Anda di halaman 1dari 30

Modul 1 Blok 19 – Otitis

Media Akut
By : Kiansantang
ANATOMI TELINGA

Telinga terdiri dari

 Auris externa
 Auris media
 Auris interna

Auris externa

 Terdiri atas :
o Auricula
o Meatus acusticus externa
o Membrana tympanica
 Auricula  tersusun atas cartilage elastic yang ditutupi kulit tipis dengan beberapa
depresi dan elevasi
o Lobulus auricular tersusun oleh jaringan ikat, lemak dan pembuluh darah
o Suplai darah auricula berasal dari:
 A. auricularis posterior
 A. temporalis superficialis
o Nervi cutanei utama untuk auricular:
 N. auricularis magnus
 N. auriculotemporalis

1|Page
 Meatus acusticus externus
o Berada dalam pars tympanica os temporale
o Saluran berbentuk S-shaped mulai dari concha ke arah membrana tympani
sepanjang 2-3cm pada orang dewasa.
o 1/3 bagian latralis disusun oleh cartilage yang ditutupi dengan kulit
o 2/3 bagian medial disusun oleh tulang yang ditutupi kulit yang berlanjut dengan
lapisan eksternal membrane tympanica
o Terdapat rambut, glandula sebasea dan glandula ceruminosa yang
menghasilkan sekret serumen yang bersifat bakterisid.

2|Page
 Membrana tympanica
o Membranan semitransparan yang tipis, berdiameter 1cm
o Sekat antara meatus acusticus ekterna dan cavitas tympani
o Dilapisi oleh kulit tipis dibagian luar dan membrana mucosa di sebelah dalam.
o Pada otoskop
 Membrana tympanica tampak konkaf dengan depresi sentral dangkal
dan puncak yang disebut umbo
 Aksis sentral membrana tympanica tegak lurus melalui umbo, berjalan
ke anterior, inferior, dan larteral
 Superior terhadap prosesus lateralis malleus, membrane tipisi dan
disebut pars flaccida
 Bagian lain disebut pars tensa  mengandung serabut radial dan
sirkular
o Permukaan eksternal dipersyarafi  N.auriculotemporalis (cabang N.V3 ) dan
cabang auricular dari N.Vagus (N.X)
o Permukaan internal dipersyarafi  N.IX

3|Page
Auris Media

 Terdiri dari
o Cavitas tympani
o Tuba auditiva
 Cavitas Tympani
o Ruang sempit berisi udara di dalamam pars petrosa os temporale
o Terdiri atas dua bagian:
 Cavitas tympani propia
 Recessus epitympanicus
o Berhubungan dengan nasopharynx di antero medial melalui tuba auditiva dan
di posterior dengan cellulale mastoideae melalui antrum mastoideum
o Auris media berisi:
 Ossicula auditus (stapes, incus, dan malleus)
 M. tensoer tympani
 M. stapedius
 Chorda tympani
 Plexus nervosus tympanicus

4|Page
o Cavitas tympani mempunyai enam dinding:
 Paries tegmentalis (atap)
 Dibentuk oleh tegmen tympani
 Memisahkan cavitas tympani dari duramater pada fossa cranii
media
 Paries jugularis ( dasar)
 Dibentuk oleh lapisan tulang yang memisahkan cavitas tympani
dari bulbus recessus epitympanicus
 Paries membranaceus (lateral)
 Dibentuk oleh membrane tympanica disuperior dibentuk oleh
dindinrecessus epitympanicus
 Paries labyrinthicus (medial)
 Memsiahkan cavitas tympani dari auris interna
 Didapatkan promotorium, fenestra vestibule dan fenestra
cochlea
 Paires mastoideus (posterior)
 Dengan lubang pada bagian superiornya, yakni aditus ad
antrum mastoideum.
 Canalis nervi facialis berjalan turun di antara dinding posterior
dan antrum, di dinding sebelah medialis aditus
 Paires caroticus (anterior)
 Memisahkan cavitas tympani dan canalis caroticus
 Di superior didapatkan ostium tympanicum tubae auditivae dan
semi canalis musculi tensoris tympani

5|Page
o Antrum mastoideum  cavitas dalam processus mastoideus
o Antrum terpisah dari fossa cranii media oleh tegmen tympani

6|Page
o Cellulae mastoidae membuka ke antrum mastoideum; antrum dan cellulae
mastoideae dilapisi membrane mucosa yang berlanjut ke auris media
o Di anteroinferior, antrum berhubungan dengan canalis nervi facialis

 Tuba Auditiva (tuba auditoria; pharyingotympanic tube, Eustachian tube)


o Menghubungkan dinding anterior auris media dengan dinding lateralis
nasopharynx, kira-kira setinggi concha nasalis inferior, panjang ±35 mm
o 1/3 posterolateralis dibentuk oleh tulang
o 2/3 sisanya dibentuk oelh cartilage dengan gambaran torus tubarius, suatu
tonjolan dibagian ujung yang membuka ke arah nasopharynx
o Tuba uditiva terbuka oleh kontraksi  m.levator veli palatine dan m.
salpingopharyngeus

7|Page
Auris Interna

 Mengandung organum vestibulocochleare dan terdiri atas:


o Labyrinthus osseus  serangkaian cavitas (coclea, vestibulum, dan canals
semicirucales) yang terdapat dalam otic capsule dari pars petrosal os temporale.
o Otic capsule dibentuk oleh tulang yang berisi ebih padar dibandingkan bagian
lain pars petrosal os temporale. Labyrintuhs osseus adalah ruang berisi cairan
yang dikelilingi oleh otic capsule
o Labyrinthus membranaceus
 Terdiri atas:
 Labyrinthus cochlearis : ductus cochlearis dalam cochlea
 abyrinthus vestibularis: utriculus dan sacculus di dalam
vestibulum
 Tiga ductus semicularis dalam tiga canalis semicularis

8|Page
FISIOLOGI PENDENGARAN

Fungsi bagian telinga

 Daun telinga
o Menampung, memantulkan, dan menguatkan suara
 Meatus acusticus externus
o Menyalurkan getaran
 Membrana timpani
o Menerima getaran
 Tulang pendengaran
o Pengungkit
 Tuba eustachii
o Cillia untuk mengeluarkan benda asing ke nasofaring
o Penyesuain tekanan
 Organo corti
o Serabut basilaris untuk bergetar
 Membaran basillaris
o Membankitkan implus saraf

Pendengaran

 Definisi
o Bagian dari sensori khusus yang berfungsi menerima dan
menginterpretasikan gelombang suara yang diterima
 Dapat melalui
o Hantaran udara (air conduction)
o Hantaran tulang (bone conduction)
 Suara dapat didengar karena adanya variasi tekanan udara.
 Saat suatu objek bergerak, akan terjadi tekanan terhadap udara di depannya
(tekanan meningkat)

9|Page
 Sedangkan udara di belakangnya menjadi lebih rendah tekanannya.
 V = 343 m/s

Karakteristik gelombang suara

 Nada (tone / pitch)


o Ex : C or G note
o Ditentukan oleh frekuensi
o Frekuensi ↑  Pitch ↑
o Manusia  20 – 20.000 Hz (Paling sensitive 1000 – 4000 Hz)

 Intensitas (loudness)
o Ditentukan berdasarkan amplitude
o the pressure differences between a high-pressure region of compression and a
low-pressure region of rarefaction.
o Di hitung dalam Decibles (dB)
o Amplitude ↑  intensitas ↑

 Timbre ( Quality)
o Bergantung pada overtone
o Ex : a C note on a trumpet sounds different from C on a piano
o Dikarenakan Timbre kita dapat membedakan suara pacar atau mantan

10 | P a g e
Daya pendengaran

 Telinga manusia dapat menangkap getaran yang mempunyai frekuensu antara 16-
20.000Hz. Bila nada-nada teletak antara 100-1000 Hz, maka telinga dapat membedakan
perbedaan frekuensi 1Hzper detik, tetapi pada frekuensi 300Hz telinga dapat
membedakan 10Hz perdetik, bila nadadengan frekuensi 400Hz perdetik makan dapat
membedakan 40Hz perdetik
 Telinga akan sangat peka pada frekuensi ± 2048 Hz
 Kekuatan suara dinyatakan dalam BEL, bila nada A mempunyai kekuatan x dyne
sedangankan nada B mempunyai kekuatan 10x dyne maka perbedaan kekuatan antara
nada A dan B adalah 1 BEL tetapi karena BEL terlalu besar maka digunakan decibel (1/10
BEL)
 Bila suatu nada mempunyai frekuensi kurang dari 1.000 Hz, untuk mengenal nada
tersebut, kita memerlukan waktu, waktu tersbut disebut  utilization time
 Pada nada yang mempunyai frekuensi 1.048Hz dengan kekuatan 60dB mempunyai
utilization time 0,1 detik

Proses pendengaran

 Telinga merupakan organ yang dapat menerima getaran dari alat atau benda yang
bergetar. Haltersbut dapat terjadi dengan bantuan medium udara,cair, atau padat.
 Getaran diterima oleh daun telinga, kemudian dihantarkan melalui liang telinga dan
selanjutnya diterima oleh membrane tympanica. Membrana tympanica ikut bergetar
yang selanjutnya getaran diteruskan ke tulang-tulang pendengaran di telinga tengah
 Getaran diterima oleh stapes yang menempel pada membrane yang merupakan batas
telinga tengah dan cochlea yang disebut fenestra ovalis.
 Impedance Matching
- Luas permukaan pada membrane tympanic lebih besar dari oval window  gaya
yang lebih besar pada oval window ( Pressure = Force / Unit area)
- The lever action of the ossicles provides an additional mechanical advantage 
force exerted on the oval window by 20 times what it would be if the airborne
sound wave struck the oval window directly.
 Akibat fenestra ovalis bergertar maka menyebabkan cairan perilymph di scala
vestibularis ikut bergetar kemudian getaran tersebut akan dipancarkan oleh membrana
Reissner ke dalam scala media, getaran tersbut akan menghantarkan membrane
tectoria yang terletak diatas sel-sel rambut corti dan dengan demikian ujung rambut
tersebut akan mendapat getaran dari membrane tadi
 Getaran tersebut diubah menjadi aliran listrik dan potensial listrik tersubt dihantarkan
melalui serabut-serabut saraf masuk ke ganglion spinalis kemudian melalui nervus
coclhearis yang dikirim ke susunan saraf tersebut
 DI dalam coclea terdapat 31.000 ganglion spinalis. Pada area Brodman 41 dan 42, arus
listrik tersebut diinterprestasikan sehingga mempunyai makna

11 | P a g e
 Dari tulang-tulang sekitar liang telinga, getaran dapat langsung dihantarkan ke telinga
dalam samapai sacla vestibule. Dengan demikian telinga luar dan telinga tengah
menghantarkan getaran sedang telinga dalam terjadi perubahan energy.

12 | P a g e
13 | P a g e
14 | P a g e
Refleks Telinga

 Pada telinga terdapat dua otot  M. tensor tympani yang berorigo pada dinding telinga
tengah dan berinsersio pada malleus sedangkan m. stapedius berinsersio pada stapes
 Bila M. tensor tympani berkontraksi makam membrane tympani akan tertarik ke dalam
sedangkan m. stapdius bila berkontraksi akan menarik fenestra ovalis keluar
 Dengan keadaan tersbut menyebabkan hubungan antara ketiga tulang pendengaran
lebih erat dan kuat sehingga menyulitkan tulang telinga tersebut untuk bergetar
sehingga fungsi tulang tersebut menurun, keadaan ini bersifat fisiologis untuk
melindungi alat corti dari kerusakan akibat getaran yang sangat kuat
 Bila sesorang mengalami kelumpuhan / kerusakan otot pendegnaran maka dapat terjadi
kerusakan telinga
 Bila terjadi gerakan maka m. stapedius akan berkontraksi lebih dahulu kurang lebih
0,050 detik kemudian barulah m. tensor tympani., tetapi kekuatan kontraksinya lebih
kuat m.tensor tympani
 Bila getaran yang kuat terjadi sangat cepat dengan kecepatan yang melebihi kecepatan
reflex maka hal ini tidak memungkinkan otot tersebut berkontraksi sehingga kerusakan
alat corti dapat terjadi

Jaras Pendengaran

15 | P a g e
 First, signals from both ears are transmitted through the pathways of both sides of the
brain, with a preponderance of transmission in the contralateral pathway.
 Three places in the brain stem, crossing over occurs between the twopathways:
o (1) in the trapezoid body,
o (2) in the commissure between the two nuclei of the lateral lemnisci, and
o (3) in the commissure connecting the two inferior colliculi.

16 | P a g e
Tuba Eustachius

- Permukaan lumen tuba dilapsi  mukosa bersilia  untuk mengeluarkan benda


asing ke nasopharynx
- Bila tekanan atmosfer turun / naik makan terjadi perbedaan tekanan, maka muara
tuba akan menyesuaikan tekanan tersebut dengan membuka muara tuba sehingga
tekanan di dalam telinga dengan tekanan atmosfir akan sama tetapi bila tekanan
berubah secara tiba-tiba maka tekanan membuka, menyebabkan kan perbedaab
tekana sehingga membrane tympani akan terdorong ke dalam yang menyebabkan
kerusakan membrane tympani
- Tuba dilapisi oleh lapisan mukosa yang merupakan lanjutan lapisan mukosa tengah /
nasopharynx
- Pada anak-anak  Relative lebih besar, horizontal, dan lebih pendek
- Fungsi otot tensor, levator velii palatine belum sempurna dan anak-anak dibawah
satu tahun lebih banyak pada posisi berbaring sehingga bila terjadi infeksi pada
nasopharynx maka infeksinya mudah menjalar ke cavum tympani

Processus Mastoideus

- Os temporal terdiri dari tiga bagian  squama, petrosal, dan tympanica


- Masa pertumbuhan semula petrosal merupakan bagian yang terbesar akan tetapi
suama lebih cepat berkembangnya melampaui bagian tulang lainnya sehingga
permukaan os temporal sebenarnya dibentuk oleh squamosa seedangkan os
tympanica merupakan bagian paling kecil dari os temporal. Os tympanica berbentuk
seperti tapal kuda,tulang cranium melekat pada membrane tympani
- Waktu masih bayi  hubungan antara tulang cranium masih renggang dengan
adanya surtuta. Surtura petrosquamosa berjalan melalui tegemn tympani kemudian
melalui atas antrum dan keluar dibelakang telinga, maka keadaan ini memungkin kan
terjadinya abcess dibelakan telinga pada abses mastoid
- Saat lahir processus mastoid belum terbentuk, yang ada hanya antrum mastoid dan
auditus antrum yang mulai terbentuk pada saat janin berusia 34 minggu, kemudian
berkembang dengan pengisian udara (pneumatisasi). Perkembangan ini dimulai dari
antrum ke lataeral sehingga sel-sel makin ke lateral semakin besar
- Processus mastoideus mulai tampak jelas saat bayi dapat mengangkat kepala ( usia±
3 bulan)
- Hal ini diduga gaya dari M. sternocleidomastoideus yang menahan kepala,
pertumbuhan ini lengkap pada usia 4-6 tahun dan terus berkembang hingga dewasa
- Pneumatisasi tidak terbatas pada processus mastoideus saja tetapi meluas hingga os
petrossum dan os zygomaticum
- Bila terjadi pneumatisasi berlebihan dapat menyebabkan abses didepan telinga dan
syndrome Gradenigo
- Tiga derajat pneumatisasi:
1. Pneumatisasi sempurna
2. Pneumatisasi kurang sempurna
3. Keaadan tidak terjadi pneumatisasi
Hal ini dapat terjadi akibat:

17 | P a g e
 Herediter
 Infeksi processus mastoideus waktu bayi
 Setelah infeksi mastoid diikuti oleh regenerasi berlebihan
- Keadaan sclerotic mudah terkena infeksi karena vaskularisasi yang buruk dan juga
ukar sembuh karena sukar dicapai antibiotika

OTITIS MEDIA

DEFINISI

Otitis Media Akut(OMA) : Radang akut yang terjadi pada mukoperiosteum yang melapisi rongga
telinga tengah (cavum tympani) antrum mastoid, tuba auditiva, dan cellulae mastoid.

Otitis Media Supurativa Kronis (OMSK) : Proses peradangan akibat adanya infeksi
mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai dengan adanya perforasi membran
tympani, keluarnya sekret terus menerus/ hilang timbul dan dapat menyebabkan perubahan
patologis yang permanen.

ETIOLOGI

 Infeksi bakteri pyogenic dan virus melalui tuba auditiva


 Didahului oleh ispa
 25% tidak ditemukan mikroorganismenya
 25% virus
 Bakteri tersering :
o Streptococcus pneumonia
o Haemophilus influenza
o Moraxella cattarhalis

FAKTOR RISIKO

1. ISPA berulang
2. Rhinitis allergica
3. Disfungsi/ imaturitas Tuba eustachii
4. Perokok aktif/pasif
5. Genetik
6. Anak yang tidak memperoleh ASI
7. Jenis Kelamin (pria)
8. Imunodefisiensi
9. Usia (bayi dan anak anak)
10. Gangguan silia traktus respiratorius
11. Sumbing palatum
12. Pemasangan jangka lama NGT
13. Intubasi endotrakea
14. Sosioekonomi rendah

18 | P a g e
EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI

 Sering pada bayi dan anak anak karena tuba eustachii lebih pendek, horizontal, lebar
 Insidensi di usia 2 tahun pertama (6-11 bulan) e.c imun dari ASI turun  risiko ISPA
meningkat
 Pria > Wanita
 > pada musim dingin
 50% usia < 1 tahun pernah mengalami otitis media
 1 dari 3 anak usia 3 tahun  3x mengalami otitis media
 Penyebab gangguan pendengaran tersering
 Insidensi  80% pedesaan akibat kontaminasi, polusi, sanitasi buruk, minimnya tenaga
medis

Klasifikasi

1. Berdasarkan perjalanan penyakit


a. Akut (<3 minggu)  6 stadium
i. Stadium hiperemis
ii. Stadium eksudasi
iii. Stadium supurativa
iv. Stadium koalesen dan mastoiditis
v. Stadium komplikasi
vi. Stadium resolusi
b. Kronis (>3 minggu)
i. Benign : (-) kolesteatoma
ii. Malign : (+) kolesteatoma
2. Berdasarkan etiologi :
a. Otitis media bakterialis
b. Otitis media viral
c. Otitis media nekrotikan
d. Otitis media alergika
e. Otitis media tuberkulosa kronis (spesifik)

PATOGENESIS

Fungsi tuba eustachii :

 Ventilasi telinga tengah terhadap perubahan tekanan atmosfir


 Proteksi terhadarp tekanan suara dan sekresi nasofaring
 Drainase sekret yang di bentuk dalam telingah ke dalam nasofaring
 Mencegah masuknya meikroorganisme asing ke dalam telinga tengah oleh cilia
mukosam enzim dan antibody

19 | P a g e
PATHOPHYSIOLOGY

20 | P a g e
21 | P a g e
GEJALA KLINIK

 STADIUM HIPEREMIS
o Otalgia ringan kadang tidak dikeluhkan
o Rasa penuh dalam telinga, demam ringan
o Pada otoskop ditemukan injeksi pembuluh darah sekitar manubrium mallei,tepi
pars flacida dan tensa
 STADIUM EKSUDASI
o Otalgia dan demam jelas  bayi menyebabkan rewel, sulit tidur
o Pendengaran terganggu
o Nyeri tekan mastoid
o Pada otoskopi ditemukan membrana timpani bombans dan hiperemis
o Pada xray mastoid ditemukan cellulae mastoid tampak kabur/pneumatisasi
berkurang
 STADIUM SUPURASII
o Otore yang diawali cairan serosanguinolen yang lama kelamaan menjadi
mukopurulen(kental dan lengket seperti lem)-> merupakan tanda khas yang
menandakan perfrorasi membran timpani
 STADIUM KOALESEN/MASTOIDITIS
o Otalgia biasanya nocturnal
o Kadang ditemukan abses
o Pada otoskopi meatus akustikus externus tampak menyempit oleh karena
dinding posterosuperior mengalami penurunan akibat penebalan  sagging
 STADIUM KOMPLIKASI
o Proses infeksi meluas ke daerah sekitar, jadi tergantung melusa kemana, contoh
bisa abses periaurikuler, meningitis, abses otak, tromboflebitis sinus sigmoid

IDENTIFIKASI MASALAH & DASAR DIAGNOSIS

 Bayi RA, laki-laki, 10 bulan --> Insidensi tinggi balita


 KU: keluar cairan dari telinga (Otorrhoe, GK Otitis media) kirinya sejak kemarin (akut)
 Cairan awalnya berwarna bening (serrous), Pagi hari ini cairan terlihat berwarna
kekuningan (mukopurulen) --> GK Otitis media akut, stadium supurasi
 5 hari sebelumnya, RA mengalami demam (febris), batuk berdahak, hidung
tersumbat dan mengeluarkan lendir (rinorroe) --> GK ISPA
 2 hari yll, RA menangis dan rewel semalaman sehingga sulit tidur (stadium
eksudasi --> nyeri)
 Hari ini , RA sudah tidak demam dan tidak rewel lagi seperti sebelumnya (stadium
supurativa)
 Usaha berobat :
o Ibu memberikan penurun panas saat RA demam.
 Riwayat penyakit dahulu :
o Ibu menyangkal anaknya pernah mengalami keluar cairan dari telinga
sebelumnya --> x DD Otitis media kronik
 Riwayat penyakit keluarga :
o Kakak RA mengalami batuk pilek disertai demam 1 minggu sebelumnya -->
FR penularan

22 | P a g e
 Riwayat kebiasaan :
o Ibu mengatakan RA tidak pernah disusui maupun mendapat ASI sejak lahir
dan mendapat asupan susu formula menggunakan botol dan dot --> x
antibodi maternal dan bisa susu formula nya tidak steril ( FR)
Pemeriksaan Fisik
 PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : kesadaran compos mentis, sakitringan
 Beratbadan : 9 kg (gizi cukup)
 Tanda vital:
o R: 28 x/menit
o N: 88 x/menit, regular, equal, isi cukup
o S: 36,8 ‘C (afebris) --> stadum supurasi
 Status generalis :
o Kulit : turgor baik
o Kepala : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik. Bibir tidak sianosis.
o Hidung : mukosa cavum nasi hyperemis, sekret mukosa di kedua cavum
nasi yang tampak sempit karena kedua konka inferior kongesti --> etiologi,
GK ISPA
 Telinga kiri :
o Daun telinga normal, pre-aurikuler tidak ada kelainan, nyeri tekan tidak
ada, tidak ada pembengkakan, warna kulit normal.
o Liang telinga luar basah oleh sekret mukopurulen.
o Pars tensa membrana tympani tampak perforasi --> stadium supurasi, x
DD Otitis media serosa
 Telinga kanan : Normal
 Tenggorok : mukosa orofaring hyperemis --> etiologi, ISPA, tonsila palatina ukuran
T1/T1
 Leher : tidak terdapat pembesaran Limfonodi cervical
 Toraks : bentuk dan pergerakan simetris
 Cor : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-)
 Pulmo : VBS +/+, tidak didapatkan ronki maupun wheezing
 Abdomen : datar, lembut, bising usus normal.
 Extremitas : akral hangat, sianosis (-)

DIAGNOSIS BANDING

 Otitis meida supurativa akut auris sinistra


 Otitis media serosa akut aurris sinistra
 Otitis media supurativa kronik Auris sinistra

DIAGNOSIS KERJA

Otitis Media Suputarif Akut Auris Sinistra + ISPA Atas (Rhinofaringitis Akut)

HASIL PEMERIKSAAN OMA (PERMENKES)

 Anamnesis
o Keluhan

23 | P a g e
 Pasien datang dengan keluhan yang bergantung pada stadium OMA
yang terjadi.
 Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan
demam serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
 Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, bila
demam tinggi sering diikuti diare dan kejang-kejang. Kadang-kadang
anak memegang telinga yang sakit.
 Pada stadium supurasi pasien tampak sangat sakit, dan demam,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
 Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang
telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.
 Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.
o Faktor Risiko
o Bayi dan anak
o Infeksi saluran napas berulang
o Bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
 PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
o Pemeriksaan Fisik
 Dapat ditemukan demam
 Pemeriksaan dengan otoskopi untuk melihat membran timpani:
 Pada stadium oklusi tuba Eustachius terdapat gambaran
retraksi membran timpani, warna membran timpani suram
dengan reflex
 cahaya tidak terlihat.
 Pada stadium hiperemis membran timpani tampak
hiperemis serta edema.
 Pada stadium supurasi membran timpani menonjol ke arah
luar (bulging) berwarna kekuningan.
 Pada stadium perforasi terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
 Pada stadium resolusi bila membran timpani tetap utuh,
maka perlahan-lahan akan normal kembali.Bila telah terjadi
perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
 Pada pemeriksaan penala yang dilakukan pada anak yang lebih
besar dapat ditemukan tuli konduktif
o Pemeriksaan penunjang : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Audiometri
a. Tuli sedang berat 56dB - 70dB
b. Tuli berat 71dB – 90dB
c. Tuli total >90dB
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. Audiometri nada mudi pada AC, BC dan penilaian tutur dapat memperkirakan
kerusakan tulang-tulang pendengaran. Beberapa observasi yang membantu:
1. Perforasi  umumnya tuli konduktif tidak lebih dari 15-20dB

24 | P a g e
2. Kerusakan tulang-tulang pendengaran  tuli konduktif 30-50dB bila disertai perforasi
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membrane utuh  tuli
konduktif 55-65dB
4. Kelemahan diskriminasi tutur rendah, tanpa mempedulikan keadaan hantaran tulang
 koklea rusak parah
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai dengan penilaian
pendengaran memakai garpu tala dan tes Barani. Audiometri tutur dengan masking
dianjurkan terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur

2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis niali
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan otoskopi dan audiometric. Pemeriksaan
radiologi mengungkap mastoid yang sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih
sedikit dibandingkan mastoid normal. Erosi tulang terutama daerah atik member kesan
kolesteatoma.
Proyeksi radiologi yang biasa dipakai:

a. Schuller  menunjukkan luas pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Berguna untuk pembedahan  menunjukkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada
keadaan mastoid sklerotik, schuller membantu ahli bedah menghindari dura atau
sinus lateral
b. Mayer/Owen  diambil dari anterior telinga tengah. Tampak gambaran tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur
c. Stenver  gambaran sepanjang pyramid petrosus yang lebih jelas, memperlihatkan
kanalia auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkuaris. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukkan
adanya pembesaran akibat kolesteatoma
d. Chause III member gambaran atik secara longitudinal sehingga memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT Scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatoma, ada atau tidak
tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan melakukan operasi jarang hanya berdasarkan
hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak
lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
3. Bakteriologi kultur dan tes sensitivitas antibiotic jika berulang
4. Timpanometri

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi:

 Mengembalikan fungsi tuba ke dalam keadaan fisiologis


 Cegah komplikasi
 Kurangi gejala

25 | P a g e
 Cegah rekurensi

Non Farko

 Miringotomi (kasus rujukan)


o Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah
 Nyeri berat
 Demam
 Komplikasi OMA seperti
 Paresis nervus fasialis
 Mastoiditis,
 Abirinitis,
 Infeksi sistem saraf pusat.
o Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami
kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA.
 Tympanoplasto : pada kasus sudah perforasi membrane timpani
 Biarkan perforasi sembuh sendiri
 Drainasi dengan H2O2 3%
o Untuk irigasi secret kental . purulen (H2O)  cairan lebih encer, bantu
keluarkan secret
o Jika terlalu iritatif+ akuades  5%
 Rencana Tindak Lanjut
o Dilakukan pemeriksaan membran tympani selama 2-4 minggu sampai terjadi
resolusi membran tymphani (menutup kembali) jika terjadi perforasi.
 Konseling dan Edukasi
o Memberitahu keluarga bahwa pengobatan harus adekuat agar membran
timpani dapat kembali normal.
o Memberitahu keluarga untuk mencegah infeksi saluran napas atas (ISPA) pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA denganpengobatan adekuat.
o Memberitahu keluarga untuk menganjurkan pemberian ASI minimal enam
bulan sampai dengan 2 tahun.
o Menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok dan lain-lain.

Farko

 Antibiotik : Amoxicilin 40-90mg/kgBB/hari selama 10-14 hari untuk OMSA


 Analgetik : PCT 4-10 mg/kgBB/hari untuk simptomatiknya
 Nasal dekongestan : HCl efedrin 0.5%m tetes hidung untuk ISPA
 Menurut permenkes
o Topikal
 Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% (atau
oksimetazolin 0,025%) diberikan dalam larutan fisiologik untuk anak
kurang dari 12 tahun dan HCl efedrin 1% (atau oksimetazolin 0,05%)

26 | P a g e
dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur lebih dari 12 tahun
atau dewasa.
 Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2 O 2 3%
selama 3-5 hari, dilanjutkan antibiotik adekuat yang tidak ototoksik
seperti ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu.
o Oral sistemik
 Dapat diberikan antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
 Antipiretik seperti paracetamol sesuai dosis anak.
 Antibiotik yang diberikan pada stadium oklusi dan hiperemis ialah
penisilin atau eritromisin, selama 10-14 hari:
 Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
sehari atau
 Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x
sehari atau
 Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
 Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin.
 Pada stadium supurasi dilakukan miringotomi (kasus rujukan) dan
pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan:
 Amoxyciline: Dewasa 3x500 mg/hari. Pada bayi/anak
50mg/kgBB/hari; atau
 Erythromycine: Dewasa/ anak sama dengan dosis
amoxyciline;atau
 Cotrimoxazole: (kombinasi trimethroprim 80 mg dan
 sulfamethoxazole 400 mg tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, anak
(trimethroprim 40 mg dan sulfamethoxazole 200 mg)
suspensi 2x5 ml.
 Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi
amoxyciline dan asam klavulanat, dewasa 3x625 mg/hari. Pada
bayi/anak, dosis disesuaikan dengan BB dan usia.

Indikasi rujuk spTHT:

 Gagal terapi
 Gangguan pendengaran hebat≥20dB
 Perubahan membrane timpani
 Mastoiditis
 Otore persisten
 Infeksi intracranial
 Menurut permenkes
o Jika indikasi miringotomi
o Bila membran tymphani tidak menutup kembali setelah 3 bulan.

27 | P a g e
PENCEGAHAN

1. Menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah (Pada anak -anak dapat diberikan
imunisasi terhadap 2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada telinga tengah
(Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae)

2. Pengobatan ISPA secara tuntas

3. Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran
timpani

4. Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.

5. Pemberian asi eksklusif

6. Pemberian dot yang ada lubang sehingga tekanannya tidak menjadi negatif

KOMPLIKASI

 Otitis Media Supuratif Kronik


 Abses sub-periosteal
 Mastoiditis akut
 Labirinitis akut
 Meningitis
 Ketulian
 Keterlambatan kemampuan bicara
 Abses otak
 Abses subperiosteal periaurikuler
 Abses perisinus
 Thromboflebitris sinus sigmoid
 Petrositis
 Otitis media supurativa kronik

Cara penyebaran infeksi:

1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran jalan yang sudah ada

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak


2. Menembus selaput otak
3. Masuk ke jaringan otak

28 | P a g e
PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam  perforasi permanen

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Prognosis quo ad fungsionam dan sanationam adalah dubia ad bonam jika pengobatan
adekuat. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan.

OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus
menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa
bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Selamat Belajar !! GBU !!


Fall seven times and stand up eight. –Japanese
Proverb
You become what you believe. –Oprah Winfrey

29 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai