Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR PERORANGAN

Disusun Oleh :

Meryones Br. Tobing


42160094

Pembimbing :
dr. Slamet Sunarno Harjosuwarno, MPH

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS


PUSKESMAS SANDEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
TOPIK : VERTIGO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo merupakan salah satu penyakit yang seringkali ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Vertigo adalah suatu gangguan dengan gejala sensasi tubuh atau perasaan tubuh
yang berputar terhadap lingkungannya ataupun sebaliknya. Berdasarkan etiologinya, vertigo
dibagi menjadi vertigo central dan vertigo perifer. Vertigo sentral penyebabnya karena ada
gangguan vaskuler, sedangkan vertigo perifer berkaitan dengan kondisi patologis di telinga
(Dewanto et al., 2009).

Menurut Miralza Diza (2008) pada tahun 2009 di Indonesia angka kejadian vertigo
terhitung sangat tinggi yaitu sekitar 50% dari orang tua yang berusia 75 tahun. Di Puskesmas
Sanden penyakit vertigo ini termasuk salah satu penyakit dalam 20 besar penyakit yang
sering ditemukan di masyarakat. Walaupun vertigo bukan suatu penyakit serius yang dapat
mengancam nyawa seseorang, namun vertigo dapat mengakibatkan hal yang berbahaya bagi
penderitanya yaitu seperti terjadinya vertigo di saat sedang berendara atau saat ditempat yang
kurang aman dkibatkan cedera. Hal ini kemudian menjadi penghambat dalam melakukan
aktifivitas sehari-hari bagi penderita vertigo serta berpengaruh juga terhadap kualitas hidup
penderita. Pengetahuan masyarakat sendiri terkait vertigo juga terbilang masih sangat kurang.
Oleh sebab itu melalui makalah ini penulis ingin memberikan suatu gambaran mengenai
vertigo khususnya di lingkup Puskesmas Sanden.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran dan faktor resiko terjadinya vertigo pada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Sanden.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh pasien vertigo.
3. Untuk menilai serta memberikan pengetahuan & kesadaran masyarakat mengenai
vertigo.
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami permasalahan yang dialami oleh pasien vertigo
terkait penyakitnya.
2. Dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang vertigo.
3. Dapat memberikan informasi bagi pihak Puskesmas dan tenaga kesehatan dalam
menentukan serta meningkatkan program terutama untuk para lansia yang berkaitan
dengan vertigo.
BAB II
METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA

Pengambilan data dilakukan saat bertugas di Balai Pengobatan ( BP – Umum)


Puskesmas Sanden pada tanggal 13 September 2018. Pengambilan data selanjutnya dilakukan
melalui rekam medis Puskesmas Sanden dan melalui data profil pesehatan Puskesmas Sanden
yang digunakan untuk kajian epidemiologis. Kemudian data kesehatan komunitas terkait
vertigo diperoleh melalui wawancara dengan pasien serta keluarga pada saat dilakukan
kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 15 September 2018 di Dusun Bongos II RT 2,
Kecamatan Sanden. Data-data yang didapatkan selanjutnya dikaji sehingga dapat dilakukan
perencanaan untuk memberikan program yang sesuai.
BAB III
HASIL DAN KAJIAN

A. HASIL DATA KLINIS

Pemeriksaan klinis dilakukan pada hari Kamis, 13 September 2018 di BP- Umum Puskesmas
Sanden.

TGL KELUHAN/GEJALA KETERANGAN (Tx,


LK/PR ALAMAT/
NAMA MULAI UTAMA ATAU TINDAKAN
UMUR WILAYAH
KELUHAN (DIAGNOSIS) LAIN)

Ibu. S Perempuan/ Bongos II, 10 KU : Baik Pasien hanya


Sanden- September melakukan
56 tahun Bantul 2018 RPS : pemeriksaan ke BP-
Kepala terasa pusing berputar Umum Puskesmas
terutama dirasakan saat bangun Sanden apabila
tidur dan saat bergerak, aktivitasnya sudah
muntah, keringat dingin. sangat terganggu.
Keluhan tersebut telah dirasakan
sejak 3 hari yang lalu.
Pasien mendapatkan
RPD : terapi berikut :
Keluhan serupa dirasakan sejak  Dimenhidrinat 3x1
2 tahun belakangan ini. tab
 Domperidone 10mg
tab
RPK : -
Riwayat alergi : -
Diagnosis : Vertigo Perifer
Riwayat Personal SCREEM
 Social : Terlihat bahwa hubungan di antara keluarga dan hubungan dengan tetangga
terjalin cukup baik. Pasien dirumah tinggal bersama suami, anak, menantu dan kedua
cucunya.
 Culture : Pasien dan keluarganya adalah penduduk asli Sanden. Pasien dan
keluarganya memiliki ternak ayam yang kandangnya berada di tepat di belakang rumah
pasien. Hal ini mengakibatkan sekitar rumah pasien dan lingkungannya menjadi kotor.
 Religious : Pasien sekeluarga menganut agama Islam.
 Education : Pasien dan keluarga masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai
penyakit Vertigo. Pasien merupakan tamatan SMP.
 Ekonomi : Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, sementara suaminya bekerja
sebagai buruh pabrik. Dari hasil pengamatan tampak kondisi ekonomi pasien termasuk
kategori menengah ke bawah.
 Medical : Pasien memiliki jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat.

B. KAJIAN EPIDEMIOLOGI

I. ANALISIS DISTRIBUSI
1. ORANG TERKENA (PERSON)
Berdasarkan data dari Puskesmas Sanden dari tanggal 1 Januari 2018 hingga
tanggal 20 September 2018 didapatkan kasus vertigo di Kecamatan Sanden sebanyak 415
kasus. Dari data tersebut diketahui bahwa vertigo menempati urutan ke-16 dalam 20 besar
penyakit Puskesmas Sanden antara Januari hingga September 2018. Dari 415 kasus
vertigo ini didapatkan jumlah kunjungan pasien perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki dimana jumlah kunjungan laki-laki sebanyak 161 kasus (39%) dan
perempuan sebanyak 254 kasus (61%).
Jumlah Pasien Vertigo
berdasarkan Jenis Kelamin

39% Laki-laki
Perempuan
61%

Gambar 1. Diagram perbandingan kunjungan pasien vertigo berdasarkan jenis kelamin di


Puskesmas Sanden periode Januari – September 2018

Ditinjau dari segi usia dimana usia pasien vertigo di Puskesmas Sanden dari 1
Januari 2018 hingga 20 September 2018 bervariasi, yaitu mulai usia 14 tahun hingga 91
tahun. Kejadian vertigo terbanyak terdapat pada kelompok usia 18-55 tahun yaitu
sebanyak 200 kasus (51%). Terdapat 19 kasus (5%) pada kelompok usia kurang dari 18
tahun, sedangkan untuk usia lebih dari 55 tahun terdapat 170 kasus (44%).

Jumlah Pasien Vertigo


berdasarkan Usia
5%

< 18 tahun
44%
18 - 55 tahun

51% > 55 tahun

Gambar 2. Diagram perbandingan kunjungan pasien vertigo berdasarkan usia di Puskesmas


Sanden periode Januari – September 2018
2. TEMPAT/ WILAYAH
Kecamatan Sanden terdiri atas beberapa desa yaitu desa Gadingharjo, Gadingsari,
Murtigading, dan Srigading. Berdsarkan data yang ada, kunjungan terkait vertigo
terbanyak berasal dari desa Murtigading yaitu 138 kasus (35%). Desa Gadingsari
memiliki sebanyak 111 kasus (28%). Desa Srigading memiliki sebanyak 102 kasus
(26%). Desa dengan kunjungan terkait vertigo paling sedikit di kecamatan Sanden yaitu
desa Gadingharjo, yaitu 49 kasus (12,25%).

Jumlah Pasien Vertigo


berdasarkan Wilayah

28% Gadingsari
35%
Srigading
Gadingharjo
Murtigading
12% 25%

Gambar 3. Diagram perbandingan kunjungan pasien vertigo berdasarkan wilayah di Puskesmas


Sanden periode Januari – September 2018

3. WAKTU
Berdasarkan data kunjungan pasien vertigo yakni sejak 1 Januari- 20 September
tahun 2018 Puskesmas Sanden menerima 415 kunjungan terkait vertigo. Kunjungan
terbanyak terdapat pada bulan Maret yaitu 65 kasus, sedangkan jumlah kunjungan paling
sedikit terdapat pada bulan September.
Jumlah Kunjungan Pasien Vertigo berdasarkan Waktu
70
60
65
50 56
40 53
46 42 44 43
30
35 31
20
10
0

Gambar 4. Diagram perbandingan kunjungan pasien vertigo berdasarkan waktu di Puskesmas


Sanden periode Januari – September 2018

II. ANALISIS DETERMINAN/ FAKTOR RESIKO


Terjadinya suatu penyakit disebabkan karena adanya suatu interaksi antara pejamu
(host), agent yang merupakan faktor penyebab suatu penyakit dan faktor lingkungan.

a. PEJAMU/HOST
Host adalah organisme yang memiliki risiko untuk sakit dan pada kasus ini Ibu S
selaku pasien yang merupakan host/pejamunya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
sehingga beresiko mengalami vertigo dari sisi pejamu ini yaitu usia. Saat ini pasien berusia
56 tahun dimana vertigo sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun walaupun sebenarnya
vertigo dapat mengenai semua golongan usia. Hal lainnya terkait jenis kelamin pasien juga
meningkatkan risiko terjadinya vertigo. Diketahui bahwa perempuan beresiko lebih tinggi
terkena vertigo dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data kasus vertigo pada Puskesmas
Sanden juga terdapat lebih banyak pasien wanita yang mengalami vertigo dibandingkan laki-
laki. Pasien hanya mengetahui bahwa terlalu letih merupakan penyebab terjadinya maupun
terulangkembalinya vertigo. Pengetahuan pasien mengenai vertigo yang masih sangat minim
ini berpengaruh terhadap perilaku pasien dalam menghadapi penyakit yang dialaminya.
Selain itu, suatu kebiasaan melakukan perubahan posisi secara mendadak atau tiba-tiba juga
mempengaruhi. Aktivitas pasien sehari-hari selain sebagai Ibu Rumah Tangga juga mengurus
kedua cucunya dimana pasien mengatakan sering terbangun mendadak karena dibangunkan
oleh cucunya. Ini dapat menjadi faktor resiko terulang kembalinya vertigo pada pasien,
seperti yang diketahui bahwa gerakan kepala adalah salat satu pencetus terjadinya vertigo.

b. AGEN
Terjadinya vertigo disebabkan karena multifactorial. Ada beberapa penyebab
terjadinya vertigo yaitu dapat dikarenakan akibat suatu kecelakaan, ada gangguan pada
telinga misalnya infeksi telinga bagian dalam, faktor obat-obatan tertentu, faktor stress, tumor
dan lain-lain. Menurut PERDOSSI tahun 2016, secara spesifik vertigo diklasifikasikan
menjadi :
 Vertigo vestibular
- Vertigo perifer yang terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis dan disebabkan
oleh Benign Paroxysmal Positional Disease (BPPV), Meniere’s Disease, neuritis
vestibularis, oklusi arteri labirin, labirhinitis, obat ototoksik, autoimun, tumor nervus
VIII, microvascular compression, fistel perilimfe.
- Vertigo sentral yang terjadi pada lesi di nucleus vestibularis batang otak, thalamus
sampai ke korteks serebri dan dapat disebabkan oleh migren, CVD, tumor, epilepsi,
demielinisasi, degenerasi.
 Vertigo non vestibular
Rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul pada gangguan sistem proprioseptif
atau sistem visual, dapat disebabkan polineuropati, mielopati, artrosis servikalis, trauma
leher, presinkop, hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension headache, penyakit sistemik.

c. LINGKUNGAN
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di luar diri pejamu atau host,
dapat berupa benda mati maupun benda hidup, bersifat nyata atau abstrak. Dalam hal ini,
dikarenakan vertigo merupakan suatu penyakit tidak menular, sehingga faktor lingkungan
tidak terlalu berpengaruh. Dimana kondisi lingkungan pasien tidak bising sehingga tidka
memicu vertigo. Namun peran dari keluarga yang tinggal serumah dnegan pasien merupakan
hal yang cukup penting. Pihak keluarga dapat menghibur pasien agar tidak stress, menjaga
lingkungan rumah teetap bersih, serta mengingatkan pasien untuk menghindari perubahan
posisi kepala yang mendadak agar vertigonya tidak terpicu.
BAB IV
DIAGNOSIS KOMUNITAS

Berdasarkan hasil identifikasi masalah komunitas yang ada, maka diagnosis komunitas
adalah Tingginya penyakit vertigo pada kalangan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Sanden. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
vertigo dan upaya penanganannya serta adanya faktor resiko yang belum tertangani.

PROGNOSIS KOMUNITAS MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT


Kekuatan (S) : Kelemahan (W) :
 Fasilitas kesehatan cukup  Terbatasnya kuantitas dan
INTERNAL memadai kualitas tenaga kesehatan
 Puskesmas punya dana yang dimiliki
untuk pengelolaan penyakit  Masih kurangnya
PTM kerjasama lintas sektoral.
EKSTERNAL  Terdapat beberapa kegiatan  Belum adanya program
yang berbasis masyarakat khusus terkait vertigo
 Puskesmas memiliki bagian  Sarana pembinaan untuk
Fisioterapi masyarakat masih kurang

Peluang ( O ) : Strategi SO STRATEGI WO


 Antusias masyarakat  Meningkatkan komunikasi  Menambah tenaga
terhadap program dan kerja sama antar tenaga kesehatan di puskesmas
puskesmas cukup kesehatan dan kader untuk melakukan
 Adanya kader dan posyandu yang ada. pelayanan kesehatan
posyandu di lingkungan  Meningkatkan pengetahuan secara lebih maksimal.
pasien kader dan masyarakat  Meningkatkan kerja
 Akses terhadap fasilitas mengenai vertigo. sama lintas sektoral yang
kesehatan mudah dijangkau  Melakukan evaluasi secara ada
 Terdapat sarana komunikasi berkala terkait program  Meningkatkan peran
misalnya Hp untuk PTM temasuk monitoring serta dari keluarga dan
membantu dalam kasus vertigo yang ada dan kader terkait kesadaran
melaksanakan koordinasi. menyarankan untuk kontrol akan kesehatan.
ke Puskesmas.  Memberikan penyuluhan
 Memaksimalkan bagian kepada masyarakat terkait
Fisioterapi yang dimiliki vertigo dan dilengkapi
dengan sarana seperti
brosur dan lainnya.
Ancaman ( T ) : Strategi ST Strategi WT
 Kurangnya kepedulian
 Melakukan survey di  Melibatkan organisasi
masyarakat terhadap
masyarakat untuk yang ada di masyarakat
kesehatannya
mengetahui pengetahuan setempat.
 Pengetahuan tentang
mereka mengenai vertigo  Memberikan penyuluhan
vertigo masih minim
dengan menggunakan kepada tokoh masyarakat
 Gaya hidup dan perilaku
kuesioner atau metode sehingga diaharapkan
hidup bersih dan sehat
lainnya. dapat menjadi contoh
masyarakat yang masih
 Mengadakan kegiatan- bagi masyarakat.
kurang baik
kegiatan pembinaan dan
penyuluhan untuk keluarga
dan masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan
masyarakat terkait vertigo.
 Membuat sarana seperti
media sosial sebagai media
penghubung antara
puskesmas dengan para
kader maupun posyandu.
 Mensosialisasikan program
terkait vertigo yang terdapat
pada bagian Fisioterapi
Puskesmas.
BAB V

STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN

Prioritas Alternatif Pemecahan Pemecahan Masalah


NO Penyebab Masalah
Masalah Masalah Terpilih
Kurangnya
1  Kurangnya pemberian  Melakukan penyuluhan  Melakukan penyuluhan
1 pengetahuan edukasi di masyarakat mengenai penyakit vertigo mengenai vertigo melalui
masyarakat mengenai penyakit untuk menambah pengetahuan pertemuan kader, melalui
tentang vertigo masyarakat mengenai penyakit posyandu lansia, pertemuan
penyakit vertigo sehingga masyarakat organisasi masyarakat desa
vertigo  Kerjasama lintas memahami dan dapat
sektoral yang belum menghindari faktor pemicu  Menggunakan brosur maupun
optimal dalam upaya yang berperan pada vertigo. poster yang dibagikan saat
pembinaan pasien dan kunjungan rumah sekaligus
keluarganya.  Meningkatkan koordinasi atau memantau memantau kondisi
kerjasama lintas sektoral dalam pasien.
penanganan kasus vertigo.
 Belum ada program
khusus untuk  Mengoptimalkan pelayanan
penyakit vertigo  Membuat suatu program di fisioterapi bagi masyarakat yang
puskesmas mengenai vertigo mengalami vertigo.
 Sarana untuk
pembinaan  Menyediakan waktu khusus
masyarakat yang untuk pasien vertigo yang ingin
masih kurang. berkonsultasi terkait
penyakitnya.
 Kurangnya sumber
daya manusia untuk  Menyediakan sarana
melakukan program pembinaan seperti brosur atau
terkait vertigo. poster yang mudah dimengerti
oleh masyarakat mengenai
vertigo.
BAB VI

REFLEKSI

Ada beberapa hal yang mejadi kesulitan bagi saya ketika saya membuat laporan ini
dan melakukan penanganan terhadap kasus yang ada. Dimana saya harus memiliki cara
berpikir yang sedikit berbeda dari stase bagian lain yang pernah saya lewati. Disini saya harus
melihat secara keseluruhan pada suatu kasus yang ada, tidak hanya berfokus pada pasiennya
saja melainkan melihat apa yang terjadi pada masyarakat tersebut kemudian mencari datanya
lalu merumuskan masalahnya, mencari peluang dan melihat ancaman yang ada serta
menentukan program yang sesuai sebagai terapi pada komunitas tersebut. Ini merupakan
pertama kali bagi saya untuk melakukan secara langsung kajian epidemiologi. Dan ternyata
tidak semudah yang saya pikirkan sebelumnya untuk menentukan program bagi masyarakat.
Sehingga saya mengambil komitmen untuk ke depannya lebih mendalami lagi terkait hal ini
karena menurut saya penting untuk bekal saya ketika saya nantinya menjadi dokter di tengah-
tengah masyarakat. Sehingga saya dapat melihat apa yang memang dibutuhkan oleh
masyarakat dan dapat menentukan program yang tepat yang bisa diberikan agar dapat
bersama-sama menyelesaikan permasalahan kesehatan yang ada dimasyarakat dan
terciptanya penanganan kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat.
LAMPIRAN
TOPIK : OSTEOARTRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif bersifat kronis yang ditandai


dengan adanya kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral dan menyebabkan nyeri pada
sendi yang terkena. Osteoarthritis merupakan jenis atrhritis yang paling sering dan banyak
ditemukan di masyarakat serta memiliki dampak yang besar pada masalah kesehatan
masyarakat.
Semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai negara akan berdampak pula
dengan semakin meningkatnya jumlah pasien yang menderita osteoarthritis. Hal penting yang
perlu dimengerti bahwa Osteoartritis merupakan suatu penyakit yang progresifitasnya lambat
atau perlahan dengan penyebab yang belum diketahui secara pasti dan dapat menimbulkan
disabilitas serta mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Mengingat hal-hal tersebut maka
diperlukan perhatian lebih terhadap penyakit Osteoartritis. Untuk pengobatan osteoarthritis
tidak dapat hanya dengan pengobatan medikamentosa maupun tindakan pembedahan saja,
melainkan memerlukan edukasi dan perubahan gaya hidup para penderita agar pengobatan
pada osteoarthritis dapat lebih baik serta menyeluruh.
Menurut data dari WHO, populasi usia lanjut di Indonesia akan semakin meningkat
dibandingkan dengan tahun 1990. Kejadian Osteoartritis di Bantul khususnya Puskesmas
Sanden berhubungan dengan salah satu faktor resiko Osteoartritis yaitu usia lebih dari 50
tahun. Oleh karena itu diperlukan edukasi dan penambahan wawasan kepada masyarakat
terutama lansia mengenai Osteoartritis.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran dan faktor resiko terjadinya Osteoartritis pada masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Sanden.
2. Untuk menilai serta memberikan pengetahuan & kesadaran masyarakat terutama lansia
mengenai Osteoartritis.

C. Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan masyarakat terutama lansia di kecamatan Sanden
mengenai Osteoatritis
2. Dapat menambah wawasan dokter muda dalam melakukan suatu pengkajian masalah di
komunitas terkait Osteoartritis
3. Dapat memberikan informasi bagi pihak Puskesmas dan tenaga kesehatan dalam
menentukan serta meningkatkan program terutama untuk para lansia yang berkaitan
dengan Osteoartritis
BAB II

METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA

Pengambilan data dilakukan saat menghadiri pertemuan kader pada tanggal 14


September 2018 dan melakukan diskusi bersama dengan salah seorang dokter di Puskesmas
Sanden. Pengambilan data selanjutnya diperoleh dari data Puskesmas Sanden untuk kajian
epidemiologis.
BAB III
HASIL DAN KAJIAN EPIDEMIOLOGI

A. HASIL
Berdasarkan wawancara dan diskusi bersama dengan para kader diperoleh informasi
bahwa keluhan yang sering dialami oleh para lansia yaitu nyeri sendi terutama sendi lutut dan
sering kaku di pagi hari. Menurut para kader, masyarakat belum pernah mendapatkan
penyuluhan mengenai Osteoartritis dari pihak Puskemas Sanden. Sehingga masyarakat tidak
memahami mengenai faktor resiko, tanda dan gejala, maupun tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi gejala Osteoartritis.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang dokter di Puskesmas
Sanden saya memperoleh beberapa permasalahan kesehatan yang diderita lansia pada
kegiatan Posyandu Lansia yang termasuk cakupan Puskesmas Sanden. Selain Diabetes
Melitus dan Hipertensi, banyak dari lansia yang menderita penyakit Osteoarthritis.

B. KAJIAN EPIDEMIOLOGI

I. ANALISIS DISTRIBUSI
1. ORANG TERKENA (PERSON)
Berdasarkan data yang berasal dari Puskesmas Sanden yaitu data dari bulan Januari
tahun 2018 hingga bulan September tahun 2018 didapatkan 357 kasus Osteoartritis di
Kecamatan Sanden. Dari data 357 kasus Osteoarthritis ini diketahui bahwa jumlah perempuan
lebih banyak yang terkena Osteoartritis dibandingkan dengan laki-laki dimana perempuan
angka kejadiannya sebanyak 201 kasus (57,42%) sedangkan laki-laki sebanyak 156 kasus
(43,69%).
Jumlah Penderita OA
berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki
43,69% Perempuan
57,42%

Gambar 1. Diagram perbandingan kunjungan penderita Osteoartritis berdasarkan jenis kelamin di


Puskesmas Sanden periode Januari – September 2018

Dilihat dari segi usia, kelompok usia yang paling banyak menderita Osteoarthritis
ialah kelompok usia 61 - 70 tahun yaitu sebanyak 111 kasus. Untuk kelompok usia terendah
yang menderita Osteoartritis ialah kelompok usia dibawah 40 tahun dengan jumlah 20 kasus.
Sedangkan untuk kelompok usia 41 - 50 tahun penderita OA sebesar 37 kasus dan usia 51 –
60 tahun sebanyak 88 kasus, dan 101 kasus untuk usia penderita OA diatas 70 tahun.

Jumlah Penderita OA berdasarkan


Usia
6%
< 40 tahun
10%
28% 41-50 tahun
51-60 tahun
25%
61-70 tahun
31%
> 70 tahun

Gambar 2. Diagram jumlah kunjungan penderita Osteoartritis berdasarkan usia di Puskesmas Sanden
periode Januari – September 2018
2. TEMPAT/ WILAYAH
Kecamatan Sanden memiliki 4 desa yaitu desa Murtigading, Gadingsari, Srigading
dan Gadingharjo. Dari keempat desa tersebut didapatkan bahwa kasus Osteoarthritis
paling banyak berada di desa Gadingsari yaitu sebanyak 128 kasus. Untuk kasus
Osteoarthritis di desa Murtigading yaitu sebanyak 98 kasus dan di desa Srigading yaitu
sejumlah 89 kasus. Sedangkan desa dengan penderita Osteoarthritis yang paling sedikit
yaitu desa Gadingharjo dengan jumlah 42 kasus.

Persebaran Penderita OA di Kecamatan


Sanden tahun 2018
140 128
120
98
100 89
80
60 42 Jumlah
40
20
0
Gadingsari Murtigading Gadingharjo Srigading

Gambar 3. Diagram Persebaran penderita Osteoartritis di kecamatan Sanden periode Januari – September
2018

3. Waktu
Pada Tahun 2018 ditemukan jumlah kunjungan kasus Osteoarthritis di Puskesmas
Sanden terbanyak pada bulan Januari 2017 yaitu sebanyak 68 kasus. Sedangkan jumlah
kunjungan pasien OA paling sedikit terdapat pada bulan Maret dan bulan Juni yaitu
masing-masing sebanyak 29 kasus.
Jumlah Kunjungan Pasien OA tahun
2018
70
64
60
50 48
41
40 39 42
30 33 32
29 29
20
10
0

Gambar 4. Diagram jumlah kunjungan penderita Osteoartritis berdasarkan waktu kunjungan di Puskesmas
Sanden periode Januari – September 2018

II. ANALISIS DETERMINAN/ FAKTOR RESIKO

Terdapat 3 hal yang saling berinteraksi sehingga dapat menyebabkan terjasinya suatu
penyakit yaitu pejamu / host, agent dan faktor lingkungan.

a. PEJAMU/ HOST

Jumlah lansia yang terdapat di Kecamatan Sanden tergolong cukup banyak.


Dimana usia > 50 tahun memiliki resiko lebih besar untuk mengalami osteoartritis. Selain
itu pengetahuan para lansia terkait osteoartritis juga masih minim dikarenakan latar
belakang tingkat pendidikan mereka masih rendah. Faktor lainnya lagi yaitu berta badan
para lansia yang terhitung obesitas menjadi resiko untuk para lansia menderita
osteoartritis lutut dikarenakan peningkatan berat badan akan mengakibatkan beban sendi
lutut saat berjalan semakin bertambah. Hal lain yang mempengaruhi yaitu riwayat lansia
mengalami trauma pada lutut. Bila lansia pernah mengalami trauma lutu ada
kemungkinan terdapat robekan pada ligamentum di bagian lutut sehingga menjadi lebih
beresiko. Faktor kebiasaan lansia melakukan aktivitas fisik yang berat juga berpengaruh.
Dimana para lansia di kecamatan sanden sebagian besar bekerja sebagai petani. Aktivitas
sehari-hari mereka seperti berdiri yang lama dan berjalan kaki yang sangat jauh
menyebabkan tekanan yang lebih berat pada sendi lututnya. Tekanan terus-menerus itu
nantinya dapat menimbulkan perubahan pada tulang rawan sendi lutut.

