Oleh:
Eunike Verent F R
101216052
Jakarta,12 September
2019 MENYETUJUI,
i
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan YME, atas segala kasih
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
kerja praktik yang berjudul “Analisis Geokimia Fluida dan Pemodelan Sistem
Panas Bumi Wilayah Prospek “X”, Jambi”.
Penelitian ini tidak akan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan kerja praktik ini, diantaranya kepada:
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran
dan kritik yang membangun guna penyempurnaan laporan kerja praktik ini.
Eunike Verent F R
NIM. 101216052
ii
Sari
Wilayah prospek X berada di rangkaian Zona Magmatik Busur Barisan yang
memiliki potensi untuk menghasilkan energi panas bumi. Wilayah prospek x berada di
Kawasan Gunung Kunyit ditemukan beberapa manifestasi panas bumi seperti mata air
panas, fumarol, solfatara, batuan ubahan, dan kolam lumpur. Analisis wilayah kerja
panas bumi “X”-X dimaksudkan untuk mengidentifikasi model sistem geothermal
berdasarkan interpretasi dari data geologi, geokimia dan geofisika.
Pada daerah penelitian yaitu Grau Rasau-X telah dilakukan survei MT-TDEM
dan menghasilkan penampang 2D. Lapangan panas bumi “X” memiliki sistem yang
dikontrol oleh struktur horst dan graben. Sumber panas berasal dari kegiatan magmatik
Gunung Kunyit. Reservoarnya dimulai dari kedalam 1.2 km dengan ketebalan cap rock
1.1 km yang berupa batu lempung. Suhu reservoar diperkirakan berkisar 260oC – 330oC.
iii
Abstract
The “X” is located in the magmatic arc of the Barisan circuit which has the
potential to produce geothermal energy. The area of Mount Turmeric is in the “X”
region, found several hot manifestations such as hot springs, fumaroles, Solfatara,
Ubahan rocks, and mud pools. Geochemical analysis of the geothermal work area of
Sungai full-X is intended to identify the model of the geothermal system based on the
interpretation of geological, geochemistry and geophysical data. Analysis conducted in
the research area is analysis of geomorphological form, the structure identified from
image Landsat, and rocks distribution.
In the “X” the method used to measure temperature is using the method of
Geothermometer Na-K-Ca (Fournier and Truesdell, 1973), Silica Geothermometer
(Fournier, 1977), Na-K Geothermometer (Fournier, 1979; Giggenbach, 1988), K – Mg
Geothermometer (Giggenbach, 1988), H2-CO2-Ar geothermometer with calculation
using Powell 2010. Fluid type analysis and fluid flow patterns using the ternary
diagram methods are Cl-SO4-HCO3, Na-K-Mg, N2-He-Ar and Cl-Li-B. Analysis of
isotopes using the 18O-2D diagram method. Results of fluid samples taken from the
manifestation of hot springs, found anomalies that are many content SO4 cause all the
fluid type of condensate and chloride content is very low.
In the research area of the Grau Rasau-X was conducted MT-TDEM survey and
produced a 2D cross section. The River full Geothermal field has a system controlled
by the Horst and Graben structures. The heat source comes from the magmatic activity
of Mount Turmeric. The reservoirs start from 1.2 km with a rock cap thickness of 1.1 km
in the form of clay stones. Yantze temperatures are estimated to be around 260 oC –
330oC.
iv
Daftar Isi
v
BAB V ................................................................................................................31
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................31
5.1 Analisis Geokimia Air ............................................................................31
5.2 Pola Aliran Fluida Menggunakan Rasio Na/Ca......................................33
5.3 Analisis Geokimia Gas ...........................................................................34
5.4 Geotermometri ........................................................................................36
5.5 Analisis Isotop Stabil ..............................................................................37
5.4 Model Konseptual...................................................................................38
BAB VI ................................................................................................................40
KESIMPULAN ..............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................41
LAMPIRAN ................................................................................................................42
vi
Daftar Tabel
Tabel 1. Ganttchart Kerja Praktik ....................................................................................3
Tabel 2. Hasil analisis kation-anion mata air panas penelitian X-”X” . ........................29
Tabel 3. Komposisi isotop hidrogen dan oksigen mata air panas ..................................30
Tabel 4. Hasil analisis komposisi gas penelitian X-”X” 2. ............................................30
Tabel 5. Pemberian Nama Kode Sampel pada Analisis Geokimia Air..........................31
Tabel 6. Jenis Fluida dari Sampel Air Berdasarkan Diagram Cl- SO4-HCO3. ............32
Tabel 7. Perhitungan Rasio Na/Ca dan Hasil Analisis Pola Aliran Fluida. ...................33
Tabel 8. Pemberian Nama Kode Sampel pada Analisis Geokimia Gas .........................34
Tabel 9. Hasil perhitungan geotermometer air menggunakan Powell (2010). ..............36
Daftar Gambar
vii
Daftar Persamaan
Persamaan 1. Milliequivalen ion....................................................................................15
Persamaan 2. Kesetimbangan Ion (Nicholson, 1993). ...................................................15
Persamaan 3. Perhitungan Geotermometer Na-K-Ca ....................................................24
Persamaan 4. Perhitungan Geotermometer Kuarsa Adiabatik (Max Steam Loss) ........25
Persamaan 5. Perhitungan Geotermometer Kuarsa Konduktif (No Steam loss). ..........25
Persamaan 6. Perhitungan Geotermometer Na-K oleh Fournier, 1979. ........................25
Persamaan 7. Perhitungan Geotermometer Na-K oleh Gigganbach, 1988. ...................25
Persamaan 8. Perhitungan geotermometer K-Mg oleh Gigganbach ,1988. ...................26
Persamaan 9. Hukum Maxwell. .....................................................................................27
Daftar Lampiran
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentuk akibat pertemuan tiga
lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, Australia, dan Pasifik. Pada batas pertemuan tiga
lempeng ini menghasilkan akumulasi magma di bawah permukaan bumi yang menjadi
sumber panas bagi sistem panas bumi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara
dengan potensi energi panas bumi yang terbesar ke empat di dunia. Sistem panas bumi
bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Hal inilah yang menjadi jalan
keluar untuk menyelesaikan masalah electricity shortage di Indonesia, salah satunya di
wilayah Sumatera Bagian Selatan yaitu Jambi.
Salah satu gunung di Jambi yang berpotensi menjadi lapangan panas bumi
adalah Gunung Kunyit. Di sekitar Gunung Kunyit, yaitu di Wilayah X, ditemukan
beberapa manifestasi geothermal berupa fumarol, kolam lumpur, mata air panas, dan
solfatara. Oleh karena itu dilakukan penelitian lebih lanjut pada Wilayah X ini.
Kegiatan kerja praktik ini merupakan bentuk aktivitas agar mahasiswa memiliki
pandangan dan gambaran terkait kebutuhan dalam dunia kerja saat ini. Mahasiwa kerja
praktik diharapkan untuk dapat melihat secara langsung proses dan operasi yang terlibat
di tempat kerja praktik dan ikut berpartisipasi dalam penanganan kasus yang dihadapi
perusahaan baik secara langsung maupun dalam memberikan gagasan.
1
1.3 Maksud dan Tujuan Kerja Praktik
2
1. Orientasi / Pengenalan Lingkungan
Pengenalan lingkungan kerja dilakukan dengan mengenal profil
perusahaan, struktur organisasi kerja perusahaan, dan job description. Kegiatan
ini dilakukan pada hari pertama kerja, yaitu pada hari Kamis, 4 Juli 2019.
2. Studi Kepustakaan
Mempelajari materi dari literatur (buku dan paper) yang berkaitan
dengan tema kerja praktik yang diambil. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal
5 Juli – 9 Agustus 2019.
3. Tugas Khusus / Pengolahan Data
Pengolahan dan analisa dari data-data yang sudah atau diberikan oleh
pembimbing kerja praktik. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juli – 15
Agustus 2019.
4. Penyusunan Laporan Kerja Praktik
Pembuatan laporan hasil kegiatan kerja praktik yang didapat dari
pekerjaan yang dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus
2019.
5. Penyelesaian Akhir Kerja Praktik
Penyelesaian akhir kerja praktik dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus
2019.
Tabel 1. Ganttchart Kerja Praktik
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
UTC memiliki beberapa fungsi untuk mendukung Direktorat Hulu dan seluruh AP
Hulu, yaitu:
2. Fungsi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan NEGT (New Energy dan Green
Technology). Fungsi ini terkait dengan geothermal dan unconventional
energy, seperti CBM (Coal Bed Methane), Shale Gas, dan lain-lain.
3. Fungsi geomatika dan data. Di dalam geomatika itu, terkait dengan masalah
geodetic, yaitu pengukuran koordinat yang saat ini menggunakan Bessel dan
WGS.
4. Fungsi Commercial and Administration. Fungsi ini terkait dengan bisnis dan
marketing dan termasuk kontrak-kontrak.
Sumatera terletak di barat daya Lempeng Eurasia dan merupakan bagian dari
Dataran Sunda. Pada Eosen Awal terjadi penunjaman secara miring (oblique) oleh
Lempeng Indo-Australia ke bawah Dataran Sunda. Akibat dari penunjaman ini
4
terbentuklah sesar menganan yang sejajar dengan tepi lempeng yang disebut dengan
Sesar Besar Sumatera.
Tjia (1977), menyatakan bahwa daerah penelitian merupakan bagian dari segmen
sesar Siulak dan terban (graben) Kerinci. Segmen ini cenderung sebagai sesar en echelon
yang bergerak menganan dan berkaitan dengan segmen patahan sebelumnya. Menurut
Muraoka, et al (2010), daerah penelitian merupakan salah satu cekungan pull–apart yang
ada di sepanjang sesar Sumatera (Gambar 2). Menurutnya cekungan pull-apart menjadi
melebar ke arah selatan, setiap mendekati kelompok gunungapi, demikian juga yang
terjadi pada cekungan pull-apart “X”, menjadi melebar saat mendekati kelompok
Gunungapi Masurai disebelah selatannya.
5
Gambar 2. Lingkaran lonjong menunjukkan hubungan geometri ujung segmen sesar dan kelompok
gunungapi, tanda lingkaranterbuka menunjukkan tempat sumber air panas alami (Muraoka, et al , 2010)
Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Prospek “X”, Jambi (Pertamina Geothermal Energy , 2009)
6
Gambar 4. Peta kelurusan geomorfologi di lapangan panas bumi “X” (Dirjen EBTKE, 2017)
Gambar 5. Model geologi tentatif lapangan panas bumi X (Dirjen EBTKE, 2017)
7
lingkungan median graben yang terbentuk akibat adanya step faulting. Gunung
Kunyit merupakan gunung api tipe stratovulkano. Sebaran lokasi manifestasi
fumarol berada pada bagian proksimal Gunung Kunyit.
8
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian memiliki tiga pola aliran,
yaitu:
9
Gambar 7. Peta Geologi”X”.
10
Stratigrafi wilayah penelitian dapat dilihat dari Peta Geologi Lembar Sungai
Penuh dan Ketaun, Sumatera yang dibuat oleh Kusnama Perdede dan S. Andi Tahun
1992 yaitu sebagai berikut:
Gambar 8. Stratigrafi wilayah penelitian berdasarkan Peta Geologi Lembar Sungai Penuh dan Ketaun,
Sumatera (Andi dan Hermanto, 1992). Kotak merah menunjukkan formasi yang ada pada wilayah
penelitian.
Keterangan:
:Bongkah, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan
lempung
:Lava bersusun andesit-basal, tuf dan breksi
lahar, (Qvk) Sumber Gunung Kunyit
:Batulempung, batulanau, batupasir
berbatuapung dengan sisipan lignit dan
konglomerat aneka bahan. Tebal 135m.
11
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian Panas Bumi
Menurut Hochstein & Browne (2000), sistem panas bumi adalah suatu istilah
perpindahan panas secara alami dalam jumlah terbatas pada kerak bumi dan panas
tersebut bergerak dari sumber panas menuju ke permukaan bebas. Sistem panas
bumi berasosiasi dengan vulkanisme, atau dengan tektonik, ataupun dengan
geopressured (Goff & Janik, 2000). Sistem panas bumi yang berasosiasi dengan
vulkanisme biasanya ditemukan pada sistem vulkanisme Kuarter dan intrusi magma
(young igneous system). Sistem ini umumnya mempunyai temperatur ≤370oC dan
kedalaman reservoar ≤1.5 km. Sistem panas bumi yang berasosiasi dengan tektonik
biasanya berada pada lingkungan backarc, daerah crustal extension, zona koalisi,
dan sepanjang zona sesar. Sistem ini umumnya mempunyai temperatur reservoar
≤250oC dan kedalaman ≥1.5 km. Sistem yang berasosiasi dengan geopressured
biasanya berada pada cekungan sedimen. Kedalaman reservoar sistem ini umumnya
sekitar 1.5-3 km dan temperatur reservoar berkisar 50-190oC. Peran ilmu geologi
dalam panas bumi yaitu untuk memberikan informasi mengenai jenis batuan,
permeabilitas batuan, alterasi hidrotermal, indikasi sistem vulkanik aktif, indikasi
sumber panas yang mungkin ada, dan bahaya bencana geologi. Komponen-
komponen dalam sistem panas bumi dapat dilihat pada Gambar 8.
12
Gambar 9. Komponen-komponen sistem panas bumi.
Daerah lain yang berpotensi memiliki sumber panas bumi yaitu daerah dengan
tekanan litostatik lebih besar dari normal misalnya pada sistem geopressure, daerah
yang memiliki kapasitas panas tinggi akibat peluruhan radioaktif yang terkandung
dalam batuan, dan daerah yang memiliki magmatisme dangkal.
13
Permeabilitas Primer
Conto permebilitas primer yaitu permeabilitas batuan, struktur batuan (mis:
columnar joint), dan kontak antar batuan.
Permeabilitas Sekunder.
Conto permeabilitas sekunder yaitu batas intrusi, pelarutan batuan, struktur
patahan atau sesar, dan breksiasi. Permeabilitas sekunder lebih berpengaruh
besar dibandingkan dengan permeabilitas primer.
Area keluaran adalah daerah yang menjadi lokasi aliran fluida panas bumi bergerak
menuju permukaan bumi. Ciri-ciri area keluaran yang adanya manifestasi panas
bumi di permukaan. Manifestasi panas bumi yaitu mata air panas, fumarol, tanah
beruap, kolam lumpur panas, solfatara, dan batuan teralterasi.
14
dijumpai dalam fluida panas bumi yaitu Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Li+, Rb+, Cs+,
Mn2+, Fe2+, Al3+, NH4+. Anion yang umum dijumpai dalam fluida panas bumi
yaitu Cl-, SO42-, HCO3-, F-, I-, Br-. Unsur-unsur netral yang umum dijumpai dalam
fluida panas bumi yaitu SiO2, NH3, B, CO2, H2S, NH3.
Setelah menghitung nilai Meq dari anion dan kation, kemudian hasil tersebut
digunakan untuk perhitungan kesetimbangan ion yang dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
Nilai kesetimbangan ion akan bervariasi, tetapi hasil analisis kimia dikatakan
layak apabila nilai kesetimbangan ionnya tidak lebih dari lima persen (≤5%). Mata
air panas yang memiliki kesetimbangan ion besar dari lima persen (>5%) sangat
dipengaruhi oleh tipe dan proses yang dialami (Nicholson, 1993).
Unsur-unsur terlarut didalam fluida panas bumi dibagi menjadi dua yaitu unsur
reaktif dan unsur nonreaktif. Unsur reaktif adalah unsur yang berubah sesuai
lingkungannya sehingga mencerminkan kondisi lingkungan yang dilewatinya atau
disebut sebagai geoindakator. Unsur-unsur yang tergolong menjadi geoindikator
adalah Na, K, Mg, Ca, dan SiO2. Geoindikator digunakan untuk mengetahui proses
dan pola aliran. Unsur nonreaktif adalah unsur yang bersifat inert atau tidak bereaksi
terhadap lingkungan sekitarnya sehingga digunakan untuk menentukan asal-usul
fluida atau disebut sebagai tracer. Unsur-unsur yang tergolong menjadi tracer
adalah He, Ar, Cl, B, Li, Rb, Cs, dan N2.
Penggunaan unsur-unsur geoindikator dan tracer diterapkan dengan metode
plotting pada diagram segitiga atau ternary plot. Plotting merupakan cara untuk
15
mengkaji kimia fluida panas bumi. Geoindikator dan tracer dalam panas bumi yaitu
sebagai berikut:
a. Geoindikator Cl-SO4-HCO3
Anion Cl, SO4, dan HCO3 digunakan untuk mengetahui komposisi fluida
karena anion-anion tersebut merupakan zat terlarut yang paling banyak dalam
fluida panas bumi. Anion-anion tersebut juga digunakan untuk mengidentifikasi
kondisi dan proses yang berlangsung didekat permukaan (kurang dari 1km).
Konsentrasi Cl tinggi dalam air mengindikasikan air berasal langsung dari
reservoar dengan minimal pencampuran atau pendinginan secara konduksi.
Kadar Cl rendah dalam air adalah karakteristik dari pengenceran air tanah.
Konsentrasi dapat berkisar dari <10 sampai >100000mg/kg, namun nilai-nilai
orde 1000 mg/kg adalah khas dari klorida jenis air.
Gambar 10. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 (Herdianita, 2019). Data yang berada di
zona biru mengindikasikan jenis fluida adalah air klorida dan sudah
mature data yang berada di zona merah muda mengindikasikan jenis
fluida adalah air sulfat dan tidak mature. Data yang berada di zona hijau
mengindikasikan jenis fluida adalah air bikarbonat dan tidak mature.
b. Geoindikator Cl-Li-B
Kandungan relatif Cl, Li, dan B memberikan informasi mengenai
kondisi dibawah permukaan hingga kedalaman sekitar 5 km (Herdianita, 2006).
Proporsi rasio B/Cl untuk fluida yang asal usulnya sama umumnya adalah tetap.
Sehingga trend plot data kimia pada diagram ternary Cl-Li-B digunakan untuk
menunjukkan kesamaan asal usul fluida (Gambar 10).
16
Gambar 11. Diagram Segitiga Cl-Li-B (Herdianita, 2019). Rasio dalam satuan atom atau molekul.
c. Geoindikator Na-K-Mg
Geoindikator Na-K-Mg dibuat oleh Gigganbach pada tahun 1988 yang
digunakan untuk mengindikasi kesetimbangan suatu fluida dalam sistem panas
bumi (Gambar 11). Diagram ini juga menunjukkan pencampuran dengan unsur
Mg yang mengindikasikan percampuran dengan air meteorik atau air tanah.
Diagram ternary Na-K-Mg juga bisa untuk estimasi suhu reservoar yang cocok
digunakan untuk reservoar bersuhu diatas 220oC.
17
Gambar 12. Diagram Segitiga Na-K-Mg (Herdianita, 2019).
Rasio Na/K digunakan untuk mengindifikasi suhu reservoar dan pola aliran
fluida. Proporsi rasio Na/K yang semakin tinggi mengindikasikan zona aliran
lateral (out flow) dan temperatur reservoar rendah. Demikian sebaliknya,
proporsi Na/K yang semakin rendah mengindikasikan zona upflow atau zona
permeable dan temperatur reservoar tinggi. Pada suhu <120oC, konsentrasi Na
dan K dipengaruhi oleh mineral lain seperti lempung dan tidak hanya
dipengaruhi oleh reaksi pertukaran ion feldspar (Nicholson, 1993).
d. Geoindikator N2-CO2–Ar
Diagram terner N2-CO2–Ar adalah diagram percampuran dari proporsi
N2-CO2–Ar yang telah dikombinasikan oleh Gigganbach (1988) untuk
menghasilkan plot terner untuk membantu mengidentifikasi sumber gas yang
dominan (Diagram 1).
Input gas magmatik dapat diindikasikan dengan tingginya konsentrasi
N2 dan rasio N2/Ar antara 800-2000. Hal ini karena N2 merupakan gas yang
bukan berasal dari atmosfer sementara Ar merupakan gas yang berasal dari
atmosfer.
18
Diagram 1. Geoindikator N2-CO2–Ar (Powell, 2010.
e. Rasio Na/Ca
Konsentrasi Ca dikendalikan oleh penurunan kelarutan dari mineral
kalsit, anhidrit dan fluorite. Sehingga kelarutan dari mineral ini mempengaruhi
kadar Ca dalam fluida panas bumi. Konsentrasi Ca menjadi rendah pada fluida
dengan suhu <50oC (Nicholson, 1993). Rasio unsur ini digunakan untuk
mengetahui pola aliran fluida karena rasio Na/Ca akan berkurang seiring
terjadinya proses boiling (pemisahan fasa). Rasio Na/Ca semakin tinggi
mengidentifikasikan area upflow dan demikian sebaliknya rasio Na/Ca semakin
rendah mengidentifikasikan area outflow.
f. Geoindikator N2-He-Ar
Input gas meteorik diindikasikan dengan rasio N2/Ar sekitar 38
sementara rasio He/Ar sekitar ,0.0001. Hal ini karena unsur He merupakan
geoindikator karakteristik crustal. Kontaminasi dengan udara dapat
diindikasikan dengan kehadiran oksigen pada sampel dan rasio N2/Ar sekitar 84
dan rasio He/Ar sekitar 5.7x10-4. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi
asal usul gas, sama seperti metode geoindikator N2-CO2–Ar hanya saja CO2
diganti dengan unsur He. Unsur He merupakan geoindikator karakteristik
crustal. Geoindikator ini menggunakan plotting pada diagram terner untuk
mempermudah interpretasi data (Diagram 2).
19
Diagram 2. Geoindikator N2-He-Ar (Powell, 2010).
g. Geoindikator H2S-CO2-NH3
Gas terpisah dan menghilang pada saat boiling pada kedalaman di
bawah permukaan dan ketika mengalami migrasi. Semakin banyak terjadi
proses boiling dekat permukaan semakin kecil jumlah gas pada fasa uap.
Ammonia (NH3) dan Sulfida Hidrogen (H2S) terpisah dari fasa uap ketika terjadi
reaksi dengan batuan (wall-rock reaction). Semakin jauh uap bermigrasi dari
reservoar semakin rendah konsentrasi gas absolut dan semakin besar rasio
CO2/H2S, CO2/NH3, dan CO2/H2. Geoindikator ini menggunakan plot pada
diagram terner untuk mempermudah indikasi, diagram geoindikator H2S-CO2-
NH3 adalah sebagai berikut:
20
Diagram 3. Geoindikator H2S-CO2-NH3 (Powell, 2010).
a) Air Meteorik
Air meteorik atau air permukaan adalah air yang berasal dari presipitasi
atmosferik atau hujan yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa
kilometer.
b) Air Formasi
Air Formasi atau connate water adalah air meteorik yang terperangkap
dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air formasi
21
mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini
menjadi lebih saline.
c) Air Metamorfik
Air metamorfik adalah air yang berasal dari modifikasi khusus dari air
formasi yang berasal dari rekritalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang
kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan.
d) Air Magmatik
Menurut Ellis dan Mahon (1977) , ada dua jenis air magmatik yaitu air
magmatik yang berasal dari magma namun pernah menjadi bagian dari
meteorik dan air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari meteorik.
Menurut Nicholson (1993), ada lima jenis fluida panas bumi yang
diklasifikasikan berdasarkan kandungan anion yang paling dominan, yaitu
sebagai berikut:
a) Air Klorida
Air klorida adalah tipikal air dari sistem geotermal bertemperatur tinggi
dan terbentuk di bagian paling dalam pada sistem geotermal. Air klorida
menunjukkan air reservoar yang mengandung konsentrasi Cl tinggi yaitu
sekitar 1000-10000 mg/L Cl dan kaya akan SiO2 dan sering terdapat HCO3-.
Kation utamanya adalah Na, K, Ca, dan Mg. Ciri fisik air klorida yaitu tidak
berwarna dan berwarna biru pada mata air natural dan biasanya terdapa
endapan sinter silika. Air klorida memiliki pH sekitar netral, namun dapat
bersifat sedikit asam dan basa tergantung kandungan CO2 terlarut. Air klorida
berasosiasi dengan gas CO2 dan H2S.
b) Air Sulfat
Air Sulfat adalah air yang terbentuk di bagian paling dangkal dari sitem
panas bumi. Air sulfat berasal dari kondensasi uap air ke dalam air permukaan
atau disebut juga steam heated water. Di lingkungan gunung api, air sulfat
terbentuk akibat kondensasi unsur volatile magmatik menjadi fasa cair.
Proporsi SO4 pada air sulfat tinggi mencapai 1000 ppm sebagai akibat dari
oksidasi H2S di zona oksidasi dan menghasilkan H2SO4 dengan reaksi sebagai
berikut:
H2S + O2 = H2SO4
Air sulfat bersifar asam dan pada permukaan biasanya muncul sebagai
22
kolam lumpur. Air sulfat kurang reliable untuk digunakan sebagai
geotermometer karena air sulfat tidak mencerminkan fluida resevoar.
c) Air Bikarbonat
Air bikarbonat terbentuk di daerah pinggir dan dangkal pada sistem panas
bumi. Air bikarbonat terbentuk akibat adsorpsi gas CO2 dan kondensasi uap air
ke dalam air tanah atau disebut juga steam heated water. Kation utama air
bikarbonat adalah Na dan anion utamanya adalah HCO3. Air bikarbonat
bersifat asam lemah dibawah muka air tanah dan bersifat basa apabila
kehilangan CO2 terlarut di permukaan. Air bikarbonat yang muncul
kepermukaan dapat membentuk endapan sinter travertin.
d) Air Klorida-Bikarbonat
Air klorida-bikarbonat terbentuk oleh pengenceran fluida klorida baik oleh
karena air tanah maupun air bikarbonat selama proses aliran lateral. Air ini
bersifat netral hingga basa dengan pH sekitar 6-8 dengan klorida sebagai anion
utama. Air ini bisa digunakan untuk geotermometer apabila berasal dari
pengenceran oleh air tanah. Air klorida-bikarbonat biasanya menghasilkan
endapan sinter atau amorphous silica dan atau travertin.
e) Air Sulfat-Klorida
Air sulfat-klorida bisa terbentuk oleh beberapa proses sebagai berikut:
1) Bercampurnya klorida dan sulfat pada kedalam tertentu. Prose ini yang
biasanya terjadi.
2) Pelepasan dan oksidasi dari H2S yang terjadi di dekat permukaan dan di
dalam air klorida
3) Kondensasi dari uap magmatic dikedalaman
4) Cairan klorida yang melalui lapisan sulfat (Contoh: evaporit) atau lapisan
yang mengandung sulfat asli.
3.6 Geotermometer
a) Geotermometer Na-K-Ca
Geotermometer ini digunakan untuk air yang memiliki konsentrasi Ca tinggi.
Metode geotermometer ini cocok digunakan untuk reservoar bersuhu 120-
200oC. Air yang memiliki konsentrasi Mg tinggi perlu dilakukan koreksi Mg
dan keterdapatan kalsit akan menghasilkan suhu yang overestimate.
Perhitungan geotermometer ini menggunakan persamaan sebagai berikut:
b) Geotermometer Kuarsa
Geotermomter kuarsa atau disebut juga geotermoter silikia merupakan
geotermometer yang perhitungannya berdasarkan solubilitas mineral silika.
Geotermometer ini memiliki batasan temperatur yaitu 250oC (Nicholson, 1993).
Hal ini dikarenakan mineral silika mengalami pelarutan dan presipitasi yang
sangat cepat pada suhu yang lebih tinggi sehingga konsentrasi silika dalam
24
larutan menjadi tidak konstan.
Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis geotermometer kuarsa yaitu
sebagai berikut:
a. Geotermoter Kuarsa Adiabatik (Max steam loss)
Geotermometer kuarsa adiabatik digunakan untuk mata air panas yang
memiliki suhu didih atau sekitar >90oC. Perhitungan geotermometer ini
menggunakan persamaan sebagai berikut:
25
konsentrasi kalium dan natrium dipengaruhi oleh mineral lain seperti mineral
lempung dan tidak hanya dikontrol oleh pertukaran ion mineral feldspar.
3.7 Magnetotellurik
26
Gambar 13. Interaksi Gelombang EM dengan Medium Bawah Permukaan Bumi (Unsworth, 2008).
27
H adalah medan magnetik (Ampere/meter), E adalah medan listrik
(volt/meter), B adalah induksi magnetik (Weber/meter2), D adalah
displacement current (Ampere/meter), j adalah rapat arus listrik
(Ampere/meter2) dan q adalah densitas muatan listrik (Coulomb/ meter3).
28
BAB IV
PENGUMPULAN DATA
Gambar 14. Lokasi pesebaran manifestasi fumarol dan lokasi sumur LP1 dan LP2.
29
Mg 152 2.3 5.3 39.4 6.07
Li 0.02 0.01 0.01 0.07 0.02
Fe 22.12 0.08 - 0.05 0.32
NH4 10.83 0.62 0.35 0.36 41.39
Cond. 2.48 0.11 0.22 0.81 0.55
(mS/cm)
SiO2 205.62 47.41 81.93 146 122.18
B 0.22 0.12 0.13 0.21 0.27
Cl 0.75 0.37 6.03 0.22 4.87
SO4 742.23 26.17 58.49 208.81 164.35
Perhitungan komposisi isotop dilakukan pada mata air panas di Area Penelitian
X-”X”-Kerinci (Tabel 3).
Tabel 3. Komposisi isotop hidrogen dan oksigen mata air panas penelitian X-”X”-Kerinci.
Grau Rasau
Grau Rasau Air Grau Grau Grau dua
Lokasi (MAP
(MAP Besar) Abang Sikai Bulan belas
Kecil)
O-18 -3.33 -8.15 -8.5 -8.61 -6.54 -7.3
D -43.5 -49.4 -51 -55.6 -41.9 -46.8
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
SAMPEL KODE
Grau Sikai GS
Grau Bulan GB
Berdasarkan hasil analisis kation-anion pada mata air panas X-”X” menunjukkan
tipe fluidanya dan pola aliran dengan menggunakan Geoindikator (Diagram 5-7).
31
Hasil plot pada diagram terner CL-SO4-HCO3 menunjukkan bahwa kelima
sampel yang diambil merupakan jenis fluida kondensat (Diagram 5). Grau Rasau
Map Besar (GRMB) , Grau Rasau Map Kecil (GRMK), Air Abang (AA), dan Grau
Bulan (GB) memiliki jenis fluida air sulfat sementara Grau Sikai (GS) memiliki
jenis fluida air sulfat bikarbonat (Tabel 6). Hasil ini menunjukkan bahwa semua
sampel merupakan tipe steam heated water yaitu air tanah yang terpanaskan oleh
uap dan naik ke permukaan.
Tabel 6. Jenis Fluida dari Sampel Air Berdasarkan Diagram Cl- SO4-HCO3.
Hasil plot pada diagram terner Na-K-Mg dekat dengan ujung Mg menunjukkan
bahwa kelima sampel merupakan immature water yaitu telah mengalami mixing
dengan air meteorik atau mengalami water rock interaction yang cepat (Diagram
6).
32
Diagram 7. Hasil Plot pada Diagram Terner Cl-Li-B
Hasil plot pada diagram terner Cl-Li-B mengindikasikan bahwa kelima sampel
berasal dari 3 (tiga) reservoar yang berbeda karena memiliki tiga pola kemenerusan
rasio Cl/B yang berbeda (Diagram 7). Grau Rasau Map Besar (GRMB) , Grau Rasau
Map Kecil (GRMK), dan Grau Sikai (GS) berasal dari reservoar yang sama,
sementara Air Abang (AA) dan Grau Bulan (GB) masing-masing berasal dari
reservoar yang berbeda. Namun perlu diperhatikan bahwa walaupun berasal dari
reservoar yang sama, rasio Cl/B bisa berbeda karena adanya perubahan litologi.
33
5.3 Analisis Geokimia Gas
Analisis geokimia gas dilakukan pada sampel yang berasal dari manifestasi Grau
Sikai 1, Grau Sikai 2, Grau Rasau 1, Grau Rasau 2, Grau Dua Belas 1, dan Grau
Dua Belas 2. Keterang pemberian kode sampel ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pemberian Nama Kode Sampel pada Analisis Geokimia Gas
SAMPEL KODE
Grau Sikai 1 GS1
Grau Sikai 2 GS2
Grau Rasau 1 GR1
Grau Rasau 2 GR2
Grau Dua Belas 1 GDB1
Grau Dua Belas 2 GDB2
34
Diagram 9. Hasil Plot Data Komposisi Gas pada Diagram N2-CO2-Ar.
35
Diagram 10. Hasil Plot Data Komposisi Gas pada Diagram CO2-H2S-NH3.
5.4 Geotermometri
Perhitungan suhu reservoar dilakukan dengan menggunakan geotermometer air
yang dihitung menggunakan Powell 2010 (Tabel 9).
Tabel 9. Hasil perhitungan geotermometer air menggunakan Powell (2010).
36
reservoar lebih dari 220oC.
Pada GRMB metode perhitungan yang digunakan adalah geotermometer Na-K-
Ca. Pada GRMK metode perhitungan yang digunakan adalah Na-K Fournier dan
Gigganbach. Perhitungan geotermometer pada Grau Sikai dan Air Abang tidak
digunakan karena memiliki kesetimbangan ion 5%. Pada Grau Bulan menggunakan
metode geotermometer Na-K-Ca dan geotermometer Na-K Fournier dan
Gigganbach.
Berdasarkan hasil perhitungan geotermometri air suhu reservoar kelompok
GRMB, GRMK, dan GS adalah 260-300oC sementara suhu reservoar dari
manifestasi AA tidak dapat dihitung karena memiliki kesetimbangan ion 5%, dan
suhu reservoar dari manifestasi GB adalah 330oC.
Diagram 11. Hasil Plot Data Komposisi Gas pada Diagram CO2-H2-Ar
Berdasarkan hasil plot data komposisi gas pada diagram CO2-H2-Ar menunjukkan
bahwa suhu reservoar dari manifestasi GS2 adalah 230oC, GS1 adalah 275oC, dan
GR2 adalah 330oC.
37
diagram 12. Hasil Plot Data Isotop pada Diagram 18O-2D
38
Gambar 15. Penampang MT-DEM WKP Grau Rasau-X SW-NE. Warna merah hingga jingga
merupakan area dengan resistivitas rendah (1-10 Ω) yaitu area caprock ,
warna kuning merupakan area dengan resistivitas sedang (16-40) yaitu zona
transisi, dan warna warna hijau hingga toska merupakan area dengan
resistivitas cukup tinggi (63-251) yaitu area reservoar (Pertamina
Geothermal Energy, 2009).
39
BAB VI
KESIMPULAN
Manifestasi mata air panas di lapangan panas bumi “X” rata-rata memiliki suhu
boiling dan bersifat asam dengan kandungan unsur kondensat yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis geoindikator pada sampel manifestasi lapangan panas
bumi “X” menunjukkan bahwa fluida manifestasinya berasal dari air dan gas
meteorik.
Fluida manifestasi pada lapangan panas bumi “X” semuanya merupakan air
kondensat yaitu berupa air sulfat dan air sulfat bikarbonat. Hal ini terjadi karena
adanya kondensasi uap oleh air tanah atau air meteorik sehingga
mengindikasikan bahwa sistem panas bumi lapangan panas bumi “X” adalah
water dominated.
Temperatur reservoar lapangan panas bumi “X” berdasarkan geothermometer
gas adalah 270oC dengan koreksi ±10oC. Artinya sistem panas bumi lapangan
panas bumi “X” termasuk ke dalam sistem bertemperatur dan high entalphy
sehingga dapat digunakan untuk pembangkit listrik.
Lapangan panas bumi “X” memiliki sistem yang dikontrol oleh struktur horst
dan graben dan berada di zona pull apart basin. Sumber panas berasal dari
kegiatan magmatik Gunung Kunyit. Reservoarnya dimulai dari kedalam 1.2 km
dengan ketebalan cap rock 1.1 km yang berupa batu lempung.. Zona upflow
berada di daerah Grau Rasau, Grau Dua Belas, Grau Talang, dan Grau Bulan
sementara zona out flow berada di daerah Dusun Baru X, Grau Sikai, dan Air
Abang.
40
DAFTAR PUSTAKA
Brahmantyo, B. (2006). Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk
Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1: 25.000 dan Aplikasinya untuk
Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika, 1(2), 071-078.
Direktorat Jenderal EBTKE. (2017).Potensi Panas Bumi Indonesia: JILID 1.
KSDEM.
Ellis, A.J., Mahon, W.A.J. (1977). Chemistry and Geothermal Systems. Academic
Press, New York, 392 pp.
Goff, F., & Janik, C. J. (2000). Geothermal systems. Encyclopedia of volcanoes,
2000, 817-834.
Herdianita, N. R., & Priadi, B. (2006). Manifestasi Permukaan Sistem Panasbumi
Gunung Kendang–Angsana, Garut–Pameungpeuk, Jawa Barat. Jurnal
Geoaplika Volume 1, Nomor, 1, 047-054.
Hochstein, M. P., & Browne, P. R. L. (2000). Surface manifestations of geothermal
systems with volcanic heat sources. Encyclopedia of volcanoes, 835-855.
Makrup, Lalu. (2016). Variations in models and parameters in probabilistic seismic
hazard analysis. 21. 10105-10120.
Muraoka H, Takahashi T, Sundhoro H, Dwipa S, Soeda Y, Momita M, Shimada K.
(2010). Geothermal systems contrained by the Sumatran Fault and its pull-
apart basin in Sumatra, Western Indonesia, Proc. World Geothermal
Congress.
Nicholson, K. (1993). Water Chemistry In Geothermal Fluids (pp. 19-85). Springer,
Berlin, Heidelberg.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2011. Pengembangan Panas bumi di
Indonesia: Menanti Pembuktian. ITB, Bandung.
Kusnama, R., Andi, S., dan Sidarto. 1992. Peta Geologi Lembar Sungai Penuh dan
Ketaun, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Pertamina Geothermal Energy. 2009.-
Powell, T., & Cumming, W. (2010, February). Spreadsheets for geothermal water
and gas geochemistry. In Proceedings (pp. 1-3).
Simpson, F., and Bahr, K., 2005, Practical magnetotellurics: Cambridge, Cambridge
University Press, 254 p.
Tjia, H D. (1977). Tectonic depressions along the transcurrence Sumatera fault zone.
Geol. Indon 4, pp 13-27.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 2 .Peta geologi “X”
43
Lampiran 3. Lokasi pesebaran manifestasi fumarol dan lokasi sumur LP1 dan LP2
44
Lampiran 5. Hasil analisis Kation-Anion Mata Air Panas Prospek “X”
45