Anda di halaman 1dari 7

Konsep

Ontologis, Epistemologis dan


Aksiologis
Dalam Ilmu Manajemen Perencanaan
( Richard David Neyte – Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Sorong Selatan)

Adapun filsafat mempelajari tiga pertanyaan dasar, yaitu (1.) ontologi yang bertanya tentang apa.
Pertanyaan apa tersebut merupakan pertanyaan dasar dari sesuatu. Sedangkan (2.) epistemologi
mengenalinya dengan menggunakan pertanyaan mengapa. Pertanyaan mengapa ini merupakan
kelanjutan dari mengetahui dasar dan pertanyaan mengapa merupakan kajian bagaimana cara
mengetahuinya tersebut. Sedangkan untuk (3.) aksiologi merupakan kelanjutan dari epistemologi dengan
menggunakan pertanyaan bagaimana. Pertanyaan bagaimana tersebut merupakan kelanjutan dari
setelah mengetahui dan cara mengetahuinya diteruskan dengan bagaimanakah sikap kita selanjutnya.
Menurut Imanuel Kant, sistematika dalam filsafat mencangkupi tiga pertanyaan: “apa yang dapat saya
ketahui”, “apa yang dapat saya harapkan”, dan “apa yang dapat saya lakukan”.

Kajian tentang ontologis, epistemologis dan dan aksiologis tentang manajemen perencanaan
perencanaan bertolak dari pertanyaan utama, yakni (1) apa hakikat gejala/objek manajemen
perencanaa; (2) bagaimana
cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek manajemen perencanaan; (3) apa manfaat
gejala/objek manajemen perencanaan.

A. KONSEP ONTOLOGIS ILMU MANAJEMEN PERENCANAAN

Ontologi dalam pengertian terminologisnya adalah kajian tentang hakikat segala sesuatu atau realitas
yang ada yang memiliki sifat universal, untuk memahami adanya eksistensi. Dalam kaitan dengan ilmu,
aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang
universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat dalam
setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya (Suja, 2012).

Secara umum, manajemen dapat diartikan sebagai pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan jalan menggerakan orang-orang untuk
bekerja. Manajemen selalu berkaitan dengan proses mengarahkan, mengkoordinasikan, dan
mempengaruhi operasional organisasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan, serta meningkatkan
performa organisasi secara keseluruhan. Pengertian ini menekankan bahwa lingkup tugas manajemen
adalah mengarahkan dan mengkoordinasikan seluruh anggota organisasi untuk melakukan sesuatu
sesuai kapasitasnya masing-masing untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut.

Tujuan dasar dari manajemen adalah untuk membuat beragam orang bekerja sama untuk tujuan yang
sama, berpijak pada nilai-nilai yang sama, struktur kerja yang sama, pelatihan yang sama,
dan perkembangan bersama yang diarahkan untuk menanggapi berbagai perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. (Drucker, 2001) Sampai sekarang tujuan itu masih sama. Namun yang berubah
sekarang adalah ukuran dan kualitas dari tata bisnis yang dilakukan. Dulu manajemen hanya berfokus
untuk mengatur sekumpulan orang yang tidak memiliki keahlian apapun, dan hanya bekerja untuk
tujuan-tujuan jangka pendek saja. Sekarang dan akan terus berkembang di masa depan, manajemen
digunakan untuk mengatur orang-orang yang memiliki pendidikan dan keahlian yang tinggi. Mereka
mengabdi tidak hanya untuk memenuhi tujuan-tujuan jangka pendek, tetapi untuk masa depan
kebudayaan manusia dan memiliki pengaruh yang sangat luas ke seluruh dunia. (Drucker, 2001)

Dalam kaitan dengan manajemen dalam prakteknya, Wattimena (2010) menguraikan pengandaian
ontologis dari praktek manajemen adalah hakekat dari praktek manajemen. Hakekat itu merupakan
“ada”-nya dari manajemen. Inilah esensi dari praktek manajemen. Tanpa hakekat ini praktek manajemen
menjadi tidak bermakna. Ontologi dari manajemen adalah jaringan komunikasi intensif antar individu
yang memiliki perbedaan keterampilan dan ilmu, namun bekerja untuk mewujudkan tujuan yang
sama. Jadi ontologi dari praktek manajemen adalah jaringan komunikasi yang saling bertautan satu sama
lain. Jaringan komunikasi itu tidak anonim, melainkan tertata dan mengarah pada tujuan yang jelas.
Jaringan komunikasi itu juga mengandaikan adanya tanggung jawab masing-masing individu
untuk berkomitmen pada tugas dan tujuan yang ada. Seperti yang juga diingatkan oleh Drucker, tujuan
bersama tersebut haruslah terus diingatkan dan dipastikan kembali. Tujuan itu haruslah menjadi bagian
dari identitas dan cita-cita bersama. Tanpa itu organisasi tidak lebih dari sebuah gerombolan.

Adapun perencanaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menghubungkan pengetahuan atau teknik
yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praksis ( praktik-praktik yang dilandasi teori ) dalam
perspektif kepentingan orang banyak atau public. Di dalam perencanaan, oleh karena berlandaskan
kaidah ilmah, senantiasa diizinkan terjadi perubahan-perubahan dalam rangka menuju atau mendekati
ide ( full idea ) yang lebih baik. Adapun sasarannya adalah tercapainya suatu kearifan hasil dari
pemikiran yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut masyarakat. Suatu perencanaan yang ideal
hendaknya memuat sifat-sifat perspektif, futuristik, dan antisipatif secara terintegrasi. Sifatnya yang lebih
meyukai perspektif adalah implikasi dari landasan teori yang digunakan. Bila perencanaan lebih bersifat
deskriptif maupun eksplanatif akan menimbulkan hambatan dan keterbatasan dalam penerapan
sehingga mengurangi validitasnya. Sifat futuristik memuat pesan bahwa perencanaan mampu
berhadapan dengan resiko-resiko dan ketidakmenentuan di masa yang akan dating. Sedangkan sifat
antisipatif lebih menunjukkan bahwa perencanaan harus mampu memfasilitasi dan menyelesaikan
berbagai fenomena yang dihadapi.

Secara epistemologi, Schoorl (1985) dalam Rakhmat (2013) mengatakan bahwa pada hakekatnya
perencanaan adalah proses dalam menyiapan seperangkat keputusan mengenai tindakan dikemudian
hari, yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan menggunakan cara-cara yang optimal. Dari
pendapat ini terkandung tujuh unsur yaitu : (1) ada kegiatan yang berjalan terus-menerus untuk
mencapai keputusan-keputusan tertentu, (2) biasanya institusi yang merencanakan dan melaksanakan
berbeda, (3) perencanaan mencakup bermacam-macam keputusan tentang kegiatan yang berbeda-beda,
(4) menetapkan keputusan mengenai suatu tindakan, (5) masih ada ketidakpastian mengenai
kemungkinan dan cara-caranya untuk mencapai tujuan dimaksud, (6) perencanaan itu ditujukan untuk
mencapai tujuan, dan (7) cara-cara itu harus diseleksi secara rasional, agar tujuan yang telah ditetapkan
dapat dicapai dengan sebaik-baiknya (Rakhmat, 2013).
Dengan demikian hakikat yang ditelaah oleh Ilmu Manajemen Perencanaan adalah :
a. Upaya dalam rangka menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke
dalam praksis (praktek-praktek yang dilandasi teori) manajemen perencanaan dalam perspektif
kepentingan orang banyak atau publik.
b. Karena perencanaan memiliki dimensi ruang dan waktu, maka pada hakikatnya manajemen perencanaan
memiliki sifat-sifat futuristik dan antisipatif. Manajemen perencanaan dalam dimensi ruang dan waktu
berarti perencanaan menelaah fenomena masa lalu di masa sekarang demi kepentingan perbaikan di
masa depan serta distribusinya secara spasial.
c. Proses perencanaan harus mempertimbangkan modal sosial ( social capital) dan sumberdaya bersama
(common pool resources). Hal mendasar dalam manajemen perencanaan adalah haruslah dilakukan
untuk pembangunan manusia secara berkelanjutan. Pembangunan manusia secara berkelanjutan berarti
haruslah dimaknai dengan kinerja sosial budaya masyarakat yang selaras dengan kelestarian
lingkungannya.
B. KONSEP EPISTEMOLOGIS ILMU MANAJEMEN PERENCANAAN

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “ episteme “ dan “logos”. Episteme artinya “pengetahuan
atau knowledge”, dan logos artinya “teori”. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai teori
pengetahuan. Epistemologi memepersoalkan kebenaran pengetahuan. Pernyataan tentang kebenaran
diperlukan susunan yang tepat. Kebenaran pengetahuan disebut memenuhi syarat-syarat epistemologi
karena juga tepat susunannya, atau yang disebut logis.

Objek material epistemologi adalah pengetahuan sedangkan obyek formalnya adalah hakikat
pengetahuan. Oleh karena persoalan-persoalan yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah :
asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan
dengan keniscayaan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran, skeptisisme, dan bentuk
perubahan pengetahuan yang berasal dari konseptualisme baru mengenai dunia. Epistemologi adalah
hakikat ketepatan susunan berpikir yang secara tepat pula digunakan untuk masalah-masalah yang
bersangkutan dengan maksud menemukan kebenaran isi pernyataannya. Isi pernyataan ini adalah
sesuatu yang ingin diketahui. Epistemologi disebut atau bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga
pengertiannya untuk sebahagian orang sama saja dengan filsafat ilmu. Epistemologi secara rinci terdapat
perbincangan mengenai dasar, batas dan obyek pengetahuan (Prasetia, 2013)

Hidayat (2013), menjelaskan pengertian epistemologis sebagai cara atau metode untuk memperoleh
pengetahuan atau menggambarkan cara bekerjanya penelitian untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Epistemologi sangat dibutuhkan dalam hal untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena menunjukkan
proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan tujuan tersebut. Lebih jauh Hidayat (2013)
menjabarkan metode untuk memperoleh pengetahuan sebagai berikut :
1. Empirisme oleh Hume
2. Rasionalisme oleh Hume
3. Fenomenalisme oleh Kant
4. Intuisionisme
5. Metode Ilmiah
Dalam konteks ilmu manajemen perencanaan, epistemologis dapat berarti membahas sejarah dan
perkembangan ilmu manajemen perencanaan serta bagaimana ilmu manajemen perencanaan berproses,
dengan demikian pada hakikatnya pertanyaan-pertanyan filsafat epistemologis adalah pertanyaan-
pertanyaan metodologis.
Dalam perkembangannya, ilmu manajemen perencanaan sebagai bagian dari ilmu manajemen telah
berkembang secara progresif bersamaan dengan berkembangnya ilmu ekonomi pada abad 19. Adam
Smith dan John Stuart Mill memberikan teori teori pengaturan sumber daya| pengaturan sumber
daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli
Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti Penetapan standar,
prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya,penukaran bahan, dan perencanaan kerja. Pada pertengahan
abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia
dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja . Pada akhir abad
19, Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori
manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan
berdasarkan sains.
Teori pertama tentang manajemen yang lengkap muncul sekitar tahun 1920. Orang seperti Henry Fayol
dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi”
(Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman
dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen.
Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan
lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan
sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.
Wilson (1974) dalam Warpani (1980) membagi proses perencanaan dalam tiga kegiatan yaitu : analisis,
rancangan dan penyusunan kebijaksanaan.

C. KONSEP AKSIOLOGIS ILMU MANAJEMEN PERENCANAAN

Aksiologi berasal dari kata “axios” dan “logos”. Axios artinya “nilai atau sesuatu yang
berharga”, logos artinya “teori”, maka arti dari aksiologi adalah teori nilai. Aksiologi membahas masalah
nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai. Plato menjelaskan bahwa idea
tentang kebaikan atau yang lebih dikenal dengan Summum Bonum (kebaikan tertinggi).

Dalam penilaiannya, terdapat dua bidang yang paling popular, yakni yang bersangkutan dengan tingkat
laku dan keadaan atau tanpilan fisik. Dengan demikian, aksiologi dibagi dalam dua jenis yaitu : etika dan
estetika.
1. Etika atau moral adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas perbuatan dari sudut baik dan
jahat. Adapun permasalahannya adalah bahwa yang dimaksud dengan yang jahat disini adalah
perbuatan-perbuatan yang akan merendahkan atau merusak kualitas kehidupan orang lain.
2. Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah atau
jelek. Secara umum estetika disebut sebagai kajian filsafat mengenai apa yang membuat rasa senang.
Secara visual dan imajinasi, estetika disebut kajian mengenai keindahan atau teori tentang cita rasa dan
kritik dalam kesenian kreatif serta pementasan.

Dalam konteks perencanaan pembangunan, perencanaan pembangunan merupakan fungsi utama dari
manajemen pembangunan. Perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah usaha yang secara sadar,
terorganisir, dan terus-menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan merupakan penerapan yang rasional dari pengetahuan
manusia terhadap proses pencapaiian keputusan yang berperan sebagai dasar perilaku manusia
(Rakhmat, 2013). Perencanaan pembangunan adalah upaya sadar untuk melakukan fungsi perencanaan
dalam pembangunan, yang mencakup tugas-tugas berikut (Bryant dan White, 1987) :
1. Mengumpulkan dan menaksir indikator-indikator agregat bagi kondisi-kondisi sosial ekonomi suatu
negara.
2. Mengumulkan dan menaksir data sektor-sektor penting dalam perekonomian negara.
3. Mengidentifikasi hubungan-hubungan antara sektor-sektor dalam rangka menunjukkan secara jelas
bidang-bidang kegiatan yang esensial untuk persoalan-persoalan yang penting.
4. Menunjukkan secara jelas pendekatan-pendekatan alternatif kearah pembenahan masalah yang
mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan dan masalah-masalah yang mempengaruhi sektor
tertentu.
5. Mengidentifikasi implikasi pendekatan-pendekatan alternatif itu terhadap alokasi.
6. Melakukan identifikasi alternatif beserta penjelasannya yang rinci kepada pembuat keputusan.
7. Menyusun tindak lanjut bagi keputusan-keputusan yang diambil pada pembahasan perencanaan yang
berlangsung sebelumnya.
8. Secara berkelanjutan memantau indikator-indikator kesejahteraan ekonomi dan sosial dan indikator-
indikator hubungan sektoral.
9. Melaksanakan evaluasi dan memastikan bahwa hasil-hasil yang telah dicapai tercakup dalam
perencanaan-perencanaan dan pembahasan kebijakan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aidilah Suja, 2012., Ontologi Ilmu Pengetahuan, (http://filsafat.kompasiana.com/2012/12/09/ontologi-ilmu-
pengetahuan-515263.html, diakses, 17 November 2013)
Drucker, P. 2001., The Essential Drucker. HarperCollins Publisher, New York.
Hidayat, W, Ratnawati, T. 2013. Filsafat Ilmu dan Logika Sains. Penerbit Laros, Sidoarjo.
Indra, P., 2013. Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Sebagai Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, http://www.matematika-umsu.web.id/2013/04/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html,
diakses 17 November 2013).
Rakhmat, 2013. Dimensi Strategis Manajemen Pembangunan. Graha Ilmu, Jakarta.
Romeizasya, 2013. Perkembangan Teori Perecanaan, (http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=107706,
diakses tanggal 28 Oktober 2013)
Rustiadi,E., Saefulhakim, S.,Panuju,D., 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Suriasumantri, J., 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Warpani, S. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Penerbit ITB Bandung
Wattimena, A., 2010. Filsafat dan Manajemen Bisnis, Dua Sisi Dari Satu Koin Yang
Sama (http://rumahfilsafat.com/2010/07/06/filsafat-dan-manajemen-bisnis-dua-sisi-dari-satu-koin-yang-
sama/, diakses 17 November 2013)

Anda mungkin juga menyukai