b. AGEN
Penyebab terjadinya osteoartritis ada yang dikarenakan idiopatik dan sekunder.
Dimana yang termasuk penyebab sekunder terjadinya OA adalah adanya kelainan
anatomi maupun adanya penyakit metabolik lainnya yang dialami.

c. FAKTOR LINGKUNGAN
Mayoritas penduduk di kecamatan Sanden bekerja sebagai petani. Dimana sehari-
harinya aktivitas mereka cukup berat. Tanpa mereka sadari hal tersebut berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan mereka. Terutama para petani yang telah lanjut usia. Para
lansia tidak menyadari pengaruh hal tersebut dikarenakan mereka merasa bahwa itu
memang suatu hal yang mereka harus lakukan karna merupakan pekerjaan mereka untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
BAB IV
DIAGNOSIS KOMUNITAS

Berdasarkan hasil identifikasi masalah komunitas yang ada, maka diagnosis


komunitas pada kasus ini adalah Tingginya kasus osteoartitis lutut pada lansia di Kecamatan
Sanden. Hal ini karena belum adanya edukasi maupun program untuk masyarakat terutama
lansia di Kecamatan Sanden terkait Osteoartritis, dimana mengingat pentingnya edukasi dan
modifikasi pada gaya hidup lansia yang menderita Osteoartritis untuk meningkatkan kualitas
hidup para lansia.
BAB V

STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN

Prioritas Masalah Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Pemecahan Masalah


Masalah Terpilih

Kurangnya - - Lansia di Kecamatan - Memberikan edukasi - Melakukan


pengetahuan dan Sanden belum pernah bagi lansia di kecamatan penyuluhan mengenai
informasi bagi mendapatkan edukasi Sanden mengenai Osteoarthritis.
masyarakat mengenai osteoarthritis penyakit Osteoarthritis.
- Melakukan kegiatan
terutama -
lansia
- - Jumlah kasus OA - Melakukan kegiatan senam lansia bersama
mengenai
terhitung tidak terlalu seperti senam lansia agar faktor risiko
Ostearthritis.
banyak bila bersama. Osteoarthritis dapat
dibandingkan kasus dikurangi.
lainnya yang diderita - Memberikan brosur
oleh lansia di kepada masyarakat
Kecamatan Sanden. terutama lansia untuk
- menjadi alat bantu
- - Kurangnya media
pengingat mengenai
yang dapat digunakan
Osteoarthritis.
untuk menjadi sarana
dalam pemberian
edukasi.
BAB VI

REFLEKSI

Berdasarkan permasalahan mengenai Osteoartritis ini saya menjadi lebih memahami


pentingnya pemberian edukasi bagi para lansia dan pentingnya meningkatkan kualitas hidup
pasien akibat OA yang dideritanya, sehingga diharapkan dapat mengurangi keterbatasan fisik
sehari-hari dan mengoptimalkan kemandirian para lansia. Melalui kegiatan ini juga saya di
ingatkan betapa pentingnya adanya kader di masyarakat dalam keberlangsungan program
pelayanan kesehatan masyarakat. Mereka bersedia melakukan tugas seorang kader tanpa
diberikan bayaran. Oleh sebab itu, sebagai seorang dokter yang nantinya akan ditempatkan di
sebuah komunitas diharapkan dapat menjaga hubungan baik dengan para kader yang ada
dimana mereka juga berperan dalam setiap program kesehatan yang direncanakan agar dapat
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kesulitan yang saya alami ketika melakukan kegiatan ini yaitu penggunaan bahasa
dalam melakukan penyuluhan kepada para lansia, dimana penggunaan bahasa Jawa saya
sangat kurang dan berakibat sulitnya menjalin komunikasi lebih mendalam dengan para
lansia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai