Uts Mata Kuliah Landasan Pedagogik 2018
Uts Mata Kuliah Landasan Pedagogik 2018
Dosen :
Oleh:
BANDUNG
2018
1. Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang otonom, Pedagogik memiliki
landasan ontologi (objek), landasan epistemology (metode), dan landasan
aksiologi (nilai atau manfaat). Pedagogik juga tidak terlepas dari sumbangan
disiplin ilmu pengetahuan lainnya.
a. Objek, Metode dan Nilai/Manfaat Pedagogik
Kajian Objek Pedagogik :
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) Pedagogy is the study of the
problem to guide children towards a specific purpose, namely that he was later
able to independently accomplish the task of his life. Pedagogic is the science
education of children (Bowwer, 2008). Sedangkan menurut Suwarno istilah
pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut
kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Adapun Al Ghazali (1990) dalam
kitabnya Ihya Ulumudin mengatakan bahwa Pendidikan adalah proses yang
bertujuan untuk mendekaktan diri kepada sang pencipta. Dapat disimpulkan bahwa
ilmu pedagogik adalah ilmu tentang dasar-dasar mendidik yang sistematis, kritis
dan obyektif yang bertujuan untuk menjadikan manusia mandiri dan mampu
menyelesaikan masalah hidupnya juga dapat mendekatkan diri kepada sang
pencipta.
Objek ilmu pedagogik dibedakan menjadi dua yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah seseuatu yang dipelajari dalam wujud materinya,
sedangkan objek formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek
material yang dipelajari oleh suatu ilmu.
Kajian Epistemologi Pedagogik (Medote)
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan agar terciptanya ilmu
pendidikan yang berkembang dan produktif. Inti dasar epistemologis adalah bahwa
dalam menjelaskaan objek formalnya, ilmu pendidikan tidak hanya
mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada teori dan ilmu pendidikan
sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika
sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunkan pendekatan kuantitatif atau pun
eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Sehingga untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan perlu dilakukan eksperiment dan observasi diantaranya:
Isomeristik – penggabungan berbagai disiplin menjadi kebulatan tersendiri
Sistematik – berurutan, terencana & terarah
Sinergistik – berdaya lipat/nilai tambah
Sistemik – menyeluruh/komprehensif
Inovatif – pembaharuan apa yang ada
Integratif – terjalin dalam suatu sistem & tidak terpisahkan
Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara
korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis
(Randall & Buchler, dalam Saridewi 2010).
b. Manusia adalah sebagai: (a) mahluk pendidikan, (b) dunia manusia adalah
dunia terbuka, (c) manusia adalah makhluk yang belum selesai, (d) manusia
adalah mahluk yang mampu bereksistensi, (e) manusia adalah mahluk
religius
b. Persamaan dan Perbedaan Tokoh Pendidikan R.D Dewi Sartika, Moh. Syafei, Ibnu Khaldun, dan John Dewey.
Tokoh Persamaan Perbedaan
R.D Dewi Sartika Persamaan antara ke empat tokoh ini adalah : Beliau lebih mengutamakan pendidikan pada
1. sikap mereka yang reaktif (kritis) terhadap perempuan yang pada masanya dipandang rendah dan
pola-pola pendidikan pada masa mereka tidak patut untuk mendapat pendidikan yang layak
Moh. Syafei masing-masing. pendidikan yang dikembangkannya adalah bahan-bahan
2. Persamaan itu diantaranya adalah yang dapat mengembangkan pikiran, perasaan, dan
penempatan pengalaman sebagai salah keterampilan yang dikenal dengan istilah 3 H (Head,
sumber dari pengetahuan. Heart and Hand).
Ibnu Khaldun Ibn Khaldūn beranjak dari sikap keagamaan, yakni
berdasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam yaitu: al-
Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Pemikirannya juga
dipengaruhi oleh para filosof Yunani seperti Plato,
Aristoteles dan lain-lainya. Jadi, dasar pendidikannya
bersifat teosentris, dimana di dalamnya menganut asas-
asas teologis.
John Dewey dasar pendidikan John Dewey bersumber pada
pemikiran rasional dan empiris, yakni filsafat
pragmatisme serta beberapa pemikiran dari para tokoh
filosof sebelumnya dan lainnya yang ada pada saat itu.
Dasar ini bersifat antroposentris, dimana
menggantungkan segala sesuatu
pada kekuatan manusia an sich, tanpa dikaitkan dengan
kemahakuasaan Tuhan.
a. Dasar pendidikan yang dikembangkannya adalah kemasyarakatan ,keaktifan,kepraktisan serta berpikir logis dan rasional.Mendidik
anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh,menjadi anak yang berwatak baik dan mandiri.Dalam pelajaran
anak diperlakukan sebagai subyek bukan obyek.Guru berperan sebagai manajer belajar menciptakan situasi agar siswa aktif
berbuat
DAFTAR PUSTAKA
(https://www.selasar.com/jurnal/33811/Pendidikan-Sebagai-Humanisasi ; diakses pada 6/11/2018, 07.30 WIB)
Sutarno. 2007. Pendidikan Multikultural. Kalimantan Selatan: Dinas Pendidikan dan FKIP Unlam.
Yaqin, Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar
Media.
Bahan Belajar Mandiri Landasan Filosis Pendidikan, file UPI direktori
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/195009081981011-Y._SUYITNO/TOKOH-
TOKOH_PENDIDIKAN_DUNIA.pdf ; diakses pada 6/11/2018, 07.30 WIB)
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/195009081981011-Y._SUYITNO/BUKU_PEDAGOGIK.pdf ; diakses pada
6/11/2018, 07.30 WIB)
(http://repository.ut.ac.id/4028/1/MKDK4001-M1.pdf ; diakses pada 6/11/2018, 07.30 WIB)
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/198111092005011-
SAEPUL_ANWAR/Artikel%2C_dll/KONSEP_PENDIDIKAN_IBNU_KHALDUN.pdf ; diakses pada 6/11/2018, 07.30 WIB)
Saiful, Akbar T. 2015. Manusia dan Pendidikan Menurut Pemikiran Ibn Khaldun dan John Dewey. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. VOL.
15, NO. 2, 222-243