Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR

PELAKOR (PELAKSANAAN KONSELING REALITAS) DALAM


MENGANGANI KRISIS IDENTITAS PADA REMAJA

BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN – SOSIAL HUMANIORA

Diusulkan Oleh:
Andre Septian Purnama; 158620100011; 2015
Yessy Darmasari; 158620100171; 2015
Arika Musawan; 168620100021; 2016

UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI


BANYUWANGI
2019

i
PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKM-PENELITIAN

ii
RINGKASAN

Masa remaja merupakan masa ketika seorang anak tumbuh ke tahap


menjadi seseorang yang dewasa yang tidak dapat ditetapkan secara pasti.
Seseorang yang dapat melewati masa remaja dengan bahagia akan menjadi
dewasa yang berkepribadian dan sebaliknya. Hal ini ditentukan pada saat proses
pembentukan identitas dirinya sebagai individu. Dalam psikologi perkembangan
pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian
yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja. Kebanyakan remaja mengalami
krisis identitas karena kesulitan menyadari siapa dirinya sesungguhnya, sehingga
perlu rasanya para remaja ini dibantu dengan melaksanakan konseling realitas.
Konsep konseling realitas dipandang sesuai untuk menangani permasalahan krisis
identitas remaja.
Prosedur tahapan penelitian yang dilakukan antara lain; Identifikasi
Masalah, Mengumpulkan Data, Pelaksanaan konseling, Evaluasi dan Follow
Up. Penelitian ini menggunakan 20 orang sampel sebagai kelompok eksperimen
yang berdasarkan hasil kuesioner memiliki krisis identitas pada kategori tinggi
dan sangat tinggi. Sampel penelitian yang terdiri atas 20 remaja ini diberikan
perlakuan berupa konseling realitas baik dalam format konseling kelompok dan
konseling individu. Selain melakukan konseling, kami juga melakukan melakukan
pendampingan terhadap guru BK dalam mengimplementasikan konseling realitas
sebagai alternatif solusi dalam mengatasi krisis identitas pada remaja. Luaran
penelitan yang sudah terpenuhi antara lain berupa artikel pada media massa cetak
(Radar Banyuwangi) dan artikel pada media massa online
(lensabanyuwangi.com). Hasil penelitian akan diterbitkan pada jurnal nasional
ber-ISSN .

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
PENGESAHAN.................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.3 Urgensi Penelitian ........................................................................ 2
1.4 Target Luaran .............................................................................. 2
BAB II TARGET LUARAN .............................................................. 3
BAB III METODE PENELITIAN .................................................. 7
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 7
3.2 Tahapan Penelitian ..................................................................... 7
BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS......... 8
4.1 Hasil Pretest dan Posttest Sampel Penelitian .............................. 8
BAB V PENUTUP ............................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 10
LAMPIRAN 1. Penggunaan Dana .................................................... 11
LAMPIRAN 2. Bukti Pendukung Kegiatan ..................................... 12

iv
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa ketika seorang anak tumbuh ke tahap
menjadi seseorang yang dewasa yang tidak dapat ditetapkan secara pasti. Pada
masa ini, remaja mulai mempunyai kapasitas untuk memperoleh dan
menggunakan pengetahuan secara efisien. Remaja yang berkembang di
lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalitasnya terhambat
sehingga akan mengakibatkan tingkah laku negatif misalnya agresif, lari dari
kenyataan (Faturochman, 2016).
Keadaan remaja yang berbahagia dan keadaan remaja yang bermasalah
adalah dua titik ekstrem yang terjadi selama proses pertumbuhan dan
perkembangan dalam masa usia remaja. Seseorang yang dapat melewati masa
remaja dengan bahagia akan menjadi dewasa yang berkepribadian dan sebaliknya
(Azizah, 2015). Hal ini ditentukan pada saat proses pembentukan identitas dirinya
sebagai individu. Proses pencarian identitas adalah proses dimana seorang remaja
mengembangan suatu identitas personal atau sense of self yang unik yang berbeda
dari orang lain (individuation).
Dalam psikologi perkembangan pembentukan identitas merupakan tugas
utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir
masa remaja. Pembentukan identitas sebenarnya sudah dimulai dari masa anak-
anak, tetapi pada masa remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena
berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional (Santrock,
2002)
Pada masa remaja, para remaja mulai menyadari tentang kepastian
identitas dirinya sehingga pada remaja awal mereka mulai melakukan eksplorasi
terhadap kepribadian dirinya. Pencarian identitas pada masa remaja menjadi lebih
kuat sehingga ia berusaha untuk mencari identitas dan mendefinisikan kembali
siapakah ia saat ini dan akan menjadi siapakah ia di masa depan. Perkembangan
identitas selama masa remaja ini dianggap sangat penting karena identitas tersebut
dapat memberikan suatu dasar unuk perkembangan psikososial dan relasi
interpersoanal pada masa dewasa (Iskandarsyah, 2005).
Pelajar yang berada pada masa remaja (11-17 tahun) dikatakan sedang
membentuk identitas dirinya. Proses pencarian identitas diri disebut dengan krisis
identitas. Menurut Erikson, krisis identitas adalah tahap untuk membuat
keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan dengan
pertanyaan tentang identitas dirinya. Remaja mulai memiliki sikap untuk mencari
identitas dirinya. Siapa dirinya saat sekarang dan di masa depan. (Marheni, 2004).
Krisis identitas yang dialami remaja ada yang berjalan baik, ada yang kurang baik.
Banyak remaja yang berhasil mengatasi proses pencarian identitas dengan
baik, namun tidak jarang ada sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati
masa pencarian jati diri mereka. Remaja yang gagal menemukan jati dirinya atau
2

yang mengalami krisis identitas seringkali memiliki self esteem dan self
confidence yang rendah, motivasi belajar dan prestasi di sekolah menurun,
rendahnya empati, sikap prososial dan kemampuan interelasi yang menyebabkab
hubungan sosial memburuk serta berbagai masalah dan konflik lainnya yang
terjadi (Suarni, 2016).
Salah satu langkah preventif yang dapat dilakukan dalam membantu
remaja mengatasi permasalahan yang dialami adalah dengan memberikan bantuan
langsung pada remaja agar memahami konsep dirinya dan berada pada
realitasnya.
Berdasarkan analisis situasi, kebanyakan remaja mengalami krisis identitas
karena kesulitan menyadari siapa dirinya sesungguhnya. Sehingga perlu rasanya
para remaja ini dibantu dengan melaksanakan konseling realitas. Konseling
realitas sendiri beranggapan bahwa manusia itu hidup dalam kesadaran, sehingga
konseling ini memberi penekanan pada pilihan yang bisa dibuat seseorang dalam
mengubah hidupnya. Konseling realitas juga menekankan bahwa setiap pilihan
yang diambil haruslah dipertanggungjawabkan. Konsep konseling realitas
dipandang sesuai untuk menangani permasalahan krisis identitas remaja.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan pada penelitian ini adalah mengadakan Pelaksanaan Konseling
Realitas (PELAKOR) sebagai solusi dalam mengatasi krisis identitas remaja.

1.3 Urgensi Penelitian


Remaja yang gagal menemukan jati dirinya atau yang mengalami krisis
identitas seringkali memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang banyak
ditemukan ialah pada kenakalan remaja, penyalahgunaan miras dan
NARKOTIKA. Keberhasilan remaja dalam menemukan jati dirinya dapat
meminimalisir dampak negatif tersebut.

1.4 Target Luaran


Luaran yang ditargetkan pada penelitian ini adalah : Laporan Kemajuan,
Laporan Akhir dan Artikel Ilmiah.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Pikir Penelitian


Masa remaja merupakan masa dimana krisis identitas terjadi. Karakteristik
remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini sering menimbulkan
masalah pada diri remaja yang berdampak negatif. Dari sudut pandang psikologis
perkembangan, dampak negatif tersebut yang salah satunya adalah kenakalan
remaja. Kenakalan remaja, perilaku agresif dan perilaku menyimpang
diidentifikasi sebagai tiga bentuk problem psikososial yang paling umum dialami
oleh remaja yang kesulitan dalam menemukan jati dirinya (Surbakti, 2004).
Remaja yang berhasil menemukan jati dirinya dengan baik karena mampu
bertanggung jawab akan pilihannya tentunya dapat meminimalisir berbagai
dampak negatif.
Teori dasar konseling realitas adalah “teori pilihan” yang menjelaskan
bahwa manusia berfungsi secara individu, dan juga berfungsi secara sosial
(kelompok atau masyarakat) dengan pilihan perilaku efektif yang
bertanggungjawab. Perilaku manusia termotivasi oleh karena faktor internal dan
terpilih, yaitu bahwa perilaku manusia termotivasi oleh kebutuhan manusia yang
bersifat universal dan perlu pemenuhan dengan pilihan perilaku efektif yang
bertanggung-jawab. Perilaku ada disini dan saat ini, here and now (realitas
terkini). Pemanfaatan konseling realitas ini dipandang selaras dengan bidang
keilmuan yang peneliti dalami yaitu bimbingan konseling. untuk lebih jelasnya,
kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut;

Remaja merupakan fase krisis Remaja belum mampu bertanggung


identitas/pencarian identitas diri jawab akan pilihannya

Remaja merupakan masa terjadi Remaja perlu dibantu menyadari siapa


banyak permasalahan dirinya

Kegagalan remaja mengatasi Pelaksanaan Konseling Realitas


permasalahan berdampak negatif membantu menentukan pilihan

Remaja dengan Krisis Identitas PELAKOR (PELAKSANAAN


cenderung mengalami KONSELING REALITAS) DALAM
permasalahan psikosoial MENGANGANI KRISIS IDENTITAS
PADA REMAJA

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


4

2.2 Krisis Identitas


Erik Erikson (1994) mengatakan bahwa terdapat delapan tahap
perkembangan terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-
masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas dan mengedepankan
individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini
bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan
peningkatan potensi.
Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat
perkembangan mereka. Tahapan krisis perkembangan menurut Erikson dalam
buku Life Span Development oleh Santrock (2002).
a. Kepercayaan dan ketidakpercayaan (trust versus mistrust)
b. Otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan (autonomy versus
shame and doubt)
c. Prakarsa dan rasa bersalah (initiative versus guilt)
d. Tekun dan rendah diri (industry versus inferiority)
e. Identitas dan kebingungan identitas (identity versus identity
confusion)
tahap kelima yang dialami individu selama tahun-tahun masa
remaja. Pada tahap ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa
mereka, bagaimana mereka nanti, dan ke mana mereka akan
menuju masa depannya. Satu dimensi yang penting adalah
penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran. Penjajakan
karir merupakan hal penting. Orangtua harus mengijinkan anak
remaja menjajaki banyak peran dan berbagai jalan. Jika anak
menjajaki berbagai peran dan menemukan peran positif maka ia
akan mencapai identitas yang positif. Jika orangtua menolak
identitas remaja sedangkan remaja tidak mengetahui banyak peran
dan juga tidak dijelaskan tentang jalan masa depan yang positif
maka ia akan mengalami kebingungan identitas.
f. Keintiman dan keterkucilan (intimacy versus isolation)
g. Bangkit dan berhenti (generality versus stagnation)
h. Integritas dan kekecewaan (integrity versus despair)

Dalam teori psikososial terdapat salah satu tahapan yang akan dialami oleh
semua individu yaitu identitas vs kebingungan peran (ego identity vs role-
confution) dan berlangsung sekitar 12-20 tahun dimana pada masa itu sedang
berlangsung masa remaja yang berarti mereka sedang mencari identitas dirinya,
yang kelak akan menjadi identitas dirinya dimasa itu dan masa yang akan datang.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dikemukakan bahwa remaja dapat
dipandang telah memiliki identitas yang matang (sehat), apabila sudah memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, peran-
5

perannya dalam kehidupan sosial (di lingkungan keluarga, sekolah, atau


masyarakat), dunia kerja, dan nilai-nilai agama.
Dalam pembentukan identitas diri, ada remaja yang cepat melewati krisis
identitasnya dan ada pula yang lambat, bahkan ada kemungkinan mengalami
kegagalan. Maka, tidaklah heran apabila ada remaja yang berperilaku mulia dan
remaja yang “menyalahi norma” dalam usia tak jauh berbeda. Ditinjau dari status
pembentukan identitas, remaja yang melakukan kekerasan mungkin berada dalam
diffussion status berdasarkan teori Erikson. Maksud status ini adalah suatu
keadaan di mana remaja kehilangan arah, tidak melakukan eksplorasi, dan tidak
memiliki komitmen terhadap peran-peran tertentu, sehingga tak dapat menemukan
identitas dirinya. Mereka akan mudah menghindari persoalan dan cenderung
mencari pemuasan dengan segera. Diffussion status kerap dialami oleh remaja
yang ditolak dan tak mendapatkan perhatian. Mereka cenderung akan melakukan
hal-hal yang tak dapat diterima masyarakat, seperti mabuk-mabukan dan
penyalahgunaan obat sebagai cara menghindari tanggung jawab (Marheni:2004).
Siswa yang melakukan kekerasaan dan kenakalan remaja dimungkinkan berada
dalam status tersebut.

2.3 Konseling Realitas


Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan
berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk
dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya
dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan
realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak
dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar
kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia
dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan
istilah ” kegagalan identitas”. Kegagalan identitas ditandai dengan keterasingan,
penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak
bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan. Menurut Glasser
(1965), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik
bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”. Pandangan tentang sifat manusia
mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita
untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa
diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan
bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan
tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan
identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
6

Konseling realitas dapat dikonseptualisasikan sebagai siklus konseling ,


yang terdiri dari dua komponen utama: ( 1 ) membuat lingkungan konseling dan (
2 ) menerapkan prosedur khusus yang mengakibatkan perubahan lingkungan. Seni
konseling adalah merancang semua komponen bersama-sama dengan cara
memimpin konseli untuk mengevaluasi hidup mereka dan memutuskan untuk
bergerak ke arah yang lebih efektif.
Siklus konseling dimulai dengan menciptakan hubungan kerja dengan
klien. Hasil Proses melalui eksplorasi dari keinginan ,kebutuhan, dan persepsi.
Perilaku total konseli mengeksplorasi mereka sendiri dan membuat evaluasi
mereka sendiri seberapa efektif mereka dalam mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Jika konseli memutuskan untuk mencoba perilaku baru, mereka
membuat rencana yang akan mengakibatkan perubahan ,dan mereka
berkomitmen untuk rencana tersebut. Siklus konseling termasuk menindaklanjuti
seberapa baik yang dilakukan konseli dan menawarkan lebih lanjut konsultasi
sesuai kebutuhan.

2.4 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu terkait konseling realitas telah dilakukan. Penelitian
yang berjudul Konseling Realitas dan Konsep Diri Remaja Pada Panti
Rehabilitasi. Dari hasil penelitian tersebut didapat hasil bahwa konseling realitas
mampu mengembalikan semangat positif dan meningkatkan konsep diri remaja
pada panti rehabilitasi pengguna narkoba (Suarni, 2016). Penelitian yang berjudul
Konseling Realitas: Pengaruhnya Pada Penyalahgunaan Miras Dan Narkotika
Pada Remaja Desa Sukasada, dari hasil penelitian tersebut didapatkan perubahan
signifikan pada remaja yang mnegkonsumsi miras dan narkoba (Suranata, 2009).
7

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kategori sosial
humaniora untuk membantu remaja menagani krisis identitas.

3.2 Tahapan Penelitian


Prosedur tahapan penelitian yang dilakukan antara lain; 1. identifikasi
masalah, 2. mengumpulkan data, 3. Pelaksanaan konseling, 4. Evaluasi dan
Follow Up.

3.2.1 Identifikasi Masalah


Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah terkait tempat berkumpulaya
para remaja yang teridentifikasi mengalami permasalahan krisis identitas.

3.2.2 Mengumpulkan Data


Pada tahapan ini dilakukan studi literatur dan kajian referensi yang sesuai
dengan penelitian yang dilakukan. Data yang didapatkan dari hasil identifikasi
masalah digunakan untuk menunjang penelitian yang dilakukan. Data yang
terkumpul diolah dan diinterpretasikan untuk selanjutnya dilaksanakan sesuai
kebutuhan di lapangan.

3.2.3 Pelaksanaan Koseling


Pada tahapan pelaksanaan konseling realitas akan digunakan sebagai salah
satu model intervensi menangani krisis identitas pada remaja.

3.2.4 Evaluasi dan Follow Up


Pada tahapan ini, dilakukan evaluasi terhadap konseling yang
dilaksanakan. Dilanjutkan dengan follow up untuk mengetahui perubahan perilaku
yang mungkin terjadi.
8

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS


4.1 Hasil Pretest dan Posttest Sampel Penelitian
Berdasarkan hasil observasi awal sangat terlihat bahwa remaja tersebut
cukup tertutup dalam mengesplorasi diri sehingga tidak bisa mengambil
keputusan sesuai dengan dirinya sediri, belum bisa mengelola diri untuk
menghindari konflik dengan orang lain, belum bisa bertoleransi terhadap
ragam ekspresi perasaan diri sendiri dan orang lain, dan juga yang lainnya.
Disisi lain ada beberapa siswa menunjukan perilaku bingung dalam memilih
studi lanjutan yang berdampak pada pemilihan karir, indikatornya adalah
belum memahami diri secara mantap, belum memiliki wawasan peluang
dan ragam pekerjaan, aktivitas yang terfokus pada pengembangan alternatif karir
yang lebih terarah.
Berdasarkan hasil observasi lanjutan dan setelah pelaksanaan konseling
tahap awal, ternyata beberapa orang dalam kelompok ini memang tidak mau
mengembangkan bakat yang dimiliki, tidak mau mencoba kembali saat gagal dan
kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki serta terlihat kurang paham
akan dirinya sendiri (mengikuti saja kemauan teman-temannya) sehingga tidak
bisa mengeksplor dirinya dengan maksimal karena tidak pernah membuat
keputusan untuk dirinya sendiri yang pada akhirnya membuat para remaja ini
mengalami krisis identitas.

4.3 Potensi Khusus


Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi guru maupun
konselor dalam menangani krisis identitas pada remaja. Usia remaja yang rawan
terjadi krisis identitas dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, seperti
kenakalan remaja yang berujung pada penggunaan obat-obat terlarang
(MARKOBA). Hasil penelitian yang dimuat dalam media massa cetak maupun
online diharapkan menjadi informasi penting bagi piak-pihak yang ingin
membantu remaja dalam menangani krisis identitas dengan menggunakan
konseling realitas.
9

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Banyak remaja yang berhasil mengatasi proses pencarian identitas dengan


baik, namun tidak jarang ada sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati
masa pencarian jati diri mereka. Secara keseluruhan hasil pelaksanaan konseling
realitas efektif dalam menanggulangi krisis identitas pada remaja. Berdasarkan
hasil penelitian yang sudah dilakukan, dilakukan tindak lanjut dengan melakukan
pendampingan pada guru-guru BK terkait pelaksanaan konseling realitas dalam
menangani krisis identitas.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, konseling realitas direkomndasikan


menjadi salah satu alternatif solusi dalam menangani krisis identitas pada remaja.
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti dapat bereksperimen dengan menggunakan
teknik konseling yang lain dalam mengatasi krisis identitas melihat usia remaja
yang berpotensi mengalami krisis identitas. Penelitian ini dibatasi pada remaja
yang ada di Banyuwangi. Penelitian selanjutnya dapat mengimplementasikan
konseling realitas pada remaja yang ada didaerah lain melihat perbedaan
karakteristik setiap remaja.
10

DAFTAR PUSTAKA

Azizah. 2015. Kebahagiaan Dan Permasalahan Di Usia Remaja (Penggunaan


Informasi Dalam Pelayanan Bimbingan Individual). Jurnal STAIN Kudus.
Vol. 4, No. 2.
Faturochman. 2016. Keadilan Perspektif Psikologi. Yogyakarta: Unit Penerbit
Fakultas Psikologi UGM.
Glasser, William. 1965. A Little More about Reality Therapy. Journal of
Counseling & Development. 7, 5. 546-548.
Iskandaryah, Aulia.2005. Remaja dan Masalahnya, Makalah, Universitas
Pajajaran, Bandung diunduh dari http://www.digilib.unpad.ac.id diakses
pada Desember 2018.
Marhaeini, Hanna M. 2004. Model Bimbingan Motivasi Belajar dengan
Mendayagunakan Atribusi terhadap Kegagalan dan Keberhasilan Belajar:
(Studi untuk Mengembangkan Upaya Bantuan Pemeliharaan Reaksi
Emosional dan Harapan Sukses Remaja di SMA Jember). Disertasi.
Bandung. Pascasarjana IKIP Bandung.
Santrock. 2002. Life Span Development. Jakarta: Erlangga. Suarni, Ni Ketut.
2016. Konseling Realitas dan Konsep Diri Remaja Pada Panti Rehabilitasi.
Singaraja: Penerbitan Undiksha.
Suranata, Kadek. 2009. Konseling Realitas: Pengaruhnya Pada Penyalahgunaan
Miras Dan Narkotika Pada Remaja Desa Sukasada. Singaraja: Penerbitan
Undiksha.
Surbakti, E.B. 2004. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja (Yuridis
Kriminologi). Bandung: Armico.
11

Lampiran 1. Penggunaan Dana

1. Jenis Perlengkapan Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.)


Perlengkapan Konseling
Realitas 1 Paket 700.000 500.000
Sub Total (Rp.) 500.000

2. Bahan Habis Pakai Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.)


ATK 1 Paket 200.000 200.000
Kertas A4 80grm 2 Rim 50.000 100.000
Map (Hard) 6 Buah 50.000 300.000
materai 6000 20 buah 7.000 140.000
materai 3000 15 buah 4.000 60.000
Id Card Subjek Penelitian 30 20.000 600.000
Sub Total (Rp.) 1.400.000

3. Perjalanan Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.)


Perjalanan pembelian bahan
(dalam kota) 2 100.000 200.000

Sub Total (Rp.) 200.000

4. Lain-Lain Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.)


Jasa layanan instrument
evaluasi 1 paket 300.000 300.000
jasa uji-T 1 Kali 200.000 200.000
Jasa Konseling Realitas 3 kali 300.000 900.000
Sewa Lab. BK 3 Bulan 300.000 900.000
Biaya publikasi artikel 1 kali 350.000 350.000
Biaya penggandaan laporan
penelitian 6 Kali 50.000 300.000
Biaya soft jilid laporan
penelitian 6 Kali 50.000 300.000
Kontribusi monev 1 Kali 350.000 350.000
biaya internet 2 Bulan 50.000 100.000

Sub Total (Rp.) 3.700.000


Total 1+2+3+4 (Rp.) 5.800.000
Lima Juta Delapan Ratus Ribu Rupiah
12

Lampiran 2. Bukti Pendukung Kegiatan

Publikasi media massa cetak (Radar Banyuwangi)


13

Publikasi media massa online (lensabanyuwangi.com)


Link : https://lensabanyuwangi.com/2019/06/21/pelakor-pelaksanaan-konseling-
realitas/
14

Pelaksanaan Konseling Realitas


15

Buku Pelaksanaan Konseling Realitas


16

LOA Artikel Pada Jurnal Nasional berISSN


17

Bukti Pengeluaran (Nota)


18
19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai