LANDASAN TEORITIS
Keberlanjutan adalah kondisi dimana kondisi minimum keseimbangan dan daya tahan
(resilience) ekosistem terpenuhi. Selain definisi operasional diatas, Haris (2000) dalam Fauzi
(2004) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman,
yaitu:
1. Keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa
secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
II - 1
hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori
sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu
mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender,
dan akuntabilitas politik.
6. Gambar 2. 1 .
Tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Sanim, 2006), yaitu tujuan ekonomi (efisiensi
dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait dan pembangunan berkelanjutan
dapat terwujud bila tiga tujuan pembangunan tersebut tercapai.
Jika suatu pembangunan kota juga memperhatikan kepentingan generasi mendatang, maka
keberlanjutan kota dalam mewadahi aktivitas generasi mendatang juga akan tetap terjaga. Daly
dalam Milne dkk (2006) menyebutkan bahwa keberlanjutan atau sustainability tidak hanya
ditekankan pada alokasi sumber daya yang efisien dari waktu ke waktu tetapi juga distribusi
yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan antara generasi saat ini dan generasi
mendatang, dan aktivitas ekonomi sehubungan dengan sistem kehidupan yang ekologis.
Kenworthy dalam Artiningsih (2008) mengemukakan tentang 10 dimensi kritis eco-city yang
dapat disebut juga sebagai kriteria – kriteria kota berkelanjutan yaitu sebagai berikut:
II - 2
1. Kota memiliki bentuk yang kompak, dengan pengguna lahan yang efisien dan melindungi
lingkungan alamiahnya, keanekaragaman hayati dan keberadaan pertanian.
2. Kota diisi dan dikelilingi lingkungan alamiah dengan dukungan hinterland sebagai produsen
kebutuhan makanan.
4. Penggunaan teknologi berwawasan lingkungan dalam pengelolaan air, energi dan sampah
dengan sistem loop tertutup.
5. Hubungan pusat kota dan pinggiran dilakukan dengan banyak moda alternatif, sehingga
tidak tergantung pada kendaraan pribadi, dan mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja
dan permukiman.
6. Kota memiliki orientasi pemenuhan kebutuhan interaksi publik (public realm) yang tinggi
yang mencitrakan budaya masyarakat, keadilan dan pemerintahan yang baik dalam sistem
transit dan lingkungan yang mengayomi.
7. Struktur fisik kota dan rancangannya terutama dapat memenuhi aneka kebutuhan personal
(publik).
8. Kinerja ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dimaksimalkan melalui inovasi, kreativitas
dan keunikan lingkungan lokal, budaya dan sejarah serta tinggi kualitas kehidupan sosial
dan lingkungan kota.
9. Perencanaan kota masa depan adalah visioner dan merupakan proses yang dapat
‘diperdebatkan dan diputuskan’ bukannya ‘diprediksi dan disediakan’ atau dikategorikan
dalam computer-driven process.
Secara lebih rinci indikator pembangunan berkelanjutan berdasarkan hasil kajian dari UU No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan literatur pendukung
lainnya dapat dilihat pada tabel berikut.
II - 3
7. Tabel 2. 1
Indikator Pembangunan Berkelanjutan
II - 4
No Teori / Konsep/Landasan Normatif Variabel Pengukuran Data Keterangan
Nilai pendapatan sektor ekonomi
Potensi investasi
Lingkungan Konservasi sumberdaya Data sekunder : BLH, DPU, BAPPEDA, BPN
Trend Pola penggunaan lahan series (kawasan lindung
dan budidaya).
Data sumberdaya air (sungai, air tanah, dll).
Data sumberdaya tanah
Kebutuhan dan sumberdaya pangan
Perumahan dan Data sekunder : BPS, Bappeda
permukiman Data perumahan
Data kondisi rumah
Data perumahan kumuh
Penyediaan prasarana Data Sekunder : Dinas Pekerjaan Umum, PDAM, Dinas
kota Perhubungan
Data prasarana transportasi.
Data prasarana energi
Data air bersih
Data jaringan sampah
Data jaringan sanitasi, drainase, dsb
Data lalu lintas, kendaraan dan angkutan umum
Pencegahan dan Data sekunder : Lingkungan Hidup, Bappeda,
penanggulangan polusi Data tentang daur ulang sampah
Data tentang penggunaan BBM/BBG, Listrik
Data bencana alam dan kerusakan lingkungan
Penyediaan ruang Data primer dan sekunder : Lingkungan Hidup, Bappeda,
terbuka di dalam kota Dinas PU
Data tentang sebaran/luasan RTH.
Potensi dan permasalahan RTH
Sosial Aksesibulitas terhadap Data sekunder : BPS, Bappeda
sarana hunian Data ketersediaan dan kebutuhan sarana perumahan.
Penyediaan rumah yang terjangkau
Perbaikan perumahan
Sistem sosial Data sekunder : BPS, Bappeda
Data masalah dan konflik sosial.
II - 5
No Teori / Konsep/Landasan Normatif Variabel Pengukuran Data Keterangan
Kekerabatan
Partisipasi masyarakat
Pelestarian nilai-nilai Data Sekunder : Bappeda, Dinas Pariwisata dan
sosial budaya Kebudayaan
Tradisi dan budaya masyarakat.
Pelestarian budaya
Penguatan identitas dan Data Primer dan sekunder
citra kota yang Profil wilayah
ditampilkan Penataan kota
Sumber : Intepretasi Penyusun, 2015
II - 6
5.1.2. Konsepsi Tentang KLHS
II - 7
Tujuan, manfaat, pendekatan dan prinsip KLHS berdasarkan Permen LH Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum KLHS diuraikan sebagai berikut :
KLHS bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan. KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi KRP
yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan KRP, KLHS digunakan untuk menyiapkan
alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko
lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi KRP, KLHS
digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan KRP yang menimbulkan
dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.
KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar pelaku
pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi KRP dapat secara aktif
mendiskusikan seberapa jauh substansi KRP yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat
dalam penyusunan dan evaluasi KRP dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi KRP
Transformatif • Memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program
• Memfasilitasi proses pengambilan keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
Substantif • Meminimalisasi potensi dampak penƟng negaƟf yang akan Ɵmbul sebagai akibat dari
usulan kebijakan, rencana, atau program (Ɵngkat keberlanjutan lemah)
• Melakukan langkah-‐langkah perlindungan lingkungan yang tangguh (Ɵngkat
keberlanjutan moderat)
• Memelihara potensi sumberdaya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan ekosistem
(Ɵngkat keberlanjutan moderat sampai Ɵnggi)
II - 8
5.1.3. Pendekatan dan Prinsip KLHS
II - 9
birokrat dan pengambil keputusan. Dengan prinsip ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan
seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan KRP untuk meningkatkan
kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS diharapkan
masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan
keputusan pembangunan agar berkelanjutan.
4). Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan. Prinsip ini menekankan bahwa
KLHS memberikan pengaruh positif pada pengambilan keputusan. Dengan prinsip ini, KLHS
akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan,
khususnya untuk memilih atau menetapkan KRP yang lebih menjamin pembangunan yang
berkelanjutan.
5). Prinsip 5: Akuntabel. Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Prinsip akuntabel KLHS sejalan
dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). KLHS tidak ditujukan untuk
menjawab tuntutan para pihak. Dengan prinsip ini pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin
akuntabilitas perumusan KRP bagi seluruh pihak.
6). Prinsip 6: Partisipatif. Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus
dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang
terkait dengan KRP. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk KRP semakin
mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.
Instrumen kajian
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi Ekonomi
Lingkungan Lingkungan
Lingkungan
Sosial Sosial
Sosial
Instrumen kajian
Sosial
II - 10
KLHS Tata KLHSRPJM KLHS Kebijakan
Ruang Sumber daya
Alam
Panduan
Teknis
Lingkup KLHS dalam analisis kajian lingkungan secara garis besar dapat dilihat pada digram berikut :
Gambar 5. 3.
Skema Lingkup Kajian Analisis Lingkungan (KLHS – AMDAL)
II - 11
Secara rinci garis besar perbedaan antara KLHS dengan AMDAL dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 2
Perbedaan AMDAL Dan KHLS
II - 12
Pelibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam,
menyebabkan penyusunan dan evaluasi KRP tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik
atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif.
Dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
PPLH) Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau KRP. Sebagaimana tertuang dalam pasal
15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan Rencana Detil Tata
Ruang (RDTR).
KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan diatas, antara lain :
Untuk penyusunan dan evaluasi KRP, terkait penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS
melekat pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang, dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan
PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga
II - 13
mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata ruang.
Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam
penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.
Hasil KLHS menjadi dasar bagi KRP pembangunan dalam suatu wilayah.
Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui,
maka;
KRP pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai rekomendasi KLHS.
Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
II - 14
keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus
bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa
menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan
evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrument metodologis
pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran
RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya, strategis dan
partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta memperkuat
pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-
region” dan/atau “bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan
dalam tiga kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental, transformatif, dan
substantif. Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang diharapkan dari
tiap jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya,
baik dari sudut langkah-langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya.
II - 15
keputusannya. Adalah tugas kami untuk selalu memberikan pedoman bagi para
hadirin sekalian.
Hasil yang akan dicapai pasti berdampak langsung pada penentuan arah
kebijakan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan pemanfaatan ruang di
tingkat Pemerintah. Diharapkan pula inspirasi akan terbentuk dan kemudian
mewarnai arah kebijakan pembangunan di tingkat daerah.
Dengan bersama-sama merumuskan langkah dan strategi yang pragmatic untuk
dapat secara langsung menyempurnakan persepsi dan sistem bekerja kita dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan, diharapkan akan tersebar semangat
pencapaian target kesejahteraan masyarakat yang tidak mengorbankan
lingkungan hidup di kalangan para talon legislatif yang sedang bersiap
menghadapi pemilihan umum maupun kalangan masyarakat secara umum.
5.3.2.Pendekatan KLHS
Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada kerangka bekerja dan
metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur terkait, sampai saat ini ada 4
(empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang, yaitu :
1) KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe) KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL
yaitu mendasarkan telaah pada efek dan dampak yang ditimbulkan RTRW
terhadap lingkungan hidup. Perbedaannya adalah pada ruang lingkup dan
tekanan analisis telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.
2) KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup
(Environmental Appraisal) KLHS ditempatkan sebagai environmental
appraisal untuk memastikan KRP RTRW menjamin pelestarian fungsi
lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan sebagai sebuah telaah khusus
yang berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan hidup.
3) KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated
Assessment Sustainability Appraisal) KLHS diterapkan sebagai bagian dari
uji KRP untuk menjamin keberlanjutan secara holistik, sehingga sudut
pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS kemudian lebih ditempatkan
sebagai bagian dari kajian yang lebih luas yang menilai atau menganalisis
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu.
II - 16
4) KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam
(Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan
Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management) KLHS
diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a)
dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem
perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian
dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan
pertimbangan – pertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari
substansi RTRW, sementara model b) menekankan penegasan fungsi
RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan
sumberdaya alam.
II - 17
Mempersiapkan surat surat perizinan, kendaraan, base camp dan kontak
personal tim lapangan maupun studio.
Fengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/ atau program dalam
Rancangan Rencana Pernbangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Cilacap tahun 2017 - 2022 terhadap kondisi lingkungan hidup
di Kabupaten Cilacap melalui:
- Pelingkupan.
- Penyusunan baseline data.
Melakukan pengkajian RPJPD (mengkaji keterkaitan, keseirnbangandan
keadilan terahadap visi, misi dan arah kebijakan), Rancangan RPJMD
(mengkaji keterkaitan, keseimbangan dan keadilan terahadap visi, rnisi,
tujuan dan sasaran, strategi dan arah kebijakan, kebijakan umum dan
program pernbangunan daerah), mengkaji pengaruh dampak dari
indikasi program prioritas, rencana strategis OPD.
Pengambilan data kualitas lingkungan (kualitas air permukaan, air tanah,
udara ambien, lahan).
Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/ atau
program dengan :
Mengidentifikasi langkah-langkah rnitigasi/ adaptasi/dan I atau•
Alternatif.Tujuan untuk meminimalkan potensi dampak negatif yang timbul
(intensitas, persebaran, lokasi, lamanya berlangsung dan akumulasi) dan
atau mengusulkan alternatif.
Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan, kebijakan,
rencana dan I atau program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan yg berkelanjutan.Merangkum hasil perumusan alternatif
penyempurnaan kebijakan, rencana dan atau program.
pengambilan keputusanFormulasi pelaksanaan dan pengambilan keputusan
dengan mernpertimbangkan :
• Kesirnpulan-kesimpulan pokok yang direkomendasikanKLHS
• Langkah-langkah kegiatan yang direkomendasikan KLHS
• Aspirasi dan pandangan dari berbagai lapisan dan golongan
masyarakat yang berkepentingan.
II - 18
• Aspirasi dan pandangan dari instansi pemerintah yang
5.5. Keluaran
1. Laporan Pendahuluan
II - 19
hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 3 (tiga) buku laporan.
2.Laporan Antara
3.Laporan Akhir
II - 20
Personil
a. 1 (satu) orang Team Leader dengan pendidikan Sarjana (S1) Teknik
Perencanaan Wilayah Kota yang memiliki pengalaman profesional selama 3
tahun dan memiliki sertifikat keahlian (SKA Perancana Perencanaan Wilayah
Kota).
b. 1 (satu) orang Ahli lingkungan dengan pendidikan Sarjana (S1) Sarjana
Lingkungan yang memiliki pengalaman profesional selama 2 tahun
c. 1 (satu) orang Ahli Tanah/lahan, dengan pendidikan Sarjana (S1)
pertanian yang memiliki pengalaman 2 Tahun
II - 21