Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti mengenal adanya materi, baik materi

hidup maupun yang tidak hidup. Materi yang ada disekitar kita jarang sekali

ditemukan dalam bentuk murni, melainkan berasal dari campuran dua zat atau lebih.

Penggambaran yang lebih umum mengenai termodinamika campuran dan komposisi

suatu zat tersebut, kita perlu mengenal sifat-sifat parsialnya. Salah satu sifat parsial

yang ada yakni sifat molal parsial yang lebih mudah digambarkan dengan volume

molal parsial yaitu kontribusi pada volume dari satu komponen dalam sampel

terhadap volume total.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari air ataupun zat-zat kimia

yang lain. Setiap zat tersebut pasti memliki volume. Volume molal parsial biasanya

digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain itu dalam

mencampurkan suatu zat tertentu dengan zat lain dalam temperatur tertentu, kita juga

harus mengetahui volume molal parsial dari zat-zat tersebut.

Volume molal parsial adalah salah satu sifat dari suatu. Volume molal parsial

yang didefinisikan sebagai penambahan volume yang terjadi bila 1 mol komponen i

ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dari komponen-komponen yang

berada dalam larutan adalah salah satu sifat dari molal.

Berdasarkan pada teori diatas dilakukanlah percobaan penentuan volume

molal suatu larutan, dalam hal ini larutan natrium klorida.Dalam analisa ini, volume

molal parsial suatu larutan ditentukan berdasarkan hubungan densitas dengan

peningkatan konsentrasi dari larutan natrium klorida.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari metode

penentuan volume molal parsial suatu larutan.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan volume molal parsial

larutan natrium klorida sebagai fungsi konsentrasi dengan mengukur densitas larutan

dengan menggunakan piknometer.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan volume molal parsial larutan

natrium klorida dengan menghitung densitas larutan natrium klorida dengan variasi

konsentrasi yaitu 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; dan0,1875 M melalui penimbangan

bobot larutan dengan menggunakan piknometer.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat ekstensif dari suatu campuran dapat dipertimbangkan sebagai fungsi

dari T, P, n1, n2 dan sebagainya. Oleh karena itu, U, V, S, H, A, G yang merupakan

sifat molar parsial berhubungan dengan sifat ekstensif. Nilai molar parsial saling

berhubungan satu sama lain sebagai nilai total. Karena S1 , V1 , dan H1 adalah sifat

intensif yang memiliki nilai yang sama dimanapun di dalam sistem yang berada

dalam keseimbangan (Castellan, 1983).

Volume molar parsial adalah besaran termodinamika yang berisi informasi

penting tentang adanya interaksi zat terlarut dan zat pelarut serta strukturr zat terlarut

dalam larutan. Selain itu, volume molar parsial mempunyai kualitas penting dalam

analisis efek tekanan pada reaksi kimia. Baru-baru ini perkembangan teori molekul

volume molar parsial terutama model teori interaksi referensi cairan molekul dan

versi tiga dimensi generalisasi yang dikombinasikan dengan teori Kirkwood-Buff

untuk menghitung volume molar parsial (Imai, 2007).

Mengukur volume larutan jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang

berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan metode

gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri zat yang akan dianalisis

dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari

buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak di ketahui kemudian

dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi

samping. Selain itu, jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat

diketahui dengan suatu indikator. Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan

tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna (Khopkar, 1990).
Konsentrasi hasil reaksi jauh lebih besar daripada konsentrasi pereaksi, dalam

beberapa kasus lain terjadi sebaliknya tetapi tergantung pada keadaannya.

Konsentrasi kesetimbangan mencerminkan kecenderungan intrinsik atom-atom untuk

berada sebagai molekul pereaksi ataupun molekul hasil reaksi. Sifat intrinsik adalah

sifat materi yang tidak bergantung pada ukuran dan jumlah materi. Meskipun tak

terhingga banyaknya suatu konsentrasi yang memenuhi kondisi kesetimbangan,

hanya ada satu ungkapan umum yang ternyata konstan pada suatu temperatur tertentu

untuk suatu reaksi yang berada dalam kesetimbangan. Untuk reaksi umum dalam

larutan air, ungkapan ini disebut dengan tetapan kesetimbangan. Pada reaksi

kesetimbangan terdapat tanda kurung yang melambangkan konsentrasi dalam mol

per liter atau molaritas (Day dan Underwood, 1999).

Glew telah mendiskusikan dengan para ahli, bahwa dalam beberapa tahun

terakhir terdapat interaksi yang cukup besar dalam zat terlarut-pelarut encer yang

non-elektrolit. Adanya peningkatan stabilisasi struktur air di sekitar molekul zat

terlarut dalam bentuk klaster dalam sistem air etilena-glikol (Puri, dkk., 2002).

Selain viskositas, densitas juga dapat menjadi parameter keberhasilan reaksi

transesterifikasi. Biodiesel dengan densitas lebih dari 0,900 g/cm3 pada 60 °F

(15,5 oC) kemungkinan merupakan hasil dari reaksi yang tidak sempurna. Densitas

biodiesel seharusnya berkisar 0,860-0,900 g/cm3. Metil ester minyak jarak

pagardengan kadar ester 99,6 % memiliki densitas sebesar 0,879 pada suhu 15 °C.

Densitas metil ester yang dihasilkan berkisar 0,846-0,884 g/cm3. Hasil analisis uji

sidik ragam menunjukkan tidak ada faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap

perubahan densitas. Densitas paling kecil adalah hasil perlakuan B1C1 pada proses

dua tahap (0,846 g/cm3), sedangkan yang paling besar pada perlakuan B2C2 pada

perlakuan satu tahap (0,884 g/cm3). Proses dua tahap secara teoritis dapat
meningkatkan pembentukan metil ester namun memiliki resiko oksidasi yang lebih

besar. Proses satu tahap menghasilkan respon viskositas dan densitas sedikit lebih

tinggi namun bilangan asamnya rendah. Proses satu tahap dipilih sebagai perlakuan

terbaik dikombinasikan dengan suhu 30 °C dan nisbah mol metanol 5:1 atau B1C3

(Sumangat dan Hidayat, 2008).

Menggunakan data densitas (ρ) dan kecepatan suara (u), volume molal jelas,

v dan jelas kompresibilitasi sentropik molal, telah dihitung dengan menggunakan

hubungan sebagai berikut:

v = (M/ρ) – {1000 (ρ – ρo)}/mρρo

k = [{1000 (ks-ko)}/mρo] + ks v

M menunjukkan massa molar, m adalah molalitas, ρ dan ρo adalah kepadatan larutan

dan pelarut masing-masing. Nilai-nilai masing-masing k dan ko melambangkan

komprebilitas isentropik larutan dan pelarut yang dapat berhubungan dengan densitas

(ρ) dari larutan dan kecepatan suara (u) sesuai dengan adanya hubungan diantara

keduanya (Basharat, 2012).

Ditunjukkan bahwa volume molal parsial ion monoatomik dalam larutan

dapat dinyatakan sebagai fungsi sederhana dari muatan dan jari-jari kristal.

Hubungan ini menunjukkan bahwa, seperti halnya entropi dengan situasi yang sama

mungkin ada ion yang lebih kompleks (Couture dan Laidler, 1957).

Rasio mol dan konsentrasi molal m1 memiliki variasi yang sering digunakan

pada larutan. Pelarut menjadi komponen 1, dengan massa molar M1. Molalitas

komponen i adalah jumah mol i per satuan massa (kg) pelarut. Karena massa pelarut

adalah n1m1, maka jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:

m1 =n1/n1M1 = ri/M1
Molalitas adalah rasio mol dikalikan dengan konstanta, 1/M1. Rasio mol dan

molalitas merupakan independen dari suhu dan tekanan (Castellan, 1983).

Metode lain untuk mengevaluasi hidarsi angka pada pengukuruan volume

parsial contohnya garam dalam larutan. Metode yang berbeda secara internal sering

tidak disetujui dengan baik oleh para ahli. Secara umum diasumsikan bahwa ion

negatif tidak terhidrasi, misalnya Li+, 6; Na+, 4; K+, 2; Rb+, 1 (Castellan, 1983).

Molalitas (m) adalah jumlah mol zat terlarut per satuan massa pelarut

sedangkan molaritas (M) adalah jumlah mol zat terlarut per satuan volume. Jumlah

tersebut diukur dari segi molalitas zat terlarut. Volume larutan akan mengalami

perubahan dengan adanya penambahan pada larutan. Molalitas didefinisikan sebagai

jumlah zat terlarut per satuan massa pelarut:

molalitas (m) = mol zat terlarut

massa pelarut

jumlah mol zat terlarut adalah sama dengan mol zat terlarut dibagi dengan massa

pelarut (Monk, 2004).

Molalitas adalah mol zat terlarut per kilogram pelarut (mol.kg-1). Molalitas

dilambangkan dengan m, 1 molal = 1mol.kg-1. Perbedaan penting antara konsentrasi

molar dan molalitas adalah dalam hal volume larutan. Molalitas didefinisikan sebagai

massa pelarut. Perbedaan yang perlu diingat adalah bahwa konsentrasi molar

bervariasi. Untuk larutan encer dalam air, nilai-nilai numerik dari molaritas dan

konsentrasi molar berbeda sangat sedikit dan memiliki massa mendekati

1 kg ,untuk larutan air terkonsentrasi dan untuk semua larutan dengan kerapatan yang

berbeda dari 1 g.mL (Atkins dan Paula, 2006).

Sifat ekstensif adalah sifat materi yang bergantung pada jumlah dan ukuran

materi.Massa, tekanan, dan volume adalah contoh sifat ekstensif.Sifat materi intensif
adalah sifat materi yang tidak bergantung pada jumlah dan ukuran materi, contohnya

volume molar dan temperatur (Atkins dan Paula, 2006).

Kenaikan entropi lebih besar pada suhu yang lebih rendah, entropi Joule per

Kelvin (J.K-1). Entropi adalah materi yang ukurannya luas. Jika entropi berhubungan

dengan entropi molar yaitu materi intensif, maka akan menjadi Joule Kelvin per mol

J.K.mol-1 (Atkins dan Paula, 2006).

Tiga macam konsentrasi yang umum digunakan untuk menggambarkan

komposisi campuran cairan atau padatan terlarut dalam cairan yaitu konsentrasi

molar yang digunakan ketika perlu mengetahui jumlah zat terlarut dalam sampel

volume yang diketahui dari solusi, fraksi mol, dan molalitas yang digunakan ketika

perlu mengetahui jumlah relatif dari zat terlarut dan molekul pelarut dalam sampel

(Atkins dan Paula, 2006).

Dapat diantisipasi bahwa potensi kimia suatu materi harus meningkat dengan

adanya konsentrasi karena semakin tinggi konsentrasi, maka semakin besar potensi

kimianya. Diterapkan strategi untuk mengubah persamaan yang bekerja untuk gas

kepersamaan yang bekerja untuk cairan. Berikut ini, digunakan J untuk menunjukkan

zat pada umumnya, A untuk menunjukkan pelarut, dan b suatu zat terlarut. Di sinilah

(Atkins dan Paula, 2006).

Energi dan kapasitas panas memiliki sistem yang luas. Kapasitas panas

merupakan kapasitas per mol (C). Materi intensif adalah jumlah materi yang sudah

diketahui. Jika kapasitas panas dari sistem adalah konstan, maka dapat dihitung

suhunya dengan menggunkan persamaan ΔU = Cv x ΔT. Persamaan ini dapat

digunakan, terutama jika adanya perubahan suhu yang (ΔT) tidak terlalu besar.

Selama rentang waktu yang singkat dari suhu kapasitas panas dan dari zat yang tidak

mengalami perubahan (Castellan, 1983).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, kertas

label,larutan NaCl 3 M, sabun cair, dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes, bulb, pipet

volume 50 mL, piknometer 25 mL, gelas kimia 250 mL dan 600 mL, labu semprot,

batang pengaduk, labu ukur 100 mL, termometer 100 oC, dan neraca analitik.

3.3 Prosedur Percobaan

Larutan NaCl 3 M diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 1,5 M;

0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Piknometer kosong yang bersih dan kering

ditimbang, kemudian dicatat bobotnya. Piknometer diisi dengan akuades kemudian

ditutup rapat, dan bagian luarnya dikeringkan dengan menggunakan tissue roll, lalu

ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Suhu akuades diukur dan dicatat. Isi

piknometer diganti dengan larutan NaCl mulai dari konsentrasi rendah yaitu

berturut-turut 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M dan 3 M kemudian ditimbang dan

dicatat bobotnya. Setiap pengantian larutan, piknometer harus dibilas beberapa kali

dengan menggunakan larutan yang akan dipakai.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Takuades = 28,3 ˚C

We = Berat piknometer kosong = 19,6563 gram

Wo = Berat piknometer + akuades = 44,6576 gram

W = Berat piknometer + larutan (gram)

do = densitas akuades pada suhu 28,3 ˚C = 0,996147 g/cm3

Tabel Pengamatan

Konsentrasi NaCl (M) Berat Piknometer + Larutan (g)


3 46,7302
1,5 45,7052
0,75 45,1769
0,375 44,9150
0,1875 44,7808

4.2 Perhitungan

Tabel Perhitungan

Berat Piknometer (g)


NaCl (M) W-We (g) W-Wo (g) Wo-We (g)
We Wo W

3 19,6563 44,6579 46,7302 27,0739 2,0726 25,0013


1,5 19,6563 44,6579 45,7052 26,0489 1,0476 25,0013
0,75 19,6563 44,6579 45,1769 25,5206 0,5190 25,0013
0,375 19,6563 44,6579 44,9150 25,2587 0,2574 25,0013
0,1875 19,6563 44,6579 44,7808 25,1245 0,1232 25,0013
4.2.1 Penentuan Densitas Larutan (d)

W  We
d  d0
Wo  We

27,0739
d1   0,996147 g/cm 3
25,0013

 1,0787273 g/cm 3  1,0787 g/cm 3

26,0489
d2   0,996147 g/cm 3
25,0013

 1,0378874 g/cm 3  1,0379 g/cm 3

25,5206
d3   0,996147 g/cm 3
25,0013

 1,01683789 g/cm 3  1,0168 g/cm 3

25,2587
d4   0,996147 g/cm 3
25,0013

 1,0064028 g/cm 3  1,0064 g/cm 3

25,1245
d5   0,996147 g/cm 3
25,00163

 1,0010425 g/cm 3  1,0011 g/cm 3

4.2.2 Penentuan Molalitas Larutan (m)

1
m
 d   BM 
  
 M   1000 

1
m1 
 1,0787   58,5 
  
 3   1000 

 3,3212 mmol/g
1
m2 
 1,0379   58,5 
  
 1,5   1000 

 1,5788 mmol/g

1
m3 
 1,0168   58,5 
  
 0,75   1000 

 0,7709 mmol/g

1
m4 
 1,0064   58,5 
  
 0,375   1000 

 0,3809 mmol/g

1
m5 
 1,0011   58,5 
  
 0,1875   1000 

 0,1894 mmol/g

4.2.3 Penentuan volume molal parsial ()

1  1000 W  Wo  
  BM    
d  m Wo  We  

1   1000 2,0726  
φ1   58,5       31,0923 cm 3 / mol
1,0787   3,3212 25,0013 

1   1000 1,0476  
φ2   58,5       30,7927 cm 3 / mol
1,0379   1,5788 25,0013 

1   1000 0,5190  
φ3   58,5       31,0349 cm 3 / mol
1,0168   0,7709 25,0013 

1   1000 0,2574  
φ4   58,5       31,2706 cm 3 / mol
1,0064   0,3809 25,0014 
1   1000 0,1231  
φ5   58,5       32,4467 cm 3 / mol
1,0011   0,1904 25,0013  

4.2.4 Analisa Grafik

Φ regresi
NaCl (M) m (mmol/g) √m (x) Φ (cm3/mol)
(mmol/g)

3 3,3212 1,8224 31,0923 32,9413

1,5 1,5788 1,2565 30,7927 32,2546

0,75 0,7709 0,8780 31,0349 31,7953

0,375 0,3809 0,6172 31,2706 31,4787

0,1875 0,1894 0,4352 32,4467 31,2580

Grafik Hubungan Ф Vs √m
33

33
y = -0,7405x + 32,0693
Ф (cm3/mol)

32 R² = 0,3983
32

31

31
0 0.5 1 1.5 2
√m

y = ax + b

y = -0,7405x + 32,0693

∆y 31,7470 - 30,7198
Slope = a = tan α = = = -0,7405 cm3/mol
∆x 0,4352-1,8224

Slope = volume molal parsial = -0,7405 cm3/mol


4.3 Pembahasan

Pada percobaan ini, larutan yang digunakan adalah larutan NaCl 3 M yang

kemudian diencerkan sehingga diperoleh larutan NaCl dengan konsentrasi beragam

yaitu 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Pengenceran dilakukan dengan

memipet NaCl 3 M sebanyak 50 mL dengan menggunakan pipet volume ke dalam

labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan akuades hingga batas tanda labu lalu

dihomogenkan, sehingga didapatkan konsentrasi larutan NaCl yaitu 1,5 M.

Pengenceran terus dilanjutkan hingga didapatkan larutan NaCl dengan konsentrasi

0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M. Pengenceran dilakukan untuk mengamati seberapa

besar penambahan volume larutan yang terjadi pada berbagai variasi konsentrasi

larutan sehingga diketahui seberapa besar pengaruh konsentrasi larutan terhadap

volume molal parsial larutan.

Penentuan densitas larutan NaCl dengan menggunakan piknometer dilakukan

dengan membandingkan bobot NaCl dengan beragam konsentrasi dengan bobot

akuades pada suhu tertentu menggunakan piknometer. Sebelumnya, piknometer yang

kering dan bersih ditimbang dalam keadaan kosong. Kemudian, piknometer diisi

dengan akuades dan ditimbang kembali. Sebelum ditimbang, bagian luar piknometer

harus dikeringkan agar pada saat penimbangan bobot akuades tidak dipengaruhi oleh

akuades dibagian luar piknometer. Suhu akuades kemudian diukur dan dicatat. Hal

ini bertujuan untuk mengetahui densitas air dengan tepat. Setelah akuades ditimbang,

isi piknometer diganti dengan larutan NaCl dimulai dengan konsentrasi paling kecil

ke konsentrasi paling besar dengan urutan 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M dan

3 M. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kesalahan pada saat penentuan densitas

larutan NaCl karena semakin pekat suatu larutan maka semakin besar densitas

larutan tersebut. Setiap penggantian larutan, piknometer harus dibilas dengan larutan
yang akan dipergunakan. Pembilasan dilakukan agar tidak terdapat zat lain pada saat

penimbangan sehingga murni bobot piknometer yang ditimbang.

Dari hasil penentuan densitas dengan piknometer didapatkan densitas larutan

NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M secara berturut-turut adalah

1,0787 g/cm3; 1,0379 g/cm3; 1,0168 g/cm3; 1,0064 g/cm3 dan 1,0011 g/cm3. Setelah

nilai densitas diperoleh, maka molalitas dan volume molal parsial larutan NaCl dapat

ditentukan dengan perhitungan.Dari hasil perhitungan didapatkan nilai molalitas dari

larutan NaCl dengan konsentrasi NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M

berturut-turut 3,3212 mmol/g; 1,5788 mmol/g; 0,7709 mmol/g; 0,3809 mmol/g dan

0,1894 mmol/g. Nilai volume molal parsial berdasarkan hasil pengolahan data untuk

larutan NaCl dengan konsentrasi NaCl 3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M

berturut-turut adalah 31,0923 cm3/mol; 30,7927 cm3/mol; 31,0349 cm3/mol;

31,2706 cm3/mol dan 32,4467 cm3/mol.

Dari percobaan diperoleh data yang berbeda-beda tergantung dari besarnya

konsentrasi larutan NaCl yang diukur. Data yang diperoleh pada

percobaanmenunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi molar larutan, maka

semakin kecil pula konsentrasi larutan tersebut dalam molal. Tetapi hal tersebut tidak

berlaku pada volume molal parsialnya. Karena seperti yang dapat diamati pada grafik,

nilainya tidak beraturan, maka perlu dilakukan regresi. Adapun nilai volume molal

parsial larutan NaCl berdasarkan grafik adalah -0,7405 cm3/mol. Ketidakteraturan

volume molal parsial yang didapatkan mungkin disebabkan karena beberapa

kesalahan dalam proses praktikum seperti kesalahan pada saat proses pengenceran

sehingga konsentrasi larutan tidak tepat, ataupun kesalahan pada saat menimbang

piknometer.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan dapat diperoleh volume molal parsial larutan natrium

klorida adalah -0,7405 cm3/mol.

5.2 Saran

Saran untuk laboratorium yaitu diharapkan agar laboratorium diperbesar dan

agar setiap meja praktikan memiliki tempat pembuangan untuk mencuci alat

laboratorium.

Saran untuk asisten yaitu penjelasan mengenai praktikum sudah baik,

bersahabat dengan praktikan, sehingga praktikan juga merasa senang dan harus

ditingkatkan lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Barbosa, E.F.G., dan Lamprela, I.M.S., 1985, Partial Molal Volume of Amines in
Benzene Spesific Interactions, Can. J. Chemistry (online), 64 (1986), 387-393,
(http://nrcresearchpress.com, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 21.45
WITA).

Brady, J.E., 1999, Kimia Universitas Asan dan Struktur, Edisi Kelima, Jilid Pertama,
Binarupa Aksara, Jakarta.

Buzatu, D., Buzatu, F.D., dan Sartorio, R., 2008, Partial Molar Volumes and
Diffusion Coefficients for Ternary System Water-Chloroform-Acetic Acid at
25 oC for Different Choices of Solvent, U.P.B. Sci. Bull Series A (online), 40
(4), 103-110, (http://scientificbulletin.upb.ro, diakses pada tanggal 18 Maret
2014 pukul 22.20 WITA).

Chen, C.T., Emmet, R.T., dan Millero, F.J., 1977, The Apparent Molal Volumes of
Aqueous Solution of NaCl, KCl, MgCl2, Na2SO4, dan MgSO4 from 0 to 1000
Bars at 0,25 dan 50 oC, Journal of Chemical and Engineering Data (online),
22 (2), 201-206, (http://mgac.nsysu.edu.tw, diakses pada tanggal 18 Maret 2014
pukul 22.10 WITA).

Dogra, S.K., dan Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, UI-Press, Jakarta.

Millero, F.J., 1970, The Apparent and Partial Molal Volume of Aqueous Sodium
Chloride Solutions at Various Temperatures,The Journal of Principal
Chemistry(online),74 (8), 356-362, (http://southalabama.edu, diakses pada
tanggal 18 Maret 2014 pukul 21.20 WITA).

Mulyono, 2006, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, Bumi Aksara, Jakarta.

Petrucci, R.H, 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta.

Sumangat, D., dan Hidayat T., 2008, Karakteristik Metil Ester Minyak Jarak Pagar
Hasil Proses Transferifikasi Satu dan Dua Tahap, J. Pascapanen (online), 3
(2), 18-26, (http://pascapanen.litbang.deptan.go.id, diakses pada tanggal 18
Maret 2014 pukul 22.05 WITA).

Taba, P., Kasim, A.H., dan Zakir, M., 2014, Penuntun Praktikum Kimia Fisika,
Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.
LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 17 Maret 2014

Asisten Praktikan

RYAN ANDHIKA RACHMA SURYA M


NIM. H311 11030 NIM. H311 12267
Lampiran 1. Bagan Kerja

NaCl 3M

- Diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 1,5 M; 0,75 M;


0,375 M dan 0,1875 M
- Ditimbang piknometer yang kosong dan bersih.
- Piknometer diisi dengan akuades dan ditutup rapat.
- Bagian luar piknometer dikeringkan.
- Piknometer ditimbang.
- Suhu akuades diukur dan dicatat.
- Isi piknometer kemudian diganti dengan larutan NaCl, mulai dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi yang paling tinggi yakni
berturut-turut larutan NaCl 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M; dan
3 M.

Data
Lampiran 2. Foto Percobaan

Gambar 1. Piknometer

Gambar 2. Larutan NaCl


Lampiran 3. Perhitungan Regresi Manual

Tabel Data
x (√m ) y (φ (cm3/mol)) x2 xy

1,8224 31,0923 3,32114176 56,66260752

1,2565 30,7927 1,57879225 38,69102755

0,8780 31,0349 0,770884 27,2486422

0,6172 31,2706 0,38093584 19,30021432

0,4352 32,4467 0,18939904 14,12080384

Σ 5,0093 156,6372 6,16951545 156,0233014

a
yx 2   x xy 
n x 2   x 
2

(156,6372)(6,16951545)  (5,0093)(156,0233014)

5(6,16951545)  (5,0093) 2

966,3756254  781,5675237

30,84757725  25,09308649

 32,0693

n xy   x y 


b
 
n x 2  x 
2

5(156,0233014)  (5,0093)(156,0233014)

5(6,16951545)  (5,00923) 2

780,616507  781,5675237

30,84757725  25,09308649

 0,9510167
  0,7405
5,75449076

y= bx + a = -0,7405x + 32,0693
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA

PERCOBAAN VI
PENENTUAN VOLUME MOLAL PARSIAL

NAMA : JUNIARTI PRATIWI SM


NIM : H311 12 269
KELOMPOK/ REGU : III (TIGA)/ VI
HARI/ TANGGAL PERCOBAAN : SENIN/ 7 APRIL 2014
ASISTEN : RYAN ANDHIKA

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

Anda mungkin juga menyukai