Anda di halaman 1dari 16

PENGANTAR PENDIDIKAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MODUL 8 - PENDIDIKAN ANAK BERKESULITAN


BELAJAR

Oleh
Sri Tina Laksmini (859006276)
Ni Kadek Wahyuni Antari (859006316)
I Komang Haryadi (859006473)
Nur Afandi (859006767)

UPBJJ-UT DENPASAR
PROVINSI BALI
2019.2
KEGIATAN BELAJAR 1
DEFINISI, PENYEBAB, DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR

A. Definisi Kesulitan Belajar


Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup
beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.
Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured, dan minimal
brain dysfunction, kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language
disorders, dan selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan
istilah educationally handicaped. Namun, istilah umum yang sering digunakan oleh para
ahli pendidikan adalah learning disabilities (Donald, 1967:1) yang diartikan sebagai
"Kesulitan Belajar". Oleh karena sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang
mengalami kesulitan belajar ini, disebut Specific Learning Disabilities, yaitu kesulitan
belajar khusus (Painting, 1983: Kirk, 1989).
The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan
bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan
yang heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam salah satu atau lebih dalam
mendengarkan, mengucapkan, membaca, menulis, berpikir, dan kemampuan matematika.
Gangguan ini terdapat di dalam diri seseorang yang disebabkan adanya disfungsi minimal
pada sistem saraf di otak. Anak yang mengalami kesulitan belajar mungkin dapat
mengalami hambatan lain (misalnya: berkesulitan belajar yang diakibatkan perbedaan
budaya, ketidaksempurnaan pengajaran, atau faktor-faktor lain yang datang dari luar diri
anak), kesulitan belajar yang dimaksud di sini terjadi bukan akibat langsung dari kondisi
atau pengaruh faktor-faktor tersebut.

B. Klasifikasi Kesulitan Belajar


Kirk dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan
dalam dua kategori besar, yaitu:
1. Development learning disabilities: Kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan,
mencakup gangguan perhatian, ingatan, motorik, persepsi, berbahasa, dan berpikir.
Kesulitan belajar perkembangan dapat mempengaruhi proses penerimaan,
menginterpretasikan, dan merespon stimulus dari lingkungan. Dengan demikian
masalah sering terjadi dalam proses penerimaan informasi, tetapi tidak selalu
dihubungkan dengan masalah prestasi akademik.
2. Academic learning disabilities: Kesulitan belajar akademik. Kesulitan belajar
akademik merupakan suatu kondisi yang secara signifikan menghambat proses belajar
membaca, menulis, dan operasi berhitung. Kesulitan tersebut tampak ketika anak
sudah masuk sekolah dan prestasinya di bawah potensi yang dimilikinya. Rendahnya
prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental (tunagrahita), gangguan
emosi yang serius, atau gangguan sensori seperti pendengaran dan penglihatan, atau
keterasingan dari lingkungan, akan tetapi prestasi rendah itu karena adanya suatu
ketidakmampuan tertentu yang diakibatkan oleh karena adanya gangguan pada sistem
persarafan minimal di otak.
C. Penyebab Kesulitan Belajar
Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kesulitan belajar (learning disabilities). Namun, secara tegas
dikemukakan oleh Roos (1976), Siegel dan Gold (1982), serta Painting (1983), bahwa
kesulitan belajar khusus disebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh:
(1) cedera otak pada masa perkembangan otak,
(2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi di dalam otak,
(3) gangguan perkembangan saraf, dan
(4) kelambatan proses perkembangan individu.
Ahli lain, yaitu Hallahan dan Kauffman (1991: 127-128) mengemukakan tiga faktor
penyebab kesulitan belajar, yaitu
(1) organis/biologis,
Banyak ahli yang meyakini bahwa timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak
disebabkan oleh adanya disfungsi dari sistem saraf pusat. Bukti adanya gangguan dari
sistem saraf pusat terlihat dari studi yang dilakukan oleh E. Roy John, dan kawan-
kawan (1989) dengan menganalisis hasil electro encephalogram (EEG).
(2) genetik,
Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat disebabkan oleh faktor
genetis atau keturunan sebagaimana dikemukakan oleh Finucci dan Child, (1983)
serta Owen, Adams, Forrest, Stoltz dan Fisher (1971).
(3) lingkungan.
Masalah dalam belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti guru-guru
yang tidak mempersiapkan program pengajarannya dengan baik atau kondisi keluarga
yang tidak menunjang. Dengan demikian, lingkungan yang menyebabkan timbulnya
kesulitan belajar pada anak, bukanlah bersifat primer (utama), tetapi lebih banyak
bersifat sekunder.
Dari hasil penelitian para ahli diagnostik, ditemukan empat faktor yang dapat
memperberat gangguan dalam belajar. Keempat faktor ini sering ditemukan pada anak
yang mengalami kesulitan dalam belajar (Kirk/Gallagher,1989:197). Adapun keempat
faktor tersebut adalah kondisi fisik, faktor lingkungan, faktor motivasi dan afeksi, serta
kondisi psikologis.

KEGIATAN BELAJAR 2
KARAKTERISTIK ANAK KESULITAN BELAJAR

A. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Secara Umum


Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman (1991:133) terdapat
sepuluh gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu: (1) hiperaktif,
(2) gangguan persepsi motorik, (3) emosi yang labil, (4) kurang koordinasi, (5) gangguan
perhatian, (6) impulsif, (7) gangguan memori dan berpikir, (8) kesulitan pada akademik
khusus (membaca, matematika, dan menulis), (9) gangguan dalam berbicara dan
mendengarkan, dan (10) hasil electroencephalogram (EEG ) tidak teratur serta tanda
neurologis yang tidak jelas.
Selanjutnya para peneliti mengelompokkan kesepuluh ciri tersebut dengan
menggabungkan hal-hal yang dianggap sejenis. Adapun pengelompokannya adalah
sebagai berikut.
1. Masalah persepsi dan koordinasi
Hallahan (1975) mengemukakan bahwa beberapa anak berkesulitan belajar
menunjukkan gangguan dalam persepsi penglihatan dan pendengaran.
Contohnya: anak yang mengalami gangguan persepsi visual, tidak dapat membedakan
huruf atau kata-kata yang bentuknya mirip, seperti huruf "d" dengan "b" atau
membedakan kata "sabit" dengan "sakit". Kemudian anak yang mengalami masalah
persepsi pendengaran mengalami kesulitan untuk mendengarkan kata yang bunyinya
hampir sama, seperti kata “kopi” dengan “topi”.
2. Gangguan dalam perhatian dan hiperaktif
Anak yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan
mengalami hiperaktif. Para ahli menekankan bahwa dalam hal ini masalahnya bukan
pada kelebihan geraknya akan tetapi yang lebih mendasar adalah masalah sulitnya
berkonsentrasi. Anak yang hiperaktif banyak bergerak, akan tetapi tidak mengarah
dan tidak bisa tenang dalam waktu yang ditetapkan, seperti menyelesaikan pekerjaan
dalam waktu 2–3 menit. Di samping itu, anak yang hiperaktif sulit untuk melakukan
kontak mata dan sulit untuk mengonsentrasikan perhatiannya
Sebagai contoh, apabila anak diberi tugas untuk melakukan sesuatu, ia tidak dapat
menuntaskan pekerjaannya karena perhatiannya segera beralih pada objek lainnya.
3. Mengalami gangguan dalam masalah mengingat dan berpikir
a. Masalah mengingat
Anak berkesulitan belajar kurang mampu menggunakan strategi untuk mengingat
sesuatu. Anak berkesulitan belajar mendapat kesulitan untuk mengingat materi
secara verbal.
b. Masalah berpikir
Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah sampai kepada
pembentukan konsep atau pengertian
4. Kurang mampu menyesuaikan diri
Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala kurang mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya
5. Menunjukkan gejala siswa yang tidak aktif
Anak berkesulitan belajar kurang mampu melakukan strategi untuk memecahkan
masalah akademis secara spontan.
6. Pencapaian hasil belajar yang rendah
Sebagian anak berkesulitan belajar memiliki ketidakmampuan dalam berbagai bidang
akademik, misalnya dalam membaca, pengucapan, tulisan, berhitung, dan sebagian
anak lagi hanya pada satu atau dua aspek saja.

B. Karakteristik Anak Berkesulitan Membaca


1. Gangguan Membaca Lisan
Lovitt (1989:198) mengemukakan bahwa Loper melakukan dua eksperimen untuk
meneliti kemampuan anak berkesulitan belajar dengan cara memprediksi dan
mengevaluasi keterampilan mengucapkan kata-kata. Hasilnya menunjukkan bahwa
anak yang tidak berkesulitan belajar dalam keterampilan pengucapannya
menunjukkan perbedaan di antara kedua kelompok itu terutama pada level
melaksanakan tugas-tugas tertentu. Berbeda dengan anak yang bukan berkesulitan
belajar, anak yang berkesulitan belajar kurang mampu membedakan kata-kata yang
berbeda secara ortografis. Akan tetapi, jika daftar kata tersebut tulisannya disamakan
dan diklasifikasikan menurut tingkat kesulitannya, ternyata tidak ada perbedaan di
antara kelompok tersebut dalam hal ketepatan membaca.
2. Gangguan ingatan jangka pendek
Ingatan jangka pendek merupakan sesuatu hal yang diperlukan untuk memahami isi
bacaan. Anak yang mengalami kesulitan membaca mengalami kesulitan merekam
huruf yaitu mengeja huruf secara teratur.
3. Gangguan pemahaman
Anak berkesulitan membaca mengalami kekurangan atau ketidakmampuan
menemukan teknik-teknik untuk memahami teks (bacaan). Hal ini diakibatkan oleh
ketidakmampuan menghubungkan kata dalam kalimat dan kelemahan dalam
melakukan strategi, serta menunjukkan kekurangan dalam memahami apa yang
didengar. Beberapa peneliti seperti Smiley, Oakley, Worthen, Campione, dan Brown
(1977), menemukan bahwa pemahaman pendengaran pada anak-anak yang
mengalami kesulitan membaca mengalami gangguan. Hasil penelitian tersebut
mendukung hipotesis bahwa ada hubungan yang erat antara pemahaman melalui
pendengaran dengan keterampilan membaca.

C. Karakteristik Anak Berkesulitan Menulis


Lovitt (1989:225) mengemukakan bahwa pelajaran menulis meliputi menulis dengan
tangan, mengeja, dan menulis ekspresif.
1. Menulis dengan tangan
Menulis dengan tangan disebut juga menulis permulaan. Lovitt (1989:237)
mengemukakan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki berbagai masalah dalam
menulis tangan, seperti: 1) menulis dengan lambat; 2) salah dalam menulis huruf dan
angka; 3) tulisannya terlalu miring; 4) jarak tulisannya terlalu rapat; 5) kesulitan
mengikuti garis lurus; 6) tulisan tidak terbaca; 7) tekanan pensil yang terlalu kuat atau
terlalu lemah; serta 8) tulisan yang berbayang. Sedangkan Lerner (1985:402)
mengemukakan bahwa kemampuan menulis dipengaruhi oleh faktor motorik,
perilaku, persepsi, memori, kemampuan melaksanakan cross modal, penggunaan
tangan yang dominan, serta kemampuan memahami instruksi.
2. Mengeja
Pada hakikatnya mengeja adalah memproduksi urutan huruf secara benar dari suatu
kata, baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan. Perbedaan urutan huruf akan
menghasilkan kata yang berbeda makna atau mungkin tidak bermakna. Kesulitan
mengeja terjadi apabila anak tidak memiliki memori yang baik tentang huruf-huruf,
baik memori visual maupun memori auditif.
3. Menulis ekspresif
Menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui tulisan yang
dapat dipahami oleh para pembaca yang sebahasa. Anak yang mengalami kesulitan
dalam menulis ekspresif, ditandai dengan kurang terampilnya mengungkapkan pikiran
dan perasaan melalui tulisan

D. Karakteristik Anak Berkesulitan Menghitung


Anak yang mengalami kesulitan menghitung, antara lain menunjukkan karakteristik
sebagai berikut.
1. Kesulitan mengenal dan memahami simbol seperti + , -, x, :, =, < , >, dsb.
2. Kesulitan mengoperasikan hitungan/bilangan
3. Sering salah membilang secara urut
4. Ketidak sesuaian dalam menghitung benda secara berurutan sambil menyebut
bilangannya
5. Sering salah membedakan anka
6. Sulit membedakan bangun-bangun geometri
Bley & Thornton (Lovitt, 1989:287) mengemukakan sebelas kategori perilaku utama pada
anak yang mengalami kesulitan belajar matematika. Kesebelas kategori tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Berkaitan dengan banyaknya anak berkesulitan belajar dalam matematika,
Cawley & Colleagues (Lovitt, 1989:292) mengemukakan tiga bentuk alasan
kegagalan pada sebagian anak berkesulitan belajar, yang mencakup keterkaitan
kegagalan, kegagalan pembelajaran, serta kegagalan individu.
1. Keterkaitan Kegagalan
Kemampuan dalam matematika, sudah tentu berhubungan dengan kemampuan
membaca
2. Kegagalan Pembelajaran
Cawley mengidentifikasi empat tipe kegagalan dalam pembelajaran.
a. Pembelajaran merupakan ketidaktepatan atau keterbatasan dalam
mengembangkan keterampilan berpikir.
b. Siswa harus melewati satu keterampilan menuju keterampilan lainnya,
sebelum mencapai tingkat mampu.
c. Kadang-kadang guru membetulkan konsep anak terlalu cepat, ketika mereka
seharusnya membantu siswa dalam matematika.
d. Asesmen terhadap kemampuan siswa tidak lengkap, sedangkan kemampuan
siswa harus dianalisis (dipelajari) dari pada dinilai.
3. Kegagalan Individu
Di antara karakteristik siswa yang dipercaya telah berkontribusi terhadap
kegagalan dalam aspek matematika adalah kekurangan perhatian dan masalah
dalam menuliskan atau membaca tanda (encoding), memori, atau
pengorganisasian.
KEGIATAN BELAJAR 3
INTERVENSI ANAK BERKESULITAN MEMBACA

A. Intervensi Terhadap Anak Berkesulitan Membaca


Uraian tentang intervensi terhadap siswa berkesulian membaca akan membahas tentang:
tipe (bentuk) kesulitan membaca, asesmen kemampuan membaca, prosedur intervensi
kesulitan membaca, dan pendekatan, serta teknik dalam intervensi kesulitan membaca.
1. Tipe (Bentuk) Kesulitan Membaca
Secara umum M. Monroe (dalam permanarian 1992:7) membagi kesulitan membaca
menjadi delapan bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Kurang mengenal huruf
b. Bingung urutan letak huruf
c. Menambah suara yang tidak ada
d. Menghilangkan huruf yang ada
e. Mengganti kata
f. Mengulang kata
g. Menambahkan kata yang tidak ada dalam bacaan
h. Menghilangkan kata yang ada dalam bacaan
Hasil pengamatan di lapangan terhadap beberapa kasus siswa kelas 4 SD, ditemukan
beberapa tipe gangguan dalam membaca, yaitu sebagai berikut.
a. Menghilangkan huruf
Contoh: “ Hujan lebat disertai angina kencang menimpa desa keluarga Ani” dibaca “
Hujan lebat disertai angina kencang mempa desa keluarga Ani.”
b. Menghilangkan kata
Contoh : “ Tahun 1942, negara kita dijajah Jepang.” dibaca “ Tahun 1942 kita dijajah
Jepang.” kata negara tidak terbaca.
c. Menambahkan huruf
Contoh: “ saya “ dibaca “ sayah.”
d. Penggantian huruf dan kata
Contoh : “ Ada apa kamu datang?” dibaca “ Ada – ada kamu patang?”
e. Kurang memperhatikan tanda baca
Tanda baca berupa tanda titik, koma, dan tanda tanya sering diabaikan, sehingga
intonasi kalimat tidak dapat dirasakan.
f. Pemahaman isi bacaan
Anak sering kali tidak dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan.
Hal ini diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan yang dia lakukan.
2. Asesmen Kemampuan Membaca
Asesmen kemampuan membaca bertujuan untuk: (a) menentukan pengelompokan
anak secara tepat untuk pengajaran, (b) menunjukan secara tepat kebutuhan belajar
anak secara spesifik, (c) menilai kekuatan dan kelemahan dari program pengajaran,
(d) mengakses perkembangan membaca seseorang, dan (e) pertanggungjawaban
kepada orang tua/ masyarakat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ada dua bentuk asesmen yang dapat
dilakukan. yaitu:
a. Asesmen formal
Tes yang digunakan untuk melakukan asesmen secara formal, meliputi: tes
survey, tes diagnostic dan tes prestasi.
1. Tes Survei diberikan untuk mengukur kemampuan kelompok; cara ini
digunakan untuk mengukur kemampuan secara umum dalam bidang tertentu
dan bukan untuk mengukur suatu tentang kemampuan individu.
2. Tes Diagnostik menghasilkan informasi yang lebih tepat. Secara ideal test ini
tidak hanya menyajikan kelemahan-kelemahan individu secara spesifik, tetapi
juga memberi tahukan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan tersebut. Salah satu test diagnotis adalah Woodcook
Reading Mastery Test (Woodcock, 1973). Seri tes ini dikembangkan untuk
anak taman kanak-kanak sampai sekolah dasar kelas 6. Test ini ada 5 macam
diantaranya:
- Pengenalan Huruf, test ini mengukur kemampuan menyebutkan huruf dalam
alphabet.
- Pengenalan Kata, sub tes ini terdiri dari 150 kata yang ditulis dalam kartu,
setiap kartu berisi 10 kata.
- Menganalisa Kata, sub tes ini mengukur kemampuan untuk mengidentifikasi
dan mengucapkan kata-kata yang tidak mempunyai arti dengan menerapkan
bunyi huruf dan menganalisa struktur bunyi huruf.
- Pemahaman Kata, sub test ini mengukur pengetahuan arti kata dalam bentuk
analogi.
- Pemahaman bagian bacaan, sub tes ini terdiri dari 85 bagian untuk mengukur
kemampuan memahami bacaan, menganalisa kata, dan keterampilan
mengartikan kata.
3. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar dalam membaca sering digunakan pada akhir tahun ajaran
untuk mengukur apakah siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan
tertentu dalam membaca.
b. Asesmen informal
Asesmen informal yang dapat anda gunakan Antara lain sebagai berikut.
1. Informal Reading Inventories ( IRI )
Kebanyakan IRI dibuat oleh guru dengan menggunakan bahan-bahan biasa
diajarkan di kelas. Tahapan tes ini adalah sebagai berikut.
a. Siswa diminta membaca satu set daftar kata
b. Siswa mulai membaca satu wacana yang terdiri dari beberapa bagian, yang
keseluruhan kata dalam wacana berkaitan dengan daftar kata yang telah
dibaca siswa.
c. Setelah setiap bagian dibaca, siswa harus menjawab pertanyaan yang
bersifat pemahaman
d. Kemampuan membaca lisan dan kesesuaian dalam menjawab pertanyaan
pemahaman ditentukan dengan kesuksesan pada 95% untuk ketepatan
pengucapan kata dan 75% untuk pertanyaan pemahaman
e. Membaca dalam hati dan lisan dilakukan berganti-ganti dari satu bagian ke
bagian berikutnya.
2. Cloze procedure
Teknik ini dikembangkan oleh Taylor ( 1983 ) langkahnya sebagai berikut:
a. Pilih sebuah wacana terdiri dari 250-500 kata
b. Hilangkan kata-kata pada setiap kata kelima
c. Pada kata yang hilang diberi garis panjang
d. Jangan menghilangkan kata-kata dari kalimat pertama dan kalimat terakhir
e. Siswa diminta untuk membaca paragraf dan menebak kata apa yang harus
diisi pada titik-titik itu.
f. Hitunglah jumlah kata-kata yang benar, kemudian buat persentase dari
kata-kata yang diisi dengan benar itu
Keuntungan dari cloze procedure, sebagai berikut
a. Dapat mengukur proses membaca
b. Mensyaratkan level berpikir tinggi dari pada pertanyaan yang bersifat
biasa
c. Memerlukan waktu yang singkat untuk menyusunnya dari pada cara yang
lain
d. Dalam menentukan score sangat objektif
e. Penggunaan waktu yang relatif singkat dalam pengadministrasiannya
3. Prosedur Intervensi Kesulitan Membaca
Intervensi terhadap siswa yang berkesulitan membaca dilakukan melalui tahapan
berikut.
a. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan cara mencari, menandai, dan menentukan
tipe-tipe kesulitan membaca.
b. Diagnosis
Langkah ini dimaksudkan untuk menemukan sebab-sebab kesulitan membaca
pada diri siswa.
c. Penyusunan program layanan
Program layanan intervensi dalam belajar membaca dibedakan atas program
delivery dan kurikuler
d. Evaluasi
Kegiatan evaluasi ditujukan pada dua sasaran yaitu, hasil dan proses bantuan.
4. Pendekatan dan Teknik Dalam Intervensi Kesulitan Membaca
a. Teknik Gillingham dan Stillman
Berpendapat bahwa siswa yang mengalami hambatan bahasa secara khusus, hanya
dapat belajar membaca secara baik jika metode yang dipilih sesuai dengan
perkembangan fungsi bahasa yang digunakan.
Teknik ini dimulai dari sebuah cerita yang mengikuti perkembangan komunikasi
mulai dari bahasa lisan sampai kepenulisan alphabet. Setelah pendahuluan
diberikan, latihan diberikan secara berurutan mulai dari mengenal huruf dan
bunyinya, menyambungkan bunyi huruf menjadi kata dan berakhir dengan
membaca kalimat dan cerita.
1. Mengenal huruf
Siswa diberikan pelajaran tentang bunyi yang berwujud huruf. Beberapa
petunjuk pelaksanaan sebagai berikut:
a. Huruf diperkenalkan dengan kata lembaga, misalnya huruf “ b “ dalam
kata “ bola “
b. Menggunakan kartu latihan untuk mengenalkan setiap huruf
c. Siswa membedakan vokal dan konsonan
d. Huruf – huruf pertama yang diperkenalkan hendaknya yang menimbulkan
bunyi yang jelas dan menggambarkan pola-pola yang jelas
2. Merangkai huruf menjadi kata
Setelah siswa menguasai sepuluh huruf, huruf-huruf itu disambungkan
menjadi kata. Dalam hal ini siswa melihat beberapa kartu latihan huruf dann
menyambungkan bunyi-bunyinya sehingga menjadi kata.
3. Membaca kalimat dan cerita
Latihan membaca kalimat dan cerita dapat dimulai setelah siswa dapat
membaca dan menulis kata lebih dari tiga hurup.
b. Teknik fernald
Teknik ini terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Tahap Satu
Pada tahap ini siswa memilih kata-kata yang dipelajari, tiap kata dituliskan
dengan krayon pada kertas dengan tulisan miring
2. Tahap dua
Siswa masuk pada tahap ini jika sudah terbukti tidak memerlukan selusurlagi.
Kata yang dipelajari berasal dari kata-kata yang tidak dikenal yang telah
ditulis oleh siswa.
3. Tahap tiga
Tahap ini siswa mempelajari kata dengan melihat dan mengucapkannya.
Mereka boleh membaca kata yang mereka kehendaki.
4. Tahap empat
Siswa diharapkan mengenal kembali kata-kata baru dan memahaminya setiap
kali kata itu muncl. Kata – kata yang dipelajari dari konteks atau dari
keseluruhan kata atau bagian-bagian dari kata.
c. Pendekatan untuk membantu siswa dalam membaca pemahaman
Pendekatan yang tepat digunakan dalam membantu siswa membaca pemahaman
adalah pendekatan dengan penekanan pada makna. Pendekatan ini dimulai dengan
kata-kata yang sering dihadapkan kepada siswa, dengan asumsi bahwa kata yang
sering ditemukan oleh siswa, akan dikenal oleh siswa sehingga ia mudah
mempelajarinya. Mercer dan Mercer (1989:366) mengemukakan dua pendekatan
yang diklasifikasikan di dalam pendekatan penekanan makna yaitu: Pendekatan
pengalaman berbahasa, mengintergrasikan perkembangan keterampilan membaca
dengan kemampuan mendengar, berbicara, dan keterampilan menulis. Pendekatan
membaca diindividualisasikan merupakan sesuatu pendekatan yang
memperhatikan adanya perbedaan secara individu
B. INTERVENSI TERHADAP ANAK BERKESULITAN MENULIS
Dalam uraian ini akan dibahas tentang intervensi bagi anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar menulis, khususnya menulis dengan tangan atau menulis permulaan,
mengeja, dan menulis ekspresif. Adapun pembahasannya meliputi: tipe-tipe kesulitan
menulis, asesmen, diagnostik, dan remediasi.
1. Tipe-tipe Kesulitan Menulis
Ada berbagai tipe/bentuk kesulitan menulis, di antaranya sebagai berikut.
a. Kesalahan dalam menuliskan bentuk huruf
b. Ukuran huruf yang tidak normal seperti kekecilan atau sebaliknya.
c. Ukuran huruf tidak proporsional, tidak sesuai dengan besarnya kolom
d. Bentuk huruf yang tidak menentu, misalnya terbalik seperti dilihat dari cermin
e. Menulis tidak lancar, tersendat-sendat atau terlalu lambat.
f. Kesalahan dalam menuliskan angka misalnya angka 5 seperti angka 3, angka 6
seperti angka 0, 7 seperti 9, dan 9 seperti 4.
g. Tulisan terlalu miring.
h. Kesulitan menentukan besarnya jarak per huruf
i. Berantakan.
j. Ketidakmampuan untuk menulis tepat pada garis horizontal.
k. Pensil terlalu ditekan, atau kurang sekali menekan.
l. Kotor.
2. Asesmen Kesulitan Menulis
Asesmen terhadap kesulitan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan asesmen
formal dan informal.
a. Assesmen formal
Salah satu asesmen formal yang dipergunakan untuk mendiagnosa kesulitan
menulis, adalah Diagnostik–Inventori keterampilan-keterampilan Dasar Sekolah
(Basic School Skills Inventory–Diagnostik), yang dikemukakan oleh Hammill &
Leigh (1983). Asesmen ini disusun untuk anak usia 4 – 7 ½ tahun. Instrumen
disusun untuk mengasesmen kemampuan menulis pada sembilan tugas berikut: 1)
menulis dari kiri ke kanan; 2) memegang pensil; 3) menulis nama depan; 4)
mempertahankan posisi menulis yang tepat; 5) menulis huruf yang diminta; 6)
menyalin kata-kata; 7) menyalin tulisan dari papan tulis ke kertas/buku; 8) tidak
melebihi garis; dan 9) menulis nama akhir.
b. Asesmen informal
Seorang guru dapat memperoleh informasi diagnostik kesulitan menulis secara
informal melalui observasi dan menganalisis tulisan siswa.
1) Observasi
Observasi dilakukan pada saat anak menulis. Guru mencatat kesalahan-
kesalahan yang dilakukan anak dengan menjawab pertanyaan berikut. a)
Apakah anak memegang pensil sudah benar, nyaman, dan tidak kaku? b)
Bagaimana posisi buku yang akan ditulisi, apakah sudah benar?
2) Menganalisis pola-pola kesalahan tulisan
Guru dapat memperoleh informasi tambahan dengan cara menganalisis
contoh tulisan siswa untuk berbagai pola-pola kesalahan sebagai berikut. a)
Bentuk Huruf: Apakah hurufnya tidak terbaca atau bentuknya sangat jelek? b)
Ukuran Huruf, Proporsi, dan Kesejajaran. Ukuran dan proporsi huruf
ditunjukkan oleh tinggi rendahnya huruf antara satu huruf dengan huruf
lainnya dalam satu kata. Sedangkan kesejajaran menunjukkan keserasian
huruf pada garis.
3. Diagnostik dan Remediasi
a. Menulis dengan tangan (hand writing)
b. Mengeja
c. Menulis ekspresif (expressive writing)

C. INTERVENSI TERHADAP ANAK BERKESULITAN BELAJAR


MATEMATIKA
a. Pola Kekeliruan Khusus
Pola kekeliruan khusus yang dilakukan anak berkesulitan berhitung faktual, antara
lain sebagai berikut.
1. Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan penempatan nilai.
2. Keseluruhan angka dijumlahkan.
3. Ketika kolom puluhan dijumlahkan, angka kesatuan hasil penjumlahan bilangan
satuan, tidak turut dijumlahkan melainkan dijumlahkan sebagai ratusan.
4. Angka dijumlahkan dari kiri ke kanan.
5. Setiap bilangan yang lebih kecil merupakan pengurang dari bilangan yang lebih
besar tanpa memperhatikan penempatan nilai.
6. Melakukan peminjaman angka yang sebenarnya tidak diperlukan.
7. Apabila peminjaman angka diperlukan lebih dari satu, anak tidak melakukan
pengurangan bilangan pada kolom kedua.
8. Kesatuan angka hasil perkalian bilangan satuan ditambahkan pada bilangan
puluhan dan diikutkan pada operasi perkalian.
9. Kesatuan angka hasil perkalian bilangan satuan, tidak ditambahkan pada hasil
perkalian bilangan puluhan.
10. Antara pembagi dan yang dibagi, terbalik.
b. Asesmen Kesulitan Belajar Matematika
1. Teknik wawancara diagnostik (diagnostic interview)
Teknik wawancara diagnostik dapat menghasilkan informasi yang penting untuk
menentukan keterampilan matematika apa yang harus diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya. Dengan teknik ini, guru melakukan identifikasi masalah-
masalah khusus, pola-pola kesalahan, atau strategi pemecahan masalah dalam
berhitung. Berikut ini dijelaskan melalui suatu ilustrasi dalam memperoleh
informasi penting mengenai kesulitan/kesalahan yang dilakukan siswa.
2. Teknik test survey yang dibuat guru
Tes yang dibuat guru sangat penting untuk pengajaran matematika secara
individual. Teknik ini memungkinkan guru untuk melakukan identifikasi
masalah, menentukan tingkat pemahaman dan memonitor kemajuan siswa. Untuk
mengidentifikasi bidang permasalahan secara khusus, guru dapat membuat suatu
bentuk test survey, dengan soal-soal yang mencakup beberapa tingkat kesulitan.
c. Pengajaran Remedi
Pengajaran remedi yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar matematika
harus sistematis, yaitu harus sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret,
dan tingkat abstrak. Pengajaran remedial tersebut, antara lain mencakup nilai tempat,
penjumlahan, dan pengurangan.

Anda mungkin juga menyukai