Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya
angka kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih
kurang. Hal itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal.
Radang atau infeksi pada alat-alat genitaldapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat
meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau
dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah salpingitis.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi tersebut.
Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan
menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlabatan wanita memeriksakan
dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam
penanganannya. Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory
Disease) adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur
dengan rahim). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara
seksuatif. Resiko tertama ditemukan pada wanita yang memakai IUD. Oleh karena itu
diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu peradangan pada alat genitalia wanita.
Dan pada makalah ini penulis membahas mengenai salpingitis.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembuatan makalah ini, mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan salpingitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui definisi, etiologi, factor resiko, patofisiolog salpingitis
b) Mengetahui penatalaksanaan salpingitis
c) Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien salpingitis

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI

Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi perpanjangan
dari uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertilitas pada
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan
menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi secara permanen sehingga sel telur yang
dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan sperma. Tanpa penanganan yang
cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi sehingga sel telur yang
dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa bertemu dengan sperma (Prawirohardjo,
2007).

Ada dua jenis dari salpingitis :

1. Salpingitis akut : pada salpingitis akut, tuba fallopi menjadi merah dan bengkak, dan
keluar cairan berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering menempel secara
menyeluruh. Tuba bisa juga menempel pada bagian intestinal yang terdekat.Kadang-
kadang tuba fallopi penuh dengan pus. Hal yang jarang terjadi, tuba rupture dan
menyebabkan infeksi yang sangat berbahaya pada kavum abdominal (Peritonitis).
2. Salpingitis Kronis : Biasa nyamengikuti gejala akut. Infeksi terjadi ringan, dalam
waktu yang panjang dan tidak menunjukan banyak tanda dan gejala (Prawirohardjo,
2007).

Salpingitis atau radang tuba fallopi merupakan bagian dari penyakit radang panggul
atau pelviksitis. Sejarah salpingitis (radang tuba fallopi) adalah yang tertinggi terkait
dengan relatif risiko ketidaksuburan. Kira-kira satu sampai tiga perempuan menunjukkan
hasil evaluasi ketidaksuburan yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala bahwa
masalah itu disebabkan berkenaan dgn kandungan atau tuba fallopi yang abnormal. Tuba
fallopi yang mengalami penyumbatan atau menjadi rusak dapat mengurangi kesuburan
dengan mencegah sperma mencapai telur atau mencegah telur mencapai rahim.

Ketidaksuburan pada tuba fallopi juga dapat timbul setelah terjadinya infeksi
keguguran, infeksi pada saat melahirkan anak, radang selaput perut atau operasi. Kemandulan
yang disebabkan oleh beberapa faktor-faktor ini sebagian dapat dicegah. Ketidaksuburan

2
pada tuba fallopi kadang-kadang dapat ditindak dengan melakukan operasi, tetapi jika hal ini
tidak memungkinkan, atau jika operasi ini gagal, IVF (In Vitro Fertilisation) atau program
bayi tabung mungkin merupakan sebuah solusi. Operasi tuba fallopi merupakan prosedur
yang melibatkan anestesi secara umum dan seringkali berlangsung selama beberapa jam.
Operasi biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop. Keberhasilan dari operasi sekitar
45% kalau masalahnya ada pada akhir saluran tuba, tetapi hanya 20-25% bila masalahnya
pada penyumbatan fimbrial di ujung saluran tuba fallopi, dekat dengan ovaries.

Salpingitis akut dapat segera didiagnosis jika semua tanda dan gejala objektif terdapat
dan sesuai. Tetapi, sejumlah keadaan lain dapat menyerupai keseluruhan atau sebagian
spektrum manifestasi yang biasa ditemui. Adalah kesalahan serius mendiagnosis selpingitis
pada wanita yang sebenarnya tidak menderitanya. Hal ini tidak hanya menempatkan wanita
pada regimen terapi antibiotik yang lama dengan resiko dan biayanya, terapi memperlambat
penemuan diagnosis yang sebenarnya dan penatalaksanaanya. Selain itu, dokter cenderung
menganggap tiap gangguan pelvis di masa mendatang disebabkan karena infeksi ini. Carilah
riwayat pemaparan penyakit menular seksual yang terjadi sekarang atau di masa lampau
terutama infeksi gonokokus atau klamidia, penyakit peradangan pelvis yang tercatat baik,
penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim atau infeksi pasca abortus atau pasca persalinan.

B. ETIOLOGI

Kondisi ini tidak diketahui, kemungkinan penyebabnya adalah karena seperti proses
pasca-inflamasi distorsi dan adenomiosis (Green, 1989). Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan nodul tersebar kelenjar epitel tuba dikelilingi oleh area - area muskularis
(Benjamin, 1989). Pada hysterosalpingography, diagnosis mungkin bingung dengan
endometriosis tuba, bagaimanapun, adanya epitel tuba yang melapisi kelenjar pada aturan
pemeriksaan histopatologi yang keluar adalah endometriosis (McComb, 1989). Majumdar
(1983) mengatakan hiperplasia endometrium kompleks terlihat pada kasus dapat yang
dikaitkan dengan pengobatan hormonal yang digunakan untuk infertilitas. Komplikasi
salpingitis isthmica nodosa adalah infertilitas dan berulang kehamilan ektopik dan
karenanya, salpingitis isthmica nodosa merupakan penyebab penting untuk
dikesampingkan dalam kasus tersebut (Chawla, 2009).

Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasanya


menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan steptococus. Selain itu

3
salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.
Selanjutnya biasa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (keroksn, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak
jauh seperti appendiks (Prawirohardjo, 2007).

C. TANDA DAN GEJALA

Ada pun tanda dan gejala dari salpingitis adalah :

1. Nyeri pada kedua sisi perut


2. Demam
3. Mual muntah
4. Kelainan pada vagina seperti perubahan warna yang tidak seperti orang normal atau
berbau.
5. Nyeri selama ovulasi.
6. Sering kencing
7. Lower back pain.
8. Disminorhoe
9. Nyeri Abdomen : nyeri andomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat
dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau
suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode
menstruasi. Keparahan meningkat secara bertahap setelah beberapa jam sampai
beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah,
dan semakin berat dengan adanya pergerakan.
10. Perdarahan pervaginam atau sekret vagina : perdarahan antar menstruasi atau
meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung
dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan – perubahan hormonal
yang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat disebabkan oleh servitis.
11. Gejala – gejala penyerta : menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea
dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering kencing
menunjukkan adanya keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri bahu atau nyeri
kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari peripheral gonokokus.

4
12. Riwayat menstruasi : menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya,
salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelima dari siklus
menstruasi.(Prawirohardjo, 2007).

D. PATOFISIOLOGI

Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasaya


menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan steptococus. Selain itu
salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.
Selanjutnya bias timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (keroksn, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak
jauh seperti appendiks.

Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba fallopi.
Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah satu tuba
fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis
disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.
Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore dan
kalmidia (Prawirohardjo, 2007).

salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan
pada tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bias membuahi sel telur. .
Radang tuba falopii dan radang ovarium biasanya biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab
itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu
kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga
bias dating dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah dari jaringan-jaringan di
sekitarnya.

E. KOMPLIKASI

Di antara sebab-sebab yang paling banyak terdapat ialah infeksi gonorea dan infeksi
puerperal dan post abortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh teberkulosis.

5
Selanjutnya bias timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak
jauh seperti appendiks.

Penanganan yang tidak serius, salpingitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi meliputi :

1. Kehamilan ektopik.
2. Infeksi yang terjadi didaerah terdekat dengan tuba fallopi, seperti ovarium atau uterus.
3. Infertilitas.
4. Menginfeksi orang yang diajak berhubungan seksual.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan umum
a) Suhu biasanya meningkat
b) Tekanan darah normal
c) Denyut nadi cepat
2. Pemeriksaan abdomen
a) Nyeri perut bawah
b) Nyeri lepas
c) Rigiditas otot
d) Bising usus menurun
e) Distensi abdomen
3. Pemeriksaan inspekulo

Tampak sekret purulen di ostium serviks

4. Pemeriksaan laboratorium

Leukosit cenderung meningkat.

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cermat untuk membantu membedakan


diantara beberapa keadaan yang berbeda yang diwakili oleh gambaran klinis. Tentukan
dengan pemeriksaan abdomen apakah terdapat tanda-tanda peritonitis, termasuk difans
muskular (infoluntary guarding), nyeri langsung, nyeri alih, dan nyeri lepas, tanda psoas
yang positif, dan nyeri pada sudut kostovertebral. Lakukan pemeriksaan pelvis yang
cermat dan hati-hati, termasuk pemeriksaan bimanual palpasi rektal dan vaginal, carilah

6
informasi untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan sifat proses penyakit, catatlah adanya
rasa sakit pada palpasi juga dengan menggerakkam serviks ke satu sisi atau sisi lainnya.
Tentukan adanya massa atau penebalan adneksa. Jika ditemukan massa dan
konfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi, pasien harus diperiksa untuk abses
tubo-ovarium dan ditangani dengan tepat.

Lakukan usaha untuk menunjukkan penyebab nyeri pelvis tentukan apakah polanya
rekuren, progresif dan berhubungan dengan menstruasi, misalnya, sebagai kemungkinan
tanda endometriosis, atau akut, intermiten dan disertai dengan nyeri pinggang dan disuria,
yang menggambarkan pielitis, atau urolitiasis. Mungkin sulit untuk membedakan
pielonefritis dari salpingitis karena dapat terjadi iritasi uriter jika tuba yang mengalami
inflamasi terletak (atau menempel) pada tepi posterior ligamentum latum dimana
menyilang uriter. Carilah penjelasan laboratories dengan melakukan sekurangnya hitung
darah lengkap, hitung diferensial, laju endap darah, dan urinalisis. Ingatlah bahwa
beberapa proses peradangan noninfeksius, seperti nekrosis jaringan avaskular yang
berhubungan dengan torsio atau infark adneksa, dapat menyebabkan efek sistemik yang
diketahui dari likositosis, pergeseran hitung diferensial, dan peningkatan laju endap
darah. Ingatlah juga bahwa petanda laboratorium untuk infeksi dapat timbul lebih lambat
pada kasus salpingitis; petanda tersebut dapat timbul beberapa jam setelah gejala klinis
(bahkan beberapa hari), sehingga memberikan banyak keraguan. Konsentrasi serum C-
protein fase akut seringkali sangat menolong dalam keadaan ini. Perubahan menstruasi,
tanda-tanda yang mengarahkan pada kehamilan, nyeri bahu, atau tenesmus memerlukan
pertimbangan yang serius adanya kehamilan ektopik. Lakukan tes kehamilan, lebih
disukai pengukuran human chronic gonadotropin (hCG) subunit-beta, dan pemeriksaan
ultrasonografi jelas diperlukan pada keadaan ini.

G. PENGOBATAN

Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotic (sesering


mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih sesuai dengan mikroorganismenya
yang menginfeksi. Pasangan yang diajak hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining
dan bila perlu dirawat, untuk mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan
seksual selama masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali.

7
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85% dari


kasus.
2. Perawatan di rumah sakit memberikan obat antibiotic melalui intravena (infuse).
3. Pembedahan dilakukan jika pengobatan dengan antibiotic menyebabkan terjadinya
resistan pada bakteri (Prawirohardjo, 2007).
4. Berobat jalan
Jika keadaan umum baik, tidak demam. Berikan antibiotic : Cefotaksitim 2 gr IM
atau amoksisilin 3 gr peroral atau ampisilin 3,5 per os atau prokain ampisilin G
dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat. Masing-masing disertai dengan
pemberian probenesid 1gr per os, diikuti dengan dekoksisiklin 100 mg per os dua
kali sehari selama 10-14 hari serta tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari
(dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan untuk ibu hamil).
5. Tirah baring
Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
6. Rawat inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.
Untuk menekan kerusakan permanen pada anatomi dan fungsi tuba, pasien dengan
salpingitis akut harus diterapi secepat mungkin dan agresif dengan regimen
antibiotika yang sesuai. Lakukan kultur terlebih dahulu, tetapi ketahuilah terdapat
korelasi yang buruk antara organisme yang ditemukan dari kultur serviks dan yang
terdapat serta aktif di dalam tuba. Salpingitis seringkali ditemukan berkaitan
dengan organisme polimikroba aerobik dan anaerobik, kemungkinan sebagai
patogen sekunder. Pemilihan antibiotik harus melihat hal tersebut. Diskusikan
kemungkinan masalah yang terjadi di masa mendatang seperti infertilitas,
kehamilan ektopik, nyeri pelvis kronis, rekurensi, dan pembentukan abses dengan
tujuan memberitahukan pasien bahwa ia sangat berperan mengenai keadaannya
dan prognosisnya. Dengan cara ini, pasien dapat melakukan tindakan untuk
menghindarkan infeksi ulang dan mengetahui serta sadar tentang kemungkinan
komplikasi.
Pasien yang menderita salpingitis periodik akhirnya akan timbul kerusakan juga
yang tidak dapat diperbaiki lagi dengan penutupan bagian distal dan
proksimalnya, sehingga menyebabkan hidrosalping, piosalping, atau abses tubo-
ovarium. Pasien perlu diberitahu mengenai keuntungan abstinensia seksual

8
sebagai cara untuk membantu mengoptimalkan penyembuhan atau penggunaan
kontrasepsi barier untuk menekan resiko infeksi ulang. Nyeri pelvis yang kronis
terutama jika disertai dengan piosalping rekuren, memerlukan intervensi bedah
untuk mengangkat organ yang rusak. Waktu yang terbaik untuk pembedahan
adalah saat proses inflamasi menghilang secara maksimal di antara rekurensi.

9
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SALPINGITIS
1. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Umum : suhu biasanya meningkat, sering sampai 1200 F atau 1030 F.
tekanan darah biasanya normal. Walaupun denyut nadi seringkali cepat. Pada saat
itu, pasien berjalan kedalam ruang gawat darurat dengan postur tubuh
membungkuk.
2) Pemeriksaan Abdomen : nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah. Nyeri
lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan distensi
merupakan tanda peradangan peritoneura. Nyeri tekan pada hepar dapat diamati
pada 30% pasien.
3) Pemeriksaan Pelvis : sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien merasa tidak
nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan speculum, sekret
purulen akan terlihat keluar dari ostium oretri. Serviks sangat nyeri bila
digerakkan. Uterus ukurannya normal, nyeri (terutama bila digerakkan) dan sering
terfiksir pada posisinya. Adneksa bilateral sangat nyeri. Masa definitis jarang
terpalpasi kecuali telah terbentuk piosalping atau abses tubaovarium
b. Tes laboratorium
1) Hitung darah lengkap dan apusan darah : hitung leukosit cenderung meningkat
dan dapat sampai 20.000 dengan penignkatan leukosit polimorfonuklear dan
peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan
hemokrit biasanya dalam batas – batas normal. Peningkatan kadarnya
berkaitan dengan dehidrasis.
2) Urinalisis biasanya normal
3) Data diagnosis tambahan yang dapat dilakukan
Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif
intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks ataupun
suatu AKDR sengan pasien dengan salpingitis simptomatok merupakan
penyokokng adanya infeksi neisseria yang memerlukan pengobatan. Biakan
bakteriologi diperlukan untuk identifikasi positif neisseria gonorrhoeae.
Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini
invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis
penyakit infeksi pelvis, bila antibiotic yang diberikan selama 48 jam tak
member respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif.

10
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat,
kesalahan interpretasi, tidak menganal sumber-sumber
2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau
distensi, efek-efek hormonal
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri pada proses infeksi
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan ketidaknyamanan
fisik
5) Cemas berhubungan dengan proses pengobatan

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


DIAGNOSA NOC NIC
Kurang NOC : NIC :
pengetahuan 1. Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
berhubungan process 1. Berikan penilaian tentang
dengan kurang 2. Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
pemajanan / Behavior tentang proses penyakit
mengingat, Kriteria Hasil : yang spesifik
kesalahan 1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
interpretasi, tidak menyatakan pemahaman penyakit dan bagaimana hal
menganal sumber- tentang penyakit, ini berhubungan dengan
sumber kondisi, prognosis dan anatomi dan fisiologi,
program pengobatan dengan cara yang tepat.
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan gejala
mampu melaksanakan yang biasa muncul pada
prosedur yang penyakit, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat
3. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit,
mampu menjelaskan dengan cara yang tepat
kembali apa yang 5. Identifikasi

11
1 2 3
dijelaskan perawat/tim kemungkinan penyebab,
kesehatan lainnya. dengna cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada


pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa
10. yang akan datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
11. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
12. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
13. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
14. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
15. Instruksikan pasien

12
1 2 3
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
Nyeri
NOC NIC
berhubungan
dengan trauma 1. Pain leel Pain managemen
mekanis, edema / 2. Pain control
pembesaran 1. Lakukan pengajian nyeri
3. Comfort level
jaringan atau secar komprehensip

distensi, efek-efek Kriteria hasil termasuk lokasi,

hormonal karakteristik, durasi,


1. Mampu mengontrol
frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab
faktor presipitasi
nyeri, mampu
2. Observasi reaksi
menggunakan teknik
nonverbal dari
nonfarmakologi untuk
ketidaknyaman
mengurangi nyeri,
3. Gunakan teknik
mencari bantuan)
komunikasi terapuetik
2. Melaporkan bahwa
untuk mengetahui
nyeri berkurang dengan
pengalaman nyeri pasien
menggunakan
4. Kaji kultur yang
manajemen nyeri
mempengaruhi respon
3. Mampu mengenali nyeri
nyeri
(skala, intensitas,
5. Evaluasi penglaman nyeri
frekuensi dan tanda
masa lampau
nyeri)
6. Evaluasi bersama pasien
4. Menyatakan rasa
dan tim kesehatan lain
nyaman setelah nyeri
tentang ketidakefektifan
berkurang
kontrol nyeri masa
lampau

13
1 2 3
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi dan non
farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang

14
1 2 3
18. manajemen nyeri

Analgesic administration

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tenukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
7. Pilih rute pemberian secar
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas

15
1 2 3
analgesik, tanda dan
gejala.
Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan dengan a. Energy concervation Activity terapy
nyeri pada proses b. Activity tolerance a. Kolaborasikan dengan
infeksi c. Self care : ADL tenaga rehabilitasi medik
Kriteria hasil: dalam merencanakan
a. Berpartisipasi dalam program terapi yang tepat
aktivitas fisik tanpa b. Bantu klien untuk
disertai peningkatan TD, mengidentifikasi aktivitas
nadi dan RR yang mampu dilakukan
b. Mampu melakukan c. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari- hari aktivitas konsisten yang
(ADLs) secara mandiri sesuai dengan
c. Tanda- tanda vital kemampuan fisik,
normal psikologi dan sosial
d. Energy psikomotor d. Bantu untuk
e. Level kelemahan mengidentifikasi dan
f. Mampu berpindah: mendapatkan sumber
dengan atau tanpa yang diperlukan untuk
bantuan alat aktivitas yang diinginkan
g. Status kardiopulonari e. Bantu untuk mendapatkan
adekuat alat bantuan aktivitas
h. Sirkulasi status baik seperti kursi roda, krek
i. Status respirasi: f. Bantu untuk
pertukaran gas dan mengidentifikasi aktivitas
ventilasi adekuat yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi

16
1 2 3
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguat
k. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual

NOC NIC
a. Activity tolerance Self care assistance: bathing/
b. Mobility: physical hygiene
impaired a. Pertimbangkan budaya
c. Self care defisit hygiene pasien ketika
d. Sensory perception, mempromosikan aktivitas
auditory distureb perawatan diri
Kriteria hasil b. Pertimbangkan usia
a. Perawatan diri ostomi: pasien ketika
tindakan pribadi untuk mempromosikan aktivitas
mempertahanan ostomi perawatan diri
untuk eliminasi c. Menentukan jumlah dan
b. Perawatan diri: aktivitas jebis bantuan yang
kehidupan sehari- hari dibutuhkan
(ADL) mampu untuk d. Tempat handuk, sabun,
melakukan aktivitas deodoran, alat pencukur
perawatan fisik dan dan aksesoris lainnya
pribadi secara mandiri yang dibutuhkan
atau dengan alat bantu disamping temat tidur
c. Perawatan diri mandi: atau dikamar mandi
mampu untuk e. Menyediakan artikel
membersihkan tubuh pribadi yang diinginkan

17
1 2 3
sendiri secara mandiri (misalnya deodoran, sikat
dengan atau tanpa alat gigi, sabun mandi, sampo,
bantu lotion, dan produk
d. Perawatan diri hygiene: aromatheraphy)
mampu untuk f. Menyediakan lingkungan
mempertahankan yang terapuetik dengan
kebersihan dan memastikan hangat,
penampilan yang rapi santai, pengalaman
secra mandiri dengan atau pribadi, dan personal
tanpa alat bantu g. Memfasilitasi gigi pasien
e. Perawatan diri hygiene menyikat, sesuai
oral: amampu untuk h. Memfasilitasi diri mandi
merawat mulut dan gigi pasien, sesuai
secara mandiri dengan i. Memantau pembersihan
atau tanpa alat bantu kuku, menurut
f. Mampu untuk kemampuan perawatan
mempetahankan mobilitas diri pasien
yang diperlukan untuk j. Memantau integritas kulit
kekamar mandi dan pasien
menyediakan k. Menjaga kebersihan ritual
perlengkapan mandi l. Memfasilitasi
g. Membersihkan dan pemeliharaan rutin yang
mengeringkan tubuh biasa pasien tidur, isyarat
h. Mengungkapkan secara sebelum tidur/ alat
verbal kepuasan tentang peraga, dan benda- benda
kebersihan tubuh dan asing (misalnya untuk
hygiene oral anak- anak, cerita,
selimut/ mainan goyang,
dot, atau favorit, untuk
orang dewasa sebuah
buku untuk membaca atau
bantal dari rumah)

18
1 2 3
m. Mendorong orang tua//
keluarga untuk
berpartisipasi dalam
kebiasaan tidur biasa
n. Memberikan bantuan
sampai pasien
sepenuhnya dapat
mengasumsikan
perawatan diri.

Cemas berhubungan NOC : NIC :


dengan proses 1. Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
pengobatan 2. Coping kecemasan)
Kriteria Hasil : 1. Gunakan pendekatan yang
1. Klien mampu menenangkan
mengidentifikasi dan 2. Nyatakan dengan jelas
mengungkapkan gejala harapan terhadap pelaku
cemas pasien Jelaskan semua
2. Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
mengungkapkan dan dirasakan selama prosedur
menunjukkan tehnik 3. Temani pasien untuk
untuk mengontol cemas memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
normal 4. Berikan informasi faktual
4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis,
wajah, bahasa tubuh dan tindakan prognosis
tingkat aktivitas 5. Dorong keluarga untuk
menunjukkan menemani anak
berkurangnya 6. Lakukan back / neck rub
kecemasan 7. Dengarkan dengan penuh
perhatian
8. Identifikasi tingkat
kecemasan

19
1 2 3
9. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Salphingitis adalah inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke
perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar. Yang disebabkan oleh
wanita dengan IUD asimptomatik, nyeri abdominal kuadran bawah, dispareunia,
perdarahan vagina abnormal, dan vaginal discharge.

Langkah pertama yang dilakukan ialah sediakan analgesic, bila pasien menggunaan
IUD maka harus dihentikan. Dengan catata pasien dapat mencegah kehamilan meski
tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari, dan segera rujuk ke bagian genitourinaria, untuk
pasien dengan riwayat STD agar menjalani skrining dan terapi untuk pasangan seksual
pasien.

B. SARAN

Kejadian salpingitis sangat menbahayakan bagi wanita karena dapat menyebabkan


kehamilan ektopik. Untuk itu diharapkan pada wanita untuk menjga kesehatan terutama
organ reproduksinya yang rentan terhadap kejadian infeksi dan melakukan pemeriksaan
secara dini kepada tenaga kesehatan agar apabila terjadi infeksi terutama salpingitis dapat
segera diatasi.

Tenaga kesehatan berupaya untuk memberikan penyuluhan atau pendidikan


khususnya kesehatan reproduksi pada wanita dan pemerintah mampu memberikan
kebijakan – kebijakan yang mendukung terhadap pemeliharaan kesehatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hanifa, Winkosastro. 2002. Ilmu Kebidanan YBP-SP Edisi ketiga cetakan ke enam. Jakarta :
FKUI

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Nurarif, AH & Hardhi, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC- NOC. Yogjakarta: Mediaction

http://www.best-home-remedies.com/popular/salpingitis.htm

22

Anda mungkin juga menyukai