Anda di halaman 1dari 19

JASA KONSTRUKSI BERDASARKAN PAJAK

Sejak tahun 1985 peraturan perpajakan indonesia khususnya yang berkaitan dengan penhitungan PPH
hanya memperkenankan para pelaku bisnis jasa konstruksi untuk menggunakan metode PERSENTASE
PENYELESAIAN KONTRAK dalam penghitugan PPH mereka. Ketentuan mengenai kewajiban ini salah
satunya tercermin dalam PP Nomor 42 Tahun 1985 tentang Pelaksaan UU PPH 1984.

Dalam pasal 5 tsb menyatakan bahwa laba bruto usaha dalam satu tahun pajak bagi WP yang bergerak
dalam bidang pemborongan bangunan dihitung dengan jalan mencari penerimaan bruto dan biaya biaya
atau pengeluaran yang diperbolehkan untuk dikurangkan berdasarkan METODE PERSENTASE TINGKAT
PENYELESAIAN PEKERJAAn, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan.

Kewajiban untuk menggunakan metode ini hingga kini tetap dipertahankan khususnya bagi proyek
konstruksi yang penyelesaiaanya memakan waktu lebih dari satu tahun pajak. Ketentuan ini dapat
dilihat dalam PP Nomor 138 tahun 2000 tanggal 21 Desember 20000 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Dalam pasal 6 PP Nomor 138 Tahun 2000, ditegaskan bahwa laba bruto usaha dalam suatu tahun pajak
yang diterima atau diperoleh WP yang berusaha dibidang jasa konstruksi yang proses penyelesaiannya
meliputi masa beberapa tahun pajak dihitung berdasarkan metode persentase tersebut.

PERBEDAAN MENDASAR

Sedangkan menurut prinsip akuntansi keuangan umum, pengakuan penghasilan untuk bidang jasa
konstruksi sebenarnya dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode yang diperkenankan yaitu
metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian pekerjaan. Kedua metode ini amat
berbeda sekali dalam soal penentuan besarnya penghasilan yang harus diakui atau dicatat oleh
pengusaha jasa konstruksi.

Dalam metode kontrak selesai penghasilan dan juga keuntungan ynag diakui pada periode dimana
kontrak pembangunan konstruksi telah rampung atau selesai dilaksanakan. Untuk proyek konstruksi
yang jangka waktunya tidak lebih dari satu periode, metode ini memang dapat dengan mudah
diterapkan karena nilai penghasilan dan profit dapat dengan mudah dihitung berdasarkan nilai kontrak
dikurangi degan biaya biaya proyek yang nyata dapat dikeluarkan.

Akan tetapi hal ini akan berbeda jika pelaksanaan proyek pembangunannya meliputi jangka waktu lebih
dari satu periode (satu tahun buku), pengguna completed contract method dinilai tidak mencerminkan
performa pengusaha jasa konstruksi pada setiap periode tahun buku. Selain itu pengakuan penghasilan
yang hanya dilakukan pada periode penyelesaian pembangunan tidak setiap tahun buku sebagaimana
diterapkan dalam percentage of completion method dianggap dapat menimbulkan peyimpangan dan
juga pemutarbalikan fakta (distorsi) dalam pelaporan pendapatan dan biaya proyek.
Karena hal hal diatas tersebutlah para praktisi akuntansi keuangan lebih meyarankan meggunakan
percentage of completion method terutama untuk proyek konstruksi yang jangka waktu
penyelesaiannya lebih dari satu periode dan peraturan pajak pun secara tegas telah menetapkan
bahawa khusus untuk pengusaha jasa konstruksi tertama yang sedang mengerjakan proyek jangka
panjang harus menggunakan PERCENTAGE OF COMPLETION METHOD.

Tiga cara perhitungan untuk percentage of completion method

Secara umum metode persentase penyelasaian dapat diaplikasikan dega salah satu dari ketiga cara
yaitu:

a) Berdasarkan proporsi biaya kontrak untuk pekerjaan yang dilakukan sampai dengan tanggal
total biaya kontrak yang diestimasi.
b) Berdasarkan survey atas pekerjaan yang telah dilaksanakan atau
c) Berdasarkan peyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak.

Dari ketiga cara diatas, cost to cost basis adalah cara paling populer dan cenderung disarankan oleh para
praktisi akuntansi. cara tersebut ini lah yang oleh sebagian praktisi pajak dan WP dianggap sebagai satu-
satunya cara yang boleh dipergunakan oleh pengusaha jasa konstruksi dalam meghitung besarnya
penghasilan kena pajak mereka. Anggapan ini muncul karena dalam memori penjelasan Pasal 6 PP
nomor 138 thaun 2000 contoh yang diberikan adalah contoh perhitungan penghasilan pengusaha jasa
konstruksi berdasarkan cost to cost basis.

PENGERTIAN JASA KONSTRUKSI

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi.

Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan
tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain.

Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk
mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di
dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan
sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

PPh Jasa Konstruksi adalah pajak penghasilan atas usaha di bidang konstruksi. PPh Jasa Konstruksi
memiliki tarif bervariasi tergantung pada kualifikasi usaha.

Asper Perpajakan dalam Jasa Konstruksi

Kontrak konstruksi terkandung aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan nilai kontrak sebagai
pendapatan dari penyedia jasa, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh).

a) Pajak Pertambahan Nilai


Secara teori, sebagai salah satu jenis pajak tidak langsung merupakan pajak atas konsumsi dalam
negeri yang dipungut pada setiap tingkat penyerahan dalam jalur produksi, distribusi, pemasaran
dan manajemen dengan menggunakan metode kredit pajak.
b) Pajak Penghasilan
Dasar Hukum Pengenaan PPh atas Penghasilan Jasa Konstruksi adalah Peraturan Kementrian
Keuangan No. 244 tahun 2000, Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PP No. 40 Tahun 2009

Tarif

Sesuai dengan PP-51/2008 stdd. PP-40/2009 jo. PMK-187/2008 stdd. PMK-153/2009, Objek Pajak
Penghasilan yang bersifat final (diklasifikasikan penghasilan bersifat final karena adanya Sertifikasi
Badan Usaha oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.) beserta tarifnya adalah sebagai berikut :

Memiliki Klasifikasi Usaha

Bentuk Pekerjaan Klasifikasi Usaha Tarif Sifat

Pelaksanaan Konstruksi Kecil 2% (*) Final

Menengah dan Besar 3% (*) Final

Perencanaan dan Pengawasan Kecil, Menengah dan Besar 4% (*) Final

Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha

Bentuk Pekerjaan Tarif Sifat

Pelaksanaan Konstruksi 4% (*) Final


Perencanaan dan Pengawasan 6% (*) Final

(*) dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Ketentuan ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal :

1. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari
kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
2. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari
kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka :
a. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31
Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama;
b. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31
Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru.

Terkait dengan klasifikasi pada bidang pelaksanaan konstruksi, menurut Peraturan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)Nomor 11 Tahun 2006 klasifikasi tersebut didasari pada
kemampuan dari kontraktor, pengelompokan itu disebut grade, adapun rinciannya sebagai berikut :

Kecil

1) Kelompok K3 (Grade 1) kompetensi>>> 0–Rp 100 juta


2) Kelompok K2 (Grade 2) kompetensi>>> Rp 100 juta–Rp 300 juta
3) Kelompok K1 (Grade 3) kompetensi>>> Rp 300 juta–Rp 600 juta
4) (Grade 4) kompetensi>>> Rp 600 juta–Rp 1 miliar
Kelompok ini diperuntukan untuk pengusaha perorangan dan badan usaha
Menengah
1) Kelompok M (Grade 5) kompetensi>>> Rp 1 miliar–Rp 10 miliar
Kelompok ini diperuntukan untuk badan usaha
Besar
1) Kelompok B2 (Grade 6) kompetensi>>> Rp 1 miliar–Rp 25 miliar
2) Kelompok B1 (Grade 7) kompetensi>>> Rp 1 miliar–tak terbatas
Kelompok ini diperuntukan untuk badan usaha, khusus untuk grade 7 juga diperuntukan
untuk badan asing

Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 23 beserta Tarifnya:

Sesuai dengan PMK-141/2015, Objek Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final dan merupakan Objek
PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

1. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
2. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel,
dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Atas jasa konstruksi tersebut di atas yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%.

Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 26 beserta Tarifnya:

Sesuai dengan UU PPh Pasal 26, imbalan sehubungan dengan jasa [termasuk jasa konstruksi], pekerjaan,
dan kegiatan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.

Dengan demikian, atas jasa konstruksi yang diserahkan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif
yang paling rendah sesuai PPh Pasal 26 (20%) atau Tarif P3B (Tax Treaty).

Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 21 jika pengusaha jasa konstruksi berstatus individu (Wajib
Pajak orang pribadi).

PPN Jasa Konstruksi

PPN atas Jasa Konstruksi dikenakan Sebesar 10% dari transaksi Jasa Konstruksi. (Bila kontrak sudah
termasuk PPN maka dikalikan 10/110%) PPN terutang saat Pembayaran atau penyerahan Hasil
Konstruksi.

Cara Menghitung PPh Jasa Konstruksi

Rumus perhitungan PPh Jasa Konstruksi adalah

Nilai kontrak (yang belum termasuk PPN) X Tariff PPh Jasa Konstruksi

Tata Cara Pemotongan

1. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap
atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong
oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.
2. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat
pembayaran uang muka dan termin.
Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan

1. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau
penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir;
2. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib
menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
masa pajak berakhir;
3. Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui
Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.

Perlakuan pajak terhadap metode persentase penyelesaian


Penjelasan Pasal 6 PP No. 138 Tahun 2000
Berdasarkan ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan, penghitungan Penghasilan Kena Pajak suatu tahun pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap dilakukan sesuai dengan prinsip persandingan biaya dengan penghasilan (matching
cost against revenue).
Namun bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berusaha di bidang jasa konstruksi
yang mengerjakan proyek-proyek konstruksi berjangka waktu lebih dari satu tahun, penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dapat menggunakan metode lain yang lazim dalam praktek akuntansi, seperti
metode persentase penyelesaian (percentage of completion method). Dengan metode ini, pengakuan
penghasilan tahunan didasarkan atas penghitungan secara proporsional sesuai dengan tahap
penyelesaian pekerjaan.
Dalam penerapan metode tersebut, biaya-biaya yang dapat diperhitungkan adalah biaya-biaya yang
langsung dan semata-mata berhubungan dengan pelaksanaan proyek tersebut, yaitu : biaya pemakaian
material, upah buruh langsung, serta biaya-biaya lainnya dengan karakteristik yang sama.

Contoh :
Suatu proyek konstruksi yang bernilai Rp 1.000.000.000,00 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 (lima tahun). Keterangan biaya yang terjadi pada tiap-tiap tahun
adalah sebagai berikut :
2001 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 150.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00
2002 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 400.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek. Rp 450.000.000,00
2003 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 600.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00
2004 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 750.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00
2005 Total biaya proyek Rp 875.000.000,00
(total perkiraan semula Rp 850.000.000,00).

Laba bruto usaha setiap tahun dihitung sebagai berikut :

Tahun 2001
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2001 Rp 150.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00

Laba bruto usaha tahun 2001 :


Rp 150.000.000,00 / Rp 850.000.000,00 x Rp 150.000.000,00 = Rp 26.470.588,23

Tahun 2002
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2002 Rp 400.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 450.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2002 :


Rp 400.000.000,00 / Rp 850.000.000,00 x Rp 150.000.000,00 = Rp 70.588.235,29

Laba bruto usaha tahun 2001 Rp 26.470.588,23


Laba bruto usaha tahun 2002 Rp 44.117.647,06

Tahun 2003
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2003 Rp 600.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2003 :


Rp 600.000.000,00 / Rp 850.000.000,00 x Rp 150.000.000,00 = Rp 105.882.352,94

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2002 Rp 70.588.235,29


Laba bruto usaha tahun 2003 Rp 35.294.117,65

Tahun 2004
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2004 Rp 750.000.000,00
Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00
Rp 850.000.000,00
Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2004 :


Rp 750.000.000,00 / Rp 850.000.000,00 x Rp 150.000.000,00 = Rp 132.352.941,17

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2003 Rp 105.882.352,94


Laba bruto usaha tahun 2004 Rp 26.470.588,23

Tahun 2005
Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00
Total biaya proyek Rp 875.000.000,00
Laba bruto usaha proyek Rp 125.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2004 Rp 132.352.941,17


Laba (rugi) usaha tahun 2005 (Rp 7.352.941,17)

Untuk menghitung penghasilan neto, laba bruto usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi
dengan biaya-biaya lainnya yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-
undang Pajak Penghasilan, yaitu : biaya-biaya tidak langsung (termasuk penyusutan dan amortisasi)
serta biaya umum dan administrasi.

diatas adalah contoh perhitungan persentase penyelesaian yang terdapat dalam penjelasan PP No. 138
Tahun 2000

menurut pendapat saya, karena yang dibuat sebelum jadwal pnagihan adalah semacam pemberitahuan
saja, tidk perlu dibuat faktur pajaknya.
faktur pajak dapat dibuat pada saat diterima pembayaran termin dari proses kegiatan

Contoh Kasus Perhitungan Pajak atas Jasa Konstruksi

Bendahara Inspektorat Provinsi melakukan pembangunan gedung, adapun PT XYZ sebagai pelaksana
konstruksi, dan Konsultan perencana adalah Ahmad sebagai perencana konstruksi. Pada tanggal 31 Okt
2017 dilakukan pembayaran atas kontrak perencanaan oleh Ahmad sebagai konsultan perencana
sebesar Rp 44.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN).
Pada tanggal 4 Nov 2017 dilakukan pembayaran kepada PT XYZ atas Progress Pelaksanaan Konstruksi
sebesar Rp 1.100.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN).

Bagaimana menghitung kewajiban Perpajakannya?


a) PPN
Perencanaan Konstruksi oleh Ahmad
Rp 44.000.000,00 x 10/110% = Rp 4.000.000,00

Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ


Rp 1.100.000.000,00 x 10/110% = Rp 100.000.000,00
b) PPh
Perencanaan Konstruksi oleh Konsultan perencana Ahmad yaitu =
(Kontrak - PPN) x 4% = (Rp 44.000.000,00 – Rp 4.000.000,00) x 4%= Rp 1.600.000,00

Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ yaitu =


(Kontrak - PPN x 3%) = (Rp 1.100.000.000,00 – Rp 1.00.000.000,00) x3%
= Rp 1.000.000.000,00 x 3% = Rp 30.000.000,00

Jadi yang diterima konsultan perencana =


Kontrak- PPN – PPh = Rp 44.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 – Rp 1.600.000,00 = Rp 38.400.000,00

Jadi yang diterima Pelaksanaan Konstruksi =


Kontrak- PPN – PPh = Rp 1.100.000.000,00 – Rp 100.000.000,00 – Rp 30.000.000,00
= Rp. 970.000.000,00

JASA KONSTRUKSI BERDASARKAN AKUNTANSI

Jasa konstruksi dalam dunia akuntansi disebut sebagai kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi diatur
dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 34 mengenai kontrak kontruksi.

PENGERTIAN
Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi
suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tetgantung
dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan pokok penggunaan.

Dalam PSAK kontrak konstruksi meliputi:

a. Kontrak pemberian jasa yang berhubungan langsung dengan konstruksi aset, sebagai contoh,
pelayanan jasa untuk manajer proyek dan arsitek; dan
b. Kontrak untuk penghancuran atau restorasi aset dan restorasi lingkungan setelah penghancuran
aset.

Kontrak konstruksi dirumuskan dalam berbagai cara, yang dalam Pernyataan ini, diklasifikasikan
sebagai kontrak harga tetap dan kontrak biaya-plus.

Ada dua hal yang lazim dilakukan dalam kontrak konstruksi, yaitu :

 Pemberian uang muka, yaitu : bagian nilai kontrak yang diterima kontraktor dari pemberi kerja
sebelum pekerjaan dilaksanakan. Uang muka ini akan diperhitungkan (dipotong dari
pembayaran tersisa secara proporsional dengan % pembayaran termin).
 Retensi, yaitu : jumlah pembayaran termin yang ditahan oleh pemberi kerja sebagai jaminan
untuk pemeliharaan atau perbaikan bagian pekerjaan yang telah selesai. Retensi ini akan
dibayarkan kembali oleh pemberi kerja kepada kontraktor setelah konstruksi/pekerjaan 100%
selesai dan diserahterimakan.

PENGUKURAN KONTRAK KONSTRUKSI

a. Pendapatan Kontrak
Pendapatan kontrak terdiri dari:
a) Nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak; dan
b) Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran insentif;
i. Sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan; dan
ii. Dapat diukur secara andal

Pendapatan kontrak diukur pada nilai wajar dari imbalan yang diterima atau yang akan diterima.
Pengukuran pendapatan kontrak dipengaruhi oleh bermacam-macam ketidakpastian yang
tergantung pada hasil dari peristiwa di masa yang akan datang. Estimasinya seringkali harus direvisi
sesuai dengan realisasi dan hilangnya ketidakpastian. Oleh karena itu, jumlah pendapatan kontrak
dapat meningkat atau menurun dari suatu periode ke periode berikutnya. Contohnya :
a) Kontraktor dan pelanggan mungkin menyetujui penyimpangan atau klaim yang
meningkatkan atau menurunkan pendapatan kontrak pada periode setelah periode yang
disetujui pada kontrak awal;
b) Jumlah pendapatan yang disetujui dalam kontrak harga tetap dapat meningkat karena
ketentuan-ketentuan kenaikan biaya;
c) Jumlah pendapatan kontrak dapat menurun karena denda yang timbul akibat
keterlambatan kontraktor dalam penyelesaian kontrak tersebut; atau
d) jika dalam kontrak harga tetap terdapat harga tetap per unit output, pendapatan kontrak
meningkat jika jumlah unit meningkat.
Penyimpangan sendiri adalah suatu instruksi yang diberikan pelanggan mengenai perubahan dalam
lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kontrak. Penyimpangan dapat menimbulkan
peningkatan atau penurunan dalam pendapatan kontrak. Contoh penyimpangan adalah perubahan
dalam spesifikasi atau rancangan aset atau perubahan lamanya kontrak. Penyimpangan
dimasukkan ke dalam pendapatan kontrak jika:
a) Kemungkinan besar pelanggan akan menyetujui penyimpangan dan jumlah pendapatan
yang timbul dari penyimpangan tersebut, dan
b) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal

b. Pendapatan Klaim
Pengukuran jumlah pendapatan yang timbul dari klaim mempunyai tingkat ketidakpastian yang
tinggi dan seringkali tergantung pada hasil negosiasi. Oleh karena itu, klaim hanya dimasukkan
dalam pendapatan kontrak jika :
a) Negosiasi telah mencapai tingkat akhir sehingga kemungkinan besar pelanggan akan
menerima klaim tersebut, dan
b) Nilai klaim yang kemungkinan besar akan disetujui oleh pelanggan, dapat diukur secara
andal.

c. Pembayaran insentif
jumlah tambahan yang dibayarkan kepada kontraktor apabila standar pelaksanaan yang telah
ditentukan telah terpenuhi atau terlampaui. Contohnya, suatu kontrak mungkin mengizinkan suatu
pembayaran insentifkepada kontraktor untuk suatu penyelesaian dini dari suatu kontrak.
Pembayaran insentif dimasukkan dalam pendapatan kontrak jika:
a) Kontrak tersebut telah cukup pelaksanaannya sehingga kemungkinan besar akan
memenuhi atau melampaui standar pelaksanaan; dan
b) Jumlah pembayaran insentif tersebut dapat diukur secara andal.

BIAYA KONTRAK

a. Biaya kontrak terdiri dari:


a) Biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentut
b) Biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat
dialokasikan pada kontrak tersebut; dan
c) Biaya lain yang secara spesifik dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak.

b. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak termasuk:


a) Biaya pekerja lapangan, termasuk penyelia;
b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
c) Penyusutan sarana dan peralatan yang digunakan dalam kontrak;
d) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan
kontrak;
e) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
f) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan kontrak; (g)
estimasi biaya pembetulan dan jaminan pekerjaan, termasuk yang mungkin timbul selama
masa jaminan; dan
g) Klaim dari pihak ketiga.

Biaya-biaya ini dapat dikurangi dengan penghasilan yang bersifat insidental yaitu pcnghasilan yang
tidak termasuk dalam pendapatan kontrak, sebagai contoh penghasilan dari penjualan kelebihan
bahan dan pelepasan sarana dan peralatan pada akhir kontrak.

c. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan
pada kontrak tertentu, termasuk :
a) Asuransi;
b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan kontrak
tertentu; dan
c) overhead konstruksi.

Biaya tersebut dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan
diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik sama. Alokasi
tersebut didasarkan pada tingkat normal aktivitas konstruksi. Overhead konstruksi rneliputi biaya-
biaya seperti penyiapan dan pemrosesan gaji karyawan konstruksi. Biaya-biaya yang dapat
diatribusikan pada aktivitas kontrak secara urnum dan dapat dialokasikan pada kontrak tertentu
juga terrnasuk biaya pinjaman.

d. Biaya-biaya yang tidak dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak atau tidak dapat dialokasikan
pada suatu kontrak dikeluarkan dari biaya kontrak konstruksi. Biaya-biaya tersebut termasuk :
a) Biaya administrasi umum yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak;
b) Biaya penjualan;
c) Biaya riset dan pengembangan yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak; dan
d) Penyusutan sarana dan peralatan menganggur yang tidak digunakan pada kontrak
tertentu.

Biaya kontrak meliputi biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada suatu kontrak selama periode sejak
tanggal kontrak itu diperoleh sampai dengan penyelesaian akhir kontrak. Namun, biaya-biaya yang
berhubungan langsung dengan suatu kontrak dan terjadi untuk memperoleh kontrak juga dimasukkan
sebagai bagian dari biaya kontrak jika biaya tersebut dapat diidentifikasi secara terpisah dan dapat
diukur secara andal dan kemungkinan besar kontrak tersebut dapat diperoleh. Jika biaya-biaya yang
terjadi untuk memperoleh kontrak diakui sebagai beban pada periode terjadinya, maka biaya tersebut
tidak dimasukkan dalam biaya kontrak ketika kontrak tersebut diperoleh pada periode selanjutnya.

Pengakuan Pendapatan dan Beban Kontrak


Rumusan kontrak konstruksi dibagi menjadi 2 macam yaitu :

a. Kontrak harga tetap


Kontrak Harga Tetap adalah kontrak konstruksi dengan syarat bahwa kontraktor telah menyetujui
nilai kontrak yang telah ditentukan, atau tarif tetap yang telah ditentukan per unit output, yang
dalam beberapa hal tunduk pada ketentuan-ketentuan kenaikan. Hasil kontrak konstruksi dapat
diestimasi secara andal jika semua kondisi berikut ini dapat terpenuhi :
a) Total pendapatan kontrak dapat diukur secara andal;
b) Kemungkinan besar manfaat ekonomik yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan
mengalir ke entitas;
c) Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada
akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal; dan
d) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak dapat diideniifikasi dengan jelas dan diukur
secara andal sehingga biaya kontrak aktual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya.
b. Kontrak biaya-plus
Kontrak Biaya-Plus adalah kontrak konstruksi di mana kontraktor mendapatkan penggantian untuk
biaya-biaya yang telah diizinkan atau telah ditentukan, ditambah imbalan dengan persentase
terhadap biaya atau imbalan tetap. Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal jika
semua kondisi berikut ini terpenuhi :
a) Kemungkinan besar manfaat ekonomik yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan
mengalir ke entitas; dan
b) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak tersebut, apakah dapat ditagih atau tidak ke
pelanggan, dapat diidenti.fikasidengan jelas dan diukur secara andal.

Metode Pengakuan Pendapatan Kontrak Konstruksi


Ada dua metode pengakuan pendapatan pada kontrak konstruksi, yaitu :
a. Metode Kontrak Selesai (Completion Method/ Completed Contract Method) atau Metode
Pemulihan Biaya atau Metode Laba Nol (Cost-Recovery Method or Zero-Profit Method)
Yaitu pendapatan kontrak konstruksi diakui setelah pekerjaan selesai 100%.
Laba Kotor = Nilai Kontrak Proyek – Biaya Proyek Yang Telah Dikeluarkan

b. Metode Persentase Penyelesaian (Percentage of Completion Method)


Yaitu pendapatan kontrak konstruksi diakui pada setiap periode pelaksanaa pekerjaan berdasarkan
% penyelesaian pekerjaan periode yang bersangkutan.

Konsep Umum Percentage-of-Completion Accounting


a) Pendapatan diakui sepanjang masa berlakunya (umur) kontrak.
b) Pendapatan yang diakui merupakan fungsi dari tingkat penyelesaian kontrak.
c) Biaya-biaya yang timbul dibukukan ke perkiraan Construction In Progress (CIP).
d) Laba (profit) dibukukan pada perkiraan CIP.
e) CIP diukur pada net realizable value (nilai bersih yang dapat direalisasikan) = nilai kontrak -
biaya penyelesaian akhir - unearned profit dari proyek yang belum selesai).
f) Kerugian yang diantisipasi (anticipated loss) harus dibebankan secara penuh pada periode
di mana kerugian tersebut dapat diukur.

Kriteria Penerapan Percentage-of-Completion Accounting

a) Pendapatan, biaya, serta tingkat penyelesaian kontrak dapat diperkirakan secara


meyakinkan.
b) Kontrak secara tegas menetapkan hak (enforceable right) dari pihak-pihak yang terlibat,
hal-hal yang harus dipertukarkan, dan cara serta persyaratan penyelesaian kontrak.
c) Pihak pembeli diperkirakan akan dapat memenuhi kewajibannya sesuai kontrak.
d) Pihak penjual diperkirakan akan dapat menyelesaikan kewajiban kontraktualnya.

Sementara penggunaan percentage-of-completion hanya diperbolehkan jika :


a) Entitas umumnya menangani kontrak-kontrak jangka pendek.
b) Kriteria bagi penerapan Percentage-of-Completion Accounting tidak terpenuhi.
c) Terdapat resiko yang melekat (inherent) pada kontrak melebihi risiko usaha yang normal.

Untuk penerimaan uang muka, pengeluaran biaya konstruksi, penagihan jasa konstruksi dan hasil
penagihan pencatatan/ jurnal dalam buku kontraktor untuk kedua metode pengakuan pendapatan
(metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian) sama, yang berbeda adalah jurnal
penutup untuk pengakuan pendapatan dan biaya :
 Pada metode kontrak selesai, jurnal penutup pengakuan pedapatan dan biaya dilakukan pada
periode kontrak selesai, sehingga pendapatan, biaya dan L/R proyek terakumulasi pada periode
kontrak selesai.
 Pada metode persentase penyelesaian, jurnal penutup pengakuan pendapatan dan biaya dilakukan
setiap periode sesuai dengan % termin dan biaya yang dikeluarkan masing-masing periode,
sehingga pendapatan, biaya, dan L/R proyek teralokasi pada tiap periode kontrak.

Ilustrasi Akuntansi kontrak konstruksi

PT Pembangunan Jaya memiliki kontrak yang dimulai pada bulan Juli 2011, untuk membangun sebuah
jembatan senilai Rp 4.500.000 yang diharapkan selesai pada bulan Oktober 2013, dengan estimasi biaya
sebesar Rp 4.000.000. Data berikut ini berkaitan dengan periode konstruksi tersebut (perhatikan bahwa
pada akhir tahun 2012 estimasi total biaya telah meningkat dari Rp 4.000.000 menjadi Rp 4.050.000).

2011 2012 2013


Biaya sampai dengan saat ini Rp 1.000.000 Rp 2.916.000 Rp 4.050.000
Estimasi biaya untuk menyelesaikan 3.000.000 1.134.000 --
Termin selama tahun berjalan 900.000 2.400.000 1.200.000
Kas yang tertagih selama tahun berjalan 750.000 1.750.000 2.000.000
Dengan menggunakan metode persentase penyelesaian dan metode kontrak selesai :

a) Hitunglah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diakui untuk setiap tahun.
b) Buatlah jurnal untuk setiap tahun.
c) Buat laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif.

Penyelesaian :

Metode Persentase Penyelesaian

Persentase penyelesaian dihitung sebagai berikut :

2011 2012 2013


Harga kontrak Rp 4.500.000 Rp 4.500.000 Rp 4.500.000
Dikurangi estimasi biaya:
Biaya sampai dengan tanggal ini (1) Rp 1.000.000 Rp 2.916.000 Rp 4.050.000
Estimasi biaya untuk menyelesaikan (2) 3.000.000 1.134.000 0
Total estimasi biaya (3) = (1) + (2) Rp 4.000.000 Rp 4.050.000 Rp 4.050.000
Total estimasi laba kotor Rp 500.000 Rp 450.000 Rp 450.000
Persentase penyelesaian sampai dengan
tanggal tersebut (4) = (1) : (3) 40% 72% 100%

a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah
sebagai berikut :

Diakui pada Diakui pada


Saat ini tahun tahun
sebelumnya sekarang
Tahun 2011
Pendapatan (Rp4.500.000 x 40%) Rp 1.125.000 Rp 0 Rp 1.125.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor Rp 125.000 Rp 0 Rp 125.000
Tahun 2012
Pendapatan (Rp4.500.000 x 72%) Rp 3.240.000 Rp 1.125.000 Rp 2.115.000
Beban 2.916.000 1.000.000 1.916.000
Laba kotor Rp 324.000 Rp 125.000 Rp 199.000
Tahun 2013
Pendapatan (Rp4.500.000x 100%) Rp 4.500.000 Rp 3.240.000 Rp 1.260.000
Beban 4.050.000 2.916.000 1.134.000
Laba kotor Rp 450.000 Rp 324.000 Rp 126.000

b) Jurnal setiap tahun: mencatat


1) Biaya yang terjadi atau biaya konstruksi
2) Tagihan atau termin
3) Penerimaan kas dari tagihan
4) Pengakuan pendapatan dan laba kotor, dan
5) Penyelesaian proyek atau kontrak, untuk tiga tahun periode kontrak adalah sebagai berikut :

2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
 Untuk mencatat biaya konstruksi
Konstruksi dalam Proses 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Bahan, Kas, Utang, dan 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Lainnya
 Untuk mencatat termin
Piutang Usaha 900.000 2.400.000 1.200.000
Tagihan atas Kemajuan 900.000 2.400.000 1.200.00
Kontrak Konstruksi
 Untuk mencatat hasil penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000
 Untuk mencatat pendapatan,
beban, dan laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Konstruksi dalam Proses 125.000 199.000 126.000
Pendapatan dari Kontrak
Konstruksi Jangka Panjang 1.125.000 2.115.000 1.260.000
 Untuk mencatat penyelesaian
proyek
Tagihan atas Kemajuan Kontrak 4.500.000
Konstruksi
4.500.000
Konstruksi dalam Proses

c) Penyajian laporan keuangan

2011 2012 2013


Laporan laba rugi komprehensif
Pendapatan dari kontrak jangka panjang Rp 1.125.000 Rp 2.115.000 Rp 1.260.000
Beban konstruksi 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Laba Kotor Rp 125.000 Rp 199.000 Rp 126.000

Laporan posisi keuangan


Aset lancar:
Piutang usaha Rp 150.000 Rp 800.000 Rp 0
Persediaan
Konstruksi dalam Proses Rp 1.125.000
Kurang: Termin 900.000
Biaya dan Laba yang diakui melebihi 0
Termin (Tagihan Bruto) Rp 225.000
Liabilitas Lancar
Termin Rp 3.000.000
Kurang: Konstruksi dalam Proses 3.240.000
Termin melebihi Biaya dan Laba yang Rp 0
diakui (Utang Bruto) Rp 60.000 0
Catatan : Biasanya bila piutang dari suatu penjualan dicatat, maka akun persediaan dikurangi. Akan
tetapi, menurut metode persentase penyelesaian baik piutang maupun persediaan terus tercatat.
Pengurangan saldo akun Termin atau Tagihan atas Kemajuan Kontrak Konstruksi akan mencegah
persediaan dihitung dua kali (perhitungan ganda).
 Jika “Konstruksi dalam Proses” [Biaya yang terjadi ditambah Laba yang diakui dikurangi
Kerugian yang diakui”] melebihi “Termin”, selisihnya dilaporkan sebagai Aset Lancar (Tagihan
Bruto dari Pelanggan), dengan judul “Biaya dan Pengakuan Laba Melebihi Termin” (“Costs and
Recognized Profit in Excess of Billings”atau (“Tagihan Bruto dari Pelanggan.”)
 Jika “Termin” melebihi “Konstruksi dalam Proses” [“Biaya yang terjadi ditambah Laba yang
diakui dikurangi Kerugian yang diakui”] selisihnya dilaporkan sebagai Liabilitas Lancar (Utang
bruto kepada Pelanggan), dengan judul “Termin Melebihi Biaya dan Pengakuan Laba.” (“Billings
in Excess of Costs and Recognized Profit.” atau (“Utang Bruto kepada Pelanggan.”)

Hal ini mungkin terjadi bahwa entitas sering kali mempunyai lebih dari satu proyek pada suatu waktu.
Apabila entitas mempunyai sejumlah proyek, serta biaya dan laba yang diakui dikurangi kerugian yang
diakui melebihi termin atas beberapa kontrak serta hasil termin melebihi biaya dan laba yang diakui
dikurangi kerugian yang diakui pada kontrak lainnya, maka kontrak tersebut harus dipisahkan (project-
by-project).

 Sisi aset hanya akan mencakup “kontrak-kontrak dengan biaya dan laba yang diakui dikurangi
kerugian yang diakui melebihi termin.”
 Sementara, sisi liabilitas hanya mencakup “kontrak-kontrak dengan termin yang melebihi biaya
dan laba yang diakui dikurangi kerugian yang diakui.”

Metode kontrak selesai

a) Penghitungan jumlah pendapatan, beban, dan laba kotor yang diperoleh setiap tahun adalah
sebagai berikut :

Diakui Diakui pada


Saat ini pada tahun tahun
sebelumnya sekarang
Tahun 2011
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp 1.000.000 Rp 0 Rp 1.000.000
Beban 1.000.000 1.000.000
Laba kotor Rp 0 Rp 0 Rp 0
Tahun 2012
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp 2.916.000 Rp 1.000.000 Rp 1.916.000
Beban 2.916.000 1.000.000 1.916.000
Laba kotor Rp 324.000 Rp 0 Rp 0
Tahun 2013
Pendapatan (biaya yang terjadi) Rp 4.500.000 Rp 2.916.000 Rp 1.584.000
Beban 4.050.000 2.916.000 1.134.000
Laba kotor Rp 450.000 Rp 0 Rp 450.000

b) Jurnal untuk mencatat biaya konstruksi, termin, dan hasil tagihan dari pelanggan akan sama dengan
metode persentase penyelesaian di atas. Perbedaan yang signifikan adalah bahwa entitas tidak
akan membuat jurnal untuk mengakui laba kotor pada tahun 2011 dan 2012.

2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3
 Untuk mencatat biaya
konstruksi
Konstruksi dalam Proses 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Bahan, Kas, Utang, dan
1.000.000 1.916.000 1.134.000
lainnya
 Untuk mencatat termin
Piutang Usaha 900.000 2.400.000 1.200.000
Tagihan atas Kemajuan 900.000 2.400.000 1.200.00
Kontrak Konstruksi
 Untuk mencatat hasil penagihan
Kas 750.000 1.750.000 2.000.000
Piutang Usaha 750.000 1.750.000 2.000.000
 Untuk mencatat pendapatan,
biaya, dan laba kotor
Beban Konstruksi 1.000.000 1.916.000
Pendapatan dari Kontrak
1.000.000 1.916.000
Konstruksi Jangka Panjang

Konstruksi dalam Proses


Beban Konstruksi 450.000
Pendapatan dari Kontrak 1.134.000
Konstruksi Jangka Panjang 1.584.000
 Untuk mencatat penyelesaian
proyek
Tagihan atas Kemajuan Kontrak 4.500.000
Konstruksi
4.500.000
Konstruksi dalam Proses

c) Penyajian laporan keuangan

2011 2012 2013


Laporan laba rugi komprehensif
Pendapatan dari kontrak jangka panjang Rp 1.000.000 Rp 1.916.000 Rp 1.584.000
Biaya konstruksi 1.000.000 1.916.000 1.134.000
Laba Kotor Rp 0 Rp 0 Rp 450.000
Laporan posisi keuangan
Aset lancar
Piutang usaha Rp 150.000 Rp 800.000
Persediaan
Konstruksi dalam Proses Rp 1.000.000
Kurang: Termin 900.000
Biaya melebihi Termin (Tagihan bruto) Rp 100.000
Liabilitas Lancar
Termin Rp 3.300.000
Kurang: Konstruksi dalam Proses 2.916.000
Termin melebihi Biaya dan (Utang bruto) Rp 384.000

Anda mungkin juga menyukai