Anda di halaman 1dari 29

Makalah Kasus 1

Etika Profesi

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Benazir Nabila P23131017004


2. Chadijah Chairun Nissa R P23131017005
3. Dini Salamatul Ula P23131017009
4. Farah Alya Rieza P23131017011
5. Hani Pratiwi P23131017013
6. Imas Sartika. P23131017015
7. Novi Ayu R P23131017024
8. Novia Kusuma W P23131017025
9. Pangastuti Nurmadila P231310170
10. Ratu Mutiara J F P23131017029
11. Ummu Khabibah P231310170
12. Zulfah Mumtazah P2313017037

Program Studi: D-III/2A

Dosen Pembimbing : Nur`aini Susilo Rochani, S.K.M., M.Sc.

JURUSAN GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II


TUGAS MASING-MASING MAHASISWA :

 Persyaratan ICU ( Ratu Mutiara & Hani Pratiwi)


 Syarat Pasien yang dirujuk ke ICU (Ratu Mutiara & Hani Pratiwi)
 Pasien yang diberikan NPO itu yang seperti apa ? ( Novia Kusuma Wardani )
 Apa itu 30% Kebutuhan ?Apakah menjadi masalah ? Cara mencapai target 100%
seperti apa ? ( Novi Ayu Rusmayanti)
 NPO itu apa ? Syarat Klien yang diberikan NPO itu seperti apa ? (Pangastuti Nurma
dilla )
 Gejala dari overfeeding , Cirinya seperti apa ( Benazir Nabila )
 Komite Tim medis itu apa ? bagaimana cara menjaga profesionalisme Tim komite
medis? ( novia kusuma )
 Overfeeding kenapa bisa fatal ? ( benazir nabila & Zulfa muntazah)
 Pemberian NGT itu siapa yang bertanggung jawab ( Novi Ayu Rusmayanti )
 Management ICU seperti apa ? ( Ratu & hani )
 Bagaimana cara menggunakan NGT ? ( FARAH ALYA & Zulfa mumtazah)
 Management pergantian wewenang kerja ahli gizi? ( Dini Salamatul )
 Tugas – tugas Tim Komite medis ( Chadijah chaerunnisa )
 Tim komite medis itu apa ?( chadijah )
 Sanksi dari adanya kesalahan pada saat kerja di tenaga kesehatan RS ? ( Imas Sartika
& Zulfa mumtazah)
 Siapakah yang meberikan sanksi tersebut ? ( imas sartika )
 SOP NGT itu seperti apa ? ( Ummu khabibah )
Catatan : semua anggota kelompok mengerjakan power point dengan bersama &
makalah ada pembagian tugas.
Kasus 1

Seorang Dietisien yang bekerja disuatu runah sakit bekerja diruang perawatan intensif
( Intensif Care Unit = ICU ) , memberikan preskripsi makan pasien yang dirawat dengan
makanan sonde (Enteral) lewat Naso Gastric Tube (NGT) disebabkan pasien tersebut asupan
makannanya hanya 30% dari kebutuhan dan pasien tidak dapat diberikan makanan per-roral
(NPO). Dietisien tersebut menyiapkan sedian makanan enteral bentuk bubuk untuk 5-6 kali
pemberian dengan pencairan 1500 cc air matang perhari. Pencairan makanan tersebut biasanya
dilakukan oleh pramusaji atas pengawasan dientisien ruangan dan pemberiannya dilakukan
oleh perawat.
Pada hari kedua perawatan, dientisien tersebut izin tidak masuk bekerja karena anaknya
yang berusia 2 tahun menderita demam dirumah. karena izinnya mendadak dietisien pengganti
baru masuk menggantikan di ruang ICU di siang hari menjelang waktu pulang kerja, dan
makanan enteral sudah dicairkan oleh pramusaji unruk sediaan makan sore atau malam.
Karena pramusaji dianggap sudah biasa melakukan pencairan makan enteral, Dietesien
pengganti tidak melakukan pengecekkan secara saksama komposisi dan prosedur pencairan
makanan enteral tersebut.
Pada hari ketiga perawatan pasien yang dirawat di ICU tersebut meninggal dunia dan
dokter menyatakan pasien tersebut meninggal karena overfeeding. Sesuai prosedur tim komite
medis di rumah sakit tersebut melakukan investigasi apakah meninggalnya pasien akibat mal
praktik atau tidak. Ternyata dari hasil investigasi diketahui bahwa dietesien pengganti tidak
melakukan pengecekkan sehingga sediaan makanan enteral yang disiapkan pramusaji melebihi
kebutuhan pasien, dan perawat memberikan makanan NGT pada pasien sesuai jumlah sediaan
yang ada waktu itu, dan akhirnya berakibat fatal.

Daftar Unclear Term


1. Intensif Care Unit (ICU)
2. Naso Gastric Tube (NGT)
3. 30% dari kebutuhan
4. Pe-Roral (NPO)
5. Overfeeding
6. Tim Komite Medis Di Rumah Sakit
7. Fatal
Jawaban:

I. Ruang ICU
Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan khusus yang disediakan rumah sakit
untuk merawat pasien dengan dengan penyakit atau cedera serius. Untuk membantu
memulihkan kondisi pasien, ruang ICU dilengkapi dengan peralatan medis khusus.

 Persyaratan ruang ICU :


1. Letaknya berdekatan dengan area unit bedah atau berada dalam satu zona Medik
Sentral serta mempunyai hubungan langsung dengan radiologi, IGD, laboratorium,
dan istalasi rawat inap.
2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan kedap getaran.
3. Temperatur ruang harus terjaga.
4. Prinsip bebas kuman yang tidak terdapat pada sudut-sudut ruangan.
5. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, berwarna
terang.
6. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang.
7. Terisolasi dan mempunyai standar tertentu mengenai :

a. AC
b. Bahaya api
c. Pipa air
d. Ventilasi
e. Komunikasi
f. Kabel monitor
g. Harus tersedia pengatur kelembaban udara
8. Masing-masing area tempat tidur pasien akan mempunyai ketetapan untuk privasi
visual dari pengamatan pasien dan pengunjung lain.
9. Fasilitas panggilan pelayanan staf harus tersedia pada setiap tempat tidur untuk
penanganan cepat.

 Syarat - Syarat Ruang Icu


1. Letaknya di sentral RS dan dekat dengan kamar bedah serta kamar pulih sadar (
Recovery Room)
2. Suhu ruangan diusahakan 22-25ᵒC, nyaman , energi tidak banyak keluar.
3. Ruangan tertutup & tidak terkontaminasi dari luar
4. Merupakan ruangan aseptic & ruangan antiseptic dengan dibatasi kaca- kaca.
5. Kapasitas tempat tidur dilengkapi alat-alat khusus
6. Tempat tidur harus yang beroda dan dapat diubah dengan segala posisi
7. Petugas maupun pengunjung memakai pakaian khusus bila memasuki ruangan
isolasi.
8. Tempat dokter & perawat harus sedemikian rupa sehingga mudah untuk
mengobservasi pasien.

 Sarana & Prasarana yang harus ada di ICU


1. Lokasi : satu komplek dengan kamar bedah & Recovery Room
2. RS dengan jumlah pasien lebih 100 orang sedangkan untuk R.ICU antara 1-2 % dari
jumlah pasien secara keseluruhan.
3. Bangunan : terisolasi dilengkapi dengan : pasienmonitor, alat komunikasi,
ventilator, AC, pipa air, exhousefan untuk mengeluarkan udara, lantai mudah
dibersihkan, keras dan rata, tempat cuci tangan yang dapat dibuka dengan siku &
tangan, v pengering setelah cuci tangan
4. R.Dokter & R. Perawat
5. R.Tempat buang kotoran
6. R. tempat penyimpanan barang & obat
7. R. tunggu keluarga pasien
8. R. pencucian alat Dapur
9. Pengering setelah cuci tangan R.Dokter & R. Perawat
10. R.Tempat buang kotoran
11. R. tempat penyimpanan barang & obat
12. Sumber air Sumber listrik cadangan/ generator, emergency lamp Sumber O2 sentral
Suction sentral Almari alat tenun & obat, instrument dan alat kesehatan Almari
pendingin (kulkas) Laborat kecil
13. Alat –alat penunjang a.l.: Ventilator, Nabulaizer, Jacksion Reese, Monitor ECG,
tensimeter mobile, Resusitato, Defibrilator, Termometer electric dan manual, Infus
pump, Syring pump,O2 transport, CVP, Standart infuse, Trolly Emergency,Papan
resusitasi,Matras anti decubitus, ICU kid, Alat SPO2, Suction continous pump dll.

 Pasien yang masuk ruang ICU seperti apa?


Kapan seorang pasien harus dirawat di ruang ICU tidak bisa diprediksi. Namun pada
banyak kasus yang terjadi, pasien perlu dirujuk ke ruang ICU karena kondisi kesehatannya
tiba-tiba memburuk atau mengalami gangguan fungsi organ tubuh. Misalnya, mereka tidak
bisa bernapas dengan baik karena paru-parunya bermasalah. Selain itu ada beberapa
kondisi lain yang membuat pasien harus masuk ruang ICU, antara lain:
1. Kecelakaan parah, misalnya mengalami luka bakar atau cedera parah di kepala.
2. Perawatan untuk memulihkan kondisi pasien setelah menjalani operasi.
3. Infeksi parah, seperti pneumonia atau sepsis.
4. Serangan jantung, stroke atau gagal ginjal.
Menurut dr Riviq, berikut beberapa indikasi pasien masuk ICU:
1. Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus-menerus.
Contohnya pasien gagal napas berat, pasca bedah jantung terbuka, shock septik.
2. Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif atau non invasive sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi. Contoh pasien pasca bedah besar
dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-komplikasi
akut, sekalipun manfaat ICU ini sedikit. Contoh pasien dengan tumor ganas
metastasis dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung, sumbatan jalan napas.

 INDIKASI MASUK ICU


1. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan
agresif seperti Gangguan atau gagal nafas akut , Gangguan atau gagal sirkulasi,
Gangguan atau gagal susunan syaraf , Gangguan atau gagal ginjal .
2. Prioritas 2
Pemantauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital Misalnya Observasi intensif
pasca bedah operasi : post trepanasi, post open heart, post laparatomy dengan
komplikasi, Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil , dan
Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.
3. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk
penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife
Intubasi atau Resusitasi Kardio Pulmoner. NB : Pasien prioritas 1 harus didahulukan
dari pada prioritas 2 dan 3.

 Managemen ICU :
1. Kepala ICU
Kepala ICU bertanggungjawab atas pelayanan yang dilakukan bersama profesi
terkait baik yang menjadi penanggungjawab pasien sebelum dirujuk ke ICU
maupun bersama profesi yang memberi konsultasi dan atau yang ikut melakukan
perawatan/terapi. Kepala ICU sebaiknya seorang yang telah mendalami
spesialisasi anestesiologi, ilmu penyakit dalam, bedah , ilmu kesehatan anak atau
bagian lain dan pernah menjalani pelatihan dan pendidikan formal di bidang
kedokteran perawatan intensif.
2. Staff Medis
Staff medis bertugas melaksanakan dan mengkoordinir rencana perawatan/terapi
bersama dokter yang memasukkan pasien dan konsultan lain, serta menampung dan
menyimpulkan opini yang berbeda dari konsultan-konsultan tersebut sehingga tercapai
pelayanan dan pendekatan yang terkoordinir pada pasien dan keluarga. Untuk tujuan
tersebut mereka perlu mengatur visite harian untuk memberitahukan rencana terapi
dan perawatan. Pada acara ini semua staf sebaiknya dilibatkan.

 Setiap dokter dan perawat yang bekerja di ICU wajib untuk :


1. Memperdalam pengetahuannya dengan mengikuti perkembangan ilmu dari
kepustakaan, seminar, lokakarya dsb.
2. Secara berkala mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan/pendidikan
keperawatan dalam bidang intensive care.

 Untuk staf keperawatan dalam ruang ICU terdiri atas :


1. Kepala Perawat
Kepala perawat ICU adalah Perawat anestesi (D III atau sederajat) atau perawat
yang telah mendapat pelatihan dan pendidikan di bidang perawatan atau terapi
intensif sekurang- kurangnya 6 bulan atau perawat yang telah membantu
pelayanan di ICU minimal 1 tahun. Dalam menjalankan tugasnya kepala
perawat dibantu oleh seorang wakil kepala perawat yang sewaktu-waktu bisa
menggantikannya. Kepala perawat harus mampu menjaga kelangsungan
pendidikan bagi staf perawat. Kepala perawat dan wakilnya sebaiknya tidak
dilibatkan dalam aktivitas keperawatan rutin.
2. Staf Perawat.
Perawat ruang intensif adalah perawat yang telah mendapat pelatihan dan
pendidikan di bidang perawatan atau terapi intensif sekurang-kurangnya 6 bulan
atau perawat yang telah bekerja pada pelayanan di ICU minimal 1 tahun. Setiap
perawat yang bertugas di ICU harus memiliki kualifikasi tertentu, memahami
fungsi ICU ,tata kerja dan peralatan yang digunakan untuk menjaga mutu
pelayanan, mencegah timbulnya penyulit dan mencegah kerusakan pada alat-alat
canggih/mahal.
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah (rasio jumlah perawat terhadap pasien)
adalah Ideal= 1:1 , Optimal = 1:2, Minimal = 1:3. Pelayanan perawatan
dilaksanakan 24 jam terus-menerus dan pengaturan tenaganya dibagi dalam 3
shift jaga. Pada setiap shift ditunjuk perawat penanggungjawab dan dilakukan
serah terima pasien. Untuk setiap penderita sebaiknya ditunjuk seorang
perawat yang bertanggungjawab mengenai perawatan, penyediaan alat-alat medik
dan obat-obatan. Perawat yang sedang menjalani pelatihan bidang perawatan
intensif dan keperawatan gawat darurat harus dilatih dan di bawah pengawasan
staf perawat terlatih. Mereka tidak dapat penuh menggantikan staf perawat
reguler.
3. Ahli Fisioterapi.
Untuk setiap 12 tempat tidur harus tersedia seorang ahli fisioterapi yang bekerja 7
hari dalam seminggu.
4. Ahli Radiologi
Ahli radiologi sebaiknya dapat dihubungi setiap waktu dalam 24 jam. Interpretasi
hasil pemeriksaan oleh radiolog harus tersedia setiap waktu.
5. Ahli Gizi.
Harus dapat dihubungi setiap waktu selama jam kerja normal.
6. Tenaga analis obat.
ICU sebaiknya mempunyai seorang analis yang tugasnya memeriksa pengadaan
obat.
7. Ahli Teknik.
Perawatan kalibrasi dan perbaikan peralatan teknis di bagian ini perlu ditangani
dengan cermat.oleh seorang ahli tehnik, yang tersedia 24 jam.
8. Tenaga Administrasi.
Untuk setiap 6 tempat tidur sebaiknya disediakan seorang tenaga
administrasi yang mengurusi administrasi pasien, dokumen medis, laboratorium
dan lain-lain.
9. Tenaga Kebersihan.
Di ICU sebaiknya tersedia grup bagian kebersihan yang khusus. Mereka perlu
mengetahui protokol pencegahan infeksi dan bahaya dari peralatan medis.

 Alat-alat Medis yang Ada di Ruang ICU :


Bagi sebagian orang, ruang ICU terasa sangat menakutkan karena di dalamnya
terdapat banyak peralatan medis yang terhubung dengan pasien. Meski begitu,
peralatan medis tersebut sangat membantu menstabilkan kondisi pasien. Peralatan
medis yang terdapat di dalam ruang ICU antara lain:
1. Monitor
Monitor akan menampilkan grafis tentang kinerja organ tubuh, misalnya detak
jantung, kadar oksigen di dalam darah, atau tekanan darah.
2. Ventilator
Alat ini dapat membantu pasien bernapas. Alat ini dihubungkan dengan selang
yang bisa dimasukkan lewat hidung, mulut, atau tenggorokan.
3. Kateter
Kateter akan membuang kotoran dan urine dari dalam tubuh pasien. Kateter
dimasukkan ke dalam tubuh pasien dalam bentuk selang.
4. Selang makanan
Guna menyuplai makanan dan nutrisi ke dalam tubuh pasien. Biasanya alat ini
dihubungkan ke hidung menuju lambung.
5. Infus
Berfungsi untuk menyalurkan cairan, nutrisi, serta obat-obatan yang dimasukkan
melalui pembuluh darah vena.
Kebanyakan peralatan medis beroperasi tanpa henti selama pasien di ruang
ICU. Umumnya peralatan medis itu juga akan menimbulkan suara yang nyaring
jika kondisi pasien mengalami perubahan/perburukan kondisi. Dengan begitu,
perawat bisa segera memeriksa kondisi pasien dan mengambil tindakan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
Sejumlah peralatan medis ini dibutuhkan untuk membantu pasien untuk
tetap bertahan hidup dan membantu agar kondisinya bisa segera pulih. Meski
memiliki sejumlah manfaat, peralatan medis ini juga bisa meningkatkan risiko
terjadinya infeksi di dalam tubuh. Oleh karena itu, pasien selalu dalam pengawasan
perawat selama 24 jam.
Selama berada di ruang ICU, pasien akan diberikan obat pereda rasa sakit
dan obat sedatif untuk membuat pasien tertidur. Hal ini dilakukan agar pasien tidak
terganggu dengan suara dan keberadaan peralatan medis di ruang ICU.

II. Naso Gastric Tube (NGT)


 Indikasi pemasangan NGT
1. Klien dengan kesulitan menelan
2. Pasien tidak sadar/koma
3. Keracunan
4. Adanya gangguan/masalah pada sistem pencernaan atas
 Kontraindikasi pemasangan NGT
1. Klien dengan cedera cerebrospinal
2. Pada klien yang mengalami tumor di rongga hidung hingga esopagus
 Tujuan pemasangan NGT
1. Sebagai alternatif dalam memberikan makanan berupa cairan ataupun obat-
obatan
2. Mengirigasi atau mengeluarkan isi lambung karena keracunan/perdarahan
3. Mengurangi respon mual muntah
4. Sebagai alternatif pengambilan spesimen di lambung
 Komplikasi pemasangan NGT
1. Jika selang NGT atau sonde memasukkannya ke duodenum atau jejunum dapat
menyebabkan diare
2. Dapat menyebabkan kesulitan bernapas hingga aspirasi
 Jenis-jenis NGT
1. NGT yang berbahan karet
2. NGT yang berbahan plastik
3. NGT yang berbahan dari silicon
 Ukuran NGT
1. Untuk ukuran NGT dewasa biasanya menggunakan nomor 14-20
2. Untuk ukuran NGT anak-anak menggunakan nomor 8-16
3. Untuk ukuran NGT bayi yaitu 5-7
 Alat-alat yang diperlukan
1. Selang NGT sesuai ukuran yang dipakai
2. Jelly NGT
3. Near baken/bengkok
4. Plester
5. Guntung plester
6. Kapas alkohol
7. Klem
8. Pinset anatomis
9. Hand scoon
10. Stetoskop
11. Spuit 10cc disesuaikan
12. Penlight
13. Handuk/pengalas
 Prosedur Pemasangan NGT
1. Salam, perkenalkan diri, jelaskan TWT (tempat, waktu dan topik) dalam melakukan
tindakan NGT.
2. Inform consent, cuci tangan.
3. Pasang sampiran, pasang handuk, pakai hand scoon. Bersihkan dahulu sekitar hidung
dan lubang hidung dengan kapas alkohol.
4. Siapkan selang NGT lalu ukur terlebih dahulu dari ubun-ubun sampai menuju lambung
atau bisa diukur dari telinga lalu batas diklem.
5. Oleskan jelly pada selang NGT, lalu masukkan NGT dengan pinset sambil
menginstruksikan klien untuk menelan agar membantu masuknya selang menuju
kerongkongan atau esofagus terus menuju lambung sesuai dengan yang kita ukur
sebelumnya.
6. Lalu divalidasi apakah benar selang NGT sudah masuk ke lambung dengan cara
menggunakan stetoskop dan spuit. Pakai stetoskop lalu tempelkan ke daerah perut
sedangkan spuit dimasukkan ke selang NGT sambil disemprotkan udara yang ada di
spuit lalu dengarkan dengan stetoskop.
7. Bisa juga dengan masukkan ujung selang NGT ke mangkuk yang sudah berisi air jika
benar masuk ke lambung maka tidak mengeluarkan gelembung udara. Jika
mengeluarkan gelembung udarah selang NGT masuk ke paru-paru.
8. Selanjutnya fiksasi selang NGT dengan plester di bagian hidung agar selang NGT tidak
keluar.
9. Tutup ujung selang NGT.
10. Evaluasi subjektif (respon klien) dan objektif (NGT sudah terpasang).
11. RTL (menginstruksikan klien jangan sering menggaruk-garuk hidungnya karena dapat
menyebabkan fiksasi selang NGT rusak.
12. Kontrak selanjutnya (TWT) tempat, waktu dan topik yang akan dilakukan selanjutnya.
13. Rapihkan pasien dan rapihkan alat.

 Cara memasukkan makanan melalui selang NGT


1. Siapkan spuit ukuran besar yaitu 50 cc.
2. Siapkan makanan berupa cairan seperti susu, jus atau makanan olahan lainnya.
3. Tempatkan handuk di dada klien dan siapkan bengkok.
4. Masukkan spuit tadi ke ujung selang NGT, sebelumnya pendorong spuit dilepas terlebih
dahulu lalu tuangkan makanan cair tersebut ke spuit tunggu secara perlahan biarkan
makanan mengalir ke selang hingga habis dan lanjutkan kembali.
5. Apabila ingin memasukkan jenis makanan yang berbeda diharapkan spuit dicuci
terlebih dahulu dengan aquabides. Jika sudah selesai dalam pemberian makan aliri spuit
dengan air menuju selang NGT agar selang dan spuit bersih.
6. Rapihkan pasien dan rapihkan alat.

 Catatan Penting :
Perlu diketahui saat kita melakukan tindakan keperawatan memasukkan NGT jika pasien
dalam keadaan terengah-engah dan kesulitan bernapas serta timbul sianosis sebaiknya NGT
perlahan dikeluarkan karena bisa jadi itu disebabkan NGT yang masuk ke paru.

III. 30% dari kebutuhan


Kebutuhan Gizi adalah Banyaknya energi dan zat gizi minimal yang
dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan hidupnya serta melakukan berbagai
kegiatan selama 24 jam untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Secara garis
besar yang dimaksud dengan kebutuhan gizi adalah jumlah zat gizi minimal yang
diperlukan seseorang untuk hidup sehat.
Kecukupan Gizi adalah umlah energi dan zat gizi yang hendaknya dikonsumsi
setiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal rata-rata orang
sehat menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi energi.
Secara garis besar yang dimaksud dengan kecukupan gizi adalah jumlah zat gizi
yang diperlukan seseorang atau rata-rata kelompok orang agar hampir semua orang
(97,5% populasi) dapat hidup sehat.
30 % kebutuhan artinya dimana energi dan zat gizi lain yang terdapat pada tubuh
kita , tidak adekuat (tidak sesuai dengan seharusnya bisa lebih atau kurang ).
Hal-hal yang mempengaruhi asupan tidak adekuat :
 Malnutrisi ( kekirangan gizi)
 Penyakit infeksi yang diderita individu
 Bentuk makanan yang tidak disuka oleh seorang pasien
 Keluhan yang dirasakan pasien
 Terlalu lama dirawat dirumah sakit , juga akan berdampak pada penurunan
asupan pasien
Berikut merupakan standar kebutuhan & kecukupan gizi per individu :
Cut off dari Depkes, tahun 1990

 a. > 100 : Baik

 b. 80 - 90 % : Sedang

 c. 70 - 79% : Kurang

 d. < 70% : Defisit

Cut off dari Depkes, tahun 1996

 a. > 120 : Lebih

 b. 90 - 120 % : Normal

 c. 80 - 89% : Defisit tingkat ringan

 d. 70 - 79% : Defisit tingkat sedang

 e. <70 : Defisit tingkat berat

Survei Diet Total, 2014

a. Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi

 1) <70% : Minimal atau sangat kurang

 2) 70 - <100% : Kurang

 3) 100 - < 130 % : Sesuai atau normal

 4) > 130% : Lebih

b. Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein

 1) <80% : Minimal atau sangat kurang

 2) 80 - <100% : Kurang

 3) 100 - < 120 % : Sesuai atau normal

 4) > 120% : Lebih

Hal – hal yang harus dilakukan untuk mencapai asupan yang adekuat :
1. Mengurangi keluhan pasien
2. Mengembalikan staus gizi normla
3. Memberikan makanan dengan porsi yang mampu dikonsumsi pasien
4. PKTS ( Porsi Kecil Tapi Sering )
5. Makan dengan frekuensi 3x Utama disertai 2x Selingan
IV. Pe-Roral (NPO)
 Nil per os / Nothing Per Oral ( npo atau NPO ) atau Tidak ada yang melalui
mulut adalah instruksi medis yang berarti menahan makanan dan cairan.
NPO (nothing per oral) :
Pasien yang dapat diberikan NPO ialah :
1. Pasien yang mengalami koma
2. Pasien yang akan menjalani operasi
3. Pasien yang mengalami muntah-muntah
4. Pasien yang mengalami ileus atau trauma pada saluran pencernaannya
5. Pasien stroke.
6. Pasien overdosis alkohol yang menyebabkan muntah atau pendarahan luar yang
parah
Tujuan NPO :
Untuk Pencegahan pneumonia aspirasi, misalnya pada mereka yang akan menjalani
anestesi umum (koma), atau mereka dengan otot-otot menelan yang lemah, atau dalam
kasus pendarahan gastrointestinal, penyumbatan gastrointestinal, atau pankreatitis
akut.
Durasi NPO : NPO Pra-operasi biasanya antara 6-12 jam sebelum operasi.
V. Overfeeding
 Pengertian
Overfeeding adalah keadaan dimana seorang mendapatkan terlalu banyak mendapat
asupan makanan sehingga terjadi gangguan metabolisme dalam pencernaan orang tsb.
Gangguan metabolisme ini akan merusak sistem pencernaan dan mengakibatkan
masalah kesehatan akibat sulitnya menyerap kelebihan asupan energi dan zat gizi.
 Ciri-ciri Overfeeding.
1. Muntah
2. Kembung
3. Sering buang air besar
4. Lebih sering kolik
 Mengapa overfeeding bisa fatal?
Karena dapat menyebeabkan beberapa komplikasi overfeeding seperti :
1. Kelebihan produksi CO2 yang meningkatkan ventilasi
2. Edema paru dan gagal napas
3. Hiperglikemia yang meningkatkan kejadian infeksi
4. Imunosupresi : adalah melemahnya sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan
penurunan kemampuan untuk melawan infeksi dan penyakit.
5. Komplikasi hati: perlemakan hati, kolestasis intrahepatik

 Mencegah overfeeding
Pemberian intervensi nutrisi perlu diperhatikan, khususnya terkait akan kondisi pasien,
jenis penyakit, dan juga status nutrisi. Pemberian PN (nutrisi parenteral ) dini dapat
mudah menyebabkan overfeeding dan juga meningkatkan mortalitas.

VI. Tim Komite Medik Di Rumah Sakit


Menurut PERMENKES NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011
Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola
klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya
melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika
dan disiplin profesi medis. Staf medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan
dokter gigi spesialis di rumah sakit.
Komite medik dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola
klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan
pasien lebih terjamin dan terlindungi.
Komite medik bukan merupakan wadah perwakilan dari staf medis. Melainkan, komite
medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh
kepala/direktur rumah sakit.
Susunan organisasi komite medik terdiri dari ketua, sekretaris, dan subkomite.
Keanggotaan komite medik ditetapkan dengan mempertimbangkan sikap profesional,
reputasi, dan perilaku. Dan jumlah keanggotaan komite medik disesuaikan dengan
jumlah staf medis di rumah sakit.
Komite Medik berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur RS
meliputi hal-hal yang berkaitan dengan :
1. Mutu pelayanan medik; 2. Pembinaan etika kedokteran; dan 3. Pengembangan
profesi medik

Tugas Komite Medik


 Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang
bekerja di rumah sakit dengan cara:
1. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan
medis di rumah sakit;
2. Memelihara mutu profesi staf medis; dan
3. Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
 Membantu Direktur menyusun medical staff by laws dan memantau pelaksanaannya
 Membantu Direktur menyusun SPM (Standar Pelayanan Minimal), PPK (Panduan
Praktik Klinis) dan memantau pelaksanaannya
 Mengatur kewenangan profesi antar kelompok staf medis
 Membantu Direktur menyusun kebijakan dan prosedur yang terkait dengan mediko-
etiko-legal
 Melakukan koordinasi dengan Kepala Bidang Pelayanan Medik dalam melaksanakan
pemantauan dan pembinaan pelaksanaan tugas kelompok staf medis
 Meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan di bidang medis
 Memberikan laporan kegiatan kepada Direktur RS

Fungsi Komite Medik


Dalam melaksanakan tugas kredensial komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:
1. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan
masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;
2. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian:
a. kompetensi;
b. kesehatan fisik dan mental;
c. perilaku;
d. etika profesi.
3. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan;
4. wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis;
5. penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat.
6. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan
klinis kepada komite medik;
7. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat
penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik; dan
8. rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.
Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite medik
memiliki fungsi sebagai berikut:
1. pelaksanaan audit medis;
2. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan
bagi staf medis;
3. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf
medis rumah sakit tersebut; dan
4. rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan.
Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis
komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:
1. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
2. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;
3. rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan
4. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien.
Susunan Organisasi Komite Medik

• Ketua

• Wakil Ketua

• Sekretaris

• Anggota terbagi dalam Sub Komite :

– Sub Komite Kredensial Staf Medik

– Sub Komite Mutu Profesi Medik

– Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Medik

Ketua Komite Medik :


1. Bisa dijabat oleh dokter purna waktu atau dokter paruh waktu yang dipilih secara
demokratis oleh Ketua-ketua kelompok staf medis.
2. Surat Keputusan Pengangkatan Ketua Komite Medik tergantung posisi Komite Medik
di dalam struktur organisasi rumah sakit.
a. Komite Medik dibawah Direktur RS maka Surat Keputusan pengangkatan Ketua
Komite Medik oleh Direktur RS
b. Komite Medik sejajar dengan Direktur RS maka surat keputusan pengangkatan
Ketua Komite Medik oleh Pemilik RS.
3. Ketua Komite Medik memilih Sekretaris Komite Medik.
4. Ketua Komite Medik dapat menjadi Ketua dari salah satu Ketua Sub Komite.
5. Persyaratan untuk menjadi Ketua Komite Medik sebagai berikut :
a. Mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam profesinya;
b. Mengusai segi ilmu profesinya dalam jangkauan, ruang lingkup, sasaran dan
dampak yang luas;
c. Peka terhadap perkembangan perumahsakitan;
d. Bersifat terbuka, bijaksana dan jujur;
e. Mempunyai kepribadian yang dapat diterima dan disegani di lingkungan
profesinya;
f. Mempunyai integritas kelimuan dan etika profesi yang tinggi.
Wakil Ketua Komite Medik :
1. Bisa dijabat oleh dokter purna waktu atau dokter paruh waktu yang dipilih secara
demokratis oleh Ketua-ketua kelompok staf medis.
2. Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Ketua Komite Medik tergantung posisi Komite
Medik di dalam struktur organisasi rumah sakit.
3. Komite Medik dibawah Direktur RS maka Surat Keputusan pengangkatan oleh Direktur
RS
a. Komite Medik sejajar dengan Direktur RS maka surat keputusan pengangkatan
Wakil Ketua
b. Komite Medik oleh Pemilik RS.
4. Wakil Ketua Komite Medik dapat menjadi Ketua Sub Komite.
Sekretaris :
1. Sekretaris Komite medik dipilih oleh Ketua Komite Medik
2. Sekretaris Komite Medik dijabat oleh seorang dokter purna waktu.
3. Rumah sakit dengan jumlah dokter terbatas maka sekretaris komite medis dapat dipilih
dari salah satu anggota Komite Medik.
4. Sekretaris Komite Medik dapat menjadi Ketua dari salah satu Sub Komite.
5. Dalam menjalankan tugasnya, sekretaris Komite Medik dibantu oleh tenaga administrasi
(staf sekretariat) purna waktu.
Anggota Komite Medik
Anggota Komite Medik terdiri dari semua Ketua kelompok staf medis dan atau yang
mewakili.

Wewenang Komite Medik


1. Memberikan usul rencana kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga medis.
2. Memberikan pertimbangan tentang rencana pengadaan, penggunaan dan pemeliharan
peralatan medis dan penunjang medis serta pengembangan pelayanan medis.
3. Monitoring dan evaluasi yang terkait dengan mutu pelayanan medis sesuai yang
tercantum di dalam tugas Komite Medik.
4. Monitoring dan evaluasi efesiensi dan efektifitas penggunaan alat kedokteran di rumah
sakit.
5. Melaksanakan pembinaan etika profesi serta mengatur kewenangan profesi antar
kelompok staf medis.
6. Membentuk Tim Klinis yang mempunyai tugas menangani kasus-kasus pelayanan medik
yang memerlukan koordinasi lintas profesi, misalnya penggulangan kanker terpadu,
pelayanan jantung terpadu dan lain sebagainya.
7. Memberikan rekomendasi tentang kerjasama antara rumah sakit dan fakultas
kedokteran/kedokteran gigi/institusi pendidikan lain.

Tanggung Jawab Komite Medik

Tanggung jawab komite medik adalah terkait dengan mutu pelayanan medis, pembinaan etik
kedokteran dan pengembangan profesi medis. Ketua komite Medik bertanggung jawab kepada
Direktur Rumah Sakit dan Pemilik Rumah Sakit sesuai posisi Komite Medik di dalam struktur
organisasi Rumah Sakit.

Masa kerja Komite Medik adalah 3 (tiga) tahun.

Analisa Masalah
 Identifikasi Masalah Berkaitan Dengan Sikap Profesional Tenaga Gizi Dan
Kesehatan
Pada masalah diatas tenaga ahli gizi belum bekerja secara professional karena ahli gizi
pengganti tidak mampu bersikap inovatif dalam menangani permasalahan yang dihadapi yaitu
:
Ahli gizi pengganti tidak mampu menjalankan kewenangan ketika dietitian ICU tidak
masuk/tidak bekerja. Disini terlihat bahwa dietitian pengganti tidak melakukan pengawasan
terhadap pemberian makanan enteral terhadap pasien, ia menyerahkan tanggung jawab
sepenuhnya kepada pramu saji dalam memberikan makanan enteral. Akibatnya terjadi
kesalahan dalam pemberian makanan enteral.
 Ahli Gizi
Profesi gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan suatu
keilmuan(body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat melayani masyarakat. Sebagai profesi, ahli gizi
dituntut memiliki pengetahuan sikap dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan:
asuhan gizi klinik, penyelenggaraan makanan institusi, pelayanan gizi masyarakat, penyuluhan
gizi serta menyediakan pelatih sebagai konsultan gizi.

Adapun tugas-tugas yang harus dilakukan oleh ahli gizi yaitu:


a. Mengkaji hasil skrining gizi perawat dan order diet awal dari dokter.

b. Melakukan asesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko malnutrisi,


malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa dan interpretasi data
riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran antropometri; hasil laboratorium terkait gizi
dan hasil pemeriksaan fisik terkait gizi.

c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil asesmen dan menetapkan


prioritas diagnosis gizi.

d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang lebih
terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan edukasi /konseling.

e. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan diet definitive.

f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga lain dalam pelaksanaan
intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi.

h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi.

i. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien dan


keluarganya.

j. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi kepada dokter.

k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum tercapai.

l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan.


m. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat, anggota tim
asuhan gizi lain, klien/pasien dan keluarganya dalam rangka evaluasi keberhasilan
pelayanan gizi.

 Ciri – ciri ahli gizi yang profesional


Sebagai ahli gizi profesional, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
10. Otonomi dalam melakukan tindakan.
11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karier.
12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.
13. Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi).

Konsekuensi sebagai tenaga profesional, diperlukan beberapa persyaratan dalam melakukan


pekerjaan yang profesional. Seorang ahli gizi dituntut agar menunjukkan pekerjaannya dengan
persyaratan tertentu. Persyaratan sebagai tenaga profesional adalah sebagai berikut.
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga profesional.

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.

4. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.

5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.

6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.


7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.

8. Memiliki etika Ahli Gizi.

9. Memiliki standar praktik.

10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.

11. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.

 Management peralihan wewenang ahli gizi

Maka dari itu, ahli gizi tidak dapat seenaknya dalam mengerjakan tugas atupun seenaknya
melakukan peralihan wewnang kepada ahli gizi lain karena keperluan pribadi, karena ahli gizi
dituntut untuk selalu professional dimana harus mengikuti management yang ada. Adapun
management perlaihan wewenang untuk ahli gizi yaitu :

1. Ahli gizi melakukan identifikasi kebutuhan untuk pelimpahan wewenang.


2. Ahli gizi menganalisa kompetensi petugas yang akan diberi pelimpahan wewenang
3. Ahli gizi membuat daftar petugas yang dapat diberi pelimpahan wewenang
4. Ahli gizi membuat perencanaan jenis wewenang apa saja yang dilimpahkan
5. Ahli gizi membuat surat pelimpahan wewenang yang didalamnya memuat:
 Identitas pemberian tugas limpah
 Identitas penerima tugas limpah
 Jenis wewenang yang dilimpahkan
 Masa berlaku surat pelimpahan wewenang
6. Ahli gizi menandatangani surat pelimpahan wewenang
7. Ahli gizi menyerahkan surat pelimpahan wewenang kepada Kepala Rumah Sakit untuk
diketahui kepala rumah sakit
8. Ahli gizi mensosialisasikan pelimpahan wewenang kepada petugas yang diberi
pelimpahan wewenang
9. Petugas yang diberi pelimpahan wewenang menerima tugas pelimpahan
10. Penerima tugas limpah melaksanakan wewenang yang dilimpahkan
11. Penerima tugas limpah melaporkan hasil (secara tertulis) kepada ahli gizi pemberi tugas
limpah
12. Mendokumentasikan surat pelimpahan wewenang pada buku bantu
13. Mengarsipkan salinan surat pelimpahan wewenang
14. Mengarsipkan laporan pelaksanaan tugas limpah

 Identifikasi hal yang mempengaruhi masalah dan mencari alternative masalah


tersebut
Adanya kelalaian dari dietisien ICU ke dietisien pengganti, sehingga dietiesien pengganti tidak
memastikan kembali apakah pramusaji mampu menyajikan makanan per oral (enternal) sesuai
dengan anjuran dan perhitungan pada hari tersebut.

Hal ini di karenakan dietisien pengganti sudah terbiasa melakukan pencairan makanan per oral
(enteral), alhasil makanan yang disajikan pramusaji melebihi kebutuhan pasien dan perawat
memberikan makanan NGT pada pasien sesuai jumlah yang disediakan pada saat itu sehingga
pasien mengalami overfeeding dan berakibat kematian.
 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menentukan
bahwa:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah
sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi
kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Pembinaan dan
pengawasan tersebut diarahkan untuk:
1. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat;
2. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
3. Keselamatan pasien;
4. Pengembangan jangkauan pelayanan; dan
5. Peningkatan kemampuan kemandirian rumah sakit.

 Alternatif Masalah
1. Pantau pegawai dalam beberapa kesempatan tanpa diketahui oleh pegawai
tersebut bahwa dia sedang dipantau.
2. Telaah sifat batin atau temperamen. Karena tindakan ini memiliki pengaruh
yang sangat signifikan agar terjalin komunikasi dua arah.
3. Cari tahu persoalan pegawai.
4. Komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah juga dapat memperkecil peluang
kesalahpahaman.
5. Jadikan pegawai sebagai tenaga yang produktif sesuai dengan keahliannya dan
dapat dipercaya.
6. Kembangkan pola pikir pegawai tentang ritme pekerjaan yang searah dengan
tujuan RS. Berikan pemahaman bahwa bekerja bukan hanya menjadi hal yang
rutin dan monoton, tetapi juga saling bergandingan tangan dengan perusahaan
untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan.
7. Berikan sanksi keras jika pegawai melakukan kelalaian dalam melakukan
pekerjaan.

*Sanksi Administratif (BAB XIII)


 Pasal 82 ayat (3) : Pemerintah,pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi
administratif kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
 Pasal 82 ayat (4) : Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat berupa:
a) Teguran lisan
b) Peringatan tertulis
c) Denda administratif
d) Pencabutan izin
 Pasal 82 ayat (5) : Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Tenaga
Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan (4) diatur dengan pemerintah

*Ketentuan Pidana ( BAB XIV)


 Pasal 84 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat
yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun.
 Pasal 84 ayat (2) : Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.

 Pohon Masalah

Hilangnya kepercayaan
terhadap RS tersebut
Dietisien dan pramusaji
mendapatkan sanksi

Pasien Meninggal

Pasien overfeeding

Tidak ada Pengawasan


Pramusaji kurang inisiatif
dalam bertanya

Kelalaian dietisien pengganti

 Learning Issues
Hal-hal yang dapat diambil sebagai pelajaran dari kasus diatas yaitu seorang
dietisien harus tetap melakukan pekerjaan sesuai prosedur yang ada, baik dietisien
ruangan maupun dietisien pengganti.
Pada kasus tersebut dapat dilihat bahwa dietisien ruangan tidak memberitahu
dietisien pengganti apa yang harus dilakukan selanjutnya sehingga terjadi
kesalahpahaman antara dietisien ruangan dengan dietisien pengganti sedangkan
dietisien pengganti lalai dalam pekerjaannya yaitu tidak melakukan pengecekan
kembali secara seksama komposisi dan prosedur pencairan makanan enteral tersebut