Anda di halaman 1dari 34

Analisis Novel

Disusun oleh : Ribka Westinia

Kelas : XII MIPA 3

SMAN 5 Palangka Raya

Tahun Ajaran 2016/2017


Identitas Novel

Judul : NYONYA JETSET


Pengarang : Alberthiene Endah
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : Juli 2009
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal Buku : 360 halaman; 20 cm
Unsur Intrinsik Novel
1. Tema :

Tema yang diangkat dari novel Nyonya Jetset berdasarkan kisah nyata
yang mengisahkan tentang kehidupan sosial seorang model yang menikah
dengan seorang putra konglomerat terkaya di jakarta. Namun cinta pandang
pertama pada putra konglomerat itu ternyata mendorongnya masuk ke
kehidupan yang sarat dan lara. Pernikahan yang mewah dengan banyak luka
dan keanehan yang sama sekali tidak ia duga dalam rumah tangganya.

2. Tokoh :

Roosalin
Edwan Krisantono
Alisha
Jhon Krisantono
Heni Krisantono
Beni
Shinta
Nanci
Mariska
Amara
Miki
Ermin
Yati
Marni
Cori
Yolanda
Della
Meli
Elsa
Nita
Bram

3. Penokohan :

a. Roosalin :
 Berbakat

 “Sudah tujuh tahun lebih aku menginjak profesi ini, semenjak aku
memenangkan kontes pemilihan model yang digelar sebuah agency,
tahun 1992. Namaku menjadi cukup dikenal setelah pose-poseku
tertampang di berbagai majalah wanita.” (hal.12)

 Suka mengoleksi

 “Aku mengoleksi beragam gaun terusan sepanjang atas lutut dan


berbagai rok mini untuk memperlihatkan kelebihanku.” (hal.13)

 “Aku menambah koleksi tasku dengan koleksi bran-bran terkemuka.


Aku memiliki lebih dari delapan tas Vuitton,beberapa tas jinjing
Hermes, dan tas kasual keluaran Gucci. Aku juga membeli dompet
Fendi dan Prada yang elegan dan simple.”(hal.55)

 “Aksesoris, jelas menjadi bagian yang tak kulupakan. Aku menjadi


kolektor dadakan berbagai arloji mahal (bertahtakan berlian) dan
memiliki satu kotak perhiasan berlian, mutiara, bebatuan yang
bernilai, juga emas.”(hal.55)
 Polos

 “Dalam alam pikiranku, kelak aku akan berjodoh dengan seorang


manajer. Atau pekerja kreatif di televise. Atau, impian termulukku,
aku bias berjodoh dengan sutradara. Tampaknya seksi dan
menyenangkan. Kami akan tinggal di apartemen kecil, atau mencicil
rumah di kawasan Serpong. Menanti satu atau dua anak….”(hal.15)

 Kurang percaya diri

 “Tangan ku gemetar menerima jabatan tangan selamat dari ribuan


tamu. Pengusaha-pengusaha, pejabat tinggi, wajah-wajah kondang
meliputi tokoh masyarakat, artis, model, sampai nyonya-nyonya
yang posenya ada di rubrik-rubrik sosialita di majalah-majalah.”
(hal.16)

 “Berbagai dugaan meneror dan mencekik perasaanku sendiri.


Bagaimana kalu mereka merasa aneh melihatku? Bagaimana kalau
aku dianggap sebagai sandal jepit? Bagaimana kalau dinner nanti
berubah menjadi ajang pemaksaan agar aku menjauhkan diri dari
Edawan? Ah, sekali dua kali….”(hal.50)

 Mudah tersinggung

 “Sebab aku begitu marah bila ada orang yang merendahkan profesi
model. Tidak banyak orang tahu kalau profesi yang terlihat manis
dan glamor ini sebetulnya berisi kerja keras luar biasa.” (hal.18)

 Mudah akrab

 “Aku bahkan tidak mengenalnya ketika ia menyapaku saat pesawat


Singapore Airlines sudah terbang datar di atas awan. Kami
mengobrol wajar dan chemistry menyatukan kami.” (hal.19)

 “Aku memerlukan mereka untuk bias lebih mudah meleburkan diri


dalam kehidupan baru di rumah ini. “Saya suka memasak juga.Nanti
kita masak sama-sama. Tapi tidak hari ini,” kataku.”(hal.30)
 “Sesekali ia juga menampakkan kerjab jenaka cowok-cowok iseng 20
tahunan. Dan di atas semua itu, ia adalah teman bicara yang
menyenangkan. Aku bahkan tidak menyadari kalau kami sebetulnya
baru berkenalan hari ini dan baru duduk bersama malam
ini.”(hal.196)

 Takjub

 “Aku menggelinjing dan berbalik. Menatap erat mata suamiku


dengan sorot yang bernada, benarkah ini semua jadi milikku?,”
(hal.23)

 Tabah

 “Peristiwa ini membuatku mengenal arti kelapangan hati. Aku tidak


mungkin membiarkan hubungan aneh ini terus berlangsung.”
(hal.27)

 Pendendam

 “Aku tak siap menerima penghianatan itu. Aku membenci miki


setelah itu.” (hal.27)

 Tidak Terbuka

 “Peristiwa itu tidak mau kuceritakan pada siapa pun. Tidak pada Ibu,
tidak pada Bapak, tidak pada Mariska, adikku yang tujuh tahun lebih
muda dariku.”(hal.27)

 “ ”ini tidak mengganggu rumah tanggamu kan, Roos?” “Nggak sama


sekali, Pak.” Tentu saja aku berbohong. Aku akan meneutupi
pemberian ini. Ungkin Edwan tidak akan melarang, tapi sebaiknya
aku tidak mengungkapkan sesuatu yang bias memancing
emosi….”(hal.170)

 Pengertian
 “Itu yang membuat bulan madu kami harus diundur sampai bulan
depan, Aku mengerti. Bahkan lebih dari mengerti, aku mengangguk
dengan rasa suka. Berdampingan dengan seorang suami yang
hebat.” (hal.30)

 “Aku tak memaksa. Kusadari bahwa keluarga sibuk dan super-


mapan ini pastilah memiliki ruang hidup sendiri-sendiri sejak lama.
Aku mengerti. Maka aku tak pernah menanyakannya lagi.”(hal.57)

 Baik
 “sengja aku makan siang di meja pantry dekat dapur, dan kuajak
pula tiga pembantu makan semeja denganku. Aku ingin mereka
cepat akrab denganku.” (hal.31)

 Matre

 “Roosalin yang matre. Sebelah kepalaku berteriak, ‘Hei, apa


salahnya. Kau sudah jadi istri orang kaya!’.”(hal.40)

 Pemboros

 “Aku masuk ke butik Dior dan membeli dua clutch, dan dua pasang
sepatu, dan dua tas tangan. Satu untukku, satu untuk Alisha. Aku
juga masuk ke butik Guess dan kubeli banyak pakaian untuk adikku,
Mariska. Tak lupa beberapa pasang sepatu dan tas di butik yang
sama. Aku juga masuk Ke Metro Departemen Store….”(hal.45)

 “Aku membeli berlusin-lusin sepatu di Linea. Kubeli juga sepatu-


sepatu Gucci, Prada. Vuittion, Dior, Jimmy Choo. Aku menambah
koleksi tasku dengan koleksi brand-brand terkemuka. Aku memiliki
Lebih dari delapan tas-tas kasual keluaran Gucci.”(hal.55)

 Tidak Percaya Diri

 “Sebuah momen yang membuat sekujur tubuhku panas-dingin. Buat


seorang perempuan sederhana seperti diriku, sungguh sangat sulit
menghadapi momen seperti itu. Seharian penuh aku menyiapkan
diri agar tidak menjadi makhluk planet di tengah keluarga
Edwan.”(hal.49)

 “Berbagai dugaan meneror dan mencekik perasaanku sendiri.


Bagaimana kalau mereka merasa aneh melihatku? Bagaimana kalau
aku dianggap sebagai sandal jepit? Bagaimana kalau dinner nanti
berubah menjadi ajang pemaksaan agar aku menjauhkan diri dari
Edwan? Ah, sekali ….”(hal.50)

 Penakut

 “Tiba-tiba saja aku merasa takut terjadi sesuatu. Aku pernah


mendengar kisah suami yang tak pulang ke rumah karena muak
pada istrinya. Ni baru sekali terjadi, tapi aku benar-benar dibuat
mati kutu. Apakah kesalahanku masuk dalam kategori sikap istri
yang memuakkan? Kupencet ….”(hal.68)

 “Sejujurnya aku sangat takut. Baru kusadari, ternyata aku adalah


manusia yang sangat rapuh dibalik kekuatanku. Bahkan dengan
seluruh pelukan seluruh anggota keluargaku, aku tetaplah
selongsong hati yang kopong dan bias remuk sewaktu-
waktu.”(hal.202)

 Keras kepala

 “Selamat kerja, Mas. Boleh kan aku ketemu Alisha….”. Aku


menyentuh jemarinya di depan pintu, saat sopir sedang
memundurkan sedan Mercedesnya. Wajah Edwan tiba-tiba
mengarah padaku. Matanya menatapku dengan tegas….”(hal.74)

 Nekat

 “Aku berlari ke dressing room. Untuk apa kukhianati sahabatku


karena permintaan tolol suamiku? Aku mengenakan atasan model
kimono motif kotak-kotak keluaran Zara dan celana Capri warna
hitam. Kusambar tas tangan Prada dengan cepat….”.(hal.75)
 Cantik

 “Aku telah menjadi Madame Roosalin yang halus bagai pualam,


sangat cantik, terhormat, sekaligus… beku. Ya, harus kuakui, aku
telah membekukan sebagian perasaanku, untuk bias aman dalam
duniaku.”(hal.102)

 Pasrah

 “Edwan kini memukuli tubuhku. Bahu, punggung, kepala, dan


rahangku. Aku memekik tertahan. Pukulannya keras dan
merontokkan. Aku menjadi objek yang sama sekali tak bias
melawan. Ia terlalu kuat dan aku terlalu takut.”(hal.106)

 Bisa menyimpan rahasia

 “Rahasia Shinta kusimpan dalam hati. Ia kadang masih berkunjung


ke rumahku. Dan aku menikmati celotehnya , sekaligus ketertutupan
soal selingkuhannya.”(hal.133)

 “ ”Saya nggak tahu apa-apa. Dia ke sini buat makan sama-sama,”


kataku, netral. “Kamu tahu dia sedang berselingkuh sekarang?”
Mama bertanya tajam.”(hal.135)

 “ ”Saya memang nggak tahu apa-apa, Ma, saya harus cerita apa?”
Kubayangkan ingatanku pada shinta. Entah kenapa aku jadi kasihan
padanya.”(hal.136)

 Galak

 “Aku nyaris naik pitam, tapi berusaha menjaga emosi. “Sori, sana
pergi. Jangan gangu saya!” sentakku, mendesis.”(hal.159)

 “Aku menoleh dengan galak dan memandang laki-laki tua itu


dengan tajam. “Orangtua saya saja tidak pernah melarang, apa
urusan kalian!”.”(hal.176)
 “Aku beringas. Kudorong sekuat tenaga berikade kuat itu dan
kujotoskan tanganku pada salah satu dari mereka. “Minggir!”
teriakku cukup kencang. “Ini rumah saya! Saya belum bercerai dari
suami saya! Satpam gila! Kalian bukan polisi! Sedikit saja kalian
melukai saya, saya laporkan….”(hal.291)

 Tidak berpendirian

 “Itu hanya akan memperparah keadaanku. Karena disaat seperti itu,


aku adalah manusia rentan yang akan mudah koyak dengan
sentuhan sedikit saja.”(hal.202)

 “Aku benar-benar kalut. Sangat kalut. Aku tak tahu di mana


seharusnya aku berhenti dan berdiri. Pikiranku, hatiku, kehilangan
pijakan. Buntunya, aku terduduk begitu saja di kursi sudut bergaya
Eropa klasik, dan menangis lagi.”(hal.271)

 Tidak perduli

 “Sebagian dari mereka tahu siapa Edwan. Aku memilihntidak


perduli. Apa lagi yang bisa kulakukan untuk menepis gunjingan?
Pindah ke rumah lain dan hanya tinggal berdua dengan Edwan
bukanlah solusi yang menyenangkan.”(hal.216)

 “Aku berusaha berjalan tegak di atas kehidupan baru yang jauh lebih
melegakan dibanding saat aku berada di istana Pondok Indah. Aku
sudah kebal dengan pandangan-pandangan aneh orang lain saat aku
mendorong kereta belanja di Sogo Supermarket.”(hal.233)

 Tegas

 “ ”Kamu telah memulai sesuatu yang salah untukku. Jadi, aku hanya
memohon selesaikan semua dengan cepat,” aku tegas.”(hal.208)

 “ ”Itu tidak mungkin. Kamu tahu, apa yang sudah kamu lakukan
sudah keterlaluan. Semua sudah cukup bagiku. Tidak aka nada lagi
usaha untuk memperbaiki diri. Kamu terus saja dengan sikapmu,
dan aku akan menjalini hidupku sendiri.” Aku tak mempercayai
kalimatku yang….”(hal.209)

 Bijaksana

 “Tapi setidaknya, aku harus menemui orang lain untuk


menyelesaikan masalah ini. Aku tak sanggup sendirian. Harus
kuakui, separo hatiku memangmerasa sangat lelah. Amat sanagt
lelah. Tapi keinginanku menemui orang lain semata-mata adalah
demi Edwan.”(hal.258)

b. Edwan Krisantono
 Perhatian

 “ ”Sayang aku sibuk. Dan aku tak mau kamu sibuk sendirian. Kita
punya bulan madu yang sempurna untuk menggantikan itu,” Edwan
mengecup pipiku. “Semua dibereskan wedding organizer.””(hal.11)

 Baik

 “ ”Lho, nggak, itukan buat kamu. Pakai saja semaumu. Besok siang
kamu pasti ingin jalan-jalan,” katanya lagi.”(hal.38)

 “ ”Itu baru sedikit. Aku janji bulan depan akan lebih banyak lagi uang
yang kuberikan untukmu.” Aku merasakan napas suaranya
mengelus-elus daun telingaku.”(hal.237)

 Pekerja keras

 “Tadi pagi Edwan pamit ke Kalimantan dan berjanji akan tiba di


rumah besok sore. Sebuah pertemuan yang harus dihadirinya, tak
bisa diundur. Ada serentetan pertemuan lagi menyusun kerja sama
perusahannya dengan perusahaan pertambangan dari Cina.”(hal.30)
 “Kupandang wajah suamiku. Ia menatapku dengan sungguh-
sungguh. Parasnya jauh lebih dewasa. Aku melihat gurat keletihan di
bawah matanya. Ia memang bekerja sangat keras.”(hal.217)

 “Ia membranikan diri meminjam modal pada bank. Tanpa banyak


kesulitan ia memiliki cukup uang untuk merealisasikan mimpinya.
Bagiku, ini adalah fase baru dalam kehidupan “normal” kami. Kurasa
kami memang tidak boleh berlama-lama berlindung dalam selaput
dekapan orangtua.”(hal.229)

 Romantis

 “Edwan menghabiskan banyak waktu untuk mencumbuku dan


mengeluarkan kalimat-kalimat indah yang melenakan. “kamu dewi
impian yang sudah lama kunanti.””Aku bahagia bisa jatuh cinta
padamu, Roos….”.”(hal.26)

 “ ”Telepon aku kapan saja kamu mau. Ita bercinta di udara, oke?”
Edwan mengulum bibirku di depan pintu kamar tadi pagi. Aku
menyukai suasana itu. Tubuhku yang terbalut kimono sutra seperti
menggelosor licin daalm dekapan Edwan yang sudah mengenakan
setelan jas abu-abu….”(hal.31)

 Labil

 “Namun aku masih harus tarik ulur dengan mood-nya yang turun-
naik Jika sedang ada masalah dengan pekerjaannnya, mood-nya
berantakan. Kadang-kadang ia membentakku tanpa kesalahan
dipihakku sama sekali. Tapi yang membuat lega ia tidak memukuliku
lagi.”(hal.142)

 “Aku telah membuang bertahun-tahun dalam hidupku untuk


memperjuangkan seorang pria yang tak pantas kuperjuangkan. Pria
labil yang tak pernah mengenal kesungguhan dan tanggung
jawab.”(hal.357)

 Kasar
 “Ia menarik tubuhku lagi dan mendorongnya dengan kuat ke pintu.
Aku terbanting. Pungggung dan bagian belakang kepalaku
menghajar pintu. Edwan menendangku dengan kaki yang masih
bersepatu. Bukan hanya di wajah, tapi juga di perut, di pinggul, di
paha, di kaki.”(hal.174)

 “ ”Aku mau tidur sendiri!” Ia menarik lenganku dan mendorongnya


keluar. Sebelum aku sempat menggerakkan tuas pintu, kudengar
bunyi anak kunci diputar. Ia mengunci pintu dari dalam.”(hal.247)

 “Tiba-tiba saja ia memandangku dengan sorot mata yang tajam, lalu


mendorongku dengan kuat ke samping, hingga aku menubruk
lemari makan. Rasa ngilu segera menjalar di pelipis dan bahu
kananku.”(hal.245)

 Pemarah

 “ ”Nekat melawan aku?” Ia memandangku dengan tajam dari


pantulan cermin. “Aku sudah melarang kamu.” “Dengar! Aku tak
mau mendengar ada bantahan dan kebohongan!” Suara Edwan
sangat keras, dan kasar.”(hal.80)

 “Edwan memandangku dengan mata berkilat-kilat. Rahangnya


bergerak-gerak. “Ngomong apa kamu!” “Aku bicara seperti yang
kamu dengar!” “Kurang ajar kamu!” “Kamu yang kurang ajar sama
aku! Kamu biadab! Aku tak lagi menahan kemarahanku.”(hal.173)

 Pemukul

 “Edwan kini memukul tubuhku. Bahu, punggung, kepala, dan


rahangku. Aku memekik tertahan. Pukulannya keras dan
merontokkan. Aku menjadi objek yang sama sekali tak bisa
melawan. Ia terlalu kuat dan aku terlalu takut.”(hal.106)

 “Tiba-tiba Edwan maju dengan cepat ke arahku. Dan sesuatu


kemudian membuatku terdorong cepat ke belakang membentur
dinding. Ia meninju wajahku. Begitu cepat dan tak siap kuterima.
Belum sempat aku berdiri, bayangan kaki Edwan mendekati
wajahku. Dengan ujung kakinya ia meyepak….”(hal.95)
 Pecandu narkoba

 “Aku membelalakkan mata. Sebuah pikiran langsung menghujam


ulu hatiku. Rasanya pedih dan ngilu. “ Kamu… pakai narkoba?” aku
memekik. “Jawab Edwan! Kamu pakai obat?” a terus menggigil dan
menjerit. Aku menggelosor lemas di sisi ranjang.”(hal.251)

 “Edwan menjadi pecandu. Sangat akut. Itu sangat memukul


perasaanku. Ia merintih kesakitan setiap hari, menggerusku dengan
tangisnya akan kebutuhan uang dan obat, menghirup kokain dan
shabu di kamar dan telentang dengan mulut menganga ketika
tertidur.”(hal.252)

 “Aku selalu tak kuat, dan memberinya uang. Ia akan menghilang


sesaat dan kembali dengan wajah lega. Setelah itu ia mendekam di
kamar, menyuntikkan lagi narkotika.”(hal.253)

 Tepat janji

 “Edwan begitu terlihat ingin menghadirkan masa-masa awal


pernikahan yang luar biasa. Usai rentetan urusan kerja bisnis
dengan taipan Cina di Kalimantan, Edwan memenuhi janjinya. Ia
menghabiskan sebanyak mungkin waktu di rumah.”(hal.52)

c. Alisha
 Periang

 “ ”Ceritakan semuanya!” Alisha memekik saat ia mendaratkan


pantatnya di resto dalam Hotel Mulia. “Aku masih belum percaya,
kamu mengakhiri masa lajangmu dengan keajaiban seperti
ini!”.”(hal.42)

 “ ”Sha, please. Sudahlah, nggak usah heboh begini.Sahari di sana aja


aku sudah merasakan banyak guncangan.”(hal.43)

 Cantik
 “Aku menyukai sikap “biasa” di dirinya. Padahal Alisha memiliki
wajah yang cantik. Indo Prancis turunan dari neneknya membuat
figurnya menyerupai gadis-gadis dalam telenovela.”(hal.43-44)

 Terbuka

 “Alisha menyampaikan ini bukan untuk membuat remuk redam.


Sebagaimana karakternya dulu, ia memang tidak pernah
merahasiakan apa pun di depanku.”(hal.231)

 Pengertian

 “Dengan kerepotan ini, nyaris aku selalu terlambat. Untungnya


Alisha mengerti. Ketika kuceritai kondisi Edwan, ia menangis. Alisha
sudah hamil dan ia mulai jarang ke kantor. Hamilannya divonis
lemah dan ia harus banyak istirahat di rumah.”(hal.255)

 “Alisha sepertinya mengerti bahwa aku bukan hanya membutuhkan


uang, tetapi juga hiburan. Ia membiarkan saja aku bergelut dengan
kesibukan. Beberapa kali kulihat ada sekotak coklat di
mejaku.”(hal276)

 Tulus

 “Aku memandangnya dengan haru. Inilah keindahan yang aku suka


dari Alisha. Ketulusan dan kehangatan persahabatan. Mataku
mendadak menghangat dan kurasakan ada air hangat yang
meleleh.”(hal.77)

d. Jhon Krisantono
 Rendah hati

 “Jhon Krisantono, ayah Edwan, adalah figure konglomerat yang


rendah hati. Itu terlihat dari gaya bicaranya yang santun, pelan, dan
membumi. Ia hanya membicarakan hal-hal yang sederhana.”(hal.48)
 “Usianya mungkin sekitar 65 tahun. Ia rajin tersenyum. Kadang
senyumnya diarahkan kepadaku. Walau aku kadang melihat
kesamaan garis mukanya dengan pemimpin-pemimpin mafia dalam
film-film gangster, aku berusaha menepis dugaan itu.”(hal.48)

 Pendiam

 “Papa terlihat paling tenang, atau dingin, di antara yang lain. Papa
mewariskan sikap tak perduli, dingin sekaligus tak jelas.”(hal.165)

 “Papa mendadak berlalu tanpa bicara. Dingin tanpa ekspresi. Yang


lain memandang Edwan dengan emosi. Nanci dan Beni lebih dulu
keluar. Mama lalu mendekati Edwan dan berkata tajam.”(hal.167)

e. Heni Krisantono
 Sombong

 “Mama menutup handphone-nya dan menatapku dengan tegas.


“Besok siapkan saja pindahan rumah ke Permata HIjau. Surat-
suratnya akan diurus, katanya pelan. Aku masih belum siuman.
Mama berdiri dan menyentuh bahuku sedikit. “Mama pergi dulu ya.
Takut terlambat ke….” .”(hal.61)

 Cantik

 “Heni Krisantono, ibu Edwan, perempuan jetset sempurna yang


memperlihatkan aura taru di usianya yang 62. Anggun, mewah,
merekah, mencolok. Tata rambutnya sempurna dan selalu
mengembang.”(hal.49)

 “Mengingatkan aku pada tatanan rambut istri seorang raja sinetron


Indonesia. Wajahnya sempurna. Ia memiliki mata yang bulat yang
besar dengan kelopak mata yang sempurna. Bibir yang merekah bak
gadis usia belia, hidung mancung tanpa cela dan dagu yang
mendongak indah.”(hal.49)
 “Buah dadanya membusung tanpa takluk pada gravitasi bumi. Dan
kulitnya seperti tak pernah berkenalan dengan matahari. Putih bagai
pualam. Kesempurnaannya membuatku tak bisa tidak berpikir
bahwa ia adalah pengunjung rutin klinik kencantikan dan meja
operasi.”(hal.49)

 Emosian

 “ “Sinting kamu! Mau mencoreng nama baik keluarga, heh!” Mama


berteriak. Otot wajahnya mendadak bergerak dramatis. Biasanya dia
hanya memperlihatkan tarikan otot yang kaku akibat gemparan
suntikan Botox di mana-mana.”(hal.166)

 “ “Kamu jemput saja dia ke Manado, Ben! Ajak dia baik-baik!”


Mama kini memandang Beni dengan tajam. “Sebelum dia sesumbar
tentang semua perlakuanmu di mana-mana!”.”(hal.166)

 “Dan, aku merasakan sesuatu yang pedih. Ia menamparku. Kencang.


Matanya menyala-menyala dengan bukaan yang sangat lebar. Aku
melihat bola matanya yang seperti mengerucut, memisahkan diri
dari bagian putih yang mengelilinginya.”(hal.249)

 Baik

 “ “Tahan sebentar ya, Nak… dokter akan dating,” Katanya parau. Ia


lalu melirik Edwan yang meringkuk tak berdaya di dekatku. Mama
sempat duduk terpaku dan memandangku dengan terenyuh, untuk
kemudian berjalan terburu-buru keluar. Sekilas kulihat matanya
basah.”(hal.109)

f. Beni
 Pemukul

 “Beni punya kebiasaan yang sama. Bahkan mungkin lebih buruk,”


Shinta menunduk sebentar. “tapi begitulah mereka. Orang-orang
yang terobsesi dengan bisnis. Mereka sudah membunuh perasaan
sendiri dan menukarnya dengan kehidupan yang jauh dari
perasaan.”.”(hal.112)

 “ “Aku diikat dan dipukuli. Nanti kuperlihatkan tubuhku,” suara


Shinta hilang timbul di antara sedu sedannya. Aku membisu.
Teringat akan rasa sakit lahir-batin yang ku alami di Bali.”(hal.162)

 Pemarah

 “ “Kalau mau dicerai sudah dari dulu, Nan!” beni membentak. “Dia
mestinya tahu diri. Sudah bagus bisa dikasih kehidupan kaya gini!”.
Aku membenci kalimat Beni beserta nadanya.”(hal.166)

 “Beni tampak emosi, sama emosinya dengan Mama, dan Nanci


terlihat tak perduli. Aku kini tahu, betapa sempurnannya warisan
sikap “gila” di keluarga ini.”(hal.165)

g. Shinta
 Pendiam

 “Shinta sama dengan suaminya. Jarang tersenyum dan irit bicara.


Yang menarik adalah cara berpakaiannya. Selalu chic dan tertata
laksana hendak pemotretan fesyen di majalah kondang.”(hal.47)

 Peduli

 “Ia memegang jemariku lagi dan meremasnya perlahan. Matanya


mendadak merebak. Basah. Kemudian menangis agak keras. Aku
terkejut oleh penampakan Shinta yang mendadak berjiwa.”(hal.111)

 Tidak setia dengan pasangan

 “Kulayangkan ingatan ku pada Shinta. Entah kenapa aku jadi kasihan


padanya. Tanpa aku ingintahu siapa gerangan kekasih gelapnya, tapi
aku bisa memahami kenapa ia melakukan hal itu.”(hal.136)
 “Aku menggeleng. “Aku nebeng.” “Pebuatan tolol. Shinta kan liar
kalau suaminya nggak ada di Jakarta. Beni lagi di luar, kan?” Cori
nyerocos tanpa sungkan dan dosa.”(hal.131)

 “ “Dia punya banyak selingkuh. Terakhir dia main sama bintang


sinetron. Julius Rene!” Cori berbisik, lalu terkekeh. Dia tante girang
idaman para gondrong. Katanya sih, permainan ranjangnya dahsyat.
Sedahsyat cewek-cewek dua puluhan.!”. Aku terpaku. Della lalu
menyikut Cori.”(hal132)

 Sombong

 “Aku menyalami keduanya. Shinta sama sekali tak bicara. Ia


memandangiku seperti majikan melihat pembantunya.”(hal.82)

h. Nanci
 Periang

 “Ia belum menikah. Memiliki kekasih orang Italia yang tinggal di Bali.
Ia sanagt lincah dengan gerakan tubuh yang luwes. Dibanding Beni,
ia lebih banyak bicara. Ia juga ramah, walau cara menatapnya
kadang terasa aneh.”(hal.47)

 Perokok dan pemabuk

 “Nanci perokok dan suka minum. Dari Alisha aku tahu, Nanci
seorang party animal sejati. Kematiannya pasti akan disebabkan dua
hal. Kebanyakan minum, atau kebanyakan clubbing! Ujar Alisha
suatu kali.”(hal.47-48)

 “Aku tegang. Nanci kini mengambil rokoknya, menyalakan dan


meletakkan batang mungil itu di antara jemarinya. Ia mengresap
dan mengepulkan dengan tenang. Suasana hening seketika. Edwan
tidak kelihatan lagi.”(hal.135)
 “Nanci mendengus. Ia lalu mengeluarkan kotak rokok, dan
menyalakan sebatang. Tak lama kemudian Nanci sudah sibuk
menepulkan asap rokok.”(hal.166)

 Cantik

 “Adik Edwan yang pertama bernama Nanci. Berusia 36 tahun.


Cantik, modern, dan sangat stylish. Aku baru menyadari, Nanci
sering muncul di pesta-pesta jetset yang liputannya ada di majalah-
majalah. Fotonya selalu terpampang sebagai sosialita.”(hal47)

 Tidak perduli

 “Papa terlihat paling tenang, atau dingin diantara yang lain. Beni
tampak emosi, sama emosinya dengan Mama, dan Nanci terlihat tak
perduli.”(hal.165)

i. Miki
 Penghianat

 “Tapi sesuatu kemudian terjadi. Miki punya kekasih lagi. Aku


terpukul. Dan terhina. Kami putus empat bulan kemudian setelah ia
kupergoki punya kekasih lain. Empat bulan yang hanya diisi dengan
hubungan rapuh yang makin tak jelas arahnya. Miki terang-terangan
meneruskan hubungan….”(hal.27)

j. Yati
 Pintar masak

 “Masakan buatan Yati ternyata sangat enak. Ia membuat sup ikan


patin yang asam pedas, oseng bunga papaya, ayam woku berbumbu
hijau, bakwan jagung berukuran mungil. Ia juga menggoreng
kerupuk kancing, dan membuat sambel dabu.”(hal.31)

k. Cori
 Periang
 “ “Hai, Nyonya Edwan!” Suaranya cempreng, tapi hangat. Aku
tersenyum dan mengulurkan tangan. “Roos Edwan…” “Cori. Cori
Parengkuan.” Ia tersenyum lebih lebar.”(hal.124)

 “Ia menawariku white wine. “Senang di sini? Enjoy?” tanyanya riang


setelah aku meneguk sedikit wine. “Kelihatannnya kamu masih
kaku. Nggak biasa ke acara seperti ini, ya?” Ia tampak terlalu jujur
untuk ukuran sikap rata-rata orang di sini.”(hal.125)

 “ “Lusa ada pembukaan pameran lukisan Syahdan!” tutur Cori.


“Kamu harus dating karena post-party-nya selalu edan!”.”(hal.126)

 Ceplas-ceplos

 “ “Ini acara wajib buat nyonya-nyonya seperti kamu, bukan? Agar


dunia melihat siapa diri kamu.” Ah, dia semakin jujur. Tapi aku suka.
Segera saja aku berdoa agar ia tetap tertahan di dekatku.
Setidaknya, aku menemukan pendamping di dalam pesta yang
menyiksa ini.”(hal.125-126)

 “Aku terpaku. Della lalu menyikut Cori. Sepertinya ia takut kalimat


Cori menyinggung perasaanku. “Ops! Sori, Roos, tapi kamu nggak
apa-apa kan dengan ini. Sori…! Cori memegang lenganku sambil
menahan senyum. Ia agaknya nakal.”(hal.132)

 Baik

 “ “Kenapa kamu tidak menghubungi kami? Kamu bisa tinggal di


apartemenku di Semanggi!” cetus Cori. “Aku sudah putus sama
Nico, jadi apartemen itu nganggur!” Cori meyebut nama
brondongnya.”(hal.223)

l. Bram
 Periang
 “Bram tertawa dengan garis wajah yang sangat menyenangkan
untuk dilihat. Aku baru menyadari, ia memiliki leher yang sangat
kokoh. Tadi siang leher itu tertutup kerah kaus.”(hal.197)

 “ “Percaya nggak percaya, ternyata dulu di nila itu pernah ada anak
muda mati setelah overdosis setelah pake narkotika. Mungkin dia
mau nimbrung dengan kegiatan kita.” Bram tertawa lagi.”(hal.241)

 Sopan

 “ “Sori, saya harus mengangkat kardus ini.” Ia menunjuk kardus


besar tempat aku bersandar. Aku agak kaget dan malu. Lalu segera
saja aku berdiri tegak, menjauh dari kardus.”(hal.190)

