2015
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F
Jl. Universitas No. 9, Kampus USU
Medan, Indonesia
Bibliografi
ISBN: 979-458-785-0
iii
teofilin secara infus intravena kecepatan konstan. Rentang terapi
obat adalah 10 20 mcg/ml plasma. Berapa kecepatan infus yang
harus diberikan untuk mendapatkan konsentrasi tersebut di atas?
Buku ini terdiri dari 10 bab. Dalam bab satu dijelaskan tentang
perbedaan antara biofarmasi, farmakokinetika, farmakokinetika
klinis, dan farmakodinamika. Bab dua membahas tentang
penggolongan obat berdasarkan rute pemberian. Dalam bab tiga
dibahas tentang pengertian, konsep dasar pengaturan efek terapi,
serta perhitungan parameter-parameter farmakokinetika untuk
pemberian intravena dosis tunggal. Kemudian dalam bab empat
dibahas tentang pemberian obat secara infus, prinsip steady state,
faktor yang mempengaruhi selama obat diberikan, dan aplikasi
parameter farmakokinetika untuk menghitung besarnya dosis baik
secara infus maupun kombinasi intravena dan infus. Selanjutnya,
bab lima membahas pemberian obat secara ekstravaskular, faktor-
faktor yang mempengaruhi absorpsi, kinetika absorpsi, hubungan
antara waktu dengan konsentrasi serta interpretasinya untuk
mendapatkan parameter-parameter farmakokinetika. Seterusnya
dalam bab enam dibahas prinsip dan parameter farmakokinetika
dosis berganda, faktor-faktor penentu pengaturan dosis dan
interval, untuk pemberian intravaskular dan ekstravaskular. Dalam
bab tujuh dibahas tentang kinetika dan fator penentu jumlah
metabolit di dalam tubuh, interpretasi serta implikasi klinik.
Kemudian dalam bab delapan dibahas tentang keanekaragaman
respons serta strategi untuk mengoptimalkan terapi. Dalam bab
sembilan dibahas tentang penggunaan obat pada pasien dengan
gangguan ginjal, perubahan fisiologi, perubahan farmakokinatika
dan farmakodinamika serta pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan terapi. Terahir adalah bab sepuluh yaitu
membahas tentang prinsip penggunaan obat pada pasien dengan
gangguan hatiserta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan.
iv
Dalam buku ini juga dibahas tentang contoh-contoh soal sebagai
pelatihan dan untuk mempermudah pemahaman dan aplikasi
konsep farmakokinetika klinis dalam pengoptimalan penggunaan
obat.
Azizah Nasution
v
Prakata ............................................................................................. iii
Daftar Isi ......................................................................................... vi
vi
BAB V PEMBERIAN OBAT EXTRAVASCULAR ........... 40
5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi ....................... 40
5.1.1. Ketersediaan Hayati Per Oral.................................... 42
5.1.2. Kinetika Absorpsi ..................................................... 42
5.1.3. Hubungan antara Waktu dengan Konsentrasi
Obat ........................................................................... 43
5.1.4. Analisis Parameter-parameter Farmakokinetika ...... 44
5.2 Contoh-contoh Soal ............................................................. 47
vii
7.2.3 Konsentrasi Metabolit di dalam Plasma ................... 66
7.2.4 Interpretasi Data Metabolit ....................................... 66
7.3 Implikasi Terapi .................................................................... 67
7.3.1 Prodrug tidak aktif dan metabolit aktif ..................... 67
7.3.2 Obat Aktif dan Metabolit Tidak Aktif ...................... 68
7.4 Contoh-contoh Soal .............................................................. 68
viii
10.6 Strategi Penyesuaian Dosis ................................................... 94
10.6.1 Obat dengan Extraction Ratio Tinggi ....................... 94
10.6.2 Obat dengan Extraction Ration Menengah ............... 95
10.6.3 Obat dengan Extraction Ratio dan Ikatan
Protein Rendah .......................................................... 95
10.6.4 Obat dengan Extraction Ratio dan Ikatan
Protein Tinggi ........................................................... 95
10.7 Contoh-contoh Soal .............................................................. 96
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berbeda dengan farmakokinetika, farmakodinamika adalah ilmu
yang mempelajari apa yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh
atau ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat.
Farmakodinamika menghubungkan konsentrasi obat di dalam
plasma dengan respons terapi, sedangkan farmakokinetika
menghubungkan antara dosis obat dengan konsentrasi obat di
dalam plasma. Dengan demikian mudah dipahami bahwa
farmakokinetika mempunyai hubungan yang erat dengan
farmakodinamika.
2
BAB II
3
Secara skematis, peristiwa yang dialami oleh obat di dalam tubuh
setelah diberikan secara intravena dan per oral dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Dari skema tersebut dapat dilihat bahwa obat yang
diberikan secara intravena langsung memasuki sirkulasi sistemik
dan tidak mengalami peristiwa absorbsi. Jadi, seluruh obat yang
diberikan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Berbeda dengan
pemberian obat secara intravaskular, obat yang diberikan per oral,
terlebih dahulu mengalami peristiwa absorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik. Di dalam darah, baik obat yang diberikan secara intravena
maupun per oral akan berikatan secara reversible dengan protein
plasma dalam bentuk senyawa kompleks yang mengadakan
kesetimbangan (equilibrium) dengan obat bebas. Obat-obat yang
bersifat asam berikatan dengan albumin, sedangkan obat-obat yang
bersifat basa berikatan dengan alpha acid glycoprotein (AAG).
4
pengaturan respons farmakologi ialah menjaga agar konsentrasi
obat selalu berada dalam rentang terapi.
Eksresi
Metabolisme
5
berbeda satu sama lainnya, maka akan menghasilkan parameter
farmakokinetika yang berbeda-beda pula sehingga dosis dan
interval pemberian akan berbeda.
6
2.2. Contoh-contoh Soal
7
6. Obat yang diberikan per oral mempunyai nilai bioavailabilitas:
a. > 100%
b. < 100%
c. 1
d. Tidak ada jawaban yang benar
8
Jawaban:
Jawaban yang benar untuk soal nomor 1 sampai dengan 10
adalah sebagai berikut:
1. a
2. b
3. a
4. c
5. c
6. b
7. a
8. b
9. c
10. d
9
BAB III
PENGERTIAN DAN
PERHITUNGAN
PARAMETER-PARAMETER
FARMAKOKINETIKA
10
Setelah distribusi sempurna (kesetimbangan atau equilibrium
dicapai), maka jumlah obat (A) di dalam tubuh berhubungan
dengan konsentrasi obat di dalam plasma (C) seperti dituliskan
dalam persamaan (1) dan (2):
A = V.C ................
V = A/C .(2)
11
Dengan demikian kecepatan eliminasi obat berbanding lurus
dengan jumlah obat di dalam tubuh sebagaimana dijelaskan berikut
ini:
Ao ( = Dosis ) k
Fungsi
t=0 A, t
A = Ao e kt
kt
V. C = V. Co e
C = Co e-kt
12
C
In C = In Co kt
C0
lnC
t
Gambar 3.2. Plot ln C versus t
13
Kertas grafik semilog merupakan kertas grafik yang mana
pembagian skala sumbu y sudah disesuaikan dengan nilai
logaritma. Pembagian skala sumbu x adalah merata. Jadi istilah
semilog bermakna bahwa hanya satu sumbu yang sudah
disesuaikan dengan nilai logaritma. Bila diplot nilai konsentrasi
aktual versus waktu di atas kertas grafik ini, maka akan diperoleh
garis lurus. Keunggulan pemanfaatan kertas grafik semilog
dibandingkan dengan kertas grafik biasa adalah lebih efisien waktu
karena tidak diperlukan lagi untuk menghitung nilai logaritma dari
masing-masing konsentrasi sebelum diplot terhadap masing-masing
waktu yang bersangkutan.
14
Siklus
ketiga
Siklus
kedua
Siklus
pertama
15
Contoh kertas grafik semilog pada Gambar 3.3 adalah kertas grafik
3 siklus. Nilai sumbu y adalah fleksibel, tergantung kepada rentang
konsentrasi obat yang akan diplot. Bila nilai y terendah adalah 1
(perpotongan antara sumbu y dan sumbu x), maka nilai paling
tinggi pada siklus petama adalah 10. Selanjutnya angka 2 pada
siklus kedua adalah 20 dan angka paling tinggi pada siklus ini
adalah 100.
16
3.1.3 Waktu Paruh (t1/2)
In C = In Co kt
Co
maka waktu paruh (t1/2) dicapai pada konsentrasi (C) = , bila
2
disubtitusikan ke dalam persamaan (7), maka:
Co
In = In Co k t1/2
2
k t1/2 = In 2, maka waktu paruh dapat dituliskan
dengan persamaan (8).
o,693
t1/2 =
k
Waktu paruh:
merupakan ukuran bagaimana obat dieliminasi dari
dalam tubuh
tidak tergantung kepada dosis
tidak tergantung kepada cara pemberian obat
spesifik untuk setiap obat
merupakan faktor penentuan dalam perhitungan dosis
obat
17
Misalkan n = jumlah t1/2 yang dilalui setelah obat diberikan secara
intravena.
t 0,693
n= ; t = n t1/2; k =
t1 / 2 t1 / 2
P = e kt
P = e 0,693/t ½ x n t ½ = e - 0,693 n = (1/2) n
P = (1/2)n
Dengan demikian, apabila diketahui waktu paruh obat, maka
proporsi yang tinggal di dalam tubuh dan proporsi tereliminasi
dapat dihitung. Proporsi obat yang tinggal di dalam tubuh dan
proporsi tereliminasi dihubungkan dengan waktu paruh tercantum
dalam Tabel 3.2.
18
Persamaan (10) = persamaan (11)
Cl . C = k V C
Jadi:
Cl = kV
AUC
t
Gambar 3.4. Plot konsentrasi versus t
19
3.1.6 Clearance Renal dan Clearance Ekstrarenal
K = kR + kER
dAu
= kR. A
dt
A = jumlah obat di dalam tubuh.
Karena A = Ao e kt
Maka akan diperoleh prsamaan (16):
dAu
= kR. Ao.e kt
dt
dAu
In = (InkR Ao ) kt ..
dt
Bila diplot ln dAu/dt versus waktu, maka akan diperoleh garis lurus
seperti tertera pada Gambar 3.5.
20
Intercept = kR.A0 = KR.Dosis
dAu
In
dt
k = kR + kER
kER = k kR
21
Parameter farmakokinetika berbagai obat dapat dilihat pada
Lampiran II.
Jawab:
a. Perhitungan waktu paruh obat
Konstanta kecepatan eliminasi:
k = km + kR = 0,2 jam -1 + 0,15 jam-1 = 0,35 jam-1
Maka:
0,693 0,693
t1/2 = 1,9 jam
k 0,35 jam -1
b. Fraksi obat tidak berubah di dalam urin
k 0,15
fu = R = = 0,43
k 0,35
c. Pada pasien gagal ginjal kR = 0, maka eliminasi obat
hanya melalui proses metabolisme, maka:
0 ,693
t1/2 = 3,5 jam
0, 2 jam -1
e. Bila terjadi induksi enzim (km dua kali lipat), maka:
Km = 2 x 0,2 jam-1 = 0,4 jam-1
Dengan demikian, maka konstanta kecepatan eliminasi obat
adalah sebagai berikut:
k = km + kR = 0,4 + 0,15 = 0,55
sehingga:
0,693
t1/2 = 1,26 jam
0,55 jam -1
22
2. Suatu obat diberikan secara intravena bolus sebanyak 100
mg kepada pasien dengan t1/2 = 8 jam; Cl = 2 1iter/ jam.
Hitunglah konsentrasi obat pada saat t = 0 (Co) dan
konstanta kecepatan eliminasi (k).
Jawab:
Diketahui Dosis (D) = 100 mg; t1/2 = 8 jam; Cl = 2
1iter/jam, maka:
0,693 0,693
k= = 0,0866 jam -1
t1 / 2 8 jam
2l
Cl jam
Cl = k V V = 23,1 liter
k 0,0866 jam -1
D D 100 mg
V= Co 4,33 mg / liter
Co V 23,1 liter
Jawab:
a. Perhitungan waktu paruh obat
23
0,693
t1/2 = = 0,693/0,17jam-1 = 4,08 jam
k
b. Perhitungan clearance obat
D 250 mg
Cl = kV: V = 10 liter
C o 25 mg / liter
Cl = 0,17 jam -1 x 10 liter = 1,7 liter jam-1
0.17 jam -1 t
log 10 = log 25 , jadi t = 5,3 jam, artinya
2.303
konsentrasi efektif minimum dicapai 5,3 jam setelah
obat diberikan. Jadi waktu tersebut adalah saat
berkhirnya efek optimal obat.
Waktu Konsentrasi
(jam) (ng / ml)
0.16 9.5
0.33 7.4
0.50 6.3
1.00 5.3
2.00 4.2
4.00 2.9
8.00 1.2
24
Misalkan tubuh bersifat sebagai model satu kompartemen
terbuka dan berat badan (BB) rata-rata pasien adalah 75 kg.
Hitunglah:
a. Volume distribusi
b. Waktu paruh
c. Clearance total
Jawab:
a. Perhitungan volume distribusi obat
Dosis = 2 mcg / kg ; BB = 75 kg
Gambarkan grafik hubungan antara konsentrasi dan waktu
di atas kertas semilog, maka akan diperoleh kurva seperti
tertera pada Gambar 3.6, maka dari grafik dapat dibaca
bahwa Co = 6.5 ng / ml
25
Gambar 3.6. Plot data konsentrasi versus waktu
26
5. Data di bawah ini obat yang diekskresikan dalam bentuk
tidak berubah melalui urine setelah diberikan 100 mg secara
intravena.
Selang Volume Konsentrasi Jumlah t Jumlah/ Mid
Waktu Urine ( mg / ml ) V x C t point
(jam) (ml) (mg) (jam) Atau Waktu
DAu/dt (jam)
0 - 1 100 0.25 25 1 25 0.5
1 - 3 150 0.18 27 2 13.5 2
3 - 5 100 0.12 12 2 6 4
5 - 9 200 0.035 7 4 1.75 7
Jawab:
a. Untuk mendapatkan waktu paruh obat, maka terlebih dahulu
dAU
digambarkan grafik ln versus t. Jadi karena akan
dt
dAU
digunakan kertas grafik semilog, maka langsung diplot
dt
terhadap waktu sehingga akan diperoleh kurva seperti tertera
pada Gambar3.6
Berdasarkan persamaan:
dAU
ln = ln (kR . Dosis) kt
dt
0 .693 0.693
b. k= = 0,4076 jam-1
t1/ 2 1.7 jam
27
31mg/jam
.
.
10
1,7jam
.
0,1 1 4 7
Waktu (jam)
Gambar 3.6. Plot kecepatan eksresi versus waktu
28
c kR . Dosis = intercept = 31 mg / jam
kR x 100 mg = 31 mg / jam kR = 0,31 jam-1
d. Cl R = k R . V
= 0.31 jam-1 x 100 liter = 31 liter / jam
kR 0.31 jam -1
e. fe = 76.05%
k 0.4076 jam -1
Cl total = kV = 0.4076 jam-1 x 100 l = 40,76 liter/jam.
29
BAB IV
Steady state (SS) atau kondisi tunak adalah suatu keadaan yang
mana tidak terjadi perubahan jumlah atau konsentrasi obat di dalam
tubuh dengan bertambahnya waktu. Bila kecepatan masuknya
(input rate) obat ke dalam tubuh adalah konstan (order nol)
sedangkan kecepatan eliminasi (output rate) adalah eksponensial,
maka obat akan terakumulasi sampai kondisi tunak dicapai.
Dengan demikian steady state dapat dipertahankan apabila
kecepatan infus dipertahankan.
=kA
A
t
Gambar 4.1. Plot jumlah obat di dalam tubuh versus t
30
R = Kecepatan pemberian infus
A = Jumlah obat dalam tubuh dalam waktu t
K = Konstanta kecepatan eliminasi untuk reaksi order pertama
dA
= Kecepatan pemberian infus - kecepatan eliminasi
dt
dA
= R kA
dt
Pada kondisi tunak (steady state) tidak ada perubahan jumlah obat
di dalam tubuh dengan adanya pertambahan waktu atau:
dA
=0
dt
Maka:
R = k Ass
Atau jumlah obat pada steady state (Ass) dapat dituliskan sebagai
berikut:
R
Ass =
k
Dari persamaan (2), jelaslah bahwa jumlah obat pada steady state:
Berbanding lurus dengan kecepatan pemberian infus
Berbanding terbalik dengan konstanta kecepatan eliminasi
31
peninggian kecepatan infus dengan faktor X akan
menghasilkan peninggian konsentrasi Steady State dengan
faktor yang sama
Mengingat bahwa jumlah (A) adalah hasil kali antara volume (V)
dengan konsentrasi (C), maka:
R
VC = (1 e-kt)
k
R R
atau C = (1 e-kt); Css =
kV kV
Maka akan diperoleh persamaan (4):
C = Css (1 e-kt
32
Bila nilai k dan t disubtitusikan ke dalam persamaan (4), maka akan
diperoleh:
C = Css [1 e-0,693/ t ½ . n t½ ]
Seperti telah diuraikan pada bagian 4.4 bahwa steady state hanya
ditentukan oleh waktu paruh obat. Semakin panjang waktu paruh
obat, maka semakin lama waktu yang diperlukan agar dicapai
33
steady state. Dengan demikian, obat yang mempunyai waktu paruh
panjang tidak praktis apabila hanya diberikan secara infus
kecepatan konstan saja, karena membutuhkan waktu yang lama
sampai diperoleh efek pengobatan. Kombinasi pemberian intravena
bolus dengan infus kecepatan konstan seperti tertera pada Gambar
4.2 sering dilakukan agar efek pengobatan segera diperoleh dan
dipertahankan.
Infus
intavena
LD = Css.V
MD = Cl.Css
34
4.6. Konsentrasi Obat di dalam Plasma Setelah Infus
Dihentikan
Css
C
Setelah
infus dihentikan
Jumlah t ½
35
4.7. Estimasi Parameter Farmakokinetika
= Css
Ln (Css C -k
t
Gambar 4.4. Plot ln (Css - C) versus t
36
4.8. Contoh-contoh Soal
Jawab:
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tunak
adalah 3,3 t1/2 = 3,3 x 7,5 menit = 25 menit.
Jawab:
Konsentrasi tunak dicapai setelah 3,3 x 5 hari = 16,5 hari
Jawab:
Loading dose = Css V
= 10 mcg/ml x 0,5 1iter/kg = 5 mg/kg
0,693 0,693
K= = = 0,087 jam -1
t1 / 2 8 jam
Cl = kV = 0,087 jam-1 x 0,5 1iter/kg = 0,04 1iter/kg jam
Maintenance dose = Cl . Css
= 0,04 1iter/kg jam x 10 mg/liter
= 0,4 mg/kg jam
37
Jawab:
Dosis untuk pasien dengan kebiasaan merokok perlu
disesuaikan. Kecepatan pemberian infuse untuk pasien perokok
tersebut adalah 1,5 x 0,4 mg/kg jam sampai 2 x 0,4 mg/kg jam
atau 0,6 mg/kg jam sampai 0,8 mg/kg jam.
Jawab:
a. R = 300 mcg / menit, CSS = 51,8 mcg / ml
Dari grafik diperoleh t1/2 = 10 menit
0,693 0,693
k= 0,0693 menit -1
t1 / 2 10 menit
38
300mcg / menit
R = CSS x Cl Cl =
51,8mcg / 100ml
= 579 ml/menit
Cl 579 ml / menit
V = 8354,98 ml 8,4 liter
k 0,0693 menit -1
b. C = CSS . e-kt
C20 = 51,8 mcg / 100 ml x e- 0,693 x 20 menit
= 0,518 mcg / ml x e-1,386 = 0,518 mcg / ml
e 1,386
0,518mcg / ml
C20 = = 0,1295 mcg/ml
3,9988
c. Jika kecepatan pemberian infus (R) = 600 mcg / menit
maka konsentrasi obat dalam plasma akan menjadi
600/300 (dua kali lipat). Jadi:
Konsentrasi setelah 20 menit obat diinfuskan adalah 70
mcg / 100 ml
Konsentrasi setelah 40 menit obat diinfuskan adalah 96
mcg / 100 ml.
Konsentrasi setelah 60 menit obat diinfuskan adalah
103.6 mcg / 100 ml.
39
BAB V
PEMBERIAN OBAT
EXTRAVASCULAR
40
Gambar 5.1. Tahapan yang terlibat dalam proses absorpsi obat
41
Obat yang berada di dalam sirkulasi sistemik, selanjutmya
didistribusikan ke organ-organ tubuh termasuk reseptor, kemudian
dihasilkan efek pengobatan. Besarnya respons yang dihasilkan
ditentukan oleh obat yang berikatan dengan reseptor. Semakin
banyak obat yang berikatan dengan reseptor, semakin tinggi
respons yang dihasilkan.
Ketersediaan hayati (F) per oral merupakan fraksi obat yang masuk
ke dalam sirkulasi sistemik setelah diberikan dengan dosis tertentu
per oral dibandingkan dengan fraksi yang masuk ke dalam sirkulasi
sitemik setelah diberikan secara intravena dengan dosis yang sama.
Nilai F dapat dihitung persamaan berikut:
F = AUCpo/AUCiv
42
p = konstanta permiabilitas
A = Luas permukaan saluran pencernaan.
p A
Kecepatan absorpsi = . A ..
Va
43
dA dAa
Cl . C
dt dt
dA
ka. Aa k . A .. (7)
dt
Bila persamaan (7) diintegralkan, maka:
F .D.ka -kt
A = (e - e-ka.t)
( ka k )
Mengingat bahwa jumlah adalah hasil kali antara volume dengan
konsentrasi (A = V.C), maka:
F . D . ka
C = (e-kt - e-ka.t)
V (ka - k)
Bila konsentrasi obat di dalam plasma (C) diplot terhadap waktu (t)
di atas kertas grafik semilog, maka akan diperoleh kurva hubungan
antara konsentrasi obat di dalam plasma dengan waktu seperti
tertera pada Gambar 5.1. Secara umum kurva per oral dapat dibagi
menjadi 2 fase yaitu fase absorpsi dan fase eliminasi. Fase absorpsi
yaitu saat terjadi peninggian konsentrasi dengan pertambahan
waktu seperti dapat dilihat pada Gambar 5.1. Kondisi ini terjadi
karena obat dominan berada pada saluran pencernaan yang
mengakibatkan kecepatan absorpsi lebih besar dari kecepatan
eliminasi. Konsentrasi maksimum (Cmax) obat di dalam plasma
dicapai saat kecepatan absorpsi sama dengan kecepatan eliminasi.
Selanjutnya pada fase eliminasi terjadi penurunan konsentrasi
dengan pertambahan waktu karena obat sudah dominan berada di
dalam tubuh. Jadi, pada kondisi ini kecepatan absorpsi lebih kecil
44
dari kecepatan eliminasi yang dapat diamati dari penurunan kurva.
C
2.0
Cmax
0.8 C
0.4
C C
0.2
0.1 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (t)
Gambar 5.1. Plot konsentrasi obat terhadap waktu
Misal:
F . D . ka
l maka C = I (e-k.t - e ka.t) ........................(9)
V (ka - k)
Secara umum konstanta kecepatan absorpsi (ka) lebih besar dari
konstanta kecepatan eliminasi (k). Pada saat waktu (t) sama dengan
tidak terhingga (~), maka:
45
e-ka.t = 0
C = I e-kt
ln C = ln I - kt
Konstanta kecepatan eliminasi obat (k) dan waktu paruh obat dapat
dihitung dari persamaan tersebut di atas.
e ka.t = 1
e-kt = 1
maka :
(C C)= 0
46
5.2. Contoh-contoh Soal
Jawab:
In (ka/k)
tmax = = ln (0,8/0,11)/(0,8-0,11) =
ka - k
ln7,273/(0,69) = 1,984/0,69 = 2,875
F D -k.t max
Cmax = .e = (520 mg/35 L) x e-0,11 x 2,875
V
= (520 mg/35L) x e-0,31625 = 520 mg/(35L x 1,37197)
= 520 mg/48,01845
= 10,83 mg/L
47
BAB VI
PRINSIP PENGATURAN
PEMBERIAN DOSIS GANDA
48
pendekatan ini yaitu memerlukan biaya yang lebih besar dan waktu
yang lebih lama, bahkan kadang-kadang terjadi efek toksik.
49
aktivitas-toksisitas, klinik, toleransi, genetik serta interaksi obat
akan dibahas secara mendetail dalam Bab VIII.
50
A
Cssmax
Cssmin
51
V I : Ab1max setelah 100 mg obat di
III diberikan
I II : Ab1min
III : Ab2max setelah pemberian II
dengan dosis yang sama.
IV : Ab2min
IV V : Ab3max setelah pemberian III
II
Jumlah t1/2
52
semakin tinggi akumulasi. Hal yang penting diketahui adalah
apakah jumlah obat maksimum di dalam tubuh berada dalam batas
yang aman atau telah mengakibatkan efek toksik. Konsep
perhitungan jumlah maksimum dan minimum obat di dalam tubuh
akan dijelaskan berikut ini.
53
(1 r N )
Ab N max = Dose .
(1 r )
Nk
(1 e )
Ab N max = Dose . k
(1 e )
1 (1/ 2)n
Ab N max = D .. (3)
1 (1/ 2)
/ t1 / 2
D = Dose
N = jumlah pemberian
= interval pemberian
54
D/ = k Abav
D = dosis
= interval pemberian
Abav = jumlah rata-rata obat di dalam tubuh
0,693
k = konstanta kecepatan eliminasi =
t1
2
0,693
D/ = Abav
t1
2
Maka akan diperoleh persamaan (8):
Abav = 1,44 t1/2 (D/ ) ..............................................(8)
1
Css, max = FD...........................................(9)
V (1 (1 / 2) )
Dengan cara yang sama berdasarkan persamaan (6) konsentrasi
obat minimum pada kondisi tunak (Css, min) adalah sebagai
berikut:
(1/ 2)
Css, min =
V (1 (1/ 2) )
= Css, max (1/ 2) ..
FD / Cl.Cav
55
Dengan demikian, konsentrasi rata-rata obat di dalam
plasma (Cav) adalah sebagai berikut:
1,44t1 / 2 ( FD / )
Cav
V
Abav
RAC = 1,44 t1/2 /
FD
RAC = Ratio akumulasi
F = Biovailabilitas
D = Dosis
= Interval pemberian
FD /
Abav =
k
56
6.3.7. Hubungan antara Dosis Muatan dengan Dosis
Pertahanan
LD = Abss, max/F
MD = LD (1- e- )
DM
LD =
(1 e k ) )
57
dosis muatan (LD = 500 mg), dosis pertahanan (MD) adalah 250
mg. Berdasarkan Gambar 6.3 pada regimen A jelas terlihat bahwa
jumlah obat di dalam tubuh langsung berada dalam kondisi tunak
dengan efek terapi yang diharapkan. Berbeda dengan regimen A,
pada regimen B faktor ketersediaan hayati tidak dimasukkan ke
dalam perhitungan dosis muatan. Pada regimen B, dosis muatan
sama dengan dosis pertahanan yaitu 250 mg. Sebagai
konsekuensinya yaitu diperlukan waktu yang lebih lama sampai
dicapai kondisi tunak sebagaimana terlihat pada Gambar 6.3. Jadi
pada regimen B diperlukan waktu sekitar 3 sampai 4 waktu paruh
sampai dicapai steady state.
58
b. Jumlah maksimum (Abmax) dan jumlah minimum
(Abmin) obat pada kondisi tunak apabila diberikan 300
mg per minggu
c. Dosis muatan yang diperlukan agar dicapai konsentrasi
tunak dengan segera
Jawab:
a. Perhitungan waktu paruh obat:
Rac = Abavg/(F.Dose) = 300 mg/(1x 30 mg) = 10
Rac = 1,44 (t1/2
10 = 1,44 (t1/2/1)
t1/2 = 6,9 hari = 7 hari
b. Berdasarkan konsep, maka jumlah maksimum dan
minimum obat pada kondisi tunak apabila diberikan
300 mg per minggu adalah:
Abmax = 2 x dosis = 2 x 300 mg =600 mg
Abmin = Dosis = 300 mg
c. Dosis muatan yang diperlukan agar dicapai konsentrasi
tunak dengan segera adalah 300 mg
Jawab:
Jawab:
Abavg = 1,44 t1/2 (D/ )
= 1,44. 8 jam (500 mg/8 jam) = 729 mg
59
Dokter akan memberi terapi ciprofloxacin tablet. Diketahui
waktu paruh ciprofloxacin adalah 6 jam, volume distribusi
0,25L/kg berat badan, bioavailabilitas adalah 0,5, dan
rentang terapi adalah 3 - 6 mcg/ml. Berapa dosis dan
interval pemberian ciprofloxacin tablet agar diperoleh efek
terapi yang optimal?
Jawab:
Perhitungan
= 1,44 t1/2 lnCmax/Cmin
= 1,44. 6 jam ln 4/3= 1,44. 5 jam (ln 6 ln 3)
= 8,64 jam ( 1,792 1,099) = 8,64 jam .0,693 =
5,988 jam
60
BAB VII
KINETIKA METABOLIT
61
Tabel 7.1. Berbagai obat dengan metabolit aktif
Obat yang Metabolit Obat yang Metabolit
Diberikan diberikan
Acetylsalicylic acid Salicylic acid Lidocaine Desethyl
Amitriptylin Nortriptyline lidocaine
Chlordiazepoxide Desmethyl Meperidine
chlordiazepoxide Phenylbutazone Nor meperidine
Codein Morphin Prednisone Oxyphenbutazone
Diazepam Desmethyl Primidone Prednisolone
diazepam Procainamide Phenobarbital
Isosorbide dinitrate Isosorbide 5- N-Acethyl
mononitrate Propranolol procainamide
4-Hydroxy
Propanolol
yang mana:
A = jumlah obat di dalam tubuh
Am =jumlah metabolit di dalam tubuh
Ame = jumlah metabolit yang dieliminasi
62
Kedua tahap di atas yaitu proses metabolisme obat dan eliminasi
metabolit dapat dicirikan sebagai reaksi order pertama yang
mempunyai konstanta berturut-turut k dan km. Kecepatan
perubahan jumlah metabolit di dalam tubuh dapat ditulis sebagai
berikut:
63
7.2.1. Kecepatan Metabolisme Sebagai Penentu Jumlah
Metabolit
Maka,
Am = k/km . A
III
II
t
Gambar 7.3. Hubungan antara konsentrasi dengan waktu
I = obat di dalam tubuh; II = metabolit di dalam tubuh; III = obat
pada lokasi absorpsi
64
Contoh situasi dimana kecepatan metabolisme obat sebagai faktor
penentu pembentukan metabolit adalah pemberian tolbutamide
secara intravena. Tolbutamide merupakan salah satu antidiabetes.
Obat ini dimetabolisme melalui oksidasi menjadi metabolit aktif
yaitu hydroxytolbutamide. Di dalam tubuh, hampir seluruh
tolbutamide diubah menjadi metabolit yaitu mendekati 100%.
Clearance hydroxytolbutamide lebih besar (kira-kira 20 kali lipat)
dibandingkan dengan clearance tolbutamide. Karena volume
distribusi tolbutamide dan hydroxytolbutamide hampir sama yaitu
0,15 0,30 liter, maka oksidasi tolbutamide menentukan eliminasi
hydroxytolbutamide. Metabolit ini segera diieksresikan dari dalam
tubuh, maka dengan demikian metabolit ini tidak begitu penting
dipertimbangkan dalam terapi.
II
III
t
Gambar 7.4. Plot konsentrasi metabolit versus waktu.
I = metabolit di dalam tubuh; II = obat pada lokasi absorpsi;
III = obat di dalam tubuh
65
Contoh obat yang mempunyai pola seperti tertera pada Gambar 7.4
adalah acetohexamide diberikan per oral. Obat ini juga merupakan
antidiabetes. Metabolit aktifnya yaitu hydroxyhexamide dieliminasi
jauh lebih lambat dibanding dengan acetohexamide. Jadi walaupun
saat hampir seluruh acetohexamide dieliminasi, namun efek
antidiabetik hydroxyhexamide masih lama berlangsung.
Kecepatan Eliminasi = Cl x C
66
Kecepatan perubahan metabolit di dalam tubuh = Clm x C Cl(m)
x C(m)
Dalam hal ini
Clm = Clearance obat melalui metabolisme
Cl(m) = Clearance total metabolit
C = Konsentrasi obat di dalam plasma
Cm = Konsentrasi metabolit di dalam plasma
Bila persamaan tersebut diintegralkan antara nol sampai dengan
tidak terhingga, maka akan diperoleh:
Areamet Clm
=
Areadrug Cl (m )
Karena Clm = fm x Cl
fm = fraksi obat yang dimetabolisme
Cl = Clearance obat
Maka:
Areamet Clearance
= fm x
Areadrug Cl (m)
7. 3. Implikasi Terapi
Pada kondisi seperti ini, mulai kerja obat lebih cepat dicapai serta
menghasilkan efek yang lebih besar apabila diberikan per oral
dibanding dengan pemberian parenteral. Sebagai contoh adalah
67
propranolol (merupakan antihipertensi beta blocker) dimetabolisme
di hati. Salah satu dari metabolit aktifnya adalah 4
hydroxypropanolol. Obat dengan nilai ketersediaan hayati (F) yang
kecil artinya menghasilkan metabolit yang lebih banyak.
Pada kondisi ini dibutuhkan dosis obat per oral yang lebih besar
dibanding dengan dosis intravena untuk menghasilkan efek yang
sama.
Jawab:
a. Konstanta kecepatan perubahan obat A menjadi metabolit
D adalah 0,04 jam-1.
b. Waktu paruh obat A = 0,693/0,04jam-1 = 17,33 jam.
Jawab:
Metabolit kedua obat ini sama-sama memiliki efek untuk
menurunkan kadar gula darah. Metabolit aktif dari acetohexamide
yaitu hydroxyhexamide mempunyai nilai clearance yang lebih kecil
dibandingkan dengan acetohexamide sendiri. Sementara metabolit
aktif dari tolbutamide yaitu hydroxytolbutamide mempunyai nilai
68
clearance yang lebih besar dibandingkan dengan clearance
tolbutamide. Berdasarkan kedua nilai clearance metabolit-metabolit
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua obat yang
diberikan secara intravena menghasilkan efek yang lebih lama
dibandingkan dengan obat yang diberikan per oral. Jadi nilai
clearance metabolit aktif harus menjadi bahan pertimbangan dalam
pemilihan obat.
69
BAB VIII
KEANEKARAGAMAN RESPONS
70
8. 2. Genetik
71
Tabel 8.1. Keanekaragaman farmakokinetika akibat kondisi genetik
Kondisi Respons Abnormal Frekuensi Contoh Obat
enzim dan
lokasi
Slow dan Slow acetylator N-Acetyltrans-40-70% INH,
fast asetilasi dapat ferase di hatipopulasi USA procainamide,
mengakibatkan adalah slow hydralazine,
efek toksik acetylator; 10- sulfonamida
Fast acetylator 20% penduduk
dapat Jepang dan
mengakibatkan Eskimo Canada
efek subterapi adalah fast
acetylator
Hidrolisis Sesak nafas Pseudocholinest Beberapa Succinylcholi
succinylcholi berkepanjangan erase di dalam kondisi gen ne
ne lambat plasma abnormal
72
Berikutnya adalah defisiensi enzyme glucose-6 phosphate
dehydrogenase (G6PD). Pasien dengan defisiensi enzyme G6PD
dapat mengalami hemolisis apabila diberikan primaquine. Glucose-
6 phosphate dehydrogenase berperan mengontrol pengaliran karbon
melalui jalur pentose phosphate, menghasilkan nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate (NADPH) untuk biosintesis
reduktif, dan menstabilkan oksidasi-reduksi di dalam sel agar
gluthation berada dalam bentuk tereduksi. Ketidaktersediaan
gluthation dalam bentuk terduksi akan mengoksidasi gugus fungsi
sulfahydroxyl dari hemoglobin, selanjutnya terjadi hemolisis.
73
Tabel 8.2. Keanekaragaman farmakodinamika akibat kondisi
genetik
Kondisi Respons Abnormal Frekuensi Contoh
enzim dan Obat
lokasi
Resisten Resisten terhadap Perubahan Sering warfarin
warfarin antikoagulasi reseptor dan
enzim di hati
dengan
peninggian
afinitas terhadap
vitamin K
Obat yang Hemolisis Defisiensi G6PD Terjadi Acetanilide,
menginduksi pada primaquine,
hemolitik daerah chlorampheni
anemia endemi col
malaria Analog
vitamin K
Defisiensi Methemoglobinemia Defisiensi Sekitar 1 Acetanilide,
methemoglobin methemoglobin % adalah primaquine,
reductase reductase carier benzocaine
heterozy
Got
Hipertermia Peninggian Tidak diketahui Sekitar 1 Berbagai
malignan temperatur tubuh dalam anestetika
yang tidak 20.000
terkontrol pasien
yang
dianestesi
74
8. 4. Penyakit
Salah satu aspek dari proses penuaan adalah berat badan. Berat
badan meningkat cepat dari usia anak-anak sampai pancaroba,
selanjutnya setelah usia 50 tahun berat badan akan menurun secara
perlahan-lahan. Kandungan air rongga tubuh, massa otot, aliran
darah, dan fungsi organ berhubungan dengan berat badan. Oleh
karena itu volume distribusi, clearance dan regimen dosis juga
berhubungan erat dengan berat badan. Sebagai contoh, pasien
-
lactams yang lebih tinggi dari dosis untuk pasien dengan berat
badan normal untuk mencapai konsentrasi yang sama. Bila terjadi
penyimpangan respons, penyesuaian dosis hanya diperlukan bila
berat badan menyimpang 30% lebih dari berat normal.
75
1) Bayi Baru Lahir (Neonate) yaitu usia di bawah 2 bulan
Bayi baru lahir dengan berat badan 3,18 kg umumnya hanya
membutuhkan dosis sebanyak 12,5 % dari dosis dewasa,
karena organ-organ tubuh masih dalam pertumbuhan.
76
obat cardiovaskular dan psikotropik. Dengan demikian penyesuain
dosis untuk obat-obat tersebut perlu dilakukan apabila akan
diberikan kepada kelompok pasien usia lanjut.
8. 6. Formulasi
77
sistemik. Obat yang tidak dirancang dan dievaluasi dengan baik
dapat mengakibatkan keanekaragaman respons saat digunakan.
Obat yang dirancang dengan baik dapat meminimalkan perbedaan
pelepasan in vivo obat. Proses produksi yang dikontrol dengan baik
serta berpedoman kepada Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), akan dapat menghasilkan obat yang seragam dari batch ke
batch dan dari lot ke lot sehingga akan menghasilkan pelepasan dan
absorpsi obat yang seragam yang selanjutnya menghasilkan efek
yang seragam pula.
8. 7. Rute Pemberian
8. 8. Interaksi Obat
78
maka penurunan dosis perlu dipertimbangkan dan bila terjadi
penurunan absorpsi maka dosis perlu ditungkatkan.
79
Tabel 8.3. Interaksi beberapa Obat dan kosekuensinya
Parameter Interaktan dan Respons Mekanisme
Kecepatan 1. kecepatan absorpsi Metoclopramide
absorpsi acetaminophen ditingkat oleh mempercepat pengosongan
metoclopramide lambung
Epinephrine mengurangi
2. kecepatan absorpsi lidocaine aliran darah ke lokasi injeksi
diurunkan oleh epinephrine subcutan dan intramuscular.
Availabilitas Ketersediaan hayati metoprolol Cimetidine menghambat
ditingkatkan oleh cimetidine metabolisme metoprolol
ketersediaan hayati tetracycline Kompl. Ca Tetracycline
Ca menurun Yang tak larut
Volume Volume distribusi salicylic acid Phenylbutazone menggeser
distribusi meningkatkan asam salisilat dari ikatan
protein plasma.
Volume distribusi Digoxin Quinidine menggeser digoxin
menurun dari ikatan dengan jaringan
Renal Renal clearance salicylic acid Peninggian pH urin oleh
clearance ditingkatkan oleh bicarbonate bicarbonate menurunkan
reabsorpsi tubular dari
salicylate.
Renal clearance benzylpenicillin Probenecid menghambat
diturunkan sekresi penicillin.
80
BAB IX
PENGGUNAAN OBAT
PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN GINJAL
Oleh karena itu, agar diperoleh efek terapi yang optimal, maka
dosis obat perlu disesuaikan berdasarkan creatinine clearance
terutama obat dengan rentang terapi yang sempit dan obat keras
81
lainnya. Sebagai contoh adalah dosis gentamisin untuk infeksi
pleural (membran serous dari paru) pada pasien gagal ginjal harus
dikurangi agar tidak terjadi akumulasi yang berlebihan dan efek
toksik.
82
obat. Salah satu diantaranya ialah penggeseran suatu ikatan obat
dengan protein plasma akibat berkompetisi dengan obat lain
terhadap protein plasma. Sebagai contoh yaitu phenylbutazone
menggeser asam salisilat dari ikatan protein plasma. Kondisi ini
akan meningkatkan konsentrasi dan volume distribusi asam
salisilat. Strategi yang dapat dilakukan adalah mengatur dan
menurunkan dosis asam salisilat saat phenylbutazone diberikan
kepada pasien. Selain hal tersebut, penumpukan cairan tubuh juga
dapat meningkatkan volume distribusi obat yang bersifat hidrofil
-lactams) yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kadar
obat berada di bawah level terapi. Disamping itu, kondisi ini
merupakan faktor pemicu terjadinya resistensi bakteri terhadap
-lactam tersebut. Pemilihan terhadap dosis lazim
maksimum dan monitoring konsentrasi obat bebas adalah penting
untuk menyelesaikan masalah ini.
83
dari cefotaxime yang dikenal sebagai desacetyl cefotaxime.
Perhatian harus difokuskan terhadap obat-obat yang secara
ekstensif dieksresikan dalam bentuk tidak berubah melalui ginjal
seperti cephalosporins, penicillins, and ranitidine. Dalam hal ini
untuk mencegah efek toksik, maka dosis obat harus diturunkan
berdasarkan kepada fungsi ginjal.
84
Konsep dasar pendekatan ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Konsentrasi obat bebas di dalam plasma seperti aminoglikosida
mempunyai korelasi yang baik dengan konsentrasi obat bebas di
dalam reseptor. Berdasarkan teori reseptor, efek farmakologi
dicapai dengan adanya interaksi antara obat bebas dengan reseptor
pada lokasi obat bekerja. Besarnya efek farmakologi yang
dihasilkan tergantung kepada konsentrasi obat bebas yang
berinteraksi dengan reseptor. Konsentrasi obat bebas di dalam
serum sebanding dengan obat yang berinteraksi dengan reseptor
pada lokasi obat menimbulkan efek. Dengan demikian, pengaturan
konsentrasi obat di dalam darah agar tetap berada dalam rentang
terapi merupakan konsep untuk mempertahankan efek terapi.
Pasien dengan gangguan ginjal mengalami penurunan eksresi obat
yang selanjutnya akan mengakibatkan akumulasi dan efek toksik
terhadap organ-organ tubuh. Oleh karena itu, penyesuaian dosis
melalui TDM diperlukan untuk mencegah efek yang tidak
diinginkan tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah
pelaksanaan TDM:
4) max)
max = 1.44t1/2. ln Cmax/Cmin
5) Pemilihan interval pemberian
6) Monitoring kadar obat di dalam plasma, respons, dan tanda-
tanda keracunan
7) Penyesuaian dosis apabila masih diperlukan
85
dimana:
Clcr = Creatinine clearance; age=usia pasien; BW = body weight
(berat badan); Scr = konsentrasi serum creatinine; Clcr(RI) =
Creatinine clearance pada penderita PGK; Clcr(nl) = Creatinine
clearance pada pasien dengan fungsi ginjal normal; kf = kidney
function (fungsi ginjal); fe = fraksi obat tidak berubah yang
dieksresikan melalui urin; Clnl = clearance obat pada penderita
PGK; Clnl = clearance obat pada pasien dengan fungsi ginjal
86
DRI = Q x DN
RI N/Q
Jawab:
Creatinine clearance pada pasien dengan fungsi ginjal normal
dan tidak mormal:
ClCr pasien = (140 umur) BB/72 x Scr
= (140 46) 55 kg / 72 x 25,2 mg/dL = 2,85 ml/men
Kadar serum creatinin normal = 0,6 1,2 mg/dL = 0,9mg/dL
ClCr normal = (140 umur)BB/72 x Scr
= (140 46) 55kg / 72 x 0,9mg/dL = 79,78 ml/men
87
Clearance obat untuk pasien penderita penyakit ginjal kronik
adalah sebagai berikut:
am . 4 ng/ml
ml/jam.4 ng/ml
mcg/jam = 50 mcg/jam
88
untuk pasien dengan fungsi ginjal normal adalah 250 mg/12
jam.
Jawab:
Cl (ri)/ Cl(nl) = 9.7 L/jam/ 18.7 L/jam = 0.518 = 0.5
Bila dosis disesuaikan, maka:
DRI = Q x DN = 0.5 x 250 mg = 125 mg
Maka:
Dosis ciprofloxacin untuk pasien tersebut adalah 125 mg/12
jam
89
BAB X
PENGGUNAAN OBAT
PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN HATI
Pada Bab ini akan dibahas tentang fungsi dan gangguan hati,
patofisiologi serta manifestasi klinik pada gangguan hati. Pada Bab
ini juga akan dibahas tentang eliminasi obat, clearance, extraction
ratio, pengaruh gangguan hati terhadap farmakokinetika dan
farmakodinamika obat, penentuan fungsi hati serta pendekatan
yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemberian obat pada
pasien dengan gangguan hati.
90
10.2 Patofisiologi dan Manifetasi Klinik
91
Kecepatan obat meninggalkan daerah vena merupakan hasil kali
aliran darah (Q) dengan konsentrasinya pada daerah vena (CV)
Kecepatan
92
Pada Tabel 10.2 ditunjukkan hubungan antara aliran darah,
clearance (Cl) dan extraction ratio (E).
93
Bila total skor yang diperoleh adalah antara 5-6 poin, maka
gangguan hati termasuk ke dalam kategori ringan, sedangkan 7-9
poin termasuk kategori menengah. Bila total skor yang diperoleh
adalah antara 10-15 poin, maka gangguan hati dikategorikan ke
dalam kelompok berat.
Strategi yang dapat dilakukan bila obat diberikan per oral adalah
dengan menurunkan dosis muatan dan dosis pertahanan. Bila tidak
disebut lain, maka bioavailabilitas obat per oral dianggap 100%.
Dosis muatan dan dosis pertahanan, masing-masing dihitung
sebagai berikut:
94
10.6.2 Obat dengan Extraction Ratio Menengah
95
cirrhosis sebaiknya disertakan dengan pemantauan kadar obat
bebas.
Jawab:
ER = (CA - Cv)/ CA= (5 mcg/ml 2 mcg/ml)/5 mcg/ml
= 0,6
Clhepatic = Q . ER = 1,5 L/men . 0,6 = 0,9 L/men
96
Jawab:
Seperti telah dijelaskan bahwa obat dengan kelompok ER
menengah, untuk pasien gangguan hati, dosis awal per oral
harus dipilih dosis normal terendah dan dosis pertahanan harus
disesuaikan berdasarkan farmakokinetik obat sesuai kondisi
pasien tersebut.
Dosis awal:
Dosis awal yang direkomendasi adalah dosis normal terendah
yaitu 250 mg.
Perhitungan dosis pertahanan:
Pilih Cp antara 3.4-4.3 ng/ml, maka yang dipilih adalah 4
ng/ml
Cl total (normal) = 18.7 L/jam
MD = (Cl x Cp)/F = (0.9 L/men x 4 ng/ml)/0.7 = 0.9 L/men x
4 mcg/L = 5.14 mcg/men = 308.64 mcg/jam = 3703.68
mcg/12jam = 3.704 mg/12jam.
Jawab:
Jawab:
Semakin tinggi nilai ER dari suatu obat, semakin perlu
dipertimbangkan aliran darah dalam penentuan
farmakokinetika obat. Obat yang mempunyai nilai ER tinggi,
mempunyai nilai clearance hepatic yang diatur oleh aliran
darah serta tidak sensitif terhadap perubahan ikatan obat
dengan komponen darah dan aktivitas enzim.
97
5. Hasil uji laboratorium seorang pasien cirrhosis adalah sebagai
berikut: serum bilirubin (mg/dL), 3; serum albumin (g/dL), 3;
protrombin time (detik), 3: encelopathy (grade), 2; ascites,
ringan. Tentukan kategori pasien cirrhosis tersebut berdasarkan
keparahannya (ringan, menengah atau berat).
Jawab:
Indikator Kimia/biokimia Points
Serum bilirubin (mg/dL) 3 2
Serum albumin (g/dL) 3 2
Prothrombin time (s > control) 3 1
Encephalopathy (grade) 2 2
Ascites Ringan 2
Total point 9
6. Bila kepada pasien cirrhosis tersebut pada soal no.5 akan diberi
terapi paracetamol tablet, berapa dosis awal dan dosis
pertahanan paracetamol yang saudara rekomendasikan?
Jawab:
Paracetamol termasuk ke dalam kelompok obat dengan
extraction ratio menengah, maka:
Dosis awal paracetamol adalah 500 mg.
Dosis pertahanan paracetamol adalah 25% dari dosis normal
yaitu:
25% x 500 mg = 125 mg.
98
DAFTAR PUSTAKA
99
10. http://ghr.nlm.nih.gov/condition/pseudocholinesterase, diasses
Februari 25, 2015
11. http://poisoncontrol.utah.edu/healthpros/utox/Vol5_No2.pdf,
diasses Maret 3, 2015
13. Levey, A. S., Coresh, J., Balk, E., Kausz, A. T., Levin, A.,
Steffes, M. W., et al. (2003). National Kidney Foundation
Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. Annals of Internal Medicine,
139(2), 137-147.
100
19. Rowland, M., & Tozer, T.N. (2011). Clinical
pharmacokinetics/pharmacodynamics (4th ed.): Lippincott
Williams and Wilkins.
101
LAMPIRAN I
DAFTAR SINGKATAN
102
mEq milliEquivalent
mg milligram
ml milliliter
mm millimeter
NADPH Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
ng nanogram
PGK Penyakit Ginjal Kronik
po per oral
SS Steady State
tab tablet
TDM Therapeutc Drug Monitoring
TI Therapeutic Index
ISK Infeksi Saluran Kemih
103
LAMPIRAN II
104
PARAMETER FARMAKOKINETIKA, REGIMEN DOSIS
DAN FARMAKODINAMIKA BERBAGAI OBAT
Nama Obat Khasiat Dosis Lazim Rentang T1/2 (jam) Vd (L/kg) Mekanisme
Terapi
Farmakokinetika Klinis
(mcg/ml)
Ampisilin Bakterisida 250-500 mg/6 jam (po) 3 1,5 0,23 Menghambat sintesis dinding
1-2 g/6 jam (iv) sel bakteri
Cefotaxime inj Bakterisida Clcr: - 1-1,5 0,25 Menghambat sintesis dinding
*50-100 ml/men 1-2 sel mikroba
g/4-8 jam
*10-50 ml/men 1-2 g/6-
12 jam
* < 10 ml/men
1 g/ 8-12 jam
*normal:
Infeksi menengah-berat:
1-2g/8jam (iv,im)
Infeksi berat:
2g/6-8 jam (iv)
Cimetidine Gastirc ulcer *Menghilangkan 0,5-0,9 2 1 Menghambat kerja histamin
gejala:200 mg/12 jam pada reseptor histamin H2 sel-
(po) sel parietal sehingga efektif
*benign gastric dalam menghambat sekresi
ulcer/duodenal asam lambung
ulcer:400mg/12 jam (po)
Nama Obat Khasiat Dosis Lazim Rentang T1/2 (jam) Vd (L/kg) Mekanisme
Terapi
(mcg/ml)
Ciprofloxacin Bakterisida ISK: 3,4-4,3 5 1,8 Menginhibisi enzim
250 mg/12 jam (po) pensintesis DNA bakteri
Diare disertai infeksi:
500mg/12 jam (po)
Codein Analgetik narkotik Antitussive: - 3-4 2-3,5 Menekan pusat batuk.
dengan antitussive Dewasa: 7,5-20 mg/4-6
jam (po)
Deksametason Analgetik steroid 5 10 mg/ hari - 3 0,82 Menghambat fosfolipase
inj dalam sintesis prostaglandin
Digoxin Terapi gagal 0,125-0,25/hari po atau 0,0006- 0,5-1 (fase 7-8 Meningkatkan kontraktilitas
jantung iv 0,002 dengan menghambat pompa
sodium/potassium ATPase
Etambutol tab Anti bakteri (Anti Clcr : - 4 0,8 Menghambat sintesis RNA
Tuberkulosis) *50-100 ml/men: 15-25 bakteri
mg/kg BB/24 jam
* 10-50 ml/ men: 5-15
mg/kg BB/24 jam
*< 10 ml/ men:
5 mg/kg BB/24 jam
Gentamycin Bacterisida 3-5 mg/kg BB/hari (iv) 2 0,22 Berpenetrasi melalui dinding
sel dan mengikat diri pada
ribosom bakteri
Farmakokinetika
Farmakokinetika
Klinis
105
Klinis
Nama Obat Khasiat Dosis Lazim Rentang T1/2 (jam) Vd (L/kg) Mekanisme
106
Terapi
(mcg/ml)
Isoniazid tab Anti bakteri (Anti Clcr: - 4,5 0,6 Menghambat biosintesis asam
*
Tuberkulosis) 50-100 ml/men: 300 mikolat dinding sel mikro
mg/24 jam bakteri
*10-50 ml/men: 300 mg
Farmakokinetika Klinis
/24 jam
*< 10 ml/men: 300 mg/
24-28 jam
Metoclopramide Antiemetika Post operative: - 5,5 ± 0,5 3,4 ± 1,3 Memperkuat motilitas dan
10-20 mg/6 jam (im) pengosongan lambung
Maksimum 400mg/hari
Klinis
107
Klinis
Farmakokinetika Klinis
INDEKS
108
Farmakokinetika Klinis
N U
nasib obat, 5 usia, 75, 76, 77, 86, 87
nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate, 73
V
P volume distribusi, 10, 11, 25, 27, 32,
37, 60, 65, 75, 76, 82, 83, 87
pemberian ekstravaskular, 40
pemberian intravaskular, 49
pendekatan praktis, 84, 88 W
pengaturan dosis dan interval obat, 49
waktu paruh, 17, 18, 22, 23, 27, 32, 33,
pengaturan respons, 4, 5, 10
43, 46, 50, 51, 56, 58, 59, 60, 64, 65,
penuaan, 75
68, 75, 76, 84, 86, 87
penyakit, 1, 70, 75, 78, 88, 91, 96
Waktu paruh absorpsi, 45
persamaan garis lurus, 13
warfarin, 72, 74
Phenobarbital, 6, 37, 62, 92, 106
Phenytoin, 6, 92, 106
109