Salpingitis
Salpingitis
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya
angka kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih
kurang. Hal itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal.
Radang atau infeksi pada alat-alat genitaldapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat
meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau
dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah salpingitis.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi tersebut.
Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan
menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlabatan wanita memeriksakan
dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam
penanganannya. Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory
Disease) adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur
dengan rahim). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara
seksuatif. Resiko tertama ditemukan pada wanita yang memakai IUD. Oleh karena itu
diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu peradangan pada alat genitalia wanita.
Dan pada makalah ini penulis membahas mengenai salpingitis.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembuatan makalah ini, mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan salpingitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui definisi, etiologi, factor resiko, patofisiolog salpingitis
b) Mengetahui penatalaksanaan salpingitis
c) Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien salpingitis
1
BAB II
PEMBAHASAN
I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi perpanjangan
dari uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertilitas pada
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan
menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi secara permanen sehingga sel telur yang
dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan sperma. Tanpa penanganan yang
cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi sehingga sel telur yang
dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa bertemu dengan sperma (Prawirohardjo,
2007).
1. Salpingitis akut : pada salpingitis akut, tuba fallopi menjadi merah dan bengkak, dan
keluar cairan berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering menempel secara
menyeluruh. Tuba bisa juga menempel pada bagian intestinal yang terdekat.Kadang-
kadang tuba fallopi penuh dengan pus. Hal yang jarang terjadi, tuba rupture dan
menyebabkan infeksi yang sangat berbahaya pada kavum abdominal (Peritonitis).
2. Salpingitis Kronis : Biasa nyamengikuti gejala akut. Infeksi terjadi ringan, dalam
waktu yang panjang dan tidak menunjukan banyak tanda dan gejala (Prawirohardjo,
2007).
Salpingitis atau radang tuba fallopi merupakan bagian dari penyakit radang panggul
atau pelviksitis. Sejarah salpingitis (radang tuba fallopi) adalah yang tertinggi terkait
dengan relatif risiko ketidaksuburan. Kira-kira satu sampai tiga perempuan menunjukkan
hasil evaluasi ketidaksuburan yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala bahwa
masalah itu disebabkan berkenaan dgn kandungan atau tuba fallopi yang abnormal. Tuba
fallopi yang mengalami penyumbatan atau menjadi rusak dapat mengurangi kesuburan
dengan mencegah sperma mencapai telur atau mencegah telur mencapai rahim.
Ketidaksuburan pada tuba fallopi juga dapat timbul setelah terjadinya infeksi
keguguran, infeksi pada saat melahirkan anak, radang selaput perut atau operasi. Kemandulan
yang disebabkan oleh beberapa faktor-faktor ini sebagian dapat dicegah. Ketidaksuburan
2
pada tuba fallopi kadang-kadang dapat ditindak dengan melakukan operasi, tetapi jika hal ini
tidak memungkinkan, atau jika operasi ini gagal, IVF (In Vitro Fertilisation) atau program
bayi tabung mungkin merupakan sebuah solusi. Operasi tuba fallopi merupakan prosedur
yang melibatkan anestesi secara umum dan seringkali berlangsung selama beberapa jam.
Operasi biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop. Keberhasilan dari operasi sekitar
45% kalau masalahnya ada pada akhir saluran tuba, tetapi hanya 20-25% bila masalahnya
pada penyumbatan fimbrial di ujung saluran tuba fallopi, dekat dengan ovaries.
Salpingitis akut dapat segera didiagnosis jika semua tanda dan gejala objektif terdapat
dan sesuai. Tetapi, sejumlah keadaan lain dapat menyerupai keseluruhan atau sebagian
spektrum manifestasi yang biasa ditemui. Adalah kesalahan serius mendiagnosis selpingitis
pada wanita yang sebenarnya tidak menderitanya. Hal ini tidak hanya menempatkan wanita
pada regimen terapi antibiotik yang lama dengan resiko dan biayanya, terapi memperlambat
penemuan diagnosis yang sebenarnya dan penatalaksanaanya. Selain itu, dokter cenderung
menganggap tiap gangguan pelvis di masa mendatang disebabkan karena infeksi ini. Carilah
riwayat pemaparan penyakit menular seksual yang terjadi sekarang atau di masa lampau
terutama infeksi gonokokus atau klamidia, penyakit peradangan pelvis yang tercatat baik,
penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim atau infeksi pasca abortus atau pasca persalinan.
B. ETIOLOGI
Kondisi ini tidak diketahui, kemungkinan penyebabnya adalah karena seperti proses
pasca-inflamasi distorsi dan adenomiosis (Green, 1989). Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan nodul tersebar kelenjar epitel tuba dikelilingi oleh area - area muskularis
(Benjamin, 1989). Pada hysterosalpingography, diagnosis mungkin bingung dengan
endometriosis tuba, bagaimanapun, adanya epitel tuba yang melapisi kelenjar pada aturan
pemeriksaan histopatologi yang keluar adalah endometriosis (McComb, 1989). Majumdar
(1983) mengatakan hiperplasia endometrium kompleks terlihat pada kasus dapat yang
dikaitkan dengan pengobatan hormonal yang digunakan untuk infertilitas. Komplikasi
salpingitis isthmica nodosa adalah infertilitas dan berulang kehamilan ektopik dan
karenanya, salpingitis isthmica nodosa merupakan penyebab penting untuk
dikesampingkan dalam kasus tersebut (Chawla, 2009).
3
salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.
Selanjutnya biasa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (keroksn, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak
jauh seperti appendiks (Prawirohardjo, 2007).
4
12. Riwayat menstruasi : menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya,
salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelima dari siklus
menstruasi.(Prawirohardjo, 2007).
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba fallopi.
Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah satu tuba
fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis
disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.
Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore dan
kalmidia (Prawirohardjo, 2007).
salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan
pada tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bias membuahi sel telur. .
Radang tuba falopii dan radang ovarium biasanya biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab
itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu
kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga
bias dating dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah dari jaringan-jaringan di
sekitarnya.
E. KOMPLIKASI
Di antara sebab-sebab yang paling banyak terdapat ialah infeksi gonorea dan infeksi
puerperal dan post abortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh teberkulosis.
5
Selanjutnya bias timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak
jauh seperti appendiks.
Penanganan yang tidak serius, salpingitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi meliputi :
1. Kehamilan ektopik.
2. Infeksi yang terjadi didaerah terdekat dengan tuba fallopi, seperti ovarium atau uterus.
3. Infertilitas.
4. Menginfeksi orang yang diajak berhubungan seksual.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan umum
a) Suhu biasanya meningkat
b) Tekanan darah normal
c) Denyut nadi cepat
2. Pemeriksaan abdomen
a) Nyeri perut bawah
b) Nyeri lepas
c) Rigiditas otot
d) Bising usus menurun
e) Distensi abdomen
3. Pemeriksaan inspekulo
4. Pemeriksaan laboratorium
6
informasi untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan sifat proses penyakit, catatlah adanya
rasa sakit pada palpasi juga dengan menggerakkam serviks ke satu sisi atau sisi lainnya.
Tentukan adanya massa atau penebalan adneksa. Jika ditemukan massa dan
konfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi, pasien harus diperiksa untuk abses
tubo-ovarium dan ditangani dengan tepat.
Lakukan usaha untuk menunjukkan penyebab nyeri pelvis tentukan apakah polanya
rekuren, progresif dan berhubungan dengan menstruasi, misalnya, sebagai kemungkinan
tanda endometriosis, atau akut, intermiten dan disertai dengan nyeri pinggang dan disuria,
yang menggambarkan pielitis, atau urolitiasis. Mungkin sulit untuk membedakan
pielonefritis dari salpingitis karena dapat terjadi iritasi uriter jika tuba yang mengalami
inflamasi terletak (atau menempel) pada tepi posterior ligamentum latum dimana
menyilang uriter. Carilah penjelasan laboratories dengan melakukan sekurangnya hitung
darah lengkap, hitung diferensial, laju endap darah, dan urinalisis. Ingatlah bahwa
beberapa proses peradangan noninfeksius, seperti nekrosis jaringan avaskular yang
berhubungan dengan torsio atau infark adneksa, dapat menyebabkan efek sistemik yang
diketahui dari likositosis, pergeseran hitung diferensial, dan peningkatan laju endap
darah. Ingatlah juga bahwa petanda laboratorium untuk infeksi dapat timbul lebih lambat
pada kasus salpingitis; petanda tersebut dapat timbul beberapa jam setelah gejala klinis
(bahkan beberapa hari), sehingga memberikan banyak keraguan. Konsentrasi serum C-
protein fase akut seringkali sangat menolong dalam keadaan ini. Perubahan menstruasi,
tanda-tanda yang mengarahkan pada kehamilan, nyeri bahu, atau tenesmus memerlukan
pertimbangan yang serius adanya kehamilan ektopik. Lakukan tes kehamilan, lebih
disukai pengukuran human chronic gonadotropin (hCG) subunit-beta, dan pemeriksaan
ultrasonografi jelas diperlukan pada keadaan ini.
G. PENGOBATAN
7
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
8
sebagai cara untuk membantu mengoptimalkan penyembuhan atau penggunaan
kontrasepsi barier untuk menekan resiko infeksi ulang. Nyeri pelvis yang kronis
terutama jika disertai dengan piosalping rekuren, memerlukan intervensi bedah
untuk mengangkat organ yang rusak. Waktu yang terbaik untuk pembedahan
adalah saat proses inflamasi menghilang secara maksimal di antara rekurensi.
9
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SALPINGITIS
1. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Umum : suhu biasanya meningkat, sering sampai 1200 F atau 1030 F.
tekanan darah biasanya normal. Walaupun denyut nadi seringkali cepat. Pada saat
itu, pasien berjalan kedalam ruang gawat darurat dengan postur tubuh
membungkuk.
2) Pemeriksaan Abdomen : nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah. Nyeri
lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan distensi
merupakan tanda peradangan peritoneura. Nyeri tekan pada hepar dapat diamati
pada 30% pasien.
3) Pemeriksaan Pelvis : sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien merasa tidak
nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan speculum, sekret
purulen akan terlihat keluar dari ostium oretri. Serviks sangat nyeri bila
digerakkan. Uterus ukurannya normal, nyeri (terutama bila digerakkan) dan sering
terfiksir pada posisinya. Adneksa bilateral sangat nyeri. Masa definitis jarang
terpalpasi kecuali telah terbentuk piosalping atau abses tubaovarium
b. Tes laboratorium
1) Hitung darah lengkap dan apusan darah : hitung leukosit cenderung meningkat
dan dapat sampai 20.000 dengan penignkatan leukosit polimorfonuklear dan
peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan
hemokrit biasanya dalam batas – batas normal. Peningkatan kadarnya
berkaitan dengan dehidrasis.
2) Urinalisis biasanya normal
3) Data diagnosis tambahan yang dapat dilakukan
Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif
intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks ataupun
suatu AKDR sengan pasien dengan salpingitis simptomatok merupakan
penyokokng adanya infeksi neisseria yang memerlukan pengobatan. Biakan
bakteriologi diperlukan untuk identifikasi positif neisseria gonorrhoeae.
Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini
invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis
penyakit infeksi pelvis, bila antibiotic yang diberikan selama 48 jam tak
member respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif.
10
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat,
kesalahan interpretasi, tidak menganal sumber-sumber
2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau
distensi, efek-efek hormonal
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri pada proses infeksi
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan ketidaknyamanan
fisik
5) Cemas berhubungan dengan proses pengobatan
11
1 2 3
dijelaskan perawat/tim kemungkinan penyebab,
kesehatan lainnya. dengna cara yang tepat
12
1 2 3
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
Nyeri
NOC NIC
berhubungan
dengan trauma 1. Pain leel Pain managemen
mekanis, edema / 2. Pain control
pembesaran 1. Lakukan pengajian nyeri
3. Comfort level
jaringan atau secar komprehensip
13
1 2 3
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi dan non
farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
14
1 2 3
18. manajemen nyeri
Analgesic administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tenukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
7. Pilih rute pemberian secar
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
15
1 2 3
analgesik, tanda dan
gejala.
Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan dengan a. Energy concervation Activity terapy
nyeri pada proses b. Activity tolerance a. Kolaborasikan dengan
infeksi c. Self care : ADL tenaga rehabilitasi medik
Kriteria hasil: dalam merencanakan
a. Berpartisipasi dalam program terapi yang tepat
aktivitas fisik tanpa b. Bantu klien untuk
disertai peningkatan TD, mengidentifikasi aktivitas
nadi dan RR yang mampu dilakukan
b. Mampu melakukan c. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari- hari aktivitas konsisten yang
(ADLs) secara mandiri sesuai dengan
c. Tanda- tanda vital kemampuan fisik,
normal psikologi dan sosial
d. Energy psikomotor d. Bantu untuk
e. Level kelemahan mengidentifikasi dan
f. Mampu berpindah: mendapatkan sumber
dengan atau tanpa yang diperlukan untuk
bantuan alat aktivitas yang diinginkan
g. Status kardiopulonari e. Bantu untuk mendapatkan
adekuat alat bantuan aktivitas
h. Sirkulasi status baik seperti kursi roda, krek
i. Status respirasi: f. Bantu untuk
pertukaran gas dan mengidentifikasi aktivitas
ventilasi adekuat yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
16
1 2 3
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguat
k. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
NOC NIC
a. Activity tolerance Self care assistance: bathing/
b. Mobility: physical hygiene
impaired a. Pertimbangkan budaya
c. Self care defisit hygiene pasien ketika
d. Sensory perception, mempromosikan aktivitas
auditory distureb perawatan diri
Kriteria hasil b. Pertimbangkan usia
a. Perawatan diri ostomi: pasien ketika
tindakan pribadi untuk mempromosikan aktivitas
mempertahanan ostomi perawatan diri
untuk eliminasi c. Menentukan jumlah dan
b. Perawatan diri: aktivitas jebis bantuan yang
kehidupan sehari- hari dibutuhkan
(ADL) mampu untuk d. Tempat handuk, sabun,
melakukan aktivitas deodoran, alat pencukur
perawatan fisik dan dan aksesoris lainnya
pribadi secara mandiri yang dibutuhkan
atau dengan alat bantu disamping temat tidur
c. Perawatan diri mandi: atau dikamar mandi
mampu untuk e. Menyediakan artikel
membersihkan tubuh pribadi yang diinginkan
17
1 2 3
sendiri secara mandiri (misalnya deodoran, sikat
dengan atau tanpa alat gigi, sabun mandi, sampo,
bantu lotion, dan produk
d. Perawatan diri hygiene: aromatheraphy)
mampu untuk f. Menyediakan lingkungan
mempertahankan yang terapuetik dengan
kebersihan dan memastikan hangat,
penampilan yang rapi santai, pengalaman
secra mandiri dengan atau pribadi, dan personal
tanpa alat bantu g. Memfasilitasi gigi pasien
e. Perawatan diri hygiene menyikat, sesuai
oral: amampu untuk h. Memfasilitasi diri mandi
merawat mulut dan gigi pasien, sesuai
secara mandiri dengan i. Memantau pembersihan
atau tanpa alat bantu kuku, menurut
f. Mampu untuk kemampuan perawatan
mempetahankan mobilitas diri pasien
yang diperlukan untuk j. Memantau integritas kulit
kekamar mandi dan pasien
menyediakan k. Menjaga kebersihan ritual
perlengkapan mandi l. Memfasilitasi
g. Membersihkan dan pemeliharaan rutin yang
mengeringkan tubuh biasa pasien tidur, isyarat
h. Mengungkapkan secara sebelum tidur/ alat
verbal kepuasan tentang peraga, dan benda- benda
kebersihan tubuh dan asing (misalnya untuk
hygiene oral anak- anak, cerita,
selimut/ mainan goyang,
dot, atau favorit, untuk
orang dewasa sebuah
buku untuk membaca atau
bantal dari rumah)
18
1 2 3
m. Mendorong orang tua//
keluarga untuk
berpartisipasi dalam
kebiasaan tidur biasa
n. Memberikan bantuan
sampai pasien
sepenuhnya dapat
mengasumsikan
perawatan diri.
19
1 2 3
9. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Salphingitis adalah inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke
perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar. Yang disebabkan oleh
wanita dengan IUD asimptomatik, nyeri abdominal kuadran bawah, dispareunia,
perdarahan vagina abnormal, dan vaginal discharge.
Langkah pertama yang dilakukan ialah sediakan analgesic, bila pasien menggunaan
IUD maka harus dihentikan. Dengan catata pasien dapat mencegah kehamilan meski
tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari, dan segera rujuk ke bagian genitourinaria, untuk
pasien dengan riwayat STD agar menjalani skrining dan terapi untuk pasangan seksual
pasien.
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Hanifa, Winkosastro. 2002. Ilmu Kebidanan YBP-SP Edisi ketiga cetakan ke enam. Jakarta :
FKUI
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Nurarif, AH & Hardhi, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC- NOC. Yogjakarta: Mediaction
http://www.best-home-remedies.com/popular/salpingitis.htm
22