Anda di halaman 1dari 11

GAMBARAN ASUHAN GIZI SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN

STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT DAN KEBUTUHAN GIZI


PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSJD SURAKARTA

A. PENDAHULUAN
1. RSJD Surakarta
RSJD Surakarta adalah Rumah sakit khusus kelas A. Sejak awal
berdiri tahun 1918 rumah sakit ini khusus merawat pasien dengan gangguan
jiwa. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka terhitung mulai bulan
November 2017 RSJD Surakarta membuka poli anak, saraf serta kulit dan
kelamin yang dapat diakses oleh pasien non-psikiatri.
RSJD Surakarta memiliki kapasitas 340 tempat tidur. Walaupun telah
membuka layanan untuk pasien non-psikiatri, tetapi presentase terbesar
pasien yang dirawat masih merupakan pasien – pasien dengan masalah
kejiwaan.
Berdasarkan data rekam medis periode Januari – November 2018,
98.58% pasien dirawat dengan diagnosa skizofrenia (dengan berbagai
variasinya). Rata – rata lama hari perawatan pasien di RSJD Surakarta
adalah 27 hari (Profil RSJD Surakarta 2018).
Distribusi pasien berdasarkan kelas perawatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :

Kelas Kapasitas Rata – Rata Pasien BOR


Perawatan (Januari – November (Januari –
2018) November 2018)
VVIP 3 1 33 %
VIP 6 3 50 %
I 13 8 62 %
II 35 18 51 %
III 283 189 67 %
Total 340 218 57 %

Kebijakan rumah sakit menetapkan pasien kelas II dan III yang bukan
pasien geriatri dan tidak dengan masalah fisik tidak boleh di tunggui oleh
keluarga.
Proses penggalian informasi tentang pasien serta pemberian edukasi
dapat dilakukan kepada keluarga pasien pada saat mereka mengantar dan
menjemput pasien pulang.
2. Skizofrenia
Menurut Temes (2011) skizofrenia adalah bentuk paling umum dari
penyakit mental yang parah. Penyakit ini adalah penyakit yang serius dan
mengkhawatirkan yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan
berkomunikasi, gangguan realitas (berupa halusinasi dan waham), gangguan
kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan
dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Skizofrenia juga
sering kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman
bukan simpati atau perhatian yang semestinya mereka dapatkan.
Hasil RISKESDAS 2018 Menunjukkan adanya peningkatan
prevalensi rumah tangga dengan ART gangguan jiwa Skizofrenia/psikosis
dari 1.7 % di tahun 2013 menjadi 7% pada tahun 2018.
Data di RSJD Surakarta menunjukkan terjadi penurunan jumlah
pasien dengan gangguan jiwa baik rawat inap maupun rawat jalan. Bed
Occupancy Ratio (BOR) tahun 2017 RSJD Surakarta 75.41% sedangkan
pada tahun 2018 sampai dengan bulan November rata – rata BOR hanya
berada di angka 57.42%.
Penurunan BOR di RSJD Surakarta tidak menunjukkan adanya
penurunan prevalensi penderita gangguan jiwa. Hal ini berkaitan dengan
adanya kebijakan BPJS yang mewajibkan pelayanan kesehatan berjenjang.
RSJD Surakarta sebagai Rumah sakit khusus tipe A menjadi rujukan
terakhir untuk pasien yang tidak dapat dilayani oleh fasilitas pelayanan
kesehatan jenjang di bawahnya.

3. Asuhan Gizi di Rumah Sakit


Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian yang sangat vital dari
sistem pelayananparipurna terhadap pasien di rumah sakit.Pelayanan gizi
diberikan agarpasien mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi
kebutuhan giziataupunmengoreksi kelainan metabolisme.
Pelayanan gizi baik berupa layanan asuhan gizi maupun
penyelenggaraan makan bagi pasien di rumah sakit merupakan faktor yang
sangat berperan dalam membantu proses penyembuhan penyakit. Jika pasien
mendapat asupan gizi yang tepat selama menjalani perawatan di rumah sakit
maka dapat membantu proses penyembuhan, mencegah terjadinya
komplikasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian dapat
memperpendek lama hari rawat inap dan menekan biaya pengobatan
Menurut Depkes 2013, yang disebut pelayanan gizi rumah sakit
adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien untuk mencapai kondisi
yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang yang sakit, baik untuk
keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan ataupun
mengoreksi kelainan metabolisme dalam rangka meningkatkan upaya
penyembuhan pasien rawat inap dan rawat jalan.
Asuhan Gizi adalah proses pelayanan gizi yang bertujuan untuk
memecahkan masalah gizi, meliputi kegiatan pengkajian, diagnose gizi,
intervensi gizi melalui pemenuhan kebutuhan zat gizi klien sacara optimal,
baik berupa pemberian makanan maupun konseling gizi, serta monitoring
dan evaluasi.
Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur
yang memungkinkan untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan
asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Proses Pelayanan Gizi Rawat inap dan Rawat Jalan terdiri atas empat
tahap, yaitu:
a. Asesmen atau pengkajian gizi;
b. Perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi
c. Implementasi pelayanan gizi sesuai rencana;
d. Monitoring dan evaluasi pelayanan gizi
Alur proses asuhan gizi di rumah sakit dapat dilihat pada bagan di
bawah ini :
Asesmen Gizi dapat diartikan sebagai sebuah proses sistematik untuk
memperoleh data, melakukan verifikasi dan menafsirkan data dalam rangka
membuat keputusan tentang sifat dan penyebab yang berkaitan dengan
masalah gizi.
Asesmen gizi merupakan langkah yang pertama dari empat langkah
dalam proses asuhan gizi. Asesmen gizi dimulai dari proses pengumpulan
data, yang terus berlanjut sepanjang proses asuhan gizi, dan sebagai dasar
bagi penilaian ulang dan analisis ulang yang berkaitan dengan data dalam
pemantauan dan evaluasi gizi (langkah 4).
American Dietetic Association (ADA) merekomendasikan suatu
konsepmodel Standarized Nutrition Care Process (SNCP)atau proses
asuhan gizi terstandar (PAGT) yangmenjamin pelayanan dan outcome
manajemen asuhangizi menjadi berkualitas bagi semua pasien
secaraindividual dan berdasarkan pada fakta keilmuan terkini.
Pengumpulan data yang diambil antara lain riwayat gizi, pengukuran
antropometri dan data penunjang lainnya(data laboratorium, rontgen, EEG,
EKG, brain mapping), serta data kebiasaan / perilaku diet, data pendidikan
dan sosial ekonomi lainnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan selanjutnya dilakukan analisis
data dengan membandingkannya terhadap standar yang telah disepakati oleh
para Ahli Gizi (berdasarkan penelitian ilmiah) untuk menentukan adanya
ketidaknormalan. Ketidaknormalan yang ditemukan atas kajian data, dapat
berupa faktor resiko yang potensial penyebab timbulnya masalah gizi. Jenis
data pada tahap asesmen gizi ini dibedakan berdasarkan sumbernya menjadi
data primer yaitu hasil observasi langsung dan data sekunder yang
didapatkan dari rekam medis pasien.

B. PEMBAHASAN
1. Pelayanan Gizi dalam penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit di
RSJD Surakarta
RSJD Surakarta telah mendapatkan sertifikat akreditasi Rumah Sakit
dengan predikat Paripurna pada tahun 2015. Standar akreditasi menetapkan
bahwa pada pasien rawat inap harus mendapatkan pelayanan dari minimal
empat Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yaitu Dokter, Perawat, Ahli Gizi
dan Apoteker.
Pelayanan Gizi diatur dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi
KARS tahun 2012 bab Asesmen Pasien (AP) standar 1.6 serta bab
Pelayanan Pasien (PP) standar 4 dan 5.
Sebenarnya dalam standar – standar tersebut tidak menyebutkan
batasan maksimal dilakukannya asesmen gizi pada pasien rawat inap. Tetapi
surveyor yang menilai RSJD Surakarta pada saat itu menginterpretasikan
bahwa seluruh PPA harus melakukan asesmen terhadap pasien maksimal
1x24 jam sejak pasien di rawat. Walaupun sudah ada skrining gizi yang
dilakukan dengan bantuan perawat yang menerima pasien pada saat awal
masuk rumah sakit, tetapi asesmen ulang harus tetap dilaksanakan dalam
waktu 1x24 jam untuk penentuan diet pasien. Maka di tetapkanlah kebijakan
instalasi gizi bahwa semua pasien rawat inap harus di asesmen ulang oleh
ahli gizi maksimal 1x24 jam sejak pasien masuk.
Pada September 2018 RSJD Surakarta telah mengikuti re-survey
akreditasi dengan standar terbaru dari Komite Akreditasi Rumah Sakit yaitu
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi I dan berhasil
mendapatkan predikat paripurna.
Pelayanan gizi pada standar yang baru tersebut dijabarkan dalam bab
Asesmen Pasien (AP) dan Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP). Tidak ada
perbedaan signifikan untuk standar yang ditetapkandalam KARS versi 2012
denganSNARS edisi 1 bagi pelayanan gizi di rumah sakit.

2. Skrining Gizi Awal


Skrining gizi awal di RSJD Surakarta dilakukan dengan bantuan
perawat yang menerima pasien pertama kali. Malnutrition skrining tools
digunakan untuk menentukan apakah pasien beresiko malnutrisi atau tidak.
Format yang digunakan seperti di bawah ini :
PARAMETER
1 Apakah pasien mengalami penurunan berat badan tidak Skor
direncanakan/ tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir ?
o Tidak o
o Tidak yakin (ada tanda : baju menjadi lebih longgar) 2
o Ya, ada penurunan BB sebanyak :
> 1 - 5 Kg 1
> 6 - 10 Kg 2
> 11 - 15 Kg 3
> > 15 Kg 4
> Tidak tahu berapa Kg penurunannya 2
2 Apakah Asupan makan pasien berkurang karena penurunan
nafsu makan /kesulitan menerima makanan ?
o Tidak o
o Ya 1

TOTAL SKOR ……
Bila Skor ≥ 2, pasien berisiko malnutrisi, lapor ke Dokter DPJP untuk konsul ke Ahli Gizi
3. Pelaksanaan Asesmen gizi pasien di RSJD Surakarta
Asesmen dilakukan dengan format ADIME dengan menggunakan
form rekam medis seperti gambar di bawah ini :

Hasil asesmen kemudian ditulis kembali di form catatan


perkembangan terapi nutrisi. Pada form inilah ahli gizi menuliskan hasil
monitoring dan evaluasi dari asuhan gizi yang diberikan. Berdasarkan
kebijakan instalasi gizi, asesmen ulang, monitoring dan evaluasi dilakukan
maksimal 10 hari sekali untuk pasien yang beresiko malnutrisi. Form catatan
perkembangan terapi nutrisi dapat dilihat pada gamabar di bawah ini :
Pada pasien dengan gangguan jiwa di RSJD Surakartadata kuantitatif
asupan makan sebelum masuk rumah sakit sulit didapatkan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi kejiwaan pasien yang tidak stabil sehingga tidak
bisa dilakukan wawancara untuk pengkajian asupan dan kebiasaan makan.
Tidak adanya keluarga yang dapat diwawancarai pada pasien kelas II
dan III juga menjadi faktor penyebabsulitnya ahli gizi menggali data
mengenai asupan makan pasien.
Untuk menentukan diet yang akan diberikan kepada pasien ahli gizi
menggunakan data MST, antropometri dan biokimia. Dengan ketentuan
1x24 jamharus dilakukan asesmen kadang pasien masih belum bisa di ukur
antropometrinya karena kondisi masih gaduh gelisah dan dilakukan
fiksasi.Wawancara pun tidak bisa dilakukan karena komunikasi verbal
pasien masih kacau, bahkan ada yang tidak mau bicara sama sekali.Kondisi
emosional pasien yang labil pun menjadi pertimbangan tersendiri bagi ahli
gizi untuk melakukan penggalian data primer.Dalam waktu 1 x 24 jam itu
juga terkadang data pendukung seperti hasil cek urin dan darah dari
laboratorium, pemeriksaan EEG, EKG, Rontgen, ataupun USG belum
tersedia. Sehingga ahli gizi berusaha menentukan diet yang tepat dengan
data yang minimal.
Data yang belum lengkap tersebut membuat diet definitive yang
diberikan pada awal pasien masuk terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien. Minimnya data membuat ahli gizi memberikan diagnosa gizi N0
(Tidak ada diagnosa gizi saat ini) dan memberikan intervensi gizi berupa
diet makanan biasa. Terkadang pasien dengan gizi buruk belum
mendapatkan diet TKTP, pasien dengan status gizi lebih belum
mendapatkan diet Rendah Kalori, pasien dengan Gula darah tinggi belum
mendapatkan diet DM, dan lain sebagainya. Sementara pasien dengan
diagnosa gizi N0 dianggap tidak beresiko malnutrisi sehingga tidak
dilakukan asesmen ulang selama perawatan kecuali bila ada rujukan dari
dokter.
Berbagai masalah yang terjadi di lapangan membuat instalasi gizi
melakukan revisi pada kebijakan tentang asesmen pasien di tahun 2016.
Untuk memastikan pasien mendapatkan diet yang sesuai dengan
kebutuhannya maka ditambahkanlah Kebijakan instalasi gizi RSJD
Surakarta poin ke 13 yang menyebutkan bahwa pasien yang data
asesmennya belum lengkap karena masih gaduh gelisah dan alas an lainnya
(belum ada data antropometri, belum ada data lab, belum ada data alergi, dll)
harus mendapatkan asesmen ulang setelah pasien kooperatif.
4. Tim Asuhan Gizi di RSJD Surakarta
Tim asuhan gizi di RSJD Surakartaterdiri dari Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP), perawat dan Ahli Gizi. Koordinasi dalam tim
merupakan sesuatu yang mutlak demi tercapainya asuhan gizi optimal bagi
pasien.
Preskripsi diet untuk pasien akan diberikan oleh DPJP. Untuk
menentukan diet yang akan diberikan, dokter akan berkolaborasi dengan ahli
gizi. Ahli gizi melakukan Proses asuhan gizi terstandar yang dijabarkan
dalam form ADIME di bagian penunjang pada rekam medis pasien yang
kemudian di rangkum dan dituangkan dalam format ADIME secara lebih
ringkas dan ditulis pada CPPT (Catatan Perkembangan Terintegrasi).
Pada form CPPT tersebut ahli gizi mengusulkan kepada DPJP diet
yang akan diberikan kepada pasien. Ketidakmampuan pasien untuk
berkomunikasi dengan efektif membuat ahli gizi menggunakan data hasil
antropometri dan hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium,
rontgen, EEG, EKG, USG serta tanda- tanda vital pasien (terutama tekanan
darah). Data asupan sebelum masuk rumah sakit sangat jarang bisa
dapatkan. Bila pasien ditunggui oleh anggota keluarga yang serumah data
tersebut barulah bisa diperoleh.
Untuk melakukan monitoring dan evaluasi, ahli gizi berkoordinasi
dengan perawat untuk mendapatkan data asupan pasien dan kepatuhan diet
serta data tekanan darah. Bukti monitoring dan evaluasi dituangkan dalam
bentuk Asesmen ulang yang ditulis di CPPT dan catatan perkembangan
terapi nutrisi.

5. Prevalensi Masalah Gizi Pasien Rawat Inap di RSJD Surakarta


Walaupun sebagian besar pasien dirawat di RSJD Surakarta bukan
karena masalah fisik, tetapi bukan berarti pasien – pasien tersebut tidak
mengalami masalah gizi.
Berdasarkan data rekap asesmen pasien rawat inap di RSJ Surakarta.
Rata – rata 40.1% pasien tiap bulannya datang dengan masalah gizi.
Masalah – masalah gizi tersebut antara lain :
1. NC3.3 Status Gizi Lebih (21.8%)
2. NC3.1 status gizi kurang (10.2%), status gizi buruk (4.7%)
3. NC2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi terdiri dari :
Kenaikan angka gula darah melebihi normal 2.4%
Kenaikan angka Trigliserida melebihi normal 0.3%
Kenaikan angka Asam urat melebihi normal 0.1%
4. NI5.4 penurunan kebutuhan Natrium (karena peningkatan tekanan
darah systole dan atau diastole) 0.1%
5. NI 2.1 makanan / minuman melalui oral tidak adequate 0.3%
6. Lain – lain 0.2%

Pasien dengan skizofrenia bisa mengalami episode depresif yang


berat sehingga membuat pasien tersebut tidak mau makan. Sebaliknya
beberapa obat antidepressant seperti Depakote, Remeron, Zyprexa dan
Prozacmemiliki efek meningkatnya berat badan.
Hari perawatan yang lama dan kurangnya aktivitas fisik menjadi
faktor meningkatnya berat badan pasien selama dirawat. Hal ini cukup
membantu untuk pasien dengan kondisi status gizi kurang dan status gizi
buruk. Pasien dapat naik status gizinya menjadi normal setelah mendapatkan
diet TKTP. Dapat dikatakan tingkat keberhasilan diet TKTP cukup tinggi.
Tetapi bagi pasien yang pada awal masuk status gizi nya sudah lebih,
tingkat keberhasilan diet RK yang ditetapkan rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan terus meningkatnya berat badan pasien. Belum ada data akurat
tentang tingkat keberhasilan diet di RSJD Surakarta.
Ketidak berhasilan diet yang diterapkan disebabkan karena berbagai
masalah yang ditemukan saat evaluasi antara lain :
1. Tidak patuh diet
2. Kurang aktivitas fisik
3. Dukungan keluarga kurang (bagi pasien yang ditunggu)
4. Persepsi yang salah terhadap makanan
5. Halusinasi yang kuat

6. Ketepatan Asesmen Pasien Rawat Inap 1x24 jam


Capaian ketepatan asesmen gizi pasien dalam 1x24 jam di RSJD
Surakarta diangkat menjadi salah satu indikator mutu instalasi Gizi dengan
target 100 % yang sampai bulan November 2018 ini belum tercapai.
Gambaran capaian bisa di lihat pada grafik di bawah ini
KETEPATAN ASESMEN GIZI PASIEN RAWAT INAP 1 X 24
JAM
100 94.82 92.15 92.09 87.78 84.26
80 85.98 83.09
75.48 79.9 75.49 79.28
60
40
20
0

Setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi hasil pengukuran


indikator mutu yang dilakukan oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
RSJD Surakarta. Evaluasi dilakukan dengan metode PDSA (Plan Do Study
Action) untuk mencari masalah yang menyebabkan tidak tercapainya target
dan solusinya.

C. KESIMPULAN
Asuhan gizi harus dilakukan oleh ahli gizi dengan tepat kepada
masing – masing pasien untuk memberikan pelayanan gizi yang sesuai yang
akan mendukung pencapaian derajat kesehatan yang optimal.
Apabila data awal asesmen gizi belum lengkap maka perlu dilakukan
asesmen ulang untuk mencegah kesalahan diet yang diberikan.
Capaian asesmen ulang pasien dengan masalah gizi belum terdata,
hal ini memungkinkan adanya pasien yang tidak terasesmen ulang sampai
selesainya masa perawatan
Monitoring dan evaluasi dalam asuhan gizi harus dilakukan selain
untuk memenuhi persyaratan dalam standar akreditasi rumah sakit juga
untuk memantau keberhasilan diet yang diterapkan.

D. SARAN
1. Capaian ketepatan asesmen gizi pasien 1x24 jam perlu ditingkatkan
2. Tingkat keberhasilan diet pada pasien perlu di data secara kuantitatif
untuk dapat dilakukan evaluasi dan selanjutnya disusun rencana
untukmeningkatkannya
3. Perlu ada data capaian ketepatan asesmen ulang maksimal 10 hari
sekali sesuai kebijakan agar semua pasien dengan maslaah gizi dapat
terpantau perkembangannya.

Anda mungkin juga menyukai