Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PAPER

KIMIA MEDISINAL II

Dosen Pengampu :
Rahmawati Raising, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt

Oleh :
Aimma Rohmania (201708001)
Devi Mariatul Qibtiah (201708008)
Hikmah Wuryandari (201708015)
Ratna Tri Wulandari (201708022)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
TAHAP-TAHAP PENEMUAN OBAT

Tahap-tahap penemuan obat berdasarkan urutan berikut:


1 Memilih penyakit.
2.Identifikasi target obat (reseptor atau enzimnya).
3 Menetapkan prosedur uji.
4 Menemukan senyawa aktif penuntun.
5 HKSA
6. Identifikasi farmakofor.
7 Desain obat-Optimasi target interaksi (docking).
8 Desain obat-Optimasi yang berhubungan dengan farmakokinetik
9 Sintesis dan uji toksikologi dan keamanan.
10. Produksi skala besar.
Il. Registrasi.
12. Uji klinik pada manusia.

A. MEMILIH PENYAKIT

Bagaimana perusahaan farmasi memutuskan penyakit apa yang menjadi sasaran saat
membuat obat baru? Jelas, rasional bila memusatkan perhatian pada obat yang
membutuhkan obat baru. Perusahaan farmasi bagaimanapun harus mempertimbangkan
faktor ekonomi sebagaimana faktor medisnya. Investasi besar harus diberikan untuk
penelitian dan pengembangan obat baru. Untuk itu, perusahaan harus memastikan mereka
mendapatkan hasil yang bagus dari investasi mereka. Hasilnya, proyek penelitian
cenderung pada wabah yang penting yang terjadi di dunia, karena men pakan pasar yang
paling baik untuk menghasilkan obat baru. Penelitian besar dilak kan kepada penyakit
ringan seperti migrain, depresi, inflamasi, obesitas, flu, kanker dan penyakit kardiovaskular
(Dewoto, 2007). Selebihnya dilakukan pada penyakit tropis di negara berkembang. Hanya
ketika penyakit semacam itu mulai berdampak pada negara yang lebih kaya perusahaan
farmasi mulai mengambil perhatian, contohnva terdapat peningkatan yang tampak jelas
dalam penelitian antimalaria akibatnya tu risme meningkat untuk negara-negara eksotis,
dan penyebaran malaria menuju daerah selatan USA (Overington et al., 2006). Memilih
penyakit yang harus diatasi biasanya merupakan masalah untuk ahli strategi pasar
perusahaan. Penelitian menjadi penting pada tahap selanjutnya.

B. MEMILIH SASARAN OBAT

Saat area pengobatan telah ditemukan, tahap selanjutnya adalah mengenali sasaran obat
yang sesuai (misalnya, reseptor, enzim, atau asam nukleat). Pemahaman tentang
biomakromolekul yang terlibat dalam penyakit sangatlah penting. Ini memungkinkan tim
penelitian untuk mengenali apakah agonis atau antagonis yang harus dibentuk untuk
reseptor tertentu, atau apakah penghambat harus dibentuk untuk enzim tertentu, contohnya
agonis untuk reseptor serotonin berguna untuk pengo- batan migrain, dan antagonis untuk
reseptor dopamine berguna untuk antidepresan. Kadang-kadang tidak diketahui dengan
pasti apakah target tertentu sesuai atau tidak Contohnya antidepresan trycilic seperti
desipramine (Gambar 8.1) diketahui dapat menghambat kecepatan neurotransmiter
noradrenaline dari saraf synapse dengan menghambat pembawa protein untuk
noradrenalline, tetapi obat ini juga menghambat kecepatan neurotransmiter yang terpisah
bernama serotonin, dan timbul kemungkinan bahwa penghambatan kecepatan serotonin
mungkin juga menguntungkan. Penelitian untuk penghambatan kecepatan serotonin
tertentu dilakukan, yang berujung pada penemuan obat antidepresan terlaris yang disebut
fluoxetine (Prozac) (Gambar 8.1), tetapi ketika proyek ini dilakukan tidak diketahui dengan
pasti apakah pengham- batan kecepatan serotonin akan efektif atau tidak (Patrick and
Spencer, 2009).

C. PENEMUAN SASARAN OBAT

Jika obat atau racun menghasilkan efek biologis, pasti terdapat sasaran molekul untuk
zat itu di dalam tubuh. Dahulu penemuan sasaran obat bergantung kepada penemuan obat
terlebih dahulu. Banyak obat merupakan produk alami yang diperoleh dari tanaman seperti
analgesik morfin, dan secara kebetulan berinteraksi dengan sasaran molekul dalam tubuh
manusia. Akhirnya, pengantar rangsangan kimia tubuh sendiri mulai menemukan dan
menunjuk sasaran selanjutnya. Contohnya, sejak 1970 berbagai peptida dan protein telah
ditemukan yang bekerja sebagai analgesik tubuh. Di samping itu, relatif sedikit pengantar
rangsangan tubuh yang dikenali, selain karena mereka ada dalam jumlah sedikit, atau
karena mereka tidak bisa diisolasi waktu paruhnya terlalu pendek. Hal ini juga berarti
banyak sasaran obat potensial tubuh tetap tersembunyi. Kemajuan dalam genomik dan
proteomik telah mengubah semua itu. Berbagai proyek genom yang telah memetakan DNA
manusia dan makhluk hidup lainnya, mengungkapkan peningkatan jumlah protein baru
yang merupakan sasaran obat potensial di masa mendatang (Pillutla et al., 2002). Sasaran-
sasaran ini sengaja disembunyikan selama itu karena pengirim rangsangan kimianya juga
tidak diketahui dan, untuk pertama kalinya, kimia obat-obatan berhadapan dengan target
baru, tetapi tidak ada senyawa penunjuk untuk berinteraksi dengannya (Soni et al., 2013).
Tantangannya saat ini adalah menemukan zat yang akan berinteraksi dengan sasaran-
sasaran ini dengan tujuan untuk mencari tahu fungsi mereka dan apakah mereka cocok
sebagai sasaran obat (Imming et al, 2006).

1. Kekhususan dan Selektivitas Sasaran Antarspesies

Kekhususan dan selektivitas sasaran adalah faktor krusial dalam penelitian


kimia abat-obatan modern. Semakin selektif obat dalam memilih sasaran, semakin
sedikit kemungkinannya akan berinteraksi dengan target yang berbeda dan memiliki
efek samping yang tidak diinginkan. Dalam daerah perantara antimikrobial, sasaran
paling baik untuk dipilih adalah yang unik untuk mikroba itu dan tidak ada dalam tubuh
manusia. Contohnya, sasaran penisilin sebuah enzim yang terlibat pada dinding sel
bakteri biosintesis. Sel mamalia tidak memiliki dinding sel, jadi enzim ini tidak
terdapat dalam sel manusia dan penisi- in memiliki beberapa efek samping dalam
lapisan yang sama, sulfonamida mengambat enzim bakteri yang tidak terdapat dalam
sel manusia, beberapa perantara digunakan untuk merawat AIDS menghambat enzim
yang disebut retroviral reverse transcriptase yang unik dalam perantara penginfeksian
HIV. Ciri-ciri sel lainnya yang khas dari mikroorganisme juga dapat dijadikan sasaran.
Contohnya mikroorganisme yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika yang di
gerakkan oleh alat yang strukturnya seperti ekor disebut fragellum. Ciri-ciri ini tidak
ada pada sel mamalia, jadi membuat obat yang terikat dengan protein yang
membangun flagellum itu dan mencegahnya bekerja dapat menjadi potensial untuk
digunakan dalam mengobati penyakit itu.
Walaupun begitu, masih ada kemungkinan untuk membuat obat untuk sasaran
yang sama-sama terdapat pada manusia dan mikroba selama obat itu menunjukkan
selektivitas terhadap mikroba yang dijadikan sasaran. Untungnya hal ini Enzim yang
menguraikan reaksi dalam sel bakteri secara signifikan berbeda dari enzim yang serupa
pada sel manusia. Enzim-enzim itu mungkin berasal dari leluhur yang sama tetapi
setelah berevolusi beberapa juta tahun telah menghasilkan perbedaan-perbedaan
struktur. Contohnya, perantara anti fungal flukonazol (Gambar 8.2) menghambat
enzim jamur demethylase yang terlibat dalam steroid biosintesis. Enzim ini juga
terdapat pada manusia, tapi perbedaan struk. tural pada kedua enzim cukup signifikan,
sehingga perantara antifungal menjadi san- gat selektif terhadap enzim jamur. Contoh
lain terdapat pada bakteri atau enzim viral yang cukup berbeda dengan padanannya
pada manusia yaitu dihydrofolate reduktase sangat mungkin. dan DNA viral
polymerase.

2. Kekhususan dan Selektivitas Sasaran di Dalam Tubuh

Selektivitas juga penting untuk reaksi obat di dalam tubuh terhadap sasaran.
Penghambat enzim seharusnya tidak menghambat enzim-enzim lain, melainkan hanya
menghambat enzim sasaran. Reseptor agonis/antagonis harus berinteraksi hanya
dengan jenis reseptor tertentu (misalnya, reseptor adrenergik) bukan dengan bermacam-
macam reseptor yang berbeda. Bagaimanapun, saat ini ahli-ahli kimia pengobatan
menargetkan standar selektivitas yang lebih tinggi. Idealnya, penghambat enzim harus
menunjukkan selektivitas antara berbagai isozyme dari enzim. Reseptor agonis dan
antagonis tidak boleh hanya menunjukkan selektivitas untuk reseptor tertentu (seperti,
reseptor adrenergik) atau bahkan tipe reseptor tetentu (seperti, reseptor β-adrenergic)
tetapi juga untuk bentuk turunan reseptor tertentu (seperti, reseptor β2- adrenergic).

Salah satu bidang penelitian saat ini adalah untuk menemukan perantara anti-
psychotic dengan efek samping yang lebih sedikit. Perantara antipsychotic tradisional
bertindak sebagai antagonis dari reseptor dopamine. Bagaimanapun telah ditemukan
bahwa terdapat lima bentuk turunan reseptor dopamine dan perantara antipsychotic
tradisional merupakan antagonis dua di antaranya (D3 dan D2). Terdapat bukti bahwa
reseptor D2 bertanggung jawab terhadap efek samping tipe parkinson dari obat saat ini,
sehingga penelitian saat ini berjalan dalam usaha menemukan antagonis D3 yang
selektif.

3. Mengarahkan Obat pada Organ dan Jaringan Spesifik

Mengarahkan obat pada bentuk turunan spesifik sering kali memungkinkan obat
ditujukan untuk organ tertentu atau bagian otak tertentu, ini dikarenakan berbagai
bentuk turunan reseptor tidak tersebar secara keseluruhan ke seluruh tubuh, tetapi
sering terpusat pada jaringan tertentu. Contohnya, reseptor β-adrenergik dalam jantung
terutama β1, sementara dalam paru-paru adalah β2 Ini memungkinkan pembuatan obat
yang akan bekerja dalam paru-paru dengan efek samping minimal pada jantung dan
sebaliknya. Mencapai selektivitas bentuk turunan sangat penting untuk abat yang
ditujukan untuk menirukan neurotransmiter. Neurotransmiter dilepaskan dekat reseptor
sasarannya dan ketika mereka berpapasan dengan perintahnya, mereka segera
dinonaktifkan dan tidak mempunyai kesempatan untuk berpindah pada reseptor yang
lebih jauh. Karena itu, hanya reseptor-reseptor yang dihidupi oleh saraf-saraf hidup
yang aktif Dalam banyak penyakit, terdapat "kesalahan transmisi" untuk jaringan
tertentu dalam bagian tertentu dalam otak. Contohnya, dalam penyakit parkinson,
transmisi dopamin tidak sempurna dalam bagian otak tertentu walaupun di bagian yang
lain berfungsi normal. Obat dapat diberikan untuk menirukan dopamine dalam otak.
Tetapi, beberapa obat bertindak lebih seperti hormon daripada neurotransmiter karena
hat itu harus beredar ke seluruh tubuh dalam mencapai targetnya. Ini berarti obat itu
dapat mengaktifkan semua reseptor dopamine di seluruh tubuh, bukan hanya yang
kekurangan dopamine. Sebuah obat dapat mempunyai efek samping yang besar, jadi,
sangat penting untuk membuat obat itu seselektif mungkin untuk tipe tertentu dari tipe
turunan reseptor dopamine yang rusak dalam otak. Ini akan mengarahkan obat lebih
efektif pada area yang rusak dan mengurangi efek samping di tempat lain dalam tubuh
Banyak proyek penelitian dilakukan untuk menemukan obat baru dengan profil
aktivitas terhadap jarak atau sasaran tertentu. Contohnya tim peneliti dapat mencari
obat yang memiliki aktivitas agonis (Lestari et al., 2012) untuk sebuah bentuk turunan
reseptor dan aktivitas antagonis pada yang lain (Muchtaridi et al., 2014). Kebutuhan
selanjutnya mungkin adalah obat itu tidak menghambat enzim metabolis.
4. Jebakan Target: Tantangan dalam Memilih Target Tertentu

Obat dibuat untuk berinteraksi dengan sasaran tertentu karena dipercayai bahwa
Sasaran itu penting untuk proses penyakit tertentu.

Walaupun kadang-kadang sasaran tertentu mungkin tidak terlalu penting bagi


penyakit sebagaimana yang pertama kali dipikirkan. Contohnya, reseptor dopamine D2,
yang disangka mempunyai andil dalam menyebabkan kemualan. Karenanya, antagonis
reseptor D2, metoclopramide (Gambar 8.3) dibentuk sebagai sebuah perantara
antimimetik untuk menghindari mual. Bagaimanapun, telah diketahui antagonis D2
yang lebih potensial kurang efektif, secara tidak langsung menyatakan bahwa reseptor
yang berbeda mungkin lebih penting dalam menghasilkan mual. Metoclopramide juga
merupakan antagonis dari reseptor 5 hydroxytryptamine (5HT3), jadi antagonis untuk
reseptor ini telah dipelajari, yang berujung pada pengembangan obat antieme sis
granisetron dan ondansetron (DiPalma, 1990).