 “ “Sori menggangumu ya. Soalnya, saya harus mempersiapkan ini,”


katanya dengan sopan. Aku mengangguk dan tersenyum. “Saya yang
minta maaf. Seharusnya saya tahu ini tidak boleh
disandari.”.”(hal.190)

4. Latar/Setting

 Latar tempat
 Rumah Edwan

 “Edwan mengajakku ke rumah kami. Sebuah rumah megah di


Pondok indah.”(hal.20)

 Ruang dalam rumah Edwan

 “Ruang dalam rumah Edwan membuat mataku tak bisa berkedip


dalam beberapa detik.”(hal.21)

 Ruang tamu

 “Ruang tamu yang sangat luas dipenuhi dengan perabotan


spektakuler. Warna emas, putih, dan gading mendominasi
interiornya.”(hal.21)
 Hotel Mulia

 “ “Ceritakan semuanya!” Alisha memekik saat ia mendaratkan


pantatnya di resto dalam Hotel Mulia. “Aku masih belum percaya,
kamu akan mengakhiri masa lajangmu dengan keajaiban seperti
ini!”.”(hal.42)

 Butik Guess

 “Aku juga masuk ke butik Guess dan kubeli banyak pakaian untuk
adikku, Mariska. Tak lupa beberapa pasang sepatu dan tas di butik
yang sama.”(hal.45)

 Metro Department Store

 “Aku juga masuk ke Metro Department Store dan memborong


banyak busana untuk Ibu dan Bapak. Aku telah menjadi nyonya
kaya!.”(hal.45)

 Paris

 “Bulan madu kami, di Paris, berjalan sempurna, walau Edwan belum


terlalu lihai merespon permainanku yang amat memeras keringat di
peraduan kami.”(hal.53)

 Sekolah
 “Langkahku percaya diri. Senyumku menebar dengan luwes. Semua
yang ada di situ pastilah menyangka aku akan menjemput anakku
dari sekolah.”(hal.152)

 Di perpustakaan sekolah

 “Aku dan Cori menyusul. Di perpustakaan, pertemuan itu terjadi.


Demi melihat dua anaknya , Della berlari heboh bak pengungsian
siap merebut makanan pembagian.”(hal.156)

 Pintu gerbang sekolah


 “Saat pintu gerbang terbuka, semburan anak-anak sekolah bagai air
bah. Aku melangkah lebih leluasa dan bisa menebarkan
pandangan.”(hal.152)

 Kafe di Kemang

 “Aku dan Cori minum the di sebuah kafe di Kemang. Tiba-tiba


segerombolan anak muda masuk. Salah satu dari mereka mendekati
Cori.”(hal.158)

 Beranda belakang

 “ “Bapak mau bisnis apa?” tanyaku saat kami duduk di beranda


belakang, menikmati pisang goreng buatan si mbok. Ibu memanggil
seorang pembantu dari Jepara. Masih ada hubungan saudara, walau
jauh.”(hal169)

 Ruang nonton televise lantai atas


 “Ia kudapati duduk di ruang nonton televise di lantai atas.
Memegang kaleng minuman soda dan bercelana pendek.”(hal.207)

 Di Patra Kuningan

 “Kami mendapatkan sebuah rumah yang cukup baik di bilang Patra


Kuningan. Sebuah daerah elit yang diisi rumah-rumah besar,
sebagian cukup kuno dan antik.”(hal.226)

 Di mal-mal Jakarta

 “ “Jangan takut, Edwan. Banyak orang lupa pada kita,” guyonku.


“Aku tidak takut, aku tidak pernah ke mal-mal Jakarta,” katanya
serius. Aku baru ingat. Ia hanya memasuku mal-mal di Singapura,
dan negeri-negeri maju lain.”(hal.239)
 Ruang tamu

 “Kami pindah ke sofa ruang tamu dan mengobrol banyak sore itu,
dan tidak menyinggung soal Edwan. “Kalau kamu mau, kalian bisa
tinggal apartemenku mulai bulan depan,” kata Alisha.”(hal.282)

 Apartemen Della

 “Kutatap apartemen tempat Della tinggal, yang menjulang tinggi.


Betapa hidup kami, perempuan-perempuan yang berkelabatan di
ranah keluarga jetset ini, sungguh seperti terkurung dalam bekapan
Kristal.”(hal.302)

 “Kuketuk pintu apartemen Della. Aku mendengar sayup bunyi suara-


suara wanita di dalamnya. Mereka [asti sudah berkumpul. Dan pintu
terbuka.”(hal.304)

 Kamar tunggu artis

 “Selepas pengambilan gambar, aku mendekam di kamar tunggu


artis. Berbaring dengan posisi tertentu agar riasanku
terjaga.”(hal.333)

 Restoran di Bulungan

 “ “Terima kasih, Bram, kamu sudah berbuat banyak untuku,” kataku


selagi kami makan di sebuah restoran di bulungan. Kami sedang
break syuting. Malam itu aku berdandan. Kukenakan busana terusan
dari bahan satin warna hitam.”(hal.334)

 Latar Waktu

 Awal Oktober 2000

 “Awal Oktober 2000, aku menikah dengannya, Ketika Jakarta


diguyur gerimis yang romantis. Aku tidak mengeluarkan setetes
keringat pun untuk mempersiapkan segalanya.”(hal.10)
 Malam Perhelatan

 “Aku menurut. Malam itu tergelar sebuah perhelatan supermewah


yang mencengangkan siapa saja. Pesta pernikahanku adalah pesta
sejuta bintang dan semburan pelangi.”(hal.11)

 Lewat tengah malam

 “Lewat tengah malam…. Ketika aku selesai melucuti gaun pengantin


yang menekan sekujur pinggang dan dadaku dengan baja lembut,
sentuhan Edwan menyempurnakan bahagiaku.”(hal.17)

 Hari kedua dalam pernikahan

 “Hal pertama yang kulakukan pada hari kedua dalam pernikahanku


adalah mencipakan pekerjaan pada tiga pembantu, agar aku bebas
berlari-lari di sekujur ruangan di rumah ini tanpa merasa
malu.”(hal.24)

 Tahun lalu

 “Terakhir aku bertemu tak sengaja dengan Miki, tahun lalu, di ruas
jalan kecil di antara pertokoan di Siminyak.”(hal.28)

 Siang

 “Siang itu setelah aku puas melahap pemandangn di sekujur


rumahku, aku mengganti bajuku dengan kaos polos putih dan celana
kapri warna khaki. Kuikat rambutku dengan karet hitam.”(hal.29)

 Tadi pagi
 “Tadi pagi Edwan pamit ke Kalimantan dan berjanji akan tiba di
rumah besok sore. Sebuah pertemuan yang harus dihadirinya, tak
bidsa diundur. Ada serentetan pertemuan lagi menyusul kerja sama
perusahaan dengan perusahaan pertambangan dari Cina.”(30)

 5 April tahun 2000

 “Aku mengenal pertama kali keluarga Edawan dengan lengkap pada


hari ulangtahun Edwan, 5 April 2000. Kami dinner di Hyatt. Sebuah
momen yang membuat sekujur tubuhku panas-dingin.”(hal.49)

 Memasuki tahun 2001

 “Memasuki tahun 2001 aku telah melebur dalam sebuah dunia yang
baru. Dunia yang memberikan banyak hal baru yang dulu tak pernah
tebayangkan dalam hidupku.”(hal.53)

 Sore
 “Menjelang sore aku tertidur kelelahan. Aku baru bangun menjelang
matahari terbenam, ketika jendela besar di kamarku
memperlihatkan langit yang memerah di ufuk barat.”(hal.68)

 Tahun baru 2002

 “Tahun baru 2002 aku mendapati diriku begitu cantik! Aku


bercermin dan kusadari bahwa aku telah menjelma jadi sosok yang
benar-benar baru.”(hal.102)

 Februari 2003

 “Februari 2003, Shinta menelponku. Dari sepuluh menit percakapan


di telepon, delapan menit ia isi dengan isak tangis.”(hal.161)

 Mei 2003
 “Suatu hari di bulan Mei 2003, Edwan pulang dalam keadaan
meledak. Wajahnya memerah marah dengan mata yang berkilat-
kilat.”(hal.172)

 Tahun 2004

 “Tahun 2004 sudah dating, dan aku merayakan Tahun Baru di rumah
saja. Dengan Edwan di sisiku. Ia semakin baik. Maka ajakan Edwan
kucermati sepenuh hati.”(hal.225)

 Malam

 “Malam itu ku putuskan untuk tidur di kamar yang lain. Benakku


menebak-nebak apa yang terjadi.”(247)

 Sabtu pagi
 “Sabtu pagi aku bersiap meluncur ke klinik dan panti tempat Edwan
dirawat. Aku merasa riang. Rasanya ada yang berdegup dan
meloncat-loncat di hatiku.”(hal.286)

 Latar Suasana
 Sedih

 “ “Antar aku ke dukun!” Katanya mengiba. Wajahnya sembab


dengan mata merah. Kami mencoba menghiburnya.”(hal.144)

 Mengharukan

 “Dan terjadilah peristiwa mengharukan itu. Della dan Yolanda


masuk ke dalam sekolah lewat pintu belakang yang dibuka seorang
guru perempuan bersanggul.”(hal.156)

 Mengharukan
 “Edwan menciumku sekali lagi. “Aku ingin membahagiakanmu
dengan segala yang aku bisa….”Aku menangis untuk kalimat
Edwan.”(hal.238)

 Girang

 “Aku terkesiap. Girang. Kupeluk sahabatku. Benar-benar ini sebuah


anugrah.”Hei! Pelan-pelan, perutku!” Alisha memekik”(hal.283)

 Hening

 “Keheningan di dalam mobilnya membuatku punya lorong untuk


keluar dari bekapan emosi. Aku menangis dan terus menangis.
Sampai Bram memasuki halaman sebuah rumah yang sangat apik di
kawasan kebayoran baru.”(hal.322)

 Canggung

 “Sekarang tiba-tiba aku merasa begitu tanggung di depannya. Entah


kenapa pula, Bram mendadak tidak bicara secara
biasanya.”(hal.343)

 Romantis

 “ “Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu….” Aku tak


menjawab. Kuraih lengan Bram dan kugenggam sepenuh hati.
Kuletakkan di dadaku. Aku merasakan ketenangan yang luar
biasa.”(hal.345)

 Kecewa

 “Alisha meletakkan ganggang telepon, menghasilkan suara “krak”


yang sangat jelas. Ia pasti tidak bisa menerima sikapku. Sama saja
dengan keluargaku yang ditinju rasa bingung dan akhirnya
terombang-ambing dalam perasaan kasihan dan benci
sekaligus.”(hal.328)

 Gaduh

 “Persoalan digulirkan. Mereka lalu berdebat, berteriak, dan saling


menyalahkan. Aku benar-benar tersiksa di dalamnya.”(hal.167)

 Panik

 “Suatu siang telepon di meja kerjaku di kantor florist bordering.


Suara Ibu sangat panik. “Sebaiknya kamu ke bengkel Bapak!” Napas
Ibu bersahutan.”(hal.205)

5. Alur/Plot

Alur yang digunakan adalah alur maju, karena dapat dilihat dari urutan
ceritanya, yaitu mulai dari awal pertemuan Roosalin dengan Edwan Krisantono.
Keduanya jatuh cinta dalam waktu singkat. Roos sama sekali tak mengetahui
latar belakang dan siapa sesungguhnya Edwan. Ia baru menyadari ketika semua
sudah terlanjur terjadi, ketika Edwan benar-benar tulus ingin menikahi dan
meninggalkan puluhan wanita yang mengejar-ngejarnya.
Edwan ternyata anak konglomerat ternama Krisantono. Kendati
dibesarkan dalam keluarga jetset dan serba mewah. Namun pernikahan yang
mewah dan mengantarkan Roos sebagai Nyonya Jetset itu ternyata merupakan
gerbang baru yang menyakitkan Roos. Pernikahan mewah dengan banyak luka
dan keanehan. Roos harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tidak ia
duga sebelumnya. Gemilang harta dan kehormatan yang diterimanya di awal
harus ditebusnya dengan bilur rasa sakit akibat perlakuan suaminya sendiri dan
keangkuhan keluarga besar Krisantono.
Dalam keadaan seperti itu, Roos berusaha menyelamatkan keadaan. Di
antara keeping-keping hatinya yang berserakan, ia yakin, sesugguhnya cinta
sejati masih ada. Roos tetap melayani Edwan dengan baik, betapa pun buruk
perlakuan yang diterimannya. Ia yakin Edwan masih memiliki cinta yang dulu
begitu tulus diberikan kepada perempuan biasa bahkan konservatif seperti
dirinya. Namun setelah sekian lama terus diperlakukan seperti itu oleh keluarga
Krisantono Roosalin pun tidak tahan lagi. Setelah berpisah selama setahun dan
tidak pernah bertemu, Roos pun mulai melupakan Edwan, tetapi Edwan tiba-
tiba saja muncul lagi di kehidupannya setelah lama menghilang. Dan
memintanya untuk kembali dan menjalani kehidupan bersama seperti dulu lagi.
Namun Roos tidak mau menerima ajakan itu dan meminta diceraikan atau dia
akan mengungkapkan segala perlakuan yang telah Edwan lakukan kepadanya.
Roos bercerai dari Edwan dengan proses yang sangat lancar. Roos pun
mulai menjalani hidupnya yang normal seperti dulu lagi dan terbebas dari
keluarga Krisantono, yang hidup dalam tatanan moral yang berbeda. Keluarga
dalam kehidupan Jetset. Dan ia mulai dekat dengan Bram dan berteman dekat.
Jadi, dari urutannya dapat disimpulkan bahwa alur yang digunakan adalah alur
maju, yaitu alur yang diceritanya dari awal cerita sampai akhir.

6. Amanat

Kenalilah lebih dalam pasangan kita sebelum kita memutuskan untuk


menikah, kalau tidak ingin ada penyesalan di kemudian hari. Jangan hanya
melihat tampilan orang dari luar saja tapi lihat bagaimana prinsip kehidupannya
secara detail dan tahu bebet bobot keluarganya. Jangan terburu-buru
mengambil keputusan jika pada akhirnya akan membuat kita sakit. Jangan
mudah tergiur oleh harta dan kehormatan yang melimpah, bukan berarti itu
akan membuat hidup kita bahagia, tapi malah sebaliknya. Kehidupan Jetset tak
seindah kelihatannya, kehidupan yang serba mewah dan glamour bukan berarti
hidupnya bahagia, seperti yang diceritakan dalam novel ini, kehidupan yang
serba glamor itu malah membuat kita makin tersiksa dan terkekang dan sulit
untuk bergaul.

7. Sinopsis

Nyonya Jetset merupakan novel berdasarkan kisah nyata. Diceritakan


seorang model cukup laris di kancah modeling Ibukota, Roosalin hanyalah gadis
biasa yang tak bercita apa-apa. Dibalik wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang
proporsional, dia hanyalah sesosok gadis sederhana yang tak berharap banyak
untuk maju. Kehidupannya dilalui dengan wajar. Sedikit agak sederhana malah.
Tak sedikit pun ia berpikir untuk hidup mewah apalagi glamour, dengan
bersuamikan orang kaya raya.
Namun dunia memang tak bisa diduga. Nasib tak dapat ditebak. Alisha,
temannya yang biasa hidup di dunia glamour mengajaknya ke sebuah pesta.
Roosalin yang semula menolak akhirnya menerima ajakan itu untuk mencari
suasana baru. Dari sanalah semua bermula. Acara itu mempertemukannya
dengan Edwan Kristiantono. Keduanya jatuh cinta dalam waktu singkat. Roos
sama sekali tidak mengetahui latar belakang dan siapa sesungguhnya Edwan. Ia
baru menyadarinya ketika semua sudah terlanjur terjadi, ketika Edwan benar-
benar tulus ingin menikahi dan meninggalkan puluhan wanita yang mengejar-
ngejarnya.
Edwan ternyata adalah anak konglomerat ternama Kristiantono. Kendati
dibesarkan dalam keluarga jetset dan serba mewah, Edwan ternyata tak
sungkan memperkenalkan Roos kepada keluarga besarnya sebagai calon istri.
Roos yang awalnya becita-cita hanya mendapatkan suami orang biasa tak kuasa
menolak anugerah itu. Awalnya ia ingin sekali bersusah-susah, panic
menyediakan segala hal yang berhubungan dengan pesta pernikahan dan
lainnnya. Namun Edwan memanjakannya. Ia mempersilahkan Roos tinggal di
apartemen mewah dan semua persiapan pernikahan dibereskan wedding
organizer.
Namun pernikahan yang mewah dan mengantarkan Roos sebagai
Nyonya Jetset itu ternyata merupakan gerbang baru yang menyakitkan Roos.
Pernikahan mewah dengan banyak luka dan keanehan. Roos harus menghadapi
kenyataan yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya. Gemilang harta dan
kehormatan yang diterimanya di awal harus ditebusnya dengan bilur rasa sakit
akibat perlakuan suaminya sendiri dan keangkuhan keluarga besar Krisantono.
Roos pun mulai bersahabat dengan kehidupan menyakitkan yang tak pernah
luput dari penghinaan, penyiksaan, dan penginjakan harga diri. Roos pun
tercampak dalam titik terendah harkatnya sebagai perempuan.
Predikatnya Nyonya Jetset yang dari luar tampak begitu indah ternyata
tak demikian kenyataannya yang diterima Roos. Mendadak jadi kalangan jetset
membuatnya begitu hancur ketika mendapat perlakuan yang berbeda. Begitu
cepat ia mendapatkan peringkat dan ketinggian derajat, secepat itu pula ia
jatuh ke titik takdir kehidupannya.
Dalam keadaan seperti itu, jiwa Roos berusaha menyelamatkan
keadaan. Diantara keeping-keping hatinya yang berserakan, ia yakin,
sesungguhnya cinta sejati masih ada. Roos tetap melayani Edwan dengan baik,
betapapun perlakuan yang diterimanya. Ia yakin Edwan masih memiliki cinta
itu. Cinta yang dulu begitu tulus diberikan kepada perempuan biasa bahkan
kinservatif seperti dirinya. Dia ingin menyelamatkan segalanya, mulai dari
Edwan, lalu keluarga besar yang sudah dimabukkan harta dan jauh dar inilai
cinta.
Roos tetap mencoba bertahan dengan cara hidupnya yang seperti itu
dengan kelakuan Edwan yang seperti pisikopat. Namun pada akhirnya lama
kelamaan Roos pun tidak sanggup menjalani hidup yang ia rasakan bagai di
Neraka, ia kabur dari rumah, tapi kembali lagi kepada Edwan dan menjalani
hidupnya bersama Edwan beberapa bulan sebelum Edwan menjadi pengosumsi
narkoba dan pada akhirnya di rehabilitasi di sebuah klinik di Bogor.
Ketika Edwan sudah sembuh dari kecanduannya, Roos mau menjemput
dia ke klinik rehabilitasi tersebut dan sesampainya dia di sana ternyata Edwan
sudah dijemput terlebih dahulu oleh keluarganya. Setelah setahun menghilang
dari kehidupan Roos, Edwan kembali datang ke dalam kehiduapnnya dan
mengajak dia untuk tinggal bersama lagi. Tetapi Roos malah menolak dan
meminta untuk diceraikan atau dia akan mengungkapkan semua perlakuan gila
yang Edwan kepadanya. Proses perceraian Roos bejalan dengan sangat lancar.
Ia kembali hidup normal seperti dulu lagi, tidak terkekang dalam kehidupan
keluarga Krisantono, yang hidup dalam tatanan moral yang berbeda. Keluarga
dalam kehidupan Jetset yang gila harta dan kehormatan itu lagi. Dan ia mulai
dekat dengan Bram dan berteman dekat.

Anda mungkin juga menyukai