Anda di halaman 1dari 14

PERSEDIAAN DAN BIAYA DIBAYAR DIMUKA

DASAR HUKUM
1. UU PPh
2. UU PPN
3. UU PPh nomor 36 tahun 2008
4. PP NO 5 TH. 2002 jo KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/2002 Tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau
Bangunan
5. PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK/03/2010 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak,
Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tatacara Pengangsuran Dan Penundaan
Pembayaran Pajak.
6. PER-70/2007 Tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto
7. PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 Tentang Pemungutan PPH 22
Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan di bidang
impor / kegiatan usaha dibidang lain.
8. PP 19 Tahun 2009 jo. Se-01/PJ.03/2009 Tentang Deviden
9. PER-33/PJ/2009 jo. SE-58/PJ/2009 Tentang Royalti

I. PERSEDIAAN
Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI, persediaan adalah asset untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal; dalam proses produksi untuk kemudian dijual; atau dalam bentuk bahan
atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pembelian kerja.

Menurut Weygandt, Kimmel dan Kieso, aktivitas perusahaan dagang adalah untuk
menghasilkan pedapatan yang digunakan untuk membeli barang dagangan yang kemudian dijual
kembali kepada pelanggan. Pendapatan dari barang dagangan yang telah dijual dilaporkan
sebagai penjualan (sales). Sedangkan beban dari membeli barang dagang tersebut dilaporkan
sebagai Harga Pokok Penjualan. HPP dikurangkan dengan penjualan menghasilkan laba
bruto.

Biaya angkut dibagi menjadi 2, yaitu :


1. FOB destination,dimana biaya angkut dibayar oleh penjual dan kepemilikan barang
berubah saat barang diterima pembeli. Biaya angkut ini akan dicatat sebagai beban
operasional oleh penjual.
2. FOB shipping point, dimana biaya angkut dibayar oleh pembeli dan kepemilikan barang
berubah ketika barang sampi di pelabuhan atau carrier. Dalam hal ini,biaya angkut akan
menambah HPP bagi pembeli.

Jenis persediaan bagi perusahaan manufaktur :


1. Bahan baku dan bahan pelengkap
Perolehan barang baku terdiri atas harga perolehan, ongkos angkut, biaya gudang dan lain
lain yang berhubungan dengan produksi..
2. Barang dalam pengolahan, adalah barang yang masih dalam tahap penyelesaian.
3. Barang jadi, adalah produk yang sudah selesai diolah dan siap unutk dijual. Dalam
barang ini, semua biaya telah selesai dibebankan.
4. Barang dalam perjalanan. Barang yag dikirimkan atas dasar FOB Shipping point yg
masih berada dalam perjalanan pada akhir periode akan menjadi milik pebeli dan harus
diperhitungkan dicatatan pembeli.
5. Barang konsinyasi, adalah barang yang dititipkan pada consignee tetapi merupakan
kepemilikan dari consignor dan dimasukkan dalam persediaan consignor sebagai harga
beli atau biaya produksi.

Sistem pencatatan persediaan :


1. Periodik : setiap pembelian dicatat dalam akun pembelian dan penjualan dicatat dalam
akun penjualan. HPP ditentukan di akhir periode dengan rumus :

Persediaan Awal + Pembelian (neto) – Persediaan Akhir = HPP

Perhitungan fisik dilakukan pada akhir periode. Sistem ini cocok digunakan untuk
perusahaan dengan persediaan yang tidak banyak.

2. Perpetual : setiap pencatatan dilakukan secara menerus dimana setiap pembelian dan
penjualan barang dagang dicatat dalam akun persediaan. Sistem ini dapat menyediakan
informasi mengenai HPP dan persediaan secara terus menerus tanpa harus mengecek
persediaan fisik berulang kali. Cocok digunakan untuk perusahaan dengan stok
persediaan yang banyak dan beragam.
Contoh kasus perbedaan penjurnalan sistem periodik dan perpetual

1. Periodik
Perusahaan dagang Dipasen merupakan sebuah perusahaan dagang yang
menggunakan sistem pencatatan persedian periodik. Pada persediaan awal barang
dagang sebesar Rp2.000.000. dan berikut ini adalah transaksi pada bulan oktober 2015.

a. Pada 2 oktober PD. Dipasen membeli barang dagang dari PD. Jaya senilai
Rp.3.000.000, dengan sarat 2/10 n/30 dan didalamnya terdapat beban angkut sebesar
Rp.200.000,-.
b. 5 okt, pembeli barang dagang dari PD Sejahtera Rp.5.000.000,- dengan syarat
pembayaran 2/15 n/30.
c. 6 Okt. Dikembalikannya barang dagang yang telah dibeli dari PD Sejahtera karena
rusak sebesar Rp 500.000,00
d. 10 Okt. Menjual barang dagang kepada PD Ceria sebesar Rp.6.000.000,00 dengan
syarat 2/10 n/30 dan dengan beban angkut sebesar Rp 200.000,00
e. 11 Okt. Melakukan pembeli barang dagang dari PD Jaya dengan nominal sebesar Rp
5.000.000,00 dengan syarat 2/10 n/30 serta beban angkut sebesar Rp.500.000,00
f. 13 Okt. Terjadi pengembalian barang dagang oleh PD Ceria sebesar Rp 1.000.000,00
dikarenakan barang yang dikirim tidak sesuai pesanan.
g. 14 Okt. Diterima pelunasan faktur tanggal 10 Oktober 2015 dari PD Ceria
h. 15 Okt. Membayar hutang kepada Perusahaan Dagang Jaya atas faktur tanggal 2
Oktober 2015 lalu.
i. 20 Okt. Menjual barang dagang pada PD Sentosa senilai Rp.5.000.000,00 dengan
syarat pembayaran 2/10 n/30 dan beban angkut sebesar Rp 200.000,00
j. 28 Okt. Pengembalian barang dagang dari PD Sentosa sebesar Rp 1.500.000,00
k. 31 Okt. Persediaan barang dagang akhir Rp 8.000.000,00

Diminta:
Buatlah jurnal atas transaksi tersebut di atas.
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit
Oktober 2 Pembelian 1-1500 Rp3.000.000
Beban angkut pembelian 5-1200 Rp200.000
Utang dagang 2-1100 Rp3.200.000
5 Pembelian 1-1500 Rp5.000.000
Utang dagang 2-1100 Rp5.000.000
6 Utang dagang 2-1100 Rp500.000
Persediaan barang 1-1500 Rp500.000
dagang
10 Piutang dagang 1-1200 Rp6.000.000
Beban angkut penjualan 9-1400 Rp200.000
Penjualan 4-1100 Rp6.200.000
11 Pembelian 1-1500 Rp5.000.000
Beban angkut pembelian 5-1200 Rp500.000
Utang dagang 2-1100 Rp5.500.000
13 Retur Penjualan 4-1200 Rp1.000.000
Piutang dagang 1-1200 Rp1.000.000
14 Kas 1-1100 Rp5.900.000
Potongan Penjualan 4-1300 Rp100.000
Piutang dagang 1-1200 Rp6.000.000
15 Utang dagang 2-1100 Rp3.200.000
Kas 1-1100 Rp3.136.000
Potongan pembelian 5-1300 Rp64.000
20 Piutang dagang 1-1200 Rp5.000.000
Beban angkut penjualan 9-1400 Rp200.000
Penjualan 4-1100 Rp5.200.000
28 Retur Penjualan 4-1200 Rp1.500.000
Piutang dagang 1-1200 Rp1.500.000

2. Perpetual
Perusahaan dagang Abadi adalah salah satu contoh dari sebuah perusahaan dagang
yang melakukan pencatatan berdasarkan sistem perpetual. Berikut ini transaksi PD Abadi
selama bulan Juli 2015
a. 2 Juli. Membeli sejumlah barang dagang dari PD Jaya Rp 3.000.000,00 dengan
syarat 2/10 n/30 dan beban angkut sebesar Rp.200.000,00
b. 5 Juli. Membeli barang dagang dari PD Sejahtera Rp 5.000.000,00 dengan syarat
2/15 n/30
c. 6 Juli. Mengembalikan barang dagang yang telah dibeli dari PD Sejahtera karena
rusak sebesar Rp 500.000,00
d. 10 Juli. Menjual barang dagang pada PD Ceria sebesar Rp.6.000.000,00 (harga
pokok Rp 4.500.000,00) dengan syarat pembayaran 2/10 n/30 dan beban angkut
sebesar Rp 200.000,00

Diminta:
Buatlah jurnal dari transaksi di atas
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit
Juli 2 Pembelian 1-1500 Rp3.000.000
Beban angkut pembelian 5-1200 Rp200.000
Utang dagang 2-1100 Rp3.200.000
5 Pembelian 1-1500 Rp5.000.000
Utang dagang 2-1100 Rp5.000.000
6 Utang dagang 2-1100 Rp500.000
Persediaan barang dagang 1-1500 Rp500.000
10 Piutang dagang 1-1200 Rp6.000.000
Beban angkut penjualan 9-1400 Rp200.000
Penjualan 4-1100 Rp6.200.000
Harga Pokok Penjualan 5-1100 Rp4.500.000
Persediaan barang dagang 1-1500 Rp4.500.000

 Sistem penilaian persediaan menurut Wild and Kwok, sistem ini dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Specific Identification Method, metode ini digunakan dengan cara mengidentifikasi
setiap barang yang akan dijual dan setiap barang dalam akun persediaan.
2. Gross profit method, sering digunakan untuk menguji nilai kewajaran persediaan
akhir. Dan juga untuk mendeteksi kesalahan yang besar dalam menilai persediaan
akhir.
3. Retail inventory method, sering dipakai utuk menaksir nilai persediaan guna
penyusunan laporan perhitungan laba-rugi atau untuk menentukan apakah terjadi
kekurangan persediaan.

Menurut UU PPh pasal 10 ayat 6, yang diperkenankan untuk sistem pencatatan


persediaan dalam perpajakan adalah sistem perpetual, karena sistem perpetual tidak
menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai persediaan dan bahkan
pemeriksaan masih digunakan sebagai pelengkap, sehingga sistem ini menunjukan tidak
bertentangan dengan perpajakan. Sedangkan untuk perhitungan HPP hanya
memperkenankan metode average atau metode first in first out. Penilaian persediaan
akhir hanya boleh menggunakan harga perolehan atau metode average dan FIFO.
Contoh kasus persediaan :
Tanggal 3 Maret 2017, PT X membeli BKP 100 unit dengan harga Rp 50.000 per unit dan
menjualnya tanggal 31 Maret 2017 sebanyak 30 unit dengan harga Rp 70.000 per unit.
1. Jurnal PT X jika sudah dikukuhkan sebagai PKP tahun 2015
2. Jurnal PT X yang baru dikukuhkan sebagai PKP tanggal 5 Maret 2017
3. Jurnal jika penjualnya bukan PKP

Notes : pencatatan perpetual. Asumsi sudah memenuhi criteria perpajakan dan faktur
tidak ada kesalahan dan sesuai dengan UU PPN pasal 9 ayat 8.

1. Jurnal PT X jika sudah dikukuhkan sebagai PKP tahun 2015


TGL SECARA AKUNTANSI SECARA PERPAJAKAN

3.3.2017 Persediaan 5.000.000 Persediaan 5.000.000


Kas 5.000.000 PM 500.000
Kas 5.500.000

31.3.2017 Kas 2.100.000 Kas 2.310.000


Penjualan 2.100.000 PK 210.000
Penjualan 2.100.000
HPP 1.500.000
Persediaan 1.500.000 HPP 1.500.000
Persediaan 1.500.000

2. Jurnal PT X yang baru dikukuhkan sebagai PKP tanggal 5 Maret 2017


TGL SECARA AKUNTANSI SECARA PERPAJAKAN
Persediaan 5.000.000 Persediaan 5.500.000
3.3.2017 Kas 5.000.000 Kas 5.500.000

Kas 2.310.000
Kas 2.100.000 PK 210.000
31.3.2017 Penjualan 2.100.000 Penjualan 2.100.000

HPP 1.500.000 HPP 1.650.000


Persediaan 1.500.000 Persediaan 1.650.000

CATATAN : PM tidak dapat dikreditkan sehingga dibebankan kepada HPP.


3. Jurnal jika penjualnya bukan PKP
TGL SECARA AKUNTANSI SECARA PERPAJAKAN

3.3.2017 Persediaan 5.000.000 Persediaan 5.500.000


Kas 5.000.000 Kas 5.500.000

31.3.2017 Kas 2.100.000 Kas 2.100.000


Penjualan 2.100.000 Penjualan 2.100.000

HPP 1.500.000 HPP 1.650.000


Persediaan 1.500.000 Persediaan 1.650.000

II. BEBAN DIBAYAR DIMUKA

Beban dibayar dimuka adalah pos-pos yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi
diharapkan menjadi beban di kemudian hari setelah melampaui kegiatan normal perusahaan.
Asuransi dibayar dimuka adalah bagian dari premi asuransi yang telah dibayar tetapi
belum berlaku pada saat pelaporan Neraca dan tidak dikenakan PPN dan PPh.
Sewa dibayar dimuka, menurut PP no 5 Th. 2002 jo KMK-120/KMK.03/2002 jo.
KEP-227/2002, adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau badan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium,
gedung perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industry dikenakan PPh final yaitu PPh
pasal 4 ayat 2 dengan tarif 10% dari bruto nilai persewaan atas tanah atau bangunan.
Persewaan atas tanah dan bangunan akan dipotong PPh nya oleh penyewa dan disetorkan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Namun, apabila peneyewa tidak memotong PPh pasal 4 ayat 2 tersebut, maka
pemberi sewa harus memotong sendiri PPh nya dan menyetorkan paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dan melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan
PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK/03/2010.

Contoh Kasus :
Pada tanggal 2 Maret 2012 PT. Wawan menyewakan ruang perkantoran pada PT. Johan
dengan harga sewa sebesar Rp10.000.000 (belum termasuk PPN) untuk masa 1 tahun.
Bagaimana pembukuan yang dilakukan oleh PT. Wawan dan PT. Johan?

1. Pembukuan PT. Wawan (Pemilik)


PT. Johan (PKP) PT. Johan (non PKP)
PT. Wawan Kas 10.000.000 Kas 10.000.000
(PKP) PPh 4(2) 1.000.000 PPh 4(2) 1.000.000
PK 1.000.000 PK 1.000.000
Pendapatan Sewa 10.000.000 Pendapatan Sewa 10.000.000
PT. Wawan Kas 9.000.000 Kas 9.000.000
(non PKP) PPh 4(2) 1.000.000 PPh 4(2) 1.000.000
Pendapatan Sewa 10.000.000 Pendapatan Sewa 10.000.000

2. Pembukuan PT. Johan (Penyewa)


PT. Johan (PKP) PT. Johan (non PKP)
PT. Wawan Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000
(PKP) PM 1.000.000 PM 1.000.000
PPh 4(2) 1.000.000 PPh 4(2) 1.000.000
Kas 10.000.000 Kas 10.000.000

(PM dapat dikreditkan oleh PT. Johan) (PM tidak dapat dikreditkan oleh PT. Johan)
PT. Wawan Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000
(non PKP) PPh 4(2) 1.000.000 PPh 4(2) 1.000.000
Kas 9.000.000 Kas 9.000.000

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta,menurut UU PPh pasal 23 ayat 1,
menyatakan bahwa Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan:
a. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: dividen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f; royalti; dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
b. dihapus;
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Sewa dan penghasilan lan sehubungan dengan harta dibagi atas :


1. Sewa atas kendaraan angkutan darat
 Dalam PER-70/2007 Tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto
sebagaimana dalam UU PPh pasal 23 ayat 1 huruf c, maka tariff efektif nya
adalah sbesar 1,5% (15%x10%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.
 Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 pasal 23 ayat 1
huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai PPh pasal 4(2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
2. Sewa atas asset tetap lainnya, dalam PER-70/2007 Tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dalam UU PPh pasal 23 ayat 1 huruf c, maka tariff
efektifnya 4.5% (15% x 30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Contoh kasus :
PT. Maju Makmur Mandiri pada tanggal 1 September 2015 melakukan pembayaran atas
sewa mobil yang disewanya dari CV. SB Rent sebesar Rp. 40 Juta untuk sewa mobil selama
4 bulan (September 2015 s/d Desember 2015). Kedua perusahaan baik PT. MMM maupun
CV. SB Rent telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagaimana Jurnal
untuk kedua perusahaan tersebut?

TGL PT MMM CV SB RENT


01 - 09 – Sewa Dibayar Dimuka Rp. 40.000.000,- Kas Rp. 43.200.000,-
15 PM Rp. 4.000.000,- UM PPh Pasal 23 Rp. 800.000,-
Utang PPh Pasal 23 Rp. 800.000,- PK Rp. 4.000.000,-
Kas Rp. 43.200.000, Pendapatan sewa DD Rp. 40.000.000,-

Pajak dibayar dimuka,merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemotongan dan


atau pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh WP,
yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang PPh badan atau Pajak Keluaran WP.
Pajak dibayar dimuka dapat berupa :
1. PPh 22
Sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 Tentang Pemungutan
PPH 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan di
bidang impor / kegiatan usaha dibidang lain,adalah sbb :
- Bank devisa dan DJBC
- Bendahara pemerintahdan KPA
- Bendahara Pengeluaran
- KPA
- Badan usaha yg bergerak dibidang industry semen, kertas,baja, otomotif yg
ditunjuk KPP
- Produsen / importer serta penjual BBM, migas
- Industry dan eksportir yang bergerak dibidang perkebunan, perhutanan, pertanian,
perikanan yang ditunjuk KPP

Tarif pajak PPh 22 :


- Dengan API 2,5 % dari NI jika selain kedelai gandum dan terigu
- Dengan API 0,5% x NI untuk kedelai, gandum dan terigu
- Non api 7,5 % dari NI
- Hasil lelang diluar DJBC dan lelang Negara = 7,5 % dari lelang
- Industry semen = 0,25% harga jual
- Kertas – 0.10% harga jual
- Baja = 0,30% harga jual
- Otomotif – 0,45% harga jual

Contoh kasus PPh 22 :


PT x bergerak di industry plastic, 14 Januari 2012 membeli solar dari Pertamina yg akan
digunakan untuk pengoperasian mesin pengolahan plastiknya dengan rincian sebagai berikut :
Nilai pembelian Rp 100.000.000 belum termasuk PPN.
 PPh 22 sebesar 0,3% x 100.000.000 = Rp 300.000 dan PPN 10% x 100.000.000 = Rp
10.000.000.
KETERANGAN
Persediaan Solar 100.000.000
PPh 22 300.000
PM 10.000.000
Kas 110.300.000
2. PPh 23, Merupakan pembayaran di muka pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak
ketiga atas perhitungan pembayaran bunga sewa mess milik perusahaan. Akun ini didebet
ketika bukti pemungutan pajak diserahkan, kemudian pada akhir tahun buku
diperhitungkan dengan pajak penghasilan perusahaan.
a. Deviden, menurut UU PPh pasal 17 ayat 2c jo. PP 19 Tahun 2009 jo. Se-
01/PJ.03/2009, deviden yang dikenakan pajak adalah deviden yang diterima WP OP
dalam negri dengan tariff 10% dan yang dikecualikan adalah koperasi, BUMN/D dari
penyertaan modal pada badan usaha yg didirikna di Indonesia.
b. Bunga, yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang.
c. Royalty, dikenakan tariff 15% dai bruto, menurut PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya dikenakan tariff 15% dari bruto. Apabila
hadiah tersebut merupakan unian, maka tariff nya adalah 25% dan bersifat final.
e. Sewa,dikenakan tariff 2% dari bruto.
f. Imbalan Jasa, dikenakan sebesar 2% dari bruto tidak termasuk PPN

Contoh kasus PPh 23 :


PT Akido menerima penghasilan berupa royalty dari PT bambi sebesar 100.000.000 dan atas
royalty itu PT Akido memungut PPN 10% sebesar 10.000.000 dari PT Bambi dengan membuat
Faktur Pajak, PT Bambi memotong PPh 23 sebesar 15.000.000 dari PT Akido dnegan bukti
potong.

SECARA AKUNTANSI SECARA PERPAJAKAN

Kas 100.000.000 Kas Rp 95..000.000,-


Pendapatan – royalty 100.000.000 PPh 23 ddm Rp 15.000.000
PK Rp 10.000.000
Pendapatan Royalti RP 100.000.000

3. PPh 24, Merupakan akun yang menampung pembayaran pajak yang dibayar di muka
Fiskal dan penghasilan perusahaan dari luar negeri.
Besarnya kredit pajak penghasilan pasal 24 yang boleh dikurangkan dengan Pajak
Penghasilan Tahunan adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU
PPh nomor 36 tahun 2008.

Contoh Soal PPh 24 :


PT. ABC pada tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
 Deviden dari PT CBA di Amerika sebesar 100 Milliar dengan tarif disana sebesar
20%
 Sewa Gedung di Singapura sebesar 200 Milliar dengan tarif 25 %
 Penghasilan dari Indonesia sendiri sebesar 300 Milliar
Berapakah besarnya PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan jika peredaran bruto tahun 2009
sebesar 56 M?

Jawab :
 Pajak di Amerika = 100 M x 20% = 20 M
 Pajak di Singapura = 200 M x 25% = 50 M
 Total Penghasilan = 100 M + 200 M + 300 M = 600 M
 Pajak terutang = 600 M x 28% = 168 M
Besarnya PPh 24 yang boleh dikreditkan untuk :
a. Deviden dari Amerika

Jika dilihat bahwa besarnya PPh yang dihitung berdasarkan UU di Indonesia


lebih besar maka PPh pasal 24 yang boleh dikreditkan adalah sebesar 20 M.

b. Sewa dari Singapura

Jika dilihat bahwa besarnya PPh yang dihitung berdasarkan UU di Indonesia


lebih besar maka PPh pasal 24 yang boleh dikreditkan adalah sebesar 50 M.
 Pencatatan bagi PT. ABC :
1. Mencatat Penerimaan pendapatan deviden
Kas 100 M
Pendapatan Deviden 100 M
2. Mencatat PPh pasal 24 yang dipungut di Amerika
PPh pasal 24 dibayar dimuka 20 M
Kas 20 M
3. Mencatat Penerimaan Pendapatan Sewa
Kas 200 M
Pendapatan Sewa 200 M
4. Mencatat PPh pasal 24 yang dipungut di Singapura
PPh pasal 24 dibayar dimuka 50 M
Kas 50 M

4. PPh 25, Merupakan akun yang didebet atas setiap pembayaran angsuran bulanan pajak
penghasilan. Pada akhir tahun buku, saldo akun ini diperhitungkan dengan pajak
penghasilan yang sebenarnya.

Contoh soal PPh 25 :


 PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011 sebesar
Rp50.000.000
 Kredit Pajak :
a. PPh 21 yang dipotong pemberi kerja = Rp15.000.000
b. PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain = Rp10.000.000
c. PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain = Rp2.500.000
d. Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) = Rp7.500.000
TOTAL KREDIT PAJAK = Rp35.000.000
 PPh dibayar sendiri = Rp50.000.000 – Rp35.000.000 = Rp15.000.000
 Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk

tahun 2012 adalah

Keterangan Debit Kredit


PPh 25 dibayar dimuka Rp1.250.000 -
Kas - Rp1.250.000

5. PPN Masukan, Didebet sebesar jumlah yang harus dibayar oleh perusahaan pada waktu
pembelian barang atau jasa kena pajak. Pembayaran ini merupakan pembayaran dimuka
pada akhir bulan dan dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran atau bila telah mendapat
restritusi.

Anda mungkin juga menyukai