D. MENETAPKAN PROSEDUR UJI

1. Pilihan Prosedur Uji

Memilih prosedur uji atau biodassay yang benar penting sekali untuk kesuksesan
program penelitian obat (Hughes et al., 2011). Uji itu haruslah sederhana, cepat, dan
relevan di mana biasanya terdapat senyawa dalam jumlah besar untuk di analisis, Percobaan
manusia tidak mungkin dalam sebuah tahap awal, jadi tes itu harus dilakukan dengan cara
in vitro (misalnya, pada sel, jaringan, enzim atau reseptor terisolasi) atan in vivo (pada
hewan). Umumnya tes in vitro lebih banyak dipilih daripada tes in vivo karena tes itu lebih
murah, lebih mudah dibawa, tidak terlalu kontroversial, dan danat dilakukan secara
otomatis. Tetapi, tes in vivo sering kali harus diperiksa apakah obat berinteraksi dengan
sasaran tertentu yang diinginkan aktivitas farmakologis, dan juga mengamati sifat
farmakokinetik mereka. Dalam kimia pengobatan modern, berbagai uji biasanya
menggunakan tes in vitro dan in vivo, untuk memutuskan tidak hanya apakah calon obat
bereaksi seperti yang diharapkan, tapi juga apakah mereka bereaksi terhadap target lain
yang tidak diharapkan. Arah yang diambil proyek kemudian diputuskan dengan mencari
obat dengan keseimbangan yang baik dalam reaksi terhadap sasaran yang diharapkan dan
sedikit reaksi terhadap sasaran lain (Patrick and Spencer 2009).

a. Tes In Vitro

Tes in vitro tidak melibatkan hewan-hewan hidup. Melainkan menggunakan, jaringan


tertentu, sel, atau enzim. Penghambat enzim dapat diuji pada enzim murni dalam larutan.
Dahulu, untuk mengisolasi dan memurnikan enzim yang cukup untuk diuji dapat menjadi
masalah besar, tetapi saat ini pengaturan genetik dapat digunakan untuk mengabungkan
gen pada enzim tertentu ke dalam sel yang pertumbuhannya cepat seperti yeast atau bakteri,
yang kemudian memproduksi enzim dalam jumlah yang lebih besar, membuat
pengisolasian menjadi lebih mudah. Contohnya, protese HIV telah dikloning dan
dimasukkan ke dalam bakteri E.coli (Wan and Loh, 1995). Berbagai eksperimen dapat
dilakukan dalam enzim ini untuk memutuskan apakah penghambat enzim cukup kompetitif
atau tidak, dan untuk menetapkan jumlah IC50 Reseptor agonis dan antagonis dapat dites
dalam jaringan atau sel yang terisolasi yang menunjukkan reseptor sasaran di
permukaannya. Kadang-kadang jaringan ini dapat digunakan untuk menguji efek
psikologis obat. Contohnya, aktivitas broncho- dilator dapat diuji dengan mengamati
seberapa baik senyawa menghambat kontraksi dari otot lembut trachea yang diisolasi.
Selain itu, daya tarik obat pada reseptor (seberapa kuat mereka mengikat) dapat diukur
dengan studi radioligand. Banyak tes in vitro telah didesain oleh pengatur genetik di mana
penanda gen untuk reseptor tertentu dikenali, dikloning, dan dimasukkan ke dalam sel yang
berkembang cepat seperti bakteri, veast, atau sel tumor. Contohnya, sel Chinese Hamster
Ovarian (sel CHO) umum digunakan untuk tujuan ini, di mana mereka menunjukkan
sejumlah besar reseptor vang dikloning pada permukaan sel mereka, studi in vitro pada
seluruh sel karena di sana tidak terdapat kesulitan seperti dalam studi in vivo di mana obat
harus melewati rintangan seperti dinding usus, atau lolos dari enzim metabolisme.
Lingkungan di sekeliling sel dapat dikendalikan dengan mudah dan kejadian di dalam atau
di luar jaringan dapat diawasi, memungkinkan pengukuran kemanjuran dan potensi.
Pembiakan sel pertama (misalnya, sel yang belum dimodifikasi) dapat diproduksi dari ja-
ringan embrio; garis sel yang telah diubah diperoleh dari jaringan tumor. Sel-sel yang
tumbuh dengan cara ini identik. Obat antibakteri diuji secara in vitro dengan mengukur
seberapa efektif pengham- batan atau membunuh sel bakteri dalam pembiakan. Mungkin
tampak aneh untuk menggambarkan ini sebagai tes in vitro, karena sel bakteri merupakan
mikroorga- nisme hidup. Bagaimanapun tes in vivo didefinisikan sebagai tes yang
dilakukan pada manusia atau binatang apakah perantara anti bakteri memerangi infeksi itu.

b. Tes In Vivo

Tes in vivo pada binatang sering mencakup pengikutsertaan kondisi klinis bina- tang
untuk menghasilkan gejala yang tampak. Binatang itu kemudian diobati untuk melihat
apakah obat dapat mengurangi masalah dengan mengeliminasi gejala yang terlihat.
Misalnya, pengembangan obat peradangan nonsteroid dilakukan dengan cara membawa
peradangan dalam pengujian binatang kemudian menguji obat untuk meli- hat apakah obat
itu dapat menghilangkan peradangan.

Binatang transgenik sering digunakan dalam tes in vivo. Ini adalah binatang yang kode
genetiknya telah diubah. Contohnya, adalah hal yang mungkin untuk menggan- ikan gen
tikus dengan gen manusia. Tikus memproduksi reseptor atau enzim manusia dh ini
memungkinkan tes in vivo pada sasaran. Selain itu, gen tikus dapat diubah sedemikian rupa
sehingga binatang itu menjadi rentan terhadap penyakit tertentu imisalnya, kanker
payudara). Kemudian obat dapat diuji untuk melihat seberapa baik obat itu mengatasi
penyakit. Terdapat beberapa masalah sehubungan dengan tes in vivo. Prosesnya lambat dan
menyebabkan hewan menderita. Terdapat berbagai masalah farmakokinetik, dan juga hasil
yang didapat bisa menyesatkan dan sulit untuk dirasionalisasikan bila tes in vivo dilakukan
dalam isolasi. Misalnya, bagaimana mungkin seseorang mengatakan hasil negatifitu
disebabkan kegagalan obat untuk mengikat sasarannya atau sejak awal memang tidak
mencapai sasaran. Jadi , tes in vivo biasanya dilakukan di awal untuk memutuskan apakah
obat berinteraksi dengan reseptornya dan tes in vivo kemudian dilakukan untuk menguji
sifat pharmacokineticnya.

Tes in vivo tertentu dapat meniadi cacat. Hal ini terjadi apabila gejala yang di- selidiki
disebabkan oleh mekanisme psikologis yang berbeda dari yang dimaksudkan. Misalnya,
banyak obat antiulser menianijikan yang terbukti efektif pada pengujian binatang tidak
efektif dalam uji coba klinis. Akhirnya, hasil yang berbeda mungkin didapat pada spesies
binatang yang lain. Misalnya, penicilin methyl ester prodrugs hidrolisis pada tikus untuk
memproduksi penisilin aktif, tetapi tidak hidrolisis pada kelinci, anjing, atau manusia,
Contoh lain melibatkan, thalidomid, yang teratogenik pada kelinci dan manusia tapi tidak
berefek apa-apa pada tikus. Di samping isu ini, tes in vivo masih tetap krusial dalam
mengenali masalah tertentu yang mungkin berkaitan dengan penggunaan obat in vivo dan
yang tidak dapat dilakukan pada tes in vitro.

c. Tes Validasi

Terkadang validasi dalam prosedur tes mudah dan jelas. Misalnya, perantara an-
tibakteri dapat diuji in vitro dengan mengukur efektivitasnya dalam membunuh sel bakteri.
Anaesthetik lokal dapat di uji in vitro dalam seberapa baik pembatasan ter- hadap aksi
potensialnya dalam mengisolasi jaringan syaraf. Dalam kasus lain, prose- dur pengujian
jauh lebih rumit, misalnya bagaimana anda menguji obat anti psikotik baru? Tidak ada
binatang peraga untuk kondisi ini dan tes in vivo yang sederhana tidak mungkin dilakukan
adalah dengan mengajukan sebuah atau beberapa reseptor yang mungkin terlibat dalam
kondisi medis dan melakukan tes in vitro pada reseptor-resep- tor ini dengan harapan obat
itu akan bereaksi seperti yang diharapkan saat dilakukan uji coba klinis. Satu masalah
dalam pendekatan ini adalah bahwa tidak selalu jelas apakah reseptor atau enzim tertentu
cukup penting untuk dijadikan sasaran obat.

2. Beberapa Prosedur Uji .

a. High-Througput Screening (HTS)

Robotik dan miniaturisasi tes in vitro dalam memodifikasi sel secara genetik telan
mengacu pada proses yang disebut high-throughput screening (HTS). Ini mencakup tes
otomatisasi pada sejumlah besar sampel uji melawan sejumlah besar sasaran; biasanya,
beberapa ribu senyawa dapat diuji sekaligus dalam 30-50 tes biokimia. Tes ini haruslah
menghasilkan efek yang mudah diukur yang dapat dideteksi dan diukur secara otomatis.
Efek ini mungkin pertumbuhan sel, reaksi penguraian enzim yang menghasilkan perubahan
warna, atau pemindahan kelompok ion beradioaktif dari reseptor.

Reseptor antagonis dapat dipelajari menggunakan sel yang dimodifikasi yang berisi
reseptor sasaran dalam membran sel mereka. Pendeteksian dimungkinkan dengan meneliti
seberapa efektif pengujian senyawa-senyawa menghambat ikatan dari kumpulan ion
beradio aktif. Pendekatan lain adalah dengan menggunakan sel yeast yang telah
dimodifikasi seperti aktivasi dari hasil reseptor sasaran dalam aktivasi enzim, yang
dipenuhi dengan substrat yang sesuai, menguraikan pelepasan celupan. Ini menghasilkan
perubahan warna yang mudah dikenali.
b. Skrining dengan NMR

Spektroskopi NMR merupakan alat analitis yang digunakan selama bertahun-tahun


untuk menetapkan struktur molekul dalam senyawa. Baru-baru ini NMR digu nakan untuk
mendeteksi apakah senyawa mengikat protein sasaran. Pertama-tama, spektrum NMR obat
diambil kemudian protein dimasukkan dan spektrum diaktifkan kembali Jika obat gagal
mengikat protein, spektrum NMR akan tetap dideteksi. Jika obat terikat pada protein, obat
secara esensial akan menjadi bagian dari protein. Hasilnya, inti protonnya akan memiliki
waktu relaksasi yang lebih pendek dan tidak ada spektrum NMR yang akan terdeteksi.
Metode penyaringan ini juga dapat dipakaikan pada senyawa dari bahan alami atau dari
sintetis. Jika salah satu dari senyawa menunjukkan pengikatan pada protein. waktu
relaksasinya menjadi pendek dan juga sinyal pada senyawa itu akan menghilang dari
spektrum. Ini akan menunjukkan bahwa sebuah komponen telah aktif dan me ngetahui
apakah pemisahan pencampuran ini berguna atau tidak.

Terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan NMR sebagai sistem pendeteksi:

1) Sangat mungkin menyaring 1.000 macam senyawa dengan berat molekul dalam satu
hari dengan satu mesin.

2) Metode ini dapat mendeteksi ikatan lemah, yang mungkin dilewatkan metode
penyisihan konvensional.

3) Dapat mengidentifikasi ikatan molekul kecil pada daerah pengikatan yang berbeda.

4) Ini merupakan pelengkap HTS. Yang sebelumnya mungkin memberikan hasil positif
yang salah, tetapi dapat dicek ulang dengan NMR untuk meyakinkan bah- wa senyawa
itu berisi ikatan di daerah ikatan yang benar.

5) Identifikasi molekul dengan ikatan lemah membuka kemungkinan untuk meng-


gunakannya sebagai bagian dari konstruksi molekul yang lebih besar yang mengi- kat
lebih kuat.

6) Penyisihan dapat dilakukan pada protein baru tanpa perlu mengetahui fungsinya.
Penyisihan NMR juga memiliki keterbatasan, yang paling utama adalah setidak- nya
200 mg protein dibutuhkan untuk melakukan NMR.
A. Skrining Afinitas

Metode yang baik dalam pemisahan senyawa aktif adalah mengisolasi senyawa yang
memilki afinitas tinggi terhadap sasaran ini. Misalnya, keluarga vancomycin dari perantara
antibakteri memiliki afinitas ikatan yang kuat terhadap dipeptide D-Ala-D-Ala. D-Ala-D-Ala
terhubung dengan sepharose resin dan resin itu bercampur dengan ekstrak dari berbagai
mikroba, yang diketahui memiliki aktivitas anti bakteri. Jika ekstrak kehilangan aktivitas
antibakteri mengindikasikan bahwa senyawa aktif memiliki batasan terhadap resin.
Kemudian resin itu disaring, dan dengan mengubah pH, senyawa dapat dilepaskan dari
pengenalan resin.

 Surface Plasmon Resonance (SPR)

Surface Plasmon Resonance (SPR) merupakan metode optikal dari pendeteksian


sasaran saat senyawa terikat pada sasaran. Prosedurnya dipatenkan oleh Pharmacia
Biosensor di Biacore dengan membuat chip kaca berpermukaan kaca berlapis dextran.
Teknik ini memungkinkan pendeteksian sasaran pengikatan kumpulan ion dan dapat
juga digunakan untuk mengukur tingkat dan ekuilibrium kesatuan ikatan Anggap saja
sekarang kita ingin menguji apakah senyawa terbaru terikat pada target. Ini dapat diuji
dengan memasukkan senyawa baru ke dalam aliran penahan bersama sasaran. Bila
pengujian senyawa mengikat sasaran, semakin sedikit sasaran yang dapat terikat pada
kumpulan ion tidak bergerak, jadi nantinya akan terdapat perubahan yang berbeda
dalam indeks pemantulan dan perubahan dalam sudut kemunculan juga akan berbeda.

 Scintillation Proximity Assay (SPA)

Scintillation Proximity Assay (SPA) merupakan metode optikal dari


pendeteksian apakah kumpulan ion terikat pada sasaran. Itu mencakup immobilisasi
sasaran dengan menghubungkanya secara kovalen pada bulatan yang dilapisi kilatan:
pecahan dari kumpulan ion yang diketahui diberikan label125I kemudian dimasukkan
ke dalam rangkaian bulatan. Ketika kumpulan ion berlabel terikat pada sasaran tidak
bergerak, 125I bertindak sebagai donor energi dan bulatan berlapis kilatan itu bertindak
sebaga penerima energi, menghasilkan emisi cahaya yang dapat dideteksi. Untuk
mengetahu apakah senyawa baru berinteraksi dengan target, senyawa dimasukkan ke
dalam pecahan kumpulan ion berlabel dan campuran itu dimasukkan kedalam
rangkaian bulatan. Pengikatan sukses oleh senyawa baru berarti hanya sedikit
kumpulan ion yang akan terikat, hasilnya adalah penurunan emisi cahaya.

E. PENEMUAN SENYAWA PETUNJUK

Begitu target dan sistem pengujian telah dipilih, tahap selanjutnya adalah menemukan
senyawa petunjuk-senyawa yang menunjukkan aktivitas farmakologi yang diinginkan.
Tingkat aktivitas mungkin tidak terlalu besar dan mungkin terdapat efek samping yang
tidak diharapkan, tetapi senyawa petunjuk memberikan awal untuk menemukan senyawa
petunjuk sebagaimana diterangkan pada bagian selanjutnya.

Produk alami merupakan sumber yang kaya untuk senyawa biologis aktif. Banyak awal
yang diambil dari sumber alami. Biasanya, sumber alami memiliki sebentuk aktivitas
biologis dan senyawa itu bertanggung jawab untuk aktivitas yang dikenal sebagai prinsip
aktif. Sebuah struktur dapat berperan sebagai senyawa petunjuk. Sebagian besar produk
biologi alami aktif merupakan metabolit sekunder dengan struktur yang cukup kompleks.
Keuntungannya adalah mereka benar-benar senyawa baru. Sayang nya, kerumitan ini juga
membuat sintesisnya menjadi sulit dan senyawa itu biasanya harus disuling dari sumber
alaminya merupakan proses yang sangat lambat, mahal, dan tidak efisien, sebagai hasilnya,
biasanya terdapat keuntungan dalam pembuatan analog yang lebih sederhana. Banyak
produk alami memiliki struktur kimia yang benar-benar baru di mana tidak ada ahli kimia
manapun memimpikan sintesisnya, misalnya, obat antimalaria artemisinin merupakan
produk alami yang cincin trioksan pertamanya tampak sangat tidak stabil dari hampir
sebagian besar struktur yang telah muncul pada tahun itu.
APLIKASI PERHITUNGAN QUANTUM STUDI FARMAKOLOGI
MOLEKUL KECIL OBAT

Kebanyakan molekul obat digolongkan sebagai "molekul kecil", yaitu, molekul dengan
berat molekul kurang dari 800. Molekul tersebut cocok untuk memiliki struktur mereka
diperiksa dan dipahami dengan menggunakan perhitungan kuantum farmakologi (lihat gambar
1.14). Lebih dari sekedar memberikan informasi tentang struktur geometri dan konformasi,
farmakologi kuantum perhitungan dapat digunakan untuk menyediakan data yang berguna
sentral dalam proses desain obat.
Sebuah aplikasi penting dari perhitungan kuantum untuk molekul farmakologi kecil di
bidang kuantitatif struktur-aktivitas hubungan (QSAR). Selama 30 tahun terakhir, QSAR telah
berkembang dari persamaan theregression dari Hänsch, melalui 2D QSAR, dengan metode
QSAR 3D modern. Aplikasi perhitungan kuantum farmakologi baik dicontohkan dalam studi
QSAR 2D. Biasanya, studi ini dimulai dengan 10-20 analog molekul bioaktif. Analog ini
berkisar dari biologis aktif untuk tidak aktif. Setiap analog, terlepas dari bioaktivitas nya,
mengalami perhitungan luas dan dijelaskan oleh serangkaian deskriptor.
Deskriptor geometris mencerminkan sifat-sifat seperti panjang ikatan, sudut ikatan, dan
antar-atom jarak dalam seri analog. Deskriptor Elektronik mewakili sifat seperti kepadatan
muatan atom, dipol molekul, dan energi orbital molekul tertinggi diduduki. Deskriptor topologi
menyandikan aspek bentuk molekul dan bercabang dan sering diwakili oleh indeks teori graph,
seperti indeks Randic. Mencerminkan sifat fisikokimia deskriptor terkait dengan kemampuan
molekul untuk melintasi hambatan biologis seperti penghalang darah-otak, dan mencakup
nilai-nilai seperti koefisien partisi oktanol-air. Deskriptor ini, terutama deskriptor geometrik
dan elektronik, dapat dipastikan menggunakan mekanika kuantum perhitungan.
Setelah deskriptor telah ditentukan, array data dibangun dengan deskriptor sepanjang
satu sumbu array dan aktivitas biologis sepanjang sumbu lainnya. Metode statistik yang
kemudian digunakan untuk mencari array dan untuk mengidentifikasi set deskriptor minimal
mampu membedakan antara aktivitas biologis dan tidak aktif. Sebagai konsekuensi ini, adalah
mungkin untuk menyimpulkan wajah molekul bioaktif, sehingga mengidentifikasi
pharmacophore tersebut.
Sebuah aplikasi kedua dari kuantum farmakologi sedang dalam proses pemetaan
pseudoreceptor. Jika, pharmacophore untuk keluarga molekul obat telah ditentukan dengan
cara perhitungan QSAR, maka adalah mungkin untuk menyimpulkan apa yang reseptor yang
sesuai harus terlihat seperti. Sebagai contoh, jika pharmacophore memiliki amonium
bermuatan positif terletak 6a dari akseptor ikatan hidrogen, maka situs reseptor yang sesuai
mungkin memiliki karboksilat bermuatan negatif dan donor ikatan hidrogen yang berlokasi di
orientasi geometris yang sesuai. Menetapkan geometri dari reseptor model (atau
pseudoreceptor peta) dapat dicapai baik menggunakan mekanika kuantum atau molekul
mekanik perhitungan. Oleh karena itu, meskipun struktur dari reseptor yang sebenarnya tidak
diketahui, sifat sifat molekul yang seharusnya telah dapat dipastikan. Pada prinsipnya, ini peta
pseudoreceptor dapat digunakan untuk desain atau mengidentifikasi molekul lain mampu
docking dengan itu.
Sebuah aplikasi penting yang ketiga kuantum farmakologi / pemodelan molekul adalah
penggunaannya dalam rancangan obat de novo bentuk molekul baru yang akan masuk ke
sebuah situs reseptor dikenal. Jika struktur molekul protein reseptor telah dipecahkan dengan
metode eksperimental seperti kristalografi sinar-X, dan jika lokasi situs reseptor potensial
dalam protein ini telah disimpulkan, maka dimungkinkan untuk merancang molekul kecil
untuk muat ke dalam ini reseptor situs. Dengan mengidentifikasi donor atau akseptor ikatan
hidrogen dan poin lainnya untuk interaksi antarmolekul di situs reseptor, adalah mungkin untuk
merancang molekul pelengkap untuk masuk ke situs ini. Singkatnya, ini adalah proses
merancang pharmacophore dan kemudian merancang molekul sekitar pharmacophore bagasi
untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok fungsional yang diadakan dalam suatu
pengaturan tiga dimensi yang sesuai. Mekanika molekular dan mekanika kuantum sangat
cocok untuk tugas ini merancang molekul baru sebagai obat putatif.
a. Aplikasi Farmakologi Quantum Studi Molekul Besar
Meskipun perhitungan kuantum farmakologi lebih ketat dan kuat ketika diterapkan
pada molekul kecil, perhitungan tersebut juga dapat diterapkan untuk makromolekul. Ada
beberapa molekul obat yang makromolekul, peptida, seperti insulin, adalah pengecualian.
Biasanya, itu adalah reseptor yang makromolekul tersebut. Peran farmakologi kuantum dalam
mengoptimalkan struktur makromolekul akan disajikan di sini.
Aplikasi potensial yang paling penting dari farmakologi kuantum untuk pemodelan
makromolekul adalah di bidang prediksi struktur protein. Struktur protein dapat dianggap di
berbagai tingkat perbaikan: struktur utama mengacu pada urutan asam amino, struktur
sekunder didefinisikan oleh konformasi lokal yang disebabkan oleh ikatan hidrogen sepanjang
tulang punggung peptida (misalnya, α-helix, β-sheet, β-turn ); struktur tersier menyangkut
struktur tiga-dimensi dari protein yang timbul dari ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik, dan
interaksi intramolekular lain yang melibatkan kedua sisi rantai atau kelompok tulang punggung
fungsional, struktur kuartener mengacu pada struktur tiga dimensi protein yang terdiri dari
lebih dari salah satu rantai peptida. Dari sistem hirarki struktur timbul pertanyaan mendasar
(disebut masalah protein folding) dalam menerapkan kimia komputasi untuk struktur protein:
apakah urutan asam amino primer menentukan struktur tiga dimensi protein, dan, jika
demikian, apa aturan yang akan memungkinkan kita untuk memprediksi struktur tersier dengan
hanya pengetahuan tentang struktur utama? Sampai saat ini, masalah protein folding tetap
belum terpecahkan-kita tidak dapat memprediksi struktur tiga dimensi protein secara
keseluruhan.
Ada banyak usaha untuk memecahkan masalah protein folding. Bagian pertama
dimulai proses dengan berfokus pada prediksi struktur sekunder, mulai dari urutan asam amino.
Metode yang umum digunakan pertama adalah metode Chou dan Fasman. Dari analisis struktur
yang dikenal, Chou dan Fasman menyusun tabel kecenderungan, yang memberikan
probabilitas dari struktur sekunder diberikan untuk setiap asam amino individu. Garnier,
Osguthorpe dan Robson (GOR) metode merupakan perluasan dari pendekatan statistik.
Namun, memperluas melampaui prediksi struktur sekunder telah terbukti sulit. Salah satu
metode mencoba untuk memprediksi struktur tiga dimensi adalah melalui sequence aligment
dan pemodelan homologi. Dalam proses ini, perhitungan dimulai dengan struktur kristal
protein yang dikenal. Kemudian, suatu protein dengan struktur tiga-dimensi yang tidak
diketahui adalah "sejajar" dengan struktur protein yang dikenal. Asam amino serupa selaras
satu sama lain, misalnya, sebuah glutamat dalam satu protein dapat selaras dengan aspartat
pada protein lain.
Kawasan dari dua protein dengan asam amino serupa selaras terhadap satu sama lain
dan dikatakan memiliki homologi urutan. Struktur tiga-dimensi dari protein yang tidak
diketahui ini kemudian ditetapkan menjadi analog dengan struktur tiga-dimensi dari protein
yang dikenal. Meskipun berguna, prosedur ini masih tidak memecahkan masalah protein
folding dan tidak memerlukan protein yang sama dengan struktur eksperimental dipecahkan.
Aplikasi lain yang penting dari skala besar farmakologi perhitungan kuantum untuk
merancang obat molekul adalah proses simulasi docking. Entah molekul mekanik perhitungan
dalam isolasi atau QM / MM perhitungan dapat digunakan untuk mensimulasikan molekul obat
berinteraksi dengan situs reseptor diusulkan dalam makromolekul seperti protein. Simulasi
tersebut mungkin nilai dalam memahami mekanisme aksi obat pada tingkat molekul atau atom
perbaikan dan mungkin juga utilitas dalam merancang analog ditingkatkan dari molekul obat.
Simulasi ini (kadang-kadang disebut sebagai in silico [disukai] atau dalam percobaan computo
untuk membedakan mereka dari in vitro dan in vivo percobaan) dapat dibuat lebih fisiologis
dengan memasukkan efek solvasi. Kadang-kadang, adalah mungkin untuk menambah ratusan
jika tidak ribuan molekul air eksplisit sekitar simulasi docking tentang obat dan reseptor.
Kehadiran perairan solvating mempengaruhi sifat konformasi dan reaktif dari obat dan
reseptor. Tugas menambah molekul air banyak secara dramatis meningkatkan intensitas
komputasi dari pekerjaan ini.
Melalui pertimbangan molekul besar, farmakologi kuantum suatu hari nanti dapat
membuat lompatan kuantum untuk obat. Lebih dari sekedar memungkinkan sebuah penjelasan
geometri yang optimal untuk tujuan desain obat, obat kuantum akan memungkinkan
pemahaman molekul dan submolecular rinci penyakit manusia pada tingkat yang ketat dan
kuantitatif perbaikan konseptual
.
b. Interface klinis-Molekul: "Sudut Kupu-kupu" dalam Obat trisiklik
Molekul trisiklik sering digunakan dalam desain obat dan sebagai obat untuk mengobati
beragam gangguan. Obat trisiklik mengandung tiga cincin menyatu bersama. Molekul milik
struktur kelas ini secara rutin digunakan untuk pengobatan psikosis, skizofrenia, depresi,
epilepsi, sakit kepala, insomnia, dan rasa sakit kronis. Dalam mengobati banyak gangguan,
obat trisiklik menunjukkan kemampuan untuk mengikat sejumlah besar berbeda (dan struktural
cukup berbeda) reseptor, termasuk banyak jenis reseptor dopamin, reseptor serotonin, reseptor
asetilkolin, dan bahkan tegangan-gated saluran natrium protein. Selain ini, molekul trisiklik
telah diusulkan sebagai pengobatan untuk demensia prion berbasis seperti penyakit
Creutzfeldt-Jakob atau varian manusia Sebuah tinjauan literatur paten juga mengungkapkan
saran yang trisiklik mungkin berguna dalam pengobatan "penyakit sapi gila." penyakit
Alzheimer. Akibatnya, bagian trisiklik dianggap sebagai platform-struktur yang lebih disukai
kimia yang dapat berhasil dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai macam obat untuk
indikasi klinis yang sangat beragam.
Hubungan antara struktur yang relevan secara klinis trisiklik dan bioaktivitas dapat
dinilai dengan menggunakan perhitungan kuantum farmakologi. Hal ini dimungkinkan untuk
mengukur hubungan spasial (kupu-kupu sudut) antara pesawat yang didefinisikan oleh "sayap
aromatik" dari molekul trisiklik. Serangkaian deskriptor sudut dapat digunakan sebagai ukuran
dari hubungan spasial, ini deskriptor dapat dihitung dengan akurat, menggunakan perhitungan
orbital molekul. Efek antikonvulsan dimediasi terutama melalui saluran tegangan-gated Na +,
efek antipsikotik yang dimediasi reseptor dopamin terutama melalui.
c. Alternatif untuk Perhitungan Eksperimental Farmakologi Quantum untuk Molekul
Kecil: X-Ray Kristalografi dan NMR Spektroskopi
Selama dekade terakhir, perhitungan kuantum farmakologi telah terbukti menjadi alat
yang sangat kuat dalam desain obat dan kimia obat. Namun, beberapa teknik eksperimental
menawarkan informasi yang sama.

d. X-Ray Kristalografi
Ketika datang untuk menentukan geometri dari molekul obat, kristalografi sinar-X tetap
"standar emas." Hal ini digunakan secara ekstensif untuk mempelajari struktur molekul dan
merupakan metode yang paling kuat yang tersedia untuk penentuan struktur molekul. Untuk
menerapkan X-ray kristalografi untuk molekul obat, senyawa pertama harus mengkristal
menjadi bentuk padat; dalam hal ini kristal padat, molekul obat banyak berbaring ditumpuk
bersama-sama.
Sinar-X memiliki panjang gelombang sekitar 1 nm, skala dimensi atom. Ketika sinar-
X pemogokan kristal padat, sinar-X berinteraksi dengan elektron dalam atom dan tersebar di
arah yang berbeda, dengan berbagai intensitas karena efek interferensi. Bila gangguan ini
adalah konstruktif, dalam fase gelombang bergabung untuk menghasilkan gelombang
amplitudo yang lebih besar yang dapat langsung dideteksi dengan mengekspos tempat pada
film fotografi. Jika interferensi destruktif, gelombang membatalkan satu sama lain seperti
bahwa intensitas sinar-X menurun dicatat. Efek interferensi ini muncul karena atom yang
berbeda dalam molekul dari kristal padat pencar X-ray dalam arah yang berbeda. Radiasi ini
tersebar menghasilkan maxima dan minima dalam berbagai arah, menghasilkan pola difraksi.
Aspek kuantitatif dari pola difraksi yang bergantung pada jarak antara pesawat-pesawat dari
atom-atom dalam kristal dan pada panjang gelombang sinar-X; hubungan ini dapat dianalisis
dengan cara matematis dari persamaan Bragg
nλ = 2d sin θ

di mana n adalah integer, λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak antara lapisan
atom, dan θ adalah sudut hamburan. Dengan menganalisis sudut refleksi dan intensitas difraksi
sinar-X balok, adalah mungkin untuk menentukan lokasi dari atom-atom dalam molekul.
Dengan demikian, menentukan struktur molekul dari kristal padat setara untuk
menentukan struktur satu molekul. Hal ini pada gilirannya memberikan informasi rinci tentang
struktur dari molekul obat (yaitu, ikatan panjang, sudut ikatan, jarak interatomik, dimensi
molekul).
Kristalografi sinar-X memiliki sejarah panjang kontribusi untuk kimia obat. Mungkin
pertama dan terpenting adalah karya Dorothy Hodgkin yang mengubah kristalografi sinar-X
menjadi metode ilmiah sangat diperlukan. Selain memberikan wawasan ke dalam struktur
molekul obat kecil, kristalografi sinar-X juga dapat memberikan data mengenai obat-
makromolekul interaksi ketika obat dan reseptor adalah co-mengkristal.

e. Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir


Meskipun, secara historis, kristalografi sinar-X adalah teknik hanya percobaan praktis
untuk penjelasan struktural molekul, nuklir spektroskopi resonansi (NMR) magnetik telah
membuat terobosan signifikan selama bertahun-tahun. NMR adalah teknik spektroskopi yang
memungkinkan "visualisasi" dari inti dalam molekul obat. Namun, tidak semua inti atom dapat
menimbulkan sinyal NMR; hanya dengan nilai-nilai inti dari I (kuantum spin angka) selain nol
adalah "NMR aktif". Jumlah spin inti dikendalikan dengan jumlah proton dan neutron dalam
inti, sedangkan spin nuklir bervariasi dari elemen ke elemen dan juga bervariasi antara isotop
dari elemen yang diberikan.
Sebuah inti atom dengan nomor kuantum spin saya dapat mengambil 2I 1 tingkat energi
ketika ditempatkan dalam medan magnet yang diterapkan kekuatan H. Jumlah energi yang
memisahkan tingkat ini meningkat dengan H meningkat, namun jumlah energi yang
memisahkan tingkat yang berdekatan adalah konstan untuk nilai yang diberikan H. Jumlah
energi tertentu memisahkan adja sen tingkat, ΔE, diberikan oleh

E=(Hγh)(2π)

dimana γ adalah rasio magnetogirik untuk isotop tertentu, H adalah kekuatan medan magnet
yang diterapkan, dan h adalah konstanta Planck. Penciptaan suatu spektrum NMR untuk
molekul obat terkait dengan perbedaan energi (ΔE) antara tingkat energi yang berdekatan.
Dalam percobaan NMR, inti penuh semangat gembira dari satu tingkat energi ke tingkat yang
lebih tinggi. Karena nilai yang tepat untuk ΔE adalah berkaitan dengan lingkungan molekul
inti yang bersemangat, juga ada cara berhubungan nilai ΔE dengan struktur molekul; ini
memungkinkan struktur molekul yang akan menentukan.
Resonansi magnetik nuklir (NMR) didasarkan pada fakta bahwa sejumlah inti penting
(misalnya, 1H, 2H, 13C, 19F, 23Na, 31P, 35Cl) menunjukkan properti atom disebut
magneticmomentum; spin nuklir mereka nomor kuantum saya lebih besar dari nol (untuk 1H,
13C, 19F, and31 P, I = 1 / 2). Ketika seperti inti (atau elektron tidak berpasangan) yang
dimasukkan ke dalam medan magnet yang kuat, sumbu dari atom berputar akan menjelaskan
sebuah gerakan presesi, seperti yang berputar atas. Para ω0 frekuensi presesi adalah sebanding
dengan medan magnet yang diterapkan H0: ω0 = γH0, di mana γ adalah rasio magnetogirik,
yang berbeda untuk setiap inti atau isotop. Karena jumlah kuantum spin inti dapat berupa 1 / 2
atau -1 / 2, ada dua populasi inti dalam sampel yang diberikan, satu dengan energi yang lebih
tinggi dari yang lain. Populasi ini tidak sama: populasi rendah-energi sedikit lebih berlimpah.
Sampel ini kemudian diiradiasi dengan frekuensi radio yang sesuai.
Pada frekuensi tertentu, populasi atom dengan energi yang lebih rendah akan menyerap
energi dari frekuensi radio dan akan dipromosikan ke tingkat energi yang lebih tinggi, dan akan
di resonansi dengan frekuensi penyinaran. Penyerapan energi dapat diukur dengan penerima
radio (seperti dalam kasus apapun radiasi elektromagnetik lain seperti ultraviolet atau
inframerah, menggunakan detektor yang sesuai) dan dapat ditampilkan dalam bentuk spektrum
penyerapan versus frekuensi penyinaran. Isi informasi yang besar dari spektrum ini berasal dari
fakta bahwa setiap inti molekul (misalnya, proton masing-masing) akan memiliki frekuensi
resonansi yang sedikit berbeda, tergantung pada "lingkungan" nya (atom-atom dan elektron
yang mengelilinginya). Dengan kata lain, momentum magnet akan "terlindung" berbeda dalam
kelompok fungsional yang berbeda. Hal ini membuat mudah untuk membedakan, misalnya,
proton pada kelompok C-CH dari kelompok O-CH3 atau gugus N-CH3, alifatik atau aromatik
proton, proton asam karboksilat atau aldehida, dan sebagainya, karena mereka menyerap pada
frekuensi yang berbeda. Dalam cara yang sama, setiap atom karbon dalam molekul dapat
dibedakan oleh 13 spektroskopi resonansi magnetik C.
Satu-satunya kekurangan sensitivitas NMR rendah. Konsentrasi dalam kisaran
milimolar kadang-kadang diperlukan, meskipun dengan peningkatan teknik komputer (seperti
Fourier transform) sinyal pada 10-6-10-5 M konsentrasi dapat dideteksi. Hal ini sangat penting
untuk inti atom yang memiliki kelimpahan alam rendah, seperti 13 C (1,1%) atau deuterium, 2
H (0,015%). Fourier-transform (berdenyut) RMI proton teknik memungkinkan tugas bahkan
lebih canggih dari resonansi proton tertentu. Jika pulsa frekuensi tinggi tunggal diganti dengan
dua pulsa pulsa pemisahan variabel, pengenalan parameter kedua kalinya menghasilkan
spektrum NMR dua dimensi, dengan dua sumbu frekuensi. Resonansi pada diagonal adalah
normal, spektrum satu dimensi, tapi off-diagonal resonansi menunjukkan interaksi saling
proton melalui beberapa obligasi. Hal ini memungkinkan tugas dari semua proton dalam
molekul bahkan sangat besar, baru-baru, spektrum tiga-dimensi dari sebuah protein kecil telah
disimpulkan dengan menggunakan metode tiga-pulsa.
Izin menghitung resonansi magnetik nuklir dari proton dalam molekul. Area di bawah
setiap NMR resonansi puncak sebanding dengan proton yang terkandung dalam kelompok
fungsional. Salah satu kelompok dengan mudah diidentifikasi dalam spektrum digunakan
sebagai relatif standar; integrasi elektronik dari luas puncak akan memberikan jumlah proton
dalam setiap kelompok sinyal, memperjelas tugas resonansi untuk fitur struktural tertentu.
Deteksi tingkat relaksasi adalah aplikasi lebih lanjut dari spektroskopi NMR. Ketika
inti tertentu, seperti proton metil, disinari oleh frekuensi radio yang kuat dan menyerap itu,
populasi proton dalam tinggi dan rendah-spin negara yang menyamakan kedudukan dan sinyal
menghilang setelah beberapa saat. Perlu diingat bahwa sinyal NMR didasarkan pada
penyerapan energi, jika semua inti dari jenis tertentu dalam keadaan spin tinggi, penyerapan
tidak mungkin dan "saturasi" terjadi. Setelah penghapusan frekuensi penyinaran yang kuat,
tinggi dan rendah-spin populasi akan sekali lagi menjadi setara dengan mentransfer energi baik
ke (relaksasi spin-kisi, T1) pelarut atau yang lain berputar dalam molekul (spin-spin relaksasi,
T2 ), dan garis spektrum yang sesuai akan menganggap amplitudo aslinya. Waktu yang
diperlukan untuk pemulihan ini disebut waktu relaksasi, sedangkan timbal balik adalah tingkat
relaksasi. Kita akan lihat dalam beberapa contoh kemudian bagaimana tingkat relaksasi dapat
digunakan dalam menjelaskan interaksi molekul.
Alat lain dalam analisis spektral NMR adalah pengamatan pergeseran kecil dari
berbagai puncak. Ikatan hidrogen dan biaya transfer pembentukan kompleks akan bergeser
resonansi downfield (untuk frekuensi rendah) dan tepi lapangan, masing-masing. Di sisi lain,
jarak konstan, atau pemisahan kopling antara sublines dari doublet atau triplet, adalah hasil dari
pemecahan baris dengan proton tetangga. Dengan demikian, garis multiplisitas (di samping
posisi baris) digunakan dalam menentukan sifat dari proton dan tetangganya. Sebuah gugus
etil, misalnya, memberikan sebuah triplet (-CH3 dibagi oleh-berdekatan CH2-kelompok
menjadi tiga puncak) dan kuartet (-CH2-dibagi menjadi empat puncak dengan-CH3). Besarnya
konstanta kopling untuk dua proton juga dipengaruhi oleh sudut dihedral ikatan X-Y dalam
struktur H-X-Y-H, dan dapat digunakan dalam analisis konformasi
. Dalam peptida, konstanta kopling dari-CH-dan-NH-proton menunjukkan korelasi
dengan sudut dihedral. Ini, bagaimanapun, dapat menjadi ambigu, karena beberapa konstanta
kopling dapat ditugaskan untuk empat sudut dihedral berbeda. Informasi struktural tambahan
dapat diperoleh dari konstanta kopling dari H-13 C-N-H atau H-struktur C-C-15 pengaturan N,
memberikan korelasi yang tidak tumpang tindih dengan kurva H-X-Y-H.
Banyak NMR kerja telah dilakukan pada interaksi molekul kecil dengan makromolekul, yang
jelas menarik dalam obat-reseptor yang mengikat studi serta enzim. Pada prinsipnya, kecil-
molekul resonansi mudah untuk mengikuti, asalkan mereka tidak tumpang tindih dengan
spektrum yang sangat kompleks dan luas dari makromolekul dalam larutan yang sama. Teknik
ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pengikatan obat pada albumin serum, dan
dalam beberapa kasus pengikatan gugus molekul kecil dapat diakui oleh tingkat relaksasi
peningkatan dari beberapa proton. Adalah jauh lebih sulit untuk memperoleh data tentang
dinamika pengikatan makromolekul, seperti enzim.

Anda mungkin juga menyukai