Karakterisasi Kandungan Mineral Dalam Bauksit Dengan Metode XRD Semi-Kuantitatif Di Kawasan Tambang Tayan, Kalimantan Barat
Karakterisasi Kandungan Mineral Dalam Bauksit Dengan Metode XRD Semi-Kuantitatif Di Kawasan Tambang Tayan, Kalimantan Barat
Dieta Wulansari1*
Lucas Donny Setijadji1
I Wayan Warmada1
1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur,
Yogyakarta, Indonesia, Telp (0274) 513668
*Email: dietawulansari@gmail.com
SARI
Daerah Tayan, Kalimantan Barat memiliki tambang bauksit dengan cadangan relatif besar. Bauksit
merupakan endapan bijih utama untuk memproduksi logam aluminium. Penelitian ini bertujuan
mengetahui karakteristik bauksit, mengetahui kandungan mineral penyusun bauksit, dan mengetahui
pengaruh karakteristik bauksit terhadap proses Bayer. Karakteristik bauksit memiliki pengaruh yang
besar pada kondisi operasional proses Bayer. Proses Bayer merupakan proses pengolahan bauksit
menjadi alumina dengan menggunakan larutan NaOH pada temperatur tinggi. Penelitian menggunakan
metode analisis XRD, XRF, dan pengamatan petrografi. Sampel penelitian menggunakan bauksit yang
berasal dari batuan induk gabro (bauksit gabro) dan granodiorit (bauksit granodiorit). Karakteristik
bauksit gabro memiliki tekstur konkresi dengan mineral dominan berupa aluminium hidroksida dan besi
oksida. Unsur geokimia dominan berupa Al2O3 dan FeO. Metode XRD semi-kuantitatif menunjukkan
kadar mineral buhmit, goetit, dan haloisit yang dominan. Bauksit granodiorit memiliki tekstur konkresi
dengan mineral dominan berupa besi oksida dan kuarsa. Unsur geokimia yang dominan berupa Al2O3
dan SiO2. Metode XRD semi-kuantitatif menunjukkan kadar mineral berupa gibsit, diaspor, hematit,
dan haloisit yang dominan. Karakterstik bauksit tersebut diperkirakan mempengaruhi efisiensi proses
Bayer.
Kata kunci : Tayan, Tambang bauksit, jenis batuan induk, proses Bayer.
612
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
tersebut, penelitian ini perlu diteliti lebih Menurut Pusat Data dan Informasi Energi
lanjut untuk mendapatkan informasi dan Sumber Daya Mineral (2012), bauksit
mengenai pengaruh karakteristik bauksit umumnya memiliki kandungan Al2O3 sebesar
terhadap efisiensi proses Bayer. 45-65 %, SiO2 sebesar 1-12 %, FeO sebesar
2-25 %, dan TiO2 sebesar >3 %. Hasil analisis
II. DATA DAN METODE XRF menunjukkan bauksit hanya terdapat
PENELITIAN pada kedalaman tertentu. Bauksit gabro
memiliki kandungan unsur geokimia Al2O3
Penelitian ini menggunakan data primer dan
dan FeO yang melimpah, seperti yang terlihat
sekunder dari sampel endapan bauksit.
pada STA 1 dan STA 4. Sedangkan bauksit
Sampel endapan bauksit berasal dari empat
granodiorit memiliki kandungan unsur
lokasi di tambang Tayan, Kalimantan Barat,
geokimia Al2O3 dan SiO2 yang melimpah,
yaitu STA 1, 4, 7, dan 8. Data primer berupa
seperti yang terlihat pada STA 7 dan STA 8
data petrografi menggunakan sampel
(Tabel 2).
konkresi bauksit. Sedangkan data sekunder
berupa data XRD dan XRF. Data XRD dan Analisis XRD menggunakan analisis bulk
XRF menggunakan sampel bauksit dari pada STA 1, 4, 7, dan 8. Analisis XRD
empat lokasi yang sama pada data petrografi. menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif untuk mengetahui persentase serta
Metodologi penelitian dimulai dari tahap
kandungan mineral penyusun bauksit.
persiapan hingga tahap penyelesaian. Pada
Komposisi mineral penyusun dan persentase
tahap persiapan dilakukan pengumpulan
bauksit dapat dilihat pada Tabel 4.
informasi yang meliputi tahapan identifikasi
masalah, studi pustaka, dan yang terakhir IV. HASIL PENELITIAN
adalah pembuatan hipotesis. Tahapan
berikutnya yaitu tahapan analisis IV.1. Karakteristik bauksit
laboratorium, meliputi kegiatan pengamatan
Bauksit di daerah penelitian memiliki
di laboratorium dari data primer dan
karakteristik yang berbeda. Perbedaan batuan
dilanjutkan tahap interpretasi data.
induk mempengaruhi karakteristik bauksit
Kemudian, dari beberapa tahapan tersebut
yang terbentuk. Karakteristik tersebut
dilakukan integrasi data-data sehingga akan
meliputi karakteristik tekstur, mineralogi,
memberikan hasil penelitian berupa
dan geokimia (Tabel 5).
karakteristik bauksit dan penentuan
kandungan mineral dengan metode XRD IV.1.1. Tekstur bauksit
semi-kuantitatif.
Tekstur konkresi secara megaskopis berupa
III. PENYAJIAN DATA material keras yang membulat, dan kaya
kandungan aluminium hidroksida. (Tim
Pengambilan sampel bauksit berada di
Analisa dan Evaluasi Komoditi Mineral
wilayah tambang aktif maupun lokasi
Internasional Proyek Pengembangan Pusat
eksplorasi endapan bauksit di daerah Tayan,
Informasi Mineral, 1984). Menurut Delvigne
Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
(1998), tekstur konkresi pada sayatan tipis
Wilayah ini merupakan area izin usaha
memiliki komponen semen berupa mineral
pertambangan (IUP) dari PT. Aneka
besi oksida serta mineral aluminium
Tambang (ANTAM) Tbk. seperti yang
hidroksida. Bauksit di daerah penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis
menunjukkan karakteristik tekstur yang
petrogfrafi, pada STA 1 dan STA 4
berbeda berdasarkan perbedaan batuan induk.
menunjukkan tekstur bentukan konkresi
dengan mineral penyusun yang dominan 1. Batuan induk gabro (bauksit gabro)
berupa aluminium hidroksida dan besi
oksida. STA 7 dan STA 8 menunjukkan Bauksit yang terbentuk dari batuan induk
tekstur bentukan konkresi dengan mineral gabro berada di STA 1 dan STA 4. Bauksit
penyusun yang dominan berupa kuarsa, besi gabro memiliki bentukan tekstur konkresi
oksida, dan mineral aluminium hidroksida dengan mineral penyusun dominan berupa
(Gambar 5 dan 6). mineral aluminium hidroksida, mineral besi
oksida dan mineral opak (Gambar 2-4).
613
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Tekstur konkresi bauksit gabro memiliki hasil analisis XRD semi-kuantitatif.
semen berupa aluminium hidroksida yang Mineralogi penyusun bauksit dari kedua
dominan. Hal ini dapat diinterpretasikan pada batuan induk yang berbeda, memiliki variasi
saat proses pembentukan bauksit sirkulasi air kelimpahan yang berbeda juga. Berikut akan
yang melarutkan unsur-unsur mobile bekerja dijelaskan mengenai mineralogi bauksit
sangat dominan sehingga laterit yang berdasarkan batuan induk gabro dan
dihasilkan akan mengandung mineral granodiorit.
aluminium hidroksida yang melimpah.
1. Batuan induk gabro (bauksit gabro)
STA 4 di kedalaman 0-1 m (Gambar 3)
menunjukkan tekstur konkresi dengan semen Analisis XRD secara kualitatif (Tabel 3),
mineral besi oksida yang dominan. STA 4 menunjukkan mineralogi penyusun bauksit
diinterpretasikan sebagai zona kontak antara berupa haloisit, ilit, kaolinit, buhmit, diaspor,
2 litologi pembentuk bauksit yang berbeda gibsit, goetit, hematit serta kuarsa. Analisis
yaitu litologi berupa gabro dan granodiorit. XRD secara kuantitatif bauksit gabro
Gabro merupakan batuan yang mengintrusi memiliki persentase rerata mineral berupa
granodiorit. Bauksit gabro di STA 4 berada haloisit sebesar 43,7 %, ilit 24,35 %, buhmit
pada kedalaman 4-5 m (Gambar 4), 10,1 %, diaspor 8,15 %, gibsit 7,8 %, goetit
sedangkan bauksit yang terbentuk dari batuan 9,1 %, serta hematit 3 %. Bauksit gabro
induk granodiorit berada pada kedalaman 0-1 mengandung mineral aluminium hidroksida
m. Faktor sirkulasi air serta perbedaan jenis berupa buhmit dan goetit yang dominan.
batuan induk mempengaruhi pembentukkan Mineral buhmit yang dominan menandakan
bauksit di STA 4, sehingga menghasilkan pada proses pembentukkan bauksit, sirkulasi
karakteristik tekstur bauksit yang berbea air telah mengalami penurunan, sehingga dari
pada satu profil endapan bauksit laterit. awal mula aluminium hidroksida yang
terbentuk gibsit, telah mengalami dehidrasi
2. Batuan induk granodiorit (bauksit sehingga mengalami pengerasan dan
granodiorit) membentuk mineral buhmit. Hadirnya
mineral goetit yang menggambarkan
Bauksit granodiorit berada di STA 7 dan 8. sirkulasi air yang dominan saat proses
Analisis petrografi STA 8 memperlihatkan pembentukkan bauksit
kenampakkan tekstur konkresi (Gambar 6).
Kenampakkan sayatan tipis memperlihatkan 2. Batuan induk granodiorit (bauksit
semen berupa mineral besi oksida dan granodiorit)
terdapat mineral kuarsa dengan ukuran kristal
yang kasar serta jumlah yang dominan. Bauksit granodiorit memiliki mineral
penyusun berupa haloisit, ilit, kaolinit,
Tekstur bauksit granodiorit memiliki mineral buhmit, diaspor, gibsit, goetit, hematit dan
penyusun yang dominan kuarsa dan mineral kuarsa. Bauksit yang berasal dari batuan
besi oksida, sedangkan aluminium hidroksida induk granodiorit memiliki mineral
memiliki kelimpahan yang sedikit. aluminium hidroksida yang dominan berupa
Persebaran mineral besi oksida cukup gibsit dan diaspor, sedangkan mineral besi
mendominasi jika dilihat pada kenampakan oksida yang dominan berupa hematit.
sayatan tipis karena mineral besi oksida
merupakan semen pada tekstur konkresi. Dominasi mineral aluminium hidroksida
Mineral besi oksida dan kuarsa menunjukkan berupa gibsit menandakan pada proses
tahap pelarutan mineral-mineral mobile pada pembentukkan bauksit sirkulasi air berperan
proses pembentukkan bauksit belum dominan dalam pelapukan kimia sehingga
berlangsung secara efektif. Kehadiran membentuk mineral gibsit. Hadirnya mineral
mineral aluminium hidroksida yang sedikit diaspor menggambarkan proses lanjutan dari
menunjukkan sirkulasi air pada proses mineral aluminium hidroksida yang telah
pembentukkan bauksit tidak bekerja secara terbentuk sebelumnya. Kemudian mineral
dominan. aluminium hidroksida tersebut mengalamai
proses dehidrasi dan pengerasan dari awalnya
IV.1.2. Mineralogi bauksit terbentuk mineral gibsit, menjadi mineral
diaspor. Mineral besi oksida yang dominan
Mineralogi penyusun bauksit diperoleh dari
614
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
terbentuk hematit dan goetit. Hematit yang pengaruh terhadap temperatur proses
dominan menggambarkan proses pemasakan bauksit, penggunaan larutan
pembentukkan bauksit berada pada NaOH serta produk berupa sodium aluminat
lingkungan oksidasi. Goetit menggambarkan yang dihasilkan dari proses Bayer.
faktor sirkulasi air yang dominan pada proses
pembentukkan bauksit. IV.2.1. Temperatur Proses Bayer
V. KESIMPULAN 2,1 %.
Karakteristik bauksit gabro memiliki Pengaruh karakteristik bauksit pada proses
kandungan mineral aluminium hidroksida Bayer sebagai berikut. Bauksit yang berasal
berupa gibsit, buhmit, diaspor, mineral besi dari gabro akan memerlukan temperatur
oksida berupa goetit dan hematit, mineral pelarutan pada tahap ekstraksi dengan
lempung berupa haloisit, dan ilit, sedangkan kisaran suhu 205 oC< T < 245 oC.
terdapat mineral resisten kuarsa. Tekstur Penggunaan NaOH dalam tahap ekstraksi
bauksit berupa konkresi dengan komponen proses Bayer akan efisien karena larutan
mineral aluminium hidroksida yang dominan, NaOH akan maksimal bereaksi untuk
sedangkan karakteristik geokimia bauksit mengikat unsur Al2O3 yang terdapat pada
terdapat unsur Al2O3 dan FeO yang tinggi. mineral aluminium hidroksida, serta bauksit
Karakteristik bauksit granodiorit memiliki gabro dapat diinterpretasikan menghasilkan
kandungan mineral aluminium hidroksida sodium aluminat yang mengandung kadar
berupa gibsit dan diaspor, mineral besi oksida Al2O3 yang tinggi, sedangkan hasilnya akan
berupa goetit dan hematit, serta mineral mengandung produk red mud yang cukup
lempung berupa haloisit, ilit dan kaolinit. signifikan karena mengandung unsur FeO
Tekstur bauksit menunjukkan konkresi yang cukup tinggi.
dengan mineral yang dominan kuarsa dan
besi oksida. Karakteristik geokimia bauksit Karakteristik bauksit granodiorit
granodiorit memiliki kadar unsur geokimia memerlukan temperatur pelarutan pada
Al2O3 dan SiO2 yang dominan. tahapan ekstraksi yang lebih rendah
dibandingkan bauksit yang berasal dari
Metode XRD semi-kuantitatif menunjukkan batuan induk gabro, yaitu dengan kisaran
bauksit gabbro memiliki mineral penyusun suhu 140 oC. Bauksit yang berasal dari
mineral aluminium hidroksida berupa buhmit granodiorit memerlukan larutan NaOH yang
10,1 %, diaspor 8,15 %, gibsit 7,8 %, mineral cukup banyak, namun pada tahapan ekstraksi
besi oksida goetit 9,1 % dan hematit 3 %, proses Bayer penggunaan larutan NaOH
mineral lempung berupa haloisit 43,7 %, kurang efisien karena akan lebih bereaksi
serta ilit 24,35 %. Kandungan mineralogi dengan unsur SiO2 dibandingkan
bauksit granodiorit berupa mineral Al2O3.Bauksit yang berasal dari granodiorit
aluminium hidroksida diaspor 6 %, dan gibsit akan menghasilkan kandungan SiO2 dan
9,3 %, mineral besi oksida berupa goetit Al2O3 yang cukup signifikan pada larutan
6,55 % dan hematit 9,6 %, mineral lempung sodium aluminat.
berupa haloisit 38,3 %, ilit 26 %, dan kaolinit
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, D., dan Muchtar, A., 2011, Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi
dari Bauksit Kalimantan Barat: Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, v.7, p. 183-191.
Amalia, D., Muchtar, A., dan Yuhelda, 2013, Pengaruh Penambahan Kalsium Klorida, Kalsium
Hidroksida, dan Karbon Aktif Terhadap Penurunan Silika Terlarut Dalam Larutan Sodium
Aluminat: Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, v. 9, p. 157-164.
Gow, N.N., dan Gian, P. L., 1993, Bauxites. Ore Deposits Model, v. 2. h. 135-142.
Mucsi, G., Csoke, B., dan Solymar, K., 2011, Grindability Characteristics of Lateritic and Karst
Bauxites: International Journal of Mineral Processing, v. 100, p. 96-103.
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012, Kajian Kebijakan Pengembangan
Industri Mineral sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Seecharran, K., R., 1979, Bayer Process Chemistry, Process Engineer, Linden: Alumina Plant.
617
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Smith, P., 2009, The Processing of High Silica Bauxite-Review of Existing and Potential Processes,
Hydrometallurgy 98, p. 162-176.
Tim Analisa dan Evaluasi Komoditi Mineral Internasional Proyek Pengembangan Pusat Informasi
Mineral, 1984, Pengkajian Bauksit, Alumina, Alumunium (Study of Bauxite-Alumina-
Alumunium), Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Pertambangan Umum, Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral.
Valeton, I, 1972, Bauxites, Development in Soil Science 1, London, Elsevier Publishing Company.
Wilatikta, A., P., S., 2013, Karakteristik Mineralogi dan Geokimia Endapan Bauksit Tambang Tayan,
Kalimantan Barat, Skripsi, Program Strata I, Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
Wilatikta, A., P., S., 2015, Kajian Genesa Endapan Bauksit Tambang Tayan, Kalimantan Barat
Berdasarkan Karakteristik Mineralogi dan Geokimia, Tesis, Program Studi S-2, Universitas
Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
618
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
TABEL
Tabel 1. Reaksi dan kondisi proses Bayer pada mineral penyusun bauksit (Cardarelli, 2008, dalam
Amalia dan Aziz, 2011)
Mineral
Bauksit Reaksi Kondisi
Buhmit P atmosferik
205 oC< T < 245
o
2 NaAlO2 + 2 H2O C
2 AlO(OH) + 2 NaOH
619
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 3. Komponen mineral penyusun bauksit berdasarkan data XRD dengan analisis kualitatif
Tabel 4. Komponen mineral penyusun bauksit berdasarkan data XRD dengan analisis kuantitatif
(dalam wt %)
Karakteristik
Bauksit Gabro Granodiorit
620
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 6. Perbedaan pengaruh karakteristik bauksit berdasarkan perbedaan batuan induk terhadap
kondisi operasional proses Bayer
GAMBAR
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel bauksit di kawasan tambang Tayan, Kalimantan Barat
(modifikasi dari Wilatikta, 2013)
621
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
(a) (b)
Gambar 2. Kenampakkan tekstur konkresi di STA 1, (a) kenampakkan konkresi secara megaskopis, (b)
kenampakkan petrografi konkresi polarisasi bersilang
(a) (b)
Gambar 3. Kenampakkan tekstur konkresi di STA 4 (0-1 m), (a) kenampakkan konkresi secara
megaskopis, (b) kenampakkan petrografi konkresi polarisasi bersilang
(a) (b)
Gambar 4. Kenampakkan tekstur konkresi pada STA 4 (4-5 m), (a) kenampakkan konkresi secara
megaskopis, (b) kenampakkan petrografi konkresi polarisasi bersilang
622
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
(a) (b)
Gambar 5. Kenampakkan tekstur konkresi pada STA 7, (a) kenampakkan konkresi secara megaskopis,
(b) kenampakkan petrografi konkresi polarisasi bersilang
(a) (b)
Gambar 6. Kenampakkan tekstur konkresi pada STA 8, (a) kenampakkan konkresi secara
megaskospis, (b) kenampakkan petrografi konkresi polarisasi bersilang
623