guru berbicara. Belajar bahasa asing memiliki tujuan agar siswa berpartisipasi
aktif di dalam proses produksi bahasa tertentu baik lisan maupun tulisan dan
Agar mencapai tujuan itu, maka seorang guru harus memiliki kapasitas mengajar
l’enchaînement des questions et des réponses qui constituent le discours scolaire, présentent
kelas menjadi salah satu aspek utama dari komunikasi di dalam kelas. Untuk itu,
waktu untuk meneliti dan menerapkan suatu metode dan pendekatan sesuai
metode pengajaran sempurna yang dapat digunakan dalam segala kondisi dan
sebelumnya untuk menemukan metode seperti itu. Para ahli yang kemudian
pemelajaran bahasa telah terlalu lama terjebak dalam penjara metode sehingga
melupakan konsep dasar pemalajaran bahasa yang tidak bisa dilepaskan dari
individu pemelajar, keunikan yang dimiliki oleh setiap pemelajar dengan karakter
pemelajaran dengan prosedur kelas yang telah ditetapkan, juga dianggap terlalu
kaku dan menutup peluang bagi pengajar untuk berimprovisasi dan menyesuaikan
bahwa para ahli yang mencetuskan berbagai metode tersebut memandang rendah
harus digunakan sehingga harus diberi urutan-urutan yang jelas mengenai apa
yang harus dilakukan di dalam kelas. Berbagai kelemahan ini lah yang akhirnya
membuat metode mulai ditinggalkan dan perlahan namun pasti era post-method
3
pun mengambil alih. Namun gerakan pembaharuan ini bukannya tanpa kelompok
Menurut Kumaravadivelu (2006), metode telah mati dan kita tidak harus
method sebagai jawaban bagi kejenuhan dunia pemelajaran bahasa asing terhadap
dapat digunakan pengajar sebagai alternatif untuk metode ajar yang selama ini
digunakan.
ketiga dimensi ini guna memberikan gambaran bagi pengajar dalam menentukan
filosofi mana yang dapat mereka gunakan dan alasan apa yang mendasari
kelas sebagai alat pengumpul data sehingga penelitian berjalan secara berbarengan
pengajar. Framework ini akan dijabarkan dengan lebih rinci pada bagian
selanjutnya.
Di lain pihak, Richards & Rogers (2006) cenderung lebih netral dan
pragmatis dalam menyuarakan pendapat mereka mengenai era method dan post-
method. Dengan terlebih dahulu membahas tuntas berbagai metode yang telah
kritikan yang ditujukan pada methods, Richards dan Rogers tidak berpendapat
bahwa methods harus dianggap telah mati. Menurut keduanya, jalan keluar untuk
specific adalah dengan memodifikasi berbagai metode yang ada sesuai dengan
kebutuhan pemelajaran yang dihadapi pengajar. Oleh sebab itu, Richards dan
para pengajar baru. Menurut mereka selain sebagai dasar dalam menciptakan
saat-saat di awal karir mereka. Pendapat ini senada dengan pandangan Liu (2004)
5
menggunakan methods namun dengan perspectif baru yang lebih luas dan terbuka.
Hal ini senada dengan pandangan Bell (2007) dalam artikelnya yang
(2003). Dalam artikel tersebut Bell mempertanyakan dasar pemikiran post method
methods dan seperti apa mereka memandang serta menggunakan metode dalam
proses belajar mengajar mereka selama ini. Dari penelitian Bell tersebut terlihat
bahwa sebagian besar pengajar tetap menggunakan metode yang telah ada secara
eclectic atau disesuaikan dengan konteks pemelajaran yang mereka hadapi. Hal
ini, menurut Bell, juga membuktikan bahwa para ahli post-method telah
meremehkan peran dan kemampuan pengajar untk menjadi kreator dalam proses
yang paling tepat untuk konteks masing-masing dengan tetap mengacu pada
post-method dengan cara yang unik menggunakan analogi sebuah pulau yang
bahasa asing menjadi dinamis. Selain itu, Waters juga menyorot fenomena adanya
rasa kecurigaan antara para ahli dalam bidang pemelajaran bahasa asing yang
6
selalu merasa paling benar dengan teorinya sendiri dan kerap saling menjatuhkan
satu sama lain, seperti yang terlihat antara kelompok pro-methods dan post-
sehingga tidak mampu melihatnya secara utuh melainkan hanya berdasarkan hal-
hal yang dikethauinya yang sebenarnya baru sebagian kecil dari keseluruhan
pencarian metode sempurna yang telah dimulai lebih dari setengah abad yang lalu.
siklus yang pada akhirnya akan kembali titik awal dimana tidak ada metode sama
sekali. Dalam pandangan saya pribadi, kedua kelompok ini, baik yang
mengatakan bahwa method telah mati maupun yang meyakini bahwa method tetap
pemikiran yang logis. Selain itu, pada dasarnya kedua konsep tersebut tidak lah
pengembangan dari berbagai teori dan konsep yang telah ada sebelumnya.
Lebih jauh lagi, sikap para tokoh dari dua aliran pemikiran ini terkesan
sangat ego-sentris dari sudut pandang pihak ketiga yang membaca konsep
pemelajaran bahas asing, padahal dari penelitian Bell terungkap bahwa para
pengajar pun memandang method secara lebih luas dan penggunaannya pun
sangat beragam.
lumrah dalam dunia akademis. Namun terjebak dalam perdebatan dan perbedaan
pendapat yang tidak berujung tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun
pada bidang ini. Oleh sebab itu, method maupun post-method, hal terpenting yang
harus disadari ahli maupun praktisi pemelajaran bahasa asing adalah bahwa
pemelajaran bahasa asing merupakan proses yang sangat kontekstual. Hal ini
yang spesifik dan prosedur kelas yang dapat digunakan secara seragam di setiap
situasi pemelajaran. Adapun begitu, method tersebut tetap dapat digunakan selama
berawal dari kemunculan istilah pendekatan yang juga menandakan datangnya era
Kota ini disebut sebagai kota bersejarah yang terdiri dari berbagai macam metode,
mulai dari yang paling tradisional seperti GTM, ALM, dsb. hingga yang paling
terkini seperti CLT. Karena keluwesan dan komposisinya yang beragam, CLT
justru dianggap lebih tepat disebut pendekatan daripada metode (Waters, 2009;
Luc & Gruca, 2002). Dari sini, beberapa pakar mulai mempertanyakan apakah
8
metode masih layak untuk diterapkan sehingga mereka hanya perlu fokus
metode yang dibuat oleh pakar dan metode yang digunakan oleh guru di dalam
menerapkan metode tertentu namun pada prakteknya tidak sesuai dengan konsep
(2006) menggunakan istilah metode untuk para pakar dan metodologi untuk para
guru. Dia juga membuat beberapa kategori metode lain berdasarkan fokusnya
centered methods.
Di samping itu, kritik demi kritik terus muncul karena ketidakpuasan para
terbaik, bahkan mereka memprovokasi bahwa metode sudah mati. Hal ini terjadi
karena keterbatasan konsep metode itu sendiri. Metode yang selalu berkembang
melahirkan metode baru, pada kenyataannya, semua itu hanya berasal atau meniru
suatu hal yang terbaik, netral, dan universal, pada dasarnya banyak yang tidak
sesuai dengan apa yang terjadi di dalam kelas. Maka wajar apabila
sendiri apa yang akan dia gunakan di dalam kelas, bukan yang datang dari
pembuat metode (pakar). Oleh sebab itu, dia juga membuat istilah Professional’s
professional culture. … A personal theory, on the other hand, is an individual theory unique
Berangkat dari kondisi post-method, dia mengurai apa yang disebut post-
transformatif, istilah yang digagas oleh Giroux dan dikutip oleh Kumaravadivelu
sosial kepada siswa, melainkan juga bagaimana siswa, sebagai agen kritis, dapat
merubah realitas sosial yang ada. Tujuan pendidikan bagi guru yang intelektual
transformatif seperti guru yang mengacu kepada pemikiran Freire (2008), yaitu
membuat teori mereka sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah Sense of Plausibility
penelitian Bell (2007), mayoritas guru yang diteliti, ketika berbicara mengenai
definisi yang digagas para akademisi. Jarang sekali yang memandang metode
10
combining theory and practice that best suits their learners’ needs.” Selain itu,
ketika mereka ditanya mengenai perbedaan antara metode dan pendekatan, 10 dari
Dari hasil penelitian Bell (2007), dapat ditarik kesimpulan bahwa guru-
guru tersebut masih tidak bisa membedakan metode dan teknik, metode dan
pendekatan, serta tidak bisa lepas dari metode. Mereka masih menganggap
the random and expedient use of whatever techniques comes most readily to hand,
then it has no merit whatever.” Maka, tidak heran apabila kita melihat banyak
guru-guru yang kaku dan kurang memperhatikan kebutuhan murid. Guru yang
seperti ini menurut Tan Malaka (1921) sebagai guru yang “mabuk metode” karena
masalah ini, Bell (2007) mengatakan, “I think that teachers should be exposed to
all methods and they themselves would ‘build’ their own methods (personal’s
theory –tambahan penulis) or decide what principles they would use in their
11
REFERENSI
Bell, D. M. (2007). Do teachers think that methods are dead?. ELT Journal
Vol.61.
Indonesia.
Liu, Jun. 2004. Methods in the post-methods era Report on an international survey
Malaka, Tan. (1921). SI Semarang dan Onderwijs. Yayasan Massa terbitan 1987.
Waters, Alan. (2009). A Guide to Methodologia: past, present, and future. ELT