Beberapa waktu yang silam, surat kabar London Time meliput sebuah berita sederhana dan
masalah sepele atau kecil sebenarnya, tetapi menjadi berita hangat dan populer dalam
surat-surat kabar Internasional. Beritanya mengenai kisah seorang sopir truk pengangkut
barang yang dipecat atau diberhentikan dari pekerjaannya. Alasannya, karena ia selalu
minum Pepsi saat sedang bekerja dan bahkan saat mengendarai mobil, sementara ia sendiri
bekerja untuk perusahan Coca-Cola. Mungkin Anda berpikir bahwa itu hanya masalah
sepele dan bisa diselesaikan secara baik-baik di kantornya. Tetapi pihak manager tetap
mengambil sebuah keputusan, bahwa ia harus diberhentikan atau dipecat. Apakah itu tidak
adil? Tentu saja, karena jika seandainya ia adalah seorang pemimpin perusahan Coca-Cola
yang ketahuan memiliki lebih dari enam kaleng Pepsi di atas meja kerjanya, masalahnya
pasti akan berbeda.
Bukankah hal yang sama juga saat ini sedang dan mungkin akan terus kita rasakan jika
kualitas dan integritas para pemimpin atau para politikus di negara Indonesia tetap tidak
berubah. Bahkan, saya sangat kuatir bahwa dalam kurun waktu tertentu, di mana para
pemimpin atau para pilitikus negara Indonesia sudah mengalami kemiskin kepercayaan dari
rakyat, maka tidak menutup kemungkinan, bahwa peristiwa seperti yang terjadi di Tunisia
juga dapat terjadi di Indonesia. Apakah kita akan menunggu hal itu terjadi terlebih dahulu
untuk mereformasi kepemimpinan yang ada di Indonesia? Tentu tidak. Jangan sesekali
bermain api!
Selanjutnya, bahkan tidak jarang juga kita mendengar kisah-kisah yang sangat menyedihkan
dari para wakil rakyat yang menonton film porno saat rapat paripurna, atau tertidur pulas,
atau tidak hadir sama sekali. Bahkan tidak jarang kita mendengar kabar di berbagai media
mengenai wakil perdana mentri yang menghianati isteri-isteri mereka dengan berselingkuh
bersama sekertaris-sekertarisnya; perdana mentri yang menjual kehormatannya kepada
para orang kaya yang telah memberikan sumbangan kepada partai politik mereka, dan
masih banyak lagi kasus-kasus yang menyedihkan dan menorehkan luka batin yang dalam
pada setiap hati nurani anak manusia yang masih menyadari dirinya sebagai manusia. Salah
satu penyebab dari semuanya itu adalah karena mereka cenderung mengabaikan nilai-nilai
integritas.
Dalam dunia kerja konsistensi itu sangat penting. Mengapa? Karena konsistensi adalah
bagian dari nilai integritas yang harus dijunjung tinggi. Apa itu integritas? Integritas berasal
dari bahasa Inggris “Integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Sedangkan
dalam ilmu komputer ada istilah “Integral Data Type” yang menunjuk kepada tipe data
apapun yang merepresentasikan bilangan bulat, yaitu 2, 4, 6, 8, 10 dst. Dalam konteks itulah
kata integritas diungkapkan, yang menunjuk kepada eksistensi manusia seutuhnya, yaitu
antara perkataan dan perbuatan itu harus seimbang. Dengan kata lain, jika perkataan
diutamakan, tetapi mengabaikan tindakan, maka itu tidak mengacu kepada kebulatan atau
keutuhan dari manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya, yaitu keganjilan. Oleh sebab itu, visi
dan misi yang dirancang oleh seorang pemimpin bukan untuk menuntut orang lain mampu
melaksanakannya, sementara dirinya hanya tahu bersih dan tidak bisa memenuhi
tuntutannya sendiri. Jika seorang pemimpin memiliki karakter dan kebiasaan buruk yang
demikian, maka dia bukanlah pemimpin yang berintegritas, dan bisa dikatakan, bahwa dia
tidak mengerti apa itu kepemimpinan.
LB. Panjaitan pernah mengatakan, bahwa kepemimpinan itu adalah “seni”. Artinya, setiap
orang itu memiliki cara dan gaya kepemimpinan tersendiri, tetapi mengarah pada sasaran,
goal atau tujuan yang sama. Meskipun demikian, pelaksanaannya sangat mengenakan
kepengaruhan dan memberikan bimbingan kepada bawahan sehingga dari pihak yang
dipimpin itu timbul kemauan kepercayaan, respek dan kepatuhan serta ketaatan yang
diperlukan dalam menunaikan tugas-tugas yang diembankan tanpa banyak menggunakan
alat dan waktu, tetapi dengan banyak keserasian antara banyak yang menjadi objek
kelompok atau apa yang menjadi kesatuan untuk mencapai sebuah sasaran. Intinya,
seorang pemimpin yang berintegritas adalah seorang pemimpin yang memahami dengan
jelas, apa yang ingin dan harus ia capai; mengetahui dengan tepat apa yang mesti ia lakukan
untuk mencapainya; dan memiliki keterampilan untuk mengatur pelaksanaannya.
Kedua, seorang pemimpin harus memiliki pandangan yang luas tentang eksistensi manusia
seutuhnya. Dengan demikian ia menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan
pertolongan mereka terutama para bawahannya untuk menangani setiap permasalahan
yang menyangkut hak dan kepentingan publik.
Ketiga, seorang pemimpin harus selalu bersikap komunikatif dalam arti yang tulus, ikhlas,
benar dan sangat memperhatikan kualitas kata-kata yang digunakan. Dengan demikian, ia
tidak menjadikan dirinya manusia setengah dewa, yaitu merencanakan hal-hal yang tidak
mungkin diri lakukannya, sehingga ketika hal itu tidak tercapai mereka dipandang sinis,
pembohong, penipu dan bahkan pecundang yang tidak tahu malu.
Keempat, seorang pemimpin harus peka dengan keadaan, cepat tanggap, selalu percaya diri
atau optimis dalam segala situasi. Bahkan sesulit apapun situasinya ia tetap melangkah
dengan tenang, teduh dan bijaksana tapi pasti.
Kelima, seorang pemimpin harus memiliki sikap pengendalian emosional, supaya ia dapat
merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan bawahan atau rakyatnya tentang
sebuah krisis. Karena itu, kecerdasan emosional itu sangat dibutuhkan, guna mengantarkan
seseorang pada kesuksesan.
Keenam, seorang pemimpin harus selalu belajar menepati janji, meski ada beraneka
perubahan, tetapi ia tetap konsisten dan tetap bisa diandalkan. Karena kemampuannya
dalam menepati janjilah dirinya tetap menjadi andalan, panutan, teladan dan jalan yang
patut dijalani. Tetapi haru ingat, bahwa kemampuan menepati janji adalah lahir dari
kesetiaan terhadap diri sendiri dan orang lain, dan dari situlah akan lahir lagi yang saya
sebut dengan solidaritas.
Ketujuh, atau yang terakhir adalah seorang pemimpin harus berani jujur mengakui dan
mengukur sejauh mana kapasitas dan keterbatasan pengetahuannya. Mengapa? Karena
hanya mereka yang berani membuka dirilah yang berani dan memperbaiki kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya. Artinya, setiap masukan penting yang dapat
menuntunnya menemukan jalan lurus dan kebijaksanaan. Saya kira inilah yang paling sulit
diakui oleh setiap orang atau pemimpin. Maka, tidak jarang mereka menganggap dirinya
sudah menggenggam dunia. Tetapi ketika diperhadapkan dengan masalah yang sebenarnya,
mereka sama dengan kucing yang dibuang ke dalam got. Keberaniaan membuka diri hanya
bisa dilakukan oleh mereka yang melihat hidup ini kaya akan guru kebijaksanaan. Sehingga
dia menyadari bahwa seumur hidupnya adalah harus belajar.
Refleksi
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla dan Sri
Sultan Hamengkubuwono X. Beliau menilai bahwa gejolak politik di Mesir dan Tunisia yang
memicu tuntutan rakyat akan perubahan kepemimpinan di kedua negara tersebut tidak
cuma menjadi isu regional Timur Tengah. Jika ditilik lebih teliti, pemicu demonstrasi raya
tersebut juga punya potensi di Indonesia. Selanjutnya, tokoh nasional Sri Sultan
Hamengkubuwono X juga mengatakan demikian: "Itu bisa saja terjadi kalau masyarakat
tidak percaya lagi institusi yang perlu dipercaya sebagai dasar untuk memberikan arah," kata
Sultan usai Simposium Nasional Demokrat di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat,
Minggu (30/1/11).
Karena Integritas adalah kualitas yang harus di lakukan oleh seorang pejabat pemerintah.
Dunia membutuhkan para pemimpin yang berpengaruh. Untuk mampu ,memiliki pengaruh
setiap pemimpin harus memiliki Integritas .
Mengapa Integritas begitu amat penting sebab : Integritas memberikan Kuasa kepada kata-
kata kita, memberikan kekuatan bagi rencana-rencana kita dan memberikan daya ( force )
bagi tindakkan kita.
Integritas berasal dari kata latin “ Integrated “ artinya “ komplit “, utuh dan sempurna. Yang
berarti tidak ada cacat.
Pemimpin yang Berintegritas : adalah pemimpin yang tanpa kedok. Pemimpin yang
berintegritas bertindak sesuai dengan ucapan, sama didepan dan ;dibelakang umum,
konsisten antara apa yang diimani dan kelakukannya, antara sikap dan tindakkan, antara
nilai hidup yang dianut dengan hidup yang dijalankan. Pemimpin yang berintegritas adalah
pemimpin yang matang, tanpa kompromi, menolak pengakuan untuk dirinya sendiri. Di
dalam menjalankan hidup serta pelayanannya pemimpin yang matang dan berintegritas
berfokus untuk mencapai tujuan yang mulia. Seorang Pemimpin yang memiliki Integritas
adalah yang memiliki integritas dalam etika dan moral.
Integritas dalam keberadaan benar dihadapan Tuhan dan benar dengan diri sendiri,
Integritas dalam berpikir, integritas dalam berkomunikasi. Kunci mengembangkan Integritas
: Perhatikan hal-hal kecil Katakan “ TIDAK “ kepada cobaan dan Jangan bedakan kehidupan
didepan umum.
Profesionalitas adalah integritas yang teruji, abdi Negara yang professional adalah abdi
Negara yang memiliki integritas yang teruji, tidak suka menggunakan aji mumpung
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, apalagi kesempatan dalam tanda petik yang
selalu bermakna negative. Tidak mudah memang. Ada kesempatan untuk korupsi, kita
menjadi bimbang. Sisi baik pada hati kita mengatakan jangan tetap sisi buruknya
mengatakan tunggu apalagi. Mumpung ada kesempatan, , sebab kalau tidak akan banyak
orang lain akan menggunakan kesempatan tersebut. Korupsi itu manis diawal-awalnya
tetapi akan menjadi pahit banhkan sangat pahit di ujung-ujungnya. Profesional artinya jika
kita bisa menahan diri melakukan penyimpangan seperti itu meskipun kesempatan itu
sangat terbuka lebar. Abdi Negara yang professional tidak akan berani menggunakan
kesempatan, apalagi mencuri-curi kesempatan. Integritas yang teruji merupakan modal
utama bagi kita untuk menjadi pelayanan masyarakat yang benar-benar berjiwa melayani.
Di masa ini, karakter yang demikian bisa dikatakan satu berbanding seribu, inilah biang
kerok kenapa pemerintah kita kurang profesional karena betapa susahnya mencari aparat
pemerintah yang benar-benar memiliki integritas yang teruji. Yang banyak adalah aparat
pemerintah yang suka mencuri-curi kesempatan. Kesempatan sudah ditutup rapat rapat
tetapi dasar mentalnya rendah, ada saja celah-celah untuk melakukan penyimpangan. Hal
ini bisa terjadi lantaran semua orang suka bermain kongkalikong, atasan dengan bawahan
sama- melakukan penyimpangan.
Rasa aman sangat penting bagi seorang pemimpin untuk menjalankan kekuasaan dan
otoritasnya. Bila seorang pemimpin merasa tidak aman, ia akan membuat orang-orang
disekitarnya menderita yang pada akhirnya, ia akan membuat dirinya sendiri serta
pekerjaannya turut menderita, dan gagal sebagai seorang pemimpin. Pemimpin yang
memiliki rasa aman mampu berfokus dalam kepemimpinannya. Karena tujuannya jelas yaitu
mencapai visi dan misi bersama. Rasa akan memberinya keberanian untuk mengambil
tindakan walau tidak popular sekalipun.
Integritas dalam hal kemurnian adalah satu tantangan yang sangat besar bagi para
pemimpin. Keberhasilan sering kali memberi kesempatan bagi para pemimpin untuk jatuh
kedalam pencobaan..
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki integritas dalam masalah uang.
Banyak pemimpin –pemimpin yang sangat handal jatuh karena melanggar integritas mereka
dalam masalah uang.
“ Peringatan kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan
berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada ALLAH yang dalam
kekayaannya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatan agar
mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan
dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu
yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya. “
Betapa berdosanya jika kita tidak mau berubah untuk menjadi lebih baik, lebih professional
dalam bekerja sehingga gaji yang kita makan benar-benar menjadi rejeki yang halal dan
barokah bagi keluarga kita semua. Kalau ada kesempatan untuk menjadi aparat pemerintah
yang baik, kenapa tidak kita gunakan dengan semaksimal mungkin ? Kenapa kita malah
mencuri-curi kesempatan untuk menjadi orang yang tidak baik ?
Defenisi Integritas
Peneliti kepemimpinan James Kouzes dan Barry Posner dalam buku mereka yang berjudul Credibility:
How Leaders Gain and Lose It, Why People Demand It melaporkan hasil riset mereka selama hampir 20 tahun
dari survei terhadap ribuan kaum profesianoal dari empat benua bahwa karakteristik nomor satu paling kritis
bagi seorang pemimpin adalah integritas. John Maxwell mengatakan, bahwa “Dari semua kualitas
kepemimpinan yang ada, maka integritas adalah yang terpenting.” Seorang pakar kepemimpinan Werren
Bennis mengungkapkan, bahwa “Integritas adalah fondasi untuk membangun rasa percaya (trust). Menurut
Sandjaya, “Integritas dimengerti sebagai wholeness, completeness, entirety, unified. Keutuhan yang dimaksud
adalah keutuhan dalam seluruh aspek hidup, khusunya antara perkataan dan perbuatan. Defenisi ini didukung
oleh John Maxwell yang mengatakan, bahwa “Integrity build trust, integrity has high influence value, integrity
facilitates high stantards, and integrity result in a solid repotation, not just image.” Seperti yang Yakobus
katakan, “Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan
utuh dan tak kekurangan suatu apapun,” (Yakobus 1:4).
Integritas dapat disimpulkan sebagai keutuhan yang melibatkan seluruh aspek kehidupan yang
dinyatakan dalam kesatuan antara perkataan dan perbuatan, di mana apa katakan oleh pemimpin itulah yang
dilakukannya, sehingga ia dapat dipercaya, disegani dan dihormati oleh orang-orang yang dipimpinya.
Integritas bagi seorang pemimpin merupakan alat yang sangat kuat untuk memimpin dan dapat meningkatkan
kredibilitasnya di mata orang-orang yang dipimpinnya. Ciri-ciri integritas yang sangat penting menurut
Jonatahan Lamb, yaitu: 1) Ketulusan: motivasi yang murni, 2) Konsistensi: menjalani kehidupan sebagai suatu
keseluruan, dan 3) Keandalan: mencerminkan kesetiaan Allah.
“Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati dan tekad demi
mencapai sebuah tujuan, sekalipun ia belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan
tersebut. Berjerih payah dan berkorban demi menyelesaikan "T u j u a n n y a" sekalipun
semua orang meninggalkannya.” (Anonym)
Integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki seorang
pemimpin. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-
tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi
dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan
memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:
Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar
yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuanyang memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan, “integritas adalah sepatah kata yang
kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu
memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu,
mengakui kesalahan mereka dan mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara
mereka, industri mereka dan perusahaan mereka – baik yang tersurat maupun yang tersirat – dan
mentaatinya. Mereka bermain untuk menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku.
”Berbagai survei dan studi kasus telah mengidentifikasikan integritas atau kejujuran sebagai
suatu karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang pemimpin.
Dr. Kenneth Boa (President dari Reflections Ministries, Atlanta) menggambarkan integritas
sebagai lawan langsung dari kemunafikan. Ia mengatakan, bahwa seorang munafik tidaklah
qualified untuk membimbing orang-orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi.
Tidak ada seorang pun yang menaruh respek kepada seorang pribadi yang berbicara
mengenai permainan yang baik, namun dirinya sendiri gagal untuk bermain seturut
peraturan permainan yang ada. Apa yang dilakukan seorang pemimpin mempunyai dampak
yang lebih besar atas mereka yang dipimpinnya daripada apa yang dikatakannya. Seseorang
dapat lupa 90% dari apa yang dikatakan oleh seorang pemimpin, namun dia tidak akan
melupakan bagaimana sang pemimpin itu hidup. Apabila kita berbicara mengenai integritas
pada hari ini, kita mengacu pada term-term yang berhubungan dengan etika, moralitas,
keotentikan, komitmen, namun yang kita butuhkan adalah suatu pemahaman yang jelas
tentang konsep integritas. Integritas berurusan dengan keutuhan dan nurani seorang
pribadi – kualitas karena benar terhadap diri sendiri.
Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin.
Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat dipercaya jika mereka
harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin bahwa sang pemimpin
memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang pemimpin harus menaruh
kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas tanggung-jawab mereka.
Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati
janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan
integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang
menaruh kepercayaan kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang benar dan berpihak
kepada kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang. Mengatakan kebenaran
secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak mengatakannya.
Sebenarnya kedua istilah ini memiliki kesamaan yaitu bahwa keduanya menjadi sumber
terbentuknya “trust” (kepercayaan) bagi pemimpin. Bedanya kalau kredibilitas lebih
menyangkut “head” (otak) yaitu kemampuan olah pikir yang mencakup antara lain
intelegensia, keterampilan, kompetensi (hard skill). Sedangkan integritas lebih menyangkut
“heart” (hati) yaitu kemampuan olah nurani yang mencakup antara lain kejujuran,
ketulusan, komitmen dan sebagainya. Kredibilitas terbangun melalui dua unsur yang sangat
penting yaitu kapabilitas (kompetensi) dan pengalaman. Akan sulit rasanya jika seorang
pemimpin tidak memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang yang ia pimpin. Sementara
itu integritas dibangun melalui tiga unsur penting yaitu nilai-nilai yang dianut oleh Si
Pemimpin (values), konsistensi, dan komitmen. Nilai-nilai merupakan pegangan dari si
pemimpin dalam bertindak. Intergritas ini akan semakin kokoh jika si pemimpin memiliki
konsistensi antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan (walk the talk) dan
memiliki komitmen terhadapnya. Bila tidak memiliki integritas, kita akan kehilangan
kredibilitas karena orang lain akan menjauhi kita untuk menghindari kekecewaan.
KOMITMEN
Komitmen menurut Kamus Bahasa Indonesia: adalah suatu janji pada diri kita sendiri
ataupun orang lain yang tercermin dalam tanggungjawab tindakan kita melakukan,
menjalankan, memasukkan, mengerjakan. Komitmen dalam keseharian diungkapkan dalam
perkataan yang menyatakan sebuah kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Komitmen
mengandung unsur kontinuitas. Artinya kita bersedia untuk melaksanakan janji kita tidak
hanya pada saat ini, tetapi berkelanjutan dan secara terus menerus sampai selesai.
Komitmen itu dimulai dengan kata, dan mewujudkannya dengan menjalankan kata tersebut.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita yang membuat komitmen. Jadilah “walk the talk”,
melakukan apa yang Anda katakan. Pastikan Anda tidak menjanjikan sesuatu yang Anda
sudah tahu pasti tidak mungkin dapat tepati. Orang sejati selalu menepati apapun yang
diucapkannya. Inilah awal mula munculnya rasa percaya pada diri sendiri dan dari orang
lain.
OLEH
I. PENDAHULUAN
Di era global sekarang kita sering melihat lebih banyak pemimpin di negara ini yang lebih
mementingkan diri sendiri dalam kehidupan sosial bermasyarakat daripada pemimpin yang
benar-benar memperhatikan hak dan kebutuhan masyarakat (populis) khususnya
masyarakat menengah ke bawah. Entah dia sebagai pemimpin dalam organisasi masyarakat,
organisasi dalam bidang bisnis, organisasi pemerintahan, organiasi kepartaian atau
organisasi yang terbesar yaitu negara. Alih-alih memperhatikan masyarakat, pemimpin
jaman sekarang justru lebih memilih memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, ataupun
keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari begitu maraknya kasus korupsi yang terjadi di negara
ini.
Dengung reformasi belum membawa perubahan berarti bagi masyarakat luas. Malah
sebaliknya masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang sulit. Hal yang sama juga
dirasakan masyarakat di daerah Jakarta umumnya dan daerah jakarta Barat. Di sektor
kesejahteraan rakyat, kemiskinan yang tinggi, biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal,
Kehidupan sosial politik yang tidak stabil, infrastruktur dan regulasi yang semrawut, dan
pemimpin yang bermental ‘tempe’ adalah situasi-situasi yang dihadapi masyarakat saat ini.
Tidak bisa dipungkiri bahwa situasi dan kondisi yang disebutkan diatas menyebabkan tingkat
kepercayaan masyarakat kepada pemimpin di negara ini mengalami degradasi.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab semuanya itu. Salah satunya adalah kegagalan
para pemimpin dalam memimpin bangsa ini. Tidak adanya pemimpin yang cekat tanggap,
dan action dalam menghadapi masalah rakyatnya. Pemimpin yang tidak menjadikan
permasalahan rakyat yang dipimpinnya menjadi permasalahannya sendiri, sehingga
membawa bangsa ini menuju masa depan yang tidak pasti. Pemimpin yang tidak membela
hak rakyat kecil, serta tidak mengetahui kebutuhan rakyatnya.
Kerinduan rakyat akan lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang bisa menjawab dan
memperbaiki semua situasi dan kondisi di negara ini sangatlah besar. Lalu solusi tipe
pemimpin seperti apakah yang bisa menjawab dilema masyarakat yang bisa membawa
perubahan dalam setiap aspek kehidupan ke arah yang lebih baik. Rakyat sangat
mengharapkan munculnya pemimpin yang benar-benar cerdas, yang mempunyai tanggung
jawab (reponsibility), pemimpin yang jujur (integritas), dan yang tidak kalah penting adalah
pemimpin populis yang dapat menjawab kebutuhan dan memperjuangkan hak rakyat kecil.
II.RUMUSAN MASALAH
1.
2. Apa itu pemimpin yang populis, berintegritas, dan cerdas secara intelektual?
3. Bagaimana menjadi pemimpin yang populis, berintegritas dan cerdas secara
intelektual?
III.PEMBAHASAN
POPULIS
Populis berkaitan dengan paham populisme. Populis berasal dari bahasa romania “populis”
yang artinya adalah rakyat serta bahasa latin “popus” yang sama artinya dengan populis.
Populisme dalam prakteknya adalah segala upaya untuk meyakinkan Rakyat entah itu
mengenai pemerintahan berjalan yang kotor atau kurang dapat mewakili rakyat,
menghilangkan Gap antara si kaya-raya dan si miskin dari goa hantu, dan Populisme sering
dikaitkan dengan penyelamat negara. Dalam hal penghilangan Gap antara kaya dan miskin
Populisme sendiri tidak lepas dari pemikiran-pemikiran mengenai sosialis.
Sosialisme (Marx), lahir dari beberapa cendekiawan untuk membela nasib
para pekerja. Karya terkenal yang berawal dari pemikiran Marx atau Lenin ini dapat
dikatakan adalah dasar dari populisme itu sendiri. mari kita perhatikan beberapa asumsi
atau kata kunci dalam memahami apa itu Populis, yaitu:
Membela hak-hak kaum Proletar.
Sosialisme adalah paham mengenai masyarakat yang lebih umum.
Sosialis merupakan hasrat dan gerakan untuk membangun masyarakat yang adil
dan bebas.
Hak milik pribadi harus dihapuskan.
Marxisme juga adalah Sosialis tapi tidak semua Sosialis adalah Marxis
Populisme adalah “sosialisme yang muncul dalam negara agraris terbelakang yang
sedang mengalami masalah modernisasi” (Andrzej Walicki, 1968)
Populisme “pada dasarnya adalah ideologi rakyat kecil pedesaan yang terancam oleh
serbuan kapitalisme industri dan finansial” (Peter Worsley, 1967)
“Populisme menyatakan bahwa kehendak masyarakat itu sendiri merupakan yang
tertinggi diatas semua standar yang lain” (Edward Shils, 1956)
Populisme adalah “Kredo atau gerakan yang didasarkan atas premis utama bahwa
‘nilai moral’ yang paling baik itu terletak pada rakyat sederhana yang merupakan
mayoritas besar, dan pada tradisi kolektif mereka” (Peter Wiles, 1967)
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai pemimpin yang populis
adalah pemimpin yang pro rakyat kecil (optin for the poor). pemimpin yang populis lahir dari
pengikut atau benar lahir dari bawah (bottom-up). Karakteristiknya adalah bahwa dia sangat
dekat dengan bawahannya, mengetahui apa yang menjadi permasalahan bawahan atau
pengikutnya serta sangat peka dalam membantu menyelesaikan masalah yang diderita oleh
pengikutnya tersebut.
INTEGRITAS
Integritas berasal dari bahasa Latin integer; incorruptibility , firm adherence to a code of
especially moral a acristic values, yaitu , sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak
mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Integritas bukan hanya sekedar bicara, pemanis retorika, tetapi juga sebuah tindakan. Bila
kita menelusuri karakter yang dibutuhkan parah pemimpin saat ini dan selamanya mulai
dari integritas, kredibilitas dan segudang karakter muliah yang lainnya-pastilah akan
bermuara pada pribadi agung manusia .
Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh
sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Seseorang yang memiliki integritas pribadi akan tampil penuh percaya diri, anggun, tidak
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya hanya untuk kesenangan sesaat. Siswa yang
memiliki integritas lebih berhasil ketika menjadi seorang pemimpin, baik pemimpin formal
maupun pemimpin nonformal.
Integritas adalah satu kata dengan perbuatan, dia berkata jujur dan tentu saja tidak akan
bohong. Dalam hal ini Stephen R.Covey membedakan antara kejujuran dan integritass
“honesty is telling the truth, in other word, conforming our words reality-integrity is
conforming to our words, in other words, keeping promises and ful-filling expectations.”
Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedang
integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya. Orang yang memiliki
integritas dan kejujuran adalah orang yang merdeka. Mereka menunjukan keauntetikan
dirinya sebagai orang yang tanggung jawab dan berdedikasi.
Integritas dan kepemimpinan sangat erat satu sama lain. Stephen Covey (2006)
menyebutkan integrity is doing what we say will do. Seorang pemimpin harus dapat
bertindak secara konsisten antara kata dan perbuatan.
Integritas yaitu apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita ucapkan. Karena orang-
orang yang kita pimpin akan melihat sampai sejauh mana kita melaksanakan apa yang kita
ucapkan, sehingga mereka akan mengikuti apa yang kita perintahkan.
Kepemimpinan yang dibangun atas kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif yang
dilandasai oleh kekuatan moral berarti ia memiliki “Integritas” untuk bersikap dan
berperilaku sehingga ia mampu memberikan keteladanan untuk mempengaruhi orang lain
untuk melakukan perubahan yang terkait dengan proses berpikir.
Jadi kepemimpinan yang memiliki “integritas”, maka ia menyadari benar bahwa rimba
hukum memang tidak pernah jelas, itu tidak berarti ia akan mempergunakan dengan dalih
kekuasaan untuk ikut bermain dalam arena tersebut, karena ia akan menolak untuk ikut
serta dalam persaingan yang tidak sehat, walaupun hal itu merupakan tugas yang akan
dilaksanakannya. Oleh karena ia dalam bersikap dan berperilaku tidak akan melepaskan diri
dari membuat suatu keputusan yang adil dan objektif. Jadi dengan integritas itu berarti ia
memiliki manajemen intuitif untuk mengintegrasikan otak kanan dan kiri dengan hati
sebagai keterampilan manajemen abad baru.
Seorang pemimpin harus cerdas secara intelektual karena pengalaman dan pendidikan yang
pernah dia alami yang menentukan arah dalam setiap pengambilan keputusan.
Intelektualitas tidak hanya tercermin dari prestasi yang ditorehkan, tetapi juga harus
mempunyai pengetahuan luas akan berbagai hal. Pemimpin yang cerdas secara intelektual
akan memberikan pengaruh positif dalam segala tindakannya. Dia akan memberikan ide-ide
brilian dalam setiap kegiatan keorganisasian. Inovasi dan kreatifitas yang dia punya akan
semakin menggairahkan atau memotivasi bawahannya untuk terus berkembang. Intinya dia
akan jadi teladan bagi anggotanya untuk memacu diri mereka menjadi insan yang
berkualitas.
Seorang pemimpin diibaratkan seperti seorang Jenderal dalam peperangan, dia harus
mempunyai pengetahuan yang dalam tentang kekuatan pasukannya-nya dan juga kekuatan
dan kelemahan dari musuh-musuhnya, strategi dan taktik yang akan digunakan di medan
pertempuran. Semuanya itu akan membawa dia menang dalam pertempuran. Jika dikaitkan
dengan pemimpin dalam organisasi mulai dari organisasi terkecil sampai yang terbesar
misalnya dalam konteks sebuah negara, maka menjadi pemimpin tidak hanya
mengandalkan pengetahuan atau ilmu yang dikuasainya saja, tetapi harus bisa menguasai
ilmu dari bidang-bidang yang lain. Hal ini akan memudahkan dia dalam mengambil
keputusan - keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi organisasi yang
dipimpinnya sehingga bisa mencapai visi dan misi yang diharapkan.
Pertama, Melahirkan seorang pemimpin yang berjiwa populis merupakan sebuah tantangan
di tengah era globalisasi dan modernisasi sekarang ini. Setiap organisasi pengkaderan
mahasiswa perlu melakukan perubahan (Transformasi) dalam membentuk kader-kadernya
yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa ini yang berjiwa populis. Perubahan yang
dimaksudkan adalah membuat suatu metode baru selain dalam hal pembinaan dan
pendidikan berjenjang di internal organisasi dengan lebih menekankan pada aksi-aksi nyata
yang berhubungan dengan jiwa populis. Jadi, tidak hanya dipelajari pada materi pembinaan
seperti Masa Penerimaan Anggota, Latihan Kepemimpinan (LK), Latihan Dasar
Kepemimpinan (LDK), dan latihan kegiatan pengkaderan lainnya tetapi benar-benar
ditunjukan dengan aksi nyata dengan terlibat dan berpihak langsung dengan masyarakat di
sekitarnya khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah (kaum yang tertindas).
Misalnya tidak hanya dengan melakukan aksi demonstrasi menentang kebijakan pemerintah
yang tidak memihak kaum tertindas, ataupun hanya melakukan seminar membahas suatu
masalah atau isu-isu yang berkaitan dengan ketidakadilan terhadap kaum tertindas, tetapi
dengan melakukan aksi-aksi sosial atau ekskursi sosial. Hal ini yang harus diperbanyak
intensitasnya dalam proses pengkaderan dari internal organisasi.
Kedua, tidak bisa dipungkiri bahwa integritas merupakan ujian yang paling berat bagi
seorang pemimpin. Jarang sekali ditemukan pemimpin yang benar-benar berjiwa integritas
tinggi dan bersih dari segala kasus KKN. Maka dari itu jiwa dan semangat integritas harus
ditanamkan sejak dini dengan berbagai cara, salah satunya adalah pendidikan berbasiskan
budaya. Bahwa nilai-nilai integritas seperti kejujuran, moral, tanggung jawab, loyalitas,
harus mulai ditanamkan kepada kader-kader dan dibudayakan dalam lingkungan organisasi.
Hal itu juga harus dibudayakan dari perangkat organisasi yang tertinggi sampai yang terkecil.
Sehingga, dengan demikian tumbuh kesadaran dari dalam diri kader-kader baru untuk bisa
memiliki semangat integritas yang tinggi. Contoh sederhananya adalah bisa dengan
melakukan laporan keuangan tiap bulannya, setelah dilaksanakan suatu kegiatan selalu
dibuat laporan pertanggungjawaban (LPJ). Implementasinya adalah kelak nanti setelah
berproses di dalam organisasi akan menjadi pemimpin di masyarakat yang berintegritas
tinggi.
Ketiga, cerdas secara intelektual juga diperlukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin
suatu perangkat organisasi ataupun pemimpin bangsa ini. setiap organisasi juga harus lebih
memikirkan cara atau metode agar kader-kadernya bisa dan mampu menguasai semua
bidang atau aspek lain dalam kehidupan ini yang diluar bidang atau ilmu yang dia pelajari
selama di bangku kuliah. Salah satu caranya adalah dengan lebih meningkatkan iklim diskusi
pada internal organisasi. Diskusi tidak hanya membahas isu-isu nasional yang sedang terjadi
tetapi bisa juga dengan sharing ilmu antar kader yang tentunya memiliki fokus kuliah pada
satu bidang. Sehingga, wawasan intelelektualitas kader semakin bertambah dan bisa
diaplikasikan setelah terjun ke masyarakat nantinya.
Selain cerdas secara intelektual, untuk menjadi seorang pemimpin juga diperlukan
kecerdasan secara spiritual dan emosional. Cerdas secara spiritual yang dimaksudkan adalah
bagaimana kita menjalin hubungan dengan Tuhan. Tidak ada pemimpin manapun di dunia
ini yang bisa menyelesaikan semua masalahnya sendiri bahkan dengan sekumpulan tim
homo sapiens terkuat yang dia bentuk, kenapa? karena banyak hal di dunia ini yang jauh
sekali dari nalar kita sebagai manusia. Banyak masalah yang sebenarnya tidak bisa
dipecahkan sendiri oleh kekuatan manusia, sekuat apapun dia. Manusia pasti butuh Tuhan,
untuk bersandar, mengadu, dan meminta. Karena Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Setiap Kader harus dilatih sedini mungkin agar tidak boleh melupakan Tuhan dalam
kehidupannya misalnya dengan cara berdoa tentunya sesuai dengan Agama masing-masing
individu. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan berbagai kegiatan Spiritual yang
disesuaikan dengan kebutuhan organisasi
Seorang pemimpin juga harus cerdas secara emosional. Perilaku keseharian dia, hubungan
dia sesama manusia, perilaku dia terhadap orang sekitarnya, terhadap lingkungannya,
terhadap dunia ini. Itulah kriteria lain untuk jadi seorang pemimpin. Karena kodratnya
manusia ialah makhluk lemah yang harus bersosial untuk mencapai sebuah tujuan, maka
seorang pemimpin pasti sadar bahwa dia membutuhkan orang lain untuk saling mengisi dan
menutupi kekurangannya. No one can stand alone. Keputusan yang tepat berasal dari
pengalaman dan pembelajaran berkelanjutan. Jika kita memisalkan diri kita gelas, apa yang
akan kita tuangkan kepada orang lain apabila gelas tersebut jarang diisi. Maka seorang
pemimpin pastilah orang yang akan terus belajar, terus mendengar, terus memberi karena
dengan seperti itulah dia akan memberikan hal postif bagi orang yang dipimpinnya. Oleh
karena itu dibutuhkan lah sosok yang karismatik, bertanggung jawab, dan mempunyai
kepedulian tinggi. Teruslah belajar, teruslah merendah, teruslah bermanfaat terhadap orang
lain. Selain itu, seorang pemimpin juga harus pandai dalam menempatkan posisinya dalam
keadaan yang berbeda-beda. Seperti membaur tapi tak melebur. Dia harus punya prinsip
yang kuat sehingga keyakinan dia tak digoyangkan oleh orang-orang yang mengambil
keuntungan. Pemimpin boleh salah, tapi pemimpin tak boleh ragu-ragu. Dan tentu dia harus
punya pengaruh yang kuat terhadap orang-orang disekitarnya.
IV.PENUTUP
KESIMPULAN :
Di era globalisasi sekarang jarang sekali ditemukan pemimpin yang berjiwa populis,
berintegritas tinggi, dan cerdas secara intelektual.
Pemimpin yang populis adalah pemimpin yang pro rakyat kecil (option for the poor).
Peka dan secara langsung turun ke lapangan membantu rakyatnya.
Pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang memiliki mutu, sifat, atau
keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan
kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Pemimpin yang cerdas secara intelektual adalah pemimpin yang tidak hanya
menguasai ilmu yang dipelajarinya, tetapi harus bisa menguasai bidang atau ilmu
yang lain.
Cerdas secara intelektual harus dibarengi dengan cerdas secara spiritual dan cerdas
secara emosional.
SARAN :
1.
2. Setiap organisasi pengkaderan harus membuat sebuah gebrakan baru atau
transformasi dalam pembinaan kader yang berjiwa populis melalui aksi-aksi nyata.
3. Nilai integritas harus dibudayakan dalam internal organisasi dari perangkat yang
tertinggi sampai yang terkecil.
4. Iklim diskusi dan sharing ilmu antar kader harus lebih ditingkatkan di internal
organisasi untuk menambah wawasan demi tercapainya pemimpin yang cerdas
secara intelektual.
Seyogianya seorang pemimpin memiliki integritas; satu kata dengan perbuatan dalam perspektif
yang baik tentunya dan juga memiliki kredibilitas; dapat dipercaya dan dapat diandalkan, dan tidak
akan menyia-siakan kepercayaan dari para pengikutnya.
Integritas dan kredibilitas bagaikan dua muka mata uang, berjalan beriringan, seseorang yang
memiliki integritas biasanya memiliki kredibilitas. Seberapa tinggi tingkat keduanya dibuktikan
dengan perjalanan waktu dan seberapa luas masyarakat, khususnya pengikutnya, menyaksikan dan
memberikan opini mereka terhadapnya. Integritas dan kredibilitas berbicara tentang moral yang ada
pada diri sang pemimpin yang diperoleh dari didikan orang tua, guru, dan orang-orang terdekat
semasa kecil dan tumbuh dewasa dalam keteladanan yang dilihatnya dari orang-orang yang menjadi
contoh keteladanan yang baik.
Pada kenyataannya, kita melihat sedikit sekali pemimpin yang menonjol dalam dua aspek moral
penting dalam kepemimpinan tersebut padahal keduanya merupakan fondasi yang kuat di mana
seorang pemimpin membangun dirinya. Pemimpin yang kuat dan hebat memang banyak, itu
diperolehnya melalui pencitraan diri maupun pemaksaan terhadap pengikutnya, tetapi pemimpin
yang memiliki integritas dan kredibilitas bisa dihitung dengan jari, salah satu yang kita kenal dan
masih hidup saat ini adalah Nelson Mandela.
Pada prinsipnya, integritas dan kredibilitas tidak dapat direkayasa, tetapi timbul dari dalam diri sang
pemimpin,dan dilihat oleh pengikutnya. Management World, jurnal online dari The Institute of
Certified Professional Managers (ICPM), pernah menampilkan tulisan dari Karen Walker PhD dan
Barbara Pagano EdS,dua orang konsultan manajemen yang pernah melakukan survei terhadap
13.000 orang dari berbagai kalangan.
Berdasarkan hasil survei mereka apa yang diindikasikan bahwa pemimpin mereka memiliki integritas
dan kredibilitas oleh pengikutnya adalah: 1. Jujur, yang benar dikatakan benar,yang salah dikatakan
salah, tidak berbelit, berputar-putar dalam memberikan jawaban dalam rangka menutupi
ketidakjujurannya. Tentunya bukan segala sesuatu harus disampaikan terbuka, namun ketika
diperlukan atau berkaitan dengan pengikut yang harus disampaikan, tidak disembunyikan dan
membiarkan pengikut dengan interpretasi masing-masing.
2.Menyadari akan kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, dengan memperbaiki dan
memperkuat kelemahan yang ada pada dirinya dan meningkatkan kelebihan. Banyak pemimpin yang
tidak mau memperbaiki kesalahan dan kelemahan dirinya dan menganggap bahwa dirinya sudah
sempurna dan alergi terhadap kritik. 3. Memiliki tingkat ketenangan yang tinggi. Tidak mudah panik
menghadapi keadaan darurat, krisis, tekanan dan menghadapi penghalang.
Dalam situasi yang darurat dan mendesak para pengikut sangat membutuhkan arahan yang jelas
dalam menanggulangi keadaan. Dan dari pemimpin merekalah mereka mengharapkan datangnya
arahan atau perintah. Sementara mereka juga melihat, jika pemimpin mereka panik, mereka akan
ikut panik, jika mereka melihat pemimpin mereka tenang, mereka juga ikut tenang. Ketenangan
sangat dibutuhkan di kala krisis.
4. Senantiasa berhubungan dengan pengikut, walaupun tidak dalam keseharian karena jenjang atau
hierarki organisasi, akan tetapi pengikut tahu bahwa pemimpin mereka memperhatikan mereka
langsung maupun tidak langsung dan selalu ada ketika mereka membutuhkannya. Ada semacam tali
penghubung yang tidak putus dan terputuskan. 5. Memenuhi janji.
Ketika pemimpin berucap dan berjanji, ia wajib memenuhinya dan jika pun tidak harus disampaikan
secara terbuka mengapa tidak dipenuhi dengan memberikan alasan-alasan yang dapat diterima.
Jangan karena takut kehilangan wibawa, tidak memberitahukan apapun alasannya dan menganggap
bahwa pengikut telah melupakan janjinya. Janganlah berjanji jika tidak memiliki komitmen untuk
memenuhi, sebaliknya penuhilah satu kali sudah berjanji.
6. Mau memperbaiki kesalahan. Dalam perjalanan ada saja yang dianggap sebagai kesalahan entah
itu kesalahan diri sang pemimpin ataupun kesalahan bersama yang diakibatkan oleh perintah sang
pemimpin.Jangan lalu mencari kambing hitam akan tetapi mau mengakui jika itu merupakan
kesalahannya atau akibat perintahnya dan mengajak segera untuk memperbaikinya. 7.
Menyampaikan berita buruk dengan bijaksana.
Semua orang senang mendengar berita baik dan setiap pemimpin juga senang menyampaikan berita
baik yang menyenangkan, akan tetapi kurang senang dan tidak siap untuk menyampaikan berita
buruk dan biasanya didelegasikan kepada anak buah. Ternyata para pengikut justru tidak terlalu
mempermasalahkan siapa pun yang menyampaikan jika itu berita buruk,dan mengharapkan sang
pemimpin sendiri yang menyampaikan berita buruk sebagai orang yang paling bertanggung jawab
dan dianggap sebagai pemimpin kesatria.
Kepemimpinan adalah perihal memotivasi orang untuk menjalankan dan mencapai misi
organisasi. Dalam usaha mencapai tujuan ini, persatuan, kepercayaan, dan harga diri akan
berkembang. Seorang pemimpin yang baik membantu berkembangnya kualitas-kualitas ini,
namun kegagalan membangun integritas akan meracuni semua kesatuan yang ada,
menghancurkan kepercayaan antarsesama, dan mematahkan persatuan organisasi. Jika ada
beragam kualitas kepemimpinan, integritas hanyalah sebuah pertanyaan sederhana yang
bisa dijawab dengan ya atau tidak -- Anda memiliki integritas atau tidak. Untuk alasan
tersebut, seorang pemimpin haruslah menunjukkan standar integritas yang tertinggi.
Karakteristik Integritas
Ketulusan
Ketulusan adalah perilaku tanpa kepura-puraan dan kesan yang palsu. Pemimpin
yang berintegritas bersikap tulus -- tindakan mereka sesuai dengan perkataannya.
Sebuah ilustrasi tentang Jenderal Wilbur Creech membantu menjelaskan poin ini.
Saat menjabat sebagai Komandan Tactical Air Command pada awal tahun 1980-an,
dia selalu mengadakan lawatan dan bertemu dengan para bawahannya di tempat
mereka tinggal dan bekerja. Suatu ketika, Jenderal Creech sedang melakukan
inspeksi ke gudang persediaan, ketika didapatinya seorang sersan duduk di sebuah
kursi yang penuh tambalan selotip elektrik dan diganjal dengan satu batu bata.
Saat sang jenderal menanyakan mengapa ia tidak memakai kursi yang lebih baik
keadaannya, sersan tersebut menjawab bahwa tidak ada kursi baru yang tersedia
bagi petugas gudang. Jenderal Creech berjanji akan mengurus masalah tersebut.
Sebagai tindak lanjut inspeksi tersebut, Jenderal Creech memerintahkan ajudannya
untuk terbang kembali ke Langley (markas angkatan udara, Virginia) dan
menyerahkan kursi tua itu kepada petugas logistik. Kursi itu diakui sebagai milik sang
jenderal sampai petugas logistik tersebut mengatasi permasalahan di gudang dan
mengembalikan kursi itu ke petugas gudang.
Konsistensi
Keteguhan hati
Untuk menjadi seorang pemimpin, Anda harus memiliki lebih dari sekadar citra diri
(image) yang berintegritas -- Anda harus memiliki keteguhan hati. Presiden Abraham
Lincoln pernah menceritakan kisah tentang seorang petani. Di samping rumah petani
tersebut, tumbuh sebatang pohon tinggi yang sangat indah. Suatu pagi, dia melihat
seekor tupai berlari memanjat ke atas pohon dan menghilang ke dalam sebuah
lubang. Karena penasaran, petani itu melihat ke dalam lubang dan mendapati bahwa
pohon yang ia kagumi itu berlubang di dalamnya, dan bisa rubuh menimpa
rumahnya saat badai hebat menerjang.
Seperti pohon tersebut, pemimpin yang dari luar terlihat memiliki keteguhan hati,
namun ternyata di dalamnya kekurangan integritas, tidak akan kuat untuk bertahan
dalam masa-masa sulit. Pemimpin yang integritasnya lemah tidak bisa membangun
organisasi yang mampu bertahan dalam situasi yang penuh tantangan.
Membangun Integritas
Saya yakin bahwa Anda membangun gaya hidup yang berintegritas secara bertahap.
Tindakan seseorang yang selalu menunjukkan integritas akan menjadi kebiasaan yang
menunjukkan integritas, dan kebiasaan seorang individu akan menjadi cara hidupnya.
Mungkin ini sederhana, namun saya tidak pernah menemukan cara yang lebih efektif untuk
mengembangkan integritas diri, selain menerapkannya dalam setiap hal yang kita lakukan
dalam kehidupan sehari-hari -- meskipun hanya perkara kecil atau yang tidak berpengaruh.
Dan karena organisasi cenderung hanya menerima kepribadian kepemimpinan mereka,
integritas harus dibangun dari jajaran atas. Perilaku tak jujur ibarat sel kanker yang
menggerogoti serat moral organisasi, terutama jika perilaku itu ditolerir oleh sang
pemimpin, baik secara tersurat maupun tersirat. Pelanggaran terhadap integritas dapat
terjadi karena berbagai alasan, seperti rasa takut gagal, malu, arogansi, atau hanya
kemalasan belaka. Pemimpin yang baik mengakui kesalahan dan bertanggungjawab
terhadap tindakannya. Mungkin contoh yang paling dikenal adalah Jenderal Robert E. Lee
dari Gettysburg. Ketika tentaranya mengalami kekalahan hebat setelah Pickett`s Charge*,
Lee berkata kepada mereka, "Semua ini salahku. Akulah yang telah kalah dalam
pertempuran ...."
Mendengar kata-kata itu, para tentara Lee meneriakkan bahwa merekalah yang
menyebabkan ia gagal dan memohon agar Lee mengizinkan mereka melakukan serangan
balik. Tatkala pemimpin memperlihatkan karakter dan integritas dan mengakui
kesalahannya, hal-hal yang mengagumkan terjadi -- orang-orang akan memercayai mereka
dan mau mengikuti mereka ke mana saja. (t/Lanny)