Anda di halaman 1dari 21

5.1.

LANDASAN TEORITIS

5.1.1. Pembangunan Berkelanjutan

A. Definisi Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Sebagai suatu paradigma, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat


diartikan sebagai : … sustainable development means economic development and a standard of
living which do not impair the future ability of the environment to provide sustenance and life
support for the population… Meskipun masih terdapat perdebatan tentang arti pembangunan
berkelanjutan tersebut (Muschett, 1997). Pengertian di atas menekankan bahwa pembangunan
berkelanjutan menjamin pembangunan ekonomi dan standar kehidupan yang layak, serta
pentingnya menjaga kelangsungan lingkungan (sumber daya) dalam jangka panjang.

Menurut Munasinghe (1993, dalam Tampubolon et al. 2006), pembangunan berkelanjutan


mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi
(ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi terkait dengan
masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait dengan masalah
konservasi sumberdaya alam (natural resources conservation); dan tujuan sosial terkait dengan
masalah pengurangan kemiskinan (poverty) dan pemerataan/adil (equity). Dengan demikian,
tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara
tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial.

Keberlanjutan adalah kondisi dimana kondisi minimum keseimbangan dan daya tahan
(resilience) ekosistem terpenuhi. Selain definisi operasional diatas, Haris (2000) dalam Fauzi
(2004) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman,
yaitu:
1. Keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa
secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.

2. Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu


memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi
penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman

II - 1
hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori
sumber-sumber ekonomi.

3. Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu
mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender,
dan akuntabilitas politik.

Sumber : Sanim (2006)

6. Gambar 2. 1 .
Tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Sanim, 2006), yaitu tujuan ekonomi (efisiensi
dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait dan pembangunan berkelanjutan
dapat terwujud bila tiga tujuan pembangunan tersebut tercapai.

B. Pembangunan Perkotaan yang Berkelanjutan

Jika suatu pembangunan kota juga memperhatikan kepentingan generasi mendatang, maka
keberlanjutan kota dalam mewadahi aktivitas generasi mendatang juga akan tetap terjaga. Daly
dalam Milne dkk (2006) menyebutkan bahwa keberlanjutan atau sustainability tidak hanya
ditekankan pada alokasi sumber daya yang efisien dari waktu ke waktu tetapi juga distribusi
yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan antara generasi saat ini dan generasi
mendatang, dan aktivitas ekonomi sehubungan dengan sistem kehidupan yang ekologis.
Kenworthy dalam Artiningsih (2008) mengemukakan tentang 10 dimensi kritis eco-city yang
dapat disebut juga sebagai kriteria – kriteria kota berkelanjutan yaitu sebagai berikut:

II - 2
1. Kota memiliki bentuk yang kompak, dengan pengguna lahan yang efisien dan melindungi
lingkungan alamiahnya, keanekaragaman hayati dan keberadaan pertanian.

2. Kota diisi dan dikelilingi lingkungan alamiah dengan dukungan hinterland sebagai produsen
kebutuhan makanan.

3. Meminimalkan penggunaan mobil dan motor dan mengarahkan transportasi ke


penggunaan sepeda, jalan kaki, dan menjadikan kota sebagai transit.

4. Penggunaan teknologi berwawasan lingkungan dalam pengelolaan air, energi dan sampah
dengan sistem loop tertutup.

5. Hubungan pusat kota dan pinggiran dilakukan dengan banyak moda alternatif, sehingga
tidak tergantung pada kendaraan pribadi, dan mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja
dan permukiman.

6. Kota memiliki orientasi pemenuhan kebutuhan interaksi publik (public realm) yang tinggi
yang mencitrakan budaya masyarakat, keadilan dan pemerintahan yang baik dalam sistem
transit dan lingkungan yang mengayomi.

7. Struktur fisik kota dan rancangannya terutama dapat memenuhi aneka kebutuhan personal
(publik).

8. Kinerja ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dimaksimalkan melalui inovasi, kreativitas
dan keunikan lingkungan lokal, budaya dan sejarah serta tinggi kualitas kehidupan sosial
dan lingkungan kota.

9. Perencanaan kota masa depan adalah visioner dan merupakan proses yang dapat
‘diperdebatkan dan diputuskan’ bukannya ‘diprediksi dan disediakan’ atau dikategorikan
dalam computer-driven process.

10. Semua pengambilan keputusan didasarkan atas pertimbangan keberlanjutan, integrasi


sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya serta prinsip bentuk kota yang kompak dan
berorientasi transit.

Secara lebih rinci indikator pembangunan berkelanjutan berdasarkan hasil kajian dari UU No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan literatur pendukung
lainnya dapat dilihat pada tabel berikut.

II - 3
7. Tabel 2. 1
Indikator Pembangunan Berkelanjutan

No Teori / Konsep/Landasan Normatif Variabel Pengukuran Data Keterangan


1 Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan Keberlanjutan Terjaganya keberlanjutan Data Primer & Sekunder: BPS, Badan Lingkungan Hidup,
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, lingkungan fungsi-fungsi ekologis Dinas Kehutanan
sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan  Prosentase RTH
untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta  Luasan hutan lindung
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu  Lahan konservasi, Kawasan Lindung lainnya
hidup (UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan  Kawasan Penyangga
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)  Lahan sawah berkelanjutan
Tidak melebihi ambang Data Primer dan Sekunder: Badan Lingkungan Hidup,
batas baku mutu Dinas PU, dll
lingkungan yang berlaku  Data pencemaran sungai, danau, tanah
 Kualitas Udara
 Limbah pabrik, limbah rumah tangga
Terjaganya Primer dan Data Sekunder: Dinas Kehutanan, BKSDA,
keanekaragaman hayati LSM
 Kawasan lindung
 Flora dan Fauna yang dilindungi
Dipatuhinya peraturan Data Primer dan Sekunder: BAPPEDA, DPU
tata guna lahan atau tata  Peraturan perundangan tentang LH.
ruang  Peraturan tentang tata ruang.
 Pelaksanaan penataan ruang.
 Kasus hukum pelanggaran tata ruang.
2 Kota yang berkelanjutan adalah kota yang dalam Ekonomi Penciptaan lapangan Data sekunder : BPS, BAPPEDA
perkembangan dan pembangunannya mampu kerja  Jumlah Pekerja
memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu  Jumlah Pengangguran
berkompetisi dalam ekonomi global dengan  Investasi dan Lapangan kerja
mempertahankan keserasian lingkungan tanpa Produksi dan Data Sekunder : Data BPS, Dinas Perindustrian dan
mengabaikan kemampuan generasi mendatang Pertumbuhan ekonomi Perdagangan, Badan Penanaman Modal, BAPPEDA
dalam pemenuhan kebutuhan penduduknya  Jumlah dan jenis sektor Produksi
 Industri kreatif
 Pertumbuhan ekonomi
 Pendapatan perkapita

II - 4
No Teori / Konsep/Landasan Normatif Variabel Pengukuran Data Keterangan
 Nilai pendapatan sektor ekonomi
 Potensi investasi
Lingkungan Konservasi sumberdaya Data sekunder : BLH, DPU, BAPPEDA, BPN
 Trend Pola penggunaan lahan series (kawasan lindung
dan budidaya).
 Data sumberdaya air (sungai, air tanah, dll).
 Data sumberdaya tanah
 Kebutuhan dan sumberdaya pangan
Perumahan dan Data sekunder : BPS, Bappeda
permukiman  Data perumahan
 Data kondisi rumah
 Data perumahan kumuh
Penyediaan prasarana Data Sekunder : Dinas Pekerjaan Umum, PDAM, Dinas
kota Perhubungan
 Data prasarana transportasi.
 Data prasarana energi
 Data air bersih
 Data jaringan sampah
 Data jaringan sanitasi, drainase, dsb
 Data lalu lintas, kendaraan dan angkutan umum
Pencegahan dan Data sekunder : Lingkungan Hidup, Bappeda,
penanggulangan polusi  Data tentang daur ulang sampah
 Data tentang penggunaan BBM/BBG, Listrik
 Data bencana alam dan kerusakan lingkungan
Penyediaan ruang Data primer dan sekunder : Lingkungan Hidup, Bappeda,
terbuka di dalam kota Dinas PU
 Data tentang sebaran/luasan RTH.
 Potensi dan permasalahan RTH
Sosial Aksesibulitas terhadap Data sekunder : BPS, Bappeda
sarana hunian  Data ketersediaan dan kebutuhan sarana perumahan.
 Penyediaan rumah yang terjangkau
 Perbaikan perumahan
Sistem sosial Data sekunder : BPS, Bappeda
 Data masalah dan konflik sosial.

II - 5
No Teori / Konsep/Landasan Normatif Variabel Pengukuran Data Keterangan
 Kekerabatan
 Partisipasi masyarakat
Pelestarian nilai-nilai Data Sekunder : Bappeda, Dinas Pariwisata dan
sosial budaya Kebudayaan
 Tradisi dan budaya masyarakat.
 Pelestarian budaya
Penguatan identitas dan Data Primer dan sekunder
citra kota yang  Profil wilayah
ditampilkan  Penataan kota
Sumber : Intepretasi Penyusun, 2015

II - 6
5.1.2. Konsepsi Tentang KLHS

Amanat di dalam Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (ps. 15, ayat 1) menyatakan bahwa : Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/program (KRP). Pernyataan tersebut jelas menggambarkan bahwa KLHS merupakan salah satu
instrumen dalam pembangunan berkelanjutan. Beberapa dasar yang melandasi KLHS sebagai
instrument tersebut antara lain :
1. Degradasi lingkungan hidup
 Kerusakan lingkungan dan SDA : lahan, sumber daya air, keanekaragaman hayati, DAS, hutan,
dan lain-lain.
 Pencemaran lingkungan: air tanah/lahan udara baik oleh limbah air, lahan, udara, industri,
rumah tangga, kegiatan pertanian, dan lain-lain.
2. Ancaman keberlanjutan pembangunan
 Kelangkaan ketersediaan air baik secara kualitas maupun kuantitas.
 Hilangnya lahan-lahan produktif yang menjadi potensi ketahanan pangan
 Hilangnya keanekaragaman hayati.
 Ketersediaan energi semakin langka.
 Banjir, kekeringan.
 Meningkatnya ancaman terhadap dampak perubahan iklim
 Rusaknya sumber daya terbarukan menjadi tidak terbarukan
KLHS sendiri berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 mempunyai pengertian sebagai rangkaian analisis
yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan / atau KRP.
Dasar kajian inetgrasi pembangunan berkelanjutan melalui KRP antara lain :
 Kebijakan pembangunan dapat memiliki implikasi yang sangat besar terhadap lingkungan.
 Dari berbagai pengamatan yang dilakukan maka diketahui bahwa kontribusi kerusakan
lingkungan dan SDA adalah karena adanya kebijakan (dari sektor/Pemerintah/Pemerintah Daerah)
yang kurang mengantisipasi lebih jauh implikasi terhadap lingkungan.
 Dari berbagai kajian mengenai kondisi, potensi, ancaman (dampak komulatif, dan jangka
panjang), maka adanya kebijakan menjadi hal yang penting untuk mencegah implikasi yang tejadi
dan menjaga keberlanjutan pembangunan.
 Kebutuhan untuk mengintegrasikan kepentingan pengelolaan dampak lingkungan dan
keberlanjutan ke dalam KRP sudah amat mendesak, dan di beberapa negara KLHS atau Strategic
Environmental Assesment (SEA) telah diterapkan sejak awal tahun 1990.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa KLHS sangat berperan sebagai instrumen
pembangunan berklanjutan melalui integrasi KRP.

A. Tujuan, Manfaat, Pendekatan dan Prinsip KLHS

II - 7
Tujuan, manfaat, pendekatan dan prinsip KLHS berdasarkan Permen LH Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum KLHS diuraikan sebagai berikut :

A.1. Tujuan KLHS

KLHS bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan. KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi KRP
yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan KRP, KLHS digunakan untuk menyiapkan
alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko
lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi KRP, KLHS
digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan KRP yang menimbulkan
dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.

A.2. Manfaat KLHS

KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar pelaku
pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi KRP dapat secara aktif
mendiskusikan seberapa jauh substansi KRP yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat
dalam penyusunan dan evaluasi KRP dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi KRP

Tabel.Tiga macam Sifat dan Tujuan KLHS

Sifat KLHS Tujuan (Generik) KLHS


Instrumental • MengidenƟfikasi pengaruh atau konsekuensi dari kebijakan, rencana, atau program
terhadap lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses pengambilan
keputusan
• Mengintegrasikan perƟmbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, atau
program.

Transformatif • Memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program
• Memfasilitasi proses pengambilan keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi

Substantif • Meminimalisasi potensi dampak penƟng negaƟf yang akan Ɵmbul sebagai akibat dari
usulan kebijakan, rencana, atau program (Ɵngkat keberlanjutan lemah)
• Melakukan langkah-­‐langkah perlindungan lingkungan yang tangguh (Ɵngkat
keberlanjutan moderat)
• Memelihara potensi sumberdaya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan ekosistem
(Ɵngkat keberlanjutan moderat sampai Ɵnggi)

II - 8
5.1.3. Pendekatan dan Prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam


pembangunan. Tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan
prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium)
dan keadilan (justice).
1). Keterkaitan (interdependency) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan,
rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan
global-lokal. Nilai ini juga bermakna holistik dengan adanya keterkaitan analisis antar komponen
fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.
2). Keseimbangan (equilibrium) bermakna agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai
keseimbangan antar kepentingan, seperti antara kepentingan sosial-ekonomi dengan
kepentingan lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dan kepentingan
pembangunan pusat dan daerah.
3). Keadilan (justice) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana
dan/atau program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu
masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal
atau pengetahuan.
KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai
kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk
menolak atau sekedar mengkritisi KRP, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk
KRP, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS bersifat “persuasif” dalam
pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan
yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, KRP agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS adalah:
1). Prinsip 1 : Penilaian Diri (Self Assessment). Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran
yang muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan/atau
evaluasi KRP agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi
bahwa setiap pengambil keputusan mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas
lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut
terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk
setiap KRP.
2). Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program. Prinsip ini menekankan
pada upaya penyempurnaan pengambilan keputusan suatu KRP. Berdasarkan prinsip ini, KLHS
tidak dimaksudkan untuk menghambat proses perencanaan KRP. Prinsip ini berasumsi bahwa
perencanaan KRP di Indonesia secara umum selama ini belum mempertimbangkan
pembangunan berkelanjutan secara optimal.
3). Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial. Prinsip ini menekankan bahwa
integrasi KLHS dalam perencanaan KRP menjadi media untuk belajar bersama khususnya
tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum maupun para

II - 9
birokrat dan pengambil keputusan. Dengan prinsip ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan
seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan KRP untuk meningkatkan
kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS diharapkan
masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan
keputusan pembangunan agar berkelanjutan.
4). Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan. Prinsip ini menekankan bahwa
KLHS memberikan pengaruh positif pada pengambilan keputusan. Dengan prinsip ini, KLHS
akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan,
khususnya untuk memilih atau menetapkan KRP yang lebih menjamin pembangunan yang
berkelanjutan.
5). Prinsip 5: Akuntabel. Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Prinsip akuntabel KLHS sejalan
dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). KLHS tidak ditujukan untuk
menjawab tuntutan para pihak. Dengan prinsip ini pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin
akuntabilitas perumusan KRP bagi seluruh pihak.
6). Prinsip 6: Partisipatif. Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus
dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang
terkait dengan KRP. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk KRP semakin
mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.

Instrumen kajian

Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi Ekonomi

Lingkungan Lingkungan
Lingkungan

Sosial Sosial
Sosial

Instrumen kajian

Sosial

Kebijakan,Rencana atau Program pembangunan

Gambar 5.1.Kontinum Kajian KLHS-dari Indepeden ke Integrasi (OECD 2006)

II - 10
KLHS Tata KLHSRPJM KLHS Kebijakan
Ruang Sumber daya
Alam

Panduan
Teknis

KLHS Tata Panduan Umum


KLHS
Sektor
Region
Perkotaan

Gambar 5. 2 .Panduan Umum dan Panduan Teknis KLHS

5.1.4. Lingkup KLHS

Lingkup KLHS dalam analisis kajian lingkungan secara garis besar dapat dilihat pada digram berikut :

Gambar 5. 3.
Skema Lingkup Kajian Analisis Lingkungan (KLHS – AMDAL)

II - 11
Secara rinci garis besar perbedaan antara KLHS dengan AMDAL dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 2
Perbedaan AMDAL Dan KHLS

NO ATRIBUT AMDAL KLHS


1. Lingkup Pengambilan Proyek Kebijakan, Rencana & Program
Keputusan
2. Karakter/Sifat Segera, operasional Strategik, visioner, konseptual
3. Output Rinci/detil Umum/garis besar
4. Ragam Lingkup Lokasi/tapak, disain, Wilayah, aturan, teknologi, fiskal,
Alternatif yang Dapat konstruksi, dan operasi ekonomi
Diberikan
5. Dimensi Waktu Jangka pendek sampai Jangka menengah sampai
menengah panjang
6. Ukuran Dampak Mikro, terlokalisir Makro, kumulatif
7. Sumber utama data Hasil survai lapang, analisis Strategi pembangunan
sampel berkelanjutan, neraca
lingkungan hidup, visi
8. Kedalaman kajian Sempit, dalam, dan rinci Lebar, tidak terlampau dalam,
lebih sebagai kerangka kerja
9. Jenis data Lebih banyak yang kuantitatif Lebih banyak yang bersifat
kualitatif
10. Tingkat akurasi kajian Lebih akurat Ketidak-pastian lebih tinggi
11. Fokus Kajian dampak penting Pencapaian agenda
negatif dan pengelolaan keberlanjutan, kajian pada
dampak lingkungan sumber penyebab dampak
lingkungan
12. Pokok penilaian atau Pentaatan hukum dan Pemenuhan kriteria dan tujuan
benchmark penilaian praktek-praktek yang paling keberlanjutan
baik (best practices)

5.2. Integrasi KLHS dalam KRP

5.2.1. Karakteristik Proses Perumusan KRP

1. Karakteristik 1: Membangun Konsensus


Penyusunan dan evaluasi KRP adalah proses pembangunan konsensus atau kesepakatan yang
melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat. KLHS diintegrasikan
dalam penyusunan dan evaluasi KRP dengan harapan dapat memperkuat proses membangun
kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan
dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu
tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama.
Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting
opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

2. Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan


Publik

II - 12
Pelibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam,
menyebabkan penyusunan dan evaluasi KRP tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik
atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif.

3. Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog


Karena penyusunan dan evaluasi KRP bertujuan membangun konsensus antar berbagai
kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan
menjadi penting. KLHS harus menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif
agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif KRP yang
lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan.

4. Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal


Penyusunan dan evaluasi KRP juga dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal,
melalui jalur komunikasi informal dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali
perlu didukung peran personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau
kesepakatan. Proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan
dapat memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.

5.2.2. Obyek KLHS

Dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
PPLH) Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau KRP. Sebagaimana tertuang dalam pasal
15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan Rencana Detil Tata
Ruang (RDTR).

KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan diatas, antara lain :

 Meningkatkan resiko perubahan iklim


 Mempercepat kerusakan keanekaragaman hayati
 Meningkatkan intensitas banjir dan/atau longsor
 Menurunkan kualitas air dan udara
 Mendorong konversi lahan
 Meningkatkan jumlah orang miskin

5.2.3. Integrasi KLHS dalam proses perumusan KRP

Untuk penyusunan dan evaluasi KRP, terkait penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS
melekat pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang, dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan
PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga

II - 13
mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata ruang.
Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam
penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.

Hasil KLHS Menjadi Dasar Untuk KRP (ps. 17. UU32/2009) :

 Hasil KLHS menjadi dasar bagi KRP pembangunan dalam suatu wilayah.
 Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui,
maka;
 KRP pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai rekomendasi KLHS.
 Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

5.3. Pendekataan Teknis dan Metodelogi Kegiatan


5.3.1. Pendekatan Studi
Defenisi
Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang menekankan
pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven) dan pendekatan
keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi pertama, KLHS berfungsi
untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan dari suatu kebijakan,
rencana atau program pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan
pada keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.
Definisi KLHS untuk Indonesia kemudian dirumuskan sebagai proses sistematis
untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan menjamin
diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam, pengambilan keputusan
yang bersifat strategis [SEA is a systematic process for evaluating the
environmental effect of, and for ensuring the integration of sustainability
principles into, strategic decision-making].

 Peran KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang


KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan,
dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan
keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan
program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh
karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan

II - 14
keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus
bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa
menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan
evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrument metodologis
pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran
RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya, strategis dan
partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta memperkuat
pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-
region” dan/atau “bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan
dalam tiga kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental, transformatif, dan
substantif. Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang diharapkan dari
tiap jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya,
baik dari sudut langkah-langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya.

 Penerapan KLHS pada Kebijakan Tata Ruang di Daerah


Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategi dan penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya untuk mencapai
tujuan-tujuan diatas yang didasarkan atas kondisi dan kebutuhan masing-
masing. Oleh karena itu, implementasi perangkat-perangkat ini tidak akan
berangkat sebagai sebuah beban tambahan.
Seluruh tata laksana yang diharapkan ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah akan diupayakan untuk mengakomodasikan berbagai keterbatasan,
fleksibel, dan tetap mengedepankan efisiensi dan efektivitas kerja. Pada intinya,
perangkat-perangkat ini tidak dimaksudkan untuk mengulang pekerjaan yang
serupa, menghambat proses perencanaan yang sudah berjalan, dan
memperpanjang birokrasi.
Kondisi-kondisi yang dibutuhkan di daerah, seperti penyiapan organisasi dan
kelembagaan, jaringan kerja, peningkatan kapasitas, sampai dengan
kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah pendanaan akan selalu
kami pertimbangkan, bahkan disiapkan untuk dapat dibuat keputusan-

II - 15
keputusannya. Adalah tugas kami untuk selalu memberikan pedoman bagi para
hadirin sekalian.
Hasil yang akan dicapai pasti berdampak langsung pada penentuan arah
kebijakan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan pemanfaatan ruang di
tingkat Pemerintah. Diharapkan pula inspirasi akan terbentuk dan kemudian
mewarnai arah kebijakan pembangunan di tingkat daerah.
Dengan bersama-sama merumuskan langkah dan strategi yang pragmatic untuk
dapat secara langsung menyempurnakan persepsi dan sistem bekerja kita dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan, diharapkan akan tersebar semangat
pencapaian target kesejahteraan masyarakat yang tidak mengorbankan
lingkungan hidup di kalangan para talon legislatif yang sedang bersiap
menghadapi pemilihan umum maupun kalangan masyarakat secara umum.
5.3.2.Pendekatan KLHS
Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada kerangka bekerja dan
metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur terkait, sampai saat ini ada 4
(empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang, yaitu :
1) KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe) KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL
yaitu mendasarkan telaah pada efek dan dampak yang ditimbulkan RTRW
terhadap lingkungan hidup. Perbedaannya adalah pada ruang lingkup dan
tekanan analisis telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.
2) KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup
(Environmental Appraisal) KLHS ditempatkan sebagai environmental
appraisal untuk memastikan KRP RTRW menjamin pelestarian fungsi
lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan sebagai sebuah telaah khusus
yang berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan hidup.
3) KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated
Assessment Sustainability Appraisal) KLHS diterapkan sebagai bagian dari
uji KRP untuk menjamin keberlanjutan secara holistik, sehingga sudut
pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS kemudian lebih ditempatkan
sebagai bagian dari kajian yang lebih luas yang menilai atau menganalisis
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu.

II - 16
4) KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam
(Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan
Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management) KLHS
diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a)
dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem
perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian
dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan
pertimbangan – pertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari
substansi RTRW, sementara model b) menekankan penegasan fungsi
RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan
sumberdaya alam.

5.4. PROGRAM KERJA

Rencana kerja merupakan gambaran menyeluruh dan komprehensif usulan dari


konsultan dalam melaksanakan pekerjaan yang akan ditangani sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah diberikan. Dalam rencana kerja ini akan
diuraikan urutan – urutan pekerjaan, konsep penanganan masalah, tanggung jawab dan
personil yang terlibat, pengerahan sarana maupun personil pendukung,schedule
pelaksanaan pekerjaan serta schedule personil. Untuk memudahkan dalam
pelaksanaan pekerjaan, maka harus disusun Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan. Bagan
Alir ini berisikan tahapan-tahapan pekerjaan yang akan dikerjakan, sehingga dalam
penyusunan jadwal pelaksanaan pekerjaan harus berpatokkan pada Bagan Alir
Pelaksanaan Pekerjaan tersebut.
- Tahapan Penyusunan KLHS RPJMD Kab.Cilacap
 Melakukan persiapan pelaksanaan KLHS Rancangan Kegiatan
Rencana Pembangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Cilacap tahun 2017 - 2022 melalui kegiatan penapisan (screening) dan
pra pelingkupan (scooping) :
- Pengkajian data dan hasil study /literatur penyiapan data wilayah
perencanaan.
- Menyiapkan daftar data/informasi yang diperlukan daftar
pertanyaan, penyiapan organisasi kerja serta surat tugas,

II - 17
 Mempersiapkan surat surat perizinan, kendaraan, base camp dan kontak
personal tim lapangan maupun studio.
 Fengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/ atau program dalam
Rancangan Rencana Pernbangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Cilacap tahun 2017 - 2022 terhadap kondisi lingkungan hidup
di Kabupaten Cilacap melalui:
- Pelingkupan.
- Penyusunan baseline data.
 Melakukan pengkajian RPJPD (mengkaji keterkaitan, keseirnbangandan
keadilan terahadap visi, misi dan arah kebijakan), Rancangan RPJMD
(mengkaji keterkaitan, keseimbangan dan keadilan terahadap visi, rnisi,
tujuan dan sasaran, strategi dan arah kebijakan, kebijakan umum dan
program pernbangunan daerah), mengkaji pengaruh dampak dari
indikasi program prioritas, rencana strategis OPD.
 Pengambilan data kualitas lingkungan (kualitas air permukaan, air tanah,
udara ambien, lahan).
 Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/ atau
program dengan :
 Mengidentifikasi langkah-langkah rnitigasi/ adaptasi/dan I atau•
Alternatif.Tujuan untuk meminimalkan potensi dampak negatif yang timbul
(intensitas, persebaran, lokasi, lamanya berlangsung dan akumulasi) dan
atau mengusulkan alternatif.
 Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan, kebijakan,
rencana dan I atau program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan yg berkelanjutan.Merangkum hasil perumusan alternatif
penyempurnaan kebijakan, rencana dan atau program.
 pengambilan keputusanFormulasi pelaksanaan dan pengambilan keputusan
dengan mernpertimbangkan :
• Kesirnpulan-kesimpulan pokok yang direkomendasikanKLHS
• Langkah-langkah kegiatan yang direkomendasikan KLHS
• Aspirasi dan pandangan dari berbagai lapisan dan golongan
masyarakat yang berkepentingan.

II - 18
• Aspirasi dan pandangan dari instansi pemerintah yang

bertanggungjawab dan berkepentingan.

5.5. Keluaran

1. Laporan Pendahuluan

Berisikan alasan & dasar pelaksanaan KLHS, deskripsi rencana kegiatan,rencanapelaksanaan


workshop, pelingkupan,penyusunan baseline data serta pengkajian pengaruh KRP.

Laporan harus diserahkan selambat-larnbatnya: 30 (tiga puluh)

II - 19
hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 3 (tiga) buku laporan.

2.Laporan Antara

. Berisikan deskripsi kegiatan, hasil pelaksanaan workshop, hasil pelingkupan, hasil


penyusunan baseline (hasil pengambilan sampel kualitas lingkungan) serta hasil kajian
pengaruh KRP ditambah dengan rencana alternatif penyempurnaan KRP melalui
pelaksanaan workshop II rencana identifikasi mitigasi/adaptasi/ alternatif.

Laporan harus diserahkan selambat-larnbatnya: 60 (enam puluh) hari kalender


sejak SPMK diterbitkan sebanyak 3 (tiga) buku laporan

3.Laporan Akhir

Berisi hasil laporan pendahuluan dan laporan antara dan ditambahkan


rekomendasi perbaikan serta dan pengarnbilan keputusan.Sistematika /kerangka
laporan rnengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hid up Nomor
09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis . Laporan
harus diserahkan selarnbat-larnbatnya: 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak
SPMK diterbitkan sebanyak 10 (sepuluh) buku laporan

5.6 Organisasi dan Personil


 Organisasi
Berdasarkan pada pengalaman Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan studi
selama ini, sangat diperlukan struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan yang mantap,
disertai pula dengan penempatan personil tenaga ahli yang berkualitas sesuai dengan
spesialisasi masing-masing, disamping penyediaan sarana peralatan kerja dengan kualitas
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan pada akhir pekerjaan studi ini, maka tim
Konsultan telah menyiapkan organisasi pelaksanaan pekerjaan seperti yang tertera pada
Gambar Bagan Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan. Organisasi pelaksanaan pekerjaan
menggambarkan hubungan antar personil Konsultan & hubungan kerja antara konsultan
dengan Pemberi pekerjaan sesuai hirarki tugas, tanggung jawab dan wewenangnya masing-
masing.

II - 20
 Personil
a. 1 (satu) orang Team Leader dengan pendidikan Sarjana (S1) Teknik
Perencanaan Wilayah Kota yang memiliki pengalaman profesional selama 3
tahun dan memiliki sertifikat keahlian (SKA Perancana Perencanaan Wilayah
Kota).
b. 1 (satu) orang Ahli lingkungan dengan pendidikan Sarjana (S1) Sarjana
Lingkungan yang memiliki pengalaman profesional selama 2 tahun
c. 1 (satu) orang Ahli Tanah/lahan, dengan pendidikan Sarjana (S1)
pertanian yang memiliki pengalaman 2 Tahun

d. 1 (satu) orang Ahli Fisika/Kimia, dengan pendidikan Sarjana (S1) teknik


Lingkungan/ Kimia/Biologi/MIPA yang memiliki pengalaman 2 Tahun
e. 1 (satu) orang Ahli Ekonomi, dengan pendidikan Sarjana (S1)
Ekonomi/Manajemen/Sosial yang memiliki pengalaman 2 Tahun
f. 1 (satu) orang Ahli Kesehatan Masyarakarat, dengan pendidikan Sarjana (S1)
Kesehatan Masyarakat yang memiliki pengalaman 2 Tahun
g. 3 (Tiga) orang Surveyor masing-masing dengan pendidikan DIII yang memiliki
pengalaman Surveyorselama 2 (dua) tahun,
h. 1 (satu) orang Administrator, dengan pendidikan SMA/SMK yang memiliki
pengalaman profesional selama 1 (satu) tahun.
i. 1 (satu) orang Pengolah data, dengan pendidikan DIII yang memiliki pengalaman
profesional selama 2 tahun

II - 21

Anda mungkin juga menyukai