Anda di halaman 1dari 72

PENGARUH LARUTAN TEH ROSELLA (HIBISCUS

SABDARIFFA L.) TERHADAP pH SALIVA

Skripsi
Dibuat sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Gigi

Diajukan Oleh:

Nama : Try Putra Laksana


NIRM : 2012-11-160

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2016
LAB / BAG : ORAL BIOLOGY

FAKULTAS : KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS : PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

SKRIPSI

PENGARUH LARUTAN TEH ROSELLA (HIBISCUS


SABDARIFFA L.) TERHADAP pH SALIVA

Yang disiapkan dan disusun oleh:

Nama : Try Putra Laksana


NIRM : 2012-11-160

Telah diperiksa dan disetujui

Jakarta, Oktober 2016

Pembimbing

(Herlia Nur Istindiah, drg., M.Si, Sp.Ort)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanyalah

dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Larutan Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

terhadap pH Saliva”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah

satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Selain itu skripsi ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah

pengetahuan sehubungan dengan kesehatan gigi dan rongga mulut.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi,

namun berkat petunjuk, pengarahan, serta bimbingan dari berbagai belah pihak

sehingga dengan segala keterbatasan penulis, akhirnya penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan walau masih jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Yang terhormat dan yang saya banggakan, drg. Herlia Nur Istindiah, M.Si,

Sp.Ort selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah

bersedia meluangkan waktu, arahan, petunjuk, serta bimbingan bagi penulis

selama penyusunan skripsi ini.

2. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof.

Dr. Moestopo (Beragama) yang telah membantu penulis dan memberikan

ilmunya.
3. Seluruh staf pengurus perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang telah menyediakan buku-buku sebagai

bahan acuan penulis dan yang selalu direpotkan penulis dalam mencari

acuan.

4. Ayahanda penulis, Sudirman Achmad, Ibunda penulis, Cherry Chandra,

tante penulis, Merry Chandra, serta kedua saudara penulis yang tersayang,

Agung Ryan Pramana dan Wahyuni Suci Dwiandhany. Rasa terima kasih

dan penghargaan yang terdalam dari lubuk hati penulis berikan kepada

mereka semua yang senantiasa memberikan doa, semangat, ilmu,

pengalaman, serta dukungan moral maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan baik. Tak ada kata atau kalimat yang mampu

mengekspresikan besarnya rasa terima penulis. Tiada apapun atau siapapun

di dunia ini yang dapat menggantikan mereka. Sekali lagi, terima kasih.

5. Sahabat-sahabat yang telah mendukung penulis: Lee Suk Mo, Michael

Novendra, dan Andri Setiadi yang telah banyak membantu dan senantiasa

memberikan semangat, menghibur dan memotivasi.

6. Teman-teman seperjuangan di bagian Oral Biology, Maria, Inesza, dan

Aya, terima kasih atas kerjasama, nasehat, dan sarannya.

7. Kekasih penulis yang tercinta Chyntia Isabella Ho. Terima kasih sebesar-

besarnya karena senantiasa memberikan doa, nasehat, dukungan, motivasi,

serta selalu menemani dan menyemangati penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang

namanya tidak bisa disebut satu persatu.


Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dari pihak-pihak yang telah

bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis

mengharapkan agar kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi

salah satu bahan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi ke depannya, juga dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas

Kesehatan Gigi dan Mulut masyarakat. Amin

Jakarta, Oktober 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………....…………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………….……………………………….

DAFTAR GAMBAR…………………..…………………………………………...

DAFTAR TABEL………………………….……………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN……………………….…………………………………….

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..

A. Latar Belakang……………………………………...………...

B. Pertanyaan Penelitian…...……………………………….........

C. Tujuan Penelitian………………………....………………......

D. Manfaat Penelitian…………………………………....………

1. Manfaat Akademik…....………………………………..

2. Manfaat Praktis…………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….

A. Saliva………………………………………………………….

1. Definisi Saliva………………………………………….

2. Anatomi Saliva……………………............………........

a. Kelenjar Saliva Mayor…………………………...

1) Kelenjar Parotis……………………………

2) Kelenjar Submandibularis………………....
3) Kelenjar Sublingualis………………………

b. Kelenjar Saliva Minor……………………………

3. Komposisi Saliva…………………………..…....….......

4. Fungsi Saliva…………………....…….………………..

a. Sensasi Rasa……………………………………...

b. Proteksi dan Lubrikasi……………………………

c. Membersihkan Rongga Mulut…………………....

d. Kapasitas Buffering………………………………

e. Integritas Email Gigi…………………………......

f. Mastikasi dan Penelanan………………………....

g. Perbaikan Jaringan…………………………….....

5. Sekresi Saliva…….……………………....…………….

a. Sistem Saraf Parasimpatis………………………..

b. Sistem Saraf Simpatis…………………………....

6. pH Saliva…………....………………………………….

B. Rosella………………………………………………………...

1. Deskripsi Rosella………………………………….........

2. Kandungan Gizi Rosella…...…………………………...

3. Manfaat Rosella……...…………………………………

a. Anti Oksidan……………………………………..

b. Anti Kanker………………………………………

c. Anti Hipertensi…………………………………...

d. Memelihara Fungsi Liver………………………...

e. Mencegah Osteoporosis………………………….
f. Meningkatkan Kemampuan Fisik………………..

g. Memiliki Efek Imunostimulator………………….

h. Anti Bakteri………………………………………

i. Manfaat Lain……………………………………..

4. Larutan Teh Rosella dan Cara Penyajian…………........

C. Kerangka Teori………………………………………………..

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS………………………..

A. Kerangka Konsep…………………………………………......

B. Identifikasi Variabel………………………………………......

C. Definisi Operasional……………………………………….....

D. Hipotesis Penelitian…………………………………………...

BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………...

A. Jenis dan Desain Penelitian…………………………………...

B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………...

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………………………………….

D. Populasi dan Sampel Penelitian……………………………....

E. Jumlah Sampel Penelitian………………………….................

F. Cara Kerja…………………………………………………….

G. Analisis Data………………………………………………….

H. Alur Penelitian………………………......................................

BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………....

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva Mayor………………………………………

Gambar 2.2 Kelenjar Submandibularis dan Anatomical Landmark Penting……….

Gambar 2.3 Fungsi Utama Saliva Berdasarkan Komposisinya…………………….

Gambar 2.4 Fungsi Proteksi dan Lubrikasi Saliva………………………………….

Gambar 2.5 Bunga Rosella…………………………………………………………


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Saliva Secara Umum…………………………………………

Tabel 2.2 Protein Antimikroba pada Saliva………………………………………...

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Rosella…………………………………………………

Tabel 5.1 Uji Normalitas……………………………………………………………

Tabel 5.2 Hasil Uji Paired T-test…………………………………………………...


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian………………………………………….

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Consent)…………………...


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, selain itu juga untuk

mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membran mukosa mulut. Saliva adalah

unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari

dalam rongga mulut itu sendiri.1 Rongga mulut dilindungi oleh saliva terhadap sifat

asam dari makanan, minuman, dan plak karena saliva berfungsi menetralkan dan

sebagai buffer yang sangat efektif untuk mengurangi sifat kariogenik makanan.2

Saliva dapat berfungsi dengan baik jika susunan dan sifat saliva tetap terjaga

dalam keseimbangan yang optimal, khususnya derajat keasaman (pH). pH saliva

dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. pH saliva optimum

untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara

4,5–5,5 maka akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti

Streptococcus mutans dan Lactobacillus.1

Perubahan pH saliva dapat dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi.

Konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dengan mudah difermentasi

oleh bakteri seperti Streptococcus mutans. Proses fermentasi tersebut akan

menghasilkan asam sehingga pH saliva menjadi turun.3

Telah banyak dilakukan penelitian dengan memanfaatkan bahan alam yang

bertujuan untuk menghasilkan obat-obatan dalam upaya mendukung program

pelayanan kesehatan gigi. Perhatian ke bahan alam dianggap sebagai hal yang
sangat bermanfaat karena selain sejak dahulu masyarakat telah percaya bahwa

bahan alam mampu mengobati berbagai macam penyakit, pemanfaatan bahan alam

yang digunakan sebagai obat juga jarang menimbulkan efek samping yang

merugikan dibandingkan obat yang terbuat dari bahan sintesis.4

Salah satu bahan alam yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah kelopak

bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Penggunaan kelopak bunga rosella di

masyarakat yaitu sebagai sediaan teh dengan cara diseduh dengan air panas.

Manfaat air seduhan kelopak bunga rosella antara lain sebagai diuretik

(melancarkan air seni), melancarkan buang air besar (menstimulasi gerak

peristaltik), juga dapat menurunkan panas dan sebagai antibakteri.4

Kelopak bunga rosella mengandung senyawa polifenol seperti flavonoid,

gosipitrin, antosianin, hibiscitrin, hibiscetin, kuersetin dan sabdaretin.5 Kandungan

kimia kelopak bunga rosella terdiri dari asam organik dan senyawa fenol. Zat-zat

tersebut mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram

negatif.4

Hasil penelitian Riwandy (2014) mengatakan bahwa ekstrak air kelopak

bunga rosella sebagai antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen

seperti Streptococcus mutans yang memfermentasikan karbohidrat menjadi asam

laktat yang akan menurunkan pH saliva, akan tetapi sifat rosella yang asam juga

berpotensi untuk mengubah keadaan rongga mulut menjadi asam.4,20 Berdasarkan

latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui apakah terjadi penurunan

kadar pH saliva setelah pemberian larutan teh rosella.


B. Pertanyaan Penelitian

Apakah larutan teh rosella menurunkan pH saliva?

C. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan pengaruh larutan teh rosella terhadap penurunan pH

saliva.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah tentang

pengaruh larutan teh rosella terhadap pH saliva.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

tentang larutan teh rosella dan hubungannya dengan perubahan pH saliva.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Saliva

1. Definisi Saliva

Saliva (ludah atau air liur) adalah suatu cairan oral yang kompleks,

kental, dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar

saliva mayor dan kelenjar saliva minor yang terdapat pada mukosa oral.6

Saliva berperan penting pada kesehatan gigi dan rongga mulut. Saliva

merupakan cairan yang terdiri dari sekresi kelenjar ludah dan cairan

krevikular gingiva yang bermanfaat untuk membantu pencernaan, mencegah

mukosa dari kekeringan, memberikan perlindungan pada gigi terhadap karies

serta mempertahankan homeostasis.10,11 Sekitar 90% saliva diproduksi oleh

kelenjar ludah mayor, antara lain: kelenjar parotis dengan sekresi cairan

serosa, serta kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis dengan

sekresi cairan seromukosa. Sekitar 10% saliva diproduksi oleh kelenjar ludah

minor yang terdapat pada mukosa rongga mulut di bagian lingual, labial,

bukal, palatal, dan glossopalatinal.11

Saliva dialirkan ke dalam rongga mulut melalui duktus yang bermuara

di dalam rongga mulut, dengan jumlah 1 – 1,5 liter/hari dan mengandung

bahan-bahan anorganik dan organik.2,6,10 Kelenjar saliva mayor berkembang

pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan

ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta

endoderm nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.10


Saat istirahat (tanpa stimulasi eksogen atau stimulasi farmakologis),

terdapat laju aliran saliva yang kecil dan berkesinambungan, sekresi basal

terdenominasi yang tidak terstimulasi, yang hadir dalam bentuk lapisan tipis

(sekitar 0,1 – 0,01 mm) yang menutupi, memberi kelembapan, dan melumasi

seluruh jaringan rongga mulut. Sedangkan, saliva terstimulasi diproduksi

pada saat adanya stimulus seperti rangsangan mekanis, pengecapan,

penciuman, atau farmakologis (obat-obatan), yang berperan terhadap

produksi saliva sekitar 80 – 95% perharinya. Pengeluaran saliva normal (tidak

terstimulasi) pada orang dewasa berkisar antara 0,25 – 0,35 ml/menit dan

apabila distimulasi, banyaknya pengeluaran saliva dapat mencapai 1 – 3

ml/menit.2,6

2. Anatomi Saliva

a. Kelenjar Saliva Mayor

GAMBAR 2.1
Anatomi kelenjar saliva mayor10
1) Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar

(berat rata-rata 15 – 30 g), terletak di regio preaurikula dan berada

di dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang

sebagian besar berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis adalah

salah satu dari tiga kelenjar saliva mayor, dan bersama-sama

mereka memproduksi sekitar 95% dari total keseluruhan saliva di

rongga mulut di mana kelenjar parotis memproduksi 60 – 65%,

kelenjar submandibularis 20 – 30%, dan kelenjar sublingualis 2 –

5%. Kelenjar parotis menghasilkan sekresi cairan serosa,

sedangkan kelenjar submandibularis dan sublingualis

menghasilkan sekresi cairan seromukosa.6,10,11 Kelenjar parotis

terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar supraneural dan

kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya lebih besar

daripada kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada

daerah triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula

pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik.10

Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus

Stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu

sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang

sekitar 4 – 6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus

masseter, berputar ke medial dan menembus muskulus buccinator

dan berakhir di dalam rongga mulut di seberang molar kedua atas.


Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang

bukal.10

2) Kelenjar Submandibularis

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva

terbesar kedua setelah kelenjar parotis (berat 7 – 16 g). Kelenjar

ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, terletak di

submandibular triangle (segitiga submandibula), yang memiliki

batas superior yang dibentuk oleh tepi inferior dari mandibula dan

batas-batas inferior yang dibentuk oleh badan anterior dan

posterior dari muskulus digastrikus. Kelenjar ini berada di medial

dan inferior ramus mandibula dan berada di sekeliling muskulus

mylohyoid, membentuk huruf “C” serta membentuk lobus

superfisial dan profunda. Selain itu, di dalam segitiga

submandibula juga terdapat kelenjar getah bening submandibula,

arteri dan vena fasial, muskulus mylohyoid, dan saraf-saraf

lingualis, hypoglossus, dan mylohyoid.10,12

Lobus superfisial kelenjar submandibularis berada di ruang

sublingual lateral. Lobus profunda berada di sebelah inferior

muskulus mylohyoid dan merupakan bagian yang terbesar dari

kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam bagian

superfisial. Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yang keluar

dari permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara muskulus

mylohyoid, dan muskulus hypoglossus menuju muskulus

genioglossus. Duktus ini memiliki panjang kurang lebih 5 cm,


berjalan bersama dengan nervus hipoglossus di sebelah inferior

dan nervus lingualis di sebelah superior, kemudian berakhir di

dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingualis di dasar

mulut.10

GAMBAR 2.2
Kelenjar submandibularis dan anatomical landmark penting12

3) Kelenjar Sublingualis

Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar saliva mayor

yang paling kecil (berat 2 – 4 g). Kelenjar ini berada di dalam

mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini yang

mensekresi mukus. Kelenjar sublingualis terletak di struktur datar

pada bidang submukosa di dalam dasar mulut bagian anterior,

lebih superior dari muskulus mylohyoid dan terletak dalam di

lipatan sublingual pada sisi yang berlawanan dari frenulum

lingualis. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan

muskulus genioglossus di bagian lateral. Tidak terdapat fascial


capsule yang menyelubungi kelenjar ini, akan tetapi terdapat

mukosa oral yang menutupi bagian superiornya. Beberapa duktus

(duktus Rivinus) dari bagian superior dari kelenjar sublingualis

mensekresi langsung ke dasar mulut, atau ditampung ke dalam

duktus Bartholin yang selanjutnya akan diteruskan ke duktus

Wharton.10,12

b. Kelenjar Saliva Minor

Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara

600 sampai 1000 kelenjar dengan ukuran sekitar 1 – 5 mm yang tersebar

luas di rongga mulut sampai orofaring. Jumlah yang paling banyak dari

kelenjar-kelenjar ini adalah pada bibir, lidah, mukosa bukal, dan

palatum, walaupun dapat ditemukan juga pada kutub superior tonsil

palatina (kelenjar Weber), supraglottis, dan sinus paranasal. Masing-

masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga

mulut, di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid,

ataupun campuran dari keduanya. Suplai darah berasal dari arteri di

sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening

mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut.10,12

3. Komposisi Saliva

Cairan saliva adalah sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air, ion-ion

anorganik, konstituen organik dengan berat molekul yang rendah,

mengandung berbagai elektrolit dan protein (konsentrasi ~1 – 3 mg ml-1),

diwakili oleh enzim, imunoglobulin dan faktor-faktor antimikroba lainnya,


glikoprotein mukosa, albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida

yang penting bagi kesehatan rongga mulut.2,6

Ion-ion anorganik pada saliva adalah natrium, kalium, kalsium, zinc,

magnesium, fosfat, bikarbonat, klorida, tiosianat, iodide, dan nitrat. Kation

monovalen mayor adalah natrium dan kalium, dengan konsentrasi kalium

yang jauh melampaui natrium. Kation divalen mayor adalah kalsium, yang

terbentuk sebagai ion bebas ataupun terikat kepada protein yang kaya akan

proline. Fosfat juga terbentuk sebagai ion bebas atau terikat, dengan sekitar

25%-nya terikat secara kovalen kepada phosphoprotein.6

Untuk ion-ion organik pada saliva terdapat urea, asam urat, kreatinin,

glukosa, asam amino, laktat, beberapa hormon steroid, serta protein. Protein-

protein utama pada saliva adalah keluarga polimorfik dari protein

polifungsional, α-amylase, protein kaya akan proline dan histatin. Protein-

protein ini, bersama dengan mucin, membentuk sekitar 90% atau lebih dari

total protein pada saliva.6

Protein-protein utama pada saliva kelenjar parotis dan submandibularis

adalah protein-protein kaya akan proline. Protein-protein ini termasuk ke

dalam superfamily multigen yang unik dari proline-, glycine-, dan protein-

protein khusus saliva yang kaya akan glutamat. Ada tiga tipe – basic, acidic,

dan glycosylated, yang variasi genetik yang berbeda pada setiap individu.6

Grup protein-protein utama lainnya (memiliki komposisi asam amino

yang tidak biasa) adalah grup protein-protein yang kaya akan histidin yang

dikenal sebagai histatin, yang memiliki kemampuan anti-jamur dan

membentuk mekanisme pertahanan non-humoral. Viskositas saliva adalah


hasil dari mucin submandibularis dan sublingualis, yang merupakan

glikoprotein yang mengandung karbohidrat 70 – 80% dan mungkin juga

mengandung sulfat.6

Jenis-jenis lain dari protein-protein yang berasal dari kelenjar saliva

juga muncul pada saliva manusia. Protein-protein ini termasuk polipeptida

kaya tirosin, statherin, sistatin, dan protein mengandung zinc, gustin, yang

diperlukan untuk sensasi rasa. Imunoglobulin utama pada saliva adalah IgA,

yang 85% nya terdiri dari sIgA dan sepertiganya berasal dari kelenjar-kelenjar

minor. Sumber utama dari IgG di seluruh saliva adalah eksudat gingiva.

Komponen sekretoris bebas juga terdapat pada duktus saliva akan tetapi

jumlah albumin sangat rendah, kecuali pada penyakit inflamasi. Laktoferin

juga dapat diskresi oleh kelenjar saliva.6

TABEL 2.1
Komposisi saliva secara umum22

Air 94,0 – 99%

Berat Jenis 1,002 – 1,008

Benda Padat 0,5 – 0,6

pH Rata-rata 6,7

pH Range 6,2 – 7,6


TABEL 2.2
Protein antimikroba pada saliva21

Glikoprotein Saliva Asal Jaringan (%)


MUC5B (mucin MG1) Kelenjar saliva mukus 5-20
MUC7 (mucin MG2) Kelenjar saliva mukus 5-20
Immunoglobulin B Limfosit, semua kelenjar 5-15
saliva
Proline-rich Glycoprotein Kelenjar parotis 1-10
Cystatins Submandibularis > 10
sublingualis
Histatins Kelenjar parotis dan 5
submandibularis
EP-GP (=GCDFP15, SABP, Submandibularis, 1-2
PIP) sublingualis
Agglutinin (=DMBTI, gp340) Parotis > submandibularis > 1-2
sublingualis
Lysozyme Sublingualis > 1-2
submandibularis, parotis
Lactoferrin Semua kelenjar saliva; 1-2
mukus > serosa
Lactoperoxidase Parotis > submandibularis <1
Cathelicidin (hCAP18, LL37) Kelenjar saliva, neutrofil <1
Defensins Kelenjar saliva, sel epitel, <1
neutrofil
4. Fungsi Saliva

GAMBAR 2.3
Fungsi utama saliva berdasarkan komposisinya21

Saliva bermanfaat untuk membantu pencernaan, mencegah mukosa dari

kekeringan, memberikan perlindungan pada gigi terhadap karies serta

mempertahankan homeostasis.10 Tanpa adanya saliva, rongga mulut dan

faring akan menjadi kering, tidak nyaman dan sangat sakit; makan dan

berbicara menjadi sulit dan menyakitkan; sensasi rasa menghilang dan

pemakaian gigi tiruan dapat menjadi sebuah siksaan.6 Oleh karena itu, saliva

sangat berperan dalam kondisi kesehatan rongga mulut.11

a. Sensasi Rasa

Saliva berperan untuk melarutkan partikel makanan agar dapat

berinteraksi dengan reseptor kuntum pengecap (taste buds); saliva juga

tidak berkompetisi dengan substansi makanan karena konsentrasi

garam dan gulanya yang rendah.6 Aliran saliva yang terbentuk di dalam

asini bersifat isotonik. Akan tetapi, saat mengalir melalui duktus-

duktus, saliva akan berubah menjadi hipotonik.2 Sifat hipotonik saliva


(yang mengandung glukosa, natrium, klorida, dan urea dalam jumlah

sedikit) dan kemampuannya untuk melarutkan substansi akan

memudahkan gustatory buds untuk merasakan sensasi rasa yang

berbeda.2 Di dalam saliva terdapat gustin (protein yang mengandung

zinc) yang berperan sebagai mediator untuk sensasi rasa, dan

dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan pematangan dari kuntum

pengecap.2,6

b. Proteksi dan Lubrikasi

Saliva membentuk lapisan seromukosa yang melumasi dan

melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat

mengiritasi. Hal ini terjadi karena adanya mucin (protein yang memiliki

karbohidrat yang banyak) yang memiliki peranan untuk melumasi,

memberikan perlindungan terhadap dehidrasi, dan proses pemeliharaan

viskoelastisitas saliva. Mucin juga secara selektif memodulasi

perlekatan mikroorganisme di permukaan jaringan rongga mulut, yang

berperan untuk mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur, dan

melindungi jaringan rongga mulut dari serangan-serangan proteolitik

oleh mikroorganisme. Proses pengunyahan, berbicara, dan pencernaan

terbantu oleh efek pelumas dari protein-protein ini.2


GAMBAR 2.4
Fungsi proteksi dan lubrikasi saliva2

c. Membersihkan Rongga Mulut

Selain berfungsi untuk melarutkan substansi dan melunakkan

makanan, cairan saliva juga dapat melakukan pembersihan mekanis

terhadap residu yang ada di dalam mulut seperti bakteri yang tidak

melekat erat dan debris selular dan makanan. Aliran saliva cenderung

menghilangkan kelebihan karbohidrat, sehingga membatasi pasokan

gula untuk biofilm mikroorganisme.2 α-amylase (diaktivasi oleh ion

klorida pada saliva), yang diketahui sebagai enzim pencernaan, juga

memiliki peranan penting untuk membersihkan residu karbohidrat di

dalam mulut.6 Semakin besar aliran saliva, maka kemampuan untuk

membersihkan dan melarutkan juga semakin besar. Oleh karena itu, bila

terdapat perubahan status kesehatan yang menyebabkan penurunan

aliran saliva, maka akan terjadi perubahan drastis pada tingkat

pembersihan mulut.2

d. Kapasitas Buffering
Saliva berperan sebagai buffer yang melindungi rongga mulut

dengan cara melarutkan substansi berbahaya dan menurunkan

temperatur cairan yang terlalu panas.12 Pada perlindungan rongga

mulut, sistem buffer saliva mencegah kolonisasi mikroorganisme

dengan cara memberikan kondisi lingkungan yang tidak optimal untuk

berkembang biak. Selain itu, sistem buffer saliva menetralisir dan

membersihkan asam yang diproduksi oleh mikroorganisme asidogenik,

sehingga mencegah demineralisasi email gigi.2 Kapasitas buffering

saliva sangat penting untuk memelihara pH saliva dan plak. Kapasitas

buffer pada saliva terstimulasi dan tidak terstimulasi melibatkan tiga

sistem buffer mayor. Sistem buffer yang paling penting adalah sistem

asam karbonat/sistem bikarbonat. Dinamika dari sistem ini rumit

karena melibatkan gas karbon dioksida yang dilarutkan di dalam saliva.

Sistem buffer yang kedua adalah sistem fosfat yang berperan sebagai

buffer pada aliran saliva rendah, dan sistem buffer yang ketiga adalah

sistem protein.13

e. Integritas Email Gigi

Saliva memiliki peranan penting dalam pemeliharaan integritas

fisika-kimia dari email gigi dengan cara memodulasi remineralisasi dan

demineralisasi. Faktor-faktor utama yang mengontrol kestabilan

hidroksiapatit email adalah konsentrasi aktif dari kalsium, fosfat, dan

fluoride pada cairan, dan pH saliva.2


f. Mastikasi dan Penelanan

Kemudahan untuk memindahkan makanan di dalam mulut saat

pengunyahan dan penelanan adalah karena peranan yang besar dari

saliva. Makanan dibasahi oleh sekresi serosa dari kelenjar parotis

(sekresi yang terstimulasi dari makanan), dan sifat lubrikasi dari mucin

kental yang berasal dari kelenjar submandibularis, kelenjar

sublingualis, dan kelenjar minor menyediakan pergerakan saat

mengunyah dan perlekatan untuk membentuk bolus.6 Mekanisme ini

terjadi karena adanya enzim pencernaan α-amylase pada saliva. Fungsi

biologis dari α-amylase adalah memecah sari pati makanan menjadi

maltosa, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap sebagai

indikator yang baik bila kelenjar saliva berfungsi dengan tepat,

menyediakan 40% sampai 50% total protein saliva yang diproduksi

oleh kelenjar.2

g. Perbaikan Jaringan

Fungsi perbaikan jaringan dikaitkan kepada saliva karena secara

klinis waktu perdarahan jaringan rongga mulut terlihat lebih singkat

dibandingkan dengan jaringan bagian tubuh lain. Saat saliva dicampur

dengan darah pada sebuah eksperimen, waktu koagulasi menjadi sangat

cepat (walaupun hasil pembekuan kurang padat).2

5. Sekresi Saliva

Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal

oleh asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar
saliva memiliki unit sekresi yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan

duktus kolektivus. Sel-sel asini dan duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel

mioepitelial yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel asini

menghasilkan saliva yang akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju

duktus interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus

kolektivus.10

Kelenjar submandibularis dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner,

sedangkan kelenjar sublingualis memiliki sistem sekresi yang lebih

sederhana. Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang memproduksi

sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingualis memiliki sel-sel asini

mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibularis

memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa

maupun mukoid. Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini

yang memproduksi kedua jenis sekret.10

a. Sistem Saraf Parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar

saliva sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis

mendapat persarafan parasimpatis dari nervus glossofaringeus (N. IX).

Kelenjar submandibularis dan sublingualis mendapatkan persarafan

parasimpatis dari korda timpani (cabang N. VII).10

b. Sistem Saraf Simpatis

Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal

dari ganglion servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri

yang mensuplai kelenjar saliva. Serabut saraf simpatis berjalan bersama


dengan arteri karotis eksterna yang memberikan suplai darah pada

kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang memberikan suplai

darah ke kelenjar submandibularis, serta bersama dengan arteri fasialis

yang memperdarahi kelenjar sublingualis. Saraf ini menstimulasi

kelenjar saliva untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan

kandungan organik dan anorganik.10

6. pH Saliva

Pengertian dari pH adalah pengukuran konsentrasi ion hidrogen [H+].8

pH dipakai untuk menunjukkan konsentrasi ion-ion hidrogen di dalam sel

serta cairan tubuh. pH sebagai log negatif dari konsentrasi ion hidrogen: pH

= -log [H+].23 Setiap cairan dapat diukur untuk menentukan nilai pH-nya.

Nilainya berkisar dari 0 sampai 14. Nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam,

nilai pH > 7 menunjukkan sifat basa, sedangkan nilai pH = 7 merupakan nilai

normal yang tidak termasuk sifat asam maupun basa.23

Derajat keasaman (pH) saliva merupakan salah satu faktor penting yang

dapat mempengaruhi proses terjadinya demineralisasi pada permukaan gigi.9

Perubahan pH saliva dipengaruhi oleh susunan kuantitatif dan kualitatif

elektrolit, irama sirkadian, jenis makanan yang dikonsumsi, stimulasi sekresi

saliva, laju aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer

saliva.3,9 pH saliva dalam keadaan normal antara 5,6 – 7,0 dengan rata-rata

pH 6,7. pH saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5 – 7,5 dan apabila

rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5 – 5,5 maka akan memudahkan
pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan

Lactobacillus.1

B. Rosella

1. Deskripsi Rosella

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah tanaman tropis asli Afrika dan

Asia yang termasuk ke dalam famili Malvaceae (kapas-kapasan).5,14 Batang

tanaman ini bulat, berkayu, licin, dan silindris. Batangnya berwarna kemerah-

merahan dan tingginya mencapai 0,5 – 3 m. Daunnya tunggal, berbentuk bulat

telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan pangkal berlekuk.

Panjang daun 6 – 15 cm dan lebar 5 – 8 cm. Tangkai daun memiliki panjang

4 – 7 cm. Mahkota bunga rosella berwarna kuning atau kekuning-kuningan

dengan inti bunga berwarna merah marun dan akan berubah menjadi warna

merah muda bila layu. Rosella memiliki kelopak yang berbulu dengan

panjang 1 cm. Kelopak bunga tersebut sering disalahartikan sebagai bunga.

Bagian kelopak ini yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan

minuman.14

GAMBAR 2.5
Bunga rosella20
Terdapat dua jenis varietas Rosella, yaitu sabdariffa dan altissima.

Varietas sabdariffa memiliki bunga berwarna merah atau kuning pucat, dapat

dimakan dan sedikit mengandung serat. Sedangkan varietas altissima

mengandung serat yang tinggi, namun bagian bunga Rosella jenis ini tidak

dapat dimakan.14

2. Kandungan Gizi Rosella

Rosella memiliki kandungan antioksidan dan protein yang tinggi.

Kandungan kimia rosella tersebar pada bagian-bagian tanaman ini. Senyawa

kimia yang terkandung di dalam kelopak bunga rosella di antaranya adalah

antosianin (gosipetin dan hibiscin), vitamin C, protein, asam sitrat dan asam

malat. Untuk kandungan asam lemak terdapat linoleat, palmitin, miristin,

stearat, dan oleat. Setiap 100 gram kelopak bunga rosella kering mengandung

protein 1,145 g, lemak 2,61 g, serat 12 g, kalsium 1,263 g, fosfor 273,2 mg,

zat besi 8,98 mg, karoten 0,029 mg, tiamin 0,117 mg, niasin 3,765 mg,

riboflavin 0,277 mg dan vitamin C 244,4 mg.14,17

Selain itu pada kelopak bunga rosella juga terdapat senyawa

polisakarida, flavonoid, alkaloid, hibiscetin, kuersetin, dan sabdaretin, dan

asam-asam organik yang berperan dalam memberikan efek farmakologis

tertentu, senyawa fenol, protocatechuic acid (PCA), dan 18 macam asam

amino (arginine, lysine, cysteine, histidine, isoleucine, leucine, methionine,

phenylalanine, threonine, tryptophan, tyrosine, valine, aspartic acid,

glutamic acid, alanine, glycine, praline, dan serine).4,14,15,16,17 Zat aktif

antosianin yang menyebabkan warna merah pada tanaman ini mengandung


delfinidin 3-siloglukosida, delfinidin 3-glukosida, sianidin 3-siloglukosida,

sedangkan flavonoidnya mengandung gosipetin dan mucilage

(rhamnogalacturonan, arabinogalactan, arabinan).4

TABEL 2.3
Kandungan gizi rosella20

Kandungan Persentase (%)


dalam 100 g
Kalori 44 kal
Air 86,2
Protein 1,6 g
Lemak 0,1 g
Karbohidrat 11,1 g
Serat 2,5 g
Abu 1,0 g
Kalsium 160 mg
Fosfor 60 mg
Besi 3,8 g
Betakaroten 285 mg
Vitamin C 244,4 mg
Tiamin 0,04 mg
Riboflavin 0,6 mg
Niasin 0,5 mg

3. Manfaat Rosella

Sekarang ini tanaman rosella sangat digemari di masyarakat. Bagian

kelopak bunganya sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan

minuman. Di India barat dan tempat-tempat tropis lainnya, kelopak segar

rosella digunakan untuk pewarna dan perasa dalam membuat anggur rosella,
jeli, sirup, gelatin, minuman segar, pudding, dan kue. Kelopak rosella dapat

ditambahkan pada salad untuk mempercantik warnanya dan kadang-kadang

direbus untuk menggantikan kubis.14,19

Kelopak kering dapat dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, selai, es

krim, serbat, pai, dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada pembuatan jeli

rosella tidak perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki tekstur karena

kelopak bunga rosella sudah mengandung pektin sebanyak 3,19%. Di

Pakistan, rosella direkomendasikan sebagai pektin untuk industri pengawetan

buah.19

Selain sebagai bahan makanan dan minuman, tanaman rosella juga

sangat baik untuk kesehatan. Berbagai kandungan yang terdapat di kelopak

bunga rosella membuatnya populer sebagai obat tradisional. Kandungan

vitamin dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan

B2. Kandungan vitamin C nya yang tinggi membuat tanaman rosella sebagai

antioksidan yang sangat poten. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmol/prolox. Jumlah

tersebut lebih tinggi daripada jumlah pada kumis kucing.17,18

Di india, tanaman ini banyak digunakan untuk mengobati hipertensi,

pireksia, dan kerusakan hati. Secara empiris tanaman ini banyak digunakan

untuk antidotum pada kasus keracunan zat kimia dan jamur beracun. Bahan

aktif yang terdapat dalam tanaman rosella seperti peptin, antosianin, dan

flavonoid bermanfaat untuk mencegah kanker, mengendalikan tekanan darah,

melancarkan peredaran darah, dan sebagainya. Kandungan seratnya pun

cukup tinggi yang berperan dalam melancarkan sistem pembuangan dan


menurunkan kadar kolesterol. Selain itu, kelopak bunga rosella dilaporkan

berkhasiat sebagai antelmintik dan antibakteri. Telah dibuktikan bahwa zat

warna merah dalam kelopak bunga rosella ini dapat membunuh bakteri

Mycobacterium tuberculosa.14,18

Berikut ini adalah uraian beberapa khasiat dari bunga rosella:

a. Anti Oksidan

Kadar anti oksidan yang tinggi pada kelopak rosella dapat

menghambat radikal bebas. Zat aktif yang paling berperan adalah

gosipetin, antosianin, dan glucoside hibiscin. Semakin pekat warna

merah pada kelopak bunga rosella, rasanya akan semakin asam dan

kandungan antosianin (sebagai anti oksidan) semakin tinggi. Beberapa

penyakit kronis yang banyak ditemui saat ini banyak disebabkan oleh

paparan radikal bebas yang berlebihan. Penyakit-penyakit tersebut di

antaranya adalah kerusakan ginjal, diabetes mellitus, jantung koroner,

hingga kanker. Selain itu, radikal bebas juga dapat menyebabkan

penuaan dini.18

b. Anti Kanker

Dengan adanya anti oksidan, sel-sel radikal bebas yang merusak

inti sel dapat dihilangkan. Itu sebabnya rosella memiliki efek anti

kanker. Hasil penelitian Hui-Hsuan Lin dari Institute of Biochemistry

and Biotechnology, Chung San Medical University, Taichung, Taiwan,

membuktikan bahwa rosella bersifat anti kanker lambung.

Penelitiannya menemukan anti oksidan rosella membunuh sel kanker

dengan metode sitotoksis dan apoptosis.24


Penelitian lain yang dilakukan oleh De-Xing Hou di Jepang,

seorang peneliti dari Department of Biochemical Science and

Technology, Faculty of Agriculture, Kagoshima University, Jepang,

menemukan bahwa anti oksidan delphinidin 3-sambubioside pada

rosella ampuh mengatasi leukemia. Cara kerjanya yaitu dengan

menghambat terjadinya kehilangan membran mitokondria dan

pelepasan sitokrom dari mitokondria ke sitosol.25

c. Anti Hipertensi

Pada tahun 2005 Maryani dan Kristiana melakukan penelitian

mengenai khasiat anti hipertensi rosella terhadap tikus percobaan.

Hasilnya adalah pemberian ekstrak rosella dengan dosis 250 mg/hari/kg

berat badan tikus yang dibuat bertekanan darah tinggi, menunjukkan

adanya penurunan tekanan darah.20

d. Memelihara Fungsi Liver

Chau-Jong Wang dari Institute of Biochemistry and

Biotechnology, College of Medicine, Chung San Medical University,

Taichung, Taiwan, menemukan khasiat lain dari rosella. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak rosella dapat melindungi

liver tikus. Setelah diberi 1 – 5% rosella selama 9 minggu, kerusakan

hati seperti steasis dan fibrosis menurun. Metode kerjanya adalah

dengan cara menurunkan aspartate aminotransferase (AST),

memperbaiki jumlah glutathione yang berkurang, serta menghambat

peningkatan jumlah peroksida lemak akibat injeksi penyakit hati.31


Kirdpon, dkk (1994) melakukan uji coba pemberian rosella pada

tikus dengan dosis 200 mg/kg berat badan. Hasilnya terlihat

peningkatan fungsi liver yang diinduksi parasetamol secara signifikan.

Saat dilihat secara histologi dan biokimia, tampak kerusakan liver

mengalami perbaikan dan perlahan menjadi normal.19,32

e. Mencegah Osteoporosis

Zat terpenting dalam rosella yang berperan mencegah

osteoporosis adalah kalsium. Kandungan kalsium dalam rosella cukup

tinggi yaitu sekitar 486 mg/100 g. Fungsi utama kalsium adalah mengisi

kepadatan (densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang memiliki dua

fungsi yaitu sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai

tempat penyimpanan kalsium. Pada tahap awal pertumbuhan janin,

dibentuk matriks sebagai cikal bakal tulang tubuh. Kemudian matriks

tersebut semakin menguat melalui proses kalsifikasi yaitu terbentuknya

kristal mineral. Kalsium dan fosfor merupakan unsur utama dalam

struktur tersebut, sehingga keduanya harus berada dalam jumlah yang

cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang. Rosella

memberikan pasokan kalsium yang cukup sehingga dapat menjaga

kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis.18

f. Meningkatkan Kemampuan Fisik

Teh rosella diyakini dapat meningkatkan kemampuan fisik,

seperti yang telah dimanfaatkan di beberapa negara sebagai tonikum

bertahun-tahun yang lalu. Mekanisme peningkatan kemampuan fisik


setelah mengkonsumsi teh rosella, dapat dikaitkan dengan kandungan

antioksidan dan protein yang tinggi. Antioksidan yang tinggi mampu

mencegah terjadinya vasokonstriksi dan aterosklerosis pembuluh

darah, sehingga suplai darah ke sel menjadi lancar. Ketersediaan nutrisi

dan bahan untuk metabolisme memungkinkan seseorang untuk

memiliki ketahanan fisik yang lebih baik.15

Suplai darah yang optimal ke jantung, menyebabkan pompa

jantung efektif dalam mensuplai darah ke setiap sel dan jaringan. Aliran

darah menuju paru yang baik, juga akan memungkinkan oksigen diikat

oleh hemoglobin (Hb) dan dibawa ke sel dan jaringan lainnya. Sel otot

rangka sebagai efektor dalam aktivitas fisik dapat melakukan

fungsinya, apabila aliran darah dan bahan yang diperlukan untuk

kontraksi otot tersedia dalam jumlah yang memadai.15

Kelancaran aliran darah ke sel tersebut dapat terganggu dengan

adanya radikal bebas yang dapat memicu vasokonstriksi arteriola serta

menyebabkan aterosklerosis. Keadaan ini memerlukan antioksidan dari

luar tubuh. Antioksidan eksogen sangat diperlukan akibat peningkatan

radikal bebas yang tinggi dan menimbulkan ketidakseimbangan antara

oksidan dan antioksidan tubuh. Rosella merupakan salah satu sumber

antioksidan eksogen yang diharapkan dapat mencegah aterosklerosis

dan vasokonstriksi serta menyediakan nutrisi yang cukup untuk proses

metabolisme sel.15
g. Memiliki Efek Imunostimulator

Kandungan fenol dan flavonoid di dalam kelopak bunga rosella

diduga memiliki efek imunostimulator, hal ini diperkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Maghraby et al. (2010) yang

menyebutkan bahwa senyawa flavonoid pada Pulicaria crispa

mempunyai efek imunostimulator. Glikosida fenol dan glikosida

flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar yang dapat tersari

oleh pelarut polar seperti air.13,26

Penelitian tentang aktivitas imunostimulator kelopak bunga

rosella pernah dilakukan oleh Fakeye et al. (2008) menggunakan

metode Haemaglutination test untuk melihat efek sistem imun yang

dinilai dari peningkatan IL-10 sebagai anti inflamasi. Hasil

menunjukkan bahwa kelopak bunga rosella mempunyai efek pada

sistem imun yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif

yaitu Levamisol.13,33

h. Anti Bakteri

Bunga rosella memiliki beberapa kandungan antibakteri terhadap

bakteri penyebab plak. Kandungan kimia kelopak bunga rosella terdiri

dari asam organik, senyawa fenol, flavonoid, dan antosianin. Zat-zat

tersebut mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap bakteri gram positif

dan negatif. Hasil penelitian Limyati dan Soegianto (2008)

menyebutkan bahwa sediaan ekstrak air kelopak bunga rosella pada

konsentrasi 10% dengan metode difusi mampu menghambat bakteri

gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes.4,27


Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ekstrak air kelopak bunga

rosella juga dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

Zat aktif yang terkandung dalam ekstrak air bunga rosella pada berbagai

konsentrasi dapat menghasilkan efek anti bakteri. Menurut

Somaatmadja (1963), antosianin dapat menginhibisi oksidasi glukosa

dan mengikat zat besi yang dibutuhkan oleh bakteri sehingga

menghambat metabolisme bakteri.28 Mekanisme antibakteri bekerja

dengan mengganggu proses respirasi sel, menghambat aktivitas enzim

bakteri, menekan terjemahan dari regulasi produk gen tertentu, dan

menghalangi sintesis normal dinding sel bakteri. Sintesis yang tidak

normal menyebabkan tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi

daripada di luar sel, maka terjadi kerusakan dinding sel bakteri yang

akan menyebabkan kebocoran sel bakteri. Flavonoid dalam tanaman

rosella memiliki gugus hidroksil yang dapat menyebabkan perubahan

komponen organik dan transpor nutrisi yang akan mengakibatkan

timbulnya efek toksik terhadap bakteri.4

i. Manfaat Lain

Manfaat lain dari bunga rosella yaitu sebagai laksative dan

diuretik alami, yang dapat menjaga kesehatan ginjal, mengurangi gejala

batuk yang disertai dengan dahak, juga menyegarkan dan

menghilangkan dahak.4
4. Larutan Teh Rosella dan Cara Penyajian

Di Indonesia, belum banyak yang memanfaatkan rosella. Di negara lain

rosella sudah banyak dimanfaatkan sejak lama. Namun, akhir-akhir ini

minuman berbahan rosella mulai banyak dikenal sebagai minuman kesehatan.

Bahan minuman rosella yang dikemas seperti teh celup telah dapat diperoleh

di pasar swalayan.15,19

Bunga rosella dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman

kesehatan antara lain sirup rosella, stup rosella, agar-agar rosella, dan jam

rosella. Akan tetap minuman kesehatan dari bunga rosella lebih praktis

digunakan apabila dibuat menjadi larutan teh rosella. Cara pembuatan larutan

teh rosella adalah dengan memilih bahan berupa bunga rosella yang bagus

kemudian dicuci dan ditiriskan. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan

menggunakan sinar matahari langsung atau dengan cara diletakkan di dalam

oven. Setelah kering jadilah kelopak bunga rosella yang siap digunakan

sebagai larutan teh. Agar kelopak bunga rosella kering dapat awet selama

penyimpanan sebaiknya kelopak bunga rosella kering disimpan di dalam

wadah tertutup dan terhindar dari kelembapan sehingga tetap kering dan

terhindar dari jamur.15,19

Untuk menggunakannya sebagai larutan teh atau minuman kesehatan,

seduhlah 2 – 3 kelopak bunga rosella kering dengan air panas. Dosis yang

direkomendasikan untuk manusia dewasa adalah 1,5 g kelopak bunga rosella

kering diseduh dengan air 200 ml bersuhu 90°. Dapat juga ditambahkan gula

pasir atau madu dan dapat diminum hangat maupun dingin.15,19


C. Kerangka Teori

Mayor
-Parotis
-Submandibularis
-Sublingualis
Kelenjar Saliva
Minor
-Bukal
Persyarafan -Lingual
Sekresi Saliva
Sekresi Saliva -Labial

Mekanisme -Palatal
Sekresi Saliva

Komposisi Saliva
Saliva

Fungsi Saliva

Sensasi Proteksi Membersihkan Kapasitas Integritas Mastikasi dan Perbaikan


Rasa dan Rongga Mulut Buffering Email Gigi Penelanan Jaringan
Lubrikasi

pH Saliva

Perangsangan
Irama Sirkadian Diet
Kecepatan

Minuman: Teh
Makanan
Rosella

Sumber: Gibson, J. & Beeley, J.A. (1994). Natural and Synthetic Saliva: A Stimulating Subject.

Biotechnology and Genetic Engineering Reviews, 12, 39 - 48.


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Larutan teh rosella

pH saliva sebelum pH saliva setelah


perlakuan perlakuan

B. Identifikasi Variabel

Variabel bebas : Larutan teh rosella

Variabel terikat : pH saliva setelah perlakuan


C. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Variabel Alat Ukur Cara Skala


Pengukuran
1 Larutan teh Teh yang dibuat dengan cara Kelopak bunga
rosella menyeduh kelopak bunga rosella kering
rosella kering dengan air seberat 2,5 g
panas, dengan atau tanpa diseduh dengan air
penambahan bahan pemanis panas sebanyak
seperti gula atau madu. Gelas Ukur (ml) 100 ml kemudian Interval
Larutan teh rosella yang dibagi menjadi 10
digunakan adalah “Inti gelas (masing-
Rosella Excellent Herbal masing 10 ml)
Tea” dari Indo Investama, dengan
Bandung, Indonesia. menggunakan
gelas ukur.
2 Saliva Cairan mulut yang kompleks Saliva
yang terdiri dari campuran keseluruhan
sekresi kelenjar saliva mayor Gelas Ukur (ml) ditampung di Interval
dan minor. dalam gelas ukur
sebanyak 5 ml.
3 pH saliva pH saliva pasif yang diambil pH saliva sebelum
sebelum sebelum perlakuan sebanyak perlakuan yang
perlakuan 5 ml. pH meter ditampung ke Interval
dalam wadah dan
diukur dengan
menggunakan pH
meter.
4 pH saliva pH saliva yang diambil 5 pH saliva 5 menit
setelah menit setelah berkumur setelah perlakuan
perlakuan dengan larutan teh rosella pH meter yang ditampung Interval
selama 1 menit sebanyak 5 ke dalam wadah
ml. dan diukur dengan
menggunakan pH
meter.
D. Hipotesis Penelitian

Larutan teh rosella menyebabkan penurunan pH saliva.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian : Penelitian eksperimental klinis

Desain Penelitian : Uji coba yang dilakukan yaitu uji sebelum dan setelah

(before and after test)

O1  P  O2

O1 : pH saliva sebelum diberi perlakuan

P : Perlakuan (berkumur dengan larutan teh rosella)

O2 : pH saliva setelah diberi perlakuan

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : FKG UPDM (B)

Waktu : Februari – Maret 2016

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi:

a. Mahasiswa FKG UPDM (B) (pria dan wanita) berusia 18 – 22

tahun
b. Kesehatan umum baik

c. Tidak merokok

d. Tidak menggunakan piranti ortodonti cekat

e. Tidak makan dan minum 1 jam sebelum penelitian

2. Kriteria Eksklusi:

a. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian

b. Telah menandatangani informed consent tetapi mengundurkan

diri sebagai subjek penelitian

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi : Mahasiswa preklinik FKG UPDM (B)

Sampel : Diambil secara acak dari populasi

E. Jumlah Sampel Penelitian

Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan perhitungan rumus Federer

(1977), yaitu:

(n-1)(t-1) ≥ 15

Keterangan:

- n: Banyaknya sampel

- t: Perlakuan
Dari hasil perhitungan didapatkan hasil sampel yaitu ≥ 16. Untuk dapat

memenuhi syarat data yang ideal maka penelitian ini menggunakan 30 orang

sebagai sampel.

F. Cara Kerja

1. Alat:

a. Wadah penampung saliva

b. Gelas plastik kecil dan penutup

c. Gelas ukur

d. Gelas air

e. Alat penghitung waktu

f. Masker

g. Sarung tangan

h. Kain pembersih

i. pH meter dan bubuk buffer merek “PH METER model PH-

009(I)”

j. Alat pengaduk air

k. Label

l. Alat tulis

2. Bahan:

a. Larutan teh rosella

b. Air steril

3. Cara Kerja:

a. Persiapan bahan larutan teh rosella:


1) Ambil 2,5 g kelopak bunga rosella dalam kotak kemasan

(isi 50 g) kemudian seduh dengan air panas bersuhu 90° C

sebanyak 100 ml, setelah itu bagi menjadi 10 menggunakan

gelas ukur.

2) Setiap 10 ml larutan teh rosella dimasukkan ke dalam gelas

plastik kecil.

3) Tutup dan diamkan selama 5 – 10 menit.

b. Persiapan pH meter:

1) Siapkan 2 gelas masing-masing berisi air steril sebanyak

250 ml dengan temperatur suhu ruang (25°C). Kemudian

siapkan gelas ketiga yang diisi air steril secukupnya untuk

membilas pH meter.

2) Masukkan bubuk buffer pH campuran fosfat (pH = 6,86) ke

dalam gelas pertama dan aduk sampai larut.

3) Bilas pH meter. Buka tutup proteksi pH meter, rendam pH

meter di bagian yang terdapat sensor elektroda ke dalam

gelas yang dipakai untuk membilas. Angkat dan keringkan

dengan kain pembersih.

4) Nyalakan pH meter, masukkan ke dalam gelas yang

sebelumnya sudah dicampur dengan bubuk buffer pH.

Diamkan beberapa saat hingga angka pada layar digital

stabil dan tidak berubah. Bila angka pada layar digital tidak

sesuai (lebih besar atau lebih kecil dari 6,86), atur pH meter
dengan obeng kecil yang tersedia. Putar searah atau

berlawanan arah jarum jam.

5) Masukkan pH meter ke dalam gelas ketiga untuk membilas.

Rendam, lalu angkat dan keringkan sebelum digunakan.

6) Masukkan bubuk buffer pH campuran boraks (pH = 4,01)

ke dalam gelas kedua dan aduk sampai larut.

7) Masukkan pH meter ke dalam gelas yang sebelumnya

sudah dicampur dengan bubuk buffer pH. Diamkan

beberapa saat hingga angka pada layar digital stabil dan

tidak berubah. Bila angka pada layar digital tidak sesuai

(lebih besar atau lebih kecil dari 4,01), atur pH meter

dengan obeng kecil yang tersedia. Putar searah atau

berlawanan arah jarum jam.

c. Persiapan Subjek:

1) Subjek penelitian diberi penjelasan mengenai alur

penelitian.

2) Subjek penelitian menandatangani informed consent.

3) Subjek penelitian tidak makan dan minum 1 jam sebelum

penelitian.

d. Cara pengukuran pH saliva:

1) Saliva istirahat dikumpulkan. Subjek diinstruksikan untuk

menundukkan kepala, tidak menggerakkan mulut dan lidah,

tidak berbicara, dan tetap rileks dan tenang. Kemudian

saliva dikumpulkan ke dalam wadah penampung saliva


yang telah diberi label bertuliskan I. Setelah itu dilakukan

pengukuran pH saliva.

2) Subjek berkumur dengan 10 ml larutan teh rosella selama 1

menit.

3) Setelah 5 menit, saliva dikumpulkan lagi ke dalam wadah

penampung saliva yang telah diberi label bertuliskan II.

Setelah itu dilakukan pengukuran pH saliva.

G. Analisis Data

Analisis dilakukan secara bivariat. Analisis data statistik menggunakan uji t

berpasangan (paired t-test). Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan

histogram (grafik batang).


H. Alur Penelitian

Subjek penelitian
(30 orang)

Saliva istirahat dikumpulkan

pH saliva sebelum perlakuan diukur

Subjek berkumur dengan larutan teh


rosella selama 1 menit

Saliva setelah 5 menit perlakuan


dikumpulkan

pH saliva setelah perlakuan diukur

Analisis data

Hasil
BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang pengaruh larutan teh rosella terhadap pH saliva dilakukan

dengan menggunakan subjek penelitian sebanyak 30 orang, dan saliva yang diambil

adalah saliva tanpa stimulasi (unstimulated saliva). Pengumpulan saliva dilakukan

dengan cara subjek diinstruksikan untuk menundukkan kepala, tidak menggerakkan

mulut dan lidah, tidak berbicara, serta tetap rileks dan tenang. Setelah itu subjek

penelitian berkumur dengan larutan teh rosella sebanyak 10 ml tanpa penambahan

gula atau pemanis lainnya, kemudian setelah 5 menit saliva dikumpulkan kembali.

pH saliva diukur dengan menggunakan pH meter digital. Hasil pengukuran dicatat,

dikumpulkan, dan dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS. Uji

normalitas data dilakukan sebelum hasil penelitian dihitung.

TABEL 5.1
Uji normalitas

Statistic Df Sig.
pH Saliva Sebelum
.972 30 .584*
Perlakuan
pH Saliva 5 Menit
.942 30 .102*
Setelah Perlakuan

*Shapiro-Wilk, p>0,05

Tabel 5.4 menjelaskan tentang uji normalitas data hasil penelitian. Hasil

pengujian nilai probabilitas (sig.) sebelum perlakuan adalah 0,584 sedangkan nilai
probabilitas (sig.) sesudah perlakuan adalah 0,116. Nilai p sebelum dan sesudah

perlakuan > 0,05, maka data dikatakan normal.

*Mean = 7.55, Std. Dev. = .265, N = 30

GRAFIK 5.1
Rata-rata pH saliva sebelum perlakuan
*Mean = 7.28, Std. Dev. = .353, N = 30

GRAFIK 5.2
Rata-rata pH saliva 5 menit setelah perlakuan

Grafik 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata pH saliva 5 menit setelah perlakuan

lebih rendah dibandingkan rata-rata pH saliva sebelum perlakuan yang tercantum

pada grafik 5.1. Rata-rata pH saliva sebelum perlakuan adalah 7,55 dan rata-rata

pH saliva 5 menit setelah perlakuan adalah 7,28.

TABEL 5.2
Hasil uji paired t-test

Mean Std. Deviation Sig.


pH Saliva 7.55 .265
Sebelum .000*
Perlakuan
pH Saliva 5 Menit 7.28 .353
Setelah Perlakuan

*Paired t-test, p<0,05. CI = 95%


Pada hasil uji parametrik paired t-test (tabel 5.2), diperoleh nilai probabilitas

(sig.) = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 sehingga terdapat

perbedaan yang bermakna antara pH saliva sebelum perlakuan dan pH saliva 5

menit setelah perlakuan. Pada tabel 5.2 juga dapat dilihat bahwa mean pH saliva

sebelum perlakuan adalah 7,55 dan mean pH saliva 5 menit setelah perlakuan

adalah 7,28. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat

penurunan pH saliva setelah berkumur dengan larutan teh rosella yang berarti

hipotesis diterima.
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat penurunan pH

saliva setelah berkumur dengan larutan teh rosella. Rosella dipilih sebagai bahan

penelitian karena saat ini olahan dari kelopak bunga rosella sangat digemari oleh

masyarakat. Tanaman rosella dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan

minuman yang sangat baik untuk kesehatan.14,18,19 Pemilihan pH saliva karena pH

saliva merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi remineralisasi

dan demineralisasi email gigi, selain itu pH saliva juga penting sebagai dasar

pertimbangan karies.1,2 pH saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5 – 7,5 dan

apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5 – 5,5 maka akan memudahkan

pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

Bakteri-bakteri tersebut berperan besar dalam proses demineralisasi email gigi

karena menghasilkan asam.1

Pada penelitian ini terlihat adanya penurunan pH saliva setelah berkumur

dengan larutan teh rosella. Hal tersebut terjadi karena pH larutan teh rosella yang

digunakan pada penelitian ini mencapai 3,24. Sifat asam tersebut didapatkan karena

tanaman rosella mengandung berbagai macam senyawa kimia seperti antosianin

(gosipetin dan hibiscin), vitamin C, protein, asam sitrat, asam malat, polisakarida,

flavonoid, alkaloid, hibiscetin, kuersetin, sabdaretin, asam-asam organik, fenol,

protocatechuic acid (PCA), dan 18 macam asam amino.4,14,17 Oleh karena itu,

setelah berkumur dengan larutan teh rosella keadaan rongga mulut akan berubah

karena sifat asam dan zat-zat yang dimilikinya.2


Pengaruh larutan teh rosella terhadap perubahan pH saliva tergantung dari

konsentrasi larutannya. Penelitian Prasetyo (2015) menemukan bahwa rebusan

kelopak bunga rosella dengan konsentrasi 5% dan 15% ternyata meningkatkan pH

saliva, sedangkan rebusan kelopak bunga rosella dengan konsentrasi 25% dan 35%

menurunkan pH saliva. Penurunan pH saliva pada rebusan kelopak bunga rosella

dengan konsentrasi 25% dan 35% disebabkan karena kandungan asam organik yang

semakin tinggi. Sebaliknya, peningkatan pH saliva pada konsentrasi 5% dan 15%

terjadi karena adanya zat aktif yang menghambat pertumbuhan Streptococcus

mutans yaitu flavonoid dan antosianin. Hal ini sesuai dengan penelitian Riwandy

(2014) yang menemukan bahwa zat aktif dalam larutan rosella dengan konsentrasi

tertentu dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil asam.4,34

Flavonoid dapat menembus dinding sel S. mutans. Zat aktif ini memiliki

gugus hidroksil yang dapat menyebabkan perubahan komponen organik dan

transport nutrisi yang akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.

Zat aktif antosianin bekerja dengan cara menginhibisi oksidasi glukosa dan

mengikat zat besi yang dibutuhkan oleh bakteri sehingga menghambat metabolisme

dari bakteri. Mekanisme antibakteri bekerja dengan mengganggu proses respirasi

sel, menghambat aktivitas enzim bakteri, menekan regulasi produk gen tertentu,

dan menghalangi sintesis normal dinding sel bakteri. Sintesis yang tidak normal

menyebabkan tekanan osmotik di dalam sel bakteri lebih tinggi dibandingkan

dengan di luar sel sehingga terjadi kerusakan dinding sel bakteri yang akan

menyebabkan terjadinya kebocoran sel bakteri.4,34

Hasil pengukuran pH saliva 5 menit setelah berkumur dengan larutan teh

rosella berbeda-beda setiap subjek. Ada yang penurunan pH-nya tidak terlalu
bermakna, tetapi ada juga yang penurunan pH-nya cukup drastis dibandingkan

dengan pH sebelum perlakuan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh

kurangnya kontrol terhadap subjek selama penelitian. Peneliti tidak melakukan

tanya-jawab terhadap subjek sebelum dan setelah perlakuan untuk memastikan

apabila terdapat suatu kondisi yang dapat mempengaruhi laju aliran dan pH saliva

subjek. Selain itu terdapat faktor-faktor yang sulit dikendalikan seperti durasi

pengumpulan saliva, keadaan rongga mulut subjek, durasi dalam berkumur, cara

berkumur yang berbeda-beda setiap subjek, dan kontaminasi saliva antara subjek

pertama dengan subjek selanjutnya yang juga turut berpengaruh terhadap

perubahan pH saliva subjek.

Kondisi fisik subjek dapat mempengaruhi laju aliran saliva (salivary flow) dan

hal tersebut dapat mempengaruhi pH. Salah satu contohnya adalah kurang minum

dan dehidrasi. Saat cairan tubuh berkurang sekitar 8%, laju aliran saliva juga

berkurang karena kelenjar-kelenjar saliva mengurangi jumlah sekresi untuk

menghemat cairan.2 Beberapa hari sebelum penelitian subjek mungkin saja kurang

minum air sehingga kekurangan cairan dan mempengaruhi laju aliran serta pH

salivanya. Selain itu ada juga pengaruh dari pemakaian obat-obatan. Banyak obat-

obatan khususnya yang memiliki aksi anticholinergic (antidepressants, anxiolytics,

antipsychotics, antihistamine, dan antihypertension) dapat menyebabkan

penurunan laju aliran saliva serta mengubah komposisinya. 2,6 Apabila laju aliran

saliva berkurang, maka jumlah saliva yang keluar sedikit sehingga durasi

pengumpulan saliva menjadi semakin lama. Hal ini dapat menyulitkan penelitian

karena durasi yang lama akan mengubah pH saliva kembali ke keadaan


sebelumnya. Selain itu, kuantitas saliva yang sedikit juga menyulitkan pengukuran

karena ujung pH meter yang tercelup hanya sedikit.

Kondisi rongga mulut juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat

mempengaruhi pH. Kelainan seperti karies, penumpukan plak/kalkulus, dan

penyakit periodontal merupakan kondisi yang penting untuk diperhatikan. Gigi

dengan jumlah karies yang banyak akan mempermudah makanan/minuman

menempel sehingga jumlah plak dan koloni bakteri penghasil asam akan semakin

banyak juga. Apabila jumlah plak semakin banyak maka akan terbentuk kalkulus

yang tentunya akan memperburuk kesehatan rongga mulut karena bakteri dari

kalkulus dapat menyebabkan penyakit periodontal seperti gingivitis. Tingkat

keparahan gingivitis pada subjek penelitian dapat membuat perbedaan plak yang

terjadi setelah makan/minum.30 Walaupun subjek telah diinstruksikan untuk tidak

makan satu jam sebelum penelitian, akan tetapi subjek mungkin sudah sarapan

beberapa jam sebelumnya sehingga memungkinkan sisa-sisa makanan untuk

menempel dan terjadi penumpukan plak.

Durasi dalam berkumur mempengaruhi lepasnya sisa makanan/minuman

dalam mulut. Perbedaan durasi berkumur ini dikarenakan ada beberapa subjek yang

terlambat mulai berkumur atau terlambat mengakhiri berkumur pada detik ke-30.

Berdasarkan teori, berkumur selama 2 – 3 menit efektif untuk menghilangkan plak

pada mulut. Namun, pada penelitian ini durasi berkumurnya hanya 30 detik

sehingga hasilnya kurang efektif. Selain itu cara berkumur yang berbeda juga

mengakibatkan sisa-sisa makanan yang masih menempel di gigi berbeda-beda tiap

subjek. Hal ini mengakibatkan jumlah perlekatan bakteri berbeda-beda sehingga

asam yang terbentuk kuantitasnya juga berbeda.30


Pada penelitian ini pH saliva 5 menit setelah berkumur dengan larutan teh

rosella mengalami penurunan, akan tetapi penurunan pH saliva yang terjadi masih

dalam rentang normal (5,6 – 7,0, rata-rata 6,7), sehingga penurunan pH saliva akibat

berkumur dengan larutan teh rosella tidak mencapai pH kritis dan menyebabkan

terjadinya demineralisasi pada email gigi. Terlebih lagi sistem buffer saliva dapat

menetralisir dan membersihkan asam sehingga mencegah demineralisasi email.2

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh larutan teh

rosella dengan konsentrasi yang lebih tinggi terhadap perubahan pH saliva. Selain

itu perlu juga dilakukan kontrol yang lebih baik terhadap subjek dan pengendalian

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran dan pH saliva seperti pola

makan, kondisi fisik subjek, ataupun kondisi rongga mulut subjek. Dengan

demikian kesalahan dapat diminimalisir sehingga pengukuran dapat lebih akurat.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian mengenai

pengaruh larutan teh rosella terhadap pH saliva yang telah dilakukan, maka

disimpulkan:

1. Terdapat penurunan pH saliva 5 menit setelah berkumur dengan larutan

teh rosella tanpa pewarna dan perasa

2. Penurunan pH saliva yang terjadi 5 menit setelah berkumur dengan

larutan teh rosella masih dalam rentang normal sehingga tidak

menyebabkan pH saliva menjadi kritis

B. Saran

Pada penelitian ini masih terdapat kekurangan, maka untuk

menyempurnakannya disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan:

1. Menggunakan larutan teh rosella dengan konsentrasi yang lebih tinggi

2. Menggunakan saliva terstimulasi

3. Alat yang digunakan sesuai dengan jumlah subjek

4. Sebaiknya saliva dikumpulkan menggunakan alat pengumpul saliva

agar lebih cepat dan efisien


DAFTAR PUSTAKA

1. Soesilo, D., Santoso, R.E., & Diyatri, I. (2005). Peranan Sorbitol dalam

Mempertahankan Kestabilan pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies.

Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal), 38, 25 – 28.

2. De Almeida, P.D.V., Gregio, A.M.T., Machado, M.A.N., De Lima, A.A.S.,

& Azevedo, L.R. (2008). Saliva Composition and Functions: A

Comprehensive Review. The Journal of Contemporary Dental Practice, 9,

2 – 8.

3. Najoan, S.B., Kepel, B.J., & Wicaksono, D.A. (2014). Perubahan pH Saliva

Siswa MA Darul Istiqamah Manado Sesudah Menyikat Gigi dengan Pasta

Gigi Mengandung Xylitol. Jurnal e-GIGI (eG), 2, 2 – 5.

4. Riwandy, A., Aspriyanto, D., & Budiarti, L.Y. (2014). Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap

Pertumbuhan Streptococcus mutans In Vitro. Dentino Jurnal Kedokteran

Gigi, 2, 61 – 64.

5. Sumartini, N.W.E., Leliqia, N.P.E., & Ramona, Y. (2013). Karakteristik

Mikroorganisme Pada Teh Rosella Kombucha Lokal Bali. Jp Farmasi dd e-

jurnal, 72 – 74.

6. Gibson, J. & Beeley, J.A. (1994). Natural and Synthetic Saliva: A

Stimulating Subject. Biotechnology and Genetic Engineering Reviews, 12,

39 – 48.
7. Goel, I., Navit, S., Mayall, S.S., Rallan, M., Navit, P., & Chandra, S. (2013).

Effects of Carbonated Drink & Fruit Juice on Salivary pH of Children: An

In Vivo Study. International Journal of Scientific Study, 1, 60 – 67.

8. Dwiastuti, N. (2012). Perbedaan pH Saliva antara Perokok dan Bukan

Perokok pada Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Naskah Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 4 – 9.

9. Kusumasari, N. & Santoso, O. (2012). Pengaruh Larutan Kumur Ekstrak

Siwak (Salvadora persica) Terhadap pH Saliva. Karya Tulis Ilmiah Jurnal

Media Medika Muda, 1 – 9.

10. Tamin, S. & Yassi, D. (2011). Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran

Sialoendoskopi untuk Diagnostik dan Terapi. Journal of Oto Rhino

Laryngologica Indonesia, 41, 2 – 4.

11. Orabi, A.A., Riad, M.A., & O’Regan, M.B. (2002). Stylomandibular

Tenotomy in the Transcervical Removal of Large Benign Parapharyngeal

Tumours. Br J Oral Maxillofacial Surgery, 40, 313 – 316.

12. Holsinger, F.C., & Bui, D.T. (2007). Anatomy, Function, and Evaluation of

the Salivary Glands. Salivary Gland Disorders, 2 – 15.

13. Puspitowati, O.H., Ulfah, M., & Sasmito, E. (2012). Uji Aktivitas

Imunostimulator Fraksi Air Dari Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella

(Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit Galur

Swiss Secara In Vitro Beserta Identifikasi Kandungan Kimianya. Jurnal

Ilmu Farmasi & Farmasi Klinik, 9, 24 – 30.


14. Zuhrotun, A., Hendriani, R., & Kusuma, S.A.F. (2009). Pemanfaatan

Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Asal

Kabupaten Bandung Barat Sebagai Antiinfeksi Terhadap Beberapa Genus

Bakteri Staphylococcus. Laporan Akhir Penelitian Peneliti Muda (Litmud)

Unpad, 1 – 13.

15. Ekanto, B. & Sugiarto (2011). Kajian Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa)

dalam Meningkatkan Kemampuan Fisik Berenang (Penelitian Eksperimen

pada Mencit Jantan Remaja). Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia,

1, 172 – 179.

16. Yuliani, Marwati, & Fahriansyah, M.W.R. (2011). Studi Variasi

Konsentrasi Ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan Karagenan

Terhadap Mutu Minuman Jeli Rosella. Jurnal Teknologi Pertanian

Universitas Mulawarman, 7, 1 – 8.

17. Sugiharto (2013). Efek Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa) pada Tikus yang

Diberi Alkohol Sebagai Pencegahan Kenaikan Tekanan Darah. Majalah

Ilmu Faal Indonesia, 10, 1 – 9.

18. Wiyarsi, A. (2010). Khasiat Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.).

(Online),

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM%20Bunga%20Rosella.p

df, diakses pada tanggal 20 November 2015).

19. Marwati, S. (2010). Pengolahan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)

Sebagai Minuman Kesehatan. (Online),

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/siti-marwati-

msi/c4.pdf, diakses pada tanggal 22 November 2015).


20. Maryani, H. & Kristiana, L. (2005). Khasiat dan Manfaat Rosella. Jakarta:

Agromedia Pustaka.

21. Van Nieuw Amerongen, A., Bolscher, J.G., & Veerman, E.C. (2004).

Salivary Proteins: Protective and Diagnostic Value in Cariology? Caries

Res, 38, 247 – 253.

22. Young, J.A. & Schneyer, C.A. (1981). Composition of Saliva in Mammalia.

Aust J Exp Biology Medical Science, 59, 1 – 53.

23. Kohlmann, F.J. 2003. What is pH and How is It Measured. (Online),

(http://www.vertmarkets.com, diakses pada tanggal 20 November 2015).

24. Lin, H.H., Lin, T.L., Chen, C.C., Lin, M.C., Chou, M.C., & Wang, C.J.

(2007). Hibiscus sabdariffa Extract Reduces Serum Cholesterol in Men and

Women. Journal of Nutrition Research, 27, 140 – 145.

25. Hou, D.X. (2015). Anti-inflammatory Activity and Molecular Mechanism

of delphinidin 3-sambubioside, a Hibiscus Anthocyanin. (Online),

(https://www.researchgate.net/publication/272890776_Anti-

inflammatory_activity_and_molecular_mechanism_of_delphinidin_3-

sambubioside_a_Hibiscus_anthocyanin, diakses pada tanggal 2 Desember

2015).

26. Maghraby, A.S., Shalaby, N., Abd-Alla, H.I., Ahmed, S.A., Khaled, H.M.,

& Bahgat, M.M. (2010). Immunostimulatory Effects of Extract of Pulicaria

crispa Before and After Schistosoma mansoni Infection. Acta Poloniae

Pharmaceutica – Drug Research, 67, 75 – 79.


27. Ji, Y.S., Lestari, N.D., & Rinanda, T. (2012). Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap

Streptococcus pyogenes secara In Vitro. JKS, 1, 31 – 36.

28. Somaatmadja, D. & Powers, J.J. (1963). Anthocyanins. IV. Anthocyanin

Pigments of Cabernet Sauvignon Grapes. Journal of Food Science, 28, 617

– 622.

29. Adi, P., Puspitasari, A., & Islami, M.U. (2015). Pengaruh Konsentrasi

Rebusan Kelopak Bunga Rossella terhadap pH Saliva Buatan. Majalah

Kedokteran Gigi Indonesia, 1, 156 – 160

30. Afifah, N. (2010). Uji Beda Pemberian Teh Hijau dan Teh Hitam terhadap

Perubahan pH Saliva secara In Vivo. Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta, 38 – 42.

31. Wang, C.J., Huang, C.N., Yang, Y.S., Chan, K.C., Peng, C.H., & Yang,

M.N. (2009). The Hypolipidemic Effect of Hibiscus sabdariffa Polyphenols

via Inhibiting Lipogenesis and Promoting Hepatic Lipid Clearance.

(Online),

(https://www.researchgate.net/publication/40694861_The_Hypolipidemic

_Effect_of_Hibiscus_sabdariffa_Polyphenols_via_Inhibiting_Lipogenesis

_and_Promoting_Hepatic_Lipid_Clearance, diakses pada tanggal 3

Desember 2015).

32. Kirdpon, S., Nakorn, S.N., & Kirdpon, W. (1994). Changes in Urinary

Chemical Composition in Healthy Volunteers after Consuming Roselle

(Hibiscus sabdariffa Linn) Juice. (Online),

(https://www.researchgate.net/publication/15330246_Changes_in_urinary
_chemical_composition_in_healthy_volunteers_after_consuming_roselle_

Hibiscus_sabdariffa_Linn_juice, diakses pada tanggal 3 Desember 2015).

33. Fakeye, T.O., Pal, A., Bawankule, D.U., & Khanuja, S.P.S. (2008).

Immunomodulatory Effect of Extracts of Hibiscus sabdariffa L. (Family

Malvaceae) in a Mouse Model. (Online),

(https://www.researchgate.net/publication/5453642_Immunomodulatory_e

ffect_of_extracts_ofHibiscus_sabdariffa_L_Family_Malvaceae_in_a_mou

se_model, diakses pada tanggal 3 Desember 2015).


Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Bersama ini saya, Try Putra Laksana, yang sedang menjalani program pendidikan

sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama),

memohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya

yang berjudul:

“Pengaruh Larutan Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap pH Saliva”

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh larutan teh rosella

(Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan pH saliva. Adapun manfaat penelitian

ini adalah untuk memberi informasi ilmiah dan menambah pengetahuan tentang

larutan teh rosella dan hubungannya terhadap perubahan pH saliva.

Penelitian ini bersifat eksperimental klinis di mana akan dilakukan

pengukuran pH saliva subjek sebelum dan setelah berkumur dengan larutan teh

rosella. Prosedurnya adalah dengan mengumpulkan air liur/air ludah yang tidak

terstimulasi (saliva istirahat) dari subjek dengan cara ditampung di wadah

penampung, kemudian pH-nya diukur oleh peneliti. Setelah itu subjek akan diminta

untuk berkumur dengan larutan teh rosella selama 1 menit, kemudian setelah 5

menit air liur/air ludah dikumpulkan lagi dan diukur pH-nya. Penelitian ini tidak

beresiko, akan tetapi apabila timbul efek mau muntah atau alergi pada subjek karena

berkumur dengan larutan teh rosella, maka berkumur-kumur dapat segera

dihentikan. Selain itu, identitas Saudara/i sebagai subjek penelitian akan


dirahasiakan oleh peneliti, dan seluruh biaya pada penelitian ini akan ditanggung

oleh peneliti.

Jika Saudara/i mengerti isi dari lembar penjelasan ini dan bersedia untuk

menjadi subjek penelitian, maka mohon kiranya Saudara/i untuk mengisi dan

menandatangani lembar persetujuan sebagai subjek penelitian (informed consent)

yang terlampir pada lembar berikutnya. Saudara/i perlu mengetahui bahwa surat

kesediaan tersebut tidak mengikat dan Saudara/i dapat mengundurkan diri dari

penelitian ini bila Saudara/i merasa keberatan. Apabila Saudara/i mengalami

keluhan maka dapat menghubungi peneliti di no. HP 087844760223.

Demikian lembar penjelasan ini saya buat, semoga keterangan ini dapat

dimengerti dan atas kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, ...........................2016

Try Putra Laksana


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Angkatan :

NIM :

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta manfaat dari

penelitian yang akan dilakukan oleh Try Putra Laksana dari Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), dengan ini saya menyatakan

bersedia untuk menjadi subjek penelitian eksperimental klinis “Pengaruh Larutan

Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap pH Saliva” dengan penuh kesadaran

dan tanpa paksaan dari siapapun.

Jakarta, ...........................2016

Partisipan

(…………..……………)

Anda mungkin juga menyukai