Anda di halaman 1dari 33

PEMBESARAN UDANG GALAH

(Macrobrachium rosenbergii, de Man)

Disampaikan pada Safari Pelatihan Pembesaran Udang Galah (Macrobrachium

rosenbergii, de Man) Bagi Masyarakat Perikanan di Kabupaten Tegal, Jawa

Tengah

Oleh : Tim Budidaya BPPP Tegal

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Tegal

Tahun 2014
PENGENALAN UDANG GALAH

1. KLASIFIKASI UDANG GALAH


Sebelum mempelajari teknik budidayanya, marilah kita mengenal lebih jauh
perihal udang ini, baik pengenalan species, karakteristik maupun sifat-sifatnya.
Klasifikasi udang galah (Mudjiman, 1983) :
Phyllum : Arthropoda
Subphyllum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Palamonidae
Subfamil : Palamoniae
Genus : Macrobrachium
Species : Macrobrachium rosenbergii, de Man

2. KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT UDANG GALAH


2.1 Karakteristik Morfologis
Secara umum, udang galah mempunyai karakteristik morfologis sebagai berikut
:
 Tubuh beruas–ruas sebanyak 5 ruas yang masing-masing dilengkapi sepasang
kaki renang; kulit keras dari chitin; pelura ke dua menutupi pleura pertama dan
ke tiga;
 Badan terbagi tiga bagian : kepala+dada (cephalothorax); badan (abdomen);
dan ekor (uropoda);
 Cephalothorax dibungkus karapas (carapace);
 Tonjolan seperti pedang pada carapace disebut rostrum dengan gigi atas
sejumlah 11-15 buah dan gigi bawah 8-14 buah.;
 Kaki jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat panjang dan besar,
panjangnya bisa mencapai 1,5 kali panjang badan, sedang pada udang betina
pertumbuhan tidak begitu mencolok;
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi udang galah (Macrobrachium rosenbergii, de Man).
Keterangan: 1. Rostrum; 2. Kepala+dada (cephalothorax); 3. Badan
(abdomen); 4. Ekor (uropoda); 5. Mata; 6-7. Antena, antenula; 8. Capit (ukuran
besar/panjang pada jantan); 9. Kaki jalan (pleopoda); 10. Kaki renang (peripoda).

2.2 Karakteristik Habitat/Biologis dan Sifat-sifatnya


Sedang karakteristik habitat/biologis udang galah adalah:

 Memiliki dua habitat yaitu air payau salinitas 5-20 ppt (stadia larva-juvenil), dan
air tawar (stadia juana-dewasa) (Gambar 2);
 Matang kelamin umur 5 – 6 bulan (mendekati muara sungai untuk memijah lagi;
 Mengalami beberapa kali ganti kulit (molting) yang diikuti dengan perubahan
struktur morfologisnya, hingga akhirnya bermorfologis menjadi juvenil (juana);
Selain morfologi, untuk membudidayakan ikan/udang perlu diketahui sifat-
sifatnya; beberapa sifat yang penting diketahui antara lain adalah :

 Euryhalin, yaitu dpt hidup pada kisaran salinitas yg lebar (0-20 ppt);
 Omnivora, yaitu pemakan segala (tumbuhan dan hewan);
 Pada stadia larva, udang galah memakan plankton hewani (zooplankton),
seperti rotifera, protozoa, cladocera, dan copepoda;
 Stadia Post larva, juvenil, dan dewasa : memakan cacing, serangga air, udang
renik, telur ikan, ganggang, potongan tumbuh – tumbuhan air, potongan hewan,
jasa penempel, hancuran biji – bijian dan buah – buahan, siput, dan
sebagainya, juga memakan jenisnya sendiri (kanibal, khususnya ketika
molting);
 Nokturnal, yaitu aktif makan malam hari. Jika lingkungan hidupnya dapat dibuat
relatif gelap udang akan aktif makan walaupun siang hari;
Gambar 2. Daur hidup udang galah.

 Larva bersifat planktonis, aktif berenang, tertarik oleh cahaya tetapi menjauhi
sinar matahari;
 Pada stadium pertama (I), larva cenderung berkelompok dekat permukaan air
dan semakin lanjut umurnya akan semakin menyebar dan individual serta suka
mendekati dasar. Di alam larva hidup pada salinitas 5 – 10 0/00.

2.3 Tanda-tanda Udang Galah Jantan dan Betina


Perbedaan antara udang jantan dan udang betina adalah sebegai berikut:
Bentuk badang udang jantan dibagian perut lebih ramping dan ukuran pleuron
lebih pendek, sedang pada betina bagian perut tumbuh melebar dan pleuron agak
memanjang. Letak alat kelamin jantan pada pasangan kaki jalan ke lima, pada betina
pada pasangan kaki jalan ke tiga. (Gambar 3).

Udang jantan (Gambar 3):

 Relatif lebih besar;


 Pasangan kaki jalan yang kedua relatif lebih besar dan panjang (bahkan dapat
mencapai 1,5 kali panjang total tubuhnya);
 Bagian perut lebih ramping;
 Ukuran pleuron lebih pendek;
 Alat kelamin jantan terdapat pada di antara pasangan kaki jalan kelima;
Udang betina (Gambar 3):

 Tubuh lebih kecil, badan agak melebar, demikian pula kaki renangnya,
membentuk ruang untuk mengerami telur (broodchamber);
 Pleuron memanjang;
 Pasangan kaki jalan kedua tetap tumbuh lebih besar, tetapi tidak sebesar dan
sepanjang udang jantan;
 Alat kelamin terletak pada pasangan kaki ke tiga, merupakan suatu lubang
yang disebut thelicum.

