Anda di halaman 1dari 12

PENGEMBANGAN PETUNJUK PRAKTIKUM UNTUK SISWA SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA: UJI BORAKS MENGGUNAKAN INDIKATOR ALAMI


Nanang RAHMAN1, Agus Abhi PURWOKO2, MUNTARI3

1
Muhammadiyah Mataram University, INDONESIA
2,3
Mataram University, INDONESIA

ABSTRACT
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan petunjuk praktikum uji boraks dengan
menggunakan indicator alami untuk siswa sekolah menegah pertama. Metode penelitian ini
mengacu pada prosedur pengembangan dikembangkan oleh Borg & Galls. Uji coba terhadap
94 sampel daun dan mahkota bunga yang diperkirakan memiliki potensi sebagai indikator
alami untuk uji boraks telah dilakukan. Hanya 4 indikator alami yang dapat digunakan untuk
uji tetes dan kertas saring, yaitu: bunga Ruellia Simplex, Curcuma Longa, Plumeria
Rubra,dan Portulaca Grandiflora. Berdasarkan hasil penilaian ahli dan guru menunjukkan
bahwa petunjuk praktikum telah layak digunakan untuk siswa sekolah menengah pertama
untuk menguji boraks.
Keyword: Petunjuk praktikum, Uji boraks, indicator alami

Intruduction (pendahuluan)

Pada beberapa tahun terkahir, di Indonesia masih terjadi penyalahgunaan boraks


untuk bahan makanan. Boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan snack
(Irawan &Ani, 2016). Penggunaan boraks juga terjadi pada bahan makanan lainnya,
berdasarkan hasil penelitian di Kota Manado Indonesia, ditemukan kadar boron dalam
sampel mie basah dari 136 g/mg – 264g/mg (Musdalifah et al 2014).
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu
ruangan serta memiliki pH sekitar 9,5. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama
natrium tertaborat (NaB4O7.10H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks bisanya digunakan sebagai bahan pembuat detergen
dan antiseptic. Mengkomsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap oleh tubuh
secara kumulatif (Subiyakto, 1991). Boron poisoning can occur intentionally in humans of 2-
3 g in infants, 5-6 g in children and 15-20 g in adults (for example, this would be equivalent
to 2.6-3.5 g of boron in people adult) (Dixon et al., 1976; Siegel & Wason, 1986; EPA, 2004).
Doses of 200-640 mg boric acid / kg bb have been reported to be lethal, but the number has
not been fully verified (Failure et al., 1998). Another report states that the lowest deadly dose
after accidental swallowing of boron acid by humans ranges from about 98 to 650 mg boron /
kg bb (Stokinger, 1981; Teshima et al., 1992). Death has been reported when boron is
administered intravenously at 0.5 mg boron / kg bb (EFSA, 2004).
Terdapat beberapa metode yang telah digunakan untuk menguji keberadaan boraks.
Jacobi, 1904 mengembangkan metode untuk menguji asam borat dengan glycerine, kemudian
dititrasi dengan potassium hydroxide. Indikator yang digunakan dalam titrasi adalah
phenopthalein. melakukan studi komparasi tiga metode penentuan asam borat dalam makanan
secara rinci, yaitu metode titrimetri menggunakan manitol, dan dua prosedur kolorimetri
menggunakan asam carminic atau kurkumin. Prosedur kolorimetri dengan metode kurkumin
ditemukan menjadi yang paling dapat diandalkan dan karenanya akan menjadi metode pilihan
untuk penentuan asam borat dalam makanan (Mizura, 1991). Metode lainnya adalah fast
quantitative analysis of boric acid by gas chromatography-mass spectrometry coupled with a
simple and selective derivatization reaction using triethanolamine ( Li, 2009). Metode lain
yang dapat digunakan untuk identifikasi boraks adalah dengan colorimetric determination of
boron using carmine (Hatcher & Wilcox,1950)
Beberapa metode yang telah dijelaskan untuk menguji boraks tersebut sangat mahal
dan sangat sulit untuk dilaksanakan untuk siswa sekolah menengah pertama. Berbagai metode
itu harus dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan alat dan bahan yang lengkap.
Padahal penelitan menunjukkan bahwa percobaan dengan laboratorium sederhana lebih baik
pemahaman konseptualnya dibandingkan dengan laboratorium verifikasi (Hakim, 2016).
Dalam pembelajaran sains untuk siswa sekolah menengah disarankan bahwa metode reflektif
langsung harus digunakan daripada yang tidak langsung bagi siswa untuk memahami sifat
sebenarnya dari sains (Küçük & Çepni 2015) . Metode reflektif langsung dapat dilakukan
melalui kegiatan praktikum. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan petunjuk
praktikum untuk uji borak agar siswa sekolah menengah pertama dapat melakukan kegiatan
tersebut. Metode uji boraks yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunkan indikator
alami yang berasal dari tanaman yang ada di Indonesia. Metode pengujian yang dilakukan
dengan cara yang sederhana, murah, dan cepat dilakukan untuk uji kualitatif. Perangkat
praktikum yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah petunjuk praktikum dan bahan uji
boraks.
METHODE
a) Reseach Methode
Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini
adalah pengembangan secara prosedural dimana langkah-langkahnya dijelaskan secara
kongkrit dan rinci. Prosedur pengembangan yang dilakukan mengacu kepada prosedur yang
dikembangkan oleh Borg & Galls (1983). Borg dan Gall mengemukan bahwa prosedur
penelitian pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua tujuan utama, yaitu mengembangkan
produk dan memvalidasi produk yang dihasilkan. Adapun penjabaran dari model
pengembangan ini dijelaskan pada Gambar 1 berikut.

Need analysis
Review the literature and field observation
Lapangan

Preliminary Form Product


Develop preliminary form product Planning

Validation Product
Preliminary Field testing Main product Main Field Testing
(Expert validation) revision (Teacher)

Final Product Revision

Rincian dari prosedur penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut:


1. Melakukan kegiatan studi pustaka yaitu kajian literatur yang relevan dengan penelitian.
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan infomasi, diantaranya dengan
mempelajari kurikulum mata pelajaran IPA terpadu untuk Sekolah Menengah Pertama,
mengkaji literatur tentang sifat fisika dan kimia boraks
2. Observasi lapangan dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan lingkungan
sekolah, potensi-potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai indikator
alami. Observasi lapangan dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
3. Planning percobaan praktikum uji boraks dengan indikator alami. Rancangan Petunjuk
Praktikum diawali dengan percobaan laboratorium menggunakan bahan murni senyawa
boraks dengan menggunakan berbagai jenis bahan alami yang ada disekitar lingkungan.
Pada tahap ini juga mulai dirancang bahan sederhana untuk indikator uji boraks. Metode
praktikum uji boraks dengan indikator alami sebagai berikut:
- Menimbang 2 gram bahan indikator alami, kemudian di potong kecil-kecil
- Menggerus indikator alami dengan dengan menggunakan mortal
- Tambahkan 5 ml aquades ke dalam indikator yang telah digerus
- Pisahkan filtrat dengan residu indikator
- Ambil 5 tetes filtrat indikator kemudian tambahkan dengan 5 tetes larutan boraks
- Amati perubahan warna yang terjadi
4. Develop preliminary form product dengan menggunakan kertas saring untuk alat
sederhana uji boraks. Cara pembuatan kertas indikator sebagai berikut:
- Potong kertas saring dengan ukuran panjang 7 cm dan lebar 0.5 cm
- Celupkan kertas saring kedalam filtrat indikator
- Keringkan selama 4 jam sampai kertas indikator dapat digunakan
Langkah praktikum uji boraks dengan indikator alami tersebut kemudian disusun dalam
petunjuk praktikum yang dapat digunakan oleh siswa sekolah menengah pertama.
5. Preliminary Field testing dengan melakukan validasi oleh 1 orang ahli kimia dan 1orang
ahli pendidikan sains
6. Main product revision berdasarkan masukan dari validasi ahli
7. Main Field Testing dilakukan kepada 8 orang guru di beberapa sekolah yang ada di
Provinsi Nusa Tenggara Barat
b) Data Research Tools
Instrumen yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah angket kelayakan
produk yang telah dikembangkan. Preliminary Field testing diberikan angket kepada ahli
kimia dan ahli pendidikan sains. Main field testing diberikan angket kepada 8 orang guru
yang ada di beberapa sekolah yang ada diprovinsi Nusa Tenggara Barat. Angket yang
digunakan berisikan 3 aspek penilaian: keterbacan, kegrafikan dan kepraktisan
penggunaan. Aspek keterbacaan: petunjuk penggunaan buku praktikum uji boraks dengan
indikator alami mudah dipahami, pernyataan dan kalimat pada petunjuk praktikum uji
boraks dengan indikator alami mudah dipahami, ukuran dan model huruf yang digunakan
pada petunjuk praktikum uji boraks terlihat dengan jelas dan mudah digunakan. Aspek
kegrafikan: gambar pada petunjuk praktikum uji boraks dengan indikator alami terlihat
menarik dan jelas, Cover pada petunjuk praktikum uji boraks dengan indikator alami
terlihat menarik. Aspek kepraktisan penggunaan: pemakaian petunjuk praktikum uji boraks
dengan indikator alami mudah digunakan, penggunaan waktu lebih efektif saat praktikum
dengan petunjuk praktikum uji boraks dengan indikator alami, informasi yang diberikan
pada petunjuk praktikum boraks dengan indikator alami membuat praktikum lebih aktif,
kreatif, dan menyenangkan, Bentuk alat uji boraks terlihat menarik, prosedur dan langkah-
langkah kerja disajikan terstruktur dengan jelas dan mudah digunakan, alat uji boraks
mudah digunakan dalam proses pelaksanaan praktikum

c) Data Analysis
Lembar angket kelayakan produk perangkat Uji boraks di berikan kepada ahli dan
guru. Data yang diperoleh dari lembar kuesioner diubah menjadi data interval. Kuesioner
yang diberikan berisikan lima pilihan untuk memberikan tanggapan tentang produk buku
petunjuk praktikum yang telah dikembangkan, yaitu: sangat baik (5), baik (4), cukup baik
(3), kurang baik (2) dan sangat kurang baik (1). Bila responden memberikan tanggapan
“sangat baik” maka pada butir pernyataan diberi angka “5” dan begitu juga berlaku untuk
yang lainnya. Skor yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi nilai pada skala 5
dengan acuan Tabel yang dikutip dari Saifuddin Azwar (2010), seperti berikut ini:
Tabel 1. Konversi Skor Aktual menjadi Nilai Skala Lima

Interval Skor Nilai Kategori


X > xi + 1,5 SBi A Sangat baik
xi + 0,5 SBi < X ≤ xi + 1,5 SBi B Baik
xi - 0,5 SBi < X ≤ xi + 0,5 SBi C Cukup baik
xi - 1,5 SBi < X ≤ xi – 0,5 SBi D Kurang baik
X ≤ xi - 1,5 SBi E Sangat kurang baik

Keterangan:
1
xi = Rerata skor ideal = 2 (skor maksimal ideal+ skor minimal ideal)
SBi = Simpangan baku ideal = 1/6 ( skor maksimal ideal – skor minimal ideal)
X = Skor aktual (skor yang dicapai)
Skor maksimal ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi
Skor terendah ideal = ∑ butir kriteria x skor terendah

FINDINGS
Identifikasi awal tanaman yang digunakan sebagai indikator alami untuk menguji
formalin dan boraks adalah yang memiliki warna yang cerah selain putih, karena warna
larutan boraks berwarna putih bening. Ada dua bagian tumbuhan yang digunakan sebgai
bahan uji, yaitu daun dan mahkota bunga. Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah
dilakukan terhadap tanaman yang ada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka
diambil 94 sampel daun dan mahkota bunga yang diperkirakan memiliki potensi sebagai
indikator alami untuk uji boraks.
Berdasarkan hasil uji coba terhadap larutan boraks 0,1 M dengan menggunakan
berbagai bahan yang telah diidentifikasi maka diperoleh 4 sampel indikator yang dapat
digunakan, yaitu: Aurella Ungu (Aurella Simplex), Kunyit (Curcuma Longa), Kamboja Merah
(Red Bali Plumeria), dan Bunga Pukul Sembilan (Portulaca Grandiflora). Berikut hasil uji
coba boraks 0, 1 M dengan 4 jenis indikator tersebut.
Tabel 2. Hasil Uji coba Indikator alami
Indikator alami Hasil uji tetes Hasil uji dengan kertas
indikator
Ruellia purple (Ruellia
Simplex)

Kunyit (Curcuma Longa)

Kamboja Merah
(Plumeria Rubra)

Bunga Pukul Sembilan


(Portulaca Grandiflora)

Petunjuk praktikum yang telah dikembangkan divalidasi oleh ahli dan meminta tanggapan
dari guru dengan instrumen angket. Berikut hasil angket validasi ahli dan taggapan guru.
Tabel 3. Rerata hasil validasi ahli dan penilaian 8 orang guru
Aspek Penilaian Rerata penilaian

Ahli Guru

Keterbacaan 12,5 13,2


Kegrafikan 7,5 7,6
Kepraktisan penggunaan 23,0 23,5

Berdasarkan hasil angket yang telah diberikan kepada ahli dan guru terdapat beberapa
masukan berkaitan dengan petunjuk praktikum yang telah dikembangkan:
1. Gambar bunga untuk indikator dibuat lebih jelas warnanya
2. Ukuran gambar lebih besar agar terlihat jelas
3. Kertas indikator dibuat menjadi lebih kecil ukurannya agar lebih mudah digunakan
DISCUSSION
Secara umum warna bunga disebabkan oleh pigmen flavonoid dan karotenoid yang
dapat menarik perhatian untuk membantu penyerbukan (Davies, 2004). Flavonoid adalah
pigmen warna bunga yang paling umum, dan pigmen flavonoid yang dominan adalah
anthocyanin. Antosianin tersusun dari gugus anthocyanidin dan gula. Mereka adalah dasar
untuk sebagian besar warna oranye, merah muda, merah, magenta, ungu, biru, dan biru-hitam.
Anthocyanidins umum adalah pelargonidin, cyanidin, peonidin, delphinidin, petunidin, dan
malvinidin, dinamai genera dari mana mereka pertama kali diisolasi. Kebanyakan
anthocyanin berasal dari hanya tiga jenis antosianidin dasar berikut: pelargonidin, sianidin,
dan delphinidin (Schwinn & Davies, 2004).
Indikator alami pertama yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengidentifikasi
boraks adalah ruellia simplex. Zat warna yang terkandung dalam ruellia simplex with purple
color adalah anthocyanin (Freyre et al. 2015). Anthocyanin merupakan komponen biokatif
kelompok flavanoid yang terdapat pada bunga, daun, ubi, buah dan sayur bergatung dari pH
lingkungan tempatnya berada (Torskangerpol & anderson,2005; Burdulis et al, 2009; Jensen
et al, 2011). Struktur antosianin berubah pada pH 1, pH 4,5 dan pH 7 (Lee et al. 2005).
Perubahan pH menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari kuinonoidal anidrobasa (A)
pH 6,5-8 menjadi cis-kalkon (Cc) pH > 9 (Suda et al 2003, Marco et al. 2011). Larutan
boraks yang memiliki pH sekitar 9,5 jika dicampurkan dengan ekstraks ruellia simplex with
purple color akan mengalami perubahan warna menjadi biru hijau yang disebabkan karena
perubahan struktur. Perubahan struktur yang menyebabkan terjadinya perubahan warna
komplemen yang dapat diamati sebagai indikator untuk menentukan keberadaan dari boraks
pada suatu sampel.
Indikator alami kedua yang dapat digunakan untuk mengidentfikasi boraks adalah
kunyit. Kunyit mengandung peawarna utama yang bewarna kuning yang dikenal dengan
nama kurkumin (Andrew et al.2000). Curcumin (1,7-Bis- (4-hydroxy-3methoxyphenyl) -
hepta-1,6-diene-3,5-dione) adalah pigmen larut minyak, praktis tidak larut dalam air pada pH
asam dan netral, larut dalam alkali dan sangat bentuk rentan perubahan pH
(Gangaitanurava,2011). Namun, dalam sistem berair seperti air, dapat dipahami bahwa pada
pH basa, asam kelompok fenol dalam kurkumin menyumbangkan hidrogennya, membentuk
ion fenolat yang memungkinkan kurkumin menjadi larut dalam air. Bentuk ini tidak stabil
pada pH netral dan basa lebih lama jangka waktu dan dengan mudah terdegradasi menjadi
senyawa seperti vanillin, asam ferulat, dll. Bentuk Ini stabil pada pH di bawah 7,0 tetapi
dengan penurunan nilai pH, pergeseran kesetimbangan disosiasi menuju bentuk netral dengan
sangat rendah kelarutan air (Wang et al ,1997). Kurkumin yang diperoleh dari kunyit dapat
digunakan untuk menguraikan ikatan boraks menjadi asam borat dan mengikatnya
menjadi kompleks warna rosa atau yang biasa disebut dengan senyawa boron cyano
kurkumin kompleks yaitu suatu zat yang bewarna merah. Adanya perubahan warna dari
kuning menjadi kemerahan pada kunyit dapat dijadikan sebagai bahan indikator
alami untuk mendeteksi keberadaan boraks untuk kegiatan praktikum.
Bunga yang ketiga yang dapat dijadikan sebgai bahan indikator alami adalah bunga
Plumeria rubra. Isolasi anthocyanin pada bunga Plumeria rubra telah dilakukan dengan
kadar 75% (Byamukama et al, 2011). Anthocyanin menyebabkan warna merah menjadi biru
pada tumbuhan (Andersen & Jordheim, 2006). Perubahan warna yang terjadi pada ekstrak
plumeria rubra setelah dicampur dengan larutan boraks. Perubahan warna disebabkan karena
perubahan struktur anthocyanin pada pH 9,5 seperti pada tanaman ruellia simplex .
Indikator keempat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi boraks adalah bunga
Portulaca Grandiflora yang merupakan ordo tanaman Caryophyllales. Betalain adalah
pigmen yang menggantikan anthocyanin di sebagian besar famili ordo tanaman
Caryophyllales (Strack et al. 2003). Dalam pengolahan makanan, betalain lebih jarang
digunakan dari pada anthocyanin dan karotenoid, meskipun ini pigmen larut dalam air, stabil
antara pH 3 dan 7, adalah cocok untuk mewarnai makanan asam rendah. (Leathers et al.,
1992; TrejoTapia et al., 1999; Akita et al., 2000). Jika Portulaca Grandiflora dicampurkan
dengan larutan boraks yang memiliki pH 9,5, maka akan merubah struktur betalain pada
bunga tersebut sehingga warnanya akan berubah dari pink menjadi merah ungu. Adanya
perubahan warna inilah yang menyebabkan Portulaca Grandiflora dapat dijadikan indikator
alami untuk mengidentifikasi adanya boraks.
Berdasarkan pedoman konversi skor pada tabel 1. Maka Hasil validasi dan tanggapan
guru terhadap petunjuk praktikum kemudian dikonversi menjadi skala lima.
Tabel 4. Hasil konversi skor menjadi skala lima

ASPEK INTERVAL NILAI KATEGORI


Keterbacaan X > 12,0 A Sangat baik
10,0 < X ≤ 12,0 B Baik
8,0 < X ≤ 10,0 C Cukup baik
6,0 < X ≤ 8,0 D Kurang baik
X ≤ 6,0 E Sangat kurang baik
Kegrafikan X > 8,0 A Sangat baik
6,6 < X ≤ 8,0 B Baik
5,4 < X ≤ 6,6 C Cukup baik
4,0 < X ≤ 5,4 D Kurang baik
X ≤ 4,0 E Sangat kurang baik
Kepraktisan penggunaan X > 20,0 A Sangat baik
16,6 < X ≤ 20,0 B Baik
13,3< X ≤ 16,6 C Cukup baik
10,0 < X ≤ 13,3 D Kurang baik
X ≤ 10,0 E Sangat kurang baik
Berdasarkan hasil validasi ahli dan penilaian guru terhadap petunjuk praktikum uji
boraks menggunakan indikator bunga Ruellia Simplex, Curcuma Longa, Plumeria Rubra,dan
Portulaca Grandiflora diperoleh kesimpulan bahwa pada aspek keterbacaan nilai X>12
termasuk dalam kategori sangat baik, aspek kegrafikan nilai 6,6 < X ≤ 8,0 dalam kategori baik
dan aspek kepraktisan penggunaan nilai X > 20,0 dalam kategori sangat baik.

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktikum penentuan borak secara kualitatif
untuk siswa sekolah menengah pertama dapat dilakukan dengan menggunakan metode tetes
indicator alami bunga Ruellia Simplex, Curcuma Longa, Plumeria Rubra,dan Portulaca
Grandiflora. Identifikasi dengan menggunakan kertas saring yang telah menggandung
ekstraks tanaman indicator alami juga dapat digunakan untuk uji boraks. Berdasarkan
penilaian ahli dan guru menunjukkan bahwa petunjuk praktikum yang telah dikembangkan
layak untuk digunakan.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan indicator alami yang
lainnya untuk menguji boraks. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
mekanisme reaksi yang terjadi dengan adanya pencampuran indicator dan boraks.
ACKNOWLEDGEMENT
Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama antara Muhammadiyah Mataram University
and Mataram University. This research fully funded by the Ministry of Research, Technology
and Higher Education Republic Indonesia.

REFERENCE
Akita, T., Hina, Y., Nishi, T., 2000. Production of betacyanins by a cell suspension culture of
table beet (Beta vulgaris L.). Biosci. Biotech. Biochem. 64, 1807–1812.
Andersen, Ø.M., Jordheim, M., 2006. The anthocyanins. In: Andersen, Ø.M., Markham, K.R.
(Eds.), Flavonoids: Chemistry, Biochemistry and Applications. CRC Press, BocaRaton,
pp. 471–553.
Andrew M. A, Matthew S. M, & Ram S. M.2002. Isolation of Curcumin from Turmeric. J.
Chem. Educ., 2000, 77 (3), 359
Byamukama R, Namukobe J, Jordheim M, Andersen O.M, Kiremire B.T. 2011.
Anthocyanins from ornamental flowers of red frangipani, Plumeria. Scientia
Horticulturae 129 (2011). 840–843
Borg, W.R. & Gall, M.D., 1983. Educational researcher: An introduction (4th ed).
Longman. New York
Cogliano, V., Grosse, Y., Baan, R., Straif, K., Secretan, B., El Ghissassi, F., 2004. Advice on
formaldehyde and glycol ethers. Lancet Oncol. 5, 528.
Davies, K.M. 2004. An introduction to plant pigments in biology and commerce, p. 2–22. In:
Davies, K.M. (ed.). Plant pigments and their manipulation. Annu. Plant Rev. 14.
Blackwell, Oxford, UK.
Dixon RL, Sherins RJ and Lee IP, 1979. Assessment of environmental factors affecting male
fertility. Environmental Health Perspectives, 30, 53–68.
EPA (US Environmental Protection Agency), 2004. Toxicological Review of Boron and
Compounds (CAS No. 7440–42–8). In support of summary information on the
integrated Risk Information System (IRIS). EPA 635/04/052.
Field EA, Price CJ, Marr MC and Myers CB, (NTIS Technical Report (NTIS/PB91–132332)
(NTP-89–250) 1989. Developmental toxicity of boric acid (CAS no. 10043-35-3) in CD-
1-Swiss mice-final report. August 1989, 358 pp.
Freyre et al. 2015. Genetics and anthocyanin analysis of flower color In mexican petunia.
Journal of the American Society for Horticultural Science. 140(1):45–49
Gangaitanurava, Barman T. Validated method for the estimation of curcumin in turmeric
powder. Indian journal of traditional knowledge, 10(2), 2011, 247-250.
Hatcher, J.T & Wilcox, L.V. 1950. colorimetric determination of boron using carmine.
Analytical chemistry. 22 (4), 567–569
Hakim A, Liliasari, Kadarohman A, Syah Y M. (2016). Effects of the Natural Product Mini
Project Laboratory on the Students Conceptual Understanding. Journal of Turkish
Science Education, 13(2), 27-36.
Irawan,I.N., & Ani,L. (2016). Prevalensi Kandungan Rhodamin B, Formalin, Dan Boraks
Pada Jajanan Kantin Serta Gambaran Pengetahuan Pedagang Kantin Di Sekolah Dasar
Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. E-Jurnal Medika Udayana, 5(11), 1-6
Jacobi, K. 1904. Rapid determination of boric acid in borax. Journal Of The American
Chemical Society. 26 (1) 91-92
Keilson, G.R., Newell, G.W., 1990. Formaldehyde-an Assessment of Its Health Effects.
National Academy of Sciences, Washington, DC.
Keyvanfard, M., 2010. Catalytic spectrophotometric determination of formaldehyde based on
its catalytic effect on the reaction between bromate and cresyl violet. Asian J. Chem. 22,
6708–6714.
Küçük, M & Çepni, S, (2015).A Qualitative Study to Explain Middle School Student's
Understandings of Nature of Science. Journal of Turkish Science Education, 12(3), 3-
20.

Leathers, R.R., Davin, C., Zryd, J.-P., 1992. Betalain producing cell cultures of Beta vulgaris
L. var. bikores monogerm (red beet). In Vitro Cell. Dev. Biol. 28P, 39–45.

Li, Q., Oshima, M., Motomizu, S., 2007. Flow-injection spectrofluo-rometric determination of
trace amounts of formaldehyde in water after derivatization with acetoacetanilide.
Talanta 72, 1675–1680.
Li,M.Z.,Hao,Y.W.,Yin.L.G. 2009. Fast Quantitative Analysis of Boric Acid by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry Coupled with a Simple and Selective
Derivatization Reaction Using Triethanolamine. Journal American Society for Mass
Spectrometry. 21, 482–485
Marco PH, Poppi RJ, Scarmino IS, Tauler R. 2011. Investigation of pH effect and UV radition
on kinetic degration of anthocyanin mixture axtracted from Hisbiscus acetosella Food
Chem 125: 1020-1027.DOI:10.1016/j.foodchem.2010.10.005.

Mizura, S., Tee,S.S., Ooi,H.E. (1991). Determination of boric acid in foods: Comparative
study of three methods. Journal of the Science of Food and Agriculture. 55(2):261 –
268
Muzdhalifah P, Jemmy A, Citra G. 2014. Analisis Boraks Pada Mie Basah Yang Dijual Di
Kota Manado. Jurnal Ilmu Farmasi. 3 (2). 73-76

Noordiana, N., Fatimah, A. B. &Farhana, Y. C. B. (2011). Formaldehyde content and


quality characteristics of selected fish and seafood from wet markets. International
Food Research Journal. 18, 125-13.
Ro´zyo, T.K., Zabin_´ska, A., Ro´zyo-Kalinowska, I., 2002. Use of OPLC for quantitation of
HCHO, as the dimedone adduct, in human saliva in different dental pathologies. JPC-J.
Planar Chromatogr. – Mod. TLC 15, 19–22.
Saifuddin Azwar. (2010). Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Schwinn, K.E. and K.M. Davies. 2004. Flavonoids, p. 92–149. In: Davies, K.M. (ed.). Plant
pigments and their manipulation. Annu. Plant Rev. 14. Blackwell, Oxford, UK.
Siegel E and Wason S, 1986. Boric acid toxicity. Pediatric Clinics of North America, 33,
363–367.
Stokinger HE, 1981. Boron. In: Patty‘s Industrial hygiene and toxicology, 2B, Toxicology,
3rd edn. Eds Clayton GD and Clayton FE. John Wiley & Sons, New York, USA

Strack D, Vogt T, Schliemann W .(2003). Recent advances in betalain research.


Phytochemistry 62: 247–269

Subiyakto, M.G. (1991). Bakso Boraks dan Bleng. PT Gramedia: Jakarta


Suda I, Oki T, Tanaka M, Nakayama H, Yoshinaga M. 2011. Enlargement of anthocyanin
pigments in amount and composition of anthocyanin pigment in sweetpotato storage
root and their effect on the difference in DPH radical-scavening activity. Hortic-
Amsterdam 127: 469-474. DOI.10.1016/j. Scienta.2010.10.010
Teshima D, Morishita K, Ueda Y, Futagami K, Higuchi S, Komoda T, Nanishi F,
Taniyama T,Yoshitake J and Aoyama T, 1992. Clinical management of boric acid
ingestion: pharmacokineticassessment of efficacy of hemodialysis for treatment of
acute boric acid poisoning. Journal of Pharmaco-biodynamics, 15, 287–294.
Tomkins, B., McMahon, J., Caldwell, W., Wilson, D., 1989. Liquid chromatographic
determination of total formaldehyde in drinking water. J. Assoc. Official Anal. Chem.
72, 835–839.
Trejo-Tapia, G., Jimenez-Aparicio, A., Rodriguez, M., Sepulveda, G., Salcedo, G., Martinez,
B., Gutierrez, G., De Jesus, A., 1999. Influence of medium constituents on growth and
betalain production in cell suspension cultures of Beta vulgaris. Asia-Pac. J. Mol. Biol.
Biotechnol 7, 167–172.
Turoski, V., 1985. Formaldehyde: Analytical Chemistry and Toxicol-ogy. American
Chemical Society, Washington, DC.
Wang YJ, Pan MH, Cheng AL. Stability of curcumin in buffer solutions and characterization
of its degradation products. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 15,
1997, 867–876.

Anda mungkin juga menyukai