1
Muhammadiyah Mataram University, INDONESIA
2,3
Mataram University, INDONESIA
ABSTRACT
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan petunjuk praktikum uji boraks dengan
menggunakan indicator alami untuk siswa sekolah menegah pertama. Metode penelitian ini
mengacu pada prosedur pengembangan dikembangkan oleh Borg & Galls. Uji coba terhadap
94 sampel daun dan mahkota bunga yang diperkirakan memiliki potensi sebagai indikator
alami untuk uji boraks telah dilakukan. Hanya 4 indikator alami yang dapat digunakan untuk
uji tetes dan kertas saring, yaitu: bunga Ruellia Simplex, Curcuma Longa, Plumeria
Rubra,dan Portulaca Grandiflora. Berdasarkan hasil penilaian ahli dan guru menunjukkan
bahwa petunjuk praktikum telah layak digunakan untuk siswa sekolah menengah pertama
untuk menguji boraks.
Keyword: Petunjuk praktikum, Uji boraks, indicator alami
Intruduction (pendahuluan)
Need analysis
Review the literature and field observation
Lapangan
Validation Product
Preliminary Field testing Main product Main Field Testing
(Expert validation) revision (Teacher)
c) Data Analysis
Lembar angket kelayakan produk perangkat Uji boraks di berikan kepada ahli dan
guru. Data yang diperoleh dari lembar kuesioner diubah menjadi data interval. Kuesioner
yang diberikan berisikan lima pilihan untuk memberikan tanggapan tentang produk buku
petunjuk praktikum yang telah dikembangkan, yaitu: sangat baik (5), baik (4), cukup baik
(3), kurang baik (2) dan sangat kurang baik (1). Bila responden memberikan tanggapan
“sangat baik” maka pada butir pernyataan diberi angka “5” dan begitu juga berlaku untuk
yang lainnya. Skor yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi nilai pada skala 5
dengan acuan Tabel yang dikutip dari Saifuddin Azwar (2010), seperti berikut ini:
Tabel 1. Konversi Skor Aktual menjadi Nilai Skala Lima
Keterangan:
1
xi = Rerata skor ideal = 2 (skor maksimal ideal+ skor minimal ideal)
SBi = Simpangan baku ideal = 1/6 ( skor maksimal ideal – skor minimal ideal)
X = Skor aktual (skor yang dicapai)
Skor maksimal ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi
Skor terendah ideal = ∑ butir kriteria x skor terendah
FINDINGS
Identifikasi awal tanaman yang digunakan sebagai indikator alami untuk menguji
formalin dan boraks adalah yang memiliki warna yang cerah selain putih, karena warna
larutan boraks berwarna putih bening. Ada dua bagian tumbuhan yang digunakan sebgai
bahan uji, yaitu daun dan mahkota bunga. Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah
dilakukan terhadap tanaman yang ada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka
diambil 94 sampel daun dan mahkota bunga yang diperkirakan memiliki potensi sebagai
indikator alami untuk uji boraks.
Berdasarkan hasil uji coba terhadap larutan boraks 0,1 M dengan menggunakan
berbagai bahan yang telah diidentifikasi maka diperoleh 4 sampel indikator yang dapat
digunakan, yaitu: Aurella Ungu (Aurella Simplex), Kunyit (Curcuma Longa), Kamboja Merah
(Red Bali Plumeria), dan Bunga Pukul Sembilan (Portulaca Grandiflora). Berikut hasil uji
coba boraks 0, 1 M dengan 4 jenis indikator tersebut.
Tabel 2. Hasil Uji coba Indikator alami
Indikator alami Hasil uji tetes Hasil uji dengan kertas
indikator
Ruellia purple (Ruellia
Simplex)
Kamboja Merah
(Plumeria Rubra)
Petunjuk praktikum yang telah dikembangkan divalidasi oleh ahli dan meminta tanggapan
dari guru dengan instrumen angket. Berikut hasil angket validasi ahli dan taggapan guru.
Tabel 3. Rerata hasil validasi ahli dan penilaian 8 orang guru
Aspek Penilaian Rerata penilaian
Ahli Guru
Berdasarkan hasil angket yang telah diberikan kepada ahli dan guru terdapat beberapa
masukan berkaitan dengan petunjuk praktikum yang telah dikembangkan:
1. Gambar bunga untuk indikator dibuat lebih jelas warnanya
2. Ukuran gambar lebih besar agar terlihat jelas
3. Kertas indikator dibuat menjadi lebih kecil ukurannya agar lebih mudah digunakan
DISCUSSION
Secara umum warna bunga disebabkan oleh pigmen flavonoid dan karotenoid yang
dapat menarik perhatian untuk membantu penyerbukan (Davies, 2004). Flavonoid adalah
pigmen warna bunga yang paling umum, dan pigmen flavonoid yang dominan adalah
anthocyanin. Antosianin tersusun dari gugus anthocyanidin dan gula. Mereka adalah dasar
untuk sebagian besar warna oranye, merah muda, merah, magenta, ungu, biru, dan biru-hitam.
Anthocyanidins umum adalah pelargonidin, cyanidin, peonidin, delphinidin, petunidin, dan
malvinidin, dinamai genera dari mana mereka pertama kali diisolasi. Kebanyakan
anthocyanin berasal dari hanya tiga jenis antosianidin dasar berikut: pelargonidin, sianidin,
dan delphinidin (Schwinn & Davies, 2004).
Indikator alami pertama yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengidentifikasi
boraks adalah ruellia simplex. Zat warna yang terkandung dalam ruellia simplex with purple
color adalah anthocyanin (Freyre et al. 2015). Anthocyanin merupakan komponen biokatif
kelompok flavanoid yang terdapat pada bunga, daun, ubi, buah dan sayur bergatung dari pH
lingkungan tempatnya berada (Torskangerpol & anderson,2005; Burdulis et al, 2009; Jensen
et al, 2011). Struktur antosianin berubah pada pH 1, pH 4,5 dan pH 7 (Lee et al. 2005).
Perubahan pH menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari kuinonoidal anidrobasa (A)
pH 6,5-8 menjadi cis-kalkon (Cc) pH > 9 (Suda et al 2003, Marco et al. 2011). Larutan
boraks yang memiliki pH sekitar 9,5 jika dicampurkan dengan ekstraks ruellia simplex with
purple color akan mengalami perubahan warna menjadi biru hijau yang disebabkan karena
perubahan struktur. Perubahan struktur yang menyebabkan terjadinya perubahan warna
komplemen yang dapat diamati sebagai indikator untuk menentukan keberadaan dari boraks
pada suatu sampel.
Indikator alami kedua yang dapat digunakan untuk mengidentfikasi boraks adalah
kunyit. Kunyit mengandung peawarna utama yang bewarna kuning yang dikenal dengan
nama kurkumin (Andrew et al.2000). Curcumin (1,7-Bis- (4-hydroxy-3methoxyphenyl) -
hepta-1,6-diene-3,5-dione) adalah pigmen larut minyak, praktis tidak larut dalam air pada pH
asam dan netral, larut dalam alkali dan sangat bentuk rentan perubahan pH
(Gangaitanurava,2011). Namun, dalam sistem berair seperti air, dapat dipahami bahwa pada
pH basa, asam kelompok fenol dalam kurkumin menyumbangkan hidrogennya, membentuk
ion fenolat yang memungkinkan kurkumin menjadi larut dalam air. Bentuk ini tidak stabil
pada pH netral dan basa lebih lama jangka waktu dan dengan mudah terdegradasi menjadi
senyawa seperti vanillin, asam ferulat, dll. Bentuk Ini stabil pada pH di bawah 7,0 tetapi
dengan penurunan nilai pH, pergeseran kesetimbangan disosiasi menuju bentuk netral dengan
sangat rendah kelarutan air (Wang et al ,1997). Kurkumin yang diperoleh dari kunyit dapat
digunakan untuk menguraikan ikatan boraks menjadi asam borat dan mengikatnya
menjadi kompleks warna rosa atau yang biasa disebut dengan senyawa boron cyano
kurkumin kompleks yaitu suatu zat yang bewarna merah. Adanya perubahan warna dari
kuning menjadi kemerahan pada kunyit dapat dijadikan sebagai bahan indikator
alami untuk mendeteksi keberadaan boraks untuk kegiatan praktikum.
Bunga yang ketiga yang dapat dijadikan sebgai bahan indikator alami adalah bunga
Plumeria rubra. Isolasi anthocyanin pada bunga Plumeria rubra telah dilakukan dengan
kadar 75% (Byamukama et al, 2011). Anthocyanin menyebabkan warna merah menjadi biru
pada tumbuhan (Andersen & Jordheim, 2006). Perubahan warna yang terjadi pada ekstrak
plumeria rubra setelah dicampur dengan larutan boraks. Perubahan warna disebabkan karena
perubahan struktur anthocyanin pada pH 9,5 seperti pada tanaman ruellia simplex .
Indikator keempat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi boraks adalah bunga
Portulaca Grandiflora yang merupakan ordo tanaman Caryophyllales. Betalain adalah
pigmen yang menggantikan anthocyanin di sebagian besar famili ordo tanaman
Caryophyllales (Strack et al. 2003). Dalam pengolahan makanan, betalain lebih jarang
digunakan dari pada anthocyanin dan karotenoid, meskipun ini pigmen larut dalam air, stabil
antara pH 3 dan 7, adalah cocok untuk mewarnai makanan asam rendah. (Leathers et al.,
1992; TrejoTapia et al., 1999; Akita et al., 2000). Jika Portulaca Grandiflora dicampurkan
dengan larutan boraks yang memiliki pH 9,5, maka akan merubah struktur betalain pada
bunga tersebut sehingga warnanya akan berubah dari pink menjadi merah ungu. Adanya
perubahan warna inilah yang menyebabkan Portulaca Grandiflora dapat dijadikan indikator
alami untuk mengidentifikasi adanya boraks.
Berdasarkan pedoman konversi skor pada tabel 1. Maka Hasil validasi dan tanggapan
guru terhadap petunjuk praktikum kemudian dikonversi menjadi skala lima.
Tabel 4. Hasil konversi skor menjadi skala lima
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktikum penentuan borak secara kualitatif
untuk siswa sekolah menengah pertama dapat dilakukan dengan menggunakan metode tetes
indicator alami bunga Ruellia Simplex, Curcuma Longa, Plumeria Rubra,dan Portulaca
Grandiflora. Identifikasi dengan menggunakan kertas saring yang telah menggandung
ekstraks tanaman indicator alami juga dapat digunakan untuk uji boraks. Berdasarkan
penilaian ahli dan guru menunjukkan bahwa petunjuk praktikum yang telah dikembangkan
layak untuk digunakan.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan indicator alami yang
lainnya untuk menguji boraks. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
mekanisme reaksi yang terjadi dengan adanya pencampuran indicator dan boraks.
ACKNOWLEDGEMENT
Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama antara Muhammadiyah Mataram University
and Mataram University. This research fully funded by the Ministry of Research, Technology
and Higher Education Republic Indonesia.
REFERENCE
Akita, T., Hina, Y., Nishi, T., 2000. Production of betacyanins by a cell suspension culture of
table beet (Beta vulgaris L.). Biosci. Biotech. Biochem. 64, 1807–1812.
Andersen, Ø.M., Jordheim, M., 2006. The anthocyanins. In: Andersen, Ø.M., Markham, K.R.
(Eds.), Flavonoids: Chemistry, Biochemistry and Applications. CRC Press, BocaRaton,
pp. 471–553.
Andrew M. A, Matthew S. M, & Ram S. M.2002. Isolation of Curcumin from Turmeric. J.
Chem. Educ., 2000, 77 (3), 359
Byamukama R, Namukobe J, Jordheim M, Andersen O.M, Kiremire B.T. 2011.
Anthocyanins from ornamental flowers of red frangipani, Plumeria. Scientia
Horticulturae 129 (2011). 840–843
Borg, W.R. & Gall, M.D., 1983. Educational researcher: An introduction (4th ed).
Longman. New York
Cogliano, V., Grosse, Y., Baan, R., Straif, K., Secretan, B., El Ghissassi, F., 2004. Advice on
formaldehyde and glycol ethers. Lancet Oncol. 5, 528.
Davies, K.M. 2004. An introduction to plant pigments in biology and commerce, p. 2–22. In:
Davies, K.M. (ed.). Plant pigments and their manipulation. Annu. Plant Rev. 14.
Blackwell, Oxford, UK.
Dixon RL, Sherins RJ and Lee IP, 1979. Assessment of environmental factors affecting male
fertility. Environmental Health Perspectives, 30, 53–68.
EPA (US Environmental Protection Agency), 2004. Toxicological Review of Boron and
Compounds (CAS No. 7440–42–8). In support of summary information on the
integrated Risk Information System (IRIS). EPA 635/04/052.
Field EA, Price CJ, Marr MC and Myers CB, (NTIS Technical Report (NTIS/PB91–132332)
(NTP-89–250) 1989. Developmental toxicity of boric acid (CAS no. 10043-35-3) in CD-
1-Swiss mice-final report. August 1989, 358 pp.
Freyre et al. 2015. Genetics and anthocyanin analysis of flower color In mexican petunia.
Journal of the American Society for Horticultural Science. 140(1):45–49
Gangaitanurava, Barman T. Validated method for the estimation of curcumin in turmeric
powder. Indian journal of traditional knowledge, 10(2), 2011, 247-250.
Hatcher, J.T & Wilcox, L.V. 1950. colorimetric determination of boron using carmine.
Analytical chemistry. 22 (4), 567–569
Hakim A, Liliasari, Kadarohman A, Syah Y M. (2016). Effects of the Natural Product Mini
Project Laboratory on the Students Conceptual Understanding. Journal of Turkish
Science Education, 13(2), 27-36.
Irawan,I.N., & Ani,L. (2016). Prevalensi Kandungan Rhodamin B, Formalin, Dan Boraks
Pada Jajanan Kantin Serta Gambaran Pengetahuan Pedagang Kantin Di Sekolah Dasar
Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. E-Jurnal Medika Udayana, 5(11), 1-6
Jacobi, K. 1904. Rapid determination of boric acid in borax. Journal Of The American
Chemical Society. 26 (1) 91-92
Keilson, G.R., Newell, G.W., 1990. Formaldehyde-an Assessment of Its Health Effects.
National Academy of Sciences, Washington, DC.
Keyvanfard, M., 2010. Catalytic spectrophotometric determination of formaldehyde based on
its catalytic effect on the reaction between bromate and cresyl violet. Asian J. Chem. 22,
6708–6714.
Küçük, M & Çepni, S, (2015).A Qualitative Study to Explain Middle School Student's
Understandings of Nature of Science. Journal of Turkish Science Education, 12(3), 3-
20.
Leathers, R.R., Davin, C., Zryd, J.-P., 1992. Betalain producing cell cultures of Beta vulgaris
L. var. bikores monogerm (red beet). In Vitro Cell. Dev. Biol. 28P, 39–45.
Li, Q., Oshima, M., Motomizu, S., 2007. Flow-injection spectrofluo-rometric determination of
trace amounts of formaldehyde in water after derivatization with acetoacetanilide.
Talanta 72, 1675–1680.
Li,M.Z.,Hao,Y.W.,Yin.L.G. 2009. Fast Quantitative Analysis of Boric Acid by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry Coupled with a Simple and Selective
Derivatization Reaction Using Triethanolamine. Journal American Society for Mass
Spectrometry. 21, 482–485
Marco PH, Poppi RJ, Scarmino IS, Tauler R. 2011. Investigation of pH effect and UV radition
on kinetic degration of anthocyanin mixture axtracted from Hisbiscus acetosella Food
Chem 125: 1020-1027.DOI:10.1016/j.foodchem.2010.10.005.
Mizura, S., Tee,S.S., Ooi,H.E. (1991). Determination of boric acid in foods: Comparative
study of three methods. Journal of the Science of Food and Agriculture. 55(2):261 –
268
Muzdhalifah P, Jemmy A, Citra G. 2014. Analisis Boraks Pada Mie Basah Yang Dijual Di
Kota Manado. Jurnal Ilmu Farmasi. 3 (2). 73-76