Anda di halaman 1dari 13

EDUKASI PADA PASIEN DAN KELUARGA

DALAM AREA KEPERAWATAN KRITIS

A. Konsep Pendidikan dan Pembelajaran


Pendidikan dan pembelajaran perlu dibedakan karena memilki konsep
yang berbeda. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh satu
individu atau lebih yang mempunyai tujuan untuk menambah pengetahuan,
memperbaiki sikap dan perilaku individu, kelompok serta komunitas,
sedangkan pembelajaran adalah fenomena perubahan dalam individu tersebut
untuk mencapai pemikiran yang baru (Morton et al, 2013).
Perawat perlu memperhatikan tiga ranah belajar dalam menyusun
rencana pendidikan kesehatan bagi pasien, karena dengan memperhatikan tiga
ranah belajar tersebut maka perawat dapat menentukan metode penyuluhan
yang sesuai. Tiga ranah pembelajaran tersebut adalah ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor.
Ranah kognitif tercapai melalui kegaiatan yang berfungsi untuk
membentuk pemahaman sebagai landasan dan panduan perilaku. Pelaksanaan
kegiatan dalam ranah kognitif dilakukan dengan menyusun pengetahuan yang
luas melalui materi belajar-mengajar dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
Ranah afektif meliputi nilai, sikap dan perasaan pasien sebagai area
pembelajaran. Perawat perlu membina hubungan saling percaya dengan
pasien dan keluarga untuk dapat mencapai tujuan pada ranah afektif . Metode
penyuluhan pada ranah afektif adalah melalui diskusi dan klarifikasi nilai,
bermain peran, melalui kelompok pendukung. Sebagai contoh dari
pembelajaran afektif adalah melalui diskusi interaktif dengan pemberian
umpan balik yang positif ke pasien tentang pentingnya mengendalikan emosi
untuk mencegah serangan jantung koroner (Morton et al, 2013).
Ranah psikomotor meliputi ketrampilan motorik yang terdiri dari
urutan rangkaian kegiatan yang harus dipelajari. Metode penyuluhan untuk
mencapai ranah psikomotor adalah melalui demonstrasi ketrampilan,
demonstrasi ulang dan latihan ulang, materi tertulis dengan petunjuk tahap
demi tahap, kaset vidio dengan petunjuk ketrampilan tahap demi tahap.
Sebagai contoh pembelajaran psikomotor adalah mengajarkan langkah-
langkah mencuci tangan yang benar (Morton et al, 2013).
Perawat dalam melakukan pembelajaran kesehatan perlu
memperhatikan prinsip pembelajaran bagi orang dewasa. Beberapa penelitian
menghasilkan suatu konsep baru yang dikenal sebagai model andragogi yang
berfungsi mengidentifikasi karakteristik khas dari peserta didik dewasa yang
meliputi 1) kebutuhan untuk tahu, dikarenakan orang dewasa harus
mempunyai alasan untuk mempelajari sesuatu sebelum meluangkan waktu
dan energi, 2) konsep diri peserta didik, seorang dewasa akan merasa lebih
dihargai apabila mengambil keputusan sendiri tentang sesuatu yang akan
dilakukan atau yang akan dilakukan terhadap dirinya, 3) pengalaman hidup
peserta didik, orang dewasa telah memiliki banyak pengalaman sehingga
strategi efektif yang dapat dilakukan adalah pembelajaran melalui metode
kasus, simulasi dan latihan pemecahan masalah, 4) kesiapan belajar, orang
dewasa akan merasa siap untuk belajar tentang sesuatu yang harus diketahui,
5) oreintasi belajar, orang deawa akan termotivasi untuk belajar apabila akan
mendapatkan manfaat yang berguna bagi kehidupannya, 6) motivasi belajar,
orang dewasa akan lebih termotivasi belajar karena daya dorong internal
sebagai perbaikan kualitas hidup bagi orang dewasa tersebut ((Morton et al,
2013).
B. Konsep Pendidikan Kesehatan Pasien Secara Umum
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan Bagi Pasien
Pendidikan bagi pasien adalah suatu proses yang bertujuan untuk
memberikan informasi kesehatan dan mempromosikan perubahan
perilaku dengan cara mengoptimalkan praktik kesehatan dan membantu
pasien mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam
menjaga kesehatan (Urden et al, 2010).
2. Fungsi dari Pendidikan Kesehatan Bagi Pasien
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pasien yang
berkualitas mampu menurunkan hari perawatan pasien, menurunkan
kejadian pasien dirawat kembali dengan penyakit yang sama, menambah
kemampuan pasien merawat dirinya sendiri untuk menjaga kesehatan
(Urden et al, 2010).
3. Langkah- Langkah Pendidikan Kesehatan Bagi Pasien menurut Urden et
al (2010) dan Moyer& Ordelt (2011) adalah
a. Langkah 1: Pengkajian : Mengumpulkan Informasi
Kumpulkan informasi dari pasien dengan mempertimbangkan budaya
dan golongan umur, evaluasi kebutuhan pendidikan kesehatan antara
yang aktual dengan yang potensial, mempertimbangkan hambatan-
hambatan yang mungkin terjadi pada saat memberikan pendidikan
kesehatan. Komunikasi berpusat pada patient/ family centered care,
yaitu melakukan pengkajian untuk mendapatkan informasi mengenai
kesehatan pasien dengan melipatkan keluarga, perawat juga
mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya kepada pasien dan
keluarga (Moyer& Ordelt , 2011).
b. Langkah 2: Merumuskan rencana pendidikan kesehatan bagi pasien
Mengidentifikasi kebutuhan dan menuliskan hasil/ tujuan yang ingin
dicapai, merumuskan intervensi mengenai pendidikan kesehatan yang
akan dilakukan.
c. Implementasi
Mengimplementasikan tindakan pendidikan kesehatan pada pasien
sebagai penerima informasi
d. Evaluasi
Melakukan respon pasien sebagai penerima informasi kesehatan
terhadap pertemuan yang sudah dilakukan dengan perawat, serta
mengevaluasi tujuan yang sudah dicapai, mengevaluasi koping dan
adaptasi yang sudah dicapai oleh pasien.
e. Dokumentasi
Mendokumentasikan intervensi yang sudah dilakukan,
mendokumentasikan sumber yang digunakan, dan
mendokumentasikan hambatan serta hasil yang dicapai selama proses
pelaksanaan pendidikan kesehatan.

C. Konsep Pendidikan Kesehatan Bagi Pasien dan Keluarga Pada Area


Perawatan Kritis
1. Hambatan Pembelajaran Pada Area Perawatan Kritis menurut Morton et
al (2013)
a. Sakit kritis dan stres
Pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) akan mengalami
perubahan proses metabolik karena proses penyakit yang diderita,
pengaruh sedasi, pemasangan alat-alat medis pada pasien sehingga
mengurangi kenyamanan dan keterbatasan gerak pasien, gangguan
tidur yang nyata sangat mungkin terjadi pada pasien, hal-hal tersebut
menganggu ketajaman mental, menurunkan kemampuan pembelajaran
dan mengingat seseorang.
b. Stres lingkungan
Kebisingan di ICU seperti suara alarm monitor hemodinamik, suara
alarm monitor ventilator, dering telepon, suara yang ditimbulkan dari
pelatan medis, trolly aat medis, suara dari para perawat ICU yang
kurang terkontrol serta ditambah dengan lingkungan ICU dengan suhu
yang lebih dingin di bandingkan suhu di unit perawatan biasa.
Peralatan medis yang terpasang seperti elektroda, peralatan monitor
hemodinamik serta alata-alat yang berada di ICU yang menurut pasien
adalah sesuatu yang asing dan menyeramkan.
c. Hambatan budaya dan bahasa
Cara pasien atau anggota keluarga berespon terhadap diagnosis atau
anjuran terapi dan pendidikan dipengaruhi oleh nilai dan budaya nya.
Keberhasilan pendidikan pada pasien dan keluarga yang memiliki
budaya yang berbeda membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan
dasar mengenai kelompok etnik. Perawat perawatan kritis harus
mengenali kebiasaan pribadi mereka dan mengkaji nilai dan
kepercayaan pribadi mereka tentang kesehatan dan asuhan
keperawatan. Pada saat berkomunikasi degan pasien usahakan dengan
bahasa yang mampu dimengerti oleh pasien dan perawat, dan juga
bentuk komunikasi tidak hanya secara lisan tetapi juga secara tulisan.
Apabila ada hambatan dalam komunkasi maka dibutuhkan seorang
alih bahasa (translator) (Moyer& Ordelt , 2011).

2. Pedoman Pelaksanaan Untuk Mendukung Keluarga di Patient-


Centered Intensive Care Unit Menurut American College of Critical
Care Medicine (Davidson et al,2007)
a. Decision Making
Pada saat kondisi pasien kritis, maka tim ICU khususnya perawat
perlu memahami kebutuhan yang dirasakan oleh pasien dan keluarga
karena kita memandang mereka dari prinsip autonomi. Kebutuhan
yang perlu kita pertimbangkan adalah: 1) Kebutuhan mendapatkan
informasi yang cukup tentang kondisi medis pasien, 2) prognostik dari
kondisi pasien, 3) kebutuhan untuk memahami semakin kompleksnya
treatment yang diberikan ke pasien, 4) adanya tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan end-of-life atau kelangsungan hidup pasien.
Penerapan decision making membutuhkan beberapa skills yang harus
dikuasai perawat yaitu: 1) kemampuan berkomunikasi efektif, 2)
kemampuan dalam manajemen konflik, 3) kemampuan untuk meeting
facilitation
Satu penelitian yang dilaksanakan di Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) dengan menerapkan decision making model yaitu melalui
pertemuan rutin antara tim ICU dan keluarga, dalam pertemuan ini tim
ICU menyampaikan informasi tentang kondisi pasien dan melibatkan
keluarga dalam pengambilan keputusan. Decision makin model
membawa manfaat yang positif bagi keluarga dan tim ICU yaitu
semakin sedikitnya konflik dalam pengambilan keputusan oleh
keluarga, kehadiran dan keterlibatan keluarga semakin besar saat
kondisi kritis pasien, semakin meningkatnya hubungan kolaborasi
antara tim ICU dengan keluarga.
Berikut ini adalah rekomendasi dalam pelaksanaan decision
making model:
1) Decision making dibangun melalui kerja sama antara keluarga
bersama dengan multi profesional yang tergabung dalam tim di
ICU
2) Tim ICU harus memberikan informasi kepada keluarga dan
pasien secara terbuka, jujur dan transparan mengenai kondisi
pasien dan informasi tentang pengobatan serta perawatan yang
sudah dilaksanakan
3) Family meeting bersama multiprofesional yang tergabung dalam
tim di ICU dimulai 24 sampai 48 jam pasien dirawat di ICU, dan
diulang kembali secara teratur sesuai kontrak waktu atau atau
dapat dilakukan secara mendadak disesuaikan dengan kondisi
pasien.
4) Training bagi tim ICU perlu dilaksanakanterkait kemapuan
komunikasi efektif , kemampuan dalam manajemen konflik,
kemampuan untuk meeting facilitation
b. Koping Keluarga
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa koping keluarga pasien
menurun karena keluarga pasien mengalami kecemasan dan stress
yang semakin meningkat, hal tersebut diakibatkan oleh terpisahnya
keluarga dengan pasien, tidak diberikan informasi yang cukup
mengenai kondisi pasien, harapan keluarga yang tinggi agar pasien
dapat melewati masa kritis namun tidak diimbangi dengan support
system dari tim ICU, tidak adanya informasi dari tim ICU tentang
tindakan medis atau life saving yang akan dilakukan ke pasien.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang
mengakibatkan meningkatnya stres pada keluarga di NICU dan
Pediatric Intesive Care Unit (PICU) adalah terpisahnya keluarga dari
pasien, adanya perubahan fisik (penurunan kesadaran, kondisi
semakin memburuk) atau emosi (pasien anak menjadi rewel, dll)
Berikut ini adalah rekomendasi untuk meningkatkan koping
keluarga:
1) Staff ICU harus mendapatkan pelatihan mengenai cara mengkaji
kebutuhan pasien dan keluarga terkait dengan tingkat stres dan
kecemasan pasien dan keluarga
2) Perawat dan dokter wajib memberikan informasi tentang kondisi
pasien secara konsisten kepada keluarga dan diminimalkan
memberikan informasi yang membingungkan dan tidak pasti,
sehingga cara berkomunkasi yang efektif sangat dibutuhkan
3) Keluarga juga diberi kesempatan untuk ikut terlibat dalam
perawatan pasien yaitu dengan memberikan kenyamanan ke
pasien
4) Butuhnya dukungan kepada keluarga pasien. Dukungan tersebut
dapat berasal dari multiprofesional tim yang terdiri dari pekerja
sosial, perawat, dokter, parrent support group.

c. Stres yang dialami oleh staff ICU saat berinteraksi dengan keluarga
pasien
Komunikasi yang buruk adalah sumber stres bagi staff ICU khususnya
dalam hal ini adalah perawat. Tingkat stres perawat semakin
meningkat ketika perawat tidka mempunyai informasi yang cukup
mengenai kondisi klinis pasien sehingga tidak mampu pertanyaan
keluarga. Kondisi demikian akan diperberat lagi bila komunikasi
antara dokter dan keluarga juga buruk.
Rekomendasi untuk mengurangi stres yang dialami staff di ICU:
1) Perlunya pelatihan dan konseling bagi perawat. Pelatihan yang
diberikan diharapkan mampu membantu perawat untuk
menemukan cara mengidentifikasi faktor yang menimbulkan stres
dan mendapatkan mekanisme koping untuk mengatasinya
2) Perawat saat mengadapi kondisi kritis pasien membutuhkan
dukungan dari multiprofesional seperti unit paliative care,hospice,
pekerja sosial yang membantu dalam mensupport keluarga dan
pasien
d. Pengaruh dan Dukungan Budaya Bagi Keluarga
Decision making yang dilakukan oleh keluarga pasien juga
dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga.
Oleh karena itu tim ICU perlu memahami dan menghargai budaya dan
kepercayaan yang dianut oleh keluarga. Oleh karena itu perlu
dibangun hubungan yang efektif antara tim ICU khususnya perawat
dengan keluarga. Hal yang perlu diperhatikan perawat dalam
membangun hubungan yang efektif tersebut adalah kesadaran diri
pribadi, pengetahuan yang cukup tentang budaya dan kepercayaan
pasien dan keluarga, pengkajian mengenai budaya pasien dan
keluarga, menghagai adanya dinamika perbedaan dan komunikasi
yang efektif antara perawat dan keluarga
e. Dukungan agama dan spiritual
Rekomendasi dari dari hasil penelitian bahwa dukungan agama dan
spritual bagi pasien merupakan salah satu terapi efektif yang
mendukung pasien melewati masa kritis bagi pasien. Perawat
mempunyai peran besar dalam memberi dukungan secara agama dan
spiritual. Namun demikian terkadang perawat tidak mempunyai
kemampuan yang cukum untuk memberi dukungan tersebut karena
perbedaan agama dan keyakinan. Perawat perlu melibatkan pekerja
sosial dalam memberikan dukungan agama, melibatkan para ulama,
melibatkan kelurga agar pasien mendapatkan pendampingan secara
agama saat melewati masa ktitis.
Rekomendasi untuk dukungan agama dan spiritual adalah
1) Pelatihan kepada perawat cara mengkaji kebutuhan spiritual dan
cara pendampingan spiritual secara umum
2) Mengkaji kebutuhan pasien untuk mendapatkan kenyamanan
secara spiritual saat mengahadapi masa ktitis
3) Melibatkan keluarga dan pekerja sosial, ahli agama untuk
pendampingan spiritual bagi pasien
f. Kunjungan keluarga
Kunjungan keluarga bagi pasien sering dibatasi karena beberapa
aturan yang diterapkan di ICU. Namu demikian dari beberapa
penelitiian menunjukkan bahwa kunjungan keluarga membawa
manfaat yang positif bagi pasien. Penelitian yang dilakukan pada 24
pasien dengan cedera neurumuskular bahwa kunjungan keluarga
mampu menurunkan tekanan intra kranial pasien. Suatu studi
etnografi menyimpulkan bahwa kunjungan kelurga justru membantu
perawat dalam memahami perawat dan keterlibatan keluarga
bermanfaat membantu dalam perawatan pasien.

Rekomendasi bagi kunjungan keluarga:


1) Berikan informasi yang cukup kepada keluarga sebelum
berkunjung seperti informasi kondisi pasien, resiko adanya infeksi
nosokomial saat kunjungan sehingga keluarga perlu diajarkan cara
cuci tangan yang efektif, cara menggunakan perlindungan diri
2) Berikan jadawal yang teratur untuk kunjungan pasien dan
lingkungan yang mendukung dan berkualitas
3) Khusus untuk unit NICU dan PICU perlunya kunjungan keluarga
selama 24 jam, dengan konsekuensi bahwa keluarga perlu
dipersiapkan untuk mendampingi pasien secara 24 jam. Keluarga
terlebih dahulu harus mendapatkan informasi yang cukup untuk
pendampingan pasien, agar pendampingan oleh keluarga akan
semakin meningkatkan kualitas perawatan. Namun demikian hal
ini tergantung dari kebijakan dari masing-masing rumah sakit.

3. Proses Pendidikan Kesehatan Pada Pasien di Area Keperawatan Kritis


Pendidikan pasien adalah sebuah proses interaktif yang didasarkan pada
hubungan terapeutik sehingga tidak sekedar memberikan penyuluhan
melalui media brosur, menyalakan kaset video yang berisi petunjuk.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan pada pasien yang dirawat di unit
perawatan kritis melebur dalam proses keperawatan, yang melalui
beberapa tahap yaitu pengkajian, perumusan diagnosa, tujuan dan
intervensi, implementasi, evaluasi. Perawat di unit perawatan kritis selain
mengenali dan menangani ketidakstabilan hemodinamik juga memberikan
intervensi guna memenuhi kebutuhan belajar pasien dan keluarga (Morton
et al, 2013). Pendidikan kesehatan di area keperawatan kritis mempunyai
manfaat besar yaitu meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Baker et al ( 2011) dengan memberikan
pendidikan kesehatan melalui komunikasi yang efektif anatara perawat
dengan pasien dengan keluarganya, hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan pasien dan keluarga meningkat setelah diberikan pendidikan
kesehatan karena melalui komukasi efektif pasien dan keluarga dilibatkan
dalam pengambilan keputusan tentang perawatan sesuai kondisi klinis
pasien.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam proses pendidikan kesehatan di
area keperawatan kritis:
a. Pengkajian Kebutuhan Pembelajaran Pada Masa Krisis
Pasien yang dirawat di ICU beresiko mengelami kecemasan
dikarenakan pasien berada pada linkungan baru, perubahan fisik dan
mental pasien akibat penyakit yang diderita, prosedur tindakan medik
dan perawatan, peralatan medisi yang digunakan. Kecemasan nyata
yang terjadi pada pasien dan keluarga mengurangi kemampuan pasien
dan keluarga untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu dalam
memberikan penjelasan harus singkat dan jelas dan hindari pertanyaan
yang panjang serta membosankan. Langkah pertama dalam proses
pengkajian adalah mengenal pasien dan keluarga serta membina
hubungan saling percaya.
b. Intervensi: Strategi Penyuluhan Yang Efektif Pada Perawatan Kritis
1) Waktu belajar mengajar
Waktu belajar mengajar yang tepat adalah saat pasien dan perawat
sadar serta sama-sama mengenali kebutuhan pendidikan dan
pasien terbuka untuk mendengarkan informasi atau pendidikan
kesehatan yang akan disampaikan. Pelaksanaan pendidikan
kesehatan sering terjadi bersamaan dengan pelaksanaan intervensi
keperawatan. Sebagai contoh adalah pada saat perawat ICU
memberikan injeksi insulin, perawat sekaligus melakukan
pendidikan kesehatan pada pasien yaitu dengan memberikan
informasi tentang apa itu insulin dan manfaat insulin,pertemuan
selanjutnya direncanakan untuk pendikan kesehatan tentang tanda-
tanda hipoglikemi yang merupakan efek samping dari pemberian
insulin. Pembelajaran dapat dicapai dengan baik saat pesan yang
disampaikan konsisten dan pengetahuan yang diberikan mulai dari
konsep sederhana sampai konsep yang kompleks.
2) Hubungan keluarga
Strategi penyuluhan yang efektif bagi pasien yang dirawat di unit
perawatan kritis adalah dengan melibatkan keluarga pasien
dikarenakan pasien mempunyai keterbatasan dalam menangkap
informasi dan mengingat informasi yang disampaikan dikarenakan
proses penyakit yang dialami pasien. Keluarga dan pasien
dilibatkan dalam belajar kelompok untuk memberikan
kesempatan pada pasien saling berbagi pengalaman dan
kekhawatiran yang sama mengenai pemulihan. Keluarg
mendapatkan manfaat melalui belajar kelompok yaitu
mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan tentag cara merawat
pasien dalam masa pemulihan di rumah.
3) Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi adalah pengukuran elemen pembelajaran yang penting
yang ditetapkan dalam rencana penyuluhan. Evaluasi
menyediakan bukti mengenai pencapaian atau ketrampilan pasien
yang mungkin membutuhkan perkembangan lanjutan. Evaluasi
yang sebenarnya didasarkan pada respon peserta didik yang
menandakan apakah dibutuhkan penguatan tambahan atau tidak.
Evaluasi untuk ketrampilan yang sudah diajarkan dilakukan
melalui pengamatan langsung apakah ketrampilan mampu
dilakukan dengan benar atau masih butuh pendampingan.
4) Dokumentasi
Hasil pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi dalam
pendidikan kesehatan harus terdokumentasikan dengan baik.
Komponen dokumentasi pendidikan kesehatan meliputi partisipan
(siapa yang diberikan penyuluhan?), konten (apa materi
penyuluhan?), tanggal dan waktu (kapan materi diberikan?), status
pasien (apa kondisi pasien pada saat itu?), evaluasi pembelajaran
(seberapa baik informasi tersebut diserap?), metode pembelajaran
(bagaiman pasien diajarkan?), tindak lanjut dan evaluasi
pembelajaran (apabila penyuluhan tidak lengkap, apa alasannya?
DAFTAR PUSTAKA

Baker et al (2011). Strategies to Improve Nurse to Family Member


Communication About Critically Ill Patients. The Beryl Institute
Davidsons et al (2007). Clinical Practice Guidelines For Support of The Family
in The Patient- Centered Intensive Care Unit: American College of Critical
Care Medicine Task Force 2004-2005. Critical Care Medicine,vol 35,No 2
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan
Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Alih Bahasa Subekti dkk. Jakarta:
EGC. Vol 1. Edisi 8
Moyer, Diane., Ordelt, Kathy. (2011). Optimimizing Patient Education To Meet
The standars and Improve Outcomes. HCEA Webinar
Urden, L.D., Stacy, K.M.,& Lought, M.Em. (2010). Critical Care Nursing
Diagnostic and Management. Sixth edition. Mosby Elsevier.
Zywko, L.P., Gaxda, D. (2012). Emotional Reactions and Needs Of Family
Members Of ICU Patients. Anesthwsiology Intensive Therapy: vol 44, no 3,
145-149

Anda mungkin juga menyukai