Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok MPK Agama Islam
Lindria M (1806138472)
Kelompok 1
Universitas Indonesia
2018
Statement Of Authorship
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas akhir terlampir adalah
murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk
makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya
menyatakan menggunakannya.
Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
𝐿𝑖𝑛𝑑𝑟𝑖𝑎 𝑀
1806138472
ii
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWR atas segala limpahan
karunia, hidayah, rahmat, dan ridho-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebenaran di dunia dan di akhirat
kepada umat manusia.
Kami sangat bersyukur dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas dalam mata
kuliah MPK Agama Islam yang kami beri judul “ Laporan Makalah Sejarah dan Makna
Agama Islam”.
Makalah ini telah kami susun dengan segala kemampuan yang kami miliki dan
semaksimal yang kami bisa dengan dukungan dari berbagai pihak akhirnya mampu
memudahkan kami dalam menyusun makalah ini. Maka dari itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Bapak Fuad Falakhuddin selaku dosen pembimbing mata kuliah MPK Agama
Islam
2. Orangtua kami yang selalu mendukung kami
3. Seluruh pihak lain yang sudah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
Semoga Allah SWT membalas budi baik kepada semua pihak yang telah disebutkan
di atas. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dengan
harapan bahwa makalah ini akan menjadi semakin baik.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memperluas wawasan kita semua. Atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan
terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis,
Kelompok 1
iii
Daftar Isi
Statement Of Authorship .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................iv
ISI .........................................................................................................................................v
PENUTUP..............................................................................................................................
A. Kesimpulan ...........................................................................................................xiv
B. Daftar Pustaka ........................................................................................................xv
iv
KORUPSI DAN SEJARAHNYA SEJAK
ZAMAN KENABIAN
Ternyata, Kasus korupsi sudah ada dan terjadi sejak zaman kenabian. setidaknya telah terjadi
empat kali kasus korupsi pada zaman Nabi SAW, yaitu pertama, kasus ghulul atau
penggelapan yang dituduhkan oleh sebagian pasukan perang Uhud terhadap Nabi SAW.
Kedua, kasus budak bernama Mid’am atau Kirkirah yang menggelapkan mantel. Ketiga,
kasus seseorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham. Keempat, kasus hadiah
(gratifikasi) bagi petugas pemungut zakat di kampung Bani Sulaim, bernama Ibn al-
Lutbiyyah.
Mengenai kasus pertama, ghulul atau penggelapan yang dituduhkan oleh sebagian pasukan
perang Uhud terhadap Nabi SAW, Allah berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 161:
Menurut ulama ahli tafsir dan ahli sejarah, ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi
saat perang Uhud tahun ke-2 Hijriah. Kala itu pasukan kaum muslimin menderita kekalahan
sangat tragis, para pasukan panah berbondong-bondong turun dari bukit Uhud untuk ikut
berebut harta rampasan perang. Padahal Rasulullah SAW sejak semula sudah berpesan
jangan sekali-kali meninggalkan bukit Uhud. Apa pun yang terjadi سواء منا أم علينا, kata beliau,
menang atau kalah, jangan sekali-kali meninggalkan posisi bukit Uhud agar kita bisa
melindungi atau membentengi bala tentara yang berada di bagian bawah bukit, termasuk
Nabi SAW sendiri yang kala itu menjadi panglima perang.
Namun mereka melanggar perintah Nabi SAW, bahkan mencurigai Nabi SAW akan
menggelapkan harta rampasan perang yang tampak sangat banyak oleh mereka. Pada saat
Rasulullah SAW mengetahui pasukan pemanah turun dari bukit Uhud, beliau bersabda:
ظنَ ْنت ُ ْم أَنَّا نَغُ َّل َو ََل نُ ْق ِس ُم لَ ُك ْم " فَأ َ ْنزَ َل هللاُ َه ِذ ِه اآليَة
َ
“Kalian pasti mengira bahwa kami akan melakukan ghulul, korupsi terhadap ghanimah (harta
rampasan perang) dan tidak akan membagikannya kepada kalian!” Pada saat itulah turun
Surat Ali Imran ayat 161.
Kasus korupsi kedua, menimpa seorang budak bernama Mid’am atau Kirkirah. Dia seorang
budak yang dihadiahkan untuk Nabi SAW. Kemudian, Nabi SAW mengutusnya untuk
membawakan sejumlah harta ghanîmah atau hasil rampasan perang. Dalam sebuah
perjalanan, tepatnya di wâdil qurâ, tiba-tiba Mid’am atau Kirkirah, seorang budak itu terkena
bidikan nyasar, salah tembak, sebuah anak panah menusuk lehernya sehingga dia tewas. Para
sahabat Nabi kaget. Mereka serentak mendoakan sang budak semoga masuk surga. Di luar
dugaan, Rasulullah SAW tiba-tiba bersabda bahwa dia tidak akan masuk surga.
“Tidak demi Allah, yang diriku berada di tanganNya, sesungguhnya mantel yang diambilnya
pada waktu penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagi akan menyulut api
v
neraka yang akan membakarnya. Ketika orang-orang mendengar pernyataan Rasulullah itu
ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW membawa seutas tali sepatu atau dua utas
tali sepatu. Ketika itu, Nabi SAW mengatakan: seutas tali sepatu sekalipun akan menjadi api
neraka.” (HR. Abu Dawud).
Kasus korupsi ketiga adalah kasus seorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham.
Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud:
Ada seorang sahabat Nabi yang meninggal dunia pada waktu terjadi peristiwa penaklukan
Khaibar. Hal ini dibicarakan oleh mereka hingga sampai didengar Rasulullah SAW. Beliau
bersabda: “Shalatkanlah saudara kalian ini.” Pada saat itu raut muka orang-orang berubah
(karena keheranan dengan perintah Nabi ini). Rasulullah SAW mengatakan, “Sungguh
saudara kalian ini menggelapkan harta rampasan perang di jalan Allah.” Ketika itu, kami
langsung memeriksa harta bawaannya dan ternyata kami menemukan kharazan
(perhiasan/manik-manik atau permata orang Yahudi yang harganya tidak mencapai dua
dirham (HR. Abu Dawud).
Kasus berikutnya adalah korupsi Abdullah bin al-Lutbiyyah (atau Ibn al-Atbiyyah), petugas
pemungut zakat di Bani Sulaim. Kasus ini terjadi pada tahun 9 H. Sebagai petugas pemungut
zakat, dia menjalankan tugasnya di Bani Sulaim. Sekembalinya dari bertugas, Ibn al-
Lutbiyyah melaporkan hasil penarikan zakat yang diperolehnya dan beberapa yang dia
anggap sebagai hadiah untuknya (sebagai petugas). Ibnu al-Lutbiyyah berkata kepada
Rasulullah SAW, “Ini adalah hasil pungutan zakat untukmu (Rasulullah/Negara); dan yang
ini hadiah untuk saya.” Mendengar laporan ini, Rasulullah SAW menolak hadiah yang
diperoleh saat seseorang menjadi petugas. Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu duduk saja
di rumah bapak dan ibumu, apakah hadiah itu akan datang sendiri untuk kamu?” Kemudian,
Rasulullah SAW langsung naik mimbar berpidato di hadapan orang banyak untuk
memberitahukan ke publik tentang peristiwa ini.Tindakan Nabi berpidato di hadapan publik
membicarakan ketidakbenaran yang dilakukan oleh bawahannya ini dapat dikatakan bahwa
Nabi SAW mempublikasikan tindakan koruptor di media massa atau tempat umum agar
menjadi pembelajaran bagi publik, dan agar seorang koruptor dan keluarganya malu dan jera
dari tindakan korupsinya.
“Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari
golongan kami.” (HR Thabrani dan al-Hakim).
Dalam waktu yang sama, Allah SWT melarang hambanya memakan harta atau hak
orang lain secara tidak sah, apakah melalui pencurian, rampok, pemerasan, pemaksaan, dan
bentuk-bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur’an: “Dan
janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil.” (al-Baqarah : 188 dan
vi
An-Nisa’ : 29).Larangan (nahy) dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang
atau harta orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram.
Pelakunya diancam dengan dosa. Islam sebagai agama eskatologis, mengajarkan kepada
semua umatnya untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.Dalam QS Al
Maidah:42, disebutkan bahwa memakan harta korupsi sama dengan memakan barang haram.
Sanksinya secara sosial; dikucilkan dari masyarakat, serta kesaksiannya tidak lagi diakui.
Bahkan, seorang koruptor secara moral dalam etika Islam diharapkan dikenai sanksi sebagai
orang yang tercela dan tidak disholatkan jenazahnya ketika mati.
Sanksi Korupsi
Jenis sanksi yang di berikan ada empat. Pertama, al-‘Uqubah al-Asliyyah yaitu
hukuman yang telah ditentukan dan merupakan hukuman pokok seperti ketentuan qishas dan
hudud. Kedua, al-‘Uqubah al- Badaliyyah yaitu hukuman pengganti. Hukuman ini bisa
dikenakan sebagai pengganti apabila hukuman primer tidak diterapkan karena ada alasan
hukum yang sah seperti diyat atau ta’zir. Ketiga, al-‘Uqubah al Tab’iyyah yaitu hukuman
tambahan yang otomatis ada yang mengikuti hukuman pokok atau primer tanpa memerlukan
keputusan tersendiri seperti hilangnya mewarisi karena membunuh. Keempat, al-‘Uqubah
al-Takmiliyyah yaitu hukuman tambahan bagi hukuman pokok dengan keputusan hakim
tersendiri seperti menambahkan hukuman kurungan atau diyatterhadap al-‘Uqubah al-
Ashliyyah.
UU No 20 Tahun 2001
Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan
negara atau perekonomian negara
UU No 24 Tahun 1960
Pengertian Korupsi Menurut UU No.24 Tahun 1960 adalah perbuatan seseorang, yang
dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau dilakukan dengan menyalah gunakan
jabatan atau kedudukan.
Penjelasan rinci mengenai hukuman tindak pidana korupsi dicantumkan dalam UU RI Nomor
31 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Berikut ini beberapa contohnya:
vii
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap
orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
viii
Pertama, masyarakat kebanyakan silau akan harta benda dan mendukung perbuatan
korupsi dalam bentuk menghormati para koruptor yang telah keluar dari penjara. Hingga para
koruptor itu menganggap perbuatan mencuri uang negara sebagai investasi masa tua.
Kedua, hukuman ringan dan bahkan dibebaskan terhadap koruptor tak menimbulkan
efek jera bagi koruptor sama sekali.
Ketiga, para koruptor itu lupa tentang esensi keimanan. Yang mereka inginkan adalah
memenuhi nafsu hati dalam segala keadaan hati sebagai pusat perasaan atau emosi: senang,
sedih, bahagia, benci, kesal, kecewa, cinta dan sebagainya, yang jauh dari ketenangan jiwa.
Keempat, jiwa tak tenang dan meranggas. Tujuan manusia hidup adalah untuk
menyembah Allah SWT. Penyembahan dan perbuatan ubudiyah itu dilakukan dengan
kesadaran keimanan tingkat tingggi dalam bentuk berserah diri pada Allah SWT.
Keenam, jiwa dikuasai oleh hati. Penguasaan dan perampasan fungsi jiwa sebagai
pengendali hati hilang di tengah ‘kenikmatan hati' melayani diri sendiri dan melupakan jiwa.
Hal ini disebabkan oleh ‘keasyikan' dalam membina hati dengan melupakan esensi dan cara
ibadah yang mengubah jiwa. Contohnya, ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat
diperuntukkan bagi orang lain. Anak sholeh yang mendoakan orang tua juga diperuntukkan
bagi orang di luar dirinya. Amal jariah pun juga dilakukan oleh orang lain dan untuk
kemaslahatan dan kebaikan orang lain; bermanfaat bagi orang lain.
1. Al-Ghulul (Penggelapan)
a. Mencuri harta rampasan perang (Al-ghulul)
b. Menggelapkan uang dari kas Negara (baitul maal)
c. Menggelapkan zakat
d. Hadiah untuk para pejabat
Adapun dasar hukum dari Al-ghulul, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-
Quran maupun Hadits sebagai berikut:
ix
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang
siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang) maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi
pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka
tidak dianiaya”.(QS. Ali-Imran ayat 161). Sedangkan hadits di riwayatkan oleh(HR.
Bukhari), (HR. At-Tirmidzi).
2. Risywah (Penyuapan)
Risywah adalah sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar
tujuan dapat tercapai (Abu Frida, 2006).
Risywah dibidang ekonomi, seperti tender fiktif, pemilihan deputi gubernur BI yang telah
diatur.
o Risywah dibidang pendidikan, seperti pemberian nilai kepada siswa/mahasiswa tertentu,
penerimaan siswa baru lewat jalur belakang.
o Risywah dibidang Hukum, seperti mafia peradilan.
o Risywah dibidang kepegawaian, seperti kecurangan dalam penerimaan PNS, proses
promosi dan mutasi yang sarat KKN.
Pengertian ghasab menurut Irfan (2012) adalah mengambil harta atau menguasai hak
orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan terkadang dengan kekerasan
serta dilakukan secara terang-terangan.
Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa harta titipan atau
gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi khianat.
Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip dengan perampokan,
namun dalam ghasab tidak terjadi tindak pembunuhan
Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan pencurian yang
didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.
Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/menguasai hak orang
lain.
Adapun dasar hukum dari Ghasab, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-
Quran maupun Hadits sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu 287) ; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”. QS: Al-Nisa (4) ayat 29
4. Khianat
x
Wahbah al-Zuhaili dalam Irfan mendefinisikan khianat dengan segala sesuatu
(tindakan/upaya yang bersifat) melanggar janji dan kepercayaan yang telah dipersyaratkan di
dalamnya atau telah berlaku menurut adat kebiasaan, seperti tindakan pembantaian terhadap
terhadap kaum muslim atau sikap menampakkan permusuhan terhadap kaum muslim.
Adapun dasar hukum dari Khianat, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dal Al-Quran
maupun Hadits sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS: Al-Anfaal (8) ayat 27).
5. Sariqah (Pencurian)
a. Pencurian kecil
b. Pencurian besar
Sariqah adalah mengambil barang atau harta orang lain dengan cara sembunyi-
sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau
harta kekayaan tersebut.
Adapun dasar hukum dari Sariqah (Pencurian), adalah dalil-dalil baik yang terdapat
dalam Al-Quran maupun Hadits sebagai berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS: Al-Maidah (5) ayat 38).
6. Hirabah (Perampokan)
xi
dan ditaati, agama semestinya menjadi tembok penghalang bagi umatnya dalam melakukan
aktivitas yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Berikut Nilai-Nilai yang islam yang dapat menjadi pendoman dan mampu mengontrol dan
membatasi setiap tingkah laku manusia untuk melakukan kejahatan;
1) Nilai Keimanan/Aqidah
Iman secara umum dapat dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan di dalam
hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang
tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta sunah nabi Muhammad
SAW.
2) Nilai Ibadah /Syar’i
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah dalam
Islam secara garis besar terbagi kedalam dua jenis, yaitu ibadah mahdah (ibadah khusus) dan
ibadah ghoiru mahdah (ibadah umum). Ibadah mahdah meliputi sholat, puasa, zakat, haji.
Sedangkan ibadah ghoiru mahdah meliputi shodaqoh, membaca Al-Qur’an dan lain
sebagainya
3) Nilai Akhlak
Akhlak () أخالقadalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses.
Karena sudah terbentuk akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Dalam pengertian sehari-hari
akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, dan sopan-santun.
2. Shiddiq, artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga
perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang
yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan
ucapannya.
Peran Pemerintah :
xii
Dalam memberantas kasus korupsi, pemerintah harus berperan sebagai pengawas yang baik
ketika berlangsungnya proses pengadilan terhadap para koruptor agar para penegak hukum
yang bertugas mengadili koruptor dapat bertindak secara adil dan sesuai dengan undang-
undang. Selain itu, pemerintah juga berperan sebagai motivator bagi masyarakat dengan cara
memberi penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi berupa piagam atau premi.
Peran Mahasiswa :
1. Moralitas
2. Identifikasi korupsi
Mahasiswa fakultas tertentu (khususnya hukum dan ekonomi) memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisa suatu tindakan korupsi lebih baik daripada masyarakat
pada umumnya. Mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai standar standar identifikasi dan
analisis korupsi dari segi finansial maupun hukum. Dengan kemampuan ini mahasiswa
diharapkan dapat memperbaiki kualitas penegakkan hukum di Indonesia.
3. Pelaporan
Seorang mahasiswa yang telah mengidentifikasi adanya tindakan korupsi oleh suatu entitas,
cenderung berhasil melaporkan tindakan korupsi tersebut kepada pemerintah karena
mahasiswa dianggap memiliki suara yang lebih didengarkan oleh pemerintah dan mampu
menekan pemerintah.
Ketika mahasiswa yang memiliki moralitas tinggi dan memiliki kemampuan interpersonal
tinggi naik dan menggantikan generasi sekarang yang dianggap penuh dengan koruptor,
Tindakan korupsi diharapkan dapat ditekan bahkan dihapuskan karena adanya kesadaran
dalam diri mahasiswa untuk turut memajukan Negara dengan tidak melakukan korupsi.
Peran Masyarakat :
xiii
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi
tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisa atas penelusuran pada nash baik yang berupa ayat Al-
Qur’an, hadits Nabi Muhammad Saw dan pendapat para ulama pakar muslim tentang ghulul
dan risywah terkait korupsi dapat disimpulkansebagai berikut:
Ghulul
Pertama, ghulul ialah mengambil dari milik bersama atau orang lain dengan cara yang tidak
shah dan meminta atau menerima pemberian atas suatu pekerjaan yang untuk pekerjaan itu
sudah mendapat pembayaran atau gaji. Kedua, secara fiqih (hukum), ghulul merupakan
tindak/perbuatan buruk yang dilarang oleh Islam apabila benar-benar terbukti secara shah dan
meyakinkan. Terlarangnya tindakan atau perbuatan ghulul ini didasarkan pada zahir QS. Ali
‘Imran (3) ayat 161 dan beberapa hadits Nabi Muhammad Saw yang tersebut pada sub
bahasan ghulul. Ketiga, terdapat dua jenis tindakan ghulul. Yakni ghulul dalam hal harta
rampasan perang (ghanuimah) dan ghulul menerima hadiah bagi orang yang telah diangkat
pegawai ketika menjalankan tugasnya. Kedua-duanya terlarang dan dikenakan sanksi bbagi
para pelakunya.
Risywah
atau undang-undang, yang haram menjadi halal atau yang benar disalahkan, dan ke Pertama,
risywah atau suap adalah menerima (bagi penegak hukum) atau memberi (oleh
penyuap/tersangka/terdakwa) sesuatu baik berupa uang, barang ataupun lainnya kepada
penegak hukum dengan maksud atau tujuan yaitu pertama mengubah hukum dua agar ia
(penyuap) dalam menyelesaikan masalah hukum mendapat keistimewaan dan dapat terlepas
dari ancaman hukuman. Kedua, Syamsuddin Adz-Dzahabi menyatakan bahwa tindakan atau
perbuatan risywah atau suap adalah terlarang dan pelakunya telah melakukan salah satu
perbuatan dosa besar. Ia mendasarkan pendapatnya berdasarkan pengertian zahir dari QS. Al-
Baqarah (2) ayat 188. Pendapat lain mengenai hukum terlarangnya risywah atau suap
dikemukakan oleh Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani (dalam Subul Al-Salam) dan Al-
Syaukani (dalam Nail al-Authar) seperti dikutip oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Namun
keduanya membolehkan pemberian dalam rangka memperoleh hak yang sah. Sementara
xiv
pendapat Shihab sendiri terkait risywah sejalan dengan Al-Kahlani dan Al-Syaukani yaitu
tidak memperkenankan pemberian sesuatu untuk mengambil hak orang lain dengan
melakukan dosa dan dalam mengetahui bahwa pelakunya sebenarnya tidak berhak.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.nu.or.id/post/read/74743/empat-kasus-korupsi-di-zaman-rasulullah
http://richohp.students.uii.ac.id/2010/02/04/undang-undang-nomor-20-tahun-2001/
https://pdmjogja.org/korupsi-dan-pandangan-al-quran-hadits/
https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/
http://bppk.kemenkeu.go.id
santriuniversitas.blogspot.com
http://dalamislam.com
https://www.kompasiana.com/ninoy/552b28086ea834ac6c552d0d/tujuh-sebab-korupsi-
marak-dan-kesalahan-masyarakat
https://acch.kpk.go.id/id/jejak-pemberantasan/pp-71-tahun-2000-peran-serta-masyarakat-
dalam-pemberantasan-korupsi
https://guruppkn.com/peranan-mahasiswa-dalam-pemberantasan-korupsi
https://www.academia.edu/34732006/PENGUATAN_NILAI-
NILAI_RELIGIUSITAS_UNTUK_MELAWAN_KORUPSI_Oleh
https://www.academia.edu/9238928/PENGERTIAN_DAN_KONSEP_NILAI_DALAM_ISL
AM
https://www.academia.edu/7014912/KORUPSI_DALAM_PERSPEKTIF_ISLAM?auto=dow
nload
xv
16