Sejak tahun 1985 peraturan perpajakan indonesia khususnya yang berkaitan dengan penhitungan PPH
hanya memperkenankan para pelaku bisnis jasa konstruksi untuk menggunakan metode PERSENTASE
PENYELESAIAN KONTRAK dalam penghitugan PPH mereka. Ketentuan mengenai kewajiban ini salah
satunya tercermin dalam PP Nomor 42 Tahun 1985 tentang Pelaksaan UU PPH 1984.
Dalam pasal 5 tsb menyatakan bahwa laba bruto usaha dalam satu tahun pajak bagi WP yang bergerak
dalam bidang pemborongan bangunan dihitung dengan jalan mencari penerimaan bruto dan biaya biaya
atau pengeluaran yang diperbolehkan untuk dikurangkan berdasarkan METODE PERSENTASE TINGKAT
PENYELESAIAN PEKERJAAn, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan.
Kewajiban untuk menggunakan metode ini hingga kini tetap dipertahankan khususnya bagi proyek
konstruksi yang penyelesaiaanya memakan waktu lebih dari satu tahun pajak. Ketentuan ini dapat
dilihat dalam PP Nomor 138 tahun 2000 tanggal 21 Desember 20000 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.
Dalam pasal 6 PP Nomor 138 Tahun 2000, ditegaskan bahwa laba bruto usaha dalam suatu tahun pajak
yang diterima atau diperoleh WP yang berusaha dibidang jasa konstruksi yang proses penyelesaiannya
meliputi masa beberapa tahun pajak dihitung berdasarkan metode persentase tersebut.
PERBEDAAN MENDASAR
Sedangkan menurut prinsip akuntansi keuangan umum, pengakuan penghasilan untuk bidang jasa
konstruksi sebenarnya dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode yang diperkenankan yaitu
metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian pekerjaan. Kedua metode ini amat
berbeda sekali dalam soal penentuan besarnya penghasilan yang harus diakui atau dicatat oleh
pengusaha jasa konstruksi.
Dalam metode kontrak selesai penghasilan dan juga keuntungan ynag diakui pada periode dimana
kontrak pembangunan konstruksi telah rampung atau selesai dilaksanakan. Untuk proyek konstruksi
yang jangka waktunya tidak lebih dari satu periode, metode ini memang dapat dengan mudah
diterapkan karena nilai penghasilan dan profit dapat dengan mudah dihitung berdasarkan nilai kontrak
dikurangi degan biaya biaya proyek yang nyata dapat dikeluarkan.
Akan tetapi hal ini akan berbeda jika pelaksanaan proyek pembangunannya meliputi jangka waktu lebih
dari satu periode (satu tahun buku), pengguna completed contract method dinilai tidak mencerminkan
performa pengusaha jasa konstruksi pada setiap periode tahun buku. Selain itu pengakuan penghasilan
yang hanya dilakukan pada periode penyelesaian pembangunan tidak setiap tahun buku sebagaimana
diterapkan dalam percentage of completion method dianggap dapat menimbulkan peyimpangan dan
juga pemutarbalikan fakta (distorsi) dalam pelaporan pendapatan dan biaya proyek.
Karena hal hal diatas tersebutlah para praktisi akuntansi keuangan lebih meyarankan meggunakan
percentage of completion method terutama untuk proyek konstruksi yang jangka waktu
penyelesaiannya lebih dari satu periode dan peraturan pajak pun secara tegas telah menetapkan
bahawa khusus untuk pengusaha jasa konstruksi tertama yang sedang mengerjakan proyek jangka
panjang harus menggunakan PERCENTAGE OF COMPLETION METHOD.
Secara umum metode persentase penyelasaian dapat diaplikasikan dega salah satu dari ketiga cara
yaitu:
a) Berdasarkan proporsi biaya kontrak untuk pekerjaan yang dilakukan sampai dengan tanggal
total biaya kontrak yang diestimasi.
b) Berdasarkan survey atas pekerjaan yang telah dilaksanakan atau
c) Berdasarkan peyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak.
Dari ketiga cara diatas, cost to cost basis adalah cara paling populer dan cenderung disarankan oleh para
praktisi akuntansi. cara tersebut ini lah yang oleh sebagian praktisi pajak dan WP dianggap sebagai satu-
satunya cara yang boleh dipergunakan oleh pengusaha jasa konstruksi dalam meghitung besarnya
penghasilan kena pajak mereka. Anggapan ini muncul karena dalam memori penjelasan Pasal 6 PP
nomor 138 thaun 2000 contoh yang diberikan adalah contoh perhitungan penghasilan pengusaha jasa
konstruksi berdasarkan cost to cost basis.
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi.
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan
tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain.
Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk
mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di
dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan
sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
PPh Jasa Konstruksi adalah pajak penghasilan atas usaha di bidang konstruksi. PPh Jasa Konstruksi
memiliki tarif bervariasi tergantung pada kualifikasi usaha.
Kontrak konstruksi terkandung aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan nilai kontrak sebagai
pendapatan dari penyedia jasa, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh).
Tarif
Sesuai dengan PP-51/2008 stdd. PP-40/2009 jo. PMK-187/2008 stdd. PMK-153/2009, Objek Pajak
Penghasilan yang bersifat final (diklasifikasikan penghasilan bersifat final karena adanya Sertifikasi
Badan Usaha oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.) beserta tarifnya adalah sebagai berikut :
1. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari
kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
2. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari
kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka :
a. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31
Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama;
b. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31
Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru.
Terkait dengan klasifikasi pada bidang pelaksanaan konstruksi, menurut Peraturan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)Nomor 11 Tahun 2006 klasifikasi tersebut didasari pada
kemampuan dari kontraktor, pengelompokan itu disebut grade, adapun rinciannya sebagai berikut :
Kecil
Sesuai dengan PMK-141/2015, Objek Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final dan merupakan Objek
PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:
1. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
2. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel,
dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Atas jasa konstruksi tersebut di atas yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%.
Sesuai dengan UU PPh Pasal 26, imbalan sehubungan dengan jasa [termasuk jasa konstruksi], pekerjaan,
dan kegiatan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
Dengan demikian, atas jasa konstruksi yang diserahkan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif
yang paling rendah sesuai PPh Pasal 26 (20%) atau Tarif P3B (Tax Treaty).
Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 21 jika pengusaha jasa konstruksi berstatus individu (Wajib
Pajak orang pribadi).
PPN atas Jasa Konstruksi dikenakan Sebesar 10% dari transaksi Jasa Konstruksi. (Bila kontrak sudah
termasuk PPN maka dikalikan 10/110%) PPN terutang saat Pembayaran atau penyerahan Hasil
Konstruksi.
Nilai kontrak (yang belum termasuk PPN) X Tariff PPh Jasa Konstruksi
1. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap
atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong
oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.
2. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat
pembayaran uang muka dan termin.
Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
1. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau
penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir;
2. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib
menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
masa pajak berakhir;
3. Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui
Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
Contoh :
Suatu proyek konstruksi yang bernilai Rp 1.000.000.000,00 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 (lima tahun). Keterangan biaya yang terjadi pada tiap-tiap tahun
adalah sebagai berikut :
2001 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 150.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00
2002 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 400.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek. Rp 450.000.000,00
2003 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 600.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00
2004 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 750.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00
2005 Total biaya proyek Rp 875.000.000,00
(total perkiraan semula Rp 850.000.000,00).
Tahun 2001
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2001 Rp 150.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00
Tahun 2002
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2002 Rp 400.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 450.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00
Tahun 2003
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2003 Rp 600.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00
Tahun 2004
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2004 Rp 750.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00
Tahun 2005
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Total biaya proyek Rp 875.000.000,00
Laba bruto usaha proyek Rp 125.000.000,00
Untuk menghitung penghasilan neto, laba bruto usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi
dengan biaya-biaya lainnya yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-
undang Pajak Penghasilan, yaitu : biaya-biaya tidak langsung (termasuk penyusutan dan amortisasi)
serta biaya umum dan administrasi.
diatas adalah contoh perhitungan persentase penyelesaian yang terdapat dalam penjelasan PP No. 138
Tahun 2000
menurut pendapat saya, karena yang dibuat sebelum jadwal pnagihan adalah semacam pemberitahuan
saja, tidk perlu dibuat faktur pajaknya.
faktur pajak dapat dibuat pada saat diterima pembayaran termin dari proses kegiatan
Bendahara Inspektorat Provinsi melakukan pembangunan gedung, adapun PT XYZ sebagai pelaksana
konstruksi, dan Konsultan perencana adalah Ahmad sebagai perencana konstruksi. Pada tanggal 31 Okt
2017 dilakukan pembayaran atas kontrak perencanaan oleh Ahmad sebagai konsultan perencana
sebesar Rp 44.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN).
Pada tanggal 4 Nov 2017 dilakukan pembayaran kepada PT XYZ atas Progress Pelaksanaan Konstruksi
sebesar Rp 1.100.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN).
Jasa konstruksi dalam dunia akuntansi disebut sebagai kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi diatur
dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 34 mengenai kontrak kontruksi.
PENGERTIAN
Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi
suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tetgantung
dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan pokok penggunaan.
a. Kontrak pemberian jasa yang berhubungan langsung dengan konstruksi aset, sebagai contoh,
pelayanan jasa untuk manajer proyek dan arsitek; dan
b. Kontrak untuk penghancuran atau restorasi aset dan restorasi lingkungan setelah penghancuran
aset.
Kontrak konstruksi dirumuskan dalam berbagai cara, yang dalam Pernyataan ini, diklasifikasikan
sebagai kontrak harga tetap dan kontrak biaya-plus.
Ada dua hal yang lazim dilakukan dalam kontrak konstruksi, yaitu :
Pemberian uang muka, yaitu : bagian nilai kontrak yang diterima kontraktor dari pemberi kerja
sebelum pekerjaan dilaksanakan. Uang muka ini akan diperhitungkan (dipotong dari
pembayaran tersisa secara proporsional dengan % pembayaran termin).
Retensi, yaitu : jumlah pembayaran termin yang ditahan oleh pemberi kerja sebagai jaminan
untuk pemeliharaan atau perbaikan bagian pekerjaan yang telah selesai. Retensi ini akan
dibayarkan kembali oleh pemberi kerja kepada kontraktor setelah konstruksi/pekerjaan 100%
selesai dan diserahterimakan.
a. Pendapatan Kontrak
Pendapatan kontrak terdiri dari:
a) Nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak; dan
b) Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran insentif;
i. Sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan; dan
ii. Dapat diukur secara andal
Pendapatan kontrak diukur pada nilai wajar dari imbalan yang diterima atau yang akan diterima.
Pengukuran pendapatan kontrak dipengaruhi oleh bermacam-macam ketidakpastian yang
tergantung pada hasil dari peristiwa di masa yang akan datang. Estimasinya seringkali harus direvisi
sesuai dengan realisasi dan hilangnya ketidakpastian. Oleh karena itu, jumlah pendapatan kontrak
dapat meningkat atau menurun dari suatu periode ke periode berikutnya. Contohnya :
a) Kontraktor dan pelanggan mungkin menyetujui penyimpangan atau klaim yang
meningkatkan atau menurunkan pendapatan kontrak pada periode setelah periode yang
disetujui pada kontrak awal;
b) Jumlah pendapatan yang disetujui dalam kontrak harga tetap dapat meningkat karena
ketentuan-ketentuan kenaikan biaya;
c) Jumlah pendapatan kontrak dapat menurun karena denda yang timbul akibat
keterlambatan kontraktor dalam penyelesaian kontrak tersebut; atau
d) jika dalam kontrak harga tetap terdapat harga tetap per unit output, pendapatan kontrak
meningkat jika jumlah unit meningkat.
Penyimpangan sendiri adalah suatu instruksi yang diberikan pelanggan mengenai perubahan dalam
lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kontrak. Penyimpangan dapat menimbulkan
peningkatan atau penurunan dalam pendapatan kontrak. Contoh penyimpangan adalah perubahan
dalam spesifikasi atau rancangan aset atau perubahan lamanya kontrak. Penyimpangan
dimasukkan ke dalam pendapatan kontrak jika:
a) Kemungkinan besar pelanggan akan menyetujui penyimpangan dan jumlah pendapatan
yang timbul dari penyimpangan tersebut, dan
b) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal
b. Pendapatan Klaim
Pengukuran jumlah pendapatan yang timbul dari klaim mempunyai tingkat ketidakpastian yang
tinggi dan seringkali tergantung pada hasil negosiasi. Oleh karena itu, klaim hanya dimasukkan
dalam pendapatan kontrak jika :
a) Negosiasi telah mencapai tingkat akhir sehingga kemungkinan besar pelanggan akan
menerima klaim tersebut, dan
b) Nilai klaim yang kemungkinan besar akan disetujui oleh pelanggan, dapat diukur secara
andal.
c. Pembayaran insentif
jumlah tambahan yang dibayarkan kepada kontraktor apabila standar pelaksanaan yang telah
ditentukan telah terpenuhi atau terlampaui. Contohnya, suatu kontrak mungkin mengizinkan suatu
pembayaran insentifkepada kontraktor untuk suatu penyelesaian dini dari suatu kontrak.
Pembayaran insentif dimasukkan dalam pendapatan kontrak jika:
a) Kontrak tersebut telah cukup pelaksanaannya sehingga kemungkinan besar akan
memenuhi atau melampaui standar pelaksanaan; dan
b) Jumlah pembayaran insentif tersebut dapat diukur secara andal.
BIAYA KONTRAK
Biaya-biaya ini dapat dikurangi dengan penghasilan yang bersifat insidental yaitu pcnghasilan yang
tidak termasuk dalam pendapatan kontrak, sebagai contoh penghasilan dari penjualan kelebihan
bahan dan pelepasan sarana dan peralatan pada akhir kontrak.
c. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan
pada kontrak tertentu, termasuk :
a) Asuransi;
b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan kontrak
tertentu; dan
c) overhead konstruksi.
Biaya tersebut dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan
diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik sama. Alokasi
tersebut didasarkan pada tingkat normal aktivitas konstruksi. Overhead konstruksi rneliputi biaya-
biaya seperti penyiapan dan pemrosesan gaji karyawan konstruksi. Biaya-biaya yang dapat
diatribusikan pada aktivitas kontrak secara urnum dan dapat dialokasikan pada kontrak tertentu
juga terrnasuk biaya pinjaman.
d. Biaya-biaya yang tidak dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak atau tidak dapat dialokasikan
pada suatu kontrak dikeluarkan dari biaya kontrak konstruksi. Biaya-biaya tersebut termasuk :
a) Biaya administrasi umum yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak;
b) Biaya penjualan;
c) Biaya riset dan pengembangan yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak; dan
d) Penyusutan sarana dan peralatan menganggur yang tidak digunakan pada kontrak
tertentu.
Biaya kontrak meliputi biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada suatu kontrak selama periode sejak
tanggal kontrak itu diperoleh sampai dengan penyelesaian akhir kontrak. Namun, biaya-biaya yang
berhubungan langsung dengan suatu kontrak dan terjadi untuk memperoleh kontrak juga dimasukkan
sebagai bagian dari biaya kontrak jika biaya tersebut dapat diidentifikasi secara terpisah dan dapat
diukur secara andal dan kemungkinan besar kontrak tersebut dapat diperoleh. Jika biaya-biaya yang
terjadi untuk memperoleh kontrak diakui sebagai beban pada periode terjadinya, maka biaya tersebut
tidak dimasukkan dalam biaya kontrak ketika kontrak tersebut diperoleh pada periode selanjutnya.
Untuk penerimaan uang muka, pengeluaran biaya konstruksi, penagihan jasa konstruksi dan hasil
penagihan pencatatan/ jurnal dalam buku kontraktor untuk kedua metode pengakuan pendapatan
(metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian) sama, yang berbeda adalah jurnal
penutup untuk pengakuan pendapatan dan biaya :
Pada metode kontrak selesai, jurnal penutup pengakuan pedapatan dan biaya dilakukan pada
periode kontrak selesai, sehingga pendapatan, biaya dan L/R proyek terakumulasi pada periode
kontrak selesai.
Pada metode persentase penyelesaian, jurnal penutup pengakuan pendapatan dan biaya dilakukan
setiap periode sesuai dengan % termin dan biaya yang dikeluarkan masing-masing periode,
sehingga pendapatan, biaya, dan L/R proyek teralokasi pada tiap periode kontrak.
PT Pembangunan Jaya memiliki kontrak yang dimulai pada bulan Juli 2011, untuk membangun sebuah
jembatan senilai Rp 4.500.000 yang diharapkan selesai pada bulan Oktober 2013, dengan estimasi biaya
sebesar Rp 4.000.000. Data berikut ini berkaitan dengan periode konstruksi tersebut (perhatikan bahwa
pada akhir tahun 2012 estimasi total biaya telah meningkat dari Rp 4.000.000 menjadi Rp 4.050.000).
a) Hitunglah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diakui untuk setiap tahun.
b) Buatlah jurnal untuk setiap tahun.
c) Buat laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif.
Penyelesaian :
a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah
sebagai berikut :
2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
Untuk mencatat biaya konstruksi
Konstruksi dalam Proses 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Bahan, Kas, Utang, dan 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Lainnya
Untuk mencatat termin
Piutang Usaha 900.000 2.400.000 1.200.000
Tagihan atas Kemajuan 900.000 2.400.000 1.200.00
Kontrak Konstruksi
Untuk mencatat hasil penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000
Untuk mencatat pendapatan,
beban, dan laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Konstruksi dalam Proses 125.000 199.000 126.000
Pendapatan dari Kontrak
Konstruksi Jangka Panjang 1.125.000 2.115.000 1.260.000
Untuk mencatat penyelesaian
proyek
Tagihan atas Kemajuan Kontrak 4.500.000
Konstruksi
4.500.000
Konstruksi dalam Proses
Hal ini mungkin terjadi bahwa entitas sering kali mempunyai lebih dari satu proyek pada suatu waktu.
Apabila entitas mempunyai sejumlah proyek, serta biaya dan laba yang diakui dikurangi kerugian yang
diakui melebihi termin atas beberapa kontrak serta hasil termin melebihi biaya dan laba yang diakui
dikurangi kerugian yang diakui pada kontrak lainnya, maka kontrak tersebut harus dipisahkan (project-
by-project).
Sisi aset hanya akan mencakup “kontrak-kontrak dengan biaya dan laba yang diakui dikurangi
kerugian yang diakui melebihi termin.”
Sementara, sisi liabilitas hanya mencakup “kontrak-kontrak dengan termin yang melebihi biaya
dan laba yang diakui dikurangi kerugian yang diakui.”
a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah
sebagai berikut :
b) Jurnal untuk mencatat biaya konstruksi, termin, dan hasil tagihan dari pelanggan akan sama dengan
metode persentase penyelesaian di atas. Perbedaan yang signifikan adalah bahwa entitas tidak
akan membuat jurnal untuk mengakui laba kotor pada tahun 2011 dan 2012.
2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
Untuk mencatat biaya
konstruksi
Konstruksi dalam Proses 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Bahan, Kas, Utang, dan
1.000.000 1.916.000 1.134.000
lainnya
Untuk mencatat termin
Piutang Usaha 900.000 2.400.000 1.200.000
Tagihan atas Kemajuan 900.000 2.400.000 1.200.00
Kontrak Konstruksi
Untuk mencatat hasil penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000
Untuk mencatat pendapatan,
biaya, dan laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000
Pendapatan dari Kontrak
1.000.000 1.916.000
Konstruksi Jangka Panjang