Gambar 3. Perbedaan udang galah jantan dan betina.


Udang galah jantan (a); betina (b); alat kelamin jantan (c), dan alat kelamin betina (d)

Khusus untuk ukuran kaki jalan pada udang galah yang dikenal berukuran
panjang/besar, telah dihasilkan varietas yang bercapit lebih kecil yaitu yang disebut Gi-
Makro (seperti pada Gambar 3a). Capit yang lebih kecil ini mempunyai keunggulan
tersendiri.
PEMBESARAN UDANG GALAH SISTEM MONOKULTUR

1. PERSYARATAN LOKASI PEMBESARAN UDANG GALAH


Lokasi budidaya yang baik akan mendukung keberhasilan usaha budidaya.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi
budidaya/pembesaran udang galah adalah sebagai berikut:

 Jenis tanah : lumpur berpasir;


 Air memadai untuk pengelolaan budidaya dengan sistim air mengalir (flow-
through system);
 Akses dan komunikasi baik;
 Mudah memperoleh sarana produksi (saprodi);
 Tenaga kerja tersedia;
 Keamanan terjamin.
Jenis tanah lumpur berpasir dimaksudkan mempunyai tingkat kesuburan yang
cukup tinggi dan tidak berpengaruh jelek terhadap air media budidaya di dalamnya.
Kecukupan air untuk terselenggaranya budidaya sistim air mengalir sangat penting
artinya. Adanya pergantian air yang terus menerus akan memberikan suplai oksigen
dan unsur hara secara terus menerus. Selain itu, pergantian air yang terus menerus
memnberikan suasana segar dan menunjang pengeluaran kotoran dan senyawa-
senyawa terlarut yang bersifat merugikan/toksik. Lokasi dengan akses yang baik akan
menunjang efektivitas dalam suplai sarana produksi dan memperlancara pemasaran
hasil budidaya.

2. SARANA DAN PRASARANA


Kolam yang dipergunakan adalah kolam tanah, dengan ukuran sebaiknya
minimal 500 m2. Sumber air harus mempunyai kualitas yang baik dan mencukupi
kebutuhan untuk pengelolaan air kolam sistim mengalir (flow-through) dan tersedia
sepanjang tahun. Kolam sebaiknya mempunyai kemalir, petak penangkapan, dan
dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pipa pengeluaran. Ketinggian pematang paling
tidak 1 m. Kolam sebaiknya tidak bocor atau rembes, karena akan pengelolaan air
akan terganggu. Contoh salah satu kolam untuk budidaya udang galah disajikan pada
Gambar 4.
Meski kemalir atau caren tidak wajib ada, namun demikian bagian yang lebih
dalam ini bermanfaat untuk persembunyian udang ketika cuaca panas, pengumpulan
kotoran, dan membantu dalam proses pemanenan.
Selain kolam, sejumlah fasilitas pendukung antara lain adalah gudang pakan,
bahan dan peralatan lain sperti anco, timbangan, dll.

Gambar 4. Contoh desain kolam budidaya udang galah.


Keterangan: a. Pematang; b. Pelataran; c. Kemalir (caren); d. Petak
penangkapan; e. Pipa pemasukan (inlet); f. Monik (outlet); g. Saluran pasok/suplai; h.
Saluran buang.

3. PERSIAPAN LAHAN
Beberapa tahapan yang penting dalam mempersiapkan kolam budidaya adalah
sebagai berikut :
o pengeringan kolam;
o pengolahan tanah dan perbaikan tanggul sewrta caren;
o Pengapuran : untuk tanah dengan pH 6,5–7 :10 – 20 g/m2;; sedang untuk
tanah dengan pH 5 – 6 : 40 – 75 gram/m2;

Gambar 5. Proses Pengapuran Lahan


o Pemupukan : pupuk kandang 200–500 g/m2; dan urea dan TSP 5 – 10 g/m2
setelah isi air 3 hari;
o Pemasangan shelter;

Gambar 6. Shelter Udang Galah

o Pengisian air kolam, dilakukan secara bertahap guna memberikan waktu


berkembangnya pakan alami.
Shelter berfungsi selain untuk perlindungan terhadap predasi (pemangsaan),
juga dapat berfungsi untuk perluasan substrat dasar kolam sehingga memungkinkan
peningkatan padat tebar. Dengan fungsi yang terakhir maka jumlah produksi dapat
ditingkatkan.

4. PENGADAAN BENIH
4.1 Sumber Benih
Benih diperoleh dari Panti Benih (hatchery), diutamakan yang telah tersertifikasi.
Benih kualitas baik dimaksud adalah yang sesuai dengan SNI 01- 6486.2 – 2000
tentang Benih Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii, de Man) kelas benih sebar.
4.2 Pengadaan Benih
Benih berkualitas baik : ukuran seragam dan gerakannya lincah. Benih kualitas
baik dimaksud adalah yang sesuai dengan SNI 01- 6486.2 – 2000 tentang Benih
Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii, de Man) kelas benih sebar.
Kriteria kuantitatif tokolan udang galah :
 Umur dari telur : lebih dari (>) 50 hari;
 Panjang : 25 – 30 mm;
 Berat : 1400 – 2600 mg;
 Kesehatan/bebas penyakit : 80%;
 Keseragaman populasi : 80%;
 Daya tahan terhadap :
* penurunan salinitas 30 ke 0 ppt : > 80%
* penurunan suhu 30 ke 10oC : > 80%
* perendaman formalin 500 ppm : > 80%
 Rangsangan terhadap cahaya dan aerasi : + (positif)

Gambar 7. Juvenil Udang Galah

4.3 Transportasi Benih


Dengan banyaknya usaha pembesaran menyebabkan kebutuhan benih udang
galah meningkat, sehingga untuk memnuhi kebutuhan benih biasanya mendatangkan
benih dari luar daerah. salah satu aspek penting dalam kegiatan budidaya adalah
menjaga kesehatan benih saat pengangkutan benih dari tempat pembenihan ke lokasi
budidaya.
Dalam pengangkutan benih perlu diperhatikan beberapa hal berikut :
a. Transportasi Juvenil
 Plastik ukuran lebar 40 cm panjang 80 cm
 Volume air 5 liter
 Kapasitas 1.000 - 2.000 ekor
 Waktu max pengangkutan 12 jam
Gambar 8. Pengangkutan juvenil udang galah

b. Transportasi tokolan
Sistem Terbuka :
- Wadah dari bak/drum plastik
dengan kapasitas 200 liter
- Kapasitas 500 - 1.000 ekor
- Perlu disediakan aerasi
selama pengangkutan
- Waktu max pengangkutan 10
- 12 jam

Gambar 9. Pengangkutan tokolan udang


galah sistem terbuka
Sistem Tertutup :
- Wadah dari platik ukuran lebar
50 cm, panjang 100 cm
- Kapasitas 250 - 750 ekor
- Diberikan oksigen murni
- Waktu max pengangkutan 10 -
12 jam

Gambar 10. Pengangkutan tokolan udang galah


sistem tertutup
5. PENEBARAN BENIH
5.1 Aklimatisasi
Benih ditebar setelah melalui proses aklimatisasi untuk menghindari stres pada
udang. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengapungkan kantong berisi juvenil
udang galah selama 15 – 30 menit di kolam atau hingga timbul titik – titik air pada
plastik yang menandakan bahwa suhu air kolam dan suhu air dalam kantong telah
sama. Selanjutnya kantong dibuka dan air kolam dimasukkan secara perlahan hingga
semua juvenil keluar.

Gambar 11. Proses Aklimatisasi


5.2 Padat Tebar
Penebaran benih dilakukan satu minggu setelah persiapan kolam secara
lengkap. Jumlah udang yang ditebar disesuaikan dengan luasan kolam dengan
mengacu pada padat tebar yang digunakan sesuai dengan ketentuan SNI atau dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Penebaran dan pemeliharaan udang galah
Tokolan
No. Parameter Satuan Juwana
Bak Kolam
1 Pupuk Organik g/m2 - - 200 - 500
2 Penebaran
- Padat tebar Ekor/m3 80.000 1.000 100
- Ukuran Gr/ekor 0,0001 0,002 0,002
3 Pakan
- tingkat pemberian % /hari 30 20 20
- frekuensi pemberian Kali/hari 8 4 4
4 Waktu Pemeliharaan hari 31 - 40 80 100
5 Panen
- sintasan % 40 70 75
- ukuran gram 0,002 1 2

Gambar 12. Penebaran Udang Galah

6. PEMELIHARAAN UDANG GALAH


6.1 Pengelolaan pakan
Pakan yang digunakan dalam pembesaran udang galah adalah pellet komersial
dengan kandungan protein minimal 30%. Dosis pemberian pakan : tahap tokolan yaitu
10% dari berat biomasa, dan menurun pada tahap selanjutnya hingga 3% dari berat
total udang sesuai dengan umur udang yang dipelihara sampai panen ukuran udang
konsumsi yaitu size 20-30 (Tabel 1).

Gambar 13. Pakan Udang Galah (a) berbagai ukuran pakan (b)
Tabel 2. Analisis Proksimat Pakan Udang Galah

Kandungan Kadar

Protein Min 30 %

Lemak Min 5 %

Serat Kasar Maks 4 %

Kadar Abu Maks 10 %

Kadar air Maks 12 %

6.2 Pengelolaan kualitas air


Secara garis besar, pengelolaan kualitas air meliputi :

 Sistim air mengalir selalu dipertahankan;


 Dsilakukan pemupukan ulangan bila densitas plankton kurang optimal, yang
ditandai dengan semakin cerahnya air;
 Kualitas air yang perlu dimonitor adalah suhu, pH, dan DO;
Suhu yang baik berkisar antara 25 – 30 ⁰C, pH 6,5 – 8,5, dan DO antara > 5
ppm.

6.3 Monitoring Pertumbuhan


Beberapa pedoman cara pengukuran dan pemeriksaan

a. Cara menentukan umur dan stadia : dihitung dari sejak telur menetas
b. Cara mengukur panjang badan total tokolan : dimulai dari rostrum hingga
uropoda dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris dalam satuan
milimeter (mm).
c. Cara mengukur bobot tubuh tokolan : dilakukan dengan menggunakan
timbangan analitis dalam satuan miligram (mg);
d. Metoda pengambilan contoh. Metoda pengambilan contoh tokolan untuk
pemeriksaan dan pengujian dilakukan secara acak dari populasi sebanyak 10
% atau minimal 30 ekor.
Gambar 14. Monitoring pertumbuhan dengan anco

e. Cara mengukur keseragaman benih udang : dilakukan dengan membandingkan


ukuran sampel benih. Benih udang dikategorikan berukuran seragam bila 80 %
dari populasi benih relatif sama, dan kurang dari 20 % berukuran lebih kecil
atau lebih besar dari ukuran rataan.
f. Cara mengukur ketahanan dan kesehatan : dilakukan dengan cara memberikan
guncangan/perubahan yang mendadak; seperti salinitas, suhu air dan
pengentasan dengan menggunakan bahan kimia, seperti formalin,
malachytegreen dan kalium pemanganat. Benur yang sehat mempunyai
ketahanan tubuh yang kuat atau tahan terhadap guncangan/perubahan
tersebut.
1) Cara menguji penurunan salinitas : dilakukan dengan cara memindahkan
benur dari air media pemeliharaan (30 ppt -35 ppt) ke salinitas 0 secara
mendadak. Selanjutnya dilakukan pengamatan selama 15 menit. Toleransi
kematian benur kurang dari 20%.
2) Cara menguji penurunan suhu: dilakukan dengan memindahkan benur dari
media pemeliharaan (suhu 28 ⁰C – 32 ⁰C) ke suhu air 10 ⁰C secara
mendadak. Pengamatan dilakukan selama 1-2 jam, kemudian hitung
persentase kematiannya. Toleransi kematian benur kurang dari 20 %.
3) Cara menguji dengan perendaman formalin: dilakukan dengan cara
merendam benur ke dalam larutan formalin 500 ppm selama 15 menit,
kemudian dihitung persentase benur yang mati dan toleransi kematian
benur kurang dari 20 %.
g. Cara pemeriksaan kesehatan benih udang:
1) Pengamatan secara visual dilakukan untuk memeriksa ektoparasit dan
morfologi.
2) Pengamatan secara mikroskopis untuk menentukan adanya bakteri dan
virus pada udang dilakukan di laboratorium.

7. PEMANENAN
Sesudah periode pemeliharaan 3 hingga 5 bln. udang bisa diapanen. Pada
waktu panen keseluruhan ukuran beragam beratnya yakni 20 – 50 gram per ekor. Ada
dua cara pemanenan yaitu :

Gambar 15. Udang Galah Siap Panen

7.1 Panen Selektif/Sebagian


Panen sebagian dilakukan bila masih ada udang yang ukurannya belum
mencapai ukuran konsumsi/yang dikehendaki. Caranya adalah dengan menyurutkan
air hingga kedalaman 20-30 cm, kemudian udang dipanen menggunakan waring
dengan mata jaring 4 mm. Udang yang masih kecil (<30 ekor/kg) dikembalikan lagi
untuk dilanjutkan pemeliharaannya.

7.2 Panen Total


Panen total dilakukan setelah udang mencapai ukuran 20-30 ekor/kg. Caranya
adalah dengan menyurutkan air hingga kedalaman 20-30 cm, kemudian udang
dipanen menggunakan waring dengan mata jaring 4 mm. Dalam pemanenan
sebaiknya kolam selalu dialiri air secukupnya agar kondisi udang tetap sehat.
Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari ketika cuaca tidak terlalu panas.
Gambar 16. Pemanenan : (a) dengan jala (b) Panen Total

7.3 Pengemasan
Pengemasan dan pengangkutan udang hasil panen bisa dilakukan dalam
keadaan mati maupun dalam keadaan hidup. Dalam pengemasan dalam keadaan
hidup, perlu dilakukan penurunan suhu agar tingkat metabolisme menurun, dengan
demikian menurunkan tingkat aktifvitas udang dan menurunkan pengeluaran
kotoran/feses. Pengemasan udang dalam keadaan segar dilakukan dalam wadah dan
dicampur es curah. Sebelum dikemas, udang terlebih dahulu dicuci bersih.
Penanganan/pengemasan dalam suhu dingin (prinsip rantai dingin) dan bersih
merupakan sebagian realisasi princip penjagaan mutu udang segar yang sangat
penting guna menjada mutu udang segar yang tinggi. Pencucian dimaksudkan
membersihkan kotoran dan lendir yang merupakan sumber penyakit. Demikian pula
suhu dingin untuk menghambat tingkat kemunduran mutu baik secara mikrobiologis
(berkembangnya organisme pembusuk), maupun kemis (perombakan senyawa secara
mimiawi). Proses pengemasan dan pengangkutan udang diilustrasikan pada Gambar
17 dibawah ini.
Gambar 17. Pengemasan dan pengangkutan.

8. MENJAGA KESEHATAN UDANG GALAH


8.2 Tindakan diagnosa.
Monitoring kesehatan pada budidaya yang sedang berjalan adalah termasuk
dalam tindakan Diagnosa Level 1, yang meliputi :
pengamatan langsung terhadap Lingkungan;
Perubahan tingkah laku dan gejala klinis.
Bila diperlukan maka dapat dilanjutkan ke Diagnosa Level 2 yaitu pemeriksaan
contoh di laboratorium. Untuk dapat melaksanakan tindakan diagnosa level 1,
diperlukan pengetahuan tentang komponen yang menjadi pemicu timbulnya penyakit
pada biota budidaya, dan hal ini akan dijelaskan pada bahasan berikut.
8.2 Komponen Pemicu Penyakit
Komponen pemicu penyakit adalah: inang (host), patogen (pathogen) dan
lingkungan (environment). Penyakit akan terjadi jika terdapat interaksi diantara inang,
patogen dan lingkungan. Semakin buruk ketiga komponen tersebut maka semakin
hebat dan cepat penyakit yang diakibatkannya. Skema selengkapnya tentang
terjadinya penyakit disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 18. Hubungan inang, patogen dan lingkungan terhadap terjadinya
penyakit

8.3 Teknik Pengamatan Secara Visual


Teknik pengamatan secara visual ditujukan untuk mengetahui kondisi
kesehatan ikan/udang secara sederhana dan dapat dilakukan langsung di lapangan
(on spot). Teknik tersebut sangat banyak membantu dalam penentuan penyakit yang
ada dan memudahkan dalam pengendalian yang akan dilakukan.

8.4 Pemeriksaan gejala klinis udang sakit di lapangan sebagai sampel


Gejala klinis ikan yang diduga sakit harus juga dilakukan, yakni dengan
mengambil sampel ikan tersebut dengan cara mengamati gejala klinisnya seperti,
adanya luka, ikan gelisah dan menggosok-gosokkan ke substrat/dinding wadah, pucat,
tidak banyak bergerak, nafsu makan menurun, megap-megap dipermukaan, dsb.

8.5 Pemeriksaan mikroskopis di lapangan


Jika memungkinkan pemeriksaan mikroskopis juga dilakukan, dengan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 hingga 400x. Indikasi yang
diharapkan adalah menduga adanya patogen tertentu seperti protozoa, jamur, atau
bahkan bakteri meski tidak dapat secara langsung. Dapat dengan mengirim sample ke
laboratorium terdekat.

8.6 Beberapa Contoh Penyakit


Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas keberhasilan pembenihan
udang galah. Penyakit yang biasa timbul pada udang galah adalah antara lain adalah
a) Penyakit bakterial yang berupa Vibrio sp. dengan ditandai oleh :
semacam stress,
fluorisensi pada larva yang mati; dan
terjadi kematian massal dalam waktu yang singkat.
Untuk mencegah terjadinya serangan bakterial perlu adanya “Chlorinisasi”
media dan pengeringan fasilitas selama 7 hari, jika sudah terserang pengobatannya
menggunakan Furozolidone dengan dosis 10‐15 ppm, dengan cara perendaman
selama 3 hari.
b) Black Spot.
Timbul bintik hitam yang disebebkan oleh bakteri, dan diikuti dengan
berkembangnya jamur pada tubuhnya. Banyak menyebabkan kematian serta
penurunan mutu udang. Cara mengatasi adalah dengan pemberian obat-batan anti
bakterial yang diaplikasikan secara oral melalui pakan.
c) Udang terserang penyakit dengan tubuh warna kehijauan, berlumut pada
tubuhnya
Lumut warna hijau yang menempel pada udang merupakan akumulasi
beberapa organisme terutama dari jenis-jenis protozoa, yaitu Vorticela sp., Epistylis
sp., dan Acineta sp. Aplikasi obat-obatan pembasmi alga yang dikombinasikan dengan
pembersihan dasar kolam serta perbaikan kualitas air akan dapat mengurangi
serangan penyakit ini.

Gambar 19. Udang terserang penyakit. Kiri: hijau/lumut; kanan: ekor putih
(diduga virus).

Tindakan pencegahan terhadap timbulnya penyakit.


Beberapa hal yang perlu dilakukan agar penyakit tidak berkembang antara lain
adalah sebagai berikut:
a) Menerapkan biosekuriti, baik di pintu-pintu masuk maupun dalam proses
budidaya
b) Memastikan bahwa air pasok bebas pencemaran, bebas dari organisme
penyakit, termasuk yang dibawa oleh carriers (binatang lain baik ikan dll.);
c) Mengkarantina udang yang masuk dari luar;
d) Padat tebar jangan terlalu tinggi.
e) Menjaga lingkungan budidaya agar selalu dalam keadaan prima dan
menangani limbah budidaya demikian rupa hingga tidak mencemari lingungan
sekitarnya;
f) Mengadministrasikan/mendokumentasikan proses produksi dan treatmen-
treatmen yang dilakukan.
Dalam pengelolaan kesehatan, pada dasarnya penggunaan bahan-bahan kimia
dan obat-obatan untuk tindakan pencegahan penyakit ditekan seminimal mungkin.
Jenis-jenis bahan kimia yang dilarang tidak digunakan. Air buang bekas pengobatan
atau tindakan desinfeksi dll harus ditangani agar supaya tidak mencemari lingkungan
termasuk masuknya ke dalam tanah. Adapun bahan kimia dan obat-obatan yang
direkomendasikan atau bisa dipergunakan antara lain adalah oksitetrasiklin,
furazolidon, tetrasiklin, formalin dan kaporit.
PEMBESARAN UDANG GALAH DI TANAMAN PADI (UGADI)

Budidaya udang galah bersama padi merupakan pemeliharaan ikan di sawah


yang dilakukan bersama dengan tanaman padi. Lama pemeliharaan adalah sejak
benih padi ditanam sampai penyiangan I, penyiangan II atau sampai tanaman padi
mulai berbunga, kira-kira umur tanaman padi 50 hari. Sistem budidaya minapadi ini
sering disebut sebagai sistem tumpangsari.

1. PERSIAPAN LAHAN.
- Sawah dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan penanaman padi dan
pemeliharaan udang galah
- Tanah diolah atau dibajak sampai lumpur mencapai 15 – 30 cm, dengan
perbandingan lumpur dan air 1 : 1
- Pembuatan parit/caren untuk udang galah berukuran lebar 1 m dengan
kedalaman 60 – 75 cm
- Penanaman padi

Gambar 20. Lahan Udang Galah di Tanaman Padi

2. PEMUPUKAN PADI
Pada pemupukan dasar, pupuk ditaburkan secara merata pada keadaan sawah
masih melumpur. Urea dan SP-36 tidak dianjurkan untuk dicampurkan pada saat
penaburan. Pada pemupukan susulan, air dalam petakan diusahakan dalam keadaan
macak-macak sebelum penebaran (udang galah berada pada kemalir atau diungsikan
terlebih dahulu). Pupuk ditaburkan diantara barisn tanaman atau ditebar secara
merata. Benamkan pupuk dengan landak sambil menyiang atau diinjak-injak khusus
agar bisa terbenam pada kedalaman lebih dari 3 cm.
3. PENEBARAN UDANG GALAH
Padat penebaran dan ukuran benih ikan disesuaikan dengan tujuan
penanaman penanaman. Udang galah yang ditebar berukuran 5 – 8 gram/ekor
sebanyak 2 ekor/m2. Jadwal tanam udang galah pada budidaya minapadi sesuai
dengan ukuran udang galah dan lama pemeliharaan.

4. PEMELIHARAAN
- Apabila pertumbuhan padi tidak normal (anakan kurang) turunkan permukaan air
sampai 5 cm selama 2 – 4 hari guna memberi kesempatan padi untuk bertunas.
- Untuk pakan udang galah diberikan pekan berupa pellet (protein 30 %) sebnayak
1 % dari berat badan udang/hari dengan frekuensi 3 kali sehari.
- Selama masa pemeliharaan kedalaman air di pelataran 10 – 15 cm dan parit
30 – 40 cm.
- Pemasukan dan pengeluaran air dilakukan berdasarkan grafitasi.
- Lemanya pemeliharaan udang galah tergantung pada ukuran benih dan
besarnya udang galah yang hendak dipanen.

5. PEMANENAN UDANG GALAH


- Pemanenan udang galah sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari pada
saat suhu udara rendah.
- Pengeringan petakan pada waktu panen harus dilakukan perlahan – lahan agar
udang galah dapat mencapai parit.
- Keluarkan air pada bagian kemalir agar ikan berkumpul pada kemalir tersebut
samai ketinggian air mencapai 3 – 5 cm.
- Air yang terkumpul ditangkap dan ditampung dalam hapa yang ditempatkan pada
air mengalir. Setelah petakan kering, air dapat dialiran kembali agar udang galah
yang masih tersisa dalam petakan dapat terselamatkan
- Setelah masa pemeliharaan selama 90 hari dihasilkan udang ukuran konsumsi
(25 – 35 g/ekor) sebanyak 15.000 – 16.000 ekor setara dengan 450 kg.

6. PENGENDALIAN HAMA PADI DAN UDANG GALAH


Untuk mengantisipasi serangan hama padi pada daerah-daerah endemik,
dapat digunakan pestisida alami seperti saponim (terdapat dalam biji teh), retenone
(terdapat dalam akar tumbuhan) dan nikotine (terdapat dalam daun tembakau) yang
diberikan bersamaan dengan pemupukan dasar. Jenis pestisida seperti Boss 250 EC,
Dyvon 95 SP dan Fish free juga dapat digunakan pada budidaya minapadi.
Penyemprotan dilakukan 1- 2 hari seblum penbaran baenih pada pagi atau sore
hari dan air dallam petakan sawah setinggi 30 – 40 cm, penyemprotan ulang
dilakuakan seminggu sekali selama masa pemeliharaan.
Hama udang galah terdiri dari ulat, belut, ikan gabus, ikan biawak (sero),
burumg kuntul, dan kuang-kuang. Untuk mengendalikan hama ulat digunakan bubu
perangkap.
SNI : 01- 6486.2 - 2000

SNI
Standar Nasional Indonesia

Benih udang galah (Macrobranchium rosenbergii de Man)


kelas benih sebar
DAFTAR ISI

Pendahuluan
1 Ruang Lingkup
2 Acuan
3 Deskripsi
4 Istilah
5 Klasifikasi
6 Persyaratan Produksi
7 Cara pengukuran dan pemeriksaan
Pendahuluan

Standar benih udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) kelas benih


sebar disusun sebagai upaya meningkatkan jaminan mutu (quality assurance),
mengingat produk benih udang galah kelas benih sebar banyak
diperdagangkan serta mempunyai pengaruh terhadap produk akhir yang
dihasilkan sehingga diperlukan persyaratan-persyaratan teknis tertentu.
Standar benih udang galah kelas benih sebar diterbitkan oleh Badan
Standardisasi Nasional (BSN) sebagai pihak yang berwenang
mengkoordinasikan standar sesuai dengan Keppres RI No. 13 tahun 1997
Standar benih udang galah kelas benih sebar dimaksudkan untuk dapat
dipergunakan oleh produsen benih, penangkar dan instansi yang memerlukan.
1 Ruang Lingkup
Standar benih Udang Galah kelas benih sebar meliputi : definisi, istilah,
klasifikasi dan persyaratan kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif serta
pengukuran dan pemeriksaan.

2 Acuan
Penyusunan standar benih udang galah kelas benih sebar menggunakan acuan
dari :
a) Keputusan Menteri Pertanian No. 26/Kpts/OT.210/1/98 tentang Pedoman
Pengembangan Perbenihan Perikanan Nasional dalam konsiderans.
b) Pedoman penulisan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh
Badan Standardisasi Nasional (Pedoman 8 –tahun 2000)
c) Data dan informasi teknik dari pihak yang terkait yaitu Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan (Puslitbangkan), Perguruan Tinggi, Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan.
d) Hasil penelitian dan perekayasaan produksi induk/benih udang galah oleh
UPT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), dan
UPT Direktorat Jenderal Perikanan.

3 Deskripsi
a) Benih udang galah adalah jenis benih udang yang secara taksonomi
termasuk species Macrobranchium rosenbergii de Man bersifat euryhaline
yang daerah penyebarannya di perairan laut tropis wilayah Indo Pacific
b) Nauplii udang galah adalah larva yang berasal dari telur udang yang baru
menetas dan mempunyai bentuk, ukuran dan umur tertentu (Nauplius 1 –
Nauplius 6)
c) Benur (Pasca Larva – PL) udang galah adalah tingkatan larva udang lanjutan
yang bentuk morfologinya seperti udang dewasa serta mempunyai ukuran
dan umur tertentu (PL 10 – PL 20)
d) Tokolan udang galah adalah benih udang yang bentuk morfologinya seperti
udang dewasa serta mempunyai ukuran dan umur tertentu ( > PL 40) serta
lebih mampu menyesuaikan terhadap lingkungan tambak.

4 Istilah
a) Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk pokok, induk dasar
atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar.
b) Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan yang
dihasilkan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara pemulia.
c) Induk dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk ikan keturunan
pertama
dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar.
d) Induk pokok (Parent Stock, PS) adalah induk ikan keturunan pertama dari
induk dasar atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk
pokok.

5 Klasifikasi
Nauplii, benur dan tokolan udang galah kelas benih sebar digolongkan dalam 1
(satu) tingkatan mutu berdasarkan kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif.

6 Persyaratan produksi
6.1. Kriteria kualitatif
6.1.1. Nauplii
a) Warna : warna tubuh kehitaman, keabu-abuan, tidak pucat
b) Gerakan : berenang aktif, periode bergerak lebih lama dibandingkan dari
periode diam
c) Kesehatan dan kondisi tubuh : sehat terlihat bersih, tidak berlumut, organ
tubuh normal
d) Keseragaman : secara visual ukuran nauplius seragam
e) Respon terhadap rangsangan : bersifat fototaksis positif atau respon
terhadap cahaya
f) Daya tahan tubuh ; dengan mematikan aerasi beberapa saat, nauplius yang
sehat akan berenang kepermukaan air.
6.1.2 Benur
a) Warna tubuh: transparan, kecoklatan atau kehitaman, tidak pucat, punggung
tidak berwarna keputihan atau kemerahan
b) Gerakan : berenang aktif, menentang atau menyongsong arus
c) Kesehatan dan kondisi tubuh : sehat setelah mencapai ukuran PL 10,
organorgan
tubuhnya lengkap, maxilla, mandibulla, antenulla dan ekor membuka,
hepato pancreas transparan, usus penuh dan gelap
d) Keseragaman : secara visual ukuran relatif seragam
e) Pertumbuhan : normal, ukuran tubuh berimbang dengan umur pasca larva
f) Respon terhadap rangsangan : responsif, benur akan menjentik menjauh
dengan adanya kejutan atau jika wadah sampel benur diketuk dan akan
berenang mendekati sumber cahaya jika ada rangsangan cahaya serta
responsip terhadap pakan yang diberikan.
6.1.3 Tokolan
a) Asal : hasil pemeliharaan lanjutan dari benur yang dihasilkan oleh panti benih
lengkap atau skala rumah tangga
b) Warna : tidak dicirikan dengan satu warna, karena warna akan timbul akibat
pengaruh pakan serta umur pemeliharaan
c) Bentuk tubuh : lurus dan panjang
d) Kesehatan dan kondisi tubuh : sehat terlihat pada kulit atau karapas yang
bersih (mencirikan proses penggantian kulit normal), tidak cacat dan bebas
dari ektoparasit seperti jamur atau protozoa, usus penuh pakan, uropoda/ekor
mengembang sempurna, hepato pencreas transparan, usus penuh serta
gelap dan tidak terserang virus
e) Gerakan : aktif mencari makan dan melawan atau menyongsong arus serta
berenang dalam posisi mendatar dan melaju
f) Organ tubuh : lengkap dan normal
g) Keseragaman : tokolan yang berkualitas memiliki ukuran yang relatif
seragam
h) Respon terhadap rangsangan: tokolan yang sehat akan peka terhadap
rangsangan dari luar, akan meloncat dan berenang menjauh atau menyebar
jika ada rangsangan fisik (kejutan), dan akan berenang mendekati sumber
cahaya jika ada rangsangan cahaya serta responsip terhadap pakan yang
diberikan.
6.2. Kriteria kuantitatif
Kriteria kuantitatif nauplii, benur dan tokolan udang galah kelas benih sebar
lihat Tabel 1.
Tabel 1
Kriteria kuantitatif nauplii, benur dan tokolan udang windu

7 Cara pengukuran dan pemeriksaan


7.1 Cara menentukan umur dan stadia
Cara menentukan umur dihitung dari sejak telur menetas
7.2 Cara mengukur panjang badan total
7.2.1 Cara mengukur nauplii
Cara mengukur panjang nauplii dimulai dari pangkal ujung depan kepala hingga
ujung ekor dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi alat mikrometer
dengan satuan mili meter (mm)
7.2.2 Cara mengukur panjang benur
Cara mengukur panjang benur dimulai dari rostrum hingga uropoda dengan
menggunakan jangka sorong atau penggaris, dalam satuan mili meter (mm)
7.2.3 Cara mengukur panjang tokolan
Cara mengukur panjang tokolan dimulai dari rostrum hingga uropoda dengan
menggunakan jangka sorong atau penggaris dalam satuan mili meter (mm)

7.3 Cara mengukur bobot tubuh


Cara mengukur bobot tubuh benur dan tokolan dilakukan dengan
menggunakan
timbangan analitis dalam satuan miligram (mg)
7.4 Metoda pengambilan contoh
Metoda pengambilan contoh nauplius, benur dan tokolan untuk pemeriksaan
dan
pengujian dilakukan secara acak dari populasi sebanyak 10 % atau minimal 30
ekor.
7.5 Cara mengukur keseragaman
Cara mengukur keseragaman benih udang dilakukan dengan membandingkan
ukuran sampel benih. Benih udang dikategorikan berukuran seragam bila 80 %
dari populasi benih relatif sama, dan kurang dari 20 % berukuran lebih kecil
atau
lebih besar dari ukuran rataan.
7.6 Cara mengukur ketahanan dan kesehatan
Cara mengukur ketahanan dan kesehatan dilakukan dengan cara memberikan
guncangan/perubahan yang mendadak; seperti salinitas, suhu air dan
pengentasan dengan menggunakan bahan kimia, seperti formalin, malachyte
green dan kalium pemanganat. Benur yang sehat mempunyai ketahanan tubuh
yang kuat atau tahan terhadap guncangan/perubahan tersebut.
7.6.1 Cara menguji penurunan salinitas
Cara menguji penurunan salinitas dilakukan dengan cara memindahkan benur
dari air media pemeliharaan (30 ppt -35 ppt) ke salinitas 0 secara mendadak.
Kemudahan dilakukan pengamatan selama 15 menit. Toleransi kematian benur
kurang dari 20%.
7.6.2 Cara menguji penurunan suhu
Cara menguji penurunan suhu dilakukan dengan memindahkan benur dari
media
pemeliharaan (suhu 28oC–32oC) ke suhu air 10 oC secara mendadak,
pengamatan dilakukan selama 1-2 jam, kemudian hitung persentase
kematiannya. Toleransi kematian benur kurang dari 20 %.
7.6.3 Cara menguji dengan perendaman formalin
Cara menguji dengan perendaman formalin dilakukan dengan cara merendam
benur ke dalam larutan formalin 500 ppm selama 15 menit, kemudian dihitung
persentase benur yang mati dan toleransi kematian benur kurang dari 20 %.
7.7 Cara pemeriksaan kesehatan benih udang
a) Pengamatan secara visual dilakukan untuk memeriksa ekto-parasit dan
morfologi
b) Pengamatan secara mikroskopis untuk menentukan adanya bakteri dan virus
pada udang dilakukan di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Fauzan. 2009. Mondongkrak Produktivitas Udang Galah Hingga 250%. Penerbit
Swadaya. Jakarta. 115 halaman.

Aspiana, Ika. 2014. Mina Padi. Trobos. Jakarta.

Badan Standarisasi Internasional. 2000. SNI Udang Galah. Jakarta.

Indonesia Aquaculture. 2011. Teknik Pembesaran Udang Galah. Sponsored by


Tequisa Indonesia. Jakarta.

Khasani, I. 2010. Efisiensi Pembenihan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)


Melalui Penggunaan Garam Dapur Sebagai Pengganti air Laut. Loka Riset
Pemiliaan dan Teknologi Budidaya Air Tawar. Sukamandi.

Ryan, Enny Purbani T. 2006. Peluang Ekspor Udang Galah. AGRINA. Jakarta.

Sartini. 2010. Teknik dan analisa Finansial Pembesaran Udang Galah. Karya Ilmiah
Praktek Akhir. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.88 Halaman.

Sutomo, H. 20/11/2011. Pengembangan Benih Udang Galah Hasil Persilangan Induk


alam dan Induk Hasil Budidaya. TRIPOD.

Trobos. 2011. Udang Galah: Trik Meraup Untung Lebih. Jakarta.

Warta Limnologi. 2006. “Kolam Ber-apartemen” Potensial Meningkatkan Produktivitas


Budidaya Udang Galah (Macreobrachium rosenbergii). No.40. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai