Anda di halaman 1dari 46

Sindrom Klinefelter Merupakan Suatu Kelainan Kromosom

Apakah Sindrom Klinefelter itu??


Secara garis besar Sindrom Klinefelter merupakan suatu kelainan kromosom dimana juga dikenal sebagai
kondisi XXY. Pada laki-laki normal, mereka memiliki kromosom XY. Namun pada orang yang menderita
Sindrom Klinefelter mereka memiliki kromosom X tambahan. Sehingga orang-orang ini memiliki pola
XXY. Sindrom Klinefelter ini dinamai oleh Dr Henry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit
Massachusetts, Boston yang pertama kali menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada
beberapa pria dengan kromosom X tambahan. Meskipun semua pria dengan sindrom Klinefelter memiliki
kromosom X tambahan, tidak setiap laki-laki XXY memiliki semua gejala-gejala.

DO YOU KNOW?
“Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter
merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500
hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.”

Penyebab Sindrom Klinefelter


Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh dan 2 kromosom
seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki atau perempuan. Normalnya laki-laki
memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX. Pada proses pembentukan gamet terjadi
reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah 46 menjadi 23. Pada tahap tersebut juga terjadi
pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita
XX menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan satu kromosom
seksnya begitupun dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46 kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang gagal berpisah adalah
kromosom seks dari pria maka gamet yang ia sumbangkan memiliki kromosom seks XY yang nantinya
akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam proses pembuahan sehingga yang terjadi adalah
bentuk abnormal 47,XXY (bentuk ini adalah bentuk yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter
seperti yang terlihat pada gambar). Ataupun bila wanita menyumbangkan XX dan pria menyumbangkan
Y. Atau bentuk lain yang terjadi akibat pria menyumbangkan XY dan wanita menyumbangkan XX
sehingga yang terjadi adalah sindrom klinefelter berbentuk 48,XXXY.
membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk gejala klinis pada bentuk mosaik ini
lebih ringan daripada bentuk klasiknya tetapi hal ini tergantung dari sebanyak apa mosaiknya.

Terjadi saat pembentukan embrio

Sindrom Klinefelter terjadi ketika kromosom seks ekstra dari salah satu orangtua diturunkan pada bayi
laki-laki semasa pembentukan embrio. Penurunan kromosom ekstra ini terjadi secara acak dan kebetulan.

Tidak seperti halnya kelainan kromosom lain seperti Down syndrome, mereka yang keluarganya ada
sejarah sindrom Klinefelter atau ibunya yang melahirkan di usia tua tidak secara otomatis bakal
mengalami kelainan ini.
Ciri – ciri penderita Sindrom Klinefelter

Pengaruh dan tanda-tanda sindrom Klinefelter sangatlah bervariasi dan tidak sama pada setiap pria yang
mengalaminya. Secara mental penderita klinefelter cenderung memiliki IQ di bawah rata-rata anak
normal, memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, biasanya aktivitas yang
dilakukan lebih sedikit dari normalnya (hipoaktivitas). Sebagian penderita ini juga terjadi autisme. Hal ini
disebabkan karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang
dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta
keterlambatan kemampuan menulis masalah orientasi seksual, ataupun osteopenia atau osteoporosis.
Gangguan koordinasi gerakan badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan melompat, dan gerakan
motor tubuh yang melambat. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita sindrom ini
dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya lebih tidak aktif
dibandingkan laki-laki normal.

Selain itu terdapat ciri-ciri fisik yang ditandai


dengan testis yang kecil, kurangnya hormon androgen, juga hormon testosteron yang rendah yang
menyebabkan pertumbuhan otot yang kecil namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan, sehingga
tinggi badannya melebihi rata-rata di usianya. Bentuk tubuh dan bulu-bulu pada wajahnya pun tidak
berkembang dengan baik. Selain itu penderita juga mengalami pembesaran jaringan payudara
(gynecomastia). Sehingga penderita kemungkinan mempunyai resikp kanker payudara yang lebih besar
dari pria normal.

Pengobatan

Sebenarnya obat sindrom klinefelter ini belum ditemukan. Umumnya sindrom ini tidak berbahaya.
Namun, untuk mengatasi gejala yang timbul dapat dilakukan beberapa terapi khusus sesuai dengan
kekurangan yang terjadi.

Pada gynecomastia dapat diobati dengan pembedahan. Untuk masalah berbicara, pembelajaran membaca
dan menulis yang lambat dapat diatasi dengan pendidikan khusus, masalah motorik dapat diatasi dengan
terapi fisik. Juga terapi androgen dengan menggantikan testosteron yang kurang pada penderita
klinefelter.
Terapi androgen adalah terapi yang umum dilakukan pada penderita klinefelter, dengan terapi ini
diharapkan akan menumbuhkan rambut tubuh dan rambut fasial, meningkatkan kekuatan, meningkatkan
gairah seksual, membentuk otot, memperbesar testis, meningkatkan mood, diharapkan mampu mengatasi
masalah antisosial, dan mengurangi kemungkinan osteoporosis.
MAKALAH
BIOLOGI REPRODUKSI

Tentang

‘’Sindroma Klinifelter’’

Oleh

Kelompok III

Anggota :

Iis Mirani Waode Nuraisyah MN

Dian Rosmala Lestari Rihsky Novianti

Sunarti Marina Bety Anisa Wulandari

Melisya H. Aries Mahfuzi Khair

Karmila Vivin Andriani

Salmawati

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidah-NYA
sehingga makalah Biologi Reproduksi ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaaat untuk kita semua sebagai bahan
pembalajaran Mata Kuliah Biologi Reproduksi.

Makassar,20 April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Tujuan

C. Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

Sindrom klinifelter

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam mengikuti prinsip-prinsip keturunan, biasanya kita beranggapan bahwa keadaan


bahan genetik adalah konstan selama pengamatan. Anggapan inilah menyebabkan mudahnya
mengikuti berbagai hukum keturunan tanpa mengingat adanya kemungkinan terjadinya
perubahan selama satu eksperiment berlangsung. Akan tetapi sesungguhnya akan dapat terjadi
perubahan pada bahan genetik (Suryo, 2008).

Pada umumya bila terjadi perubahan genetik, dikatakan ada mutasi. Untuk mudahnya,
dapat di bedakan mutasi yang sitologis tampak di dalam inti sel sebagai perubahan kromosom,
dan mutasi gen yang sitologis tidak tampak namun mempunyai pengaruh pada fenotip suatu
organisme. Berdasarkan perjanjian, istilah mutasi umumnya di gunakan untuk perubahan gen,
sedang perubahan kromosom yang dapat di amati di kenal sebagai variasi kromosom atau
abarrasi. Terjadinya variasi kromosom biasanya mengakibatkan abnormalitas pada individu.
Aberrasi kromosom di bedakan atas perubahan dalam jumlah kromosom dan perubahan dalam
struktur kromosom (Suryo, 2008).

Jenis kelamin (sex) suatu individu di tentukan oleh 2 faktor yaitu genetis dan lingkungan.
Keduanya bekerja sama. Jika salah satu abnormal, maka karakter kelamin juga menjadi
abnormal. Jika susunan genetis normal, tapi ada kelainan dalam kehormonan atau suasana
psikologis anak, karakter kelamin setelah dewasa akan mengalami kelainan pula. Begitu pula jika
susunan genetis abnormal, meskipun faktor lingkungan di jaga baik, karakter kelamin individu
akan abnormal pula. (Wildan Yatim,1991).

Sindroma Klinefelter adalah pria dengan sifat kewanitaan, dengan efek genetik 47,XXY.
(Underwood, J.C.E., 1999)

Penderita sindroma klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan


gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa Ginaecomastia (perbesaran
[kelenjar susu] dan berefek pada perbesaran payudara),dll.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter)

Belakangan terbukti kromosom Y berperan juga dalam menentukan jenis kelamin.


Ternyata, kromosom Y itu sangat menentukan untuk terjadinya jenis kelamin laki-laki. Asal ada
kromosom Y itu sangat menentukan untuk terjadinya jenis kelamin laki-laki. Kromosom Y itu
selain mengatur pertumbuhan testis, juga tingkah laku berkelamin (Wildan Yatim, 1991).

Pada embriogenesis awal, faktor genetislah yang menetukan pernyataan karakter


kelamin primer , yaitu alat kelamin (Gonad, saluran, kelenjar, pengantar). Gonad nanti akan
menghasilkan hormon kelamin dan gamet. Hormon kelamin akan mengatur pertumbuhan
karakter kelamin sekunder, yakni suara, pertumbuhan bulu, pigmentasi kulit, pertumbuhan tulang
pelvis, tabiat dan sebagainya. Meskipun susunan genetis normal, tetapi jika suatu ketika gonat
rusak sehingga produksi hormon kelamin tak beres, pertumbuhan karakter kelamin sekunder pun
akan tergenggu dan dapat menyimpang dari asli (Wildan Yatim, 1991).

Jika testis orang diangkat sebelum akil baligh, karakter wanita tumbuh, yang terlihat pada
bentuk (postur) tubuh, suara dan pertumbuhan bulu di muka. Kecenderungan untuk menjadi
wanita ini dapat di cegah dengan suntikan androgen (Wildan Yatim, 1991).

Meski kromosom kelamin yang memegang peranan pokok yang menetukan jenis kelamin,
tapi harus ada perimbangan dengan kromosom biasa (Wildan Yatim, 1991).

Jika imbangan berubah atau abnormal jenis kelaminpun abnormal (Wildan Yatim, 1991).

B. TUJUAN

 Untuk mengetahui apa itu sindroma klinifelter


 Untuk mengetahui penyebab dari sindroma klinifelter
 Untuk mengetahui ciri-ciri dari sindroma klinifelter
 Untuk mengetahui cara pencegahan sindroma klinefelter

C. RUMUSAN MASALAH

 Apa yang dimaksud dengan sindroma klinifelter ?


 Apa yang menyebabkan sindroma klinifelter ?
 Bagaimanakah ciri-ciri dari sindroma klinifelter ?
 Bagaimanakah cara pencegahan dari sindroma klinefelter ?
BAB II

PEMBAHASAN

Trisomi pada manusia. Individu trisomi mempunyai kelebihan sebuah kromosom jika di
bandingkan dengan individu disomi/diploid (2n+1). Individu ini akan membentuk dua macam
gamet, yaitu gamet n dan gamet n+1 (Suryo, 2008).

Trisomi pada manusia dibedakan atas trisomi untuk kromosom kelamin dan trisomi untuk
autosom (Suryo, 2008).

Trisomi untuk kromosom kelamin, ini berarti bahwa kromosom yang berlebihan itu berupa
kromosom kelamin. Trisomi untuk kromosom kelamin terbagi atas :

a. Sindroma Klinefelter
b. Sindroma Triple-X

c. Pria XYY (Suryo, 2008).

Sindroma Klinefelter adalah kelainan genetik] pada laki-laki yang diakibatkan oleh
kelebihan [kromosom X]. Laki-laki normal memiliki [kromosom seks] berupa XY, namun penderita
sindroma klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter)

Dalam tahun 1942 Klinefelter menemukan orang yang mempunyai fenotip pria tetapi
memperlihatkan tanda-tanda wanita seperti tumbuhnya payudara (Gynaecomastia),
pertumbuhan rambut kurang, lengan dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh tampak
tinggi, suara tinggi seperti wanita, testis kecil. Alat genitalia eksternal tampak normal, tetapi
spermatozoa biasanya tidak di bentuk (Suryo, 2008).

Laporan pertama mengenai sindroma klinefelter dipublikasikan oleh Harri klinefelter dan
rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan
bahwa sindroma yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki
sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan
bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia,
yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindroma ini.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter)

Penderita ini sukar di tentukan waktu bayi dan anak, kecuali ada gejala mental
terbelakang. Setelah akil baligh mulai nampak perubahan.anggota tumbuh panjang, tubuh lebih
jangkung dan biasa, kurus gaya mirip wanita. Payudara besar karena panumpukan lemak,
kadang jadi kanker. Tangan dan kaki besar. Berahi subnormal. Penis normal atau sedikit lebih
kecil. Bulu pubis jarang, distribusi bulu itu seperti wanita. Kumis lama tumbuh dan tipis. Suara
agak kewanitaan. Testis kecil, saluran seminifer mengisut, rusak dan mengalami hyaline
sclerosis. Sel-sel Leydig banyak. Dermatoglyphy beda dari normal. 40% ada yang menghasilkan
sperma dan fertil. Kejadian 1:5.000 kelahiran pria (Wildan Yatim, 1991).

Setelah dibuat Karyotipenya ternyata, bahwa orang itu mempunyai 2 buah kromosom-X
dan sebuah kromosom-Y, sehingga keseluruhanya memiliki 47 kromosom (47,XXY).
Berhubungan dengan itu pada waktu di lakukan tes seks kromatin, ia bersifat seks kromatin
positif, karena mempunyai sebuah seks kromatin. Penderita biasanya tuna mental (Suryo, 2008).

Pada embryogenesis awal faktor genetislah yang menetukan pernyataan karakter


kelamin primer , yaitu alat kelamin (Gonad, saluran, kelenjar, pengantar). Gonad nanti akan
menghasilkan hormon kelamin dan gamet. Hormon kelamin akan mengatur pertumbuhan
karakter kelamin sekunder, yakni suara, pertumbuhan bulu, pigmentasi kulit, pertumbuhan tulang
pelvis, tabiat dan sebagainya. Meskipun susunan genetis normal, tetapi jika suatu ketika gonat
rusak sehingga produksi hormon kelamin tak beres, pertumbuhan karakter kelamin sekunder pun
akan tergenggu dan dapat menyimpang dari asli (Wildan Yatim, 1991).

Jika testis orang diangkat sebelum akil baligh, karakter wanita tumbuh, yang terlihat pada
bentuk (postur) tubuh, suara dan pertumbuhan bulu di muka. Kecenderungan untuk menjadi
wanita ini dapat di cegah dengan suntikan androgen (Wildan Yatim, 1991).

Androgen adalah istilah generik untuk senyawa alami atau sintetis, biasanya hormon steroid ,
yang merangsang atau mengendalikan pembangunan dan pemeliharaan karakteristik maskulin vertebrates
untuk mengikat ke androgen receptors. Ini termasuk aktivitas dari aksesori organ sek laki-laki dan
perkembangan karakteristik seks sekunder. Androgen, yang pertama kali ditemukan pada 1936, juga
disebut androgenic hormon atau testoids. Androgens merupakan dasar anabolic steroids.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Androgen).

Pada laki-laki khususnya di masa puber,hormon androgen berfungsi menumbuhkan ciri-


ciri seks sekunder seperti tumbuhnya jakun, kumis dan jenggot, rambut kemaluan serta rambut-
rambut halus di bagian tubuh lainnya. Hormon ini juga ada pada perempuan tapi kalah dominan
dibanding testosteron. (http://sehatluarbiasa.blogspot.com/2011/11/bahaya-hormon-
androgen-bagi-seorang.html).

Ada 2 kelenjar buntu lain yang ikut mengatur karakter kelamin, yaitu Hipofisa dan Adrenal.
Hipofisa adalah raja kelenjar buntu dalam tubuh, dan ia juga mengontrol gonad untuk
menghasilkan gamet dan hormon kelamin. Sedangkan adrenal menghasilkan hormon kelamin,
yang dengan gonad bersama-sama memelihara perimbanganya dalam tubuh. Setiap gonad,
apakah testis atau ovarium, sama-sama menghasilkan androgen atau estrogen. Pada betina
estrogen di hasilkan lebih banyak, pada jantan androgen yang lebih banyak. Adrenal ikut
memelihara perimbangan hormon kelamin ini agar karakter kelamin primer dan sekunder berjalan
normal dan sehat. Jika adrenal rusak, perimbangan hormon kelamin jadi terganggu. Jika adrenal
seorang wanita kena tumor, maka produksi androgen meningkat, dan karakter sekunder kelamin
akan berubah : tumbuh kumis dan jenggot, suara menjadi besar (Wildan Yatim, 1991).

Ada perubahan kelamin yang di mulai sejak masa embrio, ada di masa kanak, ada pula
bahkan yang baru setelah dewasa dan setelah punya anak. Perubahan kelamin ini umumnya
karena karakter primer dan sekunder sendiri sejak awal sudah tak beres (Wildan Yatim, 1991).

Terjadinya Sindroma Klinefelter.

Pada individu, sindroma kinefelter dapat terjadi melalui fertilisasi dari sel telur XX oleh
spermatozoa Y atau melalui fertilisasi dari sel telur X oleh Spermatozoa XY (Gambar 1.1), (Suryo,
2008).

P ơ X P ơ X
Spermatozoa Ovum Spermatozoa Ovum

F₁ F₁

Sindroma klinefelter Sindroma klinefelter

Gambar 1.1. Diagram perkawinan yang menunjukan terjadinya individu Sindroma klinefelter
(47,XXY). Sebelah kiri melalui fertilisasi dari ovum XX oleh spermatozoa, sebelah kanan melalui
fertilisasi dari ovum X oleh spermatozoa XY. Kedua-duanya disebabkan oleh adanya
nondisjunction (ND) selama pembentukan gamet-gamet.
Kebanyakan karyotipe untuk sindroma klinefelter (kira-kira ¾ dari semua kasus) adalah
47,XXY. Akan tetapi tanda-tanda dari sindroma ini biasanya tampak meskipun terdapat lebih dari
satu kromosom-X asal masih ada satu kromosom-Y. Karena itu karyotipe yang lebih kompleks
yang ada hubungannya dengan sindroma klinefelter ialah seperti XXYY, XXXY, XXXYY, XXXXY,
XXXXYYY, dan XXXXXY. Penghambatan mental biasanya di jumpai apabila terdapat lebih dari
dua kromosom-X (Suryo, 2008).

Walaupun sebagian besar dari penderita sindroma klinefelter itu di lahirkan oleh ibu-ibu di
bawah umur 30 tahun, akan tetapi perlu di ingat bahwa sebagan besar dari semua kelahiran
memang terdapat pada waktu itu. Setelah terjadi penurunan kelahiran sindroma klinefelter antara
umur 27-32, maka terdapatlah sedikit kenaikan lagi sesudahnya umur 32, sedangkan jumlah
seluruh kelahiran menurun dengan cepat pada umur itu. Ini memberi kesan bahwa nondisjunction
XY selama Spermatogenesis. Dengan perkataan lain, sindroma klinefelter lebih banyak di
sebabkan oleh nondisjunction XX selama oogenesis (Suryo, 2008).

Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis


(meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet)
pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks
untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom
tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada
anak. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter)

Suatu hasil penelitian yang memperkuat pendapat ini menyatakan bahwa pada 70% dari
pria XXY yang diperiksa, kedua kromosom-X itu berasal dari ibunya : yang 30% lainnya menerima
kromosom XY dari ayahnya (Suryo, 2008).

Mental anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual
IQ di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang
kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level
rata-rata (hypoactivitas). Pada sebagian penderita sindroma ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi
karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami
penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta
keterlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita
sindroma ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan
seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter).

Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang
abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan
memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal (testis) dan (sel selitan)
(''interstital cell'') gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel
gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindroma ini juga
mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level
gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak
badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang
melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun
mengalami perpanjangan kaki dan
lengan.(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter).
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi
sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah
penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya
mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel
normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita
klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapipsikologi sebelum
memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji
kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan
keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu
tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria
penderita klinefelter. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter).

Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama


testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah
kecil hormon ini juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan
utama dan merupakan steroid anabolik. Baik pada jantan maupun betina, testoren memegang
peranan penting bagi kesehatan (http://id.wikipedia.org/ wiki/Testosteron).

Testosteron adalah salah satu hormon yang banyak terdapat di dalam tubuh laki-laki.
Serta merupakan hormon dasar yang diperlukan untuk meningkatkan massa dan stamina otot.
(http://www.forumkami.net/ fitness/50738-meningkatkan-hormon-
testosteron.html#ixzz1syMzBaO9).

Sindroma klinefelter biasanya baru terlihat tanda-tandanya setelah penderita memasuki


masa pubertas, untuk mendiagnosis biasanya dokter menggunakan karyotipe berdasarkan hasil
analisis yang di ambil dari sample darah. Hasil ananlisis akan menunjukan karyotipe kromosom
penderita yang memiliki kelebihan kromososm seks X. Namun sejatinya, sindroma klinefelter juga
dapat didiagnosis selama kehamilan. Dokter dapat mencari kelainan kromosom dalam sel yang
di ambil dari cairan ketuban yang mengelilingi janin (amniocentesis), atau dari plasenta (Chorionic
Villus Sampling (CVS)). (http://www.go4healthylife.com/articles/1320/1/Sindrom-
Klinefelter-Bisa-Dideteksi-Sejak-Kehamilan/Page1.html).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Individu trisomi mempunyai kelebihan sebuah kromosom jika di bandingkan dengan individu
disomi/diploid (2n+1). Individu ini akan membentuk dua macam gamet, yaitu gamet n dan gamet
n+1.
2. Trisomi pada manusia dibedakan atas trisomi untuk kromosom kelamin dan trisomi untuk
autosom.
3. Trisomi untuk kromosom kelamin, ini berarti bahwa kromosom yang berlebihan itu berupa
kromosom kelamin. Seperti yang terjadi pada penderita sindroma klinefelter.
4. Sindroma Klinefelter adalah laki-laki yang menyerupai perempuan.
5. Dalam tahun 1942 Klinefelter menemukan orang yang mempunyai fenotip pria tetapi
memperlihatkan tanda-tanda wanita seperti tumbuhnya payudara (Gynaecomastia),
pertumbuhan rambut kurang, lengan dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh tampak
tinggi, suara tinggi seperti wanita, testis kecil. Alat genitalia eksternal tampak normal, tetapi
spermatozoa biasanya tidak di bentuk.
6. Penderita ini sukar di tentukan waktu bayi dan anak, kecuali ada gejala mental terbelakang.
Setelah akil baligh mulai nampak perubahan.
7. Penderi sindroma klinefelter mempunyai 2 buah kromosom-X dan sebuah kromosom-Y, sehingga
keseluruhanya memiliki 47 kromosom (47,XXY).
8. Pada individu, sindroma kinefelter dapat terjadi melalui fertilisasi dari sel telur XX oleh
spermatozoa Y atau melalui fertilisasi dari sel telur X oleh Spermatozoa XY.
9. Sindroma klinefelter biasanya baru terlihat tanda-tandanya setelah penderita memasuki masa
pubertas.\
10.untuk mendiagnosis biasanya dokter menggunakan karyotipe berdasarkan hasil analisis yang di
ambil dari sample darah. Hasil analisis akan menunjukan karyotipe kromosom penderita yang
memiliki kelebihan kromososm seks X. sindroma klinefelter juga dapat didiagnosis selama
kehamilan. Dokter dapat mencari kelainan kromosom dalam sel yang di ambil dari cairan ketuban
yang mengelilingi janin (amniocentesis), atau dari plasenta (Chorionic Villus Sampling (CVS)).
11.Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi sebelum-
kelahiran (prenatal detection).
12. Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh
karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
13.Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat,
dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon
testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan keterbelakangan
perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita klinefelter.
14.Kecenderungan untuk menjadi wanita pada penderita sindroma klinefelter dapat di cegah dengan
suntikan androgen.

B. SARAN
Perbanyaklah belajar dan membaca agar pengetahuan kita bertambah dan kita memiliki
wawasan yang luas.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Yatim Wildan. 1991. Genetika. Edisi IV, Cetak Ulang, Penerbit TARSITO. Bandung

Suryo. 2008. Genetika Manusia. GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Yogyakarta.

Underwood, J.C.E. 1999.Patologi Umum dan Sistemik volume 1. EGC. Jakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter

http://www.go4healthylife.com/articles/1320/1/Sindrom-Klinefelter-Bisa-Dideteksi-Sejak-
Kehamilan/Page1.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Androgen

http://sehatluarbiasa.blogspot.com/2011/11/bahaya-hormon-androgen-bagi-
seorang.html

http://id.wikipedia.org/ wiki/Testosteron
Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter

BAB I
Pendahuluan
Sindrom Klinefelter merupakan suatu sindrom kelainan genetik dimana pada laki-laki yang memiliki
kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom
klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Sindrom Klinefelter terjadi dengan insiden 1 dari
600 kelahiran hidup. Kelainan ini disebabkan nondisjunction dan penambahan kromosom x yang dapat
terjadi pada saat gametogenesis baik ayah ataupun ibu. Kelainan ini menyebabkn keeguguran sehingga
banyak kejadian seperti ini tidak terdiagnosis. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas,
keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa
ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara. Sindrom Klinefelter
terhitung 3% menjadi penyebab infertiltas pada pria dengan oligospermia atau azoospremia (5-10
persen). Secara umum, berat ringannnya malformasi pada Sindrom Klinefelter tergantung jumlah
kromosom X. Retardasi mental dan hipogonadisme lebih berat terjadi pada pasien dengan kariotip
49,XXXXY dibandingkan dengan 48,XXXY. Kariotip 47,XXY dideteksi pada atau sebelum kelahiran
dalam 10 persen anak laki-laki yang menderita sindrom Klinefelter, dan ditemukan pada 25% orang
dewasa yang mengelami kelainan ini. Hampir semua lelaki dengan kariotip 47,XXY akan infertile, kecuali
pada beberapa kasus.

BAB II
Isi
2.1 Anamnesis
Pada penderita sindrom klinefelter, anamnesis mernjadi salah satu penunjang diagnosis yang utama
dikarenakan pemeriksaan lain untuk diagnosis secara defenitif cukup mahal seperti analisis kromosom.
Anamnesis dimulai dari saat kehamilan dan harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama
kehamilan, umur kehamilan. Pengunaan hormone dari luar juga mungkin cara yang digunakan untuk
membantu reproduksi dan atau kontrasepsi yang digunakan selama kehamilan dapat mempengaruhi
kelainan perkembangan sistem genetalia dari pasien. Selain dari pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan riwayat kehamilan ibu perlu ditanyakan, seperti umur ibu saat kehamilan, jarak
antara anak, dan jumlah anak. Riwayat keluarga digunakan untuk mengskrining beberapa kelainan
urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomaly organ genital, pubertas
dini, amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau terkaitan keluarga. Riwayat keluarga menetukan
apakah terdapat ciri tertentu yang ditentukan secara genetic atau bersifat familial. Kalau perlu,
tanyakanlah tentang kejadian-kejadian yang mengungkapkan penyimpangan dari pertumbuhan dan
perkembangan normal.

Pertanyaan lain yang berhubungan dengan keluarganya antara lain dapat ditanyakan beberapa
pertanyaan berikut antara lain, berapa berat badannya pada umur-umur tertentu, erupsi gigi, ukuran-
ukuran pertumbuhan (tinggi badan, lingkar kepala), dan kejadian fisiologis seperti timbulnya menarke dan
perkembangan pubertas. Pertanyaan terserbut penting karena berhubungan dengan kondisi penderita
klinefelter yang biasanya memiliki tinggi badan lebih dari pada normal. Pertanyaan terserbut berguna
untuk menyingkirkan adanya tinggi badan pasien tinggi pasien mungkin secara statistic abnormal tetapi
normal untuk keluarga tersebut. Oleh karena itu perlu adanya anamnesis yang cukup mendetail
mengenai pasien terserbut.

Selain dari anamnesis dari keluarga pasien ataupun orang tua dari pasien, pertanyaan-pertanyaan
mengenai riwayat pasien terserbut perlu ditanyakan seperti ganguan koordinasi gerak badan, seperti
kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat, perkembangan
bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-masalah emosional dan tingkah
laku.

Kealinan yang sering ditemukan juga adalah adanya retardasi mental. Walaupun retardasi mental yang
terjadi tidak separah pada penderita down sindrom tetapi juga perlu diperhatikan latar belakang IQ
keluarga. Pada penderita klinefelter IQ biasannya berada dibawah rata-rata IQ keluarga. Selain itu pasien
juga mengalami keterlambatan perkembangan dan kesulitan dalam belajar. Kelainan ini termasuk
kelainan akademik, keterlambatan berbicara dan mengeluarkan suara, kehilangan kemampuan memori
jangka pendek, kesulitan membaca, dyslexia, dan attention defisit disorder. Pasien mungkin
menunjukkan masalah perilaku dan tekanan psikologis. Hal ini mungkin karena perkembangan harga diri
dan psikososial yang buruk atau penurunan kemampuan untuk mengatasi stress. Gangguan kejiwaan
yang melibatkan kecemasan, depresi, neurosis, dan psikosis lebih sering terjadi pada kelompok ini
dibandingkan pada populasi umum

2.2 Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Perkembangan seksual wanita mencerminkan efek androgen dan estrogen. Perkembangan seksual pria
hanya mencerminkan efek androgen sahaja. Gangguan perkembangan beberapa ciri tertentu
mencerminkan kekurangan atau ketidakefektifan rangsangan masing-masing hormone. Jumlah hormone
abnormal atau produksi hormone pada waktu yang abnormal juga dapat berefek pada tinggi badan
melalui efeknya pada epifisis tulang. Pada waktu pemeriksaan pria; perhatikanlah delapan efek
androgen; ukuran testis, perkembangan penis, pengerutan skrotum, rambut aksila dan pubis, dalamnya
suara, seborea atau akne, perkembangan prostat dan tinggi badan. Perlu diperhatikan pula efek estrogen
dan peranan dalam perkembangan sifat-sifat tersebut; puting susu, areola, kelenjar mammae, labia
minora, vulva, vagina, uterus dan ovarium.

Pada sindrom klinefelter biasanya ditemukan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudara
ataupun keluarganya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengukurlan tinggi badan pasien anda dalam posisi berdiri. Pengukuran tinggi dan berat badan relative
terhadap riwayat keluarga dan riwayat berat badan masa lampau, hal ini dilakukan karena tinggi badan
sangat dipengaruhi dengan faktor keturunan. Pembandingan tinggi badang pasien dan keluarga dapat
dilakukan dengan mengunakan tinggi tubuh pasien dengan kedua orang tuanya dengan rumus berikut:
Laki – laki = {TB ayah + (TB Ibu + 13 )} x ½ ± 8,5 cm
Perempuan = {TB Ibu + (TB ayah – 13 )} x ½ ± 8,5 cm
Berikutnya pada penderita sindrom klinefelter akan tampak bentuk tubuh seperti perempuan. Pada
wanita normal mempunyai pusat gaya berat di daerah pinggul dan relative mempunyai lebih banyak
lemak daripada otot. Otot lebih dominan pada pria, dengan masa terbesar yang berpusat di sekitar bahu.
Hal ini disebabkan ketidak seimbangan hormon yang terjadi pada penderita sindrom klinefelter yang
dikarenakan kelebihan jumlah kromosom X.

Pada inspeksi penis prepusium ditarik kearah atas (hal ini seharusnya mudah dan tidak menimbulkan
sakit) untuk melihat orifisum uretra, terutama keberadaan duh/ secret. Orifisum uretra menyerupai suatu
celah dan jika celah ini dibuka dengan melakukan pengurutan di sepanjang celah aksis tersebut, mukosa
uretra yang berwarna agak kemerahan tanpa disertai perlepasan secret yang pada umumnya terlihat.

Pemeriksaan berikutnya adalah palpasi skrotum dan isinya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa
akan adanya kelainan pada testis pasien. Skrotum merupakan suatu kantung otot yang tipis yang berisi
testis dan struktur terkait. Pemeriksaan testis seharusnya berada dalam keadaan pasien berbaring dan
kemudian berdiri. Testis kiri biasanya lebih rendah dibandingkan testis kanan. Epididimis menempel pada
permukaan atas dan permukaan posterior atas testis. Epididimis membawa spermatozoa ke vas deferens
yang menuju ke atas melalui kanalis inguinalis dan bergabung dengan vesika seminalis tepat di sebelah
lateral prostat.

Testis dikatakan tidak turun atau ektopik jika salah satu sisi skrotum tidak mengandung testis (meskipun
pasien berdiri), testis yang tidak turun atau ektopik tersebut harus dicari yang dapat berada apakah
terdapat di daerah inguinal, femoral atau perineal. Pada beberapa keadaan, testis berada di dalam perut
dan tidak dapat diraba, serta memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu keganasan. Jika kedua testis
kecil, kemungkinan terdapat keadaan-keadaan yang sifatnya bilateral seperti kegagalan ransangan
hipofisis atau disfungsi testis primer yang dapat terjadi pada sindrom Klinefelter atau eunuchchoidism.

2.2.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium diperlukan dalam menunjang diagnosis dari pada penderita sindrom
klinefelter ataupun dalam menyingkirkan diagnosis kelainan ini. Beberapa pemeriksaan laboratorium
yang diperlukan berhubungan dengan hormon kelamin dan hormon hipotakamik aksis. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan yaitu menentukan jumlah hormon gonadotro Gonadotopin-releasing hormone
(GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus, (2) Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing
hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior sebagai respons atas GnRH, dan (3) Estrogen,
testosteron dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium atau testis sebagai respons atas FSH dan LH.
Pemeriksaan jumlah hormon GnRH perlu dilakukan untuk menentukan letak kelainan yang terjadi
apabila mengalami gangguan keseimbangan hormon. GnRH sendiri terpengaruh dengan banyaknya
jumlah dari hormon esterogen, ataupun testosteron dengan mekanisme umpan balik. Fungsi dari hormon
ini adalah untuk menekan merangsang terbentukna hormon LH dan FSH.

Pemeriksaan LH dan FSH dilakukan dengan tujuan pemeriksaan FSH dan LH adalah untuk melihat
fungsi sekresi hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus dan mekanisme fisiologis umpan balik dari
organ target yaitu testis dan ovarium. Kadar FSH secara umum akan langsung terpengaruh dengan
banyaknya jumlah dari hormon esterogen, ataupun testosteron yang terjadi dengan mekanisme umpan
balik dan efek langsung yang sebanding oleh hormon GnRH. Beberpa penyakit yang dapat
menyebabkan meingkatnya hormonterserbut misalnya seperti hipogonadism, pubertas prekoksm
menopause, kegagalan diferensiasi testis, orchitis, seminoma, acromegali, sindrom Turner. Serta
menurun pada keadaan insufisiensi hipotalamus, disfungsi gonad, anovulasi, insufisiensi hipofise dan
tumor ovarium.

Esterogen dan progesteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh ovarium yang dalam siklus
menstruasi dan bertanggung jawab untuk mempersiapkan konsidi yang ideal bagi janin. Oleh karena itu,
ketikdak seimbangan dari hormon-hormon ini tentu akan mempengaruhi memungkinan memiliki
keturunan. Kadar esterogen dipengaruhi oleh FSH sedangkan progesteron dipengaruhi oleh LH. Kadar
estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis,
tumor ovarium, dan tumor adrenal, kadarnya menurun pada keadaan menopause, disfungsi ovarium,
infertilitas, sindroma Turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stress dan
sindroma testicular feminisasi pada wanita. Pada penderita sindrom klinefelter, akan didapatkan
peningkatan hormon esterogen, karena kromosom x bertugas mengatur produksi hormon esterogen.

Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama testosteron adalah testis
pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik.
Kadar androgen meningkat pada hirsustisme, amenorea hipotalamus, dan tumor sel Sertoli. Dan
menurun pada andropause, sindrom Klinefelter, aplasia sel Leydig dan criptorchidism.

Pada masa anak-anak fungsi hormon kelamin masih normal sebperti orang pada umumnya. Pada
pasien dengan usia 12-14 tahun memiliki kadar plasma FSH, LH, dan estradiol yang tinggi dan kadar
plasma testosteron yang rendah. Setelah pertengahan puberitas FSH dan LH meningkat , inhibin B
menurun sampai tidak dapat dideteksi dan kadar testosteron turun dibawah level normal setelah
peningkatan yang terjadi pada awal puberitas. Sebagaian besar dari sindromklinefelter dewasa
memperlihatkan hipergonadotropisem dengan defisiensi androgen yang bervariasi.
Prolaktin merupakan hormon yang disekresikan oleh hipofisis anterior. Fungsi dari prolaktin adalah
menstimulasi ekskresi air susu. Selama paruh pertama kehamilan, kelenjar payudara sebenarnya telah
siap untuk memproduksi air susu, namun dihambat oleh estrogen dan progesteron kehamilan. Setelah
kehamilan selesai, barulah kelenjar payudara bisa memproduksi air susu.

Pemeriksaan Laboratorium lainnya yang biasa dilakukan pada penderita klinefelter adalah analisis
sperma. Pada saat dilakukan analisa, hal2 berikut diperiksa : volume, waktu mencairnya, jumlah sel
sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel darah putih dan kadar fruktosanya (gula). Pada
keadaan normal, volume 2-5 cc, jumlah sel sperma minimal 20 juta/cc, Jumlah yang hidup 6-8 jam lebih
dari 40%, bentuk yang tidak normal kurang dari 20% dan kadar gula (fruktosa) 120-450 mikrogram/cc.
Pada penderita sindrom klinefelter biasanya ditemukan aspermaatoozoonia. Pemeriksaan darah juga
perlu dilakukan karena pada orang dengan sindrom klinefelter memiliki peningkatan resiko dari trombosis
vena dalam dan embolisem paru. Oleh karena itu juga perlu dilakukan pemeriksaan darah pasien.

2.2.3 Pemeriksaan Genetika


DNAsebagai bahan utama untuk melakukan pemeriksaan gentetika biasanya relative stabil dan bisa
diperoleh dari setiap sel hidup dengan sebuah nucleus. Secara teori semua sel yang berinti dapat
digunakan dalam pemeriksaan gentika, tetapi biasanya dipilih sel darah putih dan fibroblas karena
didasarkan kedua sel ini sangat mudah untuk berpoliferasi. Jenis sel yang digunakan adalah sel darah
putih kerana mudah diperoleh dari sampel darah. Dalam kasus lain biisa digunakan sel janin atau sel
sumsum tulang.
Analisis Kromosom.

Pada prinsipnya analisis kromosom dilakukan dengan menghentikan saat terjadi pembelhan sel dari
metafase atau prometafase sehingga kromosom dapat dilihat dan dapat dianalisis. Pada analisis
kromosom, yang di perhatikan adalah adanya pita hitam dan pita putih yang berurutan yang selalu sama
urutan dan ukuranna pada tiap manusia yang bertujuan untuk menentukan nomor dari kromosom
terserbut. Selain itu perlu juga diperhatikan jumlah kromosom dan kelengkapan lengan p dan q dari
kromosom.

Analisis kromosom (karyotyping) dilakukan untuk mencari kerusakan pada sebuah kromososm dari gen
tertentu. Paling sering digunakan untuk mengevaluasi DNA dari pasangan yang memiliki riwayat
keguguran atau mendeteksi adanya keabnormalan pada janin. Biasanya, analisis kromososm dilakukan
dari beberapa sel untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi akibat adanya pertumbuhan sel yang
abnormal setelah dikeluarkan dari tubuh.
Analisis DNA. Analisis DNA paling sering dilakukan untuk memeriksa gangguan gen tunggal seperti
fibrosis sistik dan hemophilia. Sesudah DNA diisolasi dari sampel sel, dengan enzim pemotong yang
bekerja seperti gunting molekul, DNA dipotong menjadi 4-8 frgamen dasar. Salah satu teknik
laboratorium untuk menemukan berbagai gen atau mutasi genetic adalah teknik PCR (polymerase chain
reaction). Dengan PCR,DNA dalam jumlah sangat kecil pun mampu diproduksi ulang dalam tabung tes.
PCR juga digunakan untuk menggandakan DNA dari sel tunggal.

Hasil dari analisis kromosom dan analisis DNA pada penderita kinefelter sebagian besar mnunjukan
47XXY dengan presnentasi sekitar 80-90%. 10% dari pasien memikiki kromosom mosaik dengan
kariotypes 46,XY/47,XXY; 46,XY/48,XXY; 47,XXY/48,XXXY dan juga termasuk varian dari kinefelter yaitu
48,XXXY; 49,XXXYY dan 49,XXXXY. Sekitar 1% dari kasus memperlihatkan struktur abnormal X
dengan penambahan pada X dan Y normal seperti 47,X,i(Xq),Y dan 47,X,del(X)Y.

2.2.4 Pemeriksaan Prenatal


Pemeriksaan prenatal dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan sebelum lahir yang ditujukan untuk
mengobati bayi sebelum lahir, membantu mempersiapkan orang tua utnuk menangani bayi terserbut
pada saat lahir ataupun digunakan untuk sebagai landasan untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Indikasi
dari pemeriksaan prenatal yang paling utama adalh untuk mengetahui keparahan kelainan yang dialami
pasien terserbut. Apabila pasien tersebut memiliki kelainan yang tikdak memungkkinkan pasien terserbut
dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama setelah lahir, maka tindakan menterminasi kehamilan
pada beberapa negara tertentu diperbolehkan. Begitupula apabila bayi terserbut sudah dipastikan akan
mendapatkan kesulitan seperti down syndrom, cacat tabung saraf, dan distrofi doto dunce. Indikasi
pemeriksaan berikutnya adalah ada tidaknya penatalaksanaan spesifik yang dapat dilakukan pada
penderita kelainan tersebrut. Apabila kelainan terserbut sudah diketahui dan ada cara untuk
meminimalkan efeknya seperti pada penderita phenylketonuria, terminasi kehamilan tdak diperbolehkan
sama sekali. Yang patut diperhatikan dalam pemeriksaan prenatal adalah keterbatasan mendiagnosis
kelainan-kelaian yang mungkin timbul, maka oleh karena itu mungkin diperlukan beberapa tes. Sebagai
contoh apabila terjadi mosaik, maka akan tetntu ada kesulitan untuk menunjukan diagnosis pasti dari
satu saja kelainan kromosom.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk prenatal skrining antara lain, USG, amniocentesis,
corionik villus sampling, cordocentesis, fetal tissue biopsy, embrio biopsi. USG merupakan suatu
tindakan yang ditunjukan untuk mengkonfirmasi bahwa bayi terserbut baik dan untuk menentukan umur
kehamilan, lokasi dari plasenta, jumlah dari cairan amnion dan memantau pertumbuhan dari janin. USG
merupakan bagian integral dari amniocentesis, CVS dan fetal blood sampling karena digunakan sbgai
guiding dalam tindakan terserbut. Beberapa kelainan yang dapat didiagnosis dengan mengunakan USG
antara lain seperti Neural tube defect, dan down syndrom, abnormalitas otak, kelainan jantung, bibir
sumbing, dan sebagainya.

Pemeriksaan berikutnya adalah Amniocentesis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada 15 atau 16 minggu
dan dapat dilakukan lebih awal atas indikasi tertentu. Tindakan ini meningkatkan resiko keguguran
sebesar 0,5-1%. Tindakan ini dilakukan dengan menusukkan jarum baik dengan anastesi ataupun tidak
dan yang terpenting harus sudah ditentukan lokasi dari plasenta dengan bantuan USG. Indikasi
utamanya adalah adalah analisis kromosom utnuk mendeteksi adanya down syndrom dan penyakit
kelainan kromosom lainnya. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi alfa feto
protein dan asetilcholinesterase dalam cairan amnion yang beruguna sebgai indikator adanya kelainan
neural tube.

Corionik vilus sampling adalah tekhnik dimana untuk mendapatkan korionik dengan mengunakan kateter.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu. Baik dengan aspirasi
transabdominal ataupun dengan mengunakan kateter. Tindakan ini meningkatkan resiko aborsi spontan
sebesar 1-2%. Kegunaan tes ini bertujuan untuk analisis DNA, hasil tes yang lebih dini memberikan
kemungkinan untuk melakukan penanganan yang lebih awal dan penyuluhan genetika yang lbeih baik
kepada orang tua ataupun dalam urusan terminasi kehamilan.

Fetal blood sampling dan fetal tissue sampling diambil dari umbilical cord dengan bantuan USG. Blood
sampling memungkinkan kariotyping yang lebih cepat pada trimester kedua. Sedangkan untuk fetal skin
biopsy dan liver biopsy memungkinkan diagnosis yang lebih efektif dari kelainan yang disebabkan oleh
kekurangan ornitin transcarbamase. Selain itu kedua tindakan ini juga dapat digunakan untuk analisis
DNA dan analisis kromosom.

2.4 Etiologi
Sindrom Klinefelter disebabkan terdapatnya ekstra kromosom X pada laki-laki. Kariotipe 47 XXY
pada sindrom Klinefelter muncul ketika pasangan kromosom X gagal untuk berpisah (nondisjunction
dalam tahap I atau II meiosis, selama oogenesis atau spermatogenesis). Sekitar 50%
penyebab sindrom Klinefelter adalah disebabkan nondisjunction pada ibu dan ayah. Penambahan
jumlah kromosom pada paternal meiosis I sebesar 53%, 34% disebabkan maternal meiosis I, dan 9%
terjadi pada maternal meiosis 2, sednagkan 3% terjadi Nondisjunction postfertilizati. Usia ibu sangat
berpengaruh pada peningkatan nondisjunction pada maternal meiosis I. Peningkatan usia ayah telah
dihubungkan dengan peningkatan risiko kemungkinan terjadinya sindrom Klinefelter. Nondisjunction
postfertilization, seperti yang telah disebutkan diatas, ( nondisjunction mitosis setelah pembuahan zigot )
bertanggung jawab untuk mosaicism, yang terlihat pada sekitar 3% dari penderita sindrom Klinefelter.

2.5 Patofisiologi
Kelainan yang dialami oleh penderita klinefelter disebabkan oleh penambahan kromosom X yang
berfungsi dalam perkembangan dan fungsi normal dari testis, perkembangan otak, dan pertumbuhan.
Penambahan satu atau lebih kromoson X atau Y pada kariotpie laki-laki menghasilkan kelainan fisik dan
koognitif yang bervariasi. Pada umumnya kelainan fenotip termasuk retardasi mental berhubungan
langsung dengan penambahan jumlah kromosom X. Semakin banyak penambahan jumlah kromosom X
maka kelainan fisik dan perkembangan koognitif semakin terpengaruh.

Masalah utama dari penambahan jumlah kromosom XXY adalah hipogonadism yang mengakibatkan
masalah infertilitas, adanya ginekomastia, dan masalah pisikososial. Adanya hipogonadisme terutama
tidak mampunya testis menghasilkan testosteron yang disebabkan oleh kegagalan primer dari testis.
Kegagalan testis primer yang dimaksudkan adalah adanya kehilangan fungsi dari tubulus seminiferus
dan sel sertoli. Ketidakadaan testosteron inilah yang menyebabkan peningkatan kadar FSH dan LH
dalam darah dengan mekanisme umpan balik negatif, dan kadang diikuti oleh peningkatan kadar
estradiol. Kekurangan dari androgen dapat menyebabkan badan pasien berbentuk seberpti buah pir, bulu
pada wajah, ketiak , pubis dan badan yang jarang, penurunan masa otot dan kekuatan, penumpukan sel
lemak seperti pada perempuan, ginekomastia, ukuran penis dan testis yang kecil, penurunan libido,
ketahanan tubuh yang kurang dan osteoporosis. Hipogonadisme ini dapat menyebabkan infertilitas, tetapi
banyak dari pria yang tidak mengeluhkan adanya infertilitas ini, sehingga sebagian besar dari penderita
sindrom klinefelter tidak terdeteksi sama sekali.

Selain dari tiga masalh utama yang ada diatas, biasanya juga terdapat masalah tinggi badan yang
berlebih dan kandang disertai dengan masalah kardiovaskular. Kelainan dari kedua masalah ini sangat
tergantung dari jumlah penambahan kromosom X. Semakin besar penambahan, semakin besar pula
kelainan yang dialami oleh penderita. IQ juga mengalami penurunan sebesar 15 point tiap penambahan
satu buah kromosom X. Termasuk juga bahasa ekspresif dan reseptif dan koordinasi, dipengaruhi oleh
materi kromosom X tambahan.
Pasien dengan sindrom klinefelter memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit autoimun,
diabetes melitus, ulkus pada kaki, osteopenia dan osteoporosis, germ cell tumor, SLE,reumatoid artritis,
sorgen syndrom dan meningkatkan mortalitas.

BAB III
Kesimpulan

Daftar Pustaka
Jeannie Visootsak and John M Graham. Klinefelter syndrome and other sex chromosomal aneuploidies.
USA : Orphanet Journal of Rare Diseases,2006. Diunduh dari: http://www.ojrd.com/content/1/1/42
Harold Chen. Klinefelter Syndrome. USA, 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/945649-overview
Cynthia M. Powell. Sex Chromosomes and Sex Chromosome Abnormalities. Dalam : Steven L. Gersen,
Martha B. Keagle. The Principles of Clinical Cytogenetics. Second Edition. New Jersey : Humana Press
Inc., 2005.h.207-46
Genetic counselling. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ
Publishing Group, 2002.h.8-13
Chromosomal analysis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ
Publishing Group, 2002.h.8-13
Prenatal diagnosis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ
Publishing Group, 2002.h.73-7
Techniques of DNA analysis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India :
BMJ Publishing Group, 2002.h.88-93
Testes. Dalam : David G. Gardner, Dolores Shoback, David C. Aron, etc. Greenspan’s Basic & Clinical
Endocrinology(ebook). Eight Edition. San Francisco : The McGraw-Hill Companies,2010. Chapter13
Elena Vorona, Michael Zitzmann, Jörg Gromoll, Andreas N. Schüring, Eberhard Nieschlag. Clinical,
Endocrinological, and Epigenetic Features of the 46,XX Male Syndrome, Compared with 47,XXY
Klinefelter Patients. German : German Research Foundation,2007. Diunduh dari :
http://jcem.endojournals.org/content/92/9/3458.long
H. Koçar, Z. Yesilova, M. Özata, M. Turan, A. Sengül, I. Ç. Özdemir. The effect of testosterone
replacement treatment on immunological features of patients with Klinefelter's syndrome. Turki : GATA,
Department of Internal Medicine,2002. Diunduh dari : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365-
2249.2000.01329.x/full
Etiologi
Changes to the Genetic Material. Dalam : Michael Windelspecht. Genetics 101. United States of America
: Greenwood Press, 2007.h.101-14

Sindrom Klinefelter
MAKALAH

Tes diagnostik molekuler untuk Sindrom Klinefelter


dan kromosom seks pada laki-laki

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri

Dosen Pengampu : Yuyun Maryuningsih, S.Si., M.Pd

Mata Kuliah : Genetika


Disusun oleh :

Nama : Fatihatul Qolbi

NIM : 14121620637

Kelas : Biologi C/V

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


SYEKH NURJATI
CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat, Hidayah dan
Inayah–Nya, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah Genetika yang berjudul “Tes diagnostik
molekuler untuk Sindrom Klinefelter dan kromosom seks pada laki-laki“
Banyak pihak yang telah membantu terlaksananya penyusunan tugas makalah ini, sehingga dalam
kesempatan ini pemakalah mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Yuyun Maryuningsih, S.Si., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Genetika.
2. Teman–teman yang telah membantu dalam melaksanakan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat beberapa kekurangan dan untuk itu diperlukan
kritik dan saran yang dapat memberikan masukan positif bagi penyususnan makalah Genetika ini. Semoga
dengan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya khususnya bagi penyusun dan semua
mahasiswa/mahasiswi IAIN Syekh Nurjati.

Cirebon, 1 Oktober 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Sindrom Klinefelter............................................................................. 3-10

2. Diagnosa Sindrom Klinefelter.............................................................. 10

3. Pengobatan Sindrom Klinefelter........................................................ 10-12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan
kromosom X. Biasanya laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun berbeda dengan
seorang penderita sindrom klinefelter. Umumnya penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom seks
XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan
perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek
pada perbesaran payudara), dll.
Manusia mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 44 kromosom tubuh (autosom) dan 2 kromosom
seks (gonosom). Kromosom seks inilah yang membuat kita menjadi laki laki (XY) atau perempuan (XX).
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah 46 menjadi 23.
Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria XY berpisah menjadi X dan
Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun wanita akan
menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk
individu baru dengan 46 kromosom. Pada sindrom klinefelter terjadi gagal berpisah (non-disjunction) oleh
kromosom seks pria dan wanita. Sehingga kromosom seks XY yang nantinya menyatu dengan jromosom
X dari wanita dalam proses pembuahan sehingga menjadi bentuk abnormal 47, XXY. Selain itu juga dapat
terjadi pada saat kromosom wanita menyumbangkan kromosom XX dan pria menyumbangkan Y.
Selain Non-disjunction genom juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah dalam tahap, mitosis
terjadinya pembentukan mosaik klinefelter 46,XY/47, XXY. Biasanya bentuk gejala ini pada bentuk
mosaik lebih ringan daripada bentuk klasiknya.
Sindrom klinefelter juga dapat gagal berpisah pada saat tahap meiosis yang dimana kromosom seks
selama terjadi saat gametogenesis pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan
sepasang kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang
kromosom tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada
anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu.
Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki
kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.
Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan tes diagnostic pada penderita sindrom klinefelter.
Tujuan dilakukan tes diagnostic ini alalah agar dapat diketahui apa saja ciri-ciri yang timbul kemudian
gejala-gejala apa saja yang dialami penderita. Setelah semuanya diketahui barulan dapat dilakukan
pengobatan atau terapi bagi penderita sindrom klinefelter.
B. Rumusan masalah
1. Apakah Sindrom klinefelter?
2. Bagaimana diagnose Sindrom Klinefelter?
3. Bagaimana pengobatan Sindrom Klinefelter?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apaitu sindrom klinefelter
2. Untuk mengetahui diagnose Sindrom Klinefelter
3. Untuk mengetahui pengobatan Sindrom Klinefelter

BAB II

PEMBAHASAN

1. Sindrom klinefelter
Sindrom klinefelter adalah kelainan genetik yang terdapat dalam seorang pria. Dalam sindrom
klinefelter terdapat pertumbuhan seks sekunder yang ditandai dengan tidak berkembangnya seks primer
seperti penis dan testis yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada pria seperti lainya. Ciri-ciri yang sering
nampak oleh penderita sindrom klinefelter adalah perubahan suara yang umumnya bersuara kecil, tidak
tumbuh rambut kemaluan dan biasanya sering tidak subur (infertil) yang diakibatkan dari penambahan
kromosom X (Roberts Fraser & Pembrey E Marcus, 1995).
Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter
umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas ,
keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia
(perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dll. ([Anonim].wikipedia. kamis 25
September 2014 pukul 5:36)

Sumber : http://id.wikipedia.org
 Gambar 1. Jumlah kromosom pada laki-laki dan perempuan
Manusia mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 44 kromosom tubuh (autosom) dan 2 kromosom
seks (gonosom). Kromosom seks inilah yang membuat kita menjadi laki laki (XY) atau perempuan (XX).
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah 46 menjadi 23.
Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria XY berpisah menjadi X dan
Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun wanita akan
menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk
individu baru dengan 46 kromosom. Pada sindrom klinefelter terjadi gagal berpisah (non-disjunction) oleh
kromosom seks pria dan wanita. Sehingga kromosom seks XY yang nantinya menyatu dengan jromosom
X dari wanita dalam proses pembuahan sehingga menjadi bentuk abnormal 47, XXY. Selain itu juga dapat
terjadi pada saat kromosom wanita menyumbangkan kromosom XX dan pria menyumbangkan Y (Levitan
M, 1988).
a. Sejarah Sindrom klinefelter
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan
rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang memiliki
payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan ketidakmampuan
memproduksi sperma. Sehingga pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang
dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki
kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan
salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki
yang dilahirkan akan menderita sindrom ini. ([Anonim] medicastore. kamis 24 September 2014 pukul
07:36).
b. Profil genetic
Kromosom terdapat di dalam sel dalam tubuh kita. Kromosom mengandung gen-gen, struktur
yang memberitakan bagaimana tubuh kita akan tumbuh dan berkembang. Kromosom bertanggung jawab
untuk mewariskan sifat dari orang tua kepada anak-anaknya. Kromosom juga menentukan apakah
seorang anak yang akan dilahirkan berjenis kelamin perempuan atau pria.
Pada keadaan normal, manusia mempunyai total 46 kromosom dalam setiap selnya, dimana dua
dari kromosom tadi akan bertanggung jawab untuk menentukan jenis kelaminnya. Dua kromosom seks
ini disebut kromosom X dan Y. Kombinasi dari kedua kromosom seks ini menentukan jenis kelamin dari
seorang anak wanita mempunyai dua kromosom X ( XX ), pria mempunyai satukromosom X dan satu
kromosom Y ( XY ). [Anonim] newmedicalstudents kamis 25 September 2014 pukul 6:33).
Pada sindroma Klinefelter, masalahnya adalah hasil dari perkembangan jumlah kromosom yang
tidak normal, seringkali seorang pria dengan sindroma klinefelter dilahirkan dengan 47 kromosom pada
setiap selnya. Kelebihan satu kromosom tersebut adalah kromosom X. Hal ini berarti tidak sebanding
keadaan normal yaitu kombinasi kromosom XY, pria ini mempunyai kombinasi kromosom XXY. Karena
orang dengan sindroma Klinefelter mempunyai kromosom Y, maka mereka semuanya adalah seorang
pria. Kira-kira 1-3 dari semua pria dengan sindroma Klinefelter mempunyai perubahan kromosom lain
termasuk kelebihan satu kromosom X. Mozaic Klinefelter sindrom terjadi ketika beberapa sel dari tubuh
mendapatkan tambahan kromosom X dan bagian yang lain mempunyai kromosom pria normal. Pria-pria
ini dapat mempunyai gejala yang sama atau lebih ringan dibandingkan dengan Non Mozaic Klinefelter
sindrom. Pria dengan tambahan lebih dari satu kromosom X, seperti 48 XXXY, biasanya mempunyai
kelainan yang lebih berat dibanding pria dengan 47 XXY. Rata-rata usia ibu hamil yang melahirkan anak
dengan sindroma Klinefelter adalah 32,3 tahun (Lynne delisi, dkk.2005. page 16).
c. Ciri-ciri penderita sindrom klinefelter
Pengaruh dan tanda-tanda sindrom Klinefelter sangatlah bervariasi dan tidak sama pada setiap pria
yang mengalaminya. Secara mental penderita klinefelter cenderung memiliki IQ di bawah rata-rata anak
normal, memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, biasanya aktivitas yang
dilakukan lebih sedikit dari normalnya (hipoaktivitas). Sebagian penderita ini juga terjadi autisme. Hal ini
disebabkan karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal.
Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan
kemampuan verbal, serta keterlambatan kemampuan menulis masalah orientasi seksual, ataupun osteopenia
atau osteoporosis. Gangguan koordinasi gerakan badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan
melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada
penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya
lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
Sumber : http://id.wikipedia.org

 Gambar 2. Ini adalah ciri-ciri fisik seorang laki-laki penderita sindroma klinefelter. Dapat dilihat dia mempunyai
tinggi badan yang lebih dari rata-rata kemudian tidak tumbuh rambut di bagian-bagian tertentu seperti pada jamang
,jenggot ,kumis ketiak , bulu dada dan pada kemaluan. Kemudian payu darahnya berkembang, distribusi lemak seperti
perempuan kemudian testis dan penis berukuran kecil.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang abnormal
atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma).
Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan interstital cell gagal berkembang secara normal.
interstital cell adalah sel yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu,
penderita sindrom ini juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi,
peningkatan level gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan
koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh
yang melambat.

Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun mengalami
perpanjangan kaki dan lengan. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa
hormon FSH, Esterogen, Testoteron, dan LH.

1) FSH
Dokter biasanya menyarankan pemeriksaan ini jika pasien memiliki tanda gangguan reproduksi atau
kelenjar hipofisis. Dalam beberapa situasi, tes ini juga dilakukan untuk mengkonfirmasi menopause. Tes
FSH biasanya dilakukan untuk membantu mendiagnosa masalah dengan perkembangan seksual,
menstruasi, dan kesuburan dan diindikasikan juga untuk pasien dengan sindroma klinefelter yaitu laki-laki
dengan testis yang tiedak berkembang dan infertilitas.
Nilai rujukan untuk FSH normal adalah berbeda tergantung pada usia seseorang dan jenis kelamin.
Berikut adalah nilai rujukan untuk laki-laki mengikut umur: a) Sebelum pubertas : 0-5 mIU/ml, b) Selama
pubertas : 0,3-10,0 mIU/ml, c) Dewasa : 1,5-12.4 mIU/ml

Pada pasien klinefelter, akan didapatkan nilai FSH yang abnormal.


2) LH (Luteinizing hormone)
Dokter biasanya menyarankan tes ini dilakukan terutama untuk wanita yang mengalami kesulitan
untuk hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan kadar LH
yang abormal. Nilai rujukan untuk LH normal adalah: Wanita dewasa : 5-25 IU/L. Kadar LH yang abnormal
(meningkat) biasanya ditemukan pada Anorchia (tidak memiliki testis atau testis ada tapi tidak berfungsi
(Hypogonadism)).
3) Testosterone (serum testosterone)
Pada laki-laki, testis memproduksi sebagian besar testosteron yang beredar dalam sirkulasi. Hormon
LH dari kelenjar hipofisis meranagsang sel leydig pada testis untuk memproduksi testosteron. Kadar
testosteron biasanya digunakan untuk menilai: a) Pubertasa pada anak laki-laki yang terlalu awal atau
terlambat , b) Impotensi dan infertilitas pada pria, c) Pertumbuhan rambut berlebihan (hirsutism),
dansiklus mentruasi yang tidak teratur pada wanita.
Nilai rujukan untuk testosterone normal
adalah: a) Laki-laki : 300-1200 ng/dl, b) Wanita : 30-90 ng/dl

Gambar 3. Tabel hasil tes testoteron pada penderita Sindrom Klinefelter.


(Karl hager, dkk. 2012. 8 of 10)

4) Estrogen
Hormon estrogen yang dapat diperiksa yaitu estrone (El), estradiol (E2), dan estriol (E3).
Pemeriksaan estadiol dipakal , untuk mengetahui aksis hipotalamus-hipofise-gonad (ovarium dan testis),
penentuan waktu ovulasi, menopause dan monitoring pengobatan fertilitas. Waktu pengambilan sampel
untuk pemeriksaan estradiol adalah pada fase folikular (preovulasi) dan fase luteal kadar estrogen
meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium
dan tumor adrenal. Kadarnya akan menurun pada keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas,
sindroma turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stres, dan sindroma testikular
ferninisasi pada wanita. Faktor interfeernsi yang meningkatkan estrogen adalah preparat estrogen,
kontrasepsi oral, dan kehamilan. Serta yang menurunkan kadarnya yaitu obat clomiphene.

Kurangnya hormon androgen, juga hormon testosteron yang rendah yang menyebabkan
pertumbuhan otot yang kecil namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan, sehingga tinggi badannya
melebihi rata-rata di usianya. Bentuk tubuh dan bulu-bulu pada wajahnya pun tidak berkembang dengan
baik. Selain itu penderita juga mengalami pembesaran jaringan payudara (gynecomastia). Sehingga
penderita kemungkinan mempunyai resikp kanker payudara yang lebih besar dari pria normal (Degroot LJ,
1995).

Sumber : Blachford L. Stacey, 2001

 Gambar 4. pembesaran jaringan payudara (gynecomastia)


d. Gejala Sindrok Klinefelter
Gejala sindrom klinefelter ini berbeda-beda seuai dengan usia penderita . 1) Pada masa bayi tanda
dan gejala yang dapat ditemukan adalah: Kelemahan otot, kelemahan motorik yang lambat, lambat untuk
duduk, merangkak danberjalan, keterlambatan dalam berbicara, tenang dan testis bias belum turun ke
skrotum saat dalahirkan. 2) Pada anak dan remaja gejala yang ditemukan adalah: Lebih tinggi dari orang
sebayanya, tungkai yang lebih panjang, badan yang lebih pendek , panggul lebih lebar,dibandingkan dengan
ank laki-laki seusianya, puberitas tidak terjadi, terlambat dan tidak sempurna, setelah puberitas , massa otot
, rambut tubuh dan rambut wajah lebih sedikit atau tipis dibandingkan dengan remaja lainnya, testis kecil
dan penis kecil, tulang lemah, pemalu, kesulitan dalam mengungkapkan perasaan bersosialisasi, gangguan
dalam menulis, membaca, mengeja atau matematika dan Gangguan dalam memusatkan perhatian. 3) Pada
saat dewasa gejala yang ditemukan adalah: Ketidak suburban, testis dan enis kecil, perawakan lebih tinggi
dari pria lainnya, tulang lemah, rambut tubuh atau wajah tipis atau sedikit, membesarnya jarngan payudarah
dan menurunnya gairah seksual.
Biasanya tidak terjadi keterbelakangan mental tetapi banyak mengalami gangguan berbahasa. Pada
masa kanak-kanak mereka seringkali mengalami keterlambatan dalam berbicara. Jika tidak segera di obati,
gangguan berbahasa ini dapat menyebabkan kegagalan disekolah dan mengurangi rasa percaya diri.
Pengobatan gangguan keterlambatan berbahasa sebaiknya dilakukan pada masa kanak-kanak.

2. Diagnosa
Diagnois ditegakkan berdasarkan tanda, gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisis kromosom
(kariotip). Diagnosis dapat ditegakkan pada beberapa keadaan:
1) Bayi masih berada di dalam kandungan.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan Amniositesis (analisa cairan ketuban). Prosedur ini
tidak dilakuan secara rutin tetapi hanya dilakukan ketika terdapat riwayat keluarga dengan kelainan geneti
atau usia ibu lebih dari 35 tahun.
2) Pada awal masa kanak-kanak.
Diduga suatu sindrom klinefer jika seorang anak laki-laki terlambat berbicara dan mengalami
kesulitan dalam berbicara serta menulis. Anak laki-laki dengan XXY tampak lebih tinggi dan kurus serta
pasif dan pemalu.
3) Remaja
Remaja laki-laki akan merasa malu apabila melihat payudarahnya agak membesar karena itu mereka
berobat kedokter
4) Dewasa
Diagnose biasanya merupakan akibat daari kemandulan . pada pemeriksaan fisik testis tampak lebih
kecil. Untk memperkuat diagnosis sindrom ini dilakukan pemeriksaan hormone gonadotropin (Bouloux P,
1994).

3. Pengobatan Sindrom Klinefelter


Meskipun tidak ada cara untuk memperbikan kromosom seks pada sindrom klinefelter. Tetapi terapi
dapat meminimalisir efek yang di timbulkan. Semakin awal diagnosis dilakukan dan terapi nya juga
dilakukan maka efeknyaa akan semakin membesar. Terapi untu penderita sindrom klinefelter dapat berupa
:
1) Terapi testoteron
Pria dengan sindrom klinefelter tidak dapat menghasilkan hormone testoteron dalam jumlah cukup.
Untu itu saat penderita berumur 10-12 tahun. Perlu melakukan pengukuran testoteron dalam darah secara
periodic (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (tidak seprti naak laki-laki pada masa puberitas) tau
timbul gejala yang di timbulkan oleh metabolism hormone maka perlu dilakukan pengobatan dengan
pemberian hormone testoteron tamahan.
Pemberian hormone testotaeron pengganti membuat tubuh dapat mengalami perubahan yang
normalnya terjadi saat puberitas misalnya meningkatnkan massa otot pada penis bertambahnya ranbut bulu
dan rambut wajahserta suara yang lebih dalam. Terapi testoterin juga dapa memperbaiki densitas tulang
dan mengurangi resiko terjandinya faktur (patah tulang) tetapi terapi ini tidak dapat menambah ukuran testis
ataupun memperbaiki kesuburan. Pia dewasa dapat melakuakn fungsi seksual normal (ereksi dan ejakulasi)
tetapi tidak dapt menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal.
Terapi testoteron juga dapat membantu penderita menjadi lebih percaya diri lebih mudah
menyesuaikan diri di sekolah atau di tempat kerja memiliki dorongan seksual yang lebih besar pengendalian
diri lebih baik, dapat berpikir dengan jernih dan mengurangi tremor.
2) Mengangkat jarinagn payu darah yang membesar
(gynecomastia) jariangan payudara yang berlebihan dapat diangkat dengan melakukan oprasi lastik
sehingga memberikan bentuk dada pria yang normal
3) Terapi bicara dan terapi fisik
Terapi ini dapat membantu anak dalam mengatasi gangguan dalam berbicara, bahasa dan kelemahan
otot.
4) Dukungan pendidikan
Beberapa anak laki-laki yang mengalami sindrom klinefelter mengalami gangguan dalam belajar dan
membutuhkan bantuan tambahan
5) Terapi keluarga
Sebagian besar pria deawsa sindromklinefer tidak dapat memberika keturunan karena tidak ada
sperma yang dihasilkan oleh testis. Namuan ada juga pria deawasa dengan sindromklinefer dapat
menghasilkan spermadalam jumlah yang minimal . pria yang masih menghasilkan sedikit sperma masih
dapat mendapatkan keturunan dengancara mengambil sperma dari testis dengan biopsy jarum dan
menyuntikkan langsung ke sel telur pasangannya.cara lain untuk menghasilka anak adalah dengan
mengadopsi satau melakukan pembuahan dengan sperma donor.
6) Konseling psokologis
Sangat berat bagi seorang pria untuk mengetahui bahwa dirinya memiliki kelainan dan dirinya
mengalami ifertilisasi (ketidak suburan). Untuk itu terapi kelurga dan konseling dapat membantu
mengatasinya ((lisamosha)”sindrom klinefelter” diakses pada hasi kamis 25 September 2014 pukul 06:56).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sindrom klinefelter adalah kelainan genetik yang terdapat dalam seorang pria. Laki-laki normal
memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom
seks XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas , keterbelakangan mental, dan
gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan
berefek pada perbesaran payudara), dll.
Diagnois ditegakkan berdasarkan tanda, gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisis kromosom
(kariotip). Diagnosis dapat ditegakkan pada beberapa keadaan. Diantaranya adalah pada awal masa kanak-
kanak. Di duga suatu sindrom klinefer jika seorang anak laki-laki terlambat berbicara dan mengalami
kesulitan dalam berbicara serta menulis. Anak laki-laki dengan XXY tampak lebih tinggi dan kurus serta
pasif dan pemalu.
Terapi untu penderita sindrom klinefelter dapat berupa : Terapi testoteron, Terapi bicara dan terapi
fisik, mengangkat jarinagn payu darah yang membesar, dukungan pendidikan, terapi keluarga dan
konseling psokologis.

DATAR PUSTAKA
A. S. Herlihy dan L. Gillam. 2005. “Thinking outside the square: considering gender in Klinefelter syndrome
and 47, XXY”. International journal of andrology

Blachford L. Stacey, 2001. “The Gale Encyclopedia of Genetic Disorders”. International journal Of Medical Genetic

Bouloux P, 1994. “Diagnostic Tests in Endocrinology and Diabetes”. International journal Of Medical Genetic

Degroot LJ, 1995. “Endocrinology”. International journal Of Pediatric Endocrinology

Karl hager, dkk. 2012. “Molecular diagnostic testing for Klinefelter syndrome and other male sex chromosome
aneuploidies” . International Journal Of Pediatric Endocrinology

Levitan M, 1988. “Textbook of Human Genetics”. International journal Of Genetic

Lynne delisi, dkk.2005.“Klinefelter’s Syndrome (XXY) as a Genetic Model for Psychotic Disorders”. American Journal
of Medical Genetics Part B (Neuropsychiatric Genetics)

Roberts Fraser & Pembrey E Marcus, 1995.Pengantar genetika Kedokteran. EGC: Jakarta

[Anonim]. 2005. Sindrom_Klinefelter. http://id.wikipedia.org/wiki/ diakses pada hari kamis 25 September 2014
pukul 5:36
[Anonim]. 2004. Sindroma_Klinefelter. http://medicastore.comhtml diakses pada hari kamis 24 September 2014
pukul 07:36
[Anonim]. 2012 . Sindroma Klinefelter. http://newmedicalstudents.blogspot.com diakses pada hari kamis 25
September 2014 pukul 6:33
[Anonim]. 2011. Sindrom-Klinefelter. http://lisamosha.blogspot.comhtml diakses pada hasi kamis 25 September
2014 pukul 06:56

Sindrom Klinefelter
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigationJump to search


Penderia klinefelter dengan kromosom XXY pada manusia.

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan
kromosom X.[1] Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita
sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY.[1] Penderita sindrom klinefelter
akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik
yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran
payudara), dll.[1]

Daftar isi

 1 Sejarah
 2 Penyebab
 3 Ciri-ciri
o 3.1 Mental
o 3.2 Fisik
 4 Pencegahan
 5 Referensi
 6 Pranala luar

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan
rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston.[2] Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma.[2] Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan
bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki
sehingga mereka memiliki kromosom XXY.[2] Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan
bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia,
yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.[2]
Penyebab[sunting | sunting sumber]

Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis (meiotic
nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah
satu orang tua.[3] Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk
memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan
diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar
40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian
besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki
kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Mental[sunting | sunting sumber]

Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ di bawah
rata-rata anak normal.[4] Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk,
pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata
(hipoaktivitas).[4] Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme.[4] Hal ini terjadi
karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami
penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta
keterlambatan kemampuan menulis.[5] Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada
penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal.[5] Pada pasien dewasa, kemampuan
seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.[4]

Fisik[sunting | sunting sumber]

Kiri: Gejala perbesaran payudara (ginekomastia) salah satu ciri sindrom klinefelter.

Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang
abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan
memproduksi sperma).[6] Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan
(interstital cell) gagal berkembang secara normal.[6] Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel
gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga mengalami
defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, dan
ginekomastia.[6] Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, seperti
kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat.[6]
Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun
mengalami perpanjangan kaki dan lengan.[6]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi sebelum-
kelahiran (prenatal detection).[7] Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah
penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya
mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel
normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita
klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum
memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan
mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan
bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan
pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita
klinefelter.

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ a b c (Inggris)Surgisphere Corporation. Clinical Review for the USMLE Step 3. ISBN 978-0-
9802103-7-8.Page.418
2. ^ a b c d (Inggris)"History of Klinefelter Syndrome". Clinaero, Inc. 2010.
3. ^ (Inggris)Harold Chen (2005). Atlas of genetic diagnosis and counseling. Humana Press. ISBN
978-1-58829-681-8.Page.570-572
4. ^ a b c d (Inggris)Christopher Gillberg (2003). Clinical Child Neuropsychiatry. Cambridge University
Press. ISBN 978-0-521-54335-4.Page.221-222
5. ^ a b (Inggris)Laura Freberg (2009). Discovering Biological Psychology. Wadsworth Publishing.
ISBN 978-0-547-17779-3.Page.287
6. ^ a b c d e (Inggris)Michèle M. M. Mazzocco, Judith L. Ross (2007). Neurogenetic developmental
disorders: variation of manifestation in childhood. The IMT Press. ISBN 978-0-262-13480-
4.Page.47-64
7. ^ (Inggris)Golder Wilson, William Carl Cooley (2006). Preventive Health Care for Children with
Genetic Conditions: Providing a Primary Care Medical Home. Cambridge University Press. ISBN
978-0-521-61734-5.Page.223-224

Anda mungkin juga menyukai