Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan
rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini adalah tugas yang diberikan dosen pengampuh mata kuliah
Teologi Agama-agama. Saya mengambil materi tentang “Agama Kong Hu Cu”.
Dalam makalah ini saya menjelaskan tentang sejarah dan Teologi Agama
tersebut. Saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
sebagai penyusun berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang akan dibuat di masa yang akan datang. Sekiranya apa yang
telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata –
kata yang kurang berkenan. Terima Kasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kong Hu Cu adalah filsuf besar dari Cina. Kong Hu Cu dikenal sebagai
filsuf karena banyak menulis buku-buku moral, sejarah kesusasteraan, dan
falsafah. Pada masa Confucius hidup, negaranya sedang mengalami
kekacauan. Kondisi social Cina pada masa itu menampilkan ketidakaturan,
degradasi, moral, dan intelektual. Menanggapi kondisi zamanya, pemikiran
Confucius terfokus kepada cara memecahkan masalah-masalah sosial yang
dihadapi oleh negaranya.
Namun dalam pengajarannya, ia jarang sekali mengaitkan dengan
ketuhanan, menolak perbincangan alam akhirat, dan mengelak tegas setiap
hal yang berhubungan dengan soal-soal metafisika. Ia lebih cenderung
mengarah kepada masalah-masalah moral politik dan pribadi serta tingkah
laku akhlak.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana salam dalam agama Kong Hu Cu ?
2. Apa sejarah terbentuknya agama dan pembawa ajaran agama Kong Hu
Cu ?
3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan agama Kong Hu Cu ?
4. Apa nama kitab-kitab suci dalam agama Kong Hu Cu ?
5. Bagaimana konsep ketuhanan dalam agama Kong Hu Cu ?
6. Bagaimana konsep keselamatan dalam agama Kong Hu Cu ?
7. Kapan saja hari-hari besar dalam agama Kong Hu Cu ?
8. Apa nama tempat suci atau tempat ibadah agama Kong Hu Cu ?
1
Jonar Situmorang. Mengenal Agama Manusia. (Yogyakarta: ANDI, 2017) h. 420.
iii
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui salam dalam agama Kong Hu Cu.
2. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya agama dan pembawa ajaran
Kong Hu Cu.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan agama Kong Hu
Cu di Indonesia.
4. Untuk mengetahui kitab suci agama Kong Hu Cu.
5. Untuk mengetahui konsep ketuhanan agama Kong Hu Cu.
6. Untuk mengetahui konsep keselamatan agama Kong Hu Cu.
7. Untuk mengetahui hari-hari besar agama Kong Hu Cu.
8. Untuk mengetahui tempat suci atau tempat ibadah agama Kong Hu Cu.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2
Di Akses pada laman, https://www.posbali.id/makna-salam-dan-sikap-bai/.
1
2. Sejarah terbentuknya agama dan pembawa ajaran Kong
Hu Cu
Kong Hu Cu dalam dialek Hokkian disebut dengan Ru Jiao atau Ji Kauw
yang berarti agama bagi umat yang lembut hati. Secara bahasa awalnya
agama ini bernama Ru jiao (教儒). Huruf Ru (儒) berasal dari kata (亻-人) ‘ren’
(orang) dan (需) ‘xu’ (perlu) sehingga berarti ‘yang diperlukan orang’,
sedangkan ‘Ru’ sendiri bermakna (柔) ‘Rou’ lembut budi-pekerti, penuh susila,
2
masehi s/d 551 sebelum masehi). bila dihitung dengan tahun sebelum
masehi.3
Sekitar abad 16 M, Matteo Richi, salah satu misionaris dari Italia melihat
bahwa diantara nabi-nabi dalam Ru Jiao, Nabi Khong Hu Cu lah yang terbesar.
Sejak saat itu istilah Confuciansm, Konfusianisme lebih populer dan di
indonesia dikenal sebagai Agama Khonghucu. Menurut kosa katanya sendiri,
Ru Jiao berarti agama yang mengutamakan kelembutan atau keharmonisan.
Di dalam Kitab Yangzi Fa diartikan sebagai Tong Tian Di Ren atau yang
menjalinkan Thian (Tuhan), Di (Alam, Bumi) dan Ren (Manusia). Agama
Khonghucu merupakan Agama Monoteis. Agama tersebut hanya mengenal
satu Tuhan, yakni dikenal dengan istilah THIAN (Tuhan Yang Maha Esa),
Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa ).
Nabi Kong Hu Cu merupakan tokoh penerus dan yang
menyempurnakan Ji Kau (Agama Khonghucu), bukan penciptanya. Jalan suci
Giau ( 2355 SM – 2255 SM) dan Sun (2255 SM- 2205 SM). Ji kau (Agama
Khonghucu) diturunkan Tuhan Yang Maha Esa dengan wahyu-wahyu yang
diterima para Nabi dan Raja Suci Purba. Dalam Ji Kau (Agama Khonghucu),
Nabi Khonghucu adalah Nabi besar terakhir yang telah menerima Wahyu
(Thian Sik) dan yang dipilihNya menjadi Bok Tok atau Genta RokhaniNya yang
memberitakan Firman Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia. Ia telah dijadikan
sebagai Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sing Jien atau Nabi utusan-Nya yang
meneruskan dan menyempurnakan ajaran suci dan sabda para Nabi.4
3
Lee Oei., Etika Konfusius dan Akhir Abad 20. (Solo: Matakin, 1991) h. 53.
4
Tjie Tjay Ing., Kitab Pengantar Membaca Susi. (Solo: Matakin, 1983) h. 9.
3
sesudahnya juga membawa sistem budaya dan agama Konfusianisme, yang
di Indonesia dikenal dengan sebutan agama Kong Hu Cu. Para perantau Cina
ini menyebar di beberapa kepulauan Nusantara, kemudian mendirikan
lembaga-lembaga agama seperti abu untuk menghormati arwah leluhur dan
kelenteng-kelenteng.
Pada zaman penjajahan, perkembangan agama Kong Hu Cu di
Indonesia ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi yang berusaha
untuk memajukan agama tersebut dikalangan para pemeluknya. Misalnya
pada tahun 1918 di Sala berdiri sebuah lembaga agama Kong Hu Cu yang
disebut Khong Kauw Hwee, yang pada tahun 1925 mendirikan suatu lembaga
pendidikan agama. Usaha untuk memajukan dan mempersatukan paham
Konfusius di Indonesia ini pada tahun-tahun berikutnya tetap giat dilakukan
melaui konperensi-konperensi yang disselenggarakan di beberapa kota,
seperti Sala, Yogyakarta, Bandung dan lain-lain. Tetapi, dengan meletusnya
Perang Dunia ke II dan masuknya balatentara Jepang ke Indonesia, kegiatan-
kegiatan Khong Kauw Hwee secara nasional menjadi praktis terhenti.5
Setelah kemerdekaan, lembaga-lembaga agama Konghucu yang pada
masa-masa sebelumnya hampir lumpuh mulai memperlihatkan keaktifannya
kembali. Pada tanggal 11-12 Desember 1954 di Sala diadakan konferensi
antar tokoh-tokoh Agama Khonghucu untuk membahas kemungkinan
ditegakkan kembali Lembaga Agama Khonghucu secara Nasional setelah
tidak ada kegiatan semenjak pecahnya perang dunia ke II dan masuknya
Jepang ke Indonesia. Akhirnya pada konferensi yang diselenggarakan di Sala
pada tanggal 16 April 1955 disepakati dibentuk kembali Lembaga Tertinggi
Agama Khonghucu Indonesia dengan memakai nama Perserikatan K’ung
Chiao Hui Indonesia yang diketuai Dr. Sardjono.
Pada masa Orde Baru adalah catatan sejarah terburuk bagi
perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pada masa itu terjadi
5
Alf Wasim., Agama-agama Dunia. (Yogyakarta: Hanindita, 1988) h. 229.
4
diskriminasi bagi penganut agama Khonghucu di Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1470/1978 yang pada intinya
mengungkapkan bahwa pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengaturan dalam Undang-
Undang ini sama dengan Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps. Tahun 1965
yang mengakui enam agama. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden
tersebut, secara tidak langsung telah menyingkirkan agama Khonghucu yang
pada sensus tahun 1976 penganutnya mencapai jumlah satu juta orang. Hal
tersebut di atas telah membuat beberapa hak asasi dari penganut agama
Khonghucu telah dilanggar. Kebebasan untuk memeluk agama, beribadah,
hak-hak sipil, banyak dilanggar dengan adanya Instruksi Presiden Nomor
1470/1978. Instruksi Presiden ini seakan telah menyingkirkan umat
Khonghucu. Hal ini masih diikuti beberapa pengaturan lain yang makin
mediskriminasikan umat Khonghucu.
Selama lebih dari 20 tahun umat Khonghucu terombang-ambing dengan
ketidakpastian. Akhirnya, pada masa reformasi, Presiden K.H. Abdurrahman
Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang
Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama,
Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Dengan adanya Keppres ini, umat
Khonghucu dapat menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan
agamnya tanpa rasa takut lagi. Kemudian pengakuan Khonghucu sebagai
agama membawa dampak yang amat banyak dalam perkembangan Hak Asasi
Mansia di Indonesia. Tidak hanya berhenti pada pengakuan agama saja
namun juga diperbolehkannya budaya Cina untuk dipelajari dan dipertunjukkan
di Indonesia. Berbagai pengakuan seperti pemberian hak-hak sipil dan
erpolitik, serta ekonomi sosial dan budaya yang pada masa sebelumnya tidak
pernah didapatkan oleh etnis Tionghoa, mulai didapatkan pada era reformasi
5
ini.6 Pada masa Orde Baru, sebelum diakui sebagai agama resmi, Kong Hu Cu
beribadah bersama dengan umat Tao dan umat Buddha di sebuah kelenteng.
Kelenteng adalah salah satu bangunan yang identik dengan etnis Tionghoa di
Indonesia.7
6
Di akses dari laman, https://wisnu.blog.uns.ac.id/2011/03/10/pengakuan-agama-khonghucu-di-
Indonesia/.
7
Ibid. Jonar Situmorang, h. 442-443.
8
Moh. Qosim Mathar., Sejarah,Teologi, Dan Etika Agama-agama. (Sleman: Pustaka Pelajar, 2003) h.
53.
6
King (Sejarah Zaman Chin Chiu). Kelima kitab ini merupakan kitab suci (Ngo
King) klasik yang sudah ada di abad sebelum Kongcu lahir. Kongcu lebih
berperan sebagai penghimpun, penyusun, dan penerus ajaran Raja Suci dan
Nabi Purba. Is bukan pencipta ajaran klasik Ji Kau, sebagaimana dinyatakan
dalam kitab Sabda Suci VII, 1. 2: “Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku
sangat menaruh percaya dan suka kepada yang kuno itu.” Dengan demikian
apa yang sekarang disebut ajaran Konghucu atau agama Konghucu (Ji Kau =
Ru Chiao) bukanlah ajaran yang ada dan lahir pada zaman Kongcu hidup,
tetapi sudah ada 2068 tahun sebelumnya. Kongcu berperan menghidupkan
kembali ajaran klasik.9
Kitab Ngo King sendiri diteliti dan dikodifikasikan pada abad ke-2 SM (2
abad setelah Kongcu wafat), yakni pada zaman Dinasti Han oleh seorang toloh
bernama Tang Tiong Su. Kemudian pada tahun 79 M diperiksa ulang untuk
menyamakan penafsiran Ngo King oleh musyawarah besar tokoh-tokoh
Konghucu yang hasilnya dibukukan dalam sebuah kitab Pik Hau Thong.
Secara substansial kitab-kitab suci tersebut merupakan sumber dari
ajaran Konghucu yang oleh pengikutnya dijadikan pedoman dan acuan dalam
pemikiran, tingkah laku, dan kepercayaan. Kitab suci dianggap sebagai wahyu
dari Thian (Tuhan) yang diturunkan kepada mereka yang dianggap sebagai
nabi. Kumpulan wahyu tersebut oleh para tokoh agamanya telah diteliti dan
dibukukan menjadi kitab suci. Apabila dikelompokkan, esensi kitab-kitab suci
tersebut di atas meliputi metafisika, etika, dan upacara peribadatan.10
Secara harafiah, kanon konfusianisme disebut sebagai “Empat Kitab
Lima Klassika” dan totalnya berjumlah Sembilan kitab. Dan dibagi atas dua
kelompok yaitu Sishu dan Wujing.
Sishu berisi Empat kitab yaitu :
a. Lun Yu, yang berisi kumpulan kata-kata bijaksana dari Konfusius yang
dikumpulkan oleh murid-muridnya.
9
Ibid. Moh.Qosim Mathar, h. 54.
10
Ibid. Moh.Qosim Mathar, h. 54.
7
b. Zhong Yong, yang berisi kumpulan doktrin ajaran dari Konfusius.
c. Da Xue, yang berisi perkataan-perkataan dari Konfusius yang ringkas.
d. Meng Zi, yang berisi percakapan antara Mensius dengan raja-raja
sezamannya.
11
Ibid. Jonar Situmorang, h. 427-428.
8
seksama mengatur segala makhluk didunia agar hidup dalam
berkecukupan.” (Shi Jing IV Wen Wang VII/I)”.
Istilah Tuhan banyak dijumpai dalam kitab Shu Jing dan Shi Jing,
bahkan beberapa kali diulang kata Thian dan Shang Ti, didalam kitab tersebut
istilah Thian dijumpai sebanyak 85 kali dan istilah Shang Ti dijumpai sebanyak
336 kali. Ini menunjukan bahwa umat Kong Hu Cu juga memiliki konsep
theistik. Mereka memiliki konsep Tuhan tersendiri yaitu, konsep Tuhan sebagai
suatu zat maha tinggi yang bisa mengatur kehidupan manusia dibumi ini atau
sebagai zat yang menciptakan adanya alam ini.12
Agama Kong Hu Cu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu
Tuhan, yang biasa disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shang Ti. Tuhan
dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan. Thian Li
adalah Tuhan Yang Maha Esa atau sesuatu yang absolut, yang mutlak dan
tidak dijadikan oleh siapa pun. Segala sesuatu yang ada dialam semesta ini
berjalan menurut hukum-hukumnya (Thian Li), istilah Thian Li ini sebenarnya
bersumber pada pada pengertian Thian yang mengalami penafsiran atau
perluasan pada masa Neo-Konfusianisme. Jadi Thian Li itu sendiri bukanlah
nama lain dari Thian. Akan tetapi dekat dengan pengertian firman Thian atau
hukum-hukum dan peraturan yang bersumber dari Thian. Thian Ming dapat
diartikan sebagai sesuatu yang telah dijadikan atau sesuatu yang telah terjadi.
Dan harus melakukan kebajikan, bila seseorang tidak menjalankan kebajikan
tersebut maka ia kehilangan amanat dan tugas, artinya gagal dalam kehidupan
ini, dan sebaliknya bila menjalankan atau mengembangkan maka ia dikatakan
sebagai manusia yang berhasil dalam kehidupannya, yaitu menjadi
keharmonisan dalam hidupnya.13
12
M. Ikhsan Tanggok., Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia. (Jakarta: Pelita
Kebajikan, 2005) h. 44.
13
Ibid. M. Ikhsan Tanggok, h. 48.
9
6. Konsep keselamatan agama Kong Hu Cu
Dalam ajaran Kong Hu Cu, banyak diajarkan untuk sembahyang untuk
memperoleh keselamatan, selain itu juga dengan agama lain diajarkan untuk
berbuat baik kepada semua makhluk.14
14
Di akses dari laman, https://ariefst.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keselamatan-dalam-berbagai-
agama.html?m=1.
10
8. Tempat suci agama Kong Hu Cu
Tempat suci atau tempat ibadah agama Kong Hu Cu adalah Bunbio
(Hokkian) atau Wenmiao (Mandarin), yaitu gedung ibadat yang khas atau
murni Kong Hu Cu yang tidak bersinkretisme dengan Taoisme dan Buddhisme,
dan untuk tempat ibadah Kong Hu Cu di Indonesia disebut atau dinamakan
Lithang.15
15
Ibid. Jonar Situmorang, h. 442.
11
BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
https://ariefst.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keselamatan-dalam-
berbagai-agama.html?m=1.
https://wisnu.blog.uns.ac.id/2011/03/10/pengakuan-agama-khonghucu-
di-Indonesia/.
https://www.posbali.id/makna-salam-dan-sikap-bai/.
Ing, Tjie Tjay. Kitab Pengantar Membaca Susi. Solo: Matakin, 1983.
Oei, Lee. Etika Konfusius dan Akhir Abad 20. Solo: Matakin, 1991.
2017.
13