Anda di halaman 1dari 42

Mata Kuliah: Kepemimpinan dan Berpikir Sistem / Leadership and

System Thinking
Dosen: Prof. Dr. Drg. Andi Zulkifli, M.Kes.

“Penerapan Personal Mastery


Dalam Peningkatan Efektifitas Program Program Kesehatan
di PUSKESMAS PASARWAJO”

OLEH
AHMAD NOOR
P1801215016

KONSENTRASI KESEHATAN LINGKUNGAN


MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKAjSSAR
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Segala puji dan syukur kita


panjatkan kehadirat Allah SWT Sang Penguasa sekalian alam yang maha
pengasih dan maha penyayang. Shalawat serta salam senantasa terarah
kepada Nabi Muhammad SAW. Pemimpin para Nabi saya serta umat-umat,
keluarga serta sahabat sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul ”Penerapan personal Mastery Dalam Peningkatan efektifitas
Program program kesehatan di puskesmas”.

Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat


dalam mata kuliah ” Kepemimpinan dan Berfikir System”. Dalam pembuatan
makalah ini terdapat kesulitan dan hambatan. Berkat bantuan, bimbingan,
arahan dan dukungan berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun ke arah perbaikan dikemudian hari. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan rekan-rekan
semua. Akhir kata semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi
kita semua.
Makassar, Oktober 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..……….…… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………..……....….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang………………………………..……………...…………..…..... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………........................ 2
C. Tujuan…………………………………………………….………..................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. …… 3
A. Kepemimpinan…………………………………………………………………… 3
B. Pengertian Personal Mastery…………. …………………...……................. 12
C. Manfaat Penguasaan Diri (Personal Mastery)………………………………. 13
D. Aspek Personal Mastery ………………………………………………………. 13
E. Disiplin Penguasaan Diri (The Discipline of Personal Mastery)………….. 15
F. Karakteristik Personal Mastery……………………………………………….. 16
G. Aplikasi Personal Mastery……………………………………………………… 17
H. Penilaian Personal Mastery…………………………………………………… 19
I. Aplikasi Personal Mastery………………………………………………....... 21
J. Penilaian Personal Mastery………………………………………………….. 21
K. Model kerangka Konsep……………………………………………………… 22
BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………… 23
A. Gambaran Umum Masalah……………………………..………………..…….. 23
B. Metode Penyelsaian Masalah…………………………………..…………..…. 26
BAB IV PENUTUP…………………………………………………….……….... 38
A. Kesimpulan……………………………..………………..……………….. 38
B. Saran …………………………………..…………..………………………. 38

Daftar Pustaka………………………………………………………………… 39

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan


fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan
pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas
mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan
masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Penerapan fungsi manajemen masih dianggap suatu


permasalahan cukup dominan di puskesmas, karena keberadaan
puskesmas secara hirarki merupakan unit terdepan dalam organisasi
pelayanan kesehatan masyarakat. Fungsi manajemen kesehatan seperti
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan harus
dapat diselenggarakan pada setiap program kesehatan, khususnya
pelaksanaan berbagai program-program berbasis kesehatan yang
dilaksanakan dalam lingkungan masyarakat

Dalam pelaksanaan operasionalnya, Pusat Kesehatan Masyarakat


(Puskesmas) haruslah didukung oleh penerapan fungsi manajemen
kesehatan yang baik pula. Pimpinan suatu organisasi pelayanan
kesehatan, dalam hal ini pimpinan puskesmas, haruslah mampu
menerapkan prinsip-prinsip manajemen, terampil melakukan analisis
masalah, baik itu masalah program ataupun masalah kesehatan
masyarakat, sebelum merencanakan kegiatan sebuah program kesehatan
(perencanaan), mendelegasikan wewenang dan membagi tugas-tugas
pokoknya kepada staf yang dipimpinnya (pengorganisasian),

1
mengembangkan motivasi staf sesuai dengan peranannya masing-
masing (pelaksanaan), dan mampu mengukur kemajuan yang sudah
dicapai oleh staf dalam melakukan tugasnya masing-masing dan
memberikan bimbingan, bila diketahui ada penyimpangan (pengawasan).
Serta mampu mengkaji tingkat produktifitas, efisiensi dan efektifitas
program yang sudah dicapai oleh organisasinya secara menyeluruh
(evaluasi).

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa pokok permasalahan, diantaranya adalah
1. Bagaimanakah gambaran umum pelaksanaan manajemen
organisasi dan program program berbasis kesehatan di
puskesmas ?
2. Bagaimana cara penyelesaian masalah manajemen organisasi
dalam puskesmas dengan menggunakan pendekatan personal
mastery ?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan gambaran umum pelaksanaan manajemen
organisasi dan program-program berbasis kesehatan di
puskesmas.
2. Untuk menjelaskan tata cara menyelasaikan berbagai masalah
manajemen organisasi dengan menggunakan pendekatan personal
mastery.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan
1. Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan merupakan salah satu unsur penentu
keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan.
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
(leadership) ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin
(leader). Hal ini disebabkan kepemimpinan dilakukan oleh seorang
pemimpin dan mengemban tugas dengan beraktivitas untuk
melaksanakan kepemimpinan tersebut.
Menurut Robbert D Stuart (2002: 352) bahwa pemimpin
adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk
mempe-ngaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan
individu untuk mencapai tujuan organisasi. Seiring dengan itu James
P. Spillane (2006: 10) menyatakan bahwa pemimpin itu agen
perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih
daripada pengaruh orang-orang tersebut kepadanya
Beragam definisi dan konsep kepemimpinan yang ditemukan
dalam berbagai bahan pustaka, yang masing-masing berbeda dalam
penekanan arti. Richard L. Daf (2005: 5) mendefinisikan
kepemimpinan (leadership) adalah suatu pengaruh yang
berhubungan antara para pemimpin dan pengikut (followers).
Kemudian Gibson menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu
upaya menggunakan pengaruh untuk memotivasi orang-orang guna
pencapaian suatu tujuan. Masih berhubungan dengan pengaruh, Ken
Blanchard yang dikutip oleh Marcelene caroselli (2000: 9)
menyatakan bahwa kunci untuk kepemimpinan hari ini adalah

3
“pengaruh” bukan “kekuasaan” selanjutnya ia mengatakan para
pemimpin tahu bagaimana mempengaruhi orang-orang dan
membujuk mereka untuk suatu tuntutan pekerjaan yang tinggi.

2. Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Informal


Dalam setiap organisasi selalu terdapat hubungan formal dan
hubungan informal. Hubungan formal melahirkan organisasi formal
dan hubungan informal melahirkan organisasi informal.
Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang resmi yang ada
pada diangkat dalam jabatan kepemimpinan. Polo kepemimpinan
tersebut terlihat pada berbagai ketentuan yang mengatur hirarki
dalam suatu organisasi. Kepemimpinan formal tidak secara otomatis
merupakan jaminan akan diterima menjadi kepemimpinan yang
"sebenarnya" oleh bawahan.
Penerimaan atas pimpinan formal masih harus diuji dalam
praktek yang hasilnya akan terlihat dalam kehidupan organisasi
apakah kepemimpinan formal tersebut sekaligus menjadi
kepemimpinan nyata.
Kepemimpinan formal sering juga disebut dengan istilah
headship. Kepemimpinan formal tidak didasarkan pada
pengangkatan. Jenis kepemimpinan ini tidak terlihat pada struktur
organisasi. Efektivitas kepemimpinan informal terlihat pada
pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan
seseorang. Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada
beberapa kriteria diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan "memikat" hati orang lain.
2. Kemampuan dalam membina hubungan yang serasi dengan
orang lain.
3. Penguasaan atas makna tujuan organisasi yang hendak dicapai.

4
4. Penguasaan tentang implikasi-implikasi pencapaian dalam
kegiatan-kegiatan operasional.
5. Pemilihan atas keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang
lain.
Telah dikemukakan bahwa tidak ada pemimpin tanpa adanya
pihak yang dipimpin. Pemimpin timbul sebagai hasil dari persetujuan
anggota organisasi yang secara sukarela menjadi pengikut.
Pemimpin sejati mencapai status mereka karena pengakuan sukarela
dari pihak yang dipimpin.
Seorang pemimpin harus mencapai serta mampertahankan
kepercayaan orang lain. Dengan sebuah surat keputusan, maka
seseorang dapat diberikan kekuasaan besar tetapi hal tersebut tidak
secara otomatis membuatnya menjadi seorang pemimpin dalam arti
yang sebenarnya. Di bawah ini akan dikemukakan perbedaan antara
pemimpinan dengan non pemimpin.
Pemimpin:
1. Memberikan inspirasi kepada bawahan
2. Menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan bawahan
3. Memberikan contoh kepada bawahan bagaimana melakukan
pekerjaan
4. Menerima kewajiban-kewajiban
5. Memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan.
Non Pemimpinan :
1. Memberikan dorongan kepada bawahan
2. Menyelesaikan pekerjaan dan mongorbankan bawahan
3. Menanamkan perasaan takut pada bawahan dan memberikan
ancaman.
4. Melimpahkan kewajiban kepada orang lain.

5
5. Melimpahkan kesalahan kepada orang lain dengan apabila
terdapat kekeliruan atau penyimpangan-penyimpangan

3. Teori Kepemimpinan dan Tipe-tipe Kepemimpinan


Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen
mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda
dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai
lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol
yaitu sebagai berikut
1. Teori Genetie
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and
not made". bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang
pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat
pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan
pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk
itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.
2. Teori Sosial
Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not
made", make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu
: "Leaders are made and not born". Penganut-penganut teori ini
berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin
apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.
3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan
teori sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa
seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada
waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat
mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk

6
mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah
dimilikinya itu. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua
teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling
baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan
yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat
mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.
Tipe Tipe Kepemimpinan :
1. Tipe pemimpin demokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan
suatu hak. Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
c. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain
karena dia menganggap dialah yang paling benar.
e. Selalu bergantung pada kekuasaan formal
f. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan
pendekatan (Approach)
g. yang mengandung unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan otokratis
tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-
hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi
modern.

2. Tipe kepemimpinan militeristis


Perlu diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud
dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan

7
pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua
pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis. Seorang pemipin
yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut
:
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan,
perintah mencapai, tujuan digunakan sebagai alat utama.
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan
pangkat dan jabatannya.
c. Senang kepada formalitas yang berlebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis
jelaslah bahwa tipe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin
yang ideal.

3. Tipe pemimpin fathernalistis


Tipe kepemimpinan fathornalistis, mempunyai ciri tertentu
yaitu bersifat fathernal atau kepakan.ke Pemimpin seperti ini
menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan
bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang
dilakukan sifat terlalu sentimentil. Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin
paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b. Bersikap terlalu melindungi bawahan
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan
wewenang.

8
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk
mengembangkan inisyatif daya kreasi.
e. Sering menganggap dirinya maha tau.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin
seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar
negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen
kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.

4. Tipe kepemimpinan karismatis


Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil
menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin memiliki
karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai
daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut
yang sangat besar.
Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka
menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor
penyebab Karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis,
maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu
dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan
dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe
pemimpin karismatis.

5. Tipe Kepemimpinan Demokratis


Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan
demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini
disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan
kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu.

9
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah
sebagai berikut:
a. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di
dunia.
b. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi
dengan kepentingan organisasi.
c. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik
bawahannya.
d. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan
pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan
dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa
dari bawahan.
e. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya.
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
.
4. Konsep Kepememimpinan Perubahan

Pada dasawarsa akhir ini, kepemimpinan lebih populer dengan


kepemimpinan perubahan. Richard L. Daff mengemukakan konsep
kepepemimpinan dalam satu definisi saja yaitu “kepemimpinan adalah
merupakan suatu pengaruh hubungan antara pimpinan dan pengikut
(followers) yang bermaksud pada perubahan dan hasil nyata yang
mencerminkan tujuan bersama” Dari definisi tersebut tercakup tujuh
unsur yang esensial dalam kepemimpinan, (1) pemimpin (leader), (2)
pengaruh (Influence), (3) pengikut (Follower), (4) maksud (Intention),

10
(5) Tujuan bersama (shared purpose), (6) Perubahan (change), (7)
tanggung jawab pribadi (Personal responbility).

Pengaruh adalah hubungan timbal balik bukan satu arah


antara pemimpin dengan pengikut dengan maksud dan harapan
terjadi perubahan yang berarti sebagai hasil dari tujuan bersama. Dari
pandangan Daff di atas dapat dipahami bahwa pengaruh tidak
dikaitkan dengan unsur kekuasaan maupun paksaan yang dilakukan
pemimpin terhadap bawahan. Pemimpin mempengaruhi bawahan dan
juga bawahan dapat mempengaruhi pemimpin, malahan menurut Daff
pengikut yang baik bukanlah “Yes people” kadang-kadang pemimpin
yang efektif sama dengan dengan pengikut yang efektif, hanya
berbeda dalam memainkan perannya.

11
B. Pengertian Personal Mastery
Personal Mastery merupakan salah satu dari lima disiplin
dalam Learning Organization menut Peter Senge. Secara etimologi,
mastery berasal dari bahasa inggris dan latin yang berarti
penguasaan atau keahlian dominasi terhadap sesuatu. Sedangkan
dari bahasa Perancis, berasal dari kata Maitre yang berarti seseorang
mempunyai keahlian khusus, cakap, dan ahli dalam sesuatu. Fran
Sayersmengemukakan bahwa Penguasaan diri adalah
pengembangan diri seseorang yang prosesnya terus
berkesinambungan, selalu mencari jalan untuk terus berkembang, hal
baru untuk dipelajari, bertemu dengan orang baru, merupakan suatu
jalan kehidupan yang menekankan pada perkembangan dan
kepuasan dalam kehidupan personal dan professional. Sedangkan
Marquardtmenjelaskan bahwa Penguasaan diri adalah suatu cara
yang berkesinambungan untuk menjernihkan dan memperdalam visi,
energi, dan kesabaran seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa penguasaan diri adalah sebuah proses
pembelajaran kehidupan seseorang, bukan sesuatu yang sudah
dimiliki. Penguasaan diri itu tentang mencintai diri sendiri dan
mengembangkan bakat yang dimiliki semaksimal mungkin. Beberapa
orang berpikir bahwa penguasaan diri itu membatasi dan mengontrol
diri sendiri, tetapi sesungguhnya hal ini mengenai pemahaman akan
diri sendiri. Seseorang harus mengidentifikasi tentang bagaimana
suatu kebiasaan muncul untuk mengontrol suatu kebiasaan tersebut.

12
C. Manfaat Penguasaan Diri (Personal Mastery)
Manfaat atau keuntungan bagi seseorang yang mempunyai
tingkat penguasaan diri tinggi adalah:
a. Kemampuan mengambil tanggung jawab
b. Kejelasan dan profesionalisme visi
c. Kohesive dan team work yang berlaku
d. Penurunan jumlah pegawai yang absen melalui peningkatan
kesejahteraan Pegawai
e. Mampu mengendalikan stress dan bersikap positif
f. Menciptakan petumbuhan organisasi yang tetap dan berjangka
panjang
g. Pemenuhan tanggung jawab sosial
h. Kepemimpinan kreatif yang kuat
i. Meningkatkan kecerdasan emosi.

D. Aspek Personal Mastery


Seseorang yang telah menguasai Personal Mastery memiliki
komitmen yang tinggi terhadap suatu hal, sering mengambil insiatif,
terus menerus mengembangkan kemampuan untuk menciptakan hasil
terbaik dalam kehidupan yang diinginkan. Metavarsity Course
menyebutkan bahwa Personal Mastery memiliki empat aspek, yaitu:
a. Aspek Emosional
Personal Mastery berkaitan erat dengan aspek emosional
yang terdapat dalam diri seseorang. Hubungan tersebut bisa
memunculkan sifat atau perilaku seseorang seperti berikut ini:
a. Memahami emosi diri sendiri dan akibat emosi
b. Memahami orang lain dan emosi yang dialami
c. Berdaya secara emosional dan nyata
d. Menjadi terbuka dengan suatu hubungan

13
b. Aspek Spiritual
Faktor spiritual menjadi aspek yang tidak terpisahkan
dengan Personal Mastery. Hal ini disebabkan spiritual bisa
menjadi dasar yang cukup kuat keyakinan seseorang dalam
melakukan sesuatu. Aspek spirital terdiri atas :
a. Berkaitan dengan inner-self
b. Mengapresiasi kehidupan, menyayangi orang lain
c. Bersatu dalam perbedaan dengan orang lain
d. Menciptakan dunia yang lebih baik untuk tempat hidup
c. Aspek Fisik
Kondisi fisik seseorang juga berpengaruh cukup kuat
dalam implementasi Personal Mastery. Tanpa kondisi fisik yang
prima, Personal Mastery seseorang bisa terpengaruh atau
bahkan tereduksi. Berikut ini beberapa contoh aspek fisik, yakni:
a. Berada secara fisik dan dalam lingkungan
b. Memahami hubungan ant ara ‘ mind-body’
c. Bertanggung jawab dan membuat keputusan positif
d. Me-managestress dan mencapai keseimbangan
d. Aspek Mental
Faktor mental memiliki pengaruh yang sama pentingnya
dengan aspek fisik. Seorang individu pada dasarnya merupakan
perpaduan dari mental dan fisik yang berkoordinasi menjadi satu
kesatuan yang utuh. Aspek mental tersebut terdiri atas :
a. Memahami cara kerja pikiran dan cara menciptakan realitas
b. Meningkatkan fokus mental dan konsentrasi
c. Menciptakan pikiran yang jernih dan inovatif
d. Menciptakan realitas yang diinginkan.

14
E. Disiplin Penguasaan Diri (The Discipline of Personal Mastery)
Seseorang yang mampu menguasai diri akan mampu
mengelola kreativitas dengan menekan kelemahan untuk mencapai
visi pribadi serta berpartisipasi dalam pencapaian visi organisasi.
Individu dituntut untuk terus belajar mengembangkan keterampilan
dan kompetensi yang dimiliki dalam pencapaian visi yang telah
ditentukan. Proses belajar yang terus menerus akan terjadi jika
individu mempunyai semangat juang ikhlas yang muncul dari dalam
diri sendiri. Individu harus memiliki visi serta menyadari akan
kemampuan yang dimiliki. Menurut Peter Senge, pencapaian personal
mastery mempunyai tiga pilar utama, yaitu:

a. Visi Pribadi
Setiap orang mempunyai cita dan tujuan, namun tanpa
pemahaman visi yang nyata, visi tersebut tidak akan tercapai.
Berbeda dengan tujuan, Menurut Wibisono (2006) visi
merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita atau impian
sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa
depan. Visi suatu organisasi memiliki nilai, aspirasi serta
kebutuhan organisasi di masa depan. Visi adalah gambaran
masa depan yang dicita-citakan, sedangkan tujuan lebih bersifat
abstrak. Visi dan tujuan adalah pondasi dari ketercapaian
penguasaan diri.

b. Tegangan Kreatif
Setiap orang menggantungkan visi paling maksimal
dalam diri, namun tidak dapat dipungkiri apabila visi tersebut
bertentangan dengan kenyataan yang ada. Seseorang hanya
mempunyai dua pilihan dalam posisi ini yakni, mendorong

15
kenyataan untuk mengikuti visi atau mundur mengikuti kenyataan
dan menerima nasib. Sebagian besar orang akan memilih pilihan
kedua karena lebih mudah dan tidak mempunyai risiko.
Sebenarnya seseorang mampu untuk menyeimbangkan
tegangan antara kenyataan yang ada dan visi dengan cara
berpikir positif dan lebih kreatif dengan segala keterbatasan yang
dimiliki. Keteguhan visi dan berbagai risiko perubahan besar akan
diraih apabila seseorang mau dan mampu untuk
menyeimbangkan tegangan yang ada.

c. Komitmen pada Kebenaran


Pepatah mengatakan ‘ berkatalah jujur walaupun itu
pahit’. Apabila seseorang mau untuk membuka diri dan pantang
untuk membohongi diri sendiri serta mau menantang cara kerja
sesuatu, maka orang tersebut telah mencapai penguasaan
pribadi yang tinggi. Kebenaran sangat berpengaruh pada
kemampuan seseorang dalam mengubah strukttur sehingga
tercapai hasil yang dicitakan.

F. Karakteristik Personal Mastery


Menurut Marty Jacobs (2007), seseorang yang memiliki
personal mastery yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Mempunyai sensekhusus mengenai tujuan hidupnya
2. Mampu menilai realitas yang ada sekarang secara akurat
3. Terampil dalam mengelola tegangan kreatif untuk memotivasi diri
dalam mencapai kemajuan kedepannya.
4. Melihat perubahan sebagai suatu peluang
5. Memiliki rasa keingintahuan yang besar

16
6. Menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal
tanpa menunjukkan rasa egois atau individualismenya
7. Pemikir sistemik, dimana seseorang melihat dirinya sebagai salah
satu bagian dari sistem yang lebih besar

G. Dimensi Personal Mastery


Peter Senge dalam Global Learning Service, menegaskan
bahwa maksud dari penguasaan pribadi adalah untuk mewujudkan
dua komponen utama, yaitu menentukan tujuan dan untuk mengukur
tujuan tersebut. Dua komponen tersebut harus membudaya dalam diri
manusia. Manusia harus menanamkan pikiran bahwa penguasaan diri
adalah sebuah proses pengembangan terus menerus dalam Learning
Organization.
a. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Laporan dari komisi pendidikan UNESCO dalam The
Jewel Within menyatakan bahwa pengembangan diri merupakan
sebuah proses mengenal dan memahami diri sehingga
seseorang mampu membuka diri untuk berhubungan dengan
orang lain. Self-awareness merupakan dasar untuk personal
mastery dan efektivitas dalam berhubungan dengan orang lain.
Self-awareness dapat dijadikan kunci sebagai pemegang kendali
untuk pengembangan personal dan profesional.
b. Ketajaman Perseptual (Perceptual Acuity)
Perceptual Acuity merupakan kemampuan dalam
menafsirkan pesan yang diperoleh melalui persepsi, observasi,
dan kemampuan mendengar.
c. Penguasaan Emosional (Emotional Mastery)
Penguasaan emosi adalah bagaimana seseorang memahami
emosi diri, mengenal emosi orang lain, dan kemampuannya

17
untuk memanajemen emosi untuk menghargai orang lain.
Goleman membagi lima kecerdasan emosi dalam buku
“Emotional Intelligence”, yaitu:
1. Kesadaran Diri
Mengenal emosi diri yang terkait dengan kapan,
dimana, dan mengapa emosi bergejolak, mampu dalam
memonitor perasaan sesuai situasi dan kondisi, serta
memahami efeknya pada orang lain.
2. Regulasi Diri (Self-Regulation)
Kemampuan dalam Mengendalikan emosi, menahan
diri dan mencoba untuk menenangkan diri. Mengontrol atau
mengarahkan rangsangan emosi dan mempunyai
kecenderungan untuk berpikir sebelum bertindak.
3. Motivasi Diri (Internal Motivation)
Memotivasi diri sendiri, bahwa sesungguhnya emosi
tidak menyelesaikan masalah. Seseorang akan bekerja
dengan alasan internal yang melampaui uang dan status
imbalan eksternal, sehingga ia akan mempunyai
kecenderungan untuk mengejar tujuan dengan energi dan
ketekunan.
4. Empati (Empathy)
Kemampuan untuk memahami karakter dan emosi
orang lain. Sebuah keterampilan dalam memperlakukan orang
sesuai dengan reaksi emosional mereka.
5. Kemampuan Sosial (Social Skills)
Kemampuan dalam mengelola hubungan dan
membangun jaringan serta kemampuan untuk menemukan
kesamaan dan membangun hubungan.

18
d. Keterbukaan (Openness)
Organisasi tidak hanya dihuni oleh satu pemikiran.
Seseorang bisa terbuka menerima pemikiran orang lain, serta
bersedia untuk menggali ide baru dan pengalaman demi sebuah
perkembangan.
e. Fleksibilitas dan Adaptasi (Flexibility and Adaptability)
Perubahan dan/atau perkembangan dalam organisasi
menuntut seseorang untuk mengikuti perubahan dan/atau
perkembangan tersebut. Maka seseorang harus mempunyai
sikap fleksibel dan pintar untuk beradaptasi, sehingga mampu
memandang perubahan sebagai kesempatan baru.
f. Otonomi (Autonomy)
Seseorang harus mampu mengendalikan hidup untuk
mencapai pikiran jernih dan kecerdasan, sensitivitas tinggi, rasa
estetika, tanggung jawab serta nilai spiritual. Seseorang yang
autonomus mempunyaisikap Self-awareness tinggi,
keingintahuan tinggi, dan lebih proaktif daripada reaktif.
g. Akal dan Daya Kreatif (Creative Resourcefullness)
Seseorang harus kreatif dan inovatif serta selalu
menemukan hal baru dalam melakukan sesuatu. Selalu terbuka
akan ide-ide dan pengalaman baru serta fleksibel dan adaptasi.

H. Strategi Pengembangan Personal Mastery


Banyak orang yang mengakui bahwa di antara semua disiplin
pembelajaran, personal mastery-lah yang paling menjadi perhatian.
Tidak hanya meningkatkan kemampuan sendiri, namun juga
meningkatkan kemampuan orang lain. Banyak orang mengakui
bahwa organisasi berkembang seiring dan sejalan dengan para

19
anggota. Beberapa orang mengetahui prinsip utama disiplin ini. Tidak
seorang pun bisa meningkatkan personal mastery orang lain, namun
hanya bisa menciptakan kondisi yang mendorong dan mendukung
orang yang ingin meningkatkan personal mastery.
Setiap orang harus menawarkan dorongan semangat dan
dukungan ini, karena pembelajaran tidak akan berlangsung lama
kecuali dipicu oleh minat dan rasa ingin tahu yang besar dari orang itu
sendiri. Walaupun pemicu tidak ada, orang akan patuh menerima
pelatihan apa pun yang diberikan. Dampak dari latihan itu
berlangsung sementara, namun tanpa komitmen orang yang dilatih
akan berhenti menerapkan ketrampilan baru tersebut. Sebaliknya, jika
pembelajaran dikaitkan dengan visi seseorang, maka orang itu akan
berupaya keras mempertahankan agar pembelajaran dapat terus
berlangsung. Namun, banyak perusahaan cenderung merintangi
daripada mendorong motivasi intrinsic. Untuk mengembangkan
personal mastery, bisa dilakukan dengan cara berikut :
a. Percakapan dalam diri
Penerapan pokok personal mastery mencakup
pembelajaran untuk mempertahankan visi pribadi dan gambaran
jernih tentang realitas saat ini yang ada di hadapan. Dengan
melakukan hal ini, akan membangkitkan kekuatan dalam diri
sendiri yang disebut "tegangan kreatif." Tegangan menurut sifat
alaminya, memerlukan penyelesaian, dan sebagian besar
penyelesaian alami terhadap tegangan adalah dengan
mendekatkan realitas dengan apa yang diinginkan.
b. Pemimpin sebagai Pelatih
Tegangan kreatif secara terbuka (dengan membangun visi
bersama di satu pihak, dan membantu orang lain melihat sistem
tersebut serta model mental dari realitas saat ini di lain pihak)

20
bisa menggerakkan seluruh organisasi ke depan, karena
organisasi didorong oleh tegangan kreatif setiap individu.
Langkah pertama dalam belajar menciptakan tegangan berskala
lebih besar adalah dengan belajar membangkitkan serta
mengelola tegangan kreatif dalam diri sendiri.

I. Aplikasi Personal Mastery


Pada hakekatnya proses belajar tidak mengenal perbedaan.
Entah seseorang itu awalnya berasal dari orang yang tidak mampu
ataupun kaya, pekerja kasar ataupun pejabat tinggi dan tidak
mengenal juga suku, ras atau pun golongan. Manusia dan mahluk
hidup lainnya dituntut untuk tetap mampu beradaptasi agar mereka
bisa bertahan. Beradaptasi membutuhkan inovasi dan kemampuan
untuk berkreasi. Dan ini semua bisa didapat dengan cara belajar, baik
secara individual maupun bersama.

J. Penilaian Personal Mastery


Penilaian pada penguasaan diri seseorang didasarkan pada
dimensi-dimensi penguasaan diri. Dalam hal ini setiap orang mengisi
kuesioner untuk mengetahui posisi diri dan seberapa jauh seseorang
menguasai dirinya. (Hapsari, dkk., 2013).

21
K. Model kerangka konsep

22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Masalah
Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan
terdepan dengan misi sebagai pusat pengembangan pelayanan
kesehatan, yang tugasnya melaksanakan pembinaan, pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di suatu
wilayah tertentu. Pelayanan kesehatan yang dilakukan secara
menyeluruh, meliputi aspek-aspek; promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.
Dalam pelaksanaan operasionalnya, Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) haruslah didukung oleh penerapan fungsi
manajemen kesehatan yang baik pula. Pimpinan suatu organisasi
pelayanan kesehatan, dalam hal ini pimpinan puskesmas, haruslah
mampu menerapkan prinsip-prinsip manajemen, terampil melakukan
analisis masalah, baik itu masalah program ataupun masalah kesehatan
masyarakat, sebelum merencanakan kegiatan sebuah program kesehatan
mendelegasikan wewenang dan membagi tugas-tugas pokoknya kepada
staf yang dipimpinnya mengembangkan motivasi staf sesuai dengan
peranannya masing-masing (pelaksanaan), dan mampu mengukur
kemajuan yang sudah dicapai oleh staf dalam melakukan tugasnya
masing-masing dan memberikan bimbingan, bila diketahui ada
penyimpangan, Serta mampu mengkaji tingkat produktifitas, efisiensi dan
efektifitas program yang sudah dicapai oleh organisasinya secara
menyeluruh (Hasibuan, 2007).
Secara umum, penerapan program-program dan kegiatan
manajemen dalam puskesmassudah terkonsep dengan baik, sesuai
dengan peraturan menteri kesehatan. Namun dalam proses
pelaksanaanya dilapangan, terdapat berbagai masalah-masalah dan
23
kendala yang ditemukan, baik dari mental fisik pegawai, proses
manajemen organisasi dalam lingkup puskesmas, maupun berbagai
pelaksanaan program-program berbasis kesehatan, yang dalam proses
pelaksanaanya masih ditemukan berbagai masalah dan kendala baik
berupa kinerja karyawan yang kurang maksimal, system organisasi yang
tidak berjalan dengan baik, maupun sarana dan prasarana yang kurang
memandai sehingga pelaksanaan program kurang efektif dan efisien
Menurut Peter senge dalam bukunya, terdapat beberapa
peyakit organisasi anatara lain:
1. I am my position

Penyakit organisai ini terjadi jika anggota organisasai atau


masing-masng individu mersa posisinyalah yang terbaik dan merasa
cukup dengan apa yang ada tanpa ada kenginan untuk belajar. Dan
dalam hal ini mereka merasaposisinya lah yang paling penting dan
menganggaphal lain bukan merupakan bagian dari posisinya dan tidak
perlu untuk di perhatkan.

Dalam hal ini, petugas kesehatan dalam puskesmas cenderung


bekerja sesuai dengan apa yang telah telah menjadi fungsi dan tugasnya,
seperti halnya fungsi fungi peran seorang tenaga administrasi puskesmas
yang kadang hanya terfokus dalam kegiatan perencanaan tanpa terlibat
langsung dalam proses kegiatan program kesehatan, sehingga dalam
proses pelaksanaanya kadang petugas kesehatan yang terlibat sangat
kurang dan keefektifan pelaksanaan program tidak terlaksana pula
dengan baik

24
2. Enemy Is Out There

Masalah organisasi ini timbul ketika pihak-pihak dalam


organisasi tidak mau di salahkan atas masalh yang tedapat dalam
organisasi dan menganggap pnyebaba asalh datang dari pihak lan atau
dari luar posisinya.

Sebagai unit pelaksana teknis fungsional puskesmas, yang


melaksanakan berbagai program dan Upaya kesehatan masyarakat
cenderung di salahkan apabila terjadi kegagalan penerapan program
dalam masyarakat, sementara pelaksana tugas fungsional bukanlah satu-
satunya yang bertanggung jawab apabila terjadi kegagalan program atau
masalah lain.

Kegagalan program merupakan tanggung jawab seluruh


karyawan dan staf yang ada dalam organisasi , pelaksana fungsional
tidak harus disalahkan apabila terjadi kegagalan program, namun perlu
mengevaluasi program yang ada, agar dapat berjalan dengan baik. Dilain
pihak, unit fungsional harus saling bekerjasama dengan unit fungsional
lainya dalam pelaksanaan program sehingga dapat berjalan dengan baik.

3. The parable of the boiled frog

Penyakit organisasi ini meyebabkan anggota organisasi


terlambat menyadari suatu masalah atau membiarkan suatu maslah
menjadi besar yang awalnya adalah masalah- asalh kecil yang diabaikan.

Dalam hal ini, kadang petugas kesehatan mengabaikan


masalah – masalah masalah kecil yang sebenarnya dapat menimbulkan
efek masalah kesehatan yang lebih besar, seperti program sosialisasi
pengadaan jamban keluarga dan pengadaan saluran pendaan saluran
pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan di daerah

25
terpencil yang kadang diabaikan,namun jika program sosialisasi ini tidak
dilaksanakan denga baik, maka akan menimbulkan dampak yang lebih
besar bagi masyarakat, seperti munculnya kasus kejadian diare yang
dapat menimbulkan kesakitan dan bahkan kematian. petugas hanya
berfokus pada masalah dan program-programdan yang cenderung besar
dan membutuhkan dana besar namun dampaknya kurang dapat
dirasakan dalam masyarakat.

B. Metode Penyelesaian Masalah

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan


berbagai masalah adalah dengan menggunakan pendekatan personal
mastery.

1. Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)


Penguasaan pribadi adalah suatu budaya dan norma lembaga yang
terdapat dalam organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua
individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan
pribadi merupakan suatu disiplin yang antara lain menunjukkan
kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi,
memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang
realitas secara obyektif.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatan manajemen organisasi dan
program berbasis kesehatan, karyawan organisasi harus meliki
Kemampuan mengambil tanggung jawab, dimana setiap tugas yang
diberikan harus dilaksanakan dengan baik, benar serta penuh rasa
tanggung jawab yang tinggi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
program, hingga tercapainya sasaran dalam program kesehatan yang di
inginkan. Selain itu, seorang karyawan harus memiliki sikap pantang

26
menyerah ,mampu mengendalikan rasa stress dan tetap bersikap positif
terhadap berbagai kendala-kendala yang terjadi dalam proses
pelaksanaan program berbasis kesehatan.Dalam pelaksanaan program
pula, diharapkan karyawan pelakasana program organisasi dapat
menciptkan keberhasilan program yang menyeluruh dan
berkesinambungan sehingga dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara
berkelanjutan.
a. Aspek Emosional
setiap anggota karyawan hendaknya memahami tingkat emosi
yang dialami dari dalam dirinya, dan dampak yang ditimbulkan, apakah
emosi tersebut dapat merugikan orang lain ataupun tidak. Emosi
hendaknya dikontrol dengan baik dengan memahami berbagai hakikat
permasalahan yang ada didalam organsisasi maupun program yang
dijalankan, sehingga berbagai masalah yang ditemukan dapat
terpecahkan dengan baik
selain itu, seorang karyawan hendaknya pula memahami jiwa
dan karakter pegawai lain yang ada dalam organisasi, jangan
menadang sikap dan pendampat orang lain yang menyimpang sebagai
suatu kesalahan, namun hendaknya perlu dipahami secara mendalam,
guna mendapatkan berbagai solusi permasalahan yang dialami.petugas
dalam puskesmas hendaknya saling terbuka satu sama lain, baik dalam
bidang masalah program yang dialami, penganggaran, dan lain
sebagainya, sehingga dengan adanya keterbukaan tersebut
memunculkan rasa kepercayaan setiap karyawan puskesmas dan
menghilangkan bebrbagai kecurigaan-kucurigaan negative yang muncul
dalam organisasi.

27
b. Aspek Spiritual
Dalam bekerja hendaknya setiap pimpinan dan bawahan, dan
hubungan antara karyawan yang satu dan yang lainya harus saling
menyayangi satu sama lain, saling membantu dalam setiap masalah
masalah yang dihadapi baik masalah yang ada dalam organisasi
puskesmas amupun masalah-masalah yang terjadi diluar organisasi,
serta memunculkan rasa saling menghargai antara sesama karyawan
dan pimpinan, sehingga menciptakn kondisi lingkungan kerja yang
nyaman bagi setipa anggota organisasi dalam puskesmas.
c. Aspek Fisik
Seorang karyawan hendaknya memiliki kondisi fisik yang prima
serta dengan selau menjaga kesehatan diri secara menyeluruh, karena
Kondisi fisik yang baik, seorang karyawan dapat bekerja dan berfikir
dengan baik pula sehinnggan pelaksanaan program dapat berjalan
dengan lancar. Seorang karyawan hendaknya mampu bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah menjadi kewajibanya dalam
organisasi baik yang bersifat personal maupun kelompok, serta mampu
mengendalikan rasa stres yang ada dalam dirinya apabila mengalami
berbagai kendala ataupun masalah yang ada, sehingga tidak
berdampak bagi pelaksaanaan program dan kegiatan manejemen yang
ada dalam organisasi puskesmas..
d. Aspek Mental
Seorang petugas puskesmas hendaknya memahami cara kerja
program program yang akan dilaksanakan, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi program. Sehingga
diharapkan petugas mampu untuk bekerja dengan fokus, serta memiliki
konsentrasi yang baik dalam melaksanakan program program
kesehatan.

28
2. Disiplin Penguasaan Diri (The Discipline of Personal Mastery)
a. Visi Pribadi
Dalam bekerja, seorang karyawan atau petugas dalam
puskemas harus memiliki visi pribadi yang berisi tentang harapan dan
cita-cinta yang ingin dicapai dalam organisasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang sehingga setiap karyawan dalam puskesmas
memiliki target yang ingin dicapai dengan baik. Seperti
 Melaksanakan program kesehatan secara baik cepat cepat dan
efisien
 Menjadi petugas teladan dalam puskesmas
 Bekerja denga baik dan disenangi oleh karyawan lain dan
masyarakat

Dengan begitu, karyawan dapat bekerja sesuai dengan visinya


yang sesuai pula dengan tujuan organisasi, sehingga kegiatan
organisasi dalam melaksanakan tujuaanya dapat berjalan dengan
baik, karena telah telah di dukung oleh pencapaian visi dari setiap
anggota yang ada dalam organsiasi puskesmas.

b. Tegangan Kreatif
Dalam melaksanakan sebuah visi, kadang petugas puskesmas
mengalami hambatan dalam mencapai visi yang di inginkan dalam
organisasi. namun yang perlu diketahui bahwa itu bukanlah suatu
bentuk kegagalan yang ada dalam diri. Seorang petugas hendaknya
tetap memegang visi yang ingin dicapai walaupun kadang dalam
proses pelakasanaanya banyak hambatan dan cobaan yang didapat.
Seorang petugas kesehatanpun harus mampu untuk menyeimbangkan
segala bentuk hambatan yang ada dengan dengan berbagai cara yang
lebih efisien, sehingga setiap hambatan yang ada mampu untuk di

29
pecahkan dengan hal yang lebih efektif, sehingga kadang berbagai
pencapaian visi yang lebih besar akan diraih oleh petugas kesehatan .
c. Komitmen pada Kebenaran
Berpegang teguh pada hakikat Kebenaran merupakan patokan
yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan berbagai masalah-
masalah yang ada, seorang petugas kesehatan kadang dihadapakn
pada berbagai pilihan yang banyak dalam menyelesaikan masalah
masalah program yang ada, sehinggakadang mereka mengambil jalan
lain yang kadang tidak sesuai dengan hakikat dari kebenaran yang
ada yang menyebabkan pelaksanaan program mengalami banyak
kendala dan hambatan karena dilaksanakan dengan adanya ketidak
jujuran dari petugas kesehatan.
Dengan berpegang teguh pada hakikat kebenaran dalam
melaksanakan program, maka resiko yang dihadapi akan selalu
mempunyai jalan keluar yang baik yang tidak akan merugikan orang
lain baik untuk petugas kesehatan maupun bagi mamasyarakat
banyak. berpegang teguh kepada kebenaran pula adalah merupan
kunci keberhasilan suatu program kesehatan.

3. Karakteristik Personal Mastery


Seorang petugas kesehatan di puskesmas hendaknya memiliki
karakteristik personal mastery yang kuat, yang mempunyai tujuan
yang ingin dicapai dalam hidupnya dengan cara yang baik dan benar,
mampu melihat berbagai realita masalah kesehatan yang ada dalam
masyarakat untuk kemudian dijadikan sebagai usulan perencanaan
dalam sasaran dari program kesehatan yang di inginkan, serta
memiliki rasa keingitahuan yang besar terhadap berbagai fenomene-
fenomena yang terjadi baik dalam lingkup majemen dalam puskemas
maupun yang ada dalam masyarakat umum, sehingga seorang

30
petugas kesehatan dapat merinci dan mempresiksi berbagai solusi,
pemecahan masalah,perencanaan program dan peningkatan secara
secara bekelanjutan.

4. Dimensi Personal Mastery


a. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Seorang petugas kesehatan hendaknya mehami konsep diri
sendiri dengan baik. Petugas kesehatan harus mampu
mengembangkan dirinya secara maksimal dengan berbagai bidang
pengalaman, pengetahuan, serta berbagai keahlian tertentu,
sehingga dia mampu untuk mebuka diri kepada masyarakat umum
dan petugas lain dalam melaksanakan program-program kesehatan
dan kegiatan manajemen organsiasi di puskesmas.
b. Ketajaman Perseptual (Perceptual Acuity)
Seorang petugas kesehatan harus mampu menganalis dan
mempunyai persepsi konseptual yang baik untuk di aplikasikan
dalam lingkungan masyarakat dan kegiatan dalam manajemen
organsiasi melaui pemahaman pemahaman pada berbagai kajian
ilmu kesehatan, dan ilmu ilmu lain yang berhubungan dengan
masyarakat
c. Penguasaan Emosional (Emotional Mastery)
1) Kesadaran Diri
Seorang petugas kesehatan hendaknya hendaknya harus
dapat menguasai dirinya dengan baik, dengan Mengenal emosi
diri yang terkait dengan kapan, dimana, dan mengapa emosi
bergejolak, mampu dalam memonitor perasaan sesuai situasi
dan kondisi, serta memahami efeknya pada orang lain.

31
2) Regulasi Diri (Self-Regulation)
Kemampuan Mengendalikan emosi, menahan diri dan
mencoba untuk menenangkan diri dari berbaagai permasalahan
permasalahan yang ada dalam organisasi puskesmas. Serta
Mengontrol diri dengan baik dan mengarahkan rangsangan
emosi dan mempunyai kecenderungan untuk berpikir sebelum
bertindak.
3) Motivasi Diri (Internal Motivation)
Memotivasi diri sendiri, bahwa sesungguhnya emosi tidak
menyelesaikan masalah. Seseorang akan bekerja dengan
alasan internal yang melampaui uang dan status imbalan
eksternal, sehingga ia akan mempunyai kecenderungan untuk
mengejar tujuan dengan energi dan ketekunan.
4) Empati (Empathy)
Kemampuan untuk memahami karakter dan emosi orang
lain. Sebuah keterampilan dalam memperlakukan orang sesuai
dengan reaksi emosional mereka.
5) Kemampuan Sosial (Social Skills)
Kemampuan dalam mengelola hubungan dan membangun
jaringan serta kemampuan untuk menemukan kesamaan dan
membangun hubungan antara pimpinanan dan bawahan, serta
sesama petugas di puskesmas.
d. Keterbukaan (Openness)
Keterbukaan merupakan hal yang sangat penting dalam
organisasi. seperti halnya dalam melaksanakan curah pendapat
dalam organisasi hendaknya sesama petugas kesehatan satu
sama lain harus saling terbuka dalam menerima pendapat dan
koreksi dari setia anggota dan masyarakat, serta mau untuk
menerima pemikiran orang lain, serta bersedia untuk menggali ide

32
baru dan pengalaman demi tercapainya pelaksanaan program
kesehatan yang di inginkan.
e. Fleksibilitas dan Adaptasi (Flexibility and Adaptability)
Seorang petugas kesehatan harus mempunyai sikap
fleksibel dan pintar untuk beradaptasi dalam segala kondisi dan
keadaan yang terjadi dala lingkungan masyarakat maupun
lingkungan manajemen organisasi, sehingga mampu memandang
perubahan sebagai kesempatan baru.
f. Otonomi (Autonomy)
Seseorang harus mampu mengendalikan hidup untuk
mencapai pikiran yang baik dalam melaksanakan tugas di
lapangan serta petugas kesehatan harus memiliki rasa tanggung
jawab serta nilai spiritual dalam melaksanakan berbagai kegiatan
kegiatan dalam kehidupanya.
g. Akal dan Daya Kreatif (Creative Resourcefullness)
Seorang petugas kesehatan harus kreatif dan inovatif
serta selalu menemukan hal baru dalam melakukan sesuatu
kerjaan . Selalu terbuka akan ide-ide dan pengalaman baru serta
fleksibel dan adaptasi terhadap berbagai hal hal baru yang
ditemukan.
5. Strategi Pengembangan Personal Mastery
a. Percakapan dalam diri
Penerapan pokok personal mastery mencakup
pembelajaran untuk mempertahankan visi pribadi dan gambaran
jernih tentang realitas saat ini yang ada di hadapan. Dengan
melakukan hal ini, akan membangkitkan kekuatan dalam diri
sendiri yang disebut "tegangan kreatif." Tegangan menurut sifat
alaminya, memerlukan penyelesaian, dan sebagian besar

33
penyelesaian alami terhadap tegangan adalah dengan
mendekatkan realitas dengan apa yang diinginkan.
b. Pemimpin sebagai Pelatih
Pendekatan sorang pimpinan sangat tergantung dari
gaya kepemipnan itu sendiri, gaya kepemimpnan yang baik yang
dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah di puskesmas
yaitu :
a. Kepemimpinan yang mengarahkan/pengasuh (direktif).
Memberikan panduan kepada petugas kesehatan mengenai
apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan
mempertahankan standar kerja.
b. Kepemimpinan yang mendukung (supportive). Menunjukkan
kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan seluruh
petugas puskesmas, sikap ramah dan dapat didekati, serta
meperlakukan para karyawan sebagai orang yang setara
dengan dirinya.
c. Kepemimpinan partisipatif. Berkonsultasi dengan karyawan
dan secara serius mempertimbangkan gagasan seluruh
petugas puskesmaspada saat mengambil keputusan.
d. Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (prestasi).
Mendorong para petugas puskesmas untuk berprestasi pada
tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang
menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan
memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.

34
6. Model mental
Dalam pelaksanaan pelaksanaan program berbasis kesehatan,
pegawai atau pelaksana program hendaknya memili konsep penerapan
program, baik dalam hal perencanaan, hingga pada tahap pelaksanaan
guna tercapainya program yang di inginkan,. Selain itu, mereka harus
senantiasa memiliki gambaran internal tentang bagaimana kondisi
keadaan dilapangan tempat pelaksanaan program, baik berupa berupa
budaya, ekonomi, sosial, serta adat istiadat daerah setempat, sehingga
berbagai kendala atau masalah-masalah di lapangan dapat dipahami
dengan baik.
Selain itu, karyawan puskesmas selalu berfikir dan membrikan
ide-ide positif berupa masukan dan saran yang baik,serta membangun
baik dalam proses perencanaan, serta dalam pelaksanaan program
maupun dalam kegiatan manajemen organisasi
Dalam penerapan program dilapangan pula, diperlukan adanya
model mental yang baiktentang manfaat dari pelaksanaan program, baik
demi kemajuan puskesmas, maupun manfaat yang banyak bagi
masyarakat, serta diharapkan pula adanya kerjasama dan saliing
pengertian dari semua pihak baik dalam lingkungan internal organanisasi
seperti antara pimpinan dan bawahan, sub-sub bagian dalam organisasi
puskesmas seperi bagian preventif dan kuratif dalam melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing.

7. Visi Bersama (Shared Vision)


Visi bersama dalam puskesmas merupakan hal yang sangan
penting bagi perkembangan dan kemajuan organisasi. Visi bersama
dibentuk dengan adanya tujuan yang ingin dicapai bersama dalam
organisasi puskesmas, seperti peningkatan status kesehatan masyarakat
secara menyeluruh dan berkesinambungan serta peningkatan pelayanan

35
kesehatan masyarakat secara maksimal. Hal dapat tercapai apabila setiap
pegawai dalam manajemen organisasi puskesmas mempunyai visi dan
tekad yang kuat untuk membangun dan memaksimalkan tujuan
puskesmas demi kepentingan organisasi maupun masyarakat banyak.
Visi bersam inilah yang perlu ditekankan, perlu serta dimliki oleh semua
petugas, dan peran pimpinan sangat penting dalam menjabarkan visi
bersama ini keseluruh petugas dan karyawan puskesmas.

8. Pembelajaran Tim (Team Learning)


Dalam puskesmas, terdapat banyak karyawan yang beasal dari
berbagai disiplin ilmu dan latar belaknag tanpa adanya kerjasama sebagai
sebuah tim yang baik maka kegiatan manajemen dan pelaksanaan
program tidak akan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Dalam
pelaksanaan kegiatan manajemen organisasi, semua karyawan harus
menganggap bahwa puskesmas merupakan suatu organisasi dimana
semua karyawan merupakan tim yang saling membantu, saling memberi
masukan, saling melengkapi antara sub-sub bagian kerja dan saling
memahami satu sama lain dalam bekerja, sehingga diharapkan adanya
unsur kesatuan tujuan dalam diri karyawan untuk senantiasa bekerja sama
dalam membangun tujuan yang ingin dicapai.
Setiap karyawan dalam harus menempatkan diri sejajar sebagai
tim, dan partner bagi petugas yang bekerja dalam pelaksanaan
program.Selain itu, adanya dukungan dan kerjasama dari semua pihak,
baik dari pimpinan, sub-sub bagian, serta semua karyawan yang terlibat
dala manajemen puskesmas serta masyarakat umum, dapat memberikan
banyak dapat posif berupa kelancaran pelaksanaan kegiatan, menambah
keakraban dalam bekerja sesama petugas puskesmas, serta
memperlancar kegiatandalam organisasi.

36
9. Pemikiran Sistem (System Thinking)
Setiap komponen, petugas dan karyawan di puskesmas harus
memiliki sistem thinking yang sama akan pentingnya menjalankan proses
kegiatan manajemen organisasi dengan baik dan benar serta dampaknya
pentingnya bagi masyarakat Tanpa aanya sitem thinking yang baik maka
semua kegiatan dan program berbasis kesehatan tidak akan dapat
berjalan dengan baik. karena masing-masng pihak dengn berbagai macam
peofesidan diiplin ilmu hanya berpikir tentang tugasnya masing-masing
secara individual tanpa memkrkan bahwa puskesmas adalah merupakn
sebuah sistem dimana pelaksanaan kegiatan manajemen dan program
program kesehatan yang diterpakan adalah merupakan hal penting dan
bagian dari sistem itu sendiri yang akan memberikan dampak kepada
semua sistem dan dalam penerapannya perlu kerjasama dari semua
pihak.

37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka daapat ditarik beberapa
kesimpulan, yakni
1. Penerapan personal mastery di puskesmas dalam pelaksanaan
program kesehatan sangat memungkinkan dan efektif dilakukan jika
ada kemauan dari semua pihak baik dari pimpinan puskesmas,
maupun seluruh petugas petugas dan karyawan yang bekerja
2. Personal mastery merupakan hal yang sangat penting diterapkan dan
dilaksanakan dalam diri karyawan petugas puskesmas karena sangat
efektif dalam peningkatkan kapasitas bekerja dalam melaksanakan
berbagai program program kesehatan agar dapat berjalan secara
efektif dan efisien

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
Perlunya suatu pelatihan dan pendidkan kepada setiap petugas
kesehatan di puskesmas agar mereka dapat memahami konsep dari
personal Mastery, sehingga dapat diterapakan dalam lingkungan dan
kehidupan sehari hari petugas/karyawan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Agustiyanti, Dewi. 2005. Studi Analisis Perencanaan Tahunan di Puskesmas


Landono kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara.
Skripsi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat F.MIPA Unhalu
: Kendari.

Azwar A, 1996, Program Menjaga mutu pelayanan Kesehatan (Aplikasi


Prinsip Pemecahan Masalah),Yayasan Penerbit IDI, Jakarta.

Nurjanah, 2008.“Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi


Terhadap Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja
Karyawan (Studi pada Biro Lingkup Departemen Pertanian)”..
(http://eprints.undip.ac.id/18483/1/Nurjanah2.pdf). [Diakses tanggal
6 oktober 2015]

Maidin,A. 1996. Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Fakultas


Kesehatan masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar. Jurusan
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Rachmat, 2004, Pembangunan Kesehatan Di Indonesia : Prinsip Dasar,


Kebijakan Dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Sayers, Fran. Personal Mastery. www.opi-inc.com/personal. [Diakses tanggal


6 Oktober 2015

39

Anda mungkin juga menyukai