tidak aman), sehingga
tindakan yang perlu dilakukan yaitu penyuluhan DBD setelah itu dilakukan
fogging. Fogging biasanya dilakukan dua kali yaitu pada pagi hari dan
seminggu kemudian dilakukan fogging kembali. DBD dapat terjadi pada segala
jenis umur, namun yang paling dominan terjadi pada usia anak sekolah dasar
(6-12 tahun).
Kasus HIV/AIDS di Puskesmas Godean II masih belum ada, namun akan
menjadi perhatian bila terdapat kasus. Dalam program pengendalian
HIV/AIDS, sebelum melakukan tindakan lanjutan bila terdapat kasus positif
dilakukan skrining (pencarian kasus) terlebih dahulu. Sasaran dari program ini
adalah semua ibu hamil pada pemeriksaan pertama dan penderita TB. Bila
terdapat kasus HIV/AIDS disarankan kepada petugas kesehatan untuk tidak
melakukan kunjungan rumah agar statusnya tidak diketahui banyak orang,
dimana dalam keadaan ini yang berhak mengetahui statusnya adalah dirinya
sendiri dan orang yang dipercaya oleh penderita tersebut mengenai statusnya
tersebut. Jika seseorang berstatus HIV positif, maka ada pendamping seperti
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak di bidang HIV dimana
fungsinya agar bisa menjangkau orang-orang yang berisiko tinggi untuk dibawa
ke Puskesmas melakukan tes HIV (VCT dan PITC). VCT (Voluntary
Counselling and Testing) yaitu tes HIV dilakukan atas sukarela sendiri. PITC
(Provider Intiated Testing and Counselling) termasuk didalamnya terdapat ibu
hamil, dimana PITC disarankan oleh petugas kesehatan. Kemudian LSM yang
menyarankan untuk penderita HIV positif minum obat ARV (Antiretroviral)
yang diminum seumur hidup dimana didampingi oleh LSM, sehingga tugas
dari Puskesmas berakhir di penemuan kasus positif atau negatif.
Penyakit yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di Puskesmas
Godean II yaitu Campak, Tetanus neonatorum, AFP (Accute Facid Paralysis),
Difteri dan CRS (Congenital Rubella Syndrome).Saat ini, pemeriksaan polio
menggunakan status AFP dimana tujuan dari pemeriksaan AFP yaitu untuk
memastikan atau mempertahankan status Indonesia yang telah eliminasi polio
atau bebas dari polio. Trend kasus tertinggi di Puskesmas Godean II yaitu
Campak. Pada tahun 2016 terdapat 17 kasus yang diambil sampel darahnya dan
didiagnosis terdapat 5 kasus positif campak, 5 kasus positif rubella dan 7 kasus
bukan campak dan bukan rubella. Setiap data yang tercatat akan direkap
menggunakan website pd3i.orgyang merupakan website surveilans PD3I.

c. Diskusi materi mengenai pola penyebaran penyakit.


Pola penyebaran penyakit untuk penyakit menular seperti DBD hanya
menyebar di satu tempat (tempat yang endemis). Sedangkan untuk pola
penyebaran penyakit tidak menular menyebar secara merata di setiap tempat
dalam arti setiap tempat berpotensi untuk terjadi kasus penyakit tidak menular.
Pola penyebaran penyakit dapat diidentifikasi menurut WTO (Waktu, Tempat,
dan Orang). Waktu yaitu kapan mulai terjadinya penyakit tersebut, tempat yaitu
dimana terjadinya penyakit tersebut dilihat juga dari lingkungannya, orang
dilihat dari jenis kelamin, golongan umur, pekerjaan, dan lain-lain.

d. Diskusi materi mengenai penyelidikan epidemiologi.


Kegiatan penyelidikan epidemiologi hanya dapat dilakukan ketika ada
kasus dan setiap penyakit memiliki formulir penyelidikan epidemiologi yang
berbeda-beda disesuaikan dengan tujuannya.

e. Diskusi materi mengenai sistem surveilans di tingkat Puskesmas.


Dalam sistem surveilans pertama-tama yang perlu dilakukan yaitu
skrining (pencarian kasus) terlebih dahulu untuk menemukan faktor risko dari
penyakit tersebut, kemudian melakukan penyelidikan epidemiologi untuk
mengetahui penyebabnya agar dapat membuat suatu perencanaan guna
melakukan tindakan lanjut.

f. Diskusi materi mengenai PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) di tingkat


Puskesmas.
Secara umum meliputi:
- Skrining (pencarian kasus) dengan mencari faktor resiko.
- Penyelidikan epidemiologi.
- Tindakan selanjutnya.
Tahap-tahap PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) memiliki tatalaksana
yang hampir sama disesuaikan dengan penyakitnya. Perbedaan terletak pada
penyelidikan epidemiologi karena berkaitan dengan tujuannya. PWS Campak
yaitu skrining dengan gejala panas selama tiga hari > 38oC, muncul ruam
kemerahan, mata merah disertai batuk pilek dan diambil sampel serum,
kemudian tim surveilans melakukan kunjungan rumah penderita tersebut dan
melakukan observasi di sekeliling rumahnya “apakah terdapat penderita dengan
gejala yang sama atau tidak?”. Jika ada kasus yang sama, maka
dimotivasidatang ke Puskesmasuntukdilakukan tindakan berupa pengambilan
serum dan dikirim ke BLK (Balai Latihan Kerja) agar diketahui status
campaknya. Jika terdapat faktor risiko kasus campak, perlu ditangani segera
agar tidak terjadi outbreak.
g. Diskusi materi mengenai KLB (Kejadian Luar Biasa) di tingkat Puskesmas.
Kasus KLB yang pernah ditangani yaitu KLB keracunan makanan tahun
2016 pada anak sekolah karena jajan sembarangan berupa produk baru saat jam
istirahat yaitu jam 09.00. Pada jam 09.30 mulai terdapat gejala berupa mual,
muntah, pusing yang diperiksa di Pustu Sidorejo. Kasus keracunan makanan ini
terjadi pada 15 anak. Kemudian saat dilakukan penyelidikan epidemiologi
ternyata ditemukan penyebab yang sama.
Secara umum tahap-tahap penanganan KLB di tingkat Puskesmas yaitu:
Bila ada pelaporan dikonfirmasi terlebih dahulu, kemudian dilakukan PE
(Penyelidikan Epidemiologi) dan identifikasi berdasarkan WTO (waktu,
tempat, orang), setelah itu menyusun rencana tindak lanjut sebagai bentuk
intervensi dari kasus KLB tersebut. Untuk memastikan penyebab terjadinya
KLB perlu mencari sampel sumber dari kasus tersebut, kemudian sampel
sumber dibawa ke Dinas Kesehatan dan diserahkan ke Balai Latihan Kerja
untuk mengetahui agen penyebab KLB. Setelah agenpenyebabnya diketahui,
maka tindakan lanjut yang dapat dilakukan yaitu penyuluhan dan pengobatan.

h. Diskusi materi mengenai SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) di tingkat


Puskesmas.
SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) di tingkat Puskesmas menggunakan
EWARS (Early Warning System) yang dilaporkan menggunakan laporan W2
(mingguan) via SMS yang akan dipublikasikan di website skdr.surveilans.org.
Laporan W2 disesuaikan dengan penyakit yang ada dalam prosedur laporan W2
via SMS.

i. Kunjungan dan penyelidikan epidemiologi TB ketuk satu pintu.


Kegiatan ini dilakukan rutin guna melihat perilaku penderita TB dan
memantau kondisinya. Kunjungan TB pertama dilakukan di dua rumah
penderita. Penderita pertama berusia 55 tahun menderita TB selama 1 bulan
didiagnosis pada tanggal 04-02-2017. Sirkulasi udara di dalam rumah lancar,
kamar memiliki ventilasi namun ventilasi rumah/ dapur tidak memenuhi syarat,
jika batuk dibuang di WC, setiap kali batuk penderita menutup mulut, alat
makan penderita dipisahkan dengan anggota keluarga. Saran yang diberikan
yaitu selalu membuka pintu/jendela pada pagi hari.Rencana tindak lanjut
berupa kunjungan rumah penderita TB dilakukan pada tanggal 09-02-2017.
Saat kunjungan lapangan terdapat ventilasi tidak memenuhi syarat dan tempat
pembuangan ludah di WC. Berdasarkan hasil perhitungan inspeksi rumah sehat
diperoleh nilai 730 sehingga termasuk dalam kategori rumah tidak sehat karena
berada di bawah 1.068. Saran kepada penderita yaitu dengan memperbaiki
lubang ventilasi dan membuang ludah pada tempat ludah/riak, selalu membuka
jendela pada pagi hari. Tindak lanjut program yang bisa dilakukan petugas
yaitu penyuluhan.
Penderita kedua berusia 58 tahun menderita TB selama 2 bulan dengan
gejala awal yang dirasakan demam dan batuk 1 bulan kemudian ketika di
rontgen terdapat flek dan didiagnosis menderita TB pada tanggal 14-01-2017
sehingga harus mengonsumsi obat TB selama 6 bulan. Sirkulasi udara di dalam
rumah lancar, kamar memiliki ventilasi namun ventilasi rumah/ dapur tidak
memenuhi syarat, jika batuk dibuang di sembarang tempat, alat makan
penderita dipisahkan dengan anggota keluarga. Saran yang diberikan yaitu
selalu membuka pintu/jendela pada pagi hari, menutup mulut bila batuk,
membuang ludah/riak pada tempatnya, jemur peralatan tidur, makan makanan
bergizi. Rencana tindak lanjut berupa kunjungan rumah penderita TB dilakukan
pada tanggal 09-02-2017. Saat kunjungan lapangan diobservasi terdapat
kurangnya sirkulasi udara dimana ventilasi tidak memenuhi syarat dan saat
membuang ludah sembarang tempat serta tidak menutup mulut saat batuk.
Berdasarkan hasil perhitungan inspeksi rumah sehat diperoleh nilai 1.143
sehingga termasuk dalam kategori rumah sehat karena berada diantara 1.068-
1.200. Saran kepada penderita yaitu selalu membuka jendela, membuang ludah
pada tempatnya, jemur peralatan tidur, jaga kebersihan diri, tidur terpisah dari
penderita. Tindak lanjut program yang bisa dilakukan petugas yaitu
penyuluhan.
Kunjungan TB kedua dilakukan pada hari Sabtu 11 Februari 2017,
penderita berusia 21 tahun dengan gejala awal yang dirasakan tanpa batuk
namun terdapat benjolan di bagian leher saat di rontgen dan didiagnosis
menderita TB. Sirkulasi udara di dalam rumah lancar, kamar memiliki ventilasi,
jika batuk dibuang di kamar mandi, alat makan penderita dipisahkan dengan
anggota keluarga, namun penderita tidur sekamar dengan adiknya. Saran yang
diberikan yaitu selalu membuka pintu/jendela pada pagi hari agar terjadi
pergantian udara, menutup mulut bila batuk, dan makan makanan yang bergizi.
Berdasarkan hasil perhitungan inspeksi rumah sehat diperoleh nilai 948
sehingga termasuk dalam kategori rumah tidak sehat karena berada di bawah
1.068. Saran kepada penderita yaitu selalu membuka jendela, membuang ludah
pada tempatnya, jaga kebersihan diri, tidur terpisah dari penderita. Tindak
lanjut program yang bisa dilakukan petugas yaitu penyuluhan.

j. Penyelidikan epidemiologi DBD.


Penyelidikan epidemiologi DBD dilakukan karena ditemukannya kasus
setelah satu minggu lalu dilakukan fogging. Penyelidikan epidemiologi
dilakukan dengan pemeriksaan jentik di sekitar rumah penderita sebanyak 20
rumah. Tujuan dari pemeriksaan jentik yaitu agar dapat mengurangi potensi
penularan dan penyebaran kasus/penyakit lanjut, sehingga dapat merencanakan
tindakan yang perlu dilakukan disekitar tempat tinggal penderita. Pada
penyelidikan epidemiologi, sebagian besar warga menggunakan ember sebagai
media pengganti bak mandi. Hal ini dikarenakan sejak adanya kasus DBD,
warga lebih memilih menggunakan ember untuk mandi karena setelah
digunakan lebih mudah untuk dibuang. Pada saat pemeriksaan jentik di rumah
penderita dan sekitarnya terdapat rumah positif atau dikatakan terdapat jentik di
penampungan airnya sebanyak 4 rumah. Tempat penampungan air yang
ditemukan positif jentik yaitu terdapat di 3 bak mandi, 1 tempayan, dan lain-
lain terdapat di 3 ember. Hasil dari pemeriksaan jentik diperoleh container
indek sebesar 13,2 % dan angka rumah indek sebesar 20%. Untuk ABJ (Angka
Bebas Jentik)sebesar 80%.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan pada hari Jumat, 17 Februari 2017
dengan pemeriksaan jentik di sekitar rumah penderita sebanyak 13 rumah. Pada
saat pemeriksaan jentik di rumah penderita dan sekitarnya terdapat rumah
positif atau dikatakan terdapat jentik di penampungan airnya sebanyak 6 rumah.
Tempat penampungan air yang ditemukan positif jentik yaitu terdapat di 3
kamar mandi, 1 tempayan, dan lain-lain terdapat di 3 ember. Hasil dari
pemeriksaan jentik diperoleh container indek sebesar 50% dan angka rumah
indek sebesar 46,15%. Untuk ABJ (Angka Bebas Jentik) sebesar 53,85%.

k. Penyuluhan TB.
Kegiatan penyuluhan TB dilaksanakan di Desa Sidoarum pada hari
Kamis, 16 Februari 2017 ditujukan kepada para warga sekitar dan dihadiri
oleh 28 orang. Penyuluhan TB merupakan kegiatan partisipasi mahasiswa
yang dilakukan atas permintaan petugas Puskesmas Godean II.
Penyakit TB belum banyak diketahui oleh masyarakat setempat, sehingga
para warga berantusias dalam merespon materi yang disampaikan, hal ini
dilihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada penyuluh, diantaranya:
“apakah pada umur lansia kalau batuk-batuk dan ada pembengkakan sendi itu
termasuk TB tulang?”.
PUSKESMAS MLATI II

Oleh

MILKA PATAMPANG

0130740081

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
Tabel 3.1. Kegiatan Magang di Puskesmas Mlati II
METODE
N HARI/TANG LOKASI PELAKSAN
KEGIATAN
O. GAL KEGIATAN AAN
MAGANG
1. Selasa, 07-02- a. Pengenalan dan Pembekalan Pkm Mlati II Diskusi
17 b. Inspeksi sanitasi sumur gali Pkm Mlati II Praktek
dan masjid di Puskesmas Mlati
II Pkm Mlati II Diskusi
c. Penilaian rumah sehat
(pengisian form) Pkm Mlati II Diskusi
d. Pemeriksaan sarana pelayanan
kesehatan (pengisian formulir) Pkm Mlati II Diskusi
e. Penjelasan tentang pengisian
lembar observasi PSN
2. Rabu, 08-02-17 a. Surveilans epidemiologi DBD, Pkm Mlati II Materi dan
diare, malaria, TBC Diskusi
b. Orientasi profil Puskesmas Pkm Mlati II Materi
Mlati II
c. Struktur Organisasi Puskesmas Pkm Mlati II Diskusi
Mlati II
3. Kamis, 09-02- a. Apel pagi Pkm Mlati II -
17 b. Penyelidikan epidemiologi Dusun Praktek
(praktek pemeriksaan jentik) Tirtoadi
4. Jumat, 10-02- a. Senam Pkm Mlati II -
17 b. Lanjutan surveilans Pkm Mlati II Diskusi
epidemiologi
5. Sabtu, 11-02- a. Puskesmas Keliling POS PAUD Praktek
17 Mlati
b. Sosialisasi Penyakit Menular Pkm Mlati II Materi
6. Senin, 13-02- a. Apel Pagi Pkm Mlati II -
17 b. Monitoring PSN Dusun Praktek
Tlogoadi
c. Inspeksi Sanitasi Masjid Dusun Praktek
Dlogoadi
7. Selasa, 14-02- a. Pola penyebaran penyakit Pkm Mlati II Diskusi
17 b. Trend penyakit Pkm Mlati II Diskusi
8. Kamis, 16-02- a. Penyuluhan kespro SMP Praktek
17 (pernikahan dini) Pamungkas
Sleman
b. Sterilisasi ruangan IGD Pkm Mlati II Praktek
9. Jumat, 17-02- a. Senam Pkm Mlati II -
17 b. Lanjutan trend penyakit Pkm Mlati II Diskusi
10. Sabtu, 18-02-
17
B. HASIL & PEMBAHASAN
1. Trend Penyakit
Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Puskesmas Mlati II dan
endemis nasional. DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sedang trend di
masyarakat. Jumlah kasus DBD sampai dengan bulan Desember 2015 tercatat 34
kasus. Desa yang paing banyak kasus demam berdarah adalah Desa Sumberadi
dengan 15 kasus. Tahun 2016 terdapat 60 kasus DBD di Puskesmas Mlati II Sleman
dan telah dilakukan fogging sebanyak 35 kali di rumah penderita dan di sekitar
rumah penderita.
Grafik 3.2 Jumlah Kasus DBD Tahun 2015
16
14
12
10
Sumberadi
8
Tlogoadi
6 Tirtoadi
4
2
0
1 2 3

Sumber: Puskesmas Mlati II Sleman Tahun 2015

2. Sosialisasi Penyakit Menular


Penyakit menular merupakan penyakit yang bisa menular dari satu orang ke
orang lain. Pemaparan data penyakit tahun 2016 mengalami kenaikan pada kasus TB,
HIV, dan DBD.
a. DBD (Demam berdarah dengue)
Demam berdarah dengue adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Virus
DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes aegypti)
yang terinfeksi virus DBD.
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan
wabah. Masa inkubasi penularan dari kontak dengan nyamuk yaitu selama 7 hari.
Tahun 2016 terdapat 60 kasus DBD di Puskesmas Mlati II Sleman dan telah
dilakukan fogging sebanyak 35 kali. Kasus DBD di wilayah Sumberadi sebanyak
17 kasus, Tlogoadi sebanyak 23 kasus, dan Tirtoadi sebanyak 17 kasus.
Jika terdapat kasus DBD dan ingin dilakukan penyelidikan maka perlu
KDRS (keterangan darurat rumah sakit) yang merupakan syarat mutlak untuk
ditindaklanjuti dari puskesmas.

b. HIV
Terdapat 10 kasus HIV di Puskesmas Mlati II Sleman. AIDS merupakan
dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup.
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV dan ditandai dengan berbagai gejala
klinik atau kumpulan gejala penyakit.
ODHA yaitu orang dengan HIV/AIDS sedangkan OHIDA yaitu orang yang
hidup dengan orang terinfeksi HIV. MARP adalah populasi/kelompok dengan
resiko tinggi.

c. TB
Indonesia menduduki peringkat ketiga kasus TB. Terdapat 17 pasien yang
dirawat di Puskesmas Mlati II Sleman. 14 pasien yang dirawat diantaranya 1
pasien dengan penyakit TB ekstra paru, 12 pasien dengan TB BTA positif, dan 1
pasien dengan TB BTA negatif.
Di wilayah Tirtoadi terdapat 2 pasien yang masih dalam pengobatan di
Puskesmas Mlati II dan 1 pasien yang masih dalam pengobatan di RS UGM. Di
wilayah Tlogoadi terdapat 6 pasien yang masih dalam pengobatan di Puskesmas
Mlati II termasuk 1 pasien MDR TB. Di wilayah Sumberadi terdapat 6 pasien
yang masih dalam pengobatan dan 1 pasien yang telah meninggal.

d. Gondong/Parotitis
Gondonng/parotitis merupakan infeksi kelenjar parotis atau ludah.
Penyebabnya adalah virus Mumps yang ditularkan melalui percikan ludah
penderita yang bersin atau batuk. Apabila tidak terjadi infeksi maka virus akan
hilang dengan sendirinya yaitu dengan cara banyak istirahat, perbanyak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat terutama mengandung vitamin
C yang tinggi. Jika terjadi infeksi maka harus diberi antibiotik.
e. Leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospira yang ditularkan melalui
kencing tikus. Jika terdapat luka maka bakteri akan masuk melalui pembuluh
darah.

3. Surveilans epidemiologi
Kegiatan surveilans berkaitan dengan KLB. KLB adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yg berkala secara epidemiologi pada
suatu daerah atau dalam waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat
menimbulkan terjadinya wabah. Pelaporan dan penanganan KLB diharapkan Kurang
dari 24 jam dilakukan surveilans epidemiologi.
Langkah-langkah dalam melakukan surveilans yaitu:
a. Mendiagnosis secara klinis/lab
b. Mengindentifikasi faktor resiko terjadinya sakit
c. Pencatatan hasil analisis klinis dan identifikasi kasus menurut variabel orang,
tempat dan waktu
d. Analisis identifikasi kasus
e. Penanganan kasus
f. Tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah
g. Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil observasi di lapangan di wilayah
kasus.
h. Rencana tindak lanjut penanggulangan kasus penyakit
Dalam surveilans epidemiologi yang harus dilakukan adalah melihat trend
penyakit. Setelah kasus diketahui langkah selanjutnya yaitu melakukan survei ke
dusun pada rumah penderita dan di sekitar rumah penderita sebanyak 20 rumah.
Survei kasus DBD dilakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air
dan melihat apakah ada anggota keluarga yang memiliki gejala panas jika ada maka
sudah terjadi penularan. Langkah selanjutnya yaitu menghitung angka bebas jentik
(ABJ), jika ABJ<95% maka ada penyebaran sehingga untuk meningkatkan angka
bebas jentik pada wilayah tersebut dilakukan fogging fokus pada rumah penderita
(200m) ke arah barat, timur, utara dan selatan. Pemberantasan DBD dilakukan
dengan melakukan tindak lanjut fogging, penyuluhan DBD pada masyarakat, dan
melakukan pemberantasan ssarang nyamuk (PSN).
Survey kasus diare dilakukan pemeriksaan feses dan pengambilan sampel air
kemudian di kirim ke laboratorium dinas kesehatan. Penyuluhan mengenai perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu dilakukan sebagai tindak lanjut penanganan
kasus diare.
Survey kasus malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria. Survey kasus TBC
dilakukan dengan mengunjungi rumah penderita untuk pemeriksaan dahak.
Pemeriksaan dahak tidak hanya dilakukan pada penderita tetapi dilakukan pada
seluruh anggota keluarga. Penderita TBC juga biasanya dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan HIV.

4. Penyelidikan Epidemiologi DBD


Penanggulangan fokus penderita DBD dilakukan dengan penyelidikan
epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi dilakukan ketika rumah sakit atau
masyarakat memberikan informasi mengenai adanya kasus/penderita DBD kepada
Dinas kesehatan/Puskesmas. Puskesmas kemudian melakukan penyelidikan
epidemiologi dalam waktu 1x24 jam di lokasi penderita.
Fokus penularan DBD dengan kriteria yaitu ada 1 penderita DBD yang
meninggal, ada 1 penderita dengan DSS, ada 2 atau lebih penderita DBD lainnya
dengan diagnosa pasti dari rumah sakit dan penderita panas lainnya, serta angka
bebas jentik (ABJ) < 95%.
Pemeriksaan jentik dilakukan di rumah penderita DBD dan di sekitar rumah
penderita pada tempat penampungan air(Bak mandi, bak WC, tempayan, dll).
Langkah selanjutnya yaitu menghitung angka bebas jentik (ABJ), jika
ABJ<95% maka ada penyebaran sehingga untuk meningkatkan angka bebas jentik
pada wilayah tersebut dilakukan fogging fokus dalam waktu paling lama 3x24 jam
setelah penyelidikan epidemiologi dalam 2 siklus dengan interval waktu 1 minggu
pada rumah penderita dengan radius 200m, kemudian dilakukan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) dan penyuluhan tentang DBD.
PUSKESMAS DEPOK II

Oleh

MONA LISA LANOH

0130740083

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang
diperoleh Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih pada semester
VIII (Delapan). Pada tahun ajaran 2016/2017 pelaksanaan kegiatan PKL dilaksanakan di Balai
Litbang P2B2 Banjarnegara, Dinas Kesehatan Kab.Sleman dan Puskesmas Depok II
Kab.Sleman Yogyakarta.
Setiap kelompok yang terbagi tujuh belas kelompok (17 Puskesmas Depok II di
Kab.Sleman) memiliki jumlah anggota kelompok kurang lebih sebanyak 4 - 5 orang mahasiswa.
Yang melaksanakan kegiatan PKL adalah mahasiswa reguler, non reguler dan tugas belajar yang
terbagi dalam setiap kelompok.
Kelompok ini di tempatkan di Puskesmas Depok II Kab.Sleman dengan Wilayah kerja meliputi
1 desa Condongcatur kecamatan depok dengan meliputi 18 Desa. Kelompok yang ditempatkan
di Puskesmas Depok II Kab.Sleman ini memiliki anggota kelompok terdiri dari mahasiswa
reguler sebanyak 3 orang dan non reguler sebanyak 2 orang yang berasal dari tiga peminatan,
yakni kesehatan lingkungan ( 2 Orang ), epideimologi ( 1 orang ) dan administrasi kebijakan
kesehatan ( 2 orang ). Kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Depok II Kab.Sleman
dilaksanakan dari tanggal 06 Februari – 20 Februari 2017.
Puskesmas Depok II Kab.Sleman memiliki prinsip kerja yang selalu dilaksanakan oleh setiap
pegawai puskesmas, yaitu 5R dan 5S. 5R meliputi: Ringkas, Rapi, Rawat, Rajin, Resik.
Sedangkan 5S meliputi: Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun.

1. Pelayanan Kegiatan Epidemiologi Di Dalam Gedung


Kegiatan di dalam ruangan seperti melakukan wawancara Kepada Petugas Puskesmas
Depok II Kab.Sleman mengenai Struktur Organisasi Puskesmas, Profil Puskesmas, Penyakit
yang sering terjadi di Puskesmas (10 Besar penyakit), Tugas dan fungsi pada unit
pencegahan dan pemeberantasan penyakit di Puskesmas antara lain:
a. Dapat memeperlajari Trend Penyakit
Trend Penyakit di Puskesmas Depok II Kab.Sleman termasuk daerah endemis
untuk penyakit menular yaitu DBD, Trend Penyakit DBD lima tahun taerakhir yang
positif pada tahun 2012 berjumlah 12 orang, 2013 berjumlah 36 orang, 2014 berjumlah
25 orang, 2015 berjumlah 35 orang, 2015 berjumlah 27 orang.
Khusus Penyakit DBD: termasuk salah satu program yang dilakukan dalam kegiatan
pemantauan Jentik Berkala. Berdasarkan P2P sebagai koordinator kegiatan surveilens
masing – masing pencegahan program bertanggung jawab berdasarkan kasus.

b. Tahapan PWS (pemantauan wilayah setempat) dalam upaya preventif (Pencegahan


Penyakit).
Puskesmas Depok II Kab.Sleman masing – masing dibagikan dengan wilayah
tahapan PWS (pemantaun wilayah setempat) dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

NO TIM I TIM II TIM III TIM IV TIM V


1 ENDANG PIPIT BAJENG LILIS KARNISIH
2 SAPTO TARI TIWI WATINI ADI N
3 RIKIA H HENI OST INUNG VITA EDI H
drg.DWI
4 MARDHANI dr.ARINI W SUTINAH DETA NURAENI
ELLY
5 HESTI P dr.NURKASTIANI dr.ENDANG ERVINAWATI dr.TUTI
6 RITA K SIKSAWATI MARYADI GRIN AGUNG

NO TIM DARBIN DARBIN II DARBIN III DARBIN IV DARBIN V


MANCASAN
1 TIYASAN MANUKAN KETUNGAN NGROPOH KIDUL
BABADAN MANCASAN
2 BANTENG III GEMPOL BARU KALIWARU LOR
PRAYAAN
3 PONDOK KARANG ASEM YON 403 WETAN TAMBAKBOYO
4 KRAGILAN BLOK III JOHO SOROPADAN DEPO RW 14
5 SANGGARAHAN NGRINGIN SENGKAN CEPIT BLOK II
6 SUKOHARJO LELES KOLOMBO GANDOK PRINGWULUNG
PIK PANDEAN
7 KRANGKUNGAN BLOK I GONDANG SARI DABAG
8 GEJAYAN KAYEN RUSUNAWA

c. Sistem kewaspadaan dini (SKD)


Untuk mengetahui adanya ancaman KLB Maka dilakukan kajian secara terus
menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah: data surveilans epidemiologi
penyakit berpotensi KLB : kerentanan masyarakat seperti status gizi yang buruk,
imunisasi yang tidak lengkap, personal hygiene yang buruk.
Peningkataan kewaspadaan dini klb dan atau terjadinya peningkatan KLB pada
daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3 - 6 bulan yang akan datang) dan
disampaikan kepada semua unit terkait di Dinas Kesehatan Kab/kota, Provinsi dan
Depkes RI, sektor terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan
kewaspadaan dan kesiapan terhadap KLB di unit pelayanan kewaspadaan masyarakat
perorangan dan kelompok. Peringkatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan
terhadao penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang datang)
agar terjadi kesiasiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan perumusan
perencanaan strategis program penanggulanan KLB.
Mengenai sistem kewaspadaan dini berdasarkan tindak lanjut berdasarkan laporan
yang masuk ke dalam Puskesmas Depok II Kab.Sleman dengan cepat.

d. Sistem Surveilans
1) Pengetian
Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus teratur dan
terus – menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan dan
penanggulannya (Noor,1997)
2) Kegunaan Surveilans Epidemiologi
Pada awalnya surveilans epidemilogi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak deperlukan
pada setiap upaya penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya
untuk mengukur kinerja menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya untuk
mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan
surveilans epidemiologi.Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan
informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam:
a) Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberatasan penyakit menular,
penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program
kesehatan lingkunan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
b) Melaksanakan sistem kewaspadaan dini dan kejadian luar biasa penyakit dan
keracunan serta bencana.
c) Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program
surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit.
Berikut ini adalah Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi :
- Campak
- AFP (Akut Flacid Paralisit)
- Plemunia pada balita
- Diare

e. Peneyelidikan kasus yang berpotensi kejadian luar biasa (KLB)


f. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau survei
yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit
secara lebih menyeluruh.
Tujuan dalam PE : mendapatkan besaran masalah yang sesungguhnya,
mendapatkan kasus menurut variabel epidemiologi, mendapatkan informasi tentang
faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku dll) dan etiologi.
Berdasarkan kasus di Puskesmas Depok II Kab.Sleman bila ada terjadi kasus luar
biasa (KLB) Laporan di lakukan analisa bersama Kepala Puskesmas dan setelah itu di
laporkan ke Dinas Kesehatan Sleman.

2. Pelayanan Kegiatan Epidemiologi Di Luar Gedung:


a. Pengambilan sampel air
Melakukan pengambilan sampel air sebanyak 3 kali pada tanggal 09 februari 2017
bertempat di salah satu rumah warga di jl.kemuning kelurahan Condongcatur. Kami
melakukan monitoring PIRT (pangan industri rumah tangga), pada pengambilan sampel air
ini kami di persilahkan untuk mepraktekkan sendiri cara pengambilan sampel air.
pengambilan sampel air di salah satu klinik bangun wisada gorongan bertempat di jl.
Kemuning kelurahan Condongcatur, Kemudian pengambilan sampel air di salah satu
Apotik k24 bertempat di jl.kaliurang kelurahan condongcatur.Sampel air yang sudah
diambil kemudian dibawah ke laboratorium kesehatan Kab.sleman untuk dilakukan
pengujian.

b. Melakukan survey pemeriksaan jentik-jentik nyamuk


Kami ditemani dengan salah satu petugas dari puskesmas melakukan pemeriksaan
jentik-jentik nyamuk pada tanggal 10 februari 2017 di rumah-rumah warga yang bertempat
di kelurahan Condoncatur. Kami melakukan wawancara dan pengecekan secara langsung
di rumah – rumah warga jentik-jentik nyamuk di tempat-tempat bak mandi, penampungan
ember, dsispenser dll. Hasilnya mahasiswa mengerti cara melakukan pemantauan Jentik
berkala pada pemilik rumah yang kita survey.
c. Melakukan survey penyelidikan Epidemiologi di Lingkungan
Melakukan penyelidikan epidemiologi sebanyak 2 kali, yang pertama pada tanggal
11 februari 2017. bertempat diperumahanmancasan indah III, kecamatan depok. Kami
ditemani dengan salah satu pegawai dari puskesmas yang bertugas di bagian PE, kami
diajarkan dan ditunjukkan bagaimana cara pengecekan dan pendataan ke rumah-rumah
orang yang terjangkit DBD. Melakukan penyelidikan epidemiologi yang kedua pada
tanggal 15 februari 2017 bertempat di salah satu rumah warga yang bertempat di jl.sawit
no 3 di kelurahan condongcatur. Kami diajarkan bagaimana cara pengecekan dan
pendataan ke rumah-rumah orang yang terjangkit DBD.

d. Melakukan kegiatan Fogging


Melakukan kegiatan fogging pada tanggal 16 Februari 2017. Bertempat di
perumahan mancasan indah III, kecamatan depok. Kami ditemani dengan salah satu
pegawai dari puskesmas yang bertugas bagian fogging. Kami diajarkan dan ditunjukkan
bagaimana cara menyalakan alat fogging dan cara menggunakan alat fogging dengan
benar.

e. Melakukan penyuluhan PHBS


Melakukan kegiatan penyuluhan PHBS di SD Karangasem pada tanggal 16 Februari
2017. Bertempat di kelurahan Condongcatur, kecamatan Depok. Kami di temani salah satu
pegawai dari puskesmas yang bertugas di bagian sanitarian dan promkes. Kami melakukan
penyuluhan PHBS kepada siswa-siswi kelas v, agar mereka memahami manfaat perilaku
hidup bersih dan sehat.

f. Melakukan penyuluhan SIMPATIK


Kegiatan penyuluhan SIMPATIK (siswa pemantau jentik) untuk pengendalian DBD
bertempat di SD kanisius sengkan Pada tanggal 17 februari 2017, kelurahan Condongcatur
kecamatan Depok. Kegiatan bertujuan agar siswa-siswi mengetahui siklus hidup nyamuk
dan cara penanggulangannya. Dimana kami dan siswa-siswi mempraktekan, agar siswa-
siswi dapat memantau jentik sendiri di toilet dan media perkembangbiakan jentik.
Sehingga mereka dapat mengisi lembar pemantau jentik agar dapat dilaporkan kepada
petugas, sehingga petugas lansung membersihkan bak mandi dan media perkembangbiakan
jentik.
B. PEMBAHASAN MENGENAI DBD
1. Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang
baik orang dewasa maupun anak-anak berusia dibawah 15 tahun, disertai dengan pendarahan
dan dapat menimbulkan syok yang dapat menyebabkan kematian penderita.
Demam Dengue (DD) atau Dengue Fever (DF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegepty, sedangkan Demam
Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhaege Fever (DHF) juga penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang disertai
manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan shock dan kematian.
Menurut Webmaster, penyakit demam berdarah adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus. Di Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu virus
dengue dan virus chikungunnya.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus dengue,
yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan
darah sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan yang dapat menimbulkan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut. Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak
serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.

2. Gejala Penularan Demam Berdarah Dengu (DBD)


Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropad-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh arthropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dari famili Flavivirade. Flavivirus ini berukuran diameter 40 nanometer, dapat
berkembang biak dengan baikpada berbagai macam kultur jaringan. Baik yang berasal dari
sel-sel mamalia misalnya BHK (Baby Hamster Kidney) maupun sel-sel arthropoda misalnya
sel Aedes albopictus.
Ada empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3, dan 4. Serotipe DEN-3 merupakan
jenis yang dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe
yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia. Di daerah endemik
DBD,seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe virus pada waktu yang bersamaan.
Epidemiologi dengue disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu virus, manusia,
nyamuk.Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan/
urban) maupun Aedes Albopictus (di daerah pedesaan/ rural). Nyamuk yang menjadi vektor
penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang
sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus dapat pula ditularkan secara
transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar
air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-7 hari
dan orang tersebutakan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue
memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu.
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan
nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat diantaranya:
1. Kesenangan tempat perindukan nyamuk
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu
tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang
langsung bersentuhan dengan tanah.
Macam-macam tempat penampungan air:
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti: drum, bak
mandi/WC, tempayan, ember dan lain-lain
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minuman
burung, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas dan lain-lain
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain (Depkes RI, 1992).
2. Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk betina biasa mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit
biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-
10.00 dan 16.00-17.00. Berbeda dengan nyamuk yang lainnya, Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus
gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
3. Kesenangan nyamuk istirahat
Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak gelap
dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan
telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam
air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.
Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan bila berada di tempat kering
dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila di tempat tersebut tergenang air atau
kelembabannya tinggi maka telur dapa menetas lebih cepat (Depkes RI, 2005).
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat pada
bejana-bejana di dalam rumah maupun di luar rumah. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
adalah:
a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
b. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah.
c. Jarak terbang ± 100 m dan nyamuk betina bersifat multiple biters.
d. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi

3. Gejala Umum Penderita DBD


Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat menyerang anak usia sekolah maupun orang
dewasa, ditandai dengan gejala awal yaitu:
a. Demam mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak khas.
b. Terdapat kecenderungan terjadinya shock yang berakibat kematian.
Hemostatis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah merupakan perubahan
patofisiologis yang paling mencolok disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
merupakan temuan yang selalu ada.
Gejala umum Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi sebagai berikut:
a. Demam Tinggi
b. Fenomena pendarahan Hepatomegali
c. Sering disertai kegagalan sirkulasi atau trombositopenia ringan atau sedang yang
disertai hemokonsentrasi.

Perubahan patofisiologis utama menentukan derajat penyakit DBD. DBD biasanya


diawali dengan meningkatnya suhu tubuh secara mendadak disertai dengan memerahnya
kulit muka dan gejala klinik tidakkhas lainnya seperti:
a. Tidak nafsu makan
b. Muntah
c. Nyeri kepala
d. Nyeri otot dan persendian
Keluhan-keluhan beberapa pasien DBD antara lain:
a. Nyeri tenggorok dan pada pemeriksaan faring
b. Rasa tidak enak di daerah epigastrum
c. Nyeri tekan pada lengkung iga kanan
d. Rasa nyeri perut yang menyeluruh
e. Suhu badan tinggi mencapai 40º Celsius berlangsung selama 2-7 hari, dan kemudian
menjadi normal atau subnormal dan dapat disertai kejang demam.

4. Manifestasi Klinis menurut WHO


Kasus DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis yaitu:
1. Demam tinggi
2. Perdarahan terutama perdarahan kulit hepatomegal
3. Kegagalan peredaran darah
Pada tahun 1975 WHO menyusun patokan dalam diagnosis klinis pada penderita DBD yaitu:
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji Tourniquet positif dan salah satu
bentuk lai seperti petikia, purpuria, ekinosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis
atau melena
3. Pembesaran hati
4. Tanpa atau disertai renjatan
5. Trombositopenia
6. Hemokonsentrasi yang dapat ditafsikan dengan meningginya nilai hematokrit sebanyak
20% atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalessen.

5. Gambaran Klinik
1. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus dengue kedalam
kulit, terdapat masa laten yang berlangsung 4-5 hari diikuti oleh demam, sakit kepala
dan malaise.
2. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun
menjadi suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsungnya demam,
gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri
tulang, dan persendian, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya.
3. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit.
4. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba meskipun pada anak
kekurangan gizi, hatipun sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatoegali dan hati
teraba kenyal,harus di perhatikan kemungkinan akan terjadinya renjatan pada penderita.
5. Renjatan (syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. Nadi menjadi lembut
dan cepat, kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan menurun
sampai di bawah angka 80 mmHg. Manifestasi renjatan pada anak terdiri atas:
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan hidung.
b. Kuku menjadi biru, kegagalan sirkulasi insufien yang menyebabkan peninggian
aktifitas simpatikus secara refleks.
c. Apati,sopor, dan koma akibat kegagalan sirkulasi serebral.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik pada anak turun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Ologuria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
6. Pembesaran Hati
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan
pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri tekan sering kali di
temukan tanpa disertai ikterus.
Hati pada anak berusia 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak
dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada anak yang hatinya semula tidak
dapat diraba pada saat masuk rumah sakit dan selama perawatan hatinya menjadi lebih
dan kenyal, karena keadaan ini menunjuk ke arah erjadinya renjatan.

6. Faktor-Faktor Penyebab DBD


Timbulnya penyakit DBD ditengarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tapi
akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. Hal ini
kemungkinan adanya faktor geografik,selain faktor genetik dari hospesnya. Faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue), antara lain:
a. Faktor Host yaitu kerentaan (susceptibility) dan respons imun.
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor
yang mempengaruhi manusia adalah:
1. Umur.
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue,
meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi
epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anakanak berumur 1-5 tahun. Di
Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak
berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus
DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.

2. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan bahwa
rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan
kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun
ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan
angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada
anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
3. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi
peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik,
maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
4. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
insiden kasus DBD tersebut.
5. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari
Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil
militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur
penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).

b. Faktor lingkungan (environtment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut,
curah hujan, angin, kelembaban, musim).
1. Letak geografis.
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai
negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang
Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean
dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006).
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue
menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi
dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan
problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik
yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain
(Hadinegoro dan Satari, 2002).
2. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim dingin. Di
Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia,
Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah
musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan
erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit, karena didukung oleh lingkungan
yang baik untuk masa inkubasi.
c. Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi
penduduk)
d. Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit
e. Faktor gent yaitu sifat virus Dengue yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis
serotipe yaitu Dengue 1,2,3,4.

7. Proses Penyembuhan Penyakit DBD ( Demam Berdarah Dengue)


Proses penyembuhan DBD dengan atau tanpa adanya shock berlangsung singkat dan
sering kali tidak dapat diramalkan. Bahkan dalam kasus syokstadium lanjut, segera setelah
syok teratasi, pasien sembuh dalam waktu 3 hari. Timbulnya kembali selera makan
merupakan prognostik yang baik. Fase penyembuhan ditandai dengan adanya sinus
beradikardia atau arimia jantung serta patekie yang menyeluruh.

8. Cara Mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mencakup antara lain:
a. Terhadap Nyamuk Perantara
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya
b. Terhadap diri kita
Memperkuat daya tahan tubuh, Melindungi dari gigitan nyamuk
c. Terhadap lingkungan
Mengubah perilaku hidup sehat terutama kesehatan lingkungan. Cara mencegah:
1) Penyuluhan bagi Masyarakat.
Dasar pencegahan demam berdarah adalah memberikan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat bagaimana cara pemberantasan nyamuk dewasa dan sarang
nyamuk yang dikenal pembasmian sarang nyamuk atau PSN. Demi
keberhasilanbersama PSN harus dilakukan bersama seluruh elemen masyarakat.
2) Cara Memberantas jentik nyamuk.
Cara memberantas jentik nyamuk dilakukan dengan cara 3M:
a) Kuras bak mandi seminggu sekali (Menguras)
b) Tutup penyimpa air rapat-rapat (Menutup)
c) Kubur kaleng dan ban bekas (Mengubur)
3) Pedoman Penggunaan bubuk Abate (Abatisasi)
a) Satu sendok makan per (10 gram) untuk 100 liter air
b) Dinding bak mandi jangan di sikat setelah ditaburi bubuk abate
c) Bubuk akan menempel di bak
d) Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan
4) Cara Memberantas nyamuk dewasa
a) Jangan menggantung baju bekas pakai
b) Pasang kasa nyamuk pada ventlasi dan jendela rumah
c) Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu
d) Perhatikan kebersihan sekolah
e) Pengasapan (fogging)
PUSKESMAS KALASAN

Oleh

NATALIA HILUKA

0130740031

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Magang dimulai pada hari Senin tanggal 06 Februari 2017 dan berakhir pada
hari Jumat tanggal 20 januari 2017. Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa/i FKM UNCEN
khususnya mahasiswa semester VIII (delapan) regular Berjumlah 5 orang dalam I kelompok
yang bertempat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok tim penulis sendiri menempati
Puskesmas Kalasan yang berada di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
Yogyakarta.
Pada tanggal 07 Februari 2017 tim langsung melapor dan berkoordinasi dengan Ibu
Kepala Puskesmas Kalasan perihal kegiatan magang sekaligus melakukan orientasi ruangan
di hari pertama.
Sebagian besar kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan observatif dan lebih
partisipatif dan selama masa magang, dimana semua anggota tim mendapatkan kesempatan
untuk bertugas di setiap unit yang ada di puskesmas. Dengan maksud untuk mengetahui
bagaimana managemen setiap unit ; alur pelayanan, sistem kerja, sampai pada sistem
pencatatan dan pelaporan.
A. PROGRAM PUSKESMAS
Program Pemberantasan Penyakit Menular
1. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Deman Berdarah Dangue (DBD)
Adalah proses untuk melakukan penyelidikan epidemiologi dirumah penderita
kasus DBD dan rumah – rumah di sekitar penderita kasus DBD. Langkah – langkah
dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi DBD adalah :
a. Setelah menerima laporan KDRS / Surat Keterangan Diagnosis adanya
penderita DBD, petugas DBD segera mencatat dalam register DBD
b. Menyiapkan peralatan survey, seperti : senter, ATK, formulir PE dan surat
tugas
c. Memberitahukan secara lisan ke kepala Dusun setempat bahwa di wilayahnya
ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE
2. Pelaksanaan Penyidikan Epidemiologi
a. Tim PE memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan
keluarga penderita, untuk mengetahui riwayat kejadian penyakit DBD yang
bersangkutan dan mengetahui ada tidaknya penderita kain dalam keluarga
b. Bila ditemukan penderita tanpa sebab yang jelas dan belum di periksa pada saat
itu disarankan untuk diperiksakan di Puskesmas
c. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan tempat lain
yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti baik didalam
maupun diluar rumah/bangunan
d. Bila ditemukan jentik segera dianjurkan untuk dilakukan pemberantasan sarang
nyamuk
e. Kegiatan ini dilakukan pasa radius 100 m dan atau lokasi minimal 20 rumah di
sekitar penderita
f. Berdasarkan Penyidikan Epidemiologi dilakukan penanganan tindak lanjut
Hasil tindak lanjut PE ditulis di register DBD dan segera dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten.

3. Tindak Lanjut Penyelidikan Epidemiologi Kasus DBD


Adalah kegiatan tindak lanjut yang dilakukan setelah dilaksanakan penyelidikan
epidemiologi.Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Tindak Lanjut
Penyidikan Epidemiologi DBD :
a. Menyimpulkan hasil PE yang telah dilakukan
b. Bila merupakan focus penularan DBD/DHF maka dilakukan fogging focus,
adapun criteria dilakukan fogging focus sebagai berikut
1) Ada 1 penderita DBD/DHF yang meninggal atau,
2) Ada 1 penderita dengan DSS atau,
3) Ada 1 penderita DBD dengan diagnosis pasti dari RS dan penderita panas
lainnya
4) Angka Bebas Jentik (ABJ) <95%

4. Fogging Foccus
Adalah kegiatan pengasapan yang dilakukan di rumah penderita DBD dan rumah –
rumah di sekitar penderita dengan radius 200 m.Langkah – langkah dalam
melaksanakan kegiatan Fogging Focus adalah:
a. Petugas DBD menyampaikan surat pemberitahuan rencana penyemprotan
kepada kepala dusun untuk di sam[aikan kepada masyarakat supaya
melaksanakan ketentuan yang telah disampaikan
b. Tim Fogging menyiapkan alat dan bahan fogging ( Jrigen, bensin, solar,
insektisida, torong, senter, wearpak, helm, sepatu boot, masker)
c. Petugas DBD koordinasi dengan kepala dusun /RT/RW untuk siap
mendampingi pada waktu pengasapan
d. Tim fogging tiba di lokasi paling lambat pukul 05.00 WIB
e. Masing – masing petugas memakai pakaian fogging untuk perlindungan diri
f. Pengawas mencampur insektisida dengan solar dengan takaran yang sesuai
kemudian dimasukkan kedalam mesin
g. Pelaksana memasukkan bensin dan campurkan obat ke mesin fogging
h. Pelaksana menghidupkan mesin untuk memulai fogging selanjynya petugas
sebagai petunjuk jalan
i. Penyemprotan searah dengan arah angin pintu rumh segera dibuka untuk
memudahkan pelaksanaan, setelah itu ditutup kembali
j. Lokasi yang diasap dalam rumah dan lingkungan
k. Pengawas harus mengevaluasi setiap petugas pengasapan selama proses
berlangsung
l. Pengasapan dilakukan sampai radius 200 m dan atau dosis campuran
insektisida habis.

5. Pemberantasan Sarang Nyamuk


Adalah kegiatan pemberantasan sarang nyamuk DBD di dusun sehingga penularan
penyakit DBD dapat di cegah atau di batasi.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan PSN :
a. Masyarakat di dusun menyepakati jadwal kegiatan PSN minimal satu minggu
sekali
b. Pada hari yang disepakati seluruh warga melakukan kegiatan PSN secara
serentak dengan cara :
1) Menguras bak mandi, wc, vas bunga, tempayan, pot bunga, tempat minum
burung
2) Menutup tempat – tempat penampungan air
3) Membersihkan semak – semak tempat sarang nyamuk
4) Mengubur barang/kaleng bekas yang dapat menampung air
5) Memberikan abate pada tempat penampungan air yang sulit untuk dikuras
yaitu 1 sendok mkan (10 gram) untuk 100 ml air
6) Memelihara ikan dan cara – cara lain untuk membasmi jentik
7) Kegiatan PSN ini dilakukan monitorning PSN oleh petugas/tim surveilans
dan instansi lintas sektoral.
6. Pemantauan Jentik Berkala
Adalah kegiatan memeriksa tempat penampungan air dan tempat
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti, untuk mengetahui adanya jentik nyamuk
yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang –kurangnya 3
bulan untuk mengetahui keadaan populasi nyamuk penular penyakit DBD.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan PJB :
a. PJB dilaksanakan sesuai jadwal yang disepakati dusun setempat
b. Pada hari disepakati seluruh warga melakukan pemeriksaan pada tempat
penampungan air di rumah dan tempat umum
c. Pemeriksaan dilakukan pada bak mandi, wc, vas bunga, tempayan, pot bunga,
tempat minum burung dan tempt penampungan lain didalam dan diluar
d. Selanjutnya pemeriksaan diluar rumah pada grnangan air di barang – barang
bekas, pot tanaman, tonggak bamboo dan lain – lain
e. Hasil pemeriksaan dicatat dalam formulir PJB dan menjadi laporan kepada
kepala dusun setempat untuk dibahas dalam pertemuan tingkat dusun
f. Kader kesehatan juga melaporkan hasil PJB kepetugas puskesmas untuk
laporan.

7. Imunisasi
Dalam kegiatan ini di tingkat Puskesmas melaksanakan Imunisasi dan Merujuk
(KIPI) dan Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Adapun pemberian pelayanan imunisasi langsung ke sasaran bayi, ibu hamil, wanita
usia subur (calon pengantin) dan anak sekolah dilakksanakan oleh (UPK)
pemerintah maupun swasta di seluruh wilayah Puskesmas.
Adapun jenis imunisasi yang diberikan Peningkatan Kewaspadaan Dini terhadap
penyakit. Kegiatan kewaspadaan dini terhadap penyakit terutama surveilans
penyakit menular dilaksanakan dengan pelaporan Surveilans Terpadu Pusat
Kesehatan Masyarakat (STP) tiap bulan, pelaporan penyakit wabah (W1) 24 jam
dan laporan mingguan penyakit wabah (W2) selama 52 minggu.
8. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Diare
Adalah Kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Langkah – langkah dalam
melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi Kasus Diare adalah :
a. Pasien diare diketahui dari laporan masyarakat dan dari buku register BP
umum.
b. Menyiapkan sarana PE, seperti formulir PE dan surat tugas.
c. Menginformasikan ke kepala dusun atau kader setempat bahwa diwilayahnya
ada penderita diare dan akan di laksanakan PE.

9. Penyidikan Epidemiologi Kasus Leptospirosis


Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
Leptospirosis dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit Leptospirosis agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Langkah – langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi Kasus
Leptospirosis adalah :
a. Pengumpulan Data
1) Laporan rutin diambil dari buku catatan harian ( register ) di buat laporan
mingguan (W2) lewat SMS gateway kemudian dilaporkan ke tingkat
kabupaten melalui laporan bulanan lewat google drive.
2) Laporan KLB / wabah dilaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi :
 Kronologi terjadinya KLB
 Cara penyebaran serta faktor – faktor yang mempengaruhi
 Keadaan epidemiologis penderita
 Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
 Hasil penanggulangan KLB
b. Pengolahan, analisis dan interpretasi
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk table
atau grafik keudian dianalisis dan interpretasi.
c. Penyebarluasan hasil interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan balikkan
kepada pihak – pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan daerah,
kecamatan, hingga dinkes untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan
penanganannya.

10. Penyidikan Epidemiologi Kasus ISPA ( Pneumonia )


Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
ISPA ( Pneumonia ) agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Langkah – langkah dalam
melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi Kasus ISPA (Pneumonia) :
a. Pengumpulan Data
1) Informasi kasus diambil dari buku catatan harian (register) BP umum,
selanjutnya dibuat laporan mingguan (W2) melalui SMS gateway
kemudian dilaporkan ke tingkat kabupaten, yaitu laporan bulanan melalui
google drive.
2) Laporan KLB / wabah di laporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yaitu meliputi:
 Kronologi terjadinya KLB
 Cara penyebaran serta faktor – faktor yang mempengaruhi
 Keadaan epidemiologis penderita
 Hasil penyelidikan yang telah di lakukan
 Hasil penanggulangan KLB
b. Pengolahan, analisis dan interpretasi
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel
atau grafik kemudian dianalisis dan diinterpretasi.
c. Penyebarluasan hasil interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan balikkan
kepada pihak – pihak yang berkepentingan yaitu kepada Pimpinan daerah,
Kecamatan, hingga Dinas Kesehatan untuk mendapatkan tanggapan dan
dukungan penanganannya.
11. Penyidikan Epidemiologi Kasus Campak
Adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
Campak agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Langkah –
langkah dalam melaksanakan kegiatan Penyidikan Epidemiologi Kasus
Campak :
a. Persiapan penyelidikan epidemiologi
1) Persiapan lapangan mengkonfirmasikan adanya kasus suspek campak
ke dukun atau ke kader
2) Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi Kasus Campak
3) Persiapan petugas
b. Pelacakan Kasus :
1) Kunjungan rumah ke populasi resiko dan menggali informasi yang
diperlukan.
2) Individual record menggunakan formulir C1.
3) Pengambilan specimen di puskesmas
c. Mengumpulkan informasi faktor resiko ( fom C2 )
1) Cakupan imunisasi campak di tingkat puskesmas
2) Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin.
d. Pengolahan dan Analisis data
Data – data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk
tbel atau grafik kemudian di analisis dan diinterpretasi ( pada akhir tahun ).

B. HASIL MAGANG
a) Kegiatan di dalam gedung
a. Mengentri data dari buku (KDRS) dalam SPSS
b. Mempelajari sistem pelaporan penyakit wabah (W1) 24 jam dan laporan
mingguan penyakit wabah (W2) selama 52 minggu
c. Kegiatan membuat laporan mingguan penyakit (W2) selama 52 minggu tahun
2016
d. Kegiatan menerima materi :
 Pola Penyebaran Penyakit
 Sistem kewaspadaan dini
 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
 Penyelidikan Epidemiologi (PE)

b) Kegiatan di luar gedung


a. Kegiatan PE kasus DBD di Klenggukan, Tirtomartami, Kalasan, Sleman,
Yogyakarta, dan beberapa tempat lainnya.
b. Kegiatan foging

C. PEMBAHASAN
1. Pencatatan dan pelaporan
merupakan indikator keberhasilan suatu kegiatan. tanpa ada pencatatan dan
pelaporan kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat
wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan
informasi yang bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Laporan
W1, W2, untuk memenuhi kebutuhan puskesmas guna melakukan pemantauan
kejadian luar biasa belum memberikan informasi lain untuk pertimbangan
maupun pencegahan misalnya frekuensi penyakit berdasarkan kelompok umur.
Formulir W1 : dilaporkan dalam 24 jam, digunakan untuk melaporkan kejadian
luar biasa atau wabah. Laporan W1 masih memberikan gambaran KLB / wabah
secara kasar, oleh karena itu harus segera diikuti dengan ;
 Laporan penyelidikan sementara ( PE )
 Rencana penanggulangan
Formulir W2 : dilaporkan secara mingguan, yaitu laporan dari penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB atau wabah yang perlu dilaporkan secara rutin yaitu
: Kolera, Diare, Pes, DHF (DBD), Rabies, Difteri, Polio, Pertusis, Campak, dan
penyakit yang menjadi wabah ( Sars )
Wabah / KLB : adalah peristiwa timbulnya penyakit yang mempunyai jumlah 2
kali lipat dari biasanya, atau penyakit yang sebelumnya tidak ada, atau yang
ditetapkan oleh pemerintah → UU Wabah
Kami mahasiswa magang di Puskesmas Kalasan mempelajari sistem pelaporan
W1 dan W2 dan selanjutkan kami mempraktekkan apa yang sudah kami pelajari
sebelumnya yaitu dengan membuat Laporan W2 Puskesmas kalasan Tahun 2016.
Manfaat dari membuat laporan W2 ini adalah untuk mengetahui penyakit –
penyakit apa saja yang berpotensi menimbulkan KLB / wabah selama 52 minggu
di daerah kerja Puskesmas Kalasan.

2. Fogging
Merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue)
yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD melalui penyemprotan
insektisida daerah sekitar kasus DBD yang bertujuan memutus rantai penularan
penyakit. Sasaran fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir jalan yang dapat
dilalui mobil di desa endemis tinggi. Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh
nyamuk dewasa maupun larva. Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan
menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk
Aedes aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda
yang tergantung seperti kelambu pada kain tergantung. Fogging dilaksanakan
dalam bentuk yaitu : a) Fogging Fokus Adalah pemberantasan nyamuk DBD
dengan cara pengasapan terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka /
penderita DBD. b) Fogging Massal Adalah kegiatan pengasapan secara serentak
dan menyeluruh pada saat terjadi KLB DBD.
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging, yaitu :
a. Adanya pasien yang meninggal disuatu daerah akibat DBD.
b. Tercatat dua orang yang positif yang terkena DBD di daerah tersebut.
c. Lebih dari tiga orang di daerah yang sama mengalami demam dan adanya
jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti. Apabila ada laporan DBD di rumah
sakit atau Puskesmas di suatu daerah, maka pihak rumah sakit harus segera
melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu akan diadakan penyelidikan
epidemiologi kemudian baru fogging fokus.

Hal Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Melakukan Fogging


a. Arah dan kecepatan angin Dalam melakukan fogging, arah angin harus
diperhatikan. Kecepatan akan berpengaruh terhadap pengasapan di luar
ruangan. Untuk diluar ruangan space spray berkisar 1-4 m/detik atau sekitar
3,6-15 km/jam. Angin diperlukan untuk membawa asap masuk kedalam
celah-celah bangunan, namun jika terlalu kencang maka asap akan cepat
hilang terbawa angin. Pengasapan harus berjalan mundur melawan arah angin
sehingga asap tidak menganai petugas fogging.
b. Suhu adalah keadaan udara yang akan mempengaruhi pengasapan.
Pengasapan diluar ruangan pada waktu tengah hari atau pada suhu tinggi akan
sia-sia karena asap akan menyebar keatas, bukan kesamping sehingga
pengasapan tidak maksimal. Oleh sebab itu fogging sebaiknya dilakukan pada
pagi hari atau sore hari
c. Waktu fogging harus disesuaikan dengan puncak aktivitas nyamuk Aedes
aegypti yang aktif mencari mangsa pada pagi hari sekitar pukul 07.00-10.00,
dan sore hari sekitar pukul 14.00- 17.00.
PUSKESMAS PRAMBANAN

Oleh

RAMALAHWATI WENDA

0130740123

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN
Pengertian penyakit demam berdarah dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan
darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India,
Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam
penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit
lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi
selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita
akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
 Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
 Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
 Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur
darah (Melena), dan lain-lainnya.
 Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
 Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
 Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
 Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan
sakit kepala.
 Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
 Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian.
 Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

1. Vector penyakit demam berdarah dengue

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae
Genus: Aedes
Upagenus: Stegomyia
Spesies: Ae. Aegypti

Aedes aegyptimerupakan jenis nyamuk yang dapat membawa


virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga
merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.
Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh
dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama
(primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran
dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis
ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa
vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting
dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa
negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian
yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya
(Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes
yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes
cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae,
sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia,
maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang
infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu
nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya
lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam
penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan
waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut
dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).

2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna
hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih
keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung
vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada
tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap
berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan
dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan
terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip
ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk
dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-
bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat
bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di
tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva
Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu
pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes
pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan
menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai
dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain
kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap
kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu
kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).

3. Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti


Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap
darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya
untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan
memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area
yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap
menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi
hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran
empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari
pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00)
dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku
yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk
menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam
mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil
mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain.
Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan
perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun
tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A.
albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi
air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan,
vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan
berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari
suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan
terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva.
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah
mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari
pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga
8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam
keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva.
Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.
Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang
dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan
sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan
Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air
alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung
kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk
Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang
terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang
tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya
(Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah
tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan.
Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi
di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m.
Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat
Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan
normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit
berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam
waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan
mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan
virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa
penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting
dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu
daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan
dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3
angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks
Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif
dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau
merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks
rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah
adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah
prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari
Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes
aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat
terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland
dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan
yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor
untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).

4. Patogenitas DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di
Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah,
sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2
(Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam
secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot
(myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu
pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-
muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat
asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue
Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan
(DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang
biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC
(Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag
jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al.,
2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir
setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen
Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper
akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis
antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang
pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit
infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah
satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic
susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan
interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya
(Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam
ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan
tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-
kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi
pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat
menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan
secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang
patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis,
Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent Enhancement
(ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S.,
2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada
pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia.
Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian
jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air
bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti
penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat
air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan
melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di
kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).

5. Cara Pemberantasan Demam Berdarah


Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi
kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk
dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan
larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan
tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang
memuaskan. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal JA., 1997).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya
sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air, mengubur
kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?. Tumpah atau
bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat menyebabkan air
menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika
tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang
dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah
didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif terhadap
Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap telur
autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di
Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos)
pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan
lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus rantai
penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah
penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging
pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan tidak berada di
dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke
luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di luar. Namun
demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka dalam
pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I
(pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua
ruangan yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah
termasuk bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring
sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus
sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator
swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan
dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup
pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang
lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat
terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena
malathion bekerja secara “knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar
rumah / pekarangan. Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging
maka fogging dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan
pekarangan milik warga difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing
fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :
1) Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi
larutan adalah 4 – 5 %.
2) Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan
debit keluaran yang diinginkan.
3) Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d)
Kecepatan berjalan
4) ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit
untuk satu rumah dan halamannya.
5) Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk,
yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di atas
sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil survei jentik
ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik tersebut berada di
kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan kondisi kurang
bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain berada di dalam
rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian kamar
mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup luas dengan
tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk
berasal dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan
jentik, maka pada saat itu juga team yang bertugas langsung memberikan
pengarahan dan penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar
mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat
untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat,
karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk
Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih
diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah
masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi siklus
perubahan jentik menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu
minggu. Sehingga jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah
baru maka dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap
lebih efektif adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang
nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,
memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi
setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan
pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M (
Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung dan air
dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang
bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk pecahan botol
dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate dengan dosis 10
gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun
kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-
kalau terjadi keracunan karena abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan
aman bagi manusia maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
memutus rantai penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan
PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali
dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh
masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu Rt atau
Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam
berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja yang
melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka
dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun
berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan
tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam berdarah pula dan
dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan
kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan
dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan
jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik,
pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran
media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini
kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan
pemberitahuan kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan
departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan (surveilans)
penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai di
tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al.,
2004).

6. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah


Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan,
mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar
penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula
sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkinb di
perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi
platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang
timbul, selanjutnya adalah pemberian obat – obatan misalnya :
a. Parasetamol membantu menurunkan demam
b. Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
c. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin,
tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis
menyarankan kompres dapat di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif
yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun
khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji
kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai
trombosit darah.

7. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah


Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi
sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya
hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah
yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah
penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
a. Pengendalian Non Kimiawi :
1) Pada Larva / jentik nyamuk:
a) Dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu
pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak
penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam
berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak
penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-
hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat
dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti)
tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air
sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut
harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan air; yaitu
seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang
tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti)
mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk
reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi
dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini harus
dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk
bereproduksi.dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu
memelihara ikan pada tempat penampungan air.
b) Pada Nyamuk Dewasa :
- Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi
untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat
pada linkungan sekitar kita.
- Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk
nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya
(attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran
listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.
2) Pengendalian Kimiawi :
a) Pada Larva / jentik nyamuk:
Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang
biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak
mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam
genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi
hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat
penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya
jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air
tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar,
tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10
gram ABATEUntuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu
sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.

b) Pada Nyamuk Dewasa :


Dilakukan Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan
Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat
knock down mampun menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.
- Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada
tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1 meter
diatas permukaan lantai bangunan.
- Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk
semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti
nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada
nyamuk yang akan mendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk
dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen
agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan,
pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta
pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan
nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup,
menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
b. Manupulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara
yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut
dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala
di bidang pertanian.
c. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan
vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan
dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal
dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan
(personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan
sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan
buangan lainnya.
d. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan
musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan
pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi
nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan
digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih
lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian
hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian
suatu pengendalian secara terpadu.
e. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator,
patogen dan parasit.
1) Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi
nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva
nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai
pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis
ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di
persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator
yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik
nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di
beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan
dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara
tepadu.

2) Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk.
Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat
cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis
subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia,
Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)

3) Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada
serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing
Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae
(Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan
untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu
kesehatan lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya,
masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh serangga
tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang
sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini
masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya
terbatas, hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan
memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
.
Leptospirosis
1. Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti
manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia.
Leptospirosis juga dikenal dengan na ma flood fever atau demam banjir karena
memang muncul dikarenakan banjir. Dibeberapa negara leptospirosis dikenal
dengan nama demamicterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd,
demam rawa, penyakit weil, demam canicola (PDPERSI Jakarta, 2007).
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira
patogen (Saroso, 2003).
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan
Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mudfever, Slime
fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field
fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003).
Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia,
tikus,anjing,babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira
icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009).

2. Etiologi
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan dinegara
beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira interrogans dengan berbagai subgrup
yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air
kemih binatang piaraan seperti anjing,lembu,babi,kerbau dan lain-lain, maupun
binatang liar seperti tikus,musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi
jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan
air, tanah,lumpur dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang
terinfeksi leptospira (Mansjoer, 2005)
Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis Genus

3. Patofisiologi
Leptospira dapat masuk melalui luka dikulit atau menembus jaringan mukosa
seperti konjungtiva, nasofaring dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa,
organisme ini ikut aliran darah dan menyebar keseluruh tubuh. Leptospira juga
dapat menembus jaringan seperti serambi depan mata dan ruang subarahnoid tanpa
menimbulkan reaksi peradangan yang berarti. Faktor yang bertanggung jawab untuk
virulensi leptospira masih belum diketahui. Sebaliknya leptospira yang virulen
dapat bermutasi menjadi tidak virulen. Virulensi tampaknya berhubungan dengan
resistensi terhadap proses pemusnahan didalam serum oleh neutrofil. Antibodi yang
terjadi meningkatkan klirens leptospira dari darah melalui peningkatan opsonisasi
dan dengan demikian mengaktifkan fagositosis.
Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat
mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala-
gejala klinis. Hemolisis pada leptospira dapat terjadi Karena hemolisin yang
tersirkulasi diserap oleh eritrosit, sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun didalam
darah sudah ada antibodi. Gangguan fungsi hati yang paling mencolok adalah
ikterus, gangguan factor pembekuan, albumin serum menurun, globulin serum
meningkat. Gagal ginjal merupakan penyebab kematian yang penting pada
leptospirosis. Pada kasus yang meninggal minggu pertama perjalananpenyakit,
terlihat pembengkakan atau nekrosis sel epitel tubulus ginjal. Pada kasus yang
meninggal pada minggu ke dua, terlihat banyak focusnekrosis pada epitel tubulus
ginjal. Sedangkan yang meninggal setelah hari ke dua belas ditemukan sel radang
yang menginfiltrasi seluruh ginjal (medula dan korteks). Penurunan fungsi ginjal
disebabkan oleh hipotensi,

4. Manifestasi klinik
Gambaran klinis Leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : faseleptospiremia, fase
imun dan fase penyembuhan.
a. Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala,nyeri otot,
hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi
silier mata. Fase ini berlangsung 4 -9 hari dan berakhir dengan menghilangnya
gejala klinis untuk sementara.
b. Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaranklinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan Fungsiginjal dan hati, serta
gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
c. Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas.
Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa
muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk,hepatomegali, perdarahan dan
menggigil serta splenomegali. Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi
menjadi ringan dan berat,tetapi untuk pendekatan diagnosis klinis dan
penanganannya, para ahli lebih senang membagi penyakit ini menjadi
leptospirosis anikterik (nonikterik) dan leptospirosis ikterik.
1) Leptospirosis anikterik
Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau
tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta
mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue,
disertai nyeri retro-orbital dan photopobia. Nyeri otot terutama di daerah
betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga
creatinin phosphokinase pada sebagian besar kasus akan meningkat, dan
pemeriksaan cretinin phosphokinase ini dapat untuk membantu diagnosis
klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis yang menyolok ini, pasien kadang
kadang mengeluh sukar berjalan. Mual,muntah dan anoreksia dilaporkan oleh
sebagian besar pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival
suffusion dan nyeri tekan di daerah betis. Limpadenopati, splenomegali,
hepatomegali dan rash macupapular bisa ditemukan, meskipun jarang.
Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.
Gambaran klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis
aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan diagnosisnya. Dalam
fase leptospiremia, bakteri leptospira bisa ditemukan di dalamcairan
serebrospinal,tetapi dalam minggu kedua bakteri ini menghilang setelah
munculnya antibodi ( fase imun ). Pasien dengan Leptospirosis anikterik
pada umumnya tidak berobat karena keluhannya bisa sangat ringan. Pada
sebagian pasien, penyakit ini dapat sembuh sendiri (self -limited ) dan
biasanya gejala kliniknya akan menghilang dalam waktu 2-3 minggu.
Karenagambaran kliniknya mirip penyakit-penyakit demam akut lain,
makapada setiap kasus dengan keluhan demam, leptospirosis
anikterikharus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis bandingnya,
apalagi yang di daerah endemik. Leptospirosis anikterik merupakan
penyebab utama Fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti
Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis anikterik harus
mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti influenza,HIV
seroconversion, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi
mononukleosis dan juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam
tifoid, bruselosis, riketsiosis dan malaria.
2) Leptospirosis ikterik
Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptosp irosis berat.
Gagal ginjal akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran
klinik khas penyakit Weil. Pada leptospirosisikterik, demam dapat persisten
sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase
leptospiremia. Ada tidaknya fase imun juga dipengaruh oleh jenis serovar
dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan
nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi yang tepat. Leptospirosis
adalah penyebab tersering gagal ginjal akut.
Perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik Sindrom,
fase Manifestasi klinik Spesimen Laboratorium Leptospirosis anikterik fase
leptospiremia (3-7 hari). Fase imun (3-30 hari). Demam tinggi, nyeri kepala,
mialgia, nyeri perut, mual, muntah,conjungtiva suffusion. Demam ringan
,nyeri kepala, muntah.Darah,LCS. Urin Leptospirosis ikterik fase
leptospiremia dan fase imun (sering menjadi satu atau overlapping) terdapat
periode asimptomatik (1-3 hari) Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia,ikterik
gagal ginjal,hipotensi, manifestasi perdarahan, pneumonitis, leukositosis.
Darah, LCS minggu pertama. Urin minggu kedua. (Poerwo, 2002)

5. Epidemiologi Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyaki infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis
bakterial berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularan. Merupakan direct
zoonosis karena tidak memerlukan vektor,dan dapat juga digolongkan sebagai
amfiksenose karena jalur penularan dapa dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang
terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan
peliharaan seperti babi, lembu, kambing,kucing,anjing sedangkan kelompok
unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Pejamu
resevoar utama adalah roden. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu
reservoar dandikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan
hospesinsidentil seperti pada gambar berikut: Sumber :http://www.google.co.id.
Menurut Saroso (2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan
tidak langsung yaitu :
a. Penularan secara langsung dapat terjadi :
1) Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandungkuman
leptospira masuk kedalam tubuh pejamu.
2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat pekerjaan,terjadi
pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan
misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari
hewan peliharaan.
3) Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui
hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita
leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.

b. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui :


1) Genangan air.
2) Sungai atau badan air.
3) Danau.
4) Selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan.
5) Jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah.

c. Faktor resiko
Faktor-faktor resiko terinfeksi kuman leptospira,bila kontak langsung atau
terpajan air atau rawa yang terkontaminasi yaitu :
1) Kontak dengan air yang terkonaminasi kuman leptospira atauurin tikus
saat banjir.
2) Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung.
3) Mencuci atau mandi disungai atau danau.
4) Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan.
5) Petani tanpa alas kaki di sawah.
6) Pembersih selokan.
7) Pekerja potong hewan, ukang daging yang terpajan saat memotong hewan.
8) Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajankarena
menangani ternak atau hewan, terutama saat memerahsusu, menyentuh
hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain
seperti plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius
saat hewan berkemih.
9) Pekerja tambang.
10) Pemancing ikan, pekerja tambak udang atau ikan tawar.
11) Anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan.
12) Tempat rekreasi di air tawar : berenang, arum jeram dan olahraga air lain,
trilomba juang (triathlon), memasuki gua, mendaki gunung. Infeksi
leptospirosis di Indonesia umumnya dengan perantara tikus jenis Rattus
norvegicus (tikus selokan), Rattus diardii (tikus ladang), dan Rattus
exulans Suncu murinus (cecurt).

6. Pencegahan
Menurut Saroso (2003) pencegahan penularan kuman leptospirosis dapat
dilakukan melalui tiga jalur yang meliputi :
Jalur sumber infeksi
a. Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
b. Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti
penisilin,ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi karier
kuman leptospira. Dosis dan cara pemberian berbeda-beda,tergantung jenis
hewan yang terinfeksi.
c. Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan racun
tikus, pemasangan jebakan, penggunaan ondentisida dan predator ronden.
d. Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum
dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian,
sumber penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan
membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus.
e. Mencegah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah,memangkas rumput dan
semak berlukar, menjaga sanitasi,khususnya dengan membangun sarana
pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air
minum yang bersih.
 Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
 Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga tidak
menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan.

Jalur penularan
Penularan dapat dicegah dengan :
a. Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron,
masker).
b. Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester
kedap air.
c. Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan
urin, tanah, dan air yang terkontaminasi.
d. Menumbuhkan kesadara terhadap potensi resiko dan metodeuntuk mencegah
atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau
aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal,
kandung kemih) dengan tangan telanjang, dan jangn menolong persalinan
hewan tanpa sarung tangan.
e. Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat
kontak dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada
terhadap kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
f. Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan
lantai kandang, rumah potong hewan dan lainlain.
g. Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum
yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira.
h. Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk atau
bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira
berkurang.
i. Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air
dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira..
j. Manajemen ternak yang baik.
Jalur pejamu manusia
a. Menumbuhkan sikap waspada
Diperlukan pendekatan penting pada masyarakat umum dan kelompok
resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira. Masyarakat perlu mengetahui
aspek penyakit leptospira, cara-cara menghindari pajanan dan segera ke
sarana kesehatan bila di duga terinfeksi kuman leptospira.
b. Melakukan upaya edukasi
Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosisdilakukan dengan
cara-cara edukasi yang meliputi :
1) Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan,departemen
pertanian, institusi militer, dan lain -lain. Didalamnya diuraikan
mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan diagnosis, terapi
dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula nomor televon yang dapat
dihubungi untuk informasi lebih lanjut.
2) Melakukan penyebaran informasi.

Perilaku Kesehatan
1. Pengertian Perilaku
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi, merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku kesehatan adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman,
serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Perilaku memelihara kesehatan (Health maintanance)
Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh
sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Misalnya
mengelolah tempat pembuangan sampah karena adanya kumpulan sampah di
sekitar rumah akan menjadi tempat yang disenangi tikus dan Keberada an
sampah terutama sampah sisa-sisa makanan yang diletakkan ditempat
sampah yang tidak tertutup akan mengundang kehadiran tikus yang dapat
menyebarkan kuman Leptospira yang berasal dari urin tikus dan
menyebabkan penyakit leptospirosis.
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka
dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat
kesehatan yang seoptimal mungkin.
3) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatang penyakit. Hal ini sangat tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,


atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari
mengobati sendiri ( self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelolah lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya
sendiri,keluarga, atau masyarakatnya. Perilakukesehatan lingkungan ini meliputi
:
1) Perilaku sehubungan dangan air bersih, termasuk di dalamnya komponen,
manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
2) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangku segi-
segi higiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.
3) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang
sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
4) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat,yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, lantai dan sebagainya.
5) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk
(vektor),dans ebagainya (Notoatmodjo,2007).

2. Aspek Perilaku Yang Mempengaruhi Leptospirosis


a. Kegiatan membersihkan lingkungan di sekitar rumah
Kebersihan bukan lagi suatu hal yang asing bagi masyarakat diseluruh dunia,
karena kebersihan merupakan hal penting yang selalu diperhatikan setiap hari
baik dirumah, ataupun dilingkungan sekitar rumah. Kebersihan adalah
keadaan bebas dari kotoran,termasuk di antaranya, tidak ada tikus di dalam
rumah dan sekitar rumah, sampah, karena proses penularan penyakit
disebabkan oleh mikroba, kebersihan juga berarti bebas dari virus, bakteri
patogen, dan bahan kimia berbahaya. Aktifitas menyingkirkan atau
menghilangkan kotoran yang ada di dalam rumah maupun disekitar rumah
baik berupa sampahorganik atau non organik, membersihkan selokan dan
menutup jalur yang lalui tikus saat malam hari (sela-sela dinding dapur,
alamari dan selokan), menggurangi populasi tikus di dalam rumah dan di
sekitar rumah yang pada dasarnya akan memungkinkan terjadinyakontak
langsung maupun tidak langsung dengan air,tanah,tanaman yang
kemungkinan terkontaminasi bakteri leptospira. Menjaga kebersihan dapat
ditempuh dengan cara : mencuci tangan, mencuci alat makan, menyimpan
makanan di tempat yang jauh dari jangkauan tikus, mencuci kaki, dan
membersihkan lingkungan tempat tinggal dari kotoran dan sampah. Dengan
menjaga kebersihan, lingkungan akan menjadi lebih sehat.

b. Pemakaian alat pelindung diri


Memakai alat pelindung diri (APD) seperti sepatu bots, sarung tangan,
pelindung mata, apron, masker saat melakukan kerja bakti atau aktivitas yang
berhubungan dengan air atau lumpur dapat mencengah masuknya bakteri
leptospirosis ke dalam tubuh manusia. Dengan tidak memakai alat pelindung
diri akan mengakibatkan kemungkinan masuknya bakteri leptospira ke dalam
tubuh akan semakin besar. Bakteri leptospira masuk tubuh melalui pori -pori
tubuh terutama kulit kaki dan tangan. Oleh karena itu dianjurkan bagipara
pekerja yang selalu kontak dengan air kotor atau lumpur supaya memakai alat
pelindung diri seperti sepatu bot. Banyak infeksi leptospirosis terjadi karena
berjalan di air dan kebun tanpa alas pelindung diri.

c. Kebiasaan merawat luka


Jalan masuk leptospira yang biasa pada manusia adalah kulit yang terluka
lecet, terutama sekitar kaki dan kelopak mata, hidung, dan selaput lendir
yang terpapar. Apabila terdapat luka di sekitar kaki dapat dicegah dengan
mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan menutup luka dengan plester
kedap air..

d. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga


Sampah rumah tangga adalah sampah yang berbentuk padat yang berasal dari
sisa kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik dan dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga.
Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek perumahan (UU No.
18 tahun 2008). Sampah merupakan sumber penyakit, baik secara langsung
maupun tak langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat
berkembangnya berbagai parasit, bakteri dan patogen, sedangkan secara tak
langsung sampah merupakan sarang berbagai vektor (pembawa penyakit)
seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk. Menurut Reksosoebroto (1985) dalam
Efrianof (2001) pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai kualitas
lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah harus dikelola
dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi
kehidupan tidak sampai terjadi. Dalam ilmu kesehatan lingkungan,suatu
pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadI tempat
berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi
media perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Sampah yang ada di dalam
rumah harus dibuang setiap hari agar tidak menggundang keberadaan tikus
dan harus dipisahkan antara sampah kering dan basah. Adanya kumpulan
sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi tempat yang disenangi tikus.
Tikus senang berkeliaran di tempat sampah untuk mencari
makanan.Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh
negatif bagi kesehatan yaitu sebagai berikut :
 Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai
tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga,
jamur. Sampah yang tidak dikelola dengan baik memungkinkan untuk
mengundang keberadaan tikus atau tempat sarang tikus dan lalat (vektor
penyakit) yang mengandung bibit penyakit seperti tikus membawa kuman
leptospira yang terdapat didalam urin tikus yang dapat menyebabkan
penyakit leptospirosis yang menjadi sarana penularan penyakit.
 Penyakit leptospirosis meningkatkan incidencenya disebabkan vektor tikus
yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan sampahnya
kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan genangan air)
(Dinas Kebersihan, 2009)

Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia (Suryani,2007).
Lingkungan di sekitar manusia dapat dikategorikan menja dilingkungan fisik, biologi,
kimia, sosial budaya (Notoatmodjo, 2003). Jadi lingkungan adalah kumpulan dari
semua kondisi dari luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari
organisme hidup manusia. Lingkungan dan manusia harus ada keseimbangan,
apabila terjadi ketidakseimbangan lingkungan maka akan menimbulkan berbagai
macam penyakit.
Keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan tercipta kondisi sehat
pada seseorang atau masyarakat. Perubahan pada satu komponen akan mengubah
keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan menaikkan atau menurunkan kejadian
penyakit.
1. Faktor Agen (Agent Factor)
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen yang
disebut Leptospira. Leptospira terdiri dari kelompok leptospira patogen yaitu L.
intterogans dan leptospira non-patogenyaitu L. Biflexa (kelompok saprofit).
2. Faktor Pejamu (Host Factor)
Dengan adanya binatang yang terinfeksi bakteri leptospira dimana-mana,
leptospirosis pada manusia dapat terjadi pada semua kelompok umur dan pada
kedua jenis kelamin (laki-laki atau perempuan).
3. Faktor Lingkungan (Environmental Factor)
Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses
terjadinya penyakit. Secara garis besarnya,maka unsur lingkungan dapat dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu:
a. Lingkungan fisik seperti keberadaan sungai yang membanjiri lingkungan sekitar
rumah, keberadaan parit atau selokan yang airnya tergenang, keberadaan
genangan air,jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah.
b. Lingkungan biologi
1) Keberadaan Tikus Ataupun Wirok Di Dalam Dan Sekitar Rumah.
Bakteri leptospira khususnya spesies L. Ichterrohaemorrhagiae banyak
menyerang tikus besar seperti tikuswirok (Rattus norvegicus dan tikus
rumah (Rattus diardii). Sedangkan L. ballum menyerang tikus kecil (mus
musculus). Melihat lima ekor tikus atau lebih di dalam rumah mempunyai
risiko 4 kali lebih tinggi terkena leptospirosis. Melihat tikus di sekitar
rumah mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi terkena leptospirosis.
2) Keberadaan Hewan Piaraan Sebagai Hospes Perantara (Kucing, Anjing,
Kambing, Sapi, Kerbau, Babi).

c. Lingkungan sosial
1) Lama pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam penularan
penyakit khususnya leptospirosis.
Pendidikan masyarakat yang rendah akan membawa ketidaksadaran
terhadap berbagai risiko paparan penyakit yang ada di sekitarnya.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat, akan membawa dampak yang cukup
signifikan dalam proses pemotongan jalur transmisi penyakit leptospirosis.
2) Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan merupakan faktor risiko penting dalam kejadian penyakit
leptospirosis. Jenis pekerjaan yang berisiko terjangkit leptospirosis antara
lain: petani, dokter hewan, pekerja pemotong hewan, pekerja pengontrol
tikus, tukang sampah, pekerja selokan, buruh tambang, tentara,pembersih
septic tank dan pekerjaan yang selalu kontak dengan binatang. Dari
beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa pekerjaan sangat berpengaruh
pada kejadian leptospirosis. Pekerjaan yang berhubungan dengan sampah
mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi terkena leptospirosis, kontak dengan air
selokan mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi terkena leptospirosis,kontak
dengan air banjir mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi terkena
leptospirosis, kontak dengan lumpur mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi
terkena leptospirosis.
3) Kondisi tempat bekerja
Leptospirosis dianggap sebagai penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan.Namun demikian, cara pengendalian tikusyang diperbaiki dan
standar kebersihan yang lebih baik akan mengurangi insidensi di antara
kelompok pekerja seperti penambang batu bara dan individu yang bekerja
di saluranpembuangan air kotor. Pola epidemiologis sudah berubah di
Amerika Serikat,Inggris, Eropa dan Israel, leptospirosis yang berhubungan
dengan ternak dan air paling umum. Kurang dari 20 persen pasien yang
mempunyai kontak langsung dengan binatang; mereka terutama petani,
penjerat binatang atau pekerja pemotongan hewan. Pada sebagian besar
pasien, pemajanan terjadi secara kebetulan, dua per tiga kasus terjadi
pada anak-anak, pelajar atau ibu rumah tangga. Kondisi tempat bekerja
yang selalu berhubungan dengan air dan tanah serta hewan dapat menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya proses penularan penyakit leptospirosis.
Air dan tanah yang terkontaminasi urin tikus ataupun hewan lain yang
terinfeksi leptospira menjadi mata rantai penularan penyakit leptospirosis.
4) ketersediaan pelayanan untuk pengumpulan limbah padat.
5) ketersediaan sistem distribusi air bersih dengan saluran perpipaan.
6) ketersediaan sistem pembuangan air limbah dengan saluran tertutup.

Hubungan perilaku dengan kejadian leptospirosis


Adanya kumpulan sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi tempat yang
disenangi tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan sampah dan
kehadiran tikus merupakan variabel determinan kasus leptospirosis. Adanya
kumpulan sampah dijadikan indi kator dari kehadiran tikus. Perilaku yang sehat
berkaitan dengan sampah adalah s ampah harus diperlakukan dengan benar agar tidak
membahayakan manusia bahkan dapat mendatangkan manfaat. Sampah dikumpulkan
di tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan atau dibuang di lubang tanah dan
menguburnya, sehingga tidak dijangkau serangga dan tikus. Seringkali masyarakat
membuat lubang tanah untuk membuang sampah, namun cara ini tidak sehat
karena adanya kumpulan sampah akan menjadi indikator dari kehadiran tikus serta
menjadi tempat tinggal yang disenangi oleh tikus. Sampah yang sudah terkumpul
diangkut setiap hari ke tempat penampungan sampah sementara atau ke tempat
pembuangan sampah akhir pada suatu lahan yang diperuntukkan atau ke tempat
pengolahan sampah. Bermain di tempat sampah sangat berbahaya apabila tidak
memakai alat pelindung diri karena kuman Leptospira dapat masuk melalui luka.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik
bagi berbagai binatang seperti tikus dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit.
Hasil penelitian keberadaan sampah dilingkungan rumah mempunyai resiko sebesar
8,46 kali untuk terkena leptospirosis. Keberadaan sampah disekitar rumah memiliki
resiko 10,9 kali lebih besar untuk terkena leptospirosis dibandingkan dengan kondisi
tidak ada sampah.

Hubungan lingkungan fisik dengan kejadian leptospirosis


Menurut Dharmojono (2001) dalam Masniari Poloengan, Leptospira menyukai
tinggal di permukaan air dalam waktu lama dan siap menginfeksi calon korbannya
apabila kontak dengannya, karena itu Leptospira sering pula disebut sebagai penyakit
yang timbul dari air (water born disease). Hewan penderita harus dijauhkan dari
sumber-sumber air yang menggenang karena Leptospira tumbuh dengan baik di
permukaan air khususnya air tawar selama lebih satu bulan tetapi dalam air laut akan
mati. Menurut Hadisaputro (2002) faktor resiko lingkungan fisik leptospirosis adalah
sebagai berikut :
1. Keberadaan badan air atau sungai
Keberadaan sungai atau badan air dapat menjadi media penularan leptospirosis
secara tidak langsung. Peran sungai sebagai media penularan penyakit leptospirosis
terjadi ketika air sungai terkontaminasi oleh urin tikus atau hewan peliharaan
yang terinfeksi bakteri leptospira sehingga cara penularannya disebut Water-
Borne Infection. Untuk terjadinya penularan melalui badan air atau sungai
berkaitan erat dengan kebiasaanatau aktivitas penduduk terkait penggunaan air di
badan air atau sungai. Kotoran yang berasal dari hewan dan orang yang
mengandung bakteri dan virus dapat dihanyutkan dalam sungai yang biasa
terdapat dalam tangki tinja dan di dalam sumur atau mata air yang tidak terli
ndungi. Menurut Anderson(2004), tempat tinggal yang dekat dengan sungai
mempunyai risiko 1,58 kali lebih tinggi terkena leptospirosis.

2. Keberadaan parit atau selokan


Parit atau selokan merupakan tempat yang sering dijadikan tempat tinggal tikus
ataupun merupakan jalur tikus masuk ke dalam rumah. Hal ini dikarenakan kondisi
buangan air dari dalam rumah umumnya terdapatsaluran yang terhubung dengan
parit atau selokan di lingkungan rumah. Peran parit atau selokan sebagai media
penularan penyakit leptospirosis terjadi ketika air pada parit atau selokan
terkontaminasi oleh urin tikus atau hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri
Leptospira. Kondisi selokan yang banjir selama musim hujan mempunyai risiko 4
kali lebih tinggi terkena leptospirosis dan tempat tinggal yang dekat dengan
selokan air mempunyai risiko 5 kali lebih tinggi terkena leptospirosis.Menurut
penelitian Rejeki (2005) faktor resiko kejadian leptospirosis berat adalah jarak
rumah dengan parit atau selokan ≤ 2 meter.

3. Genangan air
Keberadaan genangan air menjadi peranan dalam penularan penyakit
leptospirosis karena dengan adanya genangan air menjadi tempat berkembang
biaknya bakteri Leptospira dari hewan baik tikus maupun hewan peliharaan
seperti kucing, anjing dan kambing yang melewatinya. Peran keberadaan
genangan air di sekitar rumah sebagai jalur penularan penyakit leptospirosis
terjadi ketika genangan air tersebut terkontaminasi oleh urin tikus atau hewan
peliharaan yang terinfeksi bakteri Leptospira. Melalui pencemaran air dan
tanah oleh urin tikus yang terdapat di genangan air akan mempermudah
masuknya bakteri Leptospira ke dalam tubuh manusia karena terjadinya kontak
langsung maupun tidak langsung dengan tikus maupun hospes perantara.
Bakteri Leptospira khususnya species L. icterrohaemorrhagiae banyak
menyerang pada tikus got (Ratus norvegicus) dan tikus rumah (Ratus diardi)
Sedangkan L. Ballummenyerang tikus kecil (Mus musculus). Biasanya yang
mudah terjangkit penyakit leptospirosis adalah usia produktif dengan
karakteristik tempat tinggal: merupakan daerah yang padat penduduknya,
banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air maupun
lingkungan kumuh. Tikus biasanya kencing di genangan air. Lewat genangan
air inilah bakteri leptospira akan masuk ke tubuh manusia. Beberapa hasil
penelitian, orang yang di sekitar rumahnya terdapat genangan air mempunyai
risiko 4,1 kali terkena leptospirosis daripada orang yang di sekitar rumahnya
tidak terdapat genangan air. Sebagian besar keberadaan genangan air tersebut
berasal dari air huja n. Menurut penelitian Priyanto (2007) dan penelitian
Ningsih (2009) faktor resiko kejadian leptospirosis adalah adanya genangan air
disekitar rumah.

4. Jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah


Tikus senang berkeliaran di tempat sampah untuk mencari makanan. Jarak
rumah yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah mengakibatkan tikus
dapat masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang
kurang dari 500 m dari tempat pengumpulan sampah menunjukkan kasus
leptospirosis lebih besar dibanding yang lebih dari 500 meter.

B. HASIL PEMBAHASAN (HASIL PELAKSANAAN)


1. Unit Kesehatan Lingkungan
a. Pelaksanaan Kegiatan
Survei TTU (Tempat-tempat Umum) / (berkolaborasi dengan kesling)
 Tujuan : Diketahuinya resiko penyakit yang terjadi di tempat-tempat umum.
 Jenis TTU : 2 Tempat Wisata, Candi Ijo,Tebing Breksi
Dari hasil pengamatan,resiko penyakit yang dapat ditimbulkan dari tempat
umum Candi Ijo,yaitu DBD dikarenakan kondisi tempat penyimpanan air
terdapat banyak jentik dimana drum tempat penyimpanan air yang tidak ditutupi.
Tebing Breksi,merupakan tempat wisata yang sangat ramai dikunjungi,sehingga
rentan untuk terkontaminasi dengan penyakit yang bisa menular,seperti :
TB,ISPA,DIARE,KERACUNAN MAKANAN,KECACINGAN,DBD.
Agen Penyakit : 1. Kimia : Peptisida,Logam Berat,Gas beracun,dll. 2.
Fisik: Suhu,Kebisingan,Radiasi,dll. 3. Biologi : Virus,Bakteri,Jamur,Parasit.
Media Transmisi: Udara,Air,Pangan,Serangga/Vektor,Manusia.Penyakit
Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau
morfologisuatu organ tubuh manusia dengan segala sesuatu yang disekitarnya
yang memiliki potensi penyakit.

2. Pengukuran Kepadatan Lalat


a. Lalat
Lalat adalah jenis serangga yang berasal dari sub ordo Cyclorrapha ordo
Diptera. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat
hinggap disuatu tempat,kurang lebih 125.000kuman yang jatuh ke tempat
tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatannya untuk bertahan hidup. Mata
lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Siklus hidup lalat
dimulai dari telur,telur lalat membutuhkan 1 hari untuk menetaskan larva dan
diperlukan waktu 3-5 hari untuk berubah dari larva menjadi pupa atau
kepompong dan pada hari ke-7 pupa tersebut berubah menjadi lalat dewasa.
Lalat dewasa dapat hidup selama 21 hari . Tapi pada kondisi yang sejuk umur
lalat dapat mencapai 3 bulan. Tempat berkembang biak (breding site) dari lalat
adalah tempat-tempat yang kotor seperti kotoran manusia/hewan dan sampah dri
sisa-sisa makanan,sisa daging. Ini disebabkan adanya proses fermentasi menarik
perhatian lalat. Namun lalat juga hewan yang menyukai makanan manis.
 Tujuan Praktek
Mengetahui tingkat kepadatan lalat di TPS Pasar Tradisisonal dan untuk
mengetahui penyakit yang disebabkan oleh lalat.
Hari/Tanggal : selasa,14 februari 2017
Lokasi : Pasar Tradisional Protojaya
Waktu : 12.15 WIB- Selesai
 Peralatan
1. Fly Grill
2. Masker
3. Stopwatch
4. Alat Tulis

3. Unit Pencegahan dan Penyakit di Puskesmas


a. Program Kerja Prioritas
Dalam mencegah penyakit menular,unit pencegahan pemberantasan penyakit di
Puskesmas Prambanan mempunyai program kerja antara lain :
1) Pembinaan dan penyuluhan
2) Pemantauan Jentik berkala didusun dan institusi
3) Membentuk Dusun Tanggap DBD
4) Pertemuan Lintas Program
5) Pertemuan lintas Sektoral

b. Pelaksaan Kegiatan
Pembinaan dan Penyuluhan kader dilaksanakan sekali sebulan,sedangkan
penyuluhan kepada masyarakat dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan
Posyandu/pusling,atau sesuai dengan peminatan masyarakat. Jika terdapat kasus
penyakit yang berpotensi wabah, Puskesmas melakukan tindak lanjut ke
lapangan maupun penyuluhan.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada unit pencegahan dan pemberantasan
penyakit adalah sebagai berikut:
1) Pemantauan angka bebas jentik (AJB)
Pemantauan angka bebas jentik (AJB) dilaksanakan di Prambanan
 Hari/tanggal : Kamis, 8 februari 2017
 Waktu : 09-00 sampai selesai
 Tempat : Desa: Madurejo, Kec: Prambanan, Dusun: Candi ingo

4. Unit penyuluhan kesehatan masyarakat di Puskesmas


a. Program kerja PKM baik dalam gedung maupun diluar gedung.
 Kegiatan dalam gedung
 Rekapitulasi PHBS
 Merancang media promosi kesehatan
 Membuat laporan PAK
b. Kegiatan luar gedung
 Pendataan PHBS
 Advokasi, binasuasana, gerakan pemberdayaan masyarakat (termasuk
pelatihan, penyuluhan, kegiatan lintas sektor)
 Distribusi media (poster,leaflet)

5. Pelaksanaan kegiatan
a. Tujuan praktek
Memberikan pengetahuan dan wawasan kepada ibu rumah tangga agar dapat
mengetahui pentingnya PHBS untuk pencegahan penyakit.
b. Kegiatan praktek
 Hari/tanggal : 11 februari 2017
 Waktu : 08-00 sampai selesai
 Tempat : Posyandu Anyer Putih Nogosari,Madurejo Prambanan
b. Hasil kegiatan:\
Penyuluhan yang dilaksanakan di Posyandu Anyelir Putih,Madurejo diikuti oleh
33 Ibu Rumah Tangga.

Pelaksanaan kegiatan
 Tujuan : Survei ke tempat kejadian dan memberikan informasi tentang apa itu
leptospirosis bagaimana penyebabnya dan penularannya.Kunjungan kasus
Leptospirosis dirumah warga dimana kasus penderita meninggal.
 Kegiatan Praktek
o Hari/Tanggal : Selasa 14 februari 2017
o Waktu : 09.00-11.30
o Lokasi :
Tindak lanjud yang dibuat pihak Puskesmas yaitu Melakukan penyuluhan ke
warga masyarakat agar tidak terjadi peningkatan kasus dan kematian.

6. Praktek Pengukuran Air, Kelembaban Suhu, Pencahayaan, Kebisingan


 Tujuan Praktek
Mengetahui cara pengukuran,mengetahui standar pengukuran,mengenal alat-alat
pengukuran dll.
 Kegiatan Praktek
Hari/tTanggal : 14 Februari 2017
Waktu : 09.00-09.45 WIB
PUSKESMAS NGEMPLAK I

Oleh

RETZA AGRARYANI

0130740104

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 165


BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
1. Kegiatan UKP
a. Penyuluhan langsung terhadap pasien
b. Penginformasian tentang kesehatan
2. Kegiatan UKM
a. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi
b. Melakukan pemantauan epidemiologi
c. Melakukan fogging fokus
d. Penyuluhan terhadap masyarakat setempat
e. Penanggulangan TBC
Standart Prosedur Operasional yang ada pada Puskesmas Ngemplak I :
1. Alur Pengeluaran Bubuk Abate
Tujuan: Melakukan pendistribusian abate kepada wilayah yang ABJ (Angka Bebas
Jentik) <95%.
Prosedur:
a. Kader yang melakukan pemantauan jentik berkala (tiap bulan) melaporkan
kepada petugas kesling puskesmas
b. Petugas kesling puskesmas melakukan analisis pada sumber data yang di dapat
dari kader.
c. Apabila di peroleh nilai ABJ < 95% dilakukan tindak lanjut dengan pemberian
bubuk abate.
d. Dilakukan evaluasi terhadap wilayah yang diberi abate selama satu bulan.

2. Alur Pemantauan Jentik Berkala (PJB)


Tujuan: Dapat melakukan pemantauan jentik pada wilayah kerja secara rutin.
Prosedur:
a. Koordinator UKM membuat rencana pemantauan jentik dalam kurun waktu 1
tahun kalender kerja pada wilayah kerja
b. Pemantauan dilakukan oleh petugas sesuai jadwal yang dibuat
c. Hasil pemantauan dianalisa, apabila ABJ < 95% dilakukan tindak lanjut.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 166


d. Hasil pemantauan dilaporkan secara tertulis oleh petugas kepada koordinator
UKM dan Dinkes Sleman bagian P2M.

3. Alur Penyelidikan Epidemiologi (PE Demam Berdarah)


Tujuan: Dapat melakukan pemantauan jentik, pemantauan lingkungan, pemantauan
masyarakat diwilayah terkena penyakit.
Prosedur:
a. Laporan kasus demam berdarah yang bersumber dari KDRS rumah sakit atau
masyarakat, kader, internal
b. Koordinator UKM menerima laporan dan melakukan tindak lanjut
c. Koordinator UKM melakukan koordinasi dengan petugas P2M Epidemiologi
dan Kesling untuk melakukan kegiatan PE (pemantauan Epidemiologi di lokasi
kejadian seusai dengan KDRS)
d. Melakukan Evaluasi Hasil PE
1) Apabila hasil PE menunjukkan nilai ABJ 95% atau lebih dan ada penderita
yang panas dari keluarga pasien dilakukan penyuluhan
2) Apabila hasil PE menunjukkan nilai ABJ <95% dan ada penderita yang
panas dari keluarga pasien dilakukan penyuluhan dan fogging focus.
e. Apabila ada satu penderita demam berdarah meninggal/DSS (Dengue Shock
Syndrom) atau ada satu penderita Demam Berdarah positif dengan dukungan
laboratorium (AT < 100.000 sel/mm3/HMT meningkat 10%) dilakukan
fogging focus.
4. Penanggulangan Vektor
Tujuan: Agar tidak terjadi penularan lebih luas lagi atau wabah penyakit DBD
Prosedur:
a. Petugas melakukan persiapan
1) Membuat surat pemberitahuan
2) Menyiapkan petugas
3) Menyiapkan alat dan bahan
b. Petugas melakukan fogging yang pertama dimulai kurang lebih jam 05.00
WIB/ setelah subuh.
c. Petugas melakukan koordinasi dengan pak dukuh/RW/RT/Pemandu
1) Petugas melakukan Laporan Pelaksana Fogging

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 167


2) Petugas melakukan Pelaksanan Fogging Ulangan

5. Surveilans Epidemiologi
Tujuan: Untuk mendapatkan informasi sumber infeksi, kondisi lingkungan, terjadi
penularan penyakit
Prosedur:
a. Petugas melakukan konfirmasi informasi
b. Petugas melakukan informasi kasus kadang-kadang tidak lengkap bahkan
tidak jelas, untuk itu maka perlu konfirmasi tentang kejelasan informasi
c. Petugas melakukan informasi ini didapat dari masyarakat baik lisan maupun
tertulis serta dari fasilitas pelayanan kesehatan berupa
1) Petugas melakukan Laporan KLB (W1)
2) Petugas melakukan Laporan Mingguan Wabah (W2)
3) Petugas melakukan Laporan STP
4) Petugas menerima Laporan kasus DBD dengan dilampiri KDRS
5) Petugas melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
6) Petugas selalu siap (instrumen PE).

B. HASIL
Hasil kegiatan yang kami peroleh adalah sebagai berikut :
1. Mengikuti kegiatan Puskesmas Keliling
2. Melakukan penyelidikan epidemiologi DBD dan Diare
Mempelajari cara Penyelidikan Epidemiologi. Petugas Menjelaskan tentang
penyelidikkan Epidemiologi kemudian melakukan praktek langsung dilapangan
PE TB di Dusun Kalibulus dan PE DBD di Dusun Krebet . Hasilnya mahasiswa
mengetahui dan memahami alur penyelidikan epidemiologi serta mengetahui
cara melakukan penyelidikkan epidemiologi.
3. Melakukan Pemantauan jentik berkala (PJB)
Melakukan Pemantauan Jentik Berkala. Melakukan Pemeriksaan dengan
mengunjungi rumah warga langsung dan mengecek apakah bak mandi, bak
penampungan, ember, dll terdapat jentik atau tidak. Hasilnya mahasiswa
mengerti cara melakukan Pemantauan Jentik Berkala

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 168


4. Mengikuti dan meninjau langsung sanitasi tempat-tempat umum (STTU) pada
Candi Morangan dan penjual kripik jamur
5. Jumantik cilik (Juru Pemantauan Jentik) pada anak usia sekolah
Mengikuti kegiatan Jumantik (Juru Pemantauan Jentik) pada anak usia sekolah
yang dilakukan di Dusun Kejambon Kidul, Jumantik termasuk salah satu
program yang dilakukan dalam kegiatan Pemantauan Jentik Berkala.
6. Mempelajari Trend penyakit yang sedang tinggi di Puskesmas Ngemplak I.
Mahasiswa mengetahui trend penyakit yang sedang menjadi masalah di
Puskesmas Ngemplak I melalui data yang diberikan seperti profil puskesmas,
grafik jumlah kasus dan laporan penyakit tahunan. Hasilnya mahasiswa
mengetahui penyakit-penyakit yang menjadi masalah dan dihadapi oleh petugas
di puskesmas.
7. Mempelajari mengenai Imunisasi dan UCI . Kegiatan imunisasi dilakukan
setiap hari Selasa. Petugas Puskesmas memberikan penjelasan UCI, macam-
macam Imunisasi yang ada di Puskesmas dan fungsinya. Hasilnya mahasiswa
menjadi tahu perbedaan PWS Imunisasi dan UCI, macam-macam Imunisasi
yang ada di puskesmas.

C. PEMBAHASAN
1. Trend Penyakit
Trend penyakit di Puskesmas Ngemplak I untuk penyakit menular yaitu DBD,
Diare dan Campak. Untuk penyakit tidak menular yaitu Diabetes melitus,
Hipertensi dan Jantung.
Khusus Penyakit DBD :

Grafik Jumlah Kasus DBD


Tahun 2013-2016
8

6 2013

4 2014
2015
2
2016
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber: Data tahunan Kasus DBD Puskesmas Ngemplak I

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 169


Grafik Pola Max-Min
Tahun 2013-2015
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

max min 2016

Sumber: Data tahunan Kasus DBD Puskesmas Ngemplak I


Pola penyakit atau kasus DBD dilihat dari segi orang kebanyakan menyerang
perempuan. Di tahun 2016 kasus DBD terjadi peningkatan kasus dari bulan Maret, Mei,
Juni, Desember, kasus paling tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 7 kasus di tahun
2016.
2. Imunisasi
Pelayanan imunisasi dilakukan setiap hari Selasa di ruang pelayanan KIA Puskesmas
Ngemplak I. Macam-macam imunisasi yang ada di Puskesmas Ngemplak I yaitu
Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi yang ada di Puskesmas Ngemplak I
menggunakan Universal Child Imunization (UCI) sasarannya adalah semua bayi yang
ada di wilayah setempat seperti di Kecamatan Ngemplak I yang memiliki 2 dusun yaitu
Dusun Bimomartani, Umbulmartani, dan Dusun Sindumartani. UCI dari masing-masing
dusun harus mencapai target. Tahun 2016 hasl UCI di Dusun Bimomartani dan
Umbulmartani mencapai 100% sedangkan di Dusun Sindumartani mencapai 99%
dikarenakan ada 1 bayi yang tidak mau diimunisasi.
Di Puskesmas Ngemplak I mempunyai program Imunisasi yang disebut Imunisasi
booster (ulangan) sasarannya pada usia 18 bulan hingga 3 tahun dengan pemberian
vaksin DPT (satu kali) dan vaksin campak pada usia 2-3 tahun (program ini baru
dilakukan Puskesmas Ngemplak I selama 2 tahun).
Tersedia data BIAS (Bulan Imunisasi anak sekolah) untuk anak sekolah dasar dari
kelas 1 sampai kelas 3 SD. Sehingga petugas puskesmas dapat memantau bayi dan anak
sekolah yang belum mendapatkan imunisasi dan upaya pencegahan dapat dilakukan
untuk menghindari penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi
Tahun 2017 akan diadakan program baru dari imunisasi yaitu program MR (Measles
Rubella) yang akan launchingpada bulan September dan Oktober tahun ini, sasarannya

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 170


pada usia 9 bulan hingga 15 tahun pelaksanaannya di Posyandu, Paud, TK, SD, dan
SMP.
PWS Imunisasi di Puskesmas Ngemplak I disini tidak begitu menonjol karena
menggunakan UCI, UCI hampir sama isinya dengan PWS Imunisasi. UCI lebih
terperinci dibandingkan PWS Imunisasi. Perbedaan UCI dengan PWS Imunisasi adalah
jika pada PWS bayi yang lahir di wilayah tersebut walaupun sudah pindah dari wilayah
itu akan tetap dihitung sedangkan UCI tidak demikian.
3. Sistem Kewaspadaan Dini
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian secara terus
menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah : data surveilans
epidemiologi penyakit berpotensi KLB ; kerentanan masyarakat seprti status gizi
yang buruk, imunisasi yang tidak lengkap, personal hygine yang buruk.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada
daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3-6 bulan yang akan datang )
dan disampaikan kepada semua unit terkai di Dinas Kesehatan Kab/kota, Provinsi
dan Depkes RI, sektor terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di unit pelayanana kesehatan dan
program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan dan
kelompok. Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap
penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang akan
datang) agar terjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan
perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.
a. Deteksi dini KLB
Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB
deengan mengidentifikasi kasus berpotensi kLB, pemantauan wilayah
setempat terhadap penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan
dugaan KLB
b. Indikator Kinerja Sistem Kewaspadaan Dini KLB
1) Kajian dan peringatan kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-
tidaknya setidap bulan dilaksanakan oleh Dinkes Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Depkes RI
2) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit berpotensi KLB prioritas
di Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 171


3) Kegiatan penyelidikan dan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat
terlaksana kurang dari 24 jam sejak teridentifikasi adanya KLB atau
dugaan KLB
4) Tidak terjadi KLB yang besar dan berkepanjangan
c. Salah satu Sistem Kewaspadaan dini untuk Pencegahan pada KLB DBD
Dini di Puskesmas Ngemplak I berupa Abate, penyuluhan, pemantauan
jentik berkala (PJB), pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

4. Sistem Surveilans
a. Pengertian
Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus
terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya
dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangannya (Noor, 1997).
b. Kegunaan Surveilans Epidemiologi
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak
diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit mneular, maupun terhadap upaya kesehatan
lainnya untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga
membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi
epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam :
1) Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit
menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku
kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2) Melaksanakan sistem kewaspadaan dini dan kejadian luar biasa
penyakit dan keracunana serta bencana.
3) Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan
program surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 172


c. Tujuan Surveilans Epidemiologi
1) Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai
risiko tebesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis
kelamin, pekerjaan dan lain-lain.
2) Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan
karakteristiknya
3) Untuk memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan bisa
berlangsungnya transmisi penyakit
4) Untuk mencatat kejadiaan penyakit secara keseluruhan
5) Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara
penularaannya, ditribusinya.
d. Tahap Pelaksanaan
1) Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
a) Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Surveilans Desa
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh
kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan
pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus.
Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan
terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan
pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya
dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat
tergantung dari kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi
ancaman di masing-masing desa.
Hasil pengamatan atau pemantauan dilaporkan secara berkala
sesuai kesepakatan (perminggu/ perbulan/ bahkan setiap saat) ke
petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan berupa
informasi :
a. Nama penderita
b. Penyakit yang dialami/ gejala
c. Alamat
d. Umur
e. Jenis kelamin

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 173


f. Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita
b) Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes
Kegiataan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif
petugas kesehatan/ surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang
dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah :
a. Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan
pasien dan dari laporan warga masyarakat
b. Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan
menggunakan data laporan tersebut diatas dalam bentuk data
mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan
suatu penyakit.
c. Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke
Puskesmas (mingguan/bulanan)
d. Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan
diketahui lokasi penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi
fokus area intervensi.
e. Memberikan informasi/ rekomendasi secara berkala kepada kepala
desa tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada
saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan
solusi permasalahan terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.
f. Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman
akan terjadinya KLB. Respon cepat berupa penyelidikan
epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat
pusekesmas
g. Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit.
c) Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas
surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa
pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit,
yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans
puskesmas diharuskan :

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 174


1. Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya
melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan
data W2 (data mingguan).
2. Membuat peta daerah rawan penyakit
3. Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk
memecahkan permasalahan penyakit di wilayahnya
4. Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan
respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ anacaman KLB di
wilayahnya
5. Melakukan pembinaan kegiatan surveilans secara berkala kepada
petugas di Poskesdes
6. Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).
d) Salah satu kegiatan Sistem Surveilans yang ada Pada Puskesmas
Ngemplak I yaitu Penyelidikan Epidemiologi. Alur pelaporan dari
Laporan Surveilans (penyelidikkan epidemiologi) di laporkan setiap
bulan sekali. Untuk kasus TBC dilaporkan setiap triwulan dan laporan
DBD, Diare dan Campak dilaporkan bulanan, dan PWS Imunisasi
dilaporkan setiap minggunya (perminggu) kemuadian semua laporan
dikirimkan ke Dinas Kesehatan.
Adapun Kegiatan Khusus di Puskesmas Ngemplak I yaitu pemeriksaan
VCT pada penderita HIV/AIDS dan pemeriksaan untuk penderita TB
yang dilakukan setiap hari Senin dan Kamis.

5. Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB)


a. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau
survei yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah
kesehatan atau penyakit secara lebih menyeluruh.
Tujuan dalam PE : mendapatkan besaran masalah yang sesungguhnya,
mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit, mendaptkan gambaran
kasus menurut variabel epidemiologi, mendapatkan informasi tentang faktor
risiko (lingkungan, vektor, perilaku dna lain-lain) dan etiologi.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 175


Alur Penyelidikan Epidemiologi dan pengamatan kasus DBD di
Puskesmas Ngemplak I :
1) Adanya keterangan diagnosa dari Rumah sakit (KDRS) yang dikirim ke
Puskesmas atau lapangan laporan dari warga yang terindikasi penyakit
menular (1 x 24 jam harus dilakukan)
2) Ke lokasi terjadinya KLB dan bekunjung ke penderita (melakukan Cross
check ke tempat kejadian)
3) Petugas Epidemiologi puskesmas melakukan Penyelidkan Epidemiologi/
Kunjungan Rumah( 20 Sampel KK), kemudian melakukan pemantauan
pemerikasaan jentik berkala (PJB) di sekitar daerah kasus. Apakah ada
kaitan atau tidak.
4) Melakukan analisa dan evaluasi apabila memungkinkan akan dilakukan
fogging fokus jika tidak, petugas akan memberikan informasi kepada
tokoh masyarakat( isi dari penyuluhan memperkuat penanganan secara
PSN) .
Adapun Kriteria fogging :
1) Adanya penderita panas lebih dari satu
2) Angka bebas jentik ≤ 95%
3) Adanya 1 penderita positif DBD
4) Adanya 1 penderita DBD yang meninggal dari KDRS

Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama yaitu


penyelidikan, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB. Untuk setiap
kasus DBD harus dilakukan penyelidikan epidemiologi meliputi rdius 100
meter dari rumah penderita. Apabila ditemukan bukti-bukti penularan yaitu
adanya penderita DBD lainnya, ada 3 penderita demam atau ada faktor risiko
yaitu ditemukan jentik, maka dilakuakn penyemprotan dengan siklus 2 kali
disertai larvasidasi dan gerakan PSN.

7. Kejadian Luar Biasa (KLB)


Kejadian Luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor
560/Menkes/Per/VIII/1989. KLB penyakit menular merupakan indikasi

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 176


ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang
menjadi suatu wabah. Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan
KLB apabila, memenuhi kriteria sebgai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak
dikenal
b. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus menerus selama 3 kurun
waktu
c. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, 2 kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun)
d. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya
e. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua
kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dalam
tahun sebelumnya.
f. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR
dari periode sebelumnya
g. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua atau lebih dibanding periode, kurun waktu
atau tahun sebelumnya.

Penyakit-penyakit menular yang berpotensi KLB :


a. Penyakit karantina antara lain adalah DHF, Campak, Rabies, Tetanus
Neonatorum, Diare, Pertusis, Polio
b. Penyakit potensi KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau
mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk eliminasi
dan memerlukan tindakan segera adalah Malaria, Frambusia, Influenza,
Anthrax, Hepatitis, Typhus Abdominalis, Meningitis, Keracunan,
Encephalitis, Tetanus.
c. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi KLB tetapi
diprogramkan meliputi Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis,
Gonorhoe, Filariasis dan AIDS.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 177


Penyelidikan Epidemiologi yang ada pada Puskesmas Ngemplak I sebagai
berikut :
a. Penyelidikan Epidemiologi DBD
b. Penyelidikan Epidemiologi Campak
c. Penyelidikan Epidemiologi Diare
d. Penyelidikan Epidemiologi Hepatitis A
e. Penyelidikan Epidemiologi Keracunan makanan
f. Penyelidikan Epidemiologi Leptospirosis dan penyakit lainnya jika ada
kasus yang terjadi.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 178


PUSKESMAS NGEMPLAK II

Oleh

TRI FURIANTO WIBOWO

0130740121

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 179


BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
Tugas petugas Epidemiologi di Puskesmas Ngemplak II:
1. Mengidentifikasi kasus penyakit menular
2. Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan pengamatan
3. Menganalisis hasil
4. Menyampaikan hasil analisa kepada masyarakat, lintas program, dan lintas sektoral.

Penyelidikan Epidemiologi yang ada di Puskesmas Ngemplak 2:


1. Penanggulangan Penyakit TBC
Tujuan: Memberikan pedoman pelayanan kesehatan terutama Pengobatan TB sesuai
dengan strategi DOTS untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan mata rantai penularan serta mencegah terjadinya MDR TB.
Prosedur:
a. Kegiatan dalam gedung
1) Melakukan penjaringan pasien suspek TB
2) Melakukan pencatatan di TB 06 (buku suspek)
3) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk periksa dahak (TB 05)
4) Laboratorium Pemeriksa dahak (SPS)
5) Melakukan Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi pengobatan
6) Melakukan edukasi pada pasien tentang TB
7) Melakukan kolaborasi dengan petugas PE
8) Melakukan kolaborasi dengan petugas sanitasi
9) Melakukan pencatatan dalam TB 06, 04,01,02 dan TB 03 UPK.
10) Melaksanakan Laporan Triwulan ke Dinkes

b. Kegiatan luar gedung


1) Kunjungan rumah
2) Melakukan wawancara dengan keluarga penderita TB
3) Mengisi format contak tracing
4) Mengirim keluarga pasien ke Puskesmas yang emenuhi kriteria suspek
5) Bagi penderita sebaiknya memakai masker
6) Masalah kontak denga penderita, disarankan memakai masker dan menjaga
kebersihan lingkungan, ventilasi dan penchayaan ruangan.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 180


2. Penyelidikan Epidemiologi Chikungunya
Tujuan: Pengumpulan data dan mengetahui gambaran epidemiologi yang meliputi waktu
kejadian, tempat kejadian dan jumlah orang yang menderita.
Prosedur:
a. Menerima laporan dari:
1) Dokter umum di poli umum
2) Masyarakat
3) Rumah Sakit
b. Menyiapkan form PE demam Chikungunya
c. Melaporkan kasus kepada kadus, RT atau kader kesehatan untuk meminta izin
melaksanakan penyelidikan epidemiologi
d. Melakukan wawancara sesuai form PE demam chikungunya
e. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap:
1) Penderita Demam Chikungunya
2) Tempat tinggal penderita
3) Lingkungan sekitar penderita
f. Pencarian penderita baru disekitar penderita berdasarkan gejala/tanda klinis, meliputi:
1) Demam Tinggi
2) Ruam
3) Nyeri sendi
4) Tanda pendarahan
g. Melakukan analisis data dan menyimpulkan hasiil penyelidikkan epidemiologi
h. Melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi kepada Kadus, RT atau kader kesehatan.
i. Membuat laporan hasil penyelidikan epidemiologi yang meliputi:
1) Diagnosis KLB Demam Chikungunya
2) Distribusi Gejala
3) Kurva Epidemi KLB Demam Chikungunya menurut tanggal mulai sakit atau
tanggal berobat kasus dengan gejala demam dan ruam
4) Gambaran epidemiologi menurut wilayah dan umur
5) Rencana tindak lanjut
j. Memberikan laporan kepada kepala Puskesmas, kepala dusun
k. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Sleman melalui EWARS atau W2

3. Penyelidikan Epidemiologi Hepatitis A


Tujuan: Tersedianya data dan informasi epidemiologi dasar sebagai bahan manajemen
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 181


evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta penanggulangan kejadian
luar biasa yang cepat dan tepat.
Prosedur:
a. Menerima laporan/informasi dari fasilitas kesehatan atau dari masyarakat sesuai
kriteria uuntuk melakukan PE
b. Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi kasus Hepatitis A
1) Kunjungan Rumah
2) Lapor/ Pemberitahuan/ijin Kepada Kadus/RW/RT atau Kader kesehatan untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi.
c. Melakukan wawancara sesuai dengan penderita sesuai dengan format PE hepatitis A
d. Melakukan pencarian pengembangan kasus
e. Menganalisa hasil wawancara, dan menyimpulkan hasil PE Hepatitis A
f. Mencatat dan melaporkan hasil PE, kepada Kepala Puskesmas
g. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten melalui W1/ W2 dan EWARS serta
h. Melakukan Pemantauan kasus sampai kurang lebih 2 bulan sejak kasus pertama

4. Penyelidikan Epidemiologi Keracunan Makanan


Tujuan: Pengumpulan data dan mengetahui gambaran Epidemiologi yang meliputi waktu
kejadian, tempat kejadian dan jumlah orang yang menderita.
Prosedur:
a. Menerima Laporan adanya KLB keracunan makanan, dengan Kriteria: terdapat dua
orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir
sama setelah megkonsumsi suatu makanan
b. Menyiapkan Format PE
c. Melaporkan/ pemberitahuan/ ijin kepada atasan langsung, pimpinan terkait untuk
melakukan penyelidikan epidemiologi
d. Mengamankan sampel berupa muntahan/ sisa makanan yang dimakan
e. Memberikan pertolongan berupa pengobatan kepada penderita ke unit pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi
f. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap penderita
g. Melkukan wawancara sesuai form PE
h. Melakukan penyelidikan terhada lingkungan sekitar
i. Melakukan analisa hasil PE
j. Melaporkan hasil PE

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 182


5. Penyelidikan Epidemiologi Leptospirosis
Tujuan: Pengumpulan data dan mengetahui gambaran Epidemiologi yang meliputi waktu
kejadian, tempat kejadian dan jumlah orang yang menderita.
Prosedur:
a. Menerima laporan dari:
1) Dokter umum di poli umum
2) Masyarakat
3) Rumah Sakit
b. Menyiapkan form PE Leptospirosis
c. Melaporkan kasus kepada kadus, RT atau kader kesehatan untuk meminta izin
melaksanakan penyelidikan epidemiologi
d. Melakukan wawancara sesuai form PE Leptospirosis
e. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap:
1) Penderita Leptospirosis
2) Tempat tinggal penderita
3) Tempat bekerja penderita
f. Lakukan isolasi pada penderita yang meliputi tindakan kewaspadaan terhadap darah
dan cairan tubuh.
g. Pencarian penderita baru disekitar penderita berdasarkan gejala/tanda klinis, meliputi:
1) Demam Tinggi
2) Nyeri kepala
3) Myalgia
4) Nyeri perut
5) Mual
6) Muntah
h. Melakukan analisis data dan menyimpulkan hasiil penyelidikkan epidemiologi
i. Melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi kepada Kadus, RT atau kader kesehatan.
j. Membuat laporan hasil penyelidikan epidemiologi yang meliputi:
1) Diagnosis KLB Leptospirosis
2) Penyebaran kasus menurut waktu, wilayah geografi, umur dan faktor lainnya
3) Peta wilayah berdasarkan faktor resiko antara lain daerah banjir, pasar, sanitasi
lingkunagn, dsb
4) Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi
5) Rencana tindak lanjut
k. Memberikan laporan kepada kepala Puskesmas, kepala dusun
l. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Sleman melalui EWARS atau W2

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 183


6. Penyelidikan Epidemiologi Diare
Tujuan: Tersedianya data dan informasi epidemiologi dasar sebagai bahan manajemen
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta penanggulangan kejadian
luar biasa yang cepat dan tepat.
Prosedur:
a. Menerima laporan/informasi dari poli klinik pusk atau dari masyarakat sesuai kriteria
uuntuk melakukan PE
b. Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi kasus Diare
1) Kunjungan Rumah
2) Lapor/ Pemberitahuan/ijin Kepada Kadus/RW/RT atau Kader kesehatan untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi.
c. Melakukan wawancara sesuai dengan penderita sesuai dengan format PE Diare
d. Melakukan pencarian pengembangan kasus
e. Menganalisa hasil wawancara, dan menyimpulkan hasil PE Diare
f. Mencatat dan melaporkan hasil PE, kepada Kepala Puskesmas
g. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten melalui W1/ W2 dan EWARS serta STP

7. Penyelidikan Epidemiologi Flu Burung


Tujuan: Tersedianya data dan informasi epidemiologi dasar sebagai bahan manajemen
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta penanggulangan kejadian
luar biasa yang cepat dan tepat.
Prosedur:
Flu Burung (Avian Influenza/H5N1)
a. Menerima dan mempelajari laporan/adanya suspect Flu Burung dari fasilitas kesehatan
dan masyarakat
Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi kasus flu burung
1) Kunjungan Rumah
2) Lapor/ Pemberitahuan/ijin Kepada Kadus/RW/RT atau Kader kesehatan untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi
b. Melakukan wawancara sesuai dengan penderita( bila ada rumah)/keluarga penderita
sesuai dengan format kasus flu burung
c. Melakukan pencarian kasus tambahan, pemantauan kasus kontak unggas dan kasus
selama 2 kali masa inkubasi sejak kontak terakhir dan pemantauan kasus ILI.
d. Menganalisa hasil wawancara, dan pemantauan kasus kontak unggas serta kasus ILI

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 184


e. Mencatat dan melaporkan hasil PE, kepada Kepala Puskesmas
f. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten melalui W1/ W2 dan EWARS

8. Penyelidikan Epidemiologi AFP (Acute Flaccid Paralysis)


Tujuan: Pengumpulan data dan mengetahui gambaran Epidemiologi yang meliputi waktu
kejadian, tempat kejadian dan jumlah orang yang menderita.
Prosedur:
a. Menerima laporan adanya pasien suspek AFP dari BP umum, masyarakat, KDRS
rumah sakit, dengan kriteria:
1) Lumpuh, layuh mendadak
2) Bukan karena ruda paksa
3) Umur kurang dari <15 tahun
b. Menyiapkan form PE
c. Melaporkan kasus kepada kadus/RW/RT atau kader kesehatan untuk melakukan
penyelidikan epidemiologi
d. Melakukan wawancara sesuai form PE
e. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap:
1) Penderita AFP
2) Kontak
f. Melakukan isolasi terhadap penderita
g. Melakukan pengambilan spesimen tinja, dengan kriteria:
1) Ambil tinja sebanyak ± 8 gram (kira-kira sebesar satu ruas ibu jari orang dewasa).
Bila penderita AFP menderita diare ambil specimen tinja kira-kira 1 sendok makan
2) Diambil 2 specimen tinja dengan interval pengambilan ≥ 24 jam
3) Masukan tiap spesimen ke pot tinja yang telah disiapkan, tutup rapat, kemudian
berikan label dengan menggunakan tinta tahan air yang mencantumkan nomor
epid, nama penderita dan tanggal pengambilan specimen
h. Melakukan pemeriksaan residual paralysis setelah 60 hari kelumpuhan
i. Menjelaskan kepada orang tua pentingnya rehabilitas medic untuk mengurangi
kerusakan otot dan kecacatan yang lebih lanjut
j. Menjelaskan cara-cara rehabilitasi sederhana kepada orang tua penderita untuk
mengurangi/mencegah kecacatan akibat kelumpuhan penderita.
k. Mengupayakan sedapat mungkin agar tiap kasus AFP di rujuk ke Dokter spesialis
syaraf terdekat pada saat ditemukan dan pada saat kujungan ulang 60 hari, dengan
tujuan:
1) Untuk memastikan bahwa kasus AFP yang dilaporkan benar-benar kasus AFP

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 185


2) Memberikan upaya pengobatan dan/ atau rehabilitasi medic sedini mungkin
3) Untuk memastikan apakah masih ada paralisys residual pada 60 hari setelah
kelumpuhan.

9. Penyelidikan Epidemiologi DBD


Tujuan: Tersedianya data dan informasi epidemiologi dasar sebagai bahan manajemen
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta penanggulangan kejadian
luar biasa yang cepat dan tepat.
Prosedur:
Demam Berdarah Dengue (DBD):
a. Menerima dan mempelajari rujukan/ lembar konsultasi dari poliklinik beserta hasil lab
Pusk/KDRS.
b. Menyiapkan format Penyelidikan Epidemiologi kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD)
1) Kunjungan Rumah
2) Lapor/ Pemberitahuan/ijin Kepada Kadus/RW/RT atau Kader kesehatan untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi.
c. Melakukan wawancara sesuai dengan penderita( bila ada dirumah) sesuai dengan
format PE Demam Berdarah Dengue (DBD)
d. Melakukan pemeriksaan jentik dirumah dan lingkungan warga sekitar penderita
e. Menganalisa hasil wawancara, dan menyimpulkan hasil PE Demam Berdarah Dengue
(DBD)
f. Mencatat dan melaporkan hasil PE, kepada Kepala Puskesmas
g. Melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten melalui W1/ W2 dan EWARS

10. Penyelidikan Epidemiologi Campak


Tujuan: Menegakkan diagnosis, memastikan terjadinya suspek campak dan menemukan
suspek tambahan
Prosedur:
a. Suspek Campak dalam gedung:
1) Menerima dan mempelajari rujukan/lembar konsultasi dari poliklinik
2) Menyiapkan format Penyelidikkan Epidemiologi kasus campak
3) Melakukan wawancara sesuai dengan format PE campak
4) Menyimpulkan permasalahan gejala & tanda, riwayat pengobatan dan perilaku
serta riwayat kontak yang berkaitann dengan penyakit campak

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 186


5) Masalah gejala dan tanda-tanda, maka disarankan untuk memberikan data sesuai
yang dialami
6) Masalah riwayat pengobatan yang tidak sesuai maka disarankan untuk jangan
mengobati sendiri tetapi dianjurkan mengobatkan ke sarana kesehatan
7) Masalah kontak dengan penderita, disarankan setelah kontak harus mandi dengan
air bersih, dengan sabun mandi, pakaian harus ganti dengan yang masih bersih

b. Suspek Campak luar gedung:


1) Menerima dan mempelajari KDRS/informasi dari masyarakat
2) Menyiapkan format penyelidikan epidemiologi kasus campak
3) Kunjungan rumah:
a.) Lapor/ pemberitahuan/ijin kepada kadus/RW?RT atau Kader kesehatan untuk
melakukan penyelidikan epidemiologi
b.) Melakukan wawancara sesuai dengan format PE campak
c.) Penderita diberi vitamin A sesuai dosis
4) Menyimpulkan permasalahan gejala & tanda-tanda, riwayat pengobatan dan
perilaku serta riwayat kontak yang berkaitan dengan penyakit campak
5) Masalah gejala dan tanda-tanda, maka disarankan untuk memberikan data yang
jujur sesuai yang dialami
6) Bagi penderita sebaiknya diisolasi, memakai masker, makan minum, ditingkatkan
nilai gizinya. Alat makan dan minum disendirikan
7) Masalah riwayat pengobatan yang tidak sesuai maka disarankan untuk jangan
mengobati sendiri tetapi dianjurkan mengobatkan ke sarana kesehatan
8) Masalah kontak dengan penderita, disarankan memakai masker dan menjaga
kebersihan diri maupun lingkungan
9) Mencatat dalam W1, W2 dan C1 serta laporan langsung secara online.

Program Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN)


Tujuan: Mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aigepty, sehingga penularan DBD dapat
dicegah dan dikurangi
Prosedur:
1. Petugas memberikan penyuluhan kepada masyarakat
2. Petugas melakukan koordinasi dengan dukuh/ tokoh masyarakat tentang rencana
pemberantasan sarang nyamuk
3. Dukuh/Toma menyampaikan kepada masyarakat tentang pelaksanaan PSN
4. Dukuh/Toma bersama masyarakat melakukan PSN dengan Cara:

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 187


5. Menguras bak mandi, WC, Vas bunga, tempayan, pot bunga, tempat minum burung
6. Menutup tempat-tempat penampungan air
7. Membersihkan semak-semak tempat sarang nyamuk
8. Mengubur barang/kaleng bekas
9. Memberikan abate pada tempat penampungan air yang sulit untuk dikuras yaitu, 1 sendok
makan (10g) untuk 100ml air
10. Petugas bersama dukuh/toma mengevaluasi PSN dengan pemantauan jentik berkala

B. HASIL
1. Mempelajari Trend penyakit yang sedang tinggi di Puskesmas Ngemplak 2. Mahasiswa
mengetahui trend penyakit yang sedang menjadi masalah di Puskesmas ngemplak 2 melalui
data yang diberikan seperti profil puskesmas, grafik jumlah kasus dan laporan penyakit
tahunan.
Hasilnya mahasiswa mengetahui penyakit-penyakit yang menjadi masalah dan dihadapi
oleh petugas di puskesmas.
2. Mempelajari tata cara dan alur penyelidikan epidemiologi , sistem kewaspadaan dini , alur
pelaporan surveilans, SPO penyelidikan Epidemiologi (PE) di puskesmas kepada petugas
epidemiologi di Puskesmas Ngemplak 2. Petugas epidemiologi puskesmas meberikan
informasi tentang Penyelidikan epidemiologi, SKD, Surveilans melalui diskusi.
Hasilnya mahasiswa menjadi paham dan mengetahui tentang tugas-tugas petugas
epidemiologi di puskesmas.
3. Mempelajari cara Penyelidikan Epidemiologi. Petugas Menjelaskan tentang penyelidikkan
Epidemiologi kemudian melakukan praktek langsung dilapangan (PE DBD) saat ada kasus
di dusun Sanggrahan.
Hasilnya mahasiswa mengetahui dan memahami alur penyelidikan epidemiologi serta
mengetahui cara melakukan penyelidikkan epidemiologi. Namun pada saat melakukan
penyelidikan epidemiologi DBD, suspek atau orang yang terkena DBD tidak ditemukan.
4. Melakukan Pemeriksaan Jentik Berkala dan inspeksi rumah sehat dengan petugas
kesehatan lingkungan di dusun pondok 1 dan pondok 2. Melakukan Pemeriksaan dengan
mengunjungi rumah warga langsung dan mengecek apakah bak mandi, bak penampungan,
ember, dll terdapat jentik atau tidak. Memeriksa apakah rumah memiliki sumber air,
jamban, tempat sampah dan pengolahan limbah.
Hasilnya mahasiswa mengerti cara melakukan PJB dan inspeksi rumah sehat dilapangan.
5. Mempelajari tahapan imunisasi, PWS di puskesmas pada petugas Imunisasi di Puskesmas.
Kegiatan imunisasi dilakukan setiap hari rabu. Petugas Puskesmas memberikan penjelasan
tentang aplikasi yang digunakan dipuskesmas, Tahapan PWS, Jenis Vaksin yang ada di

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 188


Puskesmas dan fungsinya. Dan mengajak mahasiswa untuk melakukan pelayanan
imunisasi.
Hasilnya mahasiswa menjadi tahu tahapan PWS di puskesmas ngemplak 2, Jenis vaksin
yang ada di puskesmas dan tahu cara melakukan pelayanan imunisasi dan pemberian
imunisasi sesuai dengan yang dibutuhkan.
6. Penyuluhan PSN DBD. Petugas kesehatan mengajak mahasiswa untuk mengikuti kegiatan
posyandu dan puskesmas keliling kemudian didalam kegiatan tersebut ditambahkan
kegiatan Penyuluhan tentang PSN DBD tentang 3M plus.
Hasilnya mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk melakukan penyuluhan di
masyarakat.
7. Memeriksa Survei masyarakat desa (SMD) untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat tentang permasalahan kesehatan yang ada di msyarakat. Petugas memberikan
kuisioner yang telah di jawab oleh masyarakat kemudian mahasiswa meberikan skor dan
mencatat kesalahan yang dijawab oleh masyarakat.
Hasilnya mahasiswa mengetahui tentang tingkat kepahaman masyarakat sejauh mana
mereka pemahaman tentang kesehatan baik dari segi Kesling, gizi, P2m, Kesehatan Lansia,
dan Promkes.

C. PEMBAHASAN
Trend Penyakit
Trend penyakit di puskesmas Ngemplak 2 untuk penyakit menular yaitu DBD, Diare
dan Campak. Untuk penyakit tidak menular Diabetes melitus dan Hipertensi.
Khusus Penyakit DBD :

Grafik Kasus DBD th 2013-2016


Puskesmas Ngemplak 2
14

12

10
2013
8
2014
6 2015

4 2016

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 189


Sumber: Data tahunan Kasus DBD Puskesmas Ngemplak 2

grafik pola maksimum minimum2013-2015


14
12
10
Jumlah Kasus

8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Max 3 8 1 2 3 0 0 1 1 1 1 2
Min 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
2016 3 5 3 8 9 6 5 9 7 12 4 3

Sumber: Data tahunan Kasus DBD Puskesmas Ngemplak 2

Pola penyakit atau kasus DBD dilihat dari segi umur kebanyakan menyerang usia
produktif. Di tahun 2016 kasus DBD terjadi peningkatan kasus dari bulan Maret hingga
desember, kasus paling tertinggi terdapat pada bulan Oktober sebesar 12 kasus dari total 74
kasus di tahun 2016. KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim dari kemarau ke
hujan atau sebaliknya.

Tren kasus baru penyakit Diare, DBD dan malaria klinis tahun
2016
200
180
160
140
Jumlah Kasus

120 Diare
100
DBD
80
60 Malaria KLinis
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber: Data tahunan Trend Kasus baru Puskesmas Ngemplak 2

Untuk kasus Diare cukup tinggi juga terutama tahun 2016 bulan agustus mencapai 190
kasus. Akan tetapi diare bukan merupakan masalah yang cukup serius dan cukup mudah dalam

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 190


penanganannya dan tidak termasuk didalam kejadian luar biasa dan sudah ditangani dengan
cukup baik di puskesmas ngemplak 2. Untuk Malaria tidak ada kasus selama tahun 2016.

Tren Kasus Baru Penyakit Campak, Difteri, Tetanus tahun


2016
4.5
4
3.5
3
Jumlah Kasus

2.5 Campak
2 Difter
1.5 Tetanus
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber: Data tahunan Trend Kasus baru Puskesmas Ngemplak 2

Selain masalah DBD, yang menjadi masalah lain adalah Campak. Akan tetapi sudah
ditangani dengan cukup baik di puskesmas Ngemplak 2. Pencegahan dilakukan dengan
melakukan imunisasi campak pada bayi. Untuk kasus Difteri dan tentanus selama tahun 2016
tidak terdapat kasus.

Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Kegiatan PE yang ada diPuskesmas Ngemplak 2 sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan SPO. PE yang pernah dilakukan diantaranya PE DBD, PE campak, PE diare. PE yang
lain belum dilakukan dikarenakan belum atau tidak adanya kasus.

Imunisasi
Imunisasi sudah tidak dilakukan di posyandu tetapi dilakukan di Puskesmas. Pelayanan
Imunisasi dilakukan setiap hari Rabu di ruang pelayanan KIA Puskesmas Ngemplak 2.
Untuk PWS di puskesmas ngemplak 2 , menggunakan aplikasi. Didalam aplikasi sudah
tercatat nama bayi dari seluruh dusun yang ada di dua desa di wilayah kerja puskesmas
ngemplak II juga data bayi yang sudah dan belum di vaksin,. Juga tersedia data BIAS (Bulan
Imunisasi anak sekolah) untuk anak sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 3 SD. Sehingga
petugas puskesmas dapat memantau bayi dan anak sekolah yang belum mendapatkan
imunisasi dan upaya pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari penyakit-penyakit yang

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 191


dapat di cegah dengan Imunisasi seperti TB, Polio, Campak, Difteri, pertusis, influenza tipe B
dan tetanus.
Jenis Vaksin yang ada di Puskesmas Ngemplak 2 yaitu, BCG, Polio, DPT Pentavalen,
Campak dan TT.

Sistem kewaspadaan dini puskesmas


1. Perencanaan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh kader
2. Perencanaan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh petugas
3. Dilakukan pertemuan Pokjanal DBD tingkat desa dan kecamatan bersama lintas sektoral:
SKPD, Kepolisian, Koramil, kecamatan, Yandik(SMP,SLTA) desa, kader poskesdes,
puskesmas. setiap 3 bulan sekali.
Untuk melihat apakah ada peningkatan atau tidak.

Sistem surveilans / Penyelidikan kasus yang berpotensi KLB


Alur Penyelidikan dan pengamatan contoh pada Kasus DBD :
1. Adanya informasi dari masyarakat (via SMS / Telpon) Kepada Petugas.
2. Laporan telah di Konfirmasi oleh pihak Rumah sakit dengan keluarnya surat Keterangan
Diagnosis rumah sakit (KDRS).
3. Kemudian Petugas melakukan Cross Check ke Tempat Kejadian.
4. Petugas Epidemiologi puskesmas melakukan Penyelidkan Epidemiologi/ Kunjungan
Rumah( 20 Sampel KK), kemudian melakukan pemantauan pemerikasaan jentik berkala
(PJB) di sekitar daerah kasus. Apakah ada kaitan atau tidak.
5. Petugas melakukan Analisa. Apakah harus di lakukan fogging atau tidak. Jika ya, harus
dilakukan dengan cepat karena kaitannya dengan permintaan obat. Jika tidak, petugas akan
memberikan informasi kepada tokoh masyarakat/ penyuluhan kepada masyarakat ( isi dari
penyuluhan memperkuat penanganan secara PSN) .

Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan
penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus
yang diikuti dengan tatalaksana kasus yang benar, termasuk monitoring secara ketat terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya pencegahan
diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan manusia nyamuk dengan
pemberantasan sarang nyamuk(PSN), atau membunuh nyamuk dewasa terinfeksi.

Alur Pelaporan Surveilans.


Laporan Surveilans (penyelidikkan epidemiologi) di laporkan setiap bulan sekali .

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 192


 Untuk laporan mingguan (W2) di kirim online ke pusat melalui aplikasi google drive.
 Laporan bulanan (W1)
Dari tingkat 2 diseleksi apakah masuk kedalam kriteria DBD/Tidak dilihat dari kenaikan
Hematokrit. Apabila mencapai 20% maka positif DBD. Dan harus dilakukan Fogging.
Namun , masih ada beberapa masyarakat yang menolak untuk melakukan Fogging hal
ini masih menjadi salah satu masalah. Namun petugas puskesmas melakukan cara lain yaitu
dengan lebih menekankan penyuluhan PSN kepada masyarakat untuk menekan angka kejadian
kasus.

Kejadian Luar biasa ( KLB)


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian keakitan dan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologs pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Disamping
penyakit menular, penyakit yang juga dapat menimbulkan KLB adalah penyakit tidak menular,
dan keracunan. Keadaan tertentu yang rentan terjadinya KLB adalah keadaan bencana dan
keadaan kedaruratan.
Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan RI No.1501/Menkes/Per/X/2010 tentang jenis
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan Pasal 4
ayat (1) tentang jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah
sebagai berikut:
a. Kolera
b. Pes
c. Demam Berdarah Dengue
d. Campak
e. Polio
f. Difteri
g. Pertusis
h. Rabies
i. Malaria
j. Avian Influenza H5N1
k. Antraks
l. Leptospirosis
m. Hepatitis
n. Influenza A baru (H1N1)/ pandemi 2009
o. Meningitis
p. Yellow Fever

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 193


q. Chikungunya
Dan Ayat (2) penyakit menular tertentu lainya yang dapat menimbulkan wabah
ditetapkan oleh menteri.
KLB di Puskesmas Ngemplak 2 yang pernah terjadi adalah DBD. Di tahun 2014 ada
satu kasus yang mengakibatkan satu korban meninggal. Penanganan KLB yang dilakukan
sudah cukup baik sesuai dengan tata cara Penyelidikkan dan penanggulangan Kejadian Luar
biasa.

Kegiatan Khusus.
 Pemeriksaan Khusus HIV dilakukan khusus pada hari selasa.
 Kegiatan Imunisasi dilakukan setiap hari Rabu.
 Kegiatan Jumat bersih dilakukan setiap jumat minggu Kedua setiap bulan.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 194


PUSKESMAS NGAGLIK I

Oleh

SARTIKA RUMADAN

0130740113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 195


BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
Dari Data-data Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngaglik 1 SPM tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) : 100.0%
2. Cakupan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) campak kelas 1 Sekolah Dasar
(SD) : 98.2%
3. Cakupan desa/kelurahan Mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) yang dilakukan
penyelidikan < 24 jam : 100.0%
4. Cakupan penemuan dan penanganan Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per
100.000 penduduk < 15 tahun : 100.0%
5. Angka penemuan pasien baru tuberculosis (TB) Baksil Tahan Asam (BTA) (+)
(Case Detection Rate/CDR) : 51.5%
6. Angka kesembuhan (cure rate) penderita tuberculosis (TB) Paru Baksil Tahan
Asam (BTA) (+) : 33.3%
7. Cakupan diare ditemukan dan ditangani : 0.0%
8. Cakupan penderita pneumoni balita yang ditemukan dan ditangani : 100.0%
9. Cakupan penanganan kasus pneumonia pada balita : 0.0%
10. Cakupan penemuan dan penanganan penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
: 211.1%
11. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 penduduk :
0.0%
12. Cakupan penemuan dan penanganan Kasus infeksi menular seksual (IMS) :
0.0%
13. Angka Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang ditangani : 0.0%

Program-Program yang di jalankan selama di Puskesmas Ngaglik 1 dari tanggal 7


Februari – 17 Februari tahun 2017 dalam bidang Epidemiologi Yaitu:
1. Mempelajari Struktur Puskesmas
2. Mempelajari Materi Surveilans
3. Mempelajari Materi KLB

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 196


4. Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kasus DBD
5. Partisipasi Pembagian Poster di Sekolah-sekolah
6. Partisipasi Pengambilan Sampel Air Bersih
7. Partisipasi Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat – tempat umum (TTU)

B. HASIL
1. Kegiatan Dalam Gedung
a. Apel Pagi
Dilaksanakan seminggu sekali, yaitu setiap hari senin pagi jam 07:30 WIB di
Aula Puskesmas Ngaglik 1.
b. Mempelajari Struktur Puskesmas
Hari/ Tanggal : 7 Februari 2017
Jam : 08:00 WIB
Tempat : Aula Puskesmas Ngaglik 1
Pembawa Materi : Amrullah Yusuf, S.KM
c. Mempelajari Materi Surveilans
Hari/ Tanggal : 15 Februari 2017
Jam : 09: 00 WIB
Tempat : Ruang UGD Puskesmas Ngaglik 1
Pembawa Materi : Siti Ruswati, Amd.Kep
d. Mempelari Materi KLB
Hari/ Tanggal : 15 Februari 2017
Jam : 09:00 WIB
Tempat : Ruang UGD Puskesmas Ngaglik 1
Pembawa Materi : Siti Ruswati , Amd.Kep

2. Kegiatan Luar GedungPembahasan


a. Mempelajari Struktur Puskesmas
Dari hasil struktur Puskesmas Ngaglik 1 kami dapat mengetahui bahwa
Puskesmas Ngaglik 1 sudah ber-ISO dan mempunyai pelayanan yang cukup
baik. Puskesmas Ngaglik 1 melakukan kegiatan dan tugasnya masing-masing
dengan baik termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai salah bentuk usaha
pembangunan kesehatan di sekitar Wilayah Kerja Puskesmas Ngaglik 1.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 197


b. Mempelajari Materi Surveilans
Dari hasil materi surveilans yang kami dapatkan di Puskesmas Ngaglik 1
sudah bisa merencanakan kegiatan tentang pengumpulan data sehingga dapat
menilai kegiatan pencegahan dan penanggulangannya, memfasilitasi
laboratorium, menggambarkan riwayat alamiah penyakit, mendeteksi
Wabah/KLB, dan dapat menggambarkan distribusi masalah kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Ngaglik I.
c. Mempelajari Materi KLB
Dari hasil Materi yang kami dapatkan KLB / Wabah yaitu timbulnya
suatu kejadian kesakitan / kematian yang cukup meluas secara cepat dalam
jumlah kasus yang cukup banyak di suatu daerah tertentu dalam kurun waktu
yang cukup singkat tetapi bisa juga dalam kurun waktu yang lama. Salah satu
satu faktor KLB yaitu faktor tempat tinggal,tempat makan bersama (sumber
makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll). Sehingga
penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama yaitu mengadakan
penanggulangan dan pengendalian KLB
d. Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kasus DBD
Dari hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) kasus DBD merupakan suatu
kegiatan penyelidikan dan surveiyang bertujuan untuk mendaptkan gambaran
terhadap masalah kesehatan dari suatu penyakit di Kecamatan Ngaglik 1 bahwa
warga sekitar rumah penderita tidak mengetahui bahwa pekarangan rumah, air
tampungan, tempayan, bak mandi, dan tumpukan barang-barang yang sudah
tidak terpakai menjadi salah satu sarang nyamuk aedes aegypti karena tempatnya
lembab dan gelap tidak terkena sinar matahari secara langsung.
Rumus Perhitungan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kasus DBD
Container Indeks = Jumlah countainer positif x 100%
Jumlah countainer diperiksa

Angka bebas jentik x 100%


Sampel

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 198


1. Dusun Sardonoharjo
Countainer: 7 x 100% = 0.63
11
ABJ : 13 x 100% = 0.6 (60%)
23
Jadi, dari hasil ABJ di dusun sardonoharjo <60% tidak endemis DBD

2. Dusun Nglaban
Countainer : 2 x 100% = 0.08
25
ABJ : 18 x 100% = 0.9 (90%)
20
Jadi, dari hasil ABJ di dusun Nglaban <90% tidak endemis DBD

3. Dusun Klaseman
Countainer : 19 x 100% = 0.41
46
ABJ : 14 x 100% = 0.7 (70%)
20
Jadi, dari hasil perhitungan ABJ di dusun Klaseman <70% tidak endemis
DBD

e. Partisipasi Pembagian Poster di Sekolah-sekolah


Dari hasil pembagian poster-poster yang kami amati banyak sekolah-
sekolah yang masih memerlukan informasi tentang Kantin Sehat, Manfaat
Sarapan, Bias, dan Gizi Seimbang. Sehingga petugas Puskesmas Ngaglik 1
membagikan poster-poster tersebut di sekolah-sekolah sebagai salah satu
bentuk promosi kesehatan terhadap anak-anak sekolah di Kecamatan Ngaglik
1
f. Partisipasi Pengambilan Sampel Air Bersih

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 199


Dari hasil pengambilan sampel air bersih harus menentukan tempat
pengambilan sampel air bersih terlebih dahulu. Pengambilan sampel
dilakukan yaitu dengan cara mengalirkan air terlebih dahulu selama 1-2
menit, lalu air dimatikan dan dilakukan sterilisasi pada mulut kran air (
membakar mulut kran air dengan kapas alkohol yang jepit menggunakan
kruistang). Setelah itu sampel siap di ambil.
Untuk pengambilan sampel kimia, sebelum sampel di ambil jerigen
dibilas 3 kali agar keadaan botol sampel sama dengan karakteristik sampel air
yang akan di ambil. Sampel diisi dalam jerigen ditutup dan diikat kembali dan
diberi lebel. Sedangkan untuk pengambilan sampel bakteriologis, buka tutup
botol dengan kanan kiri, botol dipegang dengan tangan kanan. Untuk
mencegah masuknya debu yang mungkin mengandung mikroorganisme,
penutup dipegang dengan muka penutup menghadap kebawah.
g. Partisipasi Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat – tempat umum (TTU)
1) Inspeksi Sanitasi Industri Makanan Rakyat
Hasil inspeksi sanitasi industri makanan rakyat (pengusaha
abon ayam) ditemukan adanya masalah dalam tempat pengolahan
makanan yang kurang bersih di sekitar pekarangan rumah dan barang-
barang bekas yang berserahkan di sekitar rumah yang sudah tidak
layak pakai. Serta bangunan dapur dan dinding-dinding ataupun
langit-langit yang tidak sesuai dengan syarat rumah sehat.
2) Inspeksi Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan
Hasil inspeksi sanitasi pengolahan makanan ditemukan adanya
permasalahan yaitu para karyawan bekerja tidak menggunakan
celemek, penutup kepala, dan sarung tangan. Menggunakan peralatan
masak tidak hanya sekali da tempat pengolahan makanan yang kurang
bersih.
3) Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Pasar
Hasil Inspeksi Pemeriksaan Kesehatan pasar bahwa sampah
yang berserahkan di sekitar tempat penjualan pedagang yang
mengakibatkan sarang vektor nyamuk, lalat, kecoak, dan tikus
menjadikan lingkungan sekitar pasar tidak sehat. Tempat pembuangan
sampah akhir juga tersedia dibelakang pasar. Kamar mandi disekitar

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 200


pasar juga airnya cukup bersih meskipun tempatnya tidak begitu
bersih.

4) Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Salon


Hasil Inspeksi sanitasi salon ditemukan ada masalah yaitu
terdapat vektor tikus dan kecoak di dalam kamar mandi salon dan
tidak tersedia air bersih di dalam bak mandi. Masalah tersebut
dikarenakan pintu depan salon terbuka dan pintu belakang ruangan
juga selalu terbuka akibatnya vektor mudah masuk.
5) Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Salon
Hasil dari inspeksi sanitasi salon ditemukan adanya
permasalahan yaitu tidak tersedia tempat sampah dalam salon dan
kamar mandi berhubungan langsung dengan ruang salon, ruang tamu,
dll. Masalah yang menjadi salah satu utama vektor masuk yaitu pintu
belakang ruangan juga selalu terbuka.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 201


PUSKESMAS SLEMAN

Oleh

RUTH WARWE

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 202


BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 203


PUSKESMAS TEMPEL I

Oleh

DEFRANI Y. SAROI

0130740020

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 204


BAB III
PROGRAM, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM
 EPIDEMIOLOGI
Bagian Epidemiologi di Puskesmas Tempel 1 berkerja menanggulagi
penyakit-penyakit dimasyarakat , mengidentifikasi kasus di lapangan, mengumpulkan
data-data kasus diwilayah kerja Puskesmas , dan juga melakukan penyuluhan kepada
masyarakat sekitar.

B. HASIL
Visi Dan Misi Puskesmas Tempel 1 Sleman
Visi :
Menjadi Mitra Pertama dan Utama dalam pelayanan kesehatan masyarakat
Misi :
1. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berkualitas
2. Meningkatkan Sumbeer Daya Manusia yang professional
3. Mengelolah sarana dan prasarana yang memadai
4. Menjalin kerja sama masyarakat lintas sekitar dan pihak swasta dalam pelayanan
kesehatan.
5. Mengelolah manajemen yang efektif dan efisien.

Pola dan Penyebaran Penyakit


Adalah Kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas untuk mengetahui pola penyebaran
penyakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas,Pola penyebaran penyakit terdiri dari 3
variabel yaitu Orang, Tempat dan Waktu . Hal ini bertujuan untuk meminimalisirkan
kasus-kasus penyakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tempel 1.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 205


Grafik Diare Jenis Kelamin
Puskesmas Tempel I Tahun 2016

250
200
150 L
100 P

50
0
Merdikorejo Lumbungrejo Margorejo Mororejo

Dari Grafik diatas , Disimpulkan dari Jenis Kelamin , kasus tertinggi dialami
oleh kalangan wanita. Dan kasus tertinggi di Desa Margorejo hal ini dikarenakan pola
hidup yang kurang baik.

Sistem Kewaspadaan Dini


Adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penularan
penyakit di wilayah kerja Puskesmas. Setelah mendapat laporan/ diagnose awal petugas
langsung survei ke lapangan melakukan peenyuluhan kepada warga setempat,
mengidentifikasi dan membuat laporan ke Dinas Kesehatan.

Surveilans
Adalah kegiatan pengumpulan data dan pengolahan yang dilakukan puskesmas
secara berkesinambungan untuk mengetahui status kesehatan atau penyakit yang ada di
masyarakat. Dan juga dapat dupayakan untuk menekan peningkatan penularan penyakit
di wilayah setempat.
GRAFIK DBD PUSKESMAS TEMPEL I TAHUN
2016

8
6
JUMLAH

4
2
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 206


Dari table diatas terjadi peningkatan di bulan Agustus dengan 6 kasus DBD yang
terdapat di Desa Lumbungrejo dengan jumlah keseluruhan yaitu 30 kasus. Hal ini
disebabkan karena letak Desa lumbungrejo dekat dengan daerah perkotaan yaitu berada
di perbatasan anatara Jawa Tengan dan DIY,selain itu lingkungannyapun kurang baik
dan juga mobilitas penduduk menjadi salah satu factor terjadi peningkatan kasus DBD
di Desa tersebut.

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)


Adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi cakupan status kesehatan
diPuskesmas. Kegiatan yang dilakukan yaitu imunisasi secara teratur, pertemuan dengan
kader,evaluasi kegiatan setahun, penyuluhan kepada kelompok-kelompok masyarakat
yang tidak ikut imunisasi.
120
100
80
60 Mororejo
40 Margorejo
20 Lumbungrejo
0
Merdikorejo

Berdasarkan Data diatas, cakupan Imunisasi diPuskesmas Tempel satu sudah


cukup baik, namun ada beberapa desa yang belum memenuhi target. Hal ini disebabkan
karena Alasan Agama/Kepercayaan Masyarakat setempat.

Penyelidikan Penyakit
kegiatan ini dilakukan untuk mencegah penularan dan penyebaran DBD.
Kegiatan yang dilakukan yaitu penyelidikan jentik nyamuk , dengan cara menemui
penderita , mewawancarai lalu mengecek bak mandi di rumah penderita selain itu
petugas memeriksa bak mandi dan tempat penampung air lainnya di wilayah tempat
kasus DBD. Setelah itu hasil penyelidikan di data dan di laporkan.
Dari 20 rumah di Desa Lumbungrejo, Dusun Lodoyong RT 01/RW 08 , terdapat
3 rumah yang positif jentik DBD , standart ABJ yaitu 95 % , namun dari hari

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 207


penyelidikan dan perhitungan hasil akhir dari penyelidikan jentik ini adalah 85 %,
sehingga hasilnya kurang baik , maka perlu adanya tindak lanjut berupa penyuluhan
kepada masyarakat setempat.

C. PEMBAHASAN
DIARE
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dalam masyarakat
Indonesia. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun
2007, diare menduduki peringkat ketigabelas sebagai penyebab kematian semua umur
dengan proporsi sebesar 3,5 persen. Sedangkan berdasarkan kategori penyakit menular,
diare menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah Pneumonia dan TBC. Dari
data tersebut, golongan usia yang paling banyak mengalami diare adalah balita dengan
prevalensi sebesar 16,7 persen.
Diare bisa berdampak fatal apabila penderita mengalami dehidrasi akibat
kehilangan banyak cairan dari tubuh. Oleh sebab itu diare tidak boleh dianggap enteng
walaupun kondisi ini umum terjadi. Diare merupakan kondisi yang ditandai dengan
encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang lebih
sering dibandingkan dengan biasanya. Pada umumnya, diare terjadi akibat konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit. Biasanya diare
hanya berlangsung beberapa hari, namun pada sebagian kasus memanjang hingga
berminggu-minggu
Gejala diare
Gejala diare bermacam-macam, dimulai dari yang hanya merasakan sakit perut
singkat dengan tinja yang tidak terlalu encer hingga ada yang mengalami kram perut
dengan tinja yang sangat encer. Pada kasus diare parah, kemungkinan penderitanya juga
akan mengalami demam dan kram perut hebat.
Diare juga bisa timbul akibat faktor-faktor berikut ini:
 Efek samping obat-obatan tertentu,
 Faktor psikologi, misalnya gelisah,
 Konsumsi minuman beralkohol dan kopi yang berlebihan.
Berikut adalah langkah-langkah pencegahan terkena diare akibat kontaminasi:
 Mencuci tangan sebelum makan.
 Menjauhi makanan yang kebersihannya diragukan dan tidak minum air keran.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 208


 Memisahkan makanan yang mentah dari yang matang.
 Utamakan bahan makanan yang segar.
 Menyimpan makanan di kulkas dan tidak membiarkan makanan tertinggal di bawah
paparan sinar matahari atau suhu ruangan.

Langkah-langkah seperti berikut ini untuk mencegah diare menyebar kepada orang-
orang di sekitar Anda.
 Jika tinggal satu rumah, pastikan penderita menghindari penggunaan handuk atau
peralatan makan yang sama dengan anggota keluarga lainnya.
 Membersihkan toilet dengan disinfektan tiap setelah buang air besar.
 Tetap berada di rumah setidaknya 48 jam setelah periode diare yang terakhir.
 Mencuci tangan setelah menggunakan toilet atau sebelum makan dan sebelum
menyiapkan makanan.

Beberapa gejala diare lainnya adalah:


 Hilang nafsu makan
 Sakit kepala
 Mual

Muntah Penyebab Diare


Ketika seseorang mengalami diare, tinja menjadi encer karena banyaknya cairan
yang disekresikan ke dalam usus. Atau sebaliknya, cairan di dalam usus tidak dapat
diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor
yang juga bisa menjadikan diare berlangsung singkat atau lama.
Diare singkat (jangka pendek) dapat disebabkan oleh:
 Infeksi bakteri yang juga bisa menyebabkan keracunan makanan (campylobacter,
clostridum difficile, escherichia coli, salmonella, dan shigella).
 Infeksi virus (rotavirus dan norovirus).
 Parasit giardia intestinalis.
 Radang usus buntu.
 Alergi makanan.
 Kerusakan lapisan usus akibat radioterapi.
 Masalah psikologi (misalnya gangguan kecemasan).

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 209


 Makanan yang mengandung pemanis buatan.
 Intoleransi fruktosa (pemanis alami pada madu dan buah-buahan) dan intoleransi
laktosa (pada susu dan produk sejenisnya).
 Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
 Efek samping obat (statin, obat-obatan kemoterapi, obat pencahar, antibiotik, antasida
dengan kandungan magnesium, obat selective serotonin reuptake inhibitor/SSRI, dan
obat antiinflamasi nonsteroid / NSAID).
Sedangkan diare yang berlangsung lama (jangka panjang) biasanya disebabkan oleh:
 Penyakit Crohn, yaitu radang pada lapisan sistem pencernaan.
 Kolitis ulseratif, yaitu suatu kondisi yang berdampak kepada usus besar.
 Sindrom iritasi usus atau terganggunya fungsi normal usus.
 Penyakit coeliac atau penyakit yang menyebabkan tubuh menolak protein gluren.
 Kolitis mikroskopik atau sejenis penyakit radang usus yang menyebabkan diare encer.
 Fibrosis kistik atau penyakit turunan yang berdampak kepada paru-paru dan sistem
pencernaan.
 Kanker usus.
 Radang pankreas kronis.
 Efek samping pengangkatan bagian perut (gastrektomi).

Meningkatkan konsumsi cairan


Anda atau anak Anda disarankan untuk minum beberapa teguk cairan sesering
mungkin meski mengalami gejala muntah. Hindarilah jus buah dan minuman bersoda
karena dapat memperparah kondisi diare, terutama pada anak.
Jika anak Anda menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, seperti jarang buang air kecil,
kulit pucat atau berbintik, kondisi tubuh yang menurun drastis, kaki dan tangan yang
terasa dingin, serta rewel dan lekas mengantuk, Anda disarankan untuk segera
memeriksakan dirinya ke dokter.
Faktor-faktor di bawah ini membuat seorang anak lebih berisiko mengalami dehidrasi:
 Mengalami lebih dari enam kali diare dalam satu hari.
 Muntah lebih dari dua kali dalam sehari.
 Berhenti menyusu secara tiba-tiba.
 Berumur kurang dari satu tahun, terutama jika berumur di bawah enam bulan.
 Berumur kurang dari dua tahun dengan berat badan di bawah rata-rata saat lahir.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 210


Tetap berikan bayi Anda susu atau makan secara normal meski mereka
mengalami diare. Ketika menyusui, Anda sendiri harus terus meningkatkan asupan cairan
sendiri agar persediaan ASI selalu terjaga.
Makanan saat mengalami diare
Jika mengalami diare, pastikan Anda makan makanan padat setelah mampu untuk
makan. Hal tersebut juga disarankan oleh para pakar kesehatan. Sebaiknya porsi makan
Anda jangan terlalu besar dan hindari makanan yang terlalu berat, pedas, atau berlemak.
Jangan berikan makanan padat pada anak Anda jika mereka mengalami dehidrasi.
Berikan mereka cukup cairan dan pastikan tanda-tanda dehidrasi berhenti. Setelah itu
baru Anda bisa memberi mereka makan seperti biasanya. Jika anak Anda menolak untuk
makan, berikan terus cairan sampai selera makan mereka kembali.
Mengatasi diare dengan cairan oralit
Penderita diare yang disarankan minum oralit adalah mereka yang memiliki
masalah kesehatan yang serius, seperti penyakit jantung, berfisik lemah, dan yang berusia
di atas enam puluh tahun.
Mengatasi diare dengan obat-obatan
Ada beberapa jenis obat antidiare, dan umumnya obat antidiare mampu
mengurangi gejala, serta mempersingkat lamanya diare sebanyak satu hari. Obat
antidiare yang paling sering digunakan adalah loperamide. Obat ini terbukti efektif dan
memilki efek samping yang sedikit. Loperamide mampu menjadikan kotoran Anda lebih
padat dan mengurangi frekuensi buang air besar Anda.
Jangan minum obat antidiare jika sedang mengalami demam tinggi atau terdapat
darah dan nanah pada tinja Anda. Segera periksakan diri ke dokter.
Penggunaan antibiotik untuk diare
Antibiotik biasanya dianjurkan jika penyebab diare telah dipastikan sebagai
bakteri atau jika gejala diare yang terjadi sangat parah. Penderita diare disarankan untuk
tidak mengonsumsi antibiotik jika penyebabnya belum diketahui. Selain karena antibiotik
bisa menimbulkan efek samping buruk, antibiotik juga tidak berpengaruh jika diare
disebabkan oleh virus. Jika terlalu sering digunakan untuk penyakit yang ringan, efek
positif antibiotik akan berkurang ketika nantinya digunakan untuk mengobati kondisi
yang lebih serius. Antibiotik juga disarankan bagi mereka yang memiliki kekebalan tubuh
yang lemah dan rentan terhadap infeksi.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 211


Obat-obatan pereda rasa sakit
Meski obat pereda rasa sakit tidak akan mengobati diare, namun Anda boleh
minum paracetamol atau ibuprofen jika diare Anda disertai sakit kepala dan demam.
Penggunaan ibuprofen dilarang bagi penderita asma dan bagi mereka yang memiliki
penyakit hati atau ginjal. Anak-anak boleh mengonsumsi parasetamol atau ibuprofen jika
diperlukan. Untuk mengetahui apakah obat tersebut cocok untuk anak Anda, periksa
petunjuk pemakaian obat pada kemasan. Aspirin tidak cocok untuk diberikan pada anak-
anak di bawah 16 tahun.

DBD
Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak berusia dibawah 15 tahun, disertai
dengan pendarahan dan dapat menimbulkan syok yang dapat menyebabkan kematian
penderita.
Demam Dengue (DD) atau Dengue Fever (DF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegepty, sedangkan Demam
Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhaege Fever (DHF) juga penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang disertai
manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan shock dan kematian.
Menurut Webmaster, penyakit demam berdarah adalah infeksi yang disebabkan
oleh virus. Di Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu
virus dengue dan virus chikungunnya.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus dengue,
yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan
darah sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan yang dapat menimbulkan
kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut. Penyakit
ini dapat menyerang semua orang dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-
anak serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 212


Gejala Penularan Demam Berdarah Dengu (DBD)
Ada empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3, dan 4. Serotipe DEN-3 merupakan
jenis yang dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe
yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia. Di daerah
endemik DBD,seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe virus pada waktu yang
bersamaan.
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam
kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan
dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang
selama 4-7 hari dan orang tersebutakan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus
dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu
minggu.
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan
nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat diantaranya:
1. Kesenangan tempat perindukan nyamuk
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung
disuatu tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak digenangan
air yang langsung bersentuhan dengan tanah.
Macam-macam tempat penampungan air:
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti: drum, bak
mandi/WC, tempayan, ember dan lain-lain
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minuman burung, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas dan lain-lain
Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain (Depkes
RI, 1992).
2. Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk betina biasa mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit
biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan puncak aktivitasnya antara pukul
09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Berbeda dengan nyamuk yang lainnya, Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu
siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 213


3. Kesenangan nyamuk istirahat
Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak
gelap dan lembab.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat pada
bejana-bejana di dalam rumah maupun di luar rumah.

Gejala Umum Penderita DBD


Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat menyerang anak usia sekolah maupun
orang dewasa, ditandai dengan gejala awal yaitu:
a. Demam mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak khas.
b. Terdapat kecenderungan terjadinya shock yang berakibat kematian.

Gejala umum Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi sebagai berikut:
a. Demam Tinggi
b. Fenomena pendarahan Hepatomegali
c. Sering disertai kegagalan sirkulasi atau trombositopenia ringan atau sedang yang
disertai hemokonsentrasi.

DBD biasanya diawali dengan meningkatnya suhu tubuh secara mendadak disertai
dengan memerahnya kulit muka dan gejala klinik tidakkhas lainnya seperti:
a. Tidak nafsu makan
b. Muntah
c. Nyeri kepala
d. Nyeri otot dan persendian
e. Nyeri tenggorok dan pada pemeriksaan faring
f. Rasa tidak enak di daerah epigastrum
g. Nyeri tekan pada lengkung iga kanan
h. Rasa nyeri perut yang menyeluruh
i. Suhu badan tinggi mencapai 40º Celsius berlangsung selama 2-7 hari, dan
kemudian menjadi normal atau subnormal dan dapat disertai kejang demam.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 214


Manifestasi Klinis menurut WHO
Kasus DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis yaitu:
a. Demam tinggi
b. Perdarahan terutama perdarahan kulit hepatomegal
c. Kegagalan peredaran darah
Pada tahun 1975 WHO menyusun patokan dalam diagnosis klinis pada
penderita DBD yaitu:
1) Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2) Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji Tourniquet positif dan
salah satu bentuk lai seperti petikia, purpuria, ekinosis, epitaksis, perdarahan
gusi, hematemesis atau melena
3) Pembesaran hati
4) Tanpa atau disertai renjatan
5) Trombositopenia
6) Hemokonsentrasi yang dapat ditafsikan dengan meningginya nilai hematokrit
sebanyak 20% atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalessen

Gambaran Klinik
a. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus dengue
kedalam kulit, terdapat masa laten yang berlangsung 4-5 hari diikuti oleh demam,
sakit kepala dan malaise.
b. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian
turun menjadi suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsungnya
demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri
punggung, nyeri tulang, dan persendian, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyertainya.
c. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 215


d. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba meskipun pada
anak kekurangan gizi, hatipun sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari
hepatoegali dan hati teraba kenyal,harus di perhatikan kemungkinan akan
terjadinya renjatan pada penderita.
e. Renjatan (syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. Nadi
menjadi lembut dan cepat, kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik
akan menurun sampai di bawah angka 80 mmHg. Manifestasi renjatan pada anak
terdiri atas:
f. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan hidung.
g. Kuku menjadi biru, kegagalan sirkulasi insufien yang menyebabkan peninggian
aktifitas simpatikus secara refleks.
h. Apati,sopor, dan koma akibat kegagalan sirkulasi serebral.
i. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
j. Tekanan sistolik pada anak turun menjadi 80 mmHg atau kurang.
k. Ologuria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
l. Pembesaran Hati
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit
dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri tekan sering kali
di temukan tanpa disertai ikterus.
Hati pada anak berusia 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik biasanya
tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada anak yang hatinya
semula tidak dapat diraba pada saat masuk rumah sakit dan selama perawatan
hatinya menjadi lebih dan kenyal, karena keadaan ini menunjuk ke arah erjadinya
renjatan.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 216


Faktor-Faktor Penyebab DBD
Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD (Demam Berdarah
Dengue), antara lain:
a. Faktor Host yaitu kerentaan (susceptibility) dan respons imun.
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa
faktor yang mempengaruhi manusia adalah:
1. Umur.
Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan
anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal
tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan
selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak
di bawah 15 tahun.
2. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Namun, Singapura
menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada
anak perempuan.
3. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
4. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya
infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
5. Mobilitas penduduk
Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari
Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil
militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan
jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 217


b. Faktor lingkungan (environtment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari
permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim).
1. Letak geografis.
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik.
2. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim
dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di
Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa
minggu setelah musim hujan.
c. Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi
penduduk)
d. Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit
e. Faktor gent yaitu sifat virus Dengue yang hingga saat ini telah diketahui ada 4
jenis serotipe yaitu Dengue 1,2,3,4.

Proses Penyembuhan Penyakit DBD ( Demam Berdarah Dengue)


Proses penyembuhan DBD dengan atau tanpa adanya shock berlangsung
singkat dan sering kali tidak dapat diramalkan. Bahkan dalam kasus syokstadium lanjut,
segera setelah syok teratasi, pasien sembuh dalam waktu 3 hari. Timbulnya kembali
selera makan merupakan prognostik yang baik. Fase penyembuhan ditandai dengan
adanya sinus beradikardia atau arimia jantung serta patekie yang menyeluruh.

Cara Mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mencakup antara lain:
 Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya
 Memperkuat daya tahan tubuh, Melindungi dari gigitan nyamuk
 Mengubah perilaku hidup sehat terutama kesehatan lingkungan. Cara mencegah:
1. Penyuluhan bagi Masyarakat.
2. Memberantas jentik nyamuk.
Dengan cara:
 Kuras bak mandi seminggu sekali (Menguras)
 Tutup penyimpa air rapat-rapat (Menutup)

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 218


 Kubur kaleng dan ban bekas (Mengubur)
3. Penggunaan bubuk Abate (Abatisasi)
4. Memberantas nyamuk dewasa
Dengan cara :
 Jangan menggantung baju bekas pakai
 Pasang kasa nyamuk pada ventlasi dan jendela rumah
 Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu
 Perhatikan kebersihan sekolah
 Pengasapan (fogging)

Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit dengan cara memberikan mikroorganisme bibit penyakit berbahaya yang telah
dilemahkan (vaksin) kedalam tubuh sehingga merangsang sistem kekebalan tubuh
terhadap jenis antigen itu dimasa yang akan datang.
Imunisasi bisa saja diberikan pada semua umur. hanya saja beberapa imunisasi
efektif diberikan pada usia tertentu. ada yang pada bayi, anak-anak, remaja bahkan
Manula. tergantung jenis imunisasi yang diinginkan. Bahkan sekarang ini sedang populer
nya Vaksin HPV untuk mencegah kanker servik yang diberikan pada wanita umur 11-26
tahun.
Tetapi pada artikel ini kita hanya lebih fokus membahas tentang imunisasi dasar
pada bayi dan balita saja. Imunisasi dasar pada bayi yaitu upaya pencegahan penyakit
dengan cara pemberian beberapa vaksin imunisasi dasar yang harus diberikan pada
bayi melalui oral maupun dengan cara penyuntikan.

Pemberian imunisasi dasar pada bayi dan balita.


Inilah beberapa alasan Kenapa imunisasi dasar penting untuk diberikan?
1. Imunisasi diberikan agar bayi siap dengan lingkungan baru (luar kandungan) karena
tidak ada lagi kekebalan tubuh alami yang di dapatkan dari ibu seperti saat masih
dalam kandungan.
2. Apabila tidak dilakukan vaksinasi dan kemudian terkena kuman yang menular,
kemungkinan tubuhnya belum kuat melawan penyakit tersebut.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 219


Manfaat imunisasi dasar lainnya
1. Untuk menjaga daya tahan tubuh anak.
2. Untuk mencegah penyakit-penyakit menular yang berbahaya
3. Untuk menjaga anak tetap sehat
4. Untuk mencegah kecacatan dan kematian.
5. Untuk menjaga dan Membantu perkembangan anak secara optimal. Dan lain-lain

Cara kerja vaksin imunisasi yaitu dengan menipu tubuh untuk merangsang sistem
pertahanan tubuh.
Pada saat vaksinasi dilakukan setelah kuman-kuman tersebut ada didalam tubuh maka
sistem pertahan tubuh akan melakukan perlawanan terhadap ''invasi' antigen ini sehingga
sistem pertahanan tubuh bisa mengidentifikasi antigen tersebut dan mempunyai
kemampuan melawan dimasa yang akan datang (Imunitas)
Program Imunisasi indonesia mengacu pada dua jadwal. tabel Yang pertama jadwal yang
di terbitkan oleh kementrian kesehatan indonesia, kemudian satu lagi rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Jadwal Imunisasi Dasar Pada Bayi

Jadwal Imunisasi dari kementrian kesehatan indonesia

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 220


Jadwal tabel imunisasi bayi oleh IDAI

Pada dasarnya kedua jadwal ini sama , namun pada jadwal Imunisasi
rekomendasiIDAI tercantum beberapa vaksin Tambahan selain dari 5 Jenis Vaksin
Dasar Pokok seperti yang di wajibkan oleh Kemenkes RI.

Program imunisasi dasar di indonesia saat ini bisa di dapatkan secara gratis dan seluruh
biaya ditanggung melalui anggaran dan kebijakan pemerintah. imunisasi bisa di lakukan
melalui Rumah sakit, puskesmas dan posyandu. Selain itu imunisasi juga bisa dilakukan
di klinik-klinik kesehatan lain.

Jenis Vaksin imunisasi dasar yang wajib di berikan pada anak


1. Vaksin Hepatitis B
Virus hepatitis B adalah virus yang menyebabkan penyakit hepatitis B atau lebih dikenal
dengan nama penyakit kuning. Penyakit ini sangatlah berbahaya karena bisa
menyebabkan kerusakan pada hati. Pemberian vaksin 3 kali pada bayi terbukti mampu
mencegah penyakit hepatitis B sampai 75 %.
2. DPT Vaksin.
Vaksin ini merupakan gabungan dari 3 vaksin yaitu Difteri, Pertussis, dan
Tetanus (DPT). Difteri merupakan penyakit dari basil Difteri yang bisa menyebabkan
kerusakan jantung dan sataf. Pertussis yaitu penyakit batuk rajan yang sangat menular
penyakit inj sering juga disebut batuk 100 hari. Tetanus disebabkan oleh jenis bakteri
yang disebut dengan Clostridium tetani ditandai dengan kekakuan otot gejala penyakit
tetanus hampir sama dengan Epilepsi.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 221


3. Vaksin Polio
Penyakit polio adalah penyakit yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada anak.
Menurut penelitian vaksin polio terbukti 90 % efektif untuk mencegah infeksi polio
pada anak.
4. Vaksin Campak
Campak adalah salah satu jenis Penyakit kulit yang menular berakibat fatal
terutama pada anak-anak. Menurut penelitian Vaksin ini dapat mencegah infeksi campak
hingga 90 persen.
5. Bacille Calmette Guerin (BCG)
Vaksin berguna untuk mencegah penyakit tuberculosis (TBC) yaitu penyakit
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini Merupakan kuman yang sangat
berbahaya dan tidak mudah untuk di mati kan.
6. Vaksin HiB
Vaksin ini diberikan untuk melakukan pencegahan penyakit meningitis dan
pneumonia. Yang di sebabkan oleh infeksi bakteri Haemofillus Influenza B. Sangat
berbahaya karena telah menyebabkan kematian 386.000 anak tiap tahunnya.
7. Vaksin Rotavirus
80 % diare pada anak disebabkan oleh virus Rotavirus yang menyebabkan
gangguan pada sistem sistem pencernaan. Diare yang tidak mendapatkan penanganan
medis bisa mrnyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah kekurangan cairan ekektrolit di
dalam tubuh sehingga organ tubuh tidak bisa berfungsi secata maksimal. Dehidrasi berat
berakibat kematian.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 222


D. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT
N FAKTOR
PUSKESMAS FAKTOR PENDUKUNG
O PENGHAMBAT
1 MOYUDAN - Sarana-Prasarana: Kendaraan Bagi saya pribadi dari
mobil dan motor di fasilitasi bagi peminatan epidemiologi
peserta magang sedikit kesulitan karena
- Sarana-Prasarana: Komputer dan tidak ada tenaga khusus
Printer di fasilitasi bagi peserta epidemiologi, maka untuk
magang mendapatkan pencapaian
dari kompetensi agak
sedikit kesulitan Untuk
bertemu dengan tenaga
kesehatan yang
bertanggung jawab sedikit
sulit karena masing-
masing penanggung jawab
sangat sibuk dengan tugas-
tugasnya.
2 MINGGIR  Adanya pembimbing di  Karena waktu
puskesmas magang yang cukup
 Adanya transportasi yang dapat singkat sehingga
digunakan dalam kegiatan diluar masih kurangnya
ruangan informasi dan masih
 Adanya fasilitas yang disediakan ada kegiatan-
untuk mempermudah dalam kegiatan yang belum
berlangsungnya kegiatan dalam dapat dijalankan
hal ini adalah adanya laptop dan sesuai dengan
ruangan program
 Karena tidak adanya
ruang konsultasi
epidemiologi
sehingga masih
kurang informasi,
data, dan kegiatan
kompetensi
epidemiologi.
 Masih menggunakan
bahasa lokal dalam
berbicara
3 GODEAN I - Dukungan dari Rektor - Pembiayaan Magang.
Universitas Cendrawasih, Dekan - Perlu perhatian khusus
bagi peserta magang
FKM UNCEN, Ketua Jurusan dari petugas puskesmas

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 223


Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Ketua
Peminatan Epidemiologi, dan
seluruh Dosen FKM.
- Dalam melakukan magang di
Puskemas proses berjalan lancar
karena seluruh pegawai
menerima mahasiswa dengan
baik
- Selama mengikuti pemaparan
materi kami dapat menerima
materi dengan baik karena
diberikan fasilitas berupa buku
penunjang sehingga kami dapat
mengerti materi dengan baik.
4 GAMPING I - Fasilitas yang ada di puskesmas Hambatan yang di alami
sangat memadai adalah pada saat
- Petugas kesehatan yang ada di penyuluhan kesehatan di
Puskesmas gamping 1 sangat posyandu atau pusling
ramah dan bisa menerima hampir sebagian besar
mahasiswa untuk melaksanakan masyarakat masih
kegiatan magang selama 15 hari menggunakan bahasa jawa
di puskesmas (bahasa daerah setempat)
ini membuat mahasiswa
sulit untuk menyesuaikan
diri
5 GODEAN II Kegiatan dalam gedung - Ketenagakerjaan
Setiap kegiatan di dalam gedung
memperoleh dukungan yang baik
dari puskesmas
Kegiatan luar gedung
- Mendapat dukungan dari pihak
puskesmas maupun kader-kader
- Anggaran dan sarana prasarana
memadai
6 MLATI II - Petugas Puskesmas yang ramah - Tidak semua program
- Data yang diperlukan tersedia yang dilakukan di
Puskesmas Mlati II
melibatkan
mahasiswa/i magang
karena waktu magang
tidak sesuai dengan

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 224


jadwal program di
Puskesmas.
- Masyarakat rata-rata
menggunakan bahasa
daerah setempat
sehingga mahasiswa/i
magang sulit
melakukan komunikasi
saat praktek di
lapangan.
7 DEPOK II - Adanya dukungan dari Rektor - Pembiayaan Magan
Universitas Cendrawasih, Dekan yang cukup mahal
FKM UNCEN, Ketua Jurusan - Tidak adanya tenaga
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Epidemiologi
Ketua Program Studi Ilmu - Adanya kesibukan
Kesehatan Masyarakat, Ketua dari staf puskesmas
Peminatan Epidemiologi, dan sehingga waktu untuk
seluruh Dosen FKM. pemberian materi atau
- Adanya dukungan dari Dinas sharing yang sangat
Kesehatan Kab.Sleman dan terbatas.
Kepala Puskesmas bersama - Adanya kendala
masing-masing program dalam mahasiswa dalam
pelaksanaan kegiatan Kesehatan memahami bahasa
Epidemiologi. jawa
- Dalam melakukan magang di
Puskemas proses berjalan lancar
karena seluruh pegawai menerima
mahasiswa dengan baik
- Selama mengikuti pemaparan
materi kami dapat menerima
materi dengan baik karena
diberikan fasilitas berupa buku
penunjang sehingga kami dapat
mengerti materi dengan baik.
8 KALASAN - Pembimbing yang setia selalu Hambatan dan
membimbing dan memberi permasalahan yang
masukan kepada mahasiswa PKL terjadi selama PKL
dalam mencari dan menulis adalah komunikasi
berita. dengan masyarakat
- Kerja sama yang baik dan sikap karena sebagian
saling mengisi antar mahasiswa besarnya masyarakat
yang melaksanakan PKL di masih menggunaknan
Puskesmas kalasan bahasa daerah(jawa) .

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 225


- Tersedianya fasilitas lebtop dari
pihak puskesmas untuk dapat
membantu penyusunan laporan
9 PRAMBANAN Hambatan dan
Permasalahan yang terjadi
dalam penyuluhan
kesehatan masyarakat di
Posyandu adalah dari cara
konsultasi dengan
masyarakat setempat yang
sebagian besarnya masih
menggunakan bahasa
daerah (Jawa).

1 NGEMPLAK I - Semua kegiatan yang dilakukan - Adanya kesibukan dari


0 oleh puskesmas telah sesuai petugas puskesmas
dengan standart yang ada sehingga waktu untuk
sehingga dapat menjadi pemberian materi atau
pembelajaran dan perbandingan sharing menjadi
bagi mahasiswa. terbatas.
- Tersedianya data yang - Adanya kendala
dibutuhkan oleh mahasiswa. mahasiswa dalam
- Pegawai puskesmas yang memahami bahasa yang
menerima dan mendukung digunakan oleh petugas
proses kegiatan magang Puskesmas Ngemplak I.
mahasiswa.

1 NGEMPLAK II - Semua kegiatan yang dilakukan - Kesibukan staf


1 oleh puskesmas telah sesuai puskesmas dan jumlah
standart untuk menjadi bahan petugas yang kurang dan
pembelajaran mahasiswa. memiliki tugas lain
- Data-data yang dibutuhkan sehingga waktu untuk
mahasiswa tersedia. diskusi dan sharing
- Para petugas puskesmas menerima menjadi terbatas.
mahasiswa dengan baik. - Jika tidak ada kasus /
- Para kader dan masyarakat turut surat KDRS dari rumah
aktif mendukung kegiatan-kegiatan sakit maka puskesmas
kesehatan seperti Posyandu, tidak tahu ada kasus atau
puskesmas keliling , PJB, dll. tidak dan Penyelidikan
- Para Kepala Dukuh dan ibu juga Epidemiologi tidak bisa
aktif berperan dalam menggerakan dilakukan.
masyarakat.
- Kesadaran masyarakat sudah tinggi
dalam mengikuti kegiatan

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 226


kesehatan dan Masyarakat
memiliki pengetahuan yang baik
tentang kesehatan.

1 NGAGLIK I - Adanya Laboratorium, Apotek a. Kurangnya Tenaga


2 Ruang Pengobatan Umum untuk Kesehatan Surveilans
Pasien dan mahasiswa/i peserta di Puskesmas Ngaglik 1
magang yang sedang sakit bisa b. Kurangnya Tenaga
mendapatkan pengobatan secara Kesehatan Lingkungan
langsung di Puskesmas Ngaglik di Puskesmas Ngaglik 1
1.
- Tersedianya Ambulans yang
bias menjadi sarana transportasi
untuk mahasiswa/i peserta
magang di Puskesmas Ngaglik
1.

1 SLEMAN .
3

1 TEMPEL - Dukungan Dari Kepala - Kurangnya tenaga


4 Puskesmas dan seluruh staf. epidemiologi
- Dalam melakukan magang di - Bahasa masyarakat.
Puskesmas Tempel 1 Sleman
DIY, berjalan dengan sangat
baik, karena di terima dengan
baik oleh pegawai.
- Semua materi dan praktek
lapangan di berikan dengan
sangat baik oleh pembimbing
puskesmas.
- Sarana dan Prasarana yang
memadai

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 227


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dari beberapa kegiatan
yang dilakukan di Puskesmas telah berlangsung dengan baik, karena mahasiswa-
mahasiswi peserta magang telah melakukan praktek berupa pemaparan materi,
melakukan survei di lapangan, dan pemberian bimbingan oleh petugas Puskesmas yang
memudahkan peserta magang memahami rangkaian kegiatan tersebut.

B. Saran
Pelayanan di Puskesmas Godean II harus terus ditingkatkan, agar terciptanya
masyarakat yang sejahtera di lingkungan wilayah kerja Puskesmas dan perlunya
penambahan waktu praktek kerja lapangan agar semua kegiatan Epidemiologi dapat
tercapai sepenuhnya.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 228


DAFTAR PUSTAKA

Renstra Kemenkes, 2015-2019.

Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan, 2011-2015

Profil Puskesmas Godean II, 2016.

Kemenkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia.

Praktek Kerja Lapangan Puskesmas Kabupaten Sleman 229

Anda mungkin juga menyukai