Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KURANGNYA


PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI PADA KASUS STROKE

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

1. FINA FITRIYAH (P27820118052)

2. INTAN LU’LU’UL FU’ADAH (P27820118059)

3. HELA SETYAPRATIWI (P27820118072)

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SURABAYA

2019

i
PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KURANGNYA


PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI PADA KASUS STROKE

Karya Tulis Ilmiah Ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Studi Diploma III Keperawatan

OLEH:

1. FINA FITRIYAH (P27820118052)

2. INTAN LU’LU’UL FU’ADAH (P27820118059)

3. HELA SETYAPRATIWI (P27820118072)

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SURABAYA

2019

ii
SURAT PERNYATAAN

Kami menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri

dan bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari Karya Tulis Ilmiah orang lain

untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi

manapun baik sebagian maupun keseluruhan.

Surabaya, 30 Agustus 2019

Yang menyatakan

Penulis

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 30 AGUSTUS 2019

Oleh

Pembimbing,

……………………………………..

Pembimbing Pendamping,

………………………………………

Mengetahui,

Ketua Program Studi DIII Keperawatan Kampus Soetomo

Jurusan Keperawatan Poltekkes Surabaya

…………………………………….

iv
Proposal Asuhan Keperawatan

Dengan Masalah Kurangnya Pengetahuan tentang Mobilisasi pada Kasus Stroke

Telah Diuji

Pada tanggal 31 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI

Ketua Penguji

: …………………………

Penguji Anggota:

1. ……………………………… : …………………………

2. ………………………………. : …………………………

Mengetahui,

Ketua Program Studi DIII Keperawatan Kampus Soetomo

Jurusan Keperawatan Poltekkes Surabaya

…………………………………….

v
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan ......................................................................... ..i

Halaman Sampul Dalam .......................................................................... ii

Halaman Bebas Plagiasi ........................................................................... iii

Halaman Persetujuan ................................................................................ iv

Halaman Daftar Isi ................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….4
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………...4
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………..4
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...5
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis…………………………………………5
1.4.2 Manfaat Bagi Tempat Penelitian……………………………..5
1.4.3 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan………………………….5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...6

2.1 Konsep Stroke………………………………………………………6


2.1.1 Pengertian Stroke ……………………………………………….6
2.1.2 Etiologi Stroke ………………………………………..................7
2.1.3 Faktor Risiko Stroke……………………………………………..7
2.1.4 Tanda dan Gejala Stroke…………………………………………8
2.1.5 Manifestasi Klinik………………………………………………..9
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang………………………………………….10
2.1.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan……………………….10
2.2 Konsep Mobilisasi…………………………………………………..11
2.2.1 Pengertian Mobilisasi …………………………………………...11
2.2.2 Jenis Mobilisasi ……………………………………....................11
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi………………………….12
2.2.4 Mengatur Posisi Klien…………………………………………...13
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………….14
2.3.1 Pengkajian ……………………………………………………….14
2.3.2 Diagnosis Keperawatan. …………………………………………16
2.3.3 Perencanaan Keperawatan ……………………………………….17
2.3.4 Pelaksanaan Keperawatan ……………………………………….20

vi
2.3.5 Evaluasi Keperawatan……………………………………………..21
BAB 3 METODE PENELITIAN……………………………………….23
3.1. Pendekatan atau Desain Studi Kasus…………………………….23
3.2. Fokus Studi……………………………………………………….23
3.3. Definisi Operasional Fokus Studi……………………………….23
3.4. Instrumen Studi Kasus…………………………………………...24
3.5. Metode Pengumpulan Data………………………………………25
3.6. Prosedur Studi Kasus…………………………………………….25
3.7. Lokasi dan Waktu Studi Kasus…………………………………26
3.8. Analisis data……………………………………………………..26
3.9. Etika Studi Kasus………………………………………………..26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….28

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada

kita semua, sehingga proposal karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan

Keperawatan dengan Masalah Kurangnya Pengetahuan Mobilisasi pada Kasus

Stroke” dapat diselesaikan sesuai jadwal. Proposal karya tulis ilmiah ini dibuat

dalam rangka melakukan penelitian untuk memenuhi kegiatan akademik untuk

memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) pada jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya.

Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih

yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini.

Semoga dengan adanya proposal karya tulis ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak di bidang keperawatan. Mengingat adanya kelemahan, dan

keterbatasan, serta masih jauhnya proposal karya tulis ini dari kesempurnaan,

maka saran dan kritik yang inovatif serta membangun sangat diharapkan untuk

menjadikan proposal karya tulis ini lebih baik.

Surabaya, 30 Agustus 2019

Peneliti

viii
ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu kegawatan neurologik, dari tahun ketahun

morbiditasnya semakin meningkat seiring meningkatnya status ekonomi

masyarakat dan adanya transisi epidemologik maupu transisi demografik

(Ismail, 2004). Penyakit jantung dan stroke merupakan sosok penyakit yang

sangat menakutkan. Bahkan sekarang ini di Indonesia penyakit jantung

menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian.

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh

berhentinya suplay darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000).

Otak merupakan organ yang membutuhkan banyak oksigen dan glukosa. Zat

ini diperolehnya dari darah.apabila di otak hampir tidak ada cadangan

oksigen, sehingga dapat merusak daerah-daerah yang ada di otak yang dapat

menyebabkan fungsi otak terganggu. Jadi jaringan otak sangat bergantung

kepada keadaan aliran darah setiap saat. Beberapa detik saja aliran darah

terhenti maka fungsi otak akan bisa berakibat fatal,dan apabila aliran darah

kesuatu daerah otak terhenti selama kira-kira 3 menit maka jaringan otak

akan mati (infark).

Menurut europen stroke initiative (2003), Stroke atau serangan otak

(brain attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang

di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik. Stroke juga sebagai

1
penyebab utama kecacatan fisik atau mental pada usia lanjut maupun usia

produktif, dan dengan sifat-sifatnya tersebut, menempatkan stroke sebagai

masalah serius di dunia. Penyakit jantung dan stroke merupakan sosok

penyakit yang sangat menakutkan. Bahkan sekarang ini di Indonesia penyakit

jantung menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian.

Penyakit jantung dan stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli

orang tua. Dulu memang penyakit tersebut banyak di derita oleh orang tua

terutama yang berusia 60 tahun ke atas, karena usia juga merupakan salah

satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini

ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini

bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda

perkotaan modern. (Roy, 2008).

Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan

kegawatdaruratan medis yang harus diatangani cepat, tepat dan cermat.

Progresivitas stroke terjadi pada 20-40% pasien stroke yang dirawat, dengan

risiko terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala (Mansjoer, 2000).

Pada pasien stroke untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum melalui

penurunan rangsang eksternal diterapi dengan tirah baring/imobilisasi

(Corwin, 2001). Masalah baik psikologis maupun fisik dapat terjadi akibat

keadaan imobilitas.

Masalah fisik yang dapat terjadi akibat keadaan imobilitas diantaranya

yaitu mempengaruhi fungsi sistem gastrointestinal yang menyebabkan

2
terjadinya konstipasi. Fungsi sistem gastrointestinal mempunyai kaitan

dengan otak besar (Serebrum) terutama pada bagian lobus sentral. Pada

umumnya penanganan konstipasi di ruang rawat inap kebanyakan dengan

pemberian obat pencahar (laksatif). Obat laksatif apabila digunakan dengan

benar dapat mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Tetapi,

penggunaan laksatif dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar

kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi

yang diberikan oleh laksatif (Potter & Perry, 2006).

Di ruang rawat inap mobilisasi miring kanan miring kiri sebenarnya

sudah dilakukan tapi secara instruksional sehingga belum efektif. Pada pasien

stroke terdapat gangguan sistem aliran darahnya. Gangguan ini dapat

menyebabkan berbagai macam gejala, salah satunya ialah gangguan motorik

dan sensorik diantaranya terjadi hemiparese (Ganong, 2002).

Pada stroke terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan

kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi akibat

pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah

kematian sel neuron. Oleh karena itu semua stroke diterapi dengan tirah

baring dan penurunan rangsang eksternal untuk mengurangi kebutuhan

oksigen serebrum.

Pada pasien stroke dengan imobilitas akan diikuti penurunan aktivitas

gastrointestinal yaitu terjadi konstipasi (Islam, 2000). Penanganan konstipasi

harus disesuaikan menurut keadaan masing-masing pasien dengan

memperhitungkan lama dan intensitas konstipasi (Hemsen, 1999). Mobilisasi

3
dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk meningkatkan

dipertahankannya eliminasi normal. Upaya mempertahankan tonus otot

rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting

(Potter & Perry, 2006). Penggantian posisi secara teratur dan sering

merupakan salah satu tindakan keperawatan yang perlu dilakukan karena

dapat mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat berbaring. Posisi pasien

sebaiknya dirubah setiap 2 jam bila tidak ada kontra indikasi (Priharjo, 1993).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil perumusan

masalah sebagi berikut: “Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Masalah

Kurangnya Pengetahuan Mobilisasi pada Kasus Stroke?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini meliputi tujuan umum

dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh keterampilan dan pengalaman nyata dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan mobilitas pada

kasus stroke di RSUD Pare Kediri.

2. Menganalisis data hasil pengkajian pada kliendengan gangguan

mobilitas pada kasus stroke di RSUD Pare Kediri.

4
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

mobilitas pada kasus stroke di RSUD Pare Kediri.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

mobilitas pada kasus stroke di RSUD RSUD Pare Kediri.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan mobilitas

pada kasus stroke di RSUD RSUD Pare Kediri.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan standart asuhan

keperawatan untuk pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah

khusus dalam bidang/profesi keperawatan.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan pada penanganan kasus

defisit volume cairan di rumah sakit dan teori.

1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan ke dalam praktik pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke

2.1.1 Pengertian Stroke

Stroke adalah syndrom klinis awal timbulnya mendadak, progresi berupa

defisit neurologi, fokal dan global, yang berlangsung 24 jam atau langsung

menimbulkan kematian dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan perdaran

darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya

suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk , 2000). Stroke adalah

gangguan neurologi yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi dan

pembuluh darah( Price, 2000). Stroke adalah Infark dari sebagian otak karena

kekurangan aliran darah ke otak.( Junaidi, 2004).

Stroke adalah serangkaian kejadian neurologist yang terjadi bila aliran

darah arteri terganggu ke otak atau di otak terganggu.(Engram. 1998). Cedera

cerebrovaskuler atau stroke adalah awitan deficit neurologis yang berhubungan

dengan penurunan aliran darah cerebral yang di sebabkan oleh oklusi atau stenosis

pembuluh darah embolisme atau hemorargik, yang menyebabkan iskhemik otak

(Tucker, 1998). Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa

stroke/cerebrovaskuler adalah defisit neurologis yang 6 berakibat pada hilangnya

6
fungsi otak yang timbul secara mendadak karena adanya gangguan suplai darah ke

bagian otak.

2.1.2 Etiologi

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari

salah satu tempat kejadian, yaitu:

1) Trombosis ( Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

2) Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari

bagian otak atau dari bagian tubuh lain).

3) Isiansia (Penurunan aliran darh ke arah otak).

4) Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke

dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai

darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi

baik sementara atau permanen.

2.1.3 Faktor Risiko

Sedangkan faktor resiko pada stroke menurut Baughman, C Diane.dkk

(2000):

1) Hipertensi merupakan faktor resiko utama.

2) Penyakit kardiovaskuler(Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).

3) Kadar hematokrit normal tinggi(yang berhubungan dengan infark cerebral).

7
4) Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35

tahun dan kadar esterogen yang tinggi.

5) Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat

menyebabkan iskhemia serebral umum.

6) Penyalahgunaan obat tertentu. pada remaja dan dewasa muda.

7) Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,

merokok kretek dan obesitas.

8) Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) tanda dan gejala dari stoke

adalah:

1) Kehilangan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah

hemiplegia(paralisis pada salah satu sisi) dan hemiparesis(kelemahan salah satu

sisi) dan disfagia.

2) Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria

(kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).

3) Gangguan persepsi Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia

atau kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual,

spesial dan kehilangan sensori.

4) Kerusakan fungsi kognitif, perestesia(terjadi pada sisi yang berlawanan).

8
5) Disfungsi kandung kemih Meliputi inkontinensiaurinarius transier,

inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin(mungkin simtomatik dari

kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut.

(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif)

2.1.5 Manifestasi Klinis

Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau sroke merupakan

sirkulasi serebral yang dapat disebabkan karena trombus, embolus dan perdarahan

serebral. Embolus dapat merupakan akibat bekuan darah plek aorta matosa

fragmen, lemak dan udara. embolus pada otak kebanyakan berasal dari jantung,

sekunder terhadapinfark miokard atau fibrilasi atrium, Jika etiologi stroke adalah

hemorargi maka faktor pencetusnya biasanya adalah hipertensi. Abnormalitas

vaskuler seperti Malformasi Arteri Venera (MAV) dan aneurisma serbral lebih

rentan terhadap ruptur dan menyebabkan hemorargia pada hipertensi.

Pada stroke trombosis atau embolik bagian otak yang mengalami iskhemik

atau infark sulit ditentukan. Ada peluang dimana stroke akan meluas setelah

serangan pertama dapat terjadi edema serebral dan peningkatan intra

kranial(PTIK) herniasai dan kematian setelah trombolitik terjadi pada area 9 yang

luasnya saat serangan, karena stroke trombolitik banyak terjadi karena

arterosklerosis, maka ada resiko terjadi stroke untuk masa mendatang.

Pada pasien yang sudah pernah mengalami stroke embolitik pasien juga

mengalami atau mempunyai kasus untuk mengalami stroke jika penyebabnya

tidak ditangani. Jika luas jaringan otak yang rusak akibat stroke hemorargik tidak

besar dan bukan pada tempat yang vital, maka pasien dapat pulih dengan defisit

9
minimal. Jika hemorargik luas terjadi pada daerah yang vital, pasien mungkin

tidak dapat pulih (price, 2000)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999) pemeriksaan laboratorium meliputi:

1) CT.scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma, iskhemia infark.

2) Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik

seperti: perdarahan, obstruksi, arteri adanya ruptur.

3) Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada

trombosis embolis serebral dan tekanan intrakranial(TIK). Tekanan meningkat

dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya haemoragik

subarachnoid, perdarahan intra kranial.

4) Magnetik Resonance imaging (MRI), Menunjukan ada yang mengalami infark.

5) Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit artemovena.

6) Elektroencefalogram(EEG), Mengidentifikasi masalah didasarkan pada

gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

7) Sinar X tengkorak:menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah

yang berlawanan dari masa yang meluas klasifikasi karotis interna terdapat pada

trombosis cerebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan

subarachnoid.

2.1.7 Penatalaksaan Medis dan Keperawatan

10
Menurut Engram (1998) penetalaksanaan medis umum dari cidera

cerebrovaskuler atau stroke adalah:

1) Farmakoterapi: Agen antihipertensi, antikoagulan (untuk stroke yang

disebabkan thrombus), kortikosteroid untuk mengurangi edema cerebral, asma

aminokaproik (Amicar) untuk perdarahan subarachnoid.

2) Pembedahan endarterektomi: eksisi tunika intima arteri yang menebal dan atero

matosa ( untuk sumbatan karotis yang di sebabkan oleh arterosklerosis).

2.2 Konsep Mobilisasi

2.2.1 Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

bebas (Perry dan Potter, 2006). Aktivitas (mobilisasi) didefinisikan sebagai suatu

aksi energetik atau keadaan bergerak. Orang sakit memerlukan waktu yang lama

di tempat tidur sehingga mereka mempunyai masalah dalam menjaga aktivitas /

gerakan. Perawat perlu membatu pasien untuk menjaga kemampuan bergerak

serta untuk mencegah penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat keadaan kurang

bergerak (imobilisasi) (Priharjo, 1993). Mempertahankan kesejajaran tubuh

merupakan hal penting khususnya pada pasien yang mengalami keterbatasan

mobilisasi aktual maupun potensial. Mobilisasi ditempat tidur meliputi perubahan

posisi (posisi miring ke kiri maupun ke kanan duduk ditempat tidur, duduk

berjuntai) gerakan pasif dan aktif (Suardika, 2005).

2.2.2 Jenis Mobilisasi

Jenis mobilisasi ada dua yaitu sebagai berikut:

11
1) Mobilisasi Penuh

Bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi soal

dan menjalankan peran sehari-hari.

2) Mobilisasi Sebagian

Bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak dengan bebas

karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.

Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang. Mobilisasi sebagian

ini dibagi menjadi dua jenis yaitu

a. Mobilitas Sebagian Temporer yaitu merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal itu dapat disebabkan

oleh trauma pada muskuloskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan

tulang.

b. Mobilitas Sebagian Permanen yaitu merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan

rusaknya sistem syaraf yang reversibel, contoh: hemiplegia akibat stroke,

paraplegi karena cedera tulang belakang.

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi

Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor ,diantaranya:

1) Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan

mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan

sehari-hari.

12
2) Proses Penyakit atau cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan

mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang

yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam

ekstremitas bagian bawah.

3) Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi

kebudayaan.contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh, memiliki

kemampuan mobilitas yang kuat sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan

mobilitas karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.

4) Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar

seseorang dapat melakukan mobilitas yang baik dibutuhkan energi yang cukup.

5) Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas

pada tingkat usia yang berbeda.hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan

fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

2.2.4 Mengatur Posisi Pasien

Tujuan mengatur posisi pasien adalah memberikan rasa nyaman pada

pasien, mempertahankan atau menjaga postur tubuh tetap baik, menghindari

komplikasi yang mungkin timbul akibat tirah baring. Posisi pasien sebaiknya

dirubah setiap 2 jam bila tidak ada kontra indikasi. Pasien stroke infark bisa di

mobilisasi dengan posisi sim. Pasien diatur posisi miring ke kiri / kanan dengan

tangan yang di bawah diletakkan dibelakang punggung dan tangan yang atas

difleksikan di depan bahu. Kaki atas sedikit fleksi dan disokong sebuah bantal.

Untuk mencegah leher fleksi dan hiperektensi, sebuah bantal dapat diletakkan di

bawah kepala (Priharjo, 1993).

13
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses yang paling awal dalam proses keperawatan,

pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data pasien mengenai kesehatan

pasien baik fisik, psikologis, maupun emosional (Debora, 2012). Tahap

pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisasi,

meliputi empat elemen pengkajian diantaranya pengumpulan data secara

sistematis, memvalidasi data, memilah, dan mengatur data, dan

mendokumentasikan data dalam bentuk format (Tarwoto, 2015).

1. Identitas pasien

Identitas meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah,2010:

hal 17)

2. Keluhan Utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah anggota gerak sulit untuk

digerakkan, kadang-kadang kesemutan dan bicara pelo. (Nengsi, 2012).

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa sistem wawancara. Untuk

membantu klien dalam mengutamakan masalah keluhannya secara lengkap. Pada

klien stroke biasanya mengalami kelemahan otot. (Nengsi, 2012)

4. Riwayat Kesehatan Dulu

14
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau ditanyakan pada klien antara lain

apakah klien pernah menderita penyakit hipertensi atau penyakit jantung

sebelumnya atau memiliki gangguan mobilitas sebelumnya sampai klien pernah

MRS sebelumnya. (Nengsi, 2012)

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji pada keluarga, apakah di dalam keluarga ada yang menderita

stroke. Riwayat penderita stroke dapat mewarisi juga faktor-faktor risiko lainnya,

seperti peningkatan tekanan darah. (Nurasih: 2015)

6. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap ekstremitas didapatkan tangan kanan dan kaki

kanan pasien sulit digerakan. Serangan awal stroke biasanya ditandai dengan

adanya serangan neurologis berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai

atau salah satu sisi tubuh (Irianto, 2014). Pengkajian yang didapatkan sesuai teori

yaitu terjadi kelemahan pada tangan kanan dan kaki kanan. Untuk mengetahui

penilaian kekuatan otot pasien yaitu dinilai dari perbandingan antara kemampuan

pemeriksa dengan kemampuan dari pasien untuk melawan tahanan otot volunter

secara penuh (Muttaqin, 2008).

Hasil yang ditemukan pada pasien yaitu kekuatan otot tangan kanan 2 dan

kaki kanan 2. Salah satu komplikasi stroke adalah hilangnya kontrol gerakan

normal. Terhambatnya kontrol gerakan menyebabkan 12 keterbatasan

kemampuan/pergerakan harian pasien, yang akan menjadi masalah baru pada

pasien bila tidak ditangani dengan segera (Rasyid, 2015). Dari hasil pengkajian

data yang diperoleh adalah pasien tampak kesulitan membolak balik posisi.

15
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang mendukung yaitu laboratorium. Pemeriksaan yang

menunjang yaitu pemeriksaan haemoglobin, hematokrit, trombosit, eritrosit, dan

glukosa (Goldszmidt, 2010). Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil pemeriksaan Haemoglobin : 14.0 d/dL (N : 12,2 – 18,1 g/dL), Eritrosit : 4,46

juta/µL (N : 4,5 – 5,5 juta/mm), Trombosit : 124.000 ribu/µL (N : 150-450

ribu/mm3), Hematokrit : 37,2 % (N : 40 – 48 VOL %), Glukosa sewaktu : 178,4

mg/dL (N : <160mg/dL).

Pemeriksaan yang mendukung lainnya yaitu vital sign tekanan darah

pasien yaitu 160/110 mmHg. Peningkatan tekanan darah tinggi sering dijumpai

pada pasien stroke. Peningkatan tekanan darah pada stroke sering didapatkan pada

saat serangan akut stroke, dan akan beresiko terjadinya pendarahan (perluasan

hematoma atau transformasi hemoracik) dan memperberat edema. Penderita

stroke dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus dipertahankan

yaitu dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg (Misbach, 2011)

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan tindakan yang kedua dalam proses

keperawatan, diagnosis merupakan penilaian klinis terhadap kondisi pasien yang

bersifat aktual, resiko, dan masih merupakan gejala (Debora, 2012).

Diagnosa yang ditegakan penulis pada pasien berdasarkan SDKI (2016)

adalah Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler

dengan data penunjang pasien tampak lemah, pasien tampak mengeluh sulit

16
menggerakkan ekstermitas, tremor, kekuatan otot menurun dan rentang gerak

menurun.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh

atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Salah satu penyebab

terjadinya hambatan mobilitas fisik adalah gangguan neuromuskular (Riyadi, 13

2015). Kekuatan otot ini sangat berhubungan dengan sistem neuromuskular

karena besarnya kemampuan sistem saraf dalam mengaktivasi otot untuk

melakukan kontraksi. Stroke merupakan kondisi patologis dimana terjadi

peningkatan produksi eikosanoid, adanya oksigen radikal bebas dan lipid

peroksidase yang berdampak pada rusaknya struktur otak beserta fungsinya. Ini

yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot dan gangguan neuromuskular

pada pasien stroke. Penurunan kekuatan otot dan gangguan neuromuskular ini

yang menyebabkan sebagian besar pasien stroke mengalami gangguan mobilisasi

(Sari, Agianto & Wahid, 2015).

2.3.3 Perencanaan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan merupakan tahap yang ketiga dari proses

keperawatan, setelah melakukan pengkajian kepada pasien dan menetapkan

diagnosa keperawatan perlu membuat rencana tindakan yang digunakan untuk

mengevaluasi perkembangan pasien (Debora, 2012). Dalam kasus ini penulis

merencanakan intervensi keperawatan dan harus memperhatikan beberapa kriteria

yang berhubungan dengan intervensi keperawatan.

Intervensi yang dilakukan yaitu monitoring vital sign sebelum dan sesudah

latihan dan lihat respon pasien saat latihan tujuannya adalah untuk mengetahui

17
kondisi terkini pasien. Tindakan kedua, Ajarkan keluarga dan pasien tentang

latihan range of motion (ROM). Range of motion (ROM) baik aktif maupun pasif

dapat memberikan efek yang lebih pada fungsi motorik anggota ekstremitas pada

pasien stroke. Efek dari latihan ini akan berdampak setelah latihan akan terjadi

peningkatan kekuatan otot (Chaidir, zuardi 2012). Peran keluarga dampingi dan

bantu pasien saat mobilisasi. Peran keluarga sangat penting karena dengan adanya

dukungan keluarga, pasien akan termotivasi untuk sembuh dan dapat

memperlambat terjadinya perburukan kondisi. Ajarkan pasien bagaimana

merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan mobilisasi ini dilakukan

selama 2 jam sekali untuk mencegah terjadinya kekakuan otot.

Tirah baring yang cukup lama dapat menyebabkan penderita stroke

semakin lemah, gerak semakin bertambah berat karena semua anggota gerak

menjadi kaku, lebih mudah cepat lelah karena stamina menurun. Hal ini dapat

menimbulkan komplikasi jika tidak segera ditangani salah satunya seperti

kelemahan otot, kontraktur otot dan sendi dan masih banyak lagi (Sundah,

Angliadi & Sengkey, 2014). Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga

pasien mengenai pentingnya melakukan range of motion (ROM). Kurangnya

pengetahuan keluarga tentang manfaat melakukan latihan range of motion (ROM)

dapat menjadi faktor yang mendukung lainnya, latihan ROM pada penderita

stroke sangat dianjurkan karena pasien stroke membutuhkan pemulihan yang

cukup lama.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kelemahan otot

dapat teratasi.

18
Kriteria hasil:

1) Pergerakan ekstermitas lebih mudah

2) Pergerakan otot meningkat

3) Rentang gerak (ROM) meningkat

Perencanaan:

1) Mengajarkan klien dan keluarga tentang latihan Range of Motion

(ROM).

Rasional: latihan ROM dilakukan untuk membantu meningkatkan

kekuatan otot klien.

2) Memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah latihan dan melihat

respon pasien saat latihan.

Rasional: monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi terkini

klien.

3) Memberikan perawatan tirah baring.

Rasional: agar anggota gerak klien tidak menjadi kaku.

Kurangnya Pengetahuan

1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang mobilisasi.

Rasional: untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan tentang

penyakitnya

19
2) Jelaskan tentang latihan ROM

Rasional: untuk menambah pengetahuan klien

2.3.4 Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang keempat dari proses keperawatan,

tahap ini dibuat dan diaplikasikan pada pasien (Debora, 2012). Implementasi yang

dapat dilakukan pada pasien dengan Hambatan mobiltas fisik yaitu monitoring

vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.

Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi. Ajarkan pasien bagaimana merubah

posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. Implementasi yang dilakukan salah

satunya adalah latihan range of motion (ROM).

Implementasi pada hambatan mobilitas fisik yaitu monitoring vital sign.

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan umum pasien, hipertensi sering

terjadi pada pasien stroke. Hubungan antara hipertensi dengan stroke sangat kuat

dan dapat terjadi pada setiap individu tanpa faktor resiko lainnya (Marsh, Keyrouz,

2010). Maka perlu pengawasan terhadap pasien dengan hipertensi guna mencegah

serangan stroke primer maupun sekunder (Misbach, 2011).

Tindakan range of motion (ROM) ini bisa dilakukan secara pasif yaitu

perawat membantu pasien yang lemah gerakan-gerakan ROM, dan secara aktif,

yaitu pasien melakukan sendiri gerakan-gerakan ROM. Baik ROM pasif maupun

aktif gerakkan nya adalah sama (Riyadi, 2015). Menurut penelitian (Sikawin,

Mulyadi, Palandeng, 2013) Pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap

kekuatan otot pasien mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan

kekuatan otot pada pasien stroke, dengan melibatkan pasien keluarga pasien akan

20
15 mendapatkan hasil yang maksimal. ROM harusdilakukandandiulangsekitar 8

kali dandilakukan minimal 2 kali sehari (Fitria & Maemurahman 2012).

Alih baring dilakukan untuk pencegahan kekakuan otot yang sering terjadi

pada pasien stroke. Alih baring ini dilakukan setiap 2 jam sekali, tindakan ini

sangat efektif untuk mencegah terjadinya kekakuan otot pada pasien stroke.

Pengawasan keluarga juga sangat penting, karena pasien dengan diagnosa

hambatan mobilitas fisik dapat mengalami kelemahan anggota gerak. Keluarga

diharapkan dapat membantu klien dalam memenuhi aktifitas fisik. Memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien mengenai pentingnya melakukan

range of motion (ROM). Kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat

melakukan latihan range of motion (ROM) dapat menjadi faktor yang mendukung

lainnya, latihan ROM pada penderita stroke sangat dianjurkan karena pasien

stroke membutuhkan pemulihan yang cukup lama.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Tahap yang terakhir adalah tahap evaluasi. Evaluasi merupakan tahap

yang kelima dari proses keperawatan dan menilai apakah masalah yang terjadi

sudah teratasi seluruhnya, sebagian, atau belum teratasi sama sekali (Debora,

2012). Evaluasi membandingkan antara rencana keperawatan yang dilakukan

selama 3 hari dan hasil dari implementasi keperawatan.

Hasil evaluasi selama tiga hari yaitu terjadi peningkatan aktifitas fisik.

Berdasarkan hasil yang didapatkan pasien mampu melakukan latihan range of

motion (ROM) dibantu oleh perawat menjadi mampu melakukan latihan range of

motion secara mandiri. Terjadi peningkatan kekuatan otot tangan dan kaki kanan

21
2 menjadi kekuatan otot tangan kanan dan kaki kanan 3 dibuktikan dengan pasien

mampu mengangkat tangan dan kaki kanannya sendiri. Pasien mampu melakukan

tirah baring setiap 2 jam sekali dibantu oleh keluarga namun saat dilakukan

evaluasi hari terakhir pasien mampu melakukan tirah baring setiap 2 jam sekali

secara mandiri. Asuhan keperawatan yang diberikan selama 3 hari membuktikan

bahwa tindakan range of motion (ROM), alih baring setiap 2 jam sekali terbukti

efektif dan dapat dibuktikan dengan adanya hasil yang dicapai yaitu terjadi

peningkatan kekuatan otot dan dapat mencegah kekakuan otot pada pasien stroke.

22
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan atau Desain Studi Kasus

Studi kasus ini, menggunakan metode penelitian deskriptif dalam bentuk

studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup satu unit

penelitian secara intensif. Misalnya satu pasien, kelompok, komunitas, dan

institusi. (Nursalam, 2011 dalamQotimah, 2013).

Studi kasus yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi mengenai asuhan keperawatan dengan masalah kurangnya pengetahuan

tentang mobilisasi pada kasus stroke.

3.2 Fokus Studi

Fokus studi identik dengan variabel penelitian yaitu perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2011).

Fokus studi kasus ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien

tentang mobilisasi pada pasien dengan kasus stroke.

3.3 Definisi Operasional Fokus Studi

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel,

sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi yang akan

membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama dan

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

23
Tabel 3. 1 definisi Operasional

Istilah Definisi Operasional

Asuhan Keperawatan suatu kerangka konsep berdasarkan keadaan

suatu individu, keluarga maupun masyarakat

agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi yang

dilakukan mulai dari tahap pengkajian,

diagnosis, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

Gangguan mobilitas keadaan dimana seseorang tidak dapat

bergerak secara bebas karena kondisi yang

mengganggu pergerakan atau aktivitas.

Pasien seseorang yang menerima perawatan medis di

rumah sakit.

3.4 Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data.

Dalam edisi sebelumnya adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah.

(Suharsimi Arikunto, 2006). Lembar observasi dan format pengkajian asuhan

24
keperawatan meliputi Analisis Data, Diagnosis, Perencanaan, Implementasi, dan

Evaluasi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data studi kasus dengan menggunakan metode

wawancara dengan pasien dan orang tuanya maupun penanggung jawab pasien

mengenai keluhan utama dan riwayat keperawatan mengenai gangguan mobilitas,

dengan melakukan observasi pengukuran tanda-tanda vital dan pengkajian fisik

meliputi inspeksi, palpasi, perkusi maupun auskultasi serta menggunakan studi

dokumentasi yang bersumber pada lembar observasi dan rekam medis pasien.

3.6 Prosedur Studi Kasus

Studi kasus diawali dengan pemilihan kasus yang akan dijadikan topik

penelitian peneliti memilih kasus stroke sehingga topik penelitian ini berjudul

“Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kurangnya Pengetahuan Tentang

Mobilisasi Pada Kasus Stroke ”. Alasan pemilihan kasus dalam Karya Tulis

Ilmiah ini telah diuraikan pada bab pendahuluan sub bab latar belakang masalah.

Selanjutnya, peneliti menyusun proposal penelitian ini yang menguraikan

tentang tinjauan pustaka terhadap kasus atau masalah dan metode penelitian yang

akan digunakan. Setelah mendapat persetujuan, pengumpulan data penelitian

diawali dengan pengurusan izin penelitian, menjelaskan tentang maksud dan

tujuan atau informed consent dari penelitian. Kemudian meminta persetujuan

dengan memberikan lembar persetujuan atau informed consent kepada pasien dan

orang tua pasien maupun penanggung jawab pasien.

25
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian dengan memberikan

asuhan keperawatan dan penulisan laporan penelitian sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Penelitian dilakukan di Ruang Ganesha RSUD Pare Kediri pada bulan

Agustus 2019. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan kalender

akademik D3 Keperawatan Kampus Soetomo Surabaya.

3.8 Analisis Data

Data penelitian akan dianalisis dengan analisis deskriptif. Analisis

deskriptif adalah suatu usaha mengumpulkan dan menyusun data. Setelah data

terkumpul tersususun langkah selanjutnya adalah mengolah data dengan

menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah (Nursalam, 2016). Data

penelitian ini akan disajikan dengan uraian tentang temuan dalam bentuk tulisan.

3.9 Etika Studi Kasus

Pada penelitian ini dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi

kasus, yang terdiri dari

1) Inform consent (persetujuan menjadi klien) Merupakan bentuk

persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan

memberikan lembar persetujuan. Inform consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan inform consent adalah subyek

mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika

subyek bersedia maka mereka harus menandatangani hak responden.

26
2) Anonymity (tanpa nama) Merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3) Confidentially (kerahasiaan) Merupakan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi maupun masalahmasalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian

27
DAFTAR PUSTAKA

Sudarti. 2010. Asuhan Kebidaanan Neonatus, Bayi, dan Anak


Balita.Yogyakarta:Nuha Medika

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC

Suparyanto. 2011. Konsep Balita. Tersedia di


https://www.scribd.com/document/111781139/Defini-Balita-1. Diunduh pada
tanggal 20 Agustus 2019.

Suraatmaja, Sudaryat. 2010. Kapita Selekta Gastoenterologi. Jakarta: Kapita


Selekta

Sutomo B, Anggraini DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita @Batita.
Jakarta: PT. Agromedia Pustaka

Widjaja. 2004. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta:Erlangga

Widjaja, M. C. (2015). Mengatasi Diare & Keracunan Pada Balita. Jakarta:


Kawan Pustaka.
Yessi Arsurya, E. A. (2017, Agustus 2). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Penanganan Diare Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal fk
unpad, hal. 452-453.

28

Anda mungkin juga menyukai