ABSTRAK
Permasalahan pernikahan usia dini di masyarakat pada kenyataannya masih banyak
terjadi di negara berkembang terutama di pelosok terpencil. Menikah usia dini menjadi
pencetus terjadinya resiko pada kehamilan yang dapat meningkatkan kesakitan
bahkan kematian bagi ibu dan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Dini
di Indonesia baik dalam perkotaan maupun pedesaan. Sebanyak 16 juta remaja
perempuan yang melahirkan setiap tahun diperkirakan 90 % sudah menikah dan 50
ribu diantaranya telah meninggal. Selain itu adanya resiko terjadinya kematian ibu dan
dan kematian bayi yang baru lahir 50 % lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun
(WHO, 2012) Data Riskesdas (2010), perempuan muda di Indonesia dengan interval
usia 10-14 tahun yang telah menikah terdapat sebanyak 0.2 persen. (BKKBN 2012).
Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai
latarbelakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang
timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini,
kehamilan pada usia muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan
bukanlah satu-satunya faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal
lain yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan
saat persalinan pada usia muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian
ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan
perkembangan kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap
kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan
kegagalan dalam perlindungan hak anak.
METODE PENELITIAN
Dilihat dari angka mutlak, prevalensi usia 20-24 tahun yang pernah kawin,
perkawinan usia anak melibatkan menikah sebelum usia 18 tahun87;
jumlah pengantin anak yang sangat dengan prevalensi tertinggi terdapat di
besar dan mengejutkan. Berdasarkan daerah perdesaan. Selanjutnya,
data SDKI, 17 persen perempuan usia analisis data Susenas menunjukkan
20- 24 tahun yang pernah kawin, bahwa penurunan tren prevalensi
menikah sebelum usia 18 tahun86 . Hal perkawinan usia anak di Indonesia
ini berarti 340,000 perkawinan di hanya terjadi dari tahun 2008 sampai
Indonesia terjadi pada anak tahun 2010. Prevalensi perkawinan
perempuan berusia dibawah 18 tahun. usia anak mengalami kenaikan pada
Sementara itu, berdasarkan data tahun 2011 kemudian mengalami
Susenas 2012, 25 persen perempuan stagnasi pada tahun 2012.
Perkawinan usia anak di daerah anak dari 33,5 persen pada tahun 2008
perdesaan sepertiga lebih tinggi menjadi 29,2 persen pada tahun 2012,
persen pada tahun 2012). Akan tetapi, dari 18,8 persen menjadi 19,0 persen
Seperti terlihat dalam tren nasional 16 tahun (Tabel 1). setelah anak
secara keseluruhan dan di antara anak- perempuan mencapai usia 16 tahun
anak perempuan di bawah usia 15 menunjukkan bahwa perkawinan anak
tahun, masyarakat perdesaan memiliki perempuan usia 16 dan 17 tahun masih
proporsi yang relatif besar atas dianggap wajar di banyak daerah di
penurunan perkawinan sebelum usia Indonesia.
data Susenas dari tahun 2008-2012 setelah usia 18 tahun. Hal ini dapat
dengan prevalensi perkawinan usia perempuan. Data ini juga dapat dikaji
anak yang lebih tinggi. Pada tahun dengan cara lain untuk lebih
(Tabel 6). Angka tersebut mengalami tahun menurut tingkat pendidikan tidak
capaian pendidikan. Penyelesaian antara tahun 2008 dan 2012. Hal ini
sebelum usia 18 tahun dari 40,5 persen relatif tetap (tidak berbeda jauh) selama
Kemiskinan
ekonomi, yang dilihat berdasarkan
Secara umum, data Susenas
kondisi perumahan dan distribusi
menunjukkan adanya hubungan antara
pengeluaran rumah tangga (gambar 3
perkawinan usia anak dan status
dan gambar 4). Indikator tersebut
dikembangkan oleh UNICEF dan BPS
untuk tujuan analisis ini.
Tingkat Kesejahteraan
perempuan dari rumah tangga miskin
Di tingkat nasional, perkawinan usia
yaitu yang berada pada 20 persen
anak berhubungan dengan tingkat
rumah tangga dengan pengeluaran
kesejahteraan yang lebih rendah.
terendah (Kuintil 1), hampir dua kali
Dengan mengkaji perbedaan tingkat
lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
kesejahteraan, analisis tersebut
perempuan dari 20 persen rumah
menunjukkan bahwa prevalensi
tangga dengan pengeluaran tertinggi
perkawinan usia anak untuk
(Kuintil 5).
Tiga provinsi (Sulawesi Barat, Sulawesi pada lokasi dan kondisi geografis. Di
Tengah, dan Papua) diantara lima antara provinsi-provinsi dengan
provinsi teratas dalam prevalensi prevalensi perkawinan usia anak yang
perkawinan usia anak (Sulawesi Barat, tinggi, pola yang umum adalah
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, persentase perempuan yang
Papua, dan Kalimantan Selatan) juga melakukan perkawinan usia anak
termasuk dalam kategori sepuluh besar cenderung lebih tinggi di empat
provinsi dengan ranking tertinggi dalam kelompok kesejahteraan pertama dan
hal persentase penduduk usia 10-24 kemudian pada kelompok kelima
tahun yang tinggal di rumah tidak layak persentasenya lebih rendah. Misalnya,
huni. Namun, provinsi dengan di Kalimantan Tengah, persentase
persentase penduduk miskin yang perempuan yang melakukan
tinggi, seperti Nusa Tenggara Timur perkawinan usia anak fluktuatif namun
(NTT), ternyata memiliki prevalensi tetap relatif sama di antara empat kuintil
perkawinan usia anak yang lebih pertama (37,7 persen; 47,2 persen;
rendah. Oleh karena itu, hubungan 40,8 persen; dan 41,5 persen) dan lebih
prevalensi perkawinan usia anak rendah pada kuintil 5 (23,2 persen),
dengan kemiskinan lebih rumit karena seperti yang ditunjukkan pada Gambar
dapat berbeda-beda dalam setiap 5.
kelompok kesejahteraan bergantung
Gambar 5 menunjukkan bahwa demikian, dalam kelompok
padaProvinsi Nusa Tenggara Timur kesejahteraan terjadi pola yang sama
dengan penduduk miskin yang tinggi, dengan provinsi-provinsi yang memiliki
persentase perempuan yang prevalensi perkawinan usia anak
melakukan perkawinan usia anak lebih tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
rendah dibandingkan dengan provinsi perempuan yang melakukan
lain yang lebih rendah persentase perkawinan usia anak sebagian besar
penduduk miskinnya. Meskipun terdapat pada kuintil 1 dan kuintil 2.
SIMPULAN
pernikahan usia dini berbeda-beda di
Indonesia merupakan negara
seluruh Indonesia secara geografis,
berkembang yang termasuk negara
ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
dengan presentase pernikahan usia
Usia pernikahan sangat dipengaruhi
dini tinggi di dunia. Hal ini dibuktikan
oleh adat istiadat atau kepercayaan
dengan keberadaan negara Indonesia
setempat dan agama. Beberapa
yang berada dirangking 37 di dunia
daerah di Indonesia, karena adat
pada angka pernikahan usia dini. Posisi
istiadat maka banyak anak perempuan
ini merupakan yang tertinggi kedua di
menikah dengan pria yang jauh lebih
ASEAN setelah Kamboja. Pernikahan
tua. Selain itu, ada yang menikah atas
usia dini merata tersebar di berbagai
keinginan orang tua, karena stigma
provinsi yang ada di Indonesia.
tentang perempuan dewasa yang tidak
Pernikahan usia dini merupakan
menikah, kekhawatiran akan kehamilan
masalah penting di Indonesia, akan
atau pengenalan seks pranikah, dan
tetapi tingkat penerimaan dan praktik
kemiskinan (BPS, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bps.go.id/
https://www.bkkbn.go.id/
https://www.unicef.org/indonesia/id/