Anda di halaman 1dari 8

MAKANAN YANG DIHARAMKAN DALAM AGAMA YAHUDI, KRISTEN, HINDU DAN

BUDHA
Oleh: Yuni Rahmi (41181097000063)

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan berasal dari kata makan yang artinya aktifitas memasukkan sesuatu ke dalam tubuh
yang bertujuan untuk menghilangkan rasa lapar. Makanan adalah suatu benda atau hal yang dimakan
oleh manusia kemudian dicerna dan diserap dalam tubuh untuk menghasilkan energi dan mendukung
segala aktifitas. Terdapat berbagai macam makanan yang beredar di pasaran, semuanya dikemas
dalam kemasan yang menarik untuk memikat hati para konsumen. Tidak bisa dipungkiri bahwa
penyajian dan penampilan suatu makanan memegang peranan penting dalam pemasaran suatu produk
makanan, baik makanan siap santap maupun makanan dalam kemasan. Sehingga ada yang
mengatakan bahwa manusia memakan dengan mata bukan dengan mulut (Zulaekh dan Kusumawati,
2015).
Bagi umat Islam ada satu faktor yang jauh lebih penting dari sekedar rasa dan penampilan
yaitu halal dan haramnya suatu makanan. Umat Islam diajarkan untuk makan makanan yang bersih
dan sehat. Islam sangat memperhatikan sumber dan kebersihan makanan, cara memasak, cara
menghidangkan, cara makan sampai pada cara membuang sisa makanan (Rajikin, dkk, 1997).
Allah tidak mengharamkan sesuatu tanpa sebab dan akibat. Segala ketentuan Allah memiliki
dasar hukum yang dis ebutkan dalam Al-qur’an dan hadist Rasulullah SAW, seperti terdapat dalam
QS. Al-A’raf;157 berbunyi: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan yang
menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka dan
membuang mereka dari beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-
orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-
A’raf:157).
Selain agama Islam yang mengatur makanan halal dan haram, agama lain seperti agama
Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha juga mengatur bagaimana status halal dan haramnya makanan.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis apa saja makanan yang diharamkan dalam agama
Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha.

Tujuan
Untuk mengetahui makanan yang diharamkan dalam agama Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Agama Yahudi
Hukum kashrut, juga disebut sebagai hukum diet Yahudi, merupakan dasar halal
untuk orang Yahudi sebagai orang yang taat. Aturan-aturan ini diatur dalam Taurat dan
dijelaskan dalam Talmud. Kata Ibrani “kasher” secara harfiah berarti “cocok” dan hukum
halal berarti makanan yang dianggap layak untuk dimakan. Pengikut Yahudi yang menjaga
makanan halal mengikuti hukum diet Yahudi (Shimoni, 2019).
Meskipun aturan dasar hukum makanan halal Talmud tidak berubah, para ahli rabbi
terus mempertimbangkan dan menafsirkan makna dan penerapan praktis dari hukum makanan
Yahudi dalam menanggapi perkembangan baru dalam pengolahan makanan industri
(Shimoni, 2019).
Undang-undang diet Yahudi menjelaskan aturan untuk memilih produk hewani halal,
termasuk larangan apa yang dianggap hewan "haram" dan pencampuran daging dan susu.
Undang-undang juga menguraikan apa yang dianggap sebagai makanan "netral" (pareve)
(Shimoni, 2019).
Produk Hewan
Produk hewan yang dianggap halal harus termasuk dalam kategori dan memenuhi persyaratan
berikut:
a. Hewan tertentu yang tidak boleh dimakan sama sekali, seperti; babi, kerang, kelinci dan
reptil.
b. Mamalia yang memiliki kuku belah dan pemamah biak (sapi, domba, kambing, bison dan
rusa) adalah halal.
c. Ikan harus memiliki sirip dan sisik yang dapat dilepas agar dianggap halal.
d. Spesies burung halal tercantum dalam Taurat, tetapi ada lebih banyak ambiguitas tentang
persyaratan yang harus dipenuhi burung untuk dianggap halal. Secara umum, burung
pemangsa tidak halal.
e. Susu dan telur dari hewan halal adalah halal. Telur umumnya harus diperiksa untuk
memastikan tidak mengandung darah, yang tidak halal.
Dari hewan yang dapat dimakan, burung dan mamalia harus disembelih sesuai
dengan hukum Yahudi, sebuah proses yang dikenal sebagai shechita. Bagian-bagian tertentu
dari hewan yang diizinkan tidak boleh dimakan. Juga, semua darah harus dikeluarkan dari
daging atau dipanggang sebelum dimakan (Shimoni, 2019).
Daging dan Susu
Daging apa pun (daging burung dan mamalia) tidak dapat dimakan dengan susu.
Peralatan yang bersentuhan dengan daging (selagi panas) tidak boleh digunakan dengan
produk susu dan sebaliknya. Selain itu, peralatan yang bersentuhan dengan makanan non-
halal (selagi panas) tidak boleh digunakan dengan makanan halal (Shimoni, 2019).
Makanan Pareve
Makanan halal dibagi menjadi tiga kategori: daging, susu, dan pareve. Makanan
pareve dianggap netral dan dapat dimakan dengan susu atau daging. Semua buah-buahan,
sayuran, biji-bijian, pasta, kacang-kacangan adalah halal. Namun, perlu diketahui bahwa
dengan pengecualian sejumlah kecil spesies belalang, serangga tidak halal. Akibatnya,
penggunaan buah-buahan dan sayuran tertentu sekarang dianggap kontroversial di kalangan
ortodoks tertentu, karena kekhawatiran tentang serangan serangga. Telur, buah-buahan,
sayuran, dan biji-bijian dianggap pareve atau netral, dan dapat dimakan dengan daging atau
susu. Ikan juga dianggap pareve, tetapi beberapa orang Yahudi yang taat halal tidak memasak
atau makan ikan dengan daging. Produk anggur (termasuk jus dan anggur) harus diproduksi
oleh orang Yahudi agar dianggap halal (Shimoni, 2019).
2. Agama Kristen
Akathartos digunakan untuk daging haram dalam Perjanjian Baru. Dalam
Septuaginta (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama yang umum digunakan di zaman Paulus
dan hari ini dilestarikan dalam Alkitab Ortodoks), akathartos digunakan untuk menunjuk
daging haram tercantum dalam Imamat 11 dan Ulangan 14 (Nicholas, 2015).
Beberapa makanan yang diharamkan dalam agama Kristen seperti:
a. Unta
Pada Imamat 11:4 disebutkan binatang yang tidak boleh dimakan dari binatang yang
memamah biak atau berkuku belah adalah unta sebab unta memamah biak akan tetapi
tidak berkuku belah sehingga ini diharamkan (Tuhan Yesus, 2017).
b. Kelinci
Dalam Imamat 11:6 tertulis jika kelinci diharamkan sebab merupakan binatang
memamah biak akan tetapi tidak berkuku belah sehingga haram untuk dimakan (Tuhan
Yesus, 2017).
c. Babi Hutan
Dalam Imamat 11:7 tertulis jika babi merupakan binatang berkuku belah yakni
berkuku sela panjang namun babi hutan tidak memamah biak sehingga diharamkan untuk
dimakan (Tuhan Yesus, 2017).
d. Binatang Tidak Bersirip dan Bersisik
Pada Imamat 11:10 tertulis jika segala sesuatu yang tidak mempunyai sirip atau
memiliki sisik dalam lautan dan juga sungai serta segala sesuatu yang hidup di air
lainnya juga diharamkan dan bangkainya pun harus dijijikkan. Jika dilihat dari ayat ini
maka binatang yang diharamkan adalah udang sebab bersisik namun tidak bersirip, ikan
patin sebab bersirip namun tidak bersisik, kepiting, cumi-cumi, ikan lele, belut dan
sebagainya (Tuhan Yesus, 2017).
e. Unggas (Jenis Burung)
Dalam Imamat 11:13-23 disebutkan jika beberapa makanan dari jenis unggas yang
tidak boleh dimakan dan merupakan sesuatu yang dijijikkan adalah burung rajawali,
ering janggut, elang laut, elang merah, elang hitam, semua burung gagak menurut
jenisnya, burung unta, burung hantu, camar, burung pungguk, burung dendang air,
bangau dan semua binatang yang merayap serta bersayap (Tuhan Yesus, 2017).
Ada jenis unggas yang halal dan ada juga jenis unggas yang diharamkan dengan ciri
unggas halal yang bisa dimakan adalah yang memiliki paha dibagian atas kaki sementara
yang tidak memiliki paha tidak boleh dimakan sebab haram. Ini bisa disimpulkan jika
beberapa unggas yang diharamkan adalah bangau, burung hantu, elang dan beberapa
jenis unggas yang tidak mempunyai paha lainnya (Tuhan Yesus, 2017).
f. Binatang Merayap
Dalam Imamat 11:23 tertulis, “Selainnya segala binatang yang merayap dan bersayap
dan yang berkaki empat adalah kejijikan bagimu.” Dalam Alkitab juga sudah dikatakan
dengan tegas jika semua binatang merayap adalah sebuah kejijikan untuk manusia seperti
contohnya kadal, cicak, ular, komodo, biawak dan sebagainya (Tuhan Yesus, 2017).
g. Binatang Berkaki Empat
Dilihat dari Imamat 11:3-8 dan juga Ulangan 14:3-8 disebutkan jika binatang yang
berkaki empat namun diharamkan yakni yang memamah biak namun tidak berkuku belah
atau berkuku belah namun tidak memamah biak seperti kuda, kelinci, pelanduk dan
beberapa ciri binatang yang termasuk dalam kategori ini lainnya (Tuhan Yesus, 2017).
h. Binatang Yang Berjalan Dengan Telapak Kaki
Dalam Imamat 11:27, 28 tertulis jika semua binatang yang berjalan dengan telapak
kaki dan semua binatang yang berjalan dengan empat kaki adalah haram seperti: orang
utan, monyet, anjing, kucing, panda dan sebagainya. Dengan ulasan diatas diketahui jika
tidak ada makanan haram yang diciptakan oleh Tuhan namun yang haram adalah bukan
makanan yang diciptakan Tuhan untuk dikonsumsi manusia dan seperti yang tertulis pada
1 Timotius 4:4, “karena semua yang diciptakan Tuhan itu baik dan suatu pun tidak ada
yang haram jika diterima dengan ucapan syukur,” dan ayat ini merupakan sambungan
dari ayat ketiga yang menjelaskan tentang makanan yang diciptakan oleh Tuhan (Tuhan
Yesus, 2017).
Dari semua ciptaan Allah yang sangat banyak, ada beberapa hal yang bisa dikonsumsi
dan tidak untuk dikonsumsi, yang bisa dikonsumsi merupakan makanan dan yang tidak
untuk dikonsumsi bukanlah makanan dan Tuhan hanya ingin membuat semua umat-Nya
hidup dengan baik dan jauh dari segala penyakit yakni dengan tidak memakan makanan
yang memang tidak diciptakan untuk dimakan melainkan untuk fungsi yang lain di muka
bumi ini.
3. Agama Hindu
Dalam Bhagavad Gita, kitab suci Hindu, makanan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
sattvika, raajasika, dan taamasika. Berdasarkan sifat, kualitas, dan kesucian. Sattvika
menandakan kemakmuran, usia panjang, kecerdasan, kekuatan, kesehatan, dan kebahagiaan.
Jenis makanan ini meliputi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, sereal, dan permen.
Makanan raajasika menandakan aktivitas, gairah, dan kegelisahan, mencakup makanan
panas, asam, pedas, dan asin. Makanan taamasika memabukkan dan tidak sehat,
menyebabkan kusam dan inersia. Makanan Hindu mengikuti konsep kemurnian dan kotoran.
Menentukan hubungan antar pribadi dan antar kasta (Kilara & Iya, 1992).
Brahmana menghasilkan dua jenis makanan yaitu kaccha dan pakka. Kaccha, berarti
tidak dimasak dan mentah. Pakka, berarti matang dan dimasak. Makanan kaccha sangat
rentan kontaminasi. Karena itu, ada aturan ketat dalam memasak, menyajikan, dan memakan
jenis makanan ini. Makanan pakka digoreng, jadi tidak rentan. Orang Hindu secara tradisional
vegetarian. Namun, kebanyakan non-Brahmana adalah non-vegetarian. Karena sapi dianggap
sakral, daging sapi tidak dimakan oleh orang Hindu. Ikan lebih diterima dibanding daging
hewani. Brahmana tidak makan bawang putih, bawang merah, dan arak. Makanan
dipersembahkan ke kuil untuk menyembah Dewa dan membebaskan diri dari hasrat gangguan
roh (LIPI, 2018).
4. Agama Budha
Budha ortodoks sangat menghindari daging dan ikan. Alasannya, menghormati
kehidupan. Namun, makanan non-vegetarian tidak dilarang. Dalam aturan diet agama Budha,
jika daging hewan akan dimakan, hewan harus disembelih oleh mereka yang bukan penganut
Budha. Para biksu cenderung lebih ketat dalam menjalankan diet atau puasa ketimbang kaum
awam Budha. Mereka tidak makan daging dan ikan. Mereka berpuasa di siang hari. Puasa
sehari penuh dijalankan pada awal bulan baru dan bulan purnama setiap bulan. Umat Budha
biasanya makan bersama di rumah bersama keluarga (Hinnells, 1997).
Kepercayaan China adalah campuran kepercayaan Konfusianisme, Taoisme, dan
Buddhisme. Konfusianisme mementingkan moralitas dan perilaku, termasuk ritus peralihan.
Taoisme memusatkan perhatian pada hasrat-hasrat dan pengobatan, juga menjadi dasar
perayaan dan festival. Meski Konfusianisme dan Taoisme tidak memberikan petunjuk soal
makanan, budaya makanan kuno di China kebanyakan mengandung vegetarian. Tahun Baru
Imlek, Festival Musim Semi, dirayakan secara meriah dalam jamuan besar seluruh anggota
keluarga besar. Mereka semua makan bersama-sama. Sebelum makan, orang Cina mengenang
leluhur keluarga. Mereka mempersembahkan sumpit lengkap dengan semangkuk nasi, arak,
dan teh. Persembahan ini disajikan di altar keluarga. Kombinasi Konfusianisme dan Taoisme
punya pengaruh besar pada tradisi makanan Tiongkok (LIPI, 2018).
Umat Budha Tibet makan mie dengan sup, skiu atau momo, pangsit kecil tepung
terigu dengan daging, kentang panggang, tsamp, butiran biji jelai panggang (Tamang, 2010).
Budha Tibet tidak melarang makan daging hewan dan arak. Namun, orang Tibet tidak makan
hewan kecil ayam, itik, kambing, dan babi. Karena, mereka percaya bahwa mengambil nyawa
hewan kecil lebih dosa dari pada membunuh hewan besar, yak dan sapi, yang lebih praktis.
Makan ikan jarang dilakukan di kalangan umat Buddha Tibet. Karena, mereka menyembah
ikan untuk umur panjang dan kemakmuran. Budha Nepal tidak mengikuti aturan diet Budha.
Kecuali Tamang dan Sherpa, masyarakat Nepal lainnya tidak makan daging sapi dan yak.
Buddha Nepal adalah perpaduan antara Budha Tibet dan Hindu. Perpaduan antara alam dan
pemujaan leluhur. Umat Buddha di Asia Tenggara makan ikan dan hasil olahan kedelai.
Masuknya Agama Buddha ke Korea di Kerajaan Goguryeo (372 M) dan di Kerajaan
Silla (528 M), mengubah budaya makanan Korea. Dari makanan berbasis hewan ke makanan
berbasis sayuran. Orang-orang Kerajaan Silla pada masa Dinasti Kory (918-1392 M) adalah
pemeluk Buddha ortodoks. Dalam periode ini, konsumsi daging dilarang keras. Maka,
fermentasi kedelai dan sayuran merajalela dan amat disenangi (LIPI, 2018).
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
a. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan makanan yang diharamkan dalam agama
Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha.
b. Babi merupakan persamaan hewan yang diharamkan dalam agama Yahudi, Kristen,
Hindu dan Budha.
c. Dalam agama Yahudi makanan yang diharamkan seperti: babi, kerang, kelinci dan reptil.
d. Dalam agama Kristen makanan yang diharamkan seperti: unta, kelinci, babi hutan
binatang tidak bersirip dan bersisik (kepiting, cumi-cumi, ikan lele, belut), unggas
(burung rajawali, ering janggut, elang laut, elang merah, elang hitam, semua burung
gagak), binatang merayap (kadal, cicak, ular, komodo, biawak), binatang berkaki empat
(kuda, kelinci, pelanduk), binatang yang berjalan dengan telapak kaki (orang utan,
monyet, anjing, kucing, panda).
e. Dalam agama Hindu makanan yang diharamkan seperti: sapi karena dianggap sakral,
Brahmana juga tidak makan bawang putih, bawang merah, dan arak
f. Dalam agama Budha makanan yang diharamkan seperti: hewan kecil ayam, itik,
kambing, dan babi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hinnells JR. A new handbook of living religions. London (UK): Penguin; 1997
2. https://tuhanyesus.org/makanan-haram-dalam-kristen diakses pada 1 Juni 2019 Pukul
08.07.
3. http://ipsk.lipi.go.id/index.php/kolom-peneliti/kolom-sumber-daya-regional/634-
makanan-di-bawah-naungan-hukum-agama diakses pada 1 Juni 2019 pukul 08.31.
4. Kilara A, Iya KK. 1992. Food and Dietary habits of the Hindu. Food Techno.
5. Nicholas, Uskup Mar. 2015. Aturan Makanan Halal dan Haram. Keuskupan Nasrani
Katolik Ortodoks Rasuli Kudus dan Satu: Gereja Nasrani Indonesia (GNI).
6. QS. Al-A’raf ayat 157
7 Rajikin, M. H. Dkk. 1997. Pemakanan dan Kesehatan. Dewan Bahasa Pustaka. Kuala
Lumpur. Hal. 93
8. Shimoni, Giora. 2019. Jewish Dietary Laws. https://www.thespruceeats.com/jewish-
dietary-laws-2121753?utm diakses pada 1 Juni 2019.
9. Tamang JP, Himalayan fermented foods; microbiology, nutrition and ethnic values. New
York: CRC Press; 2010.
10. Zulaekah dan Kusumawati. 2015. Halal dan Haram Makanan Dalam Islam. Fakultas
Ilmu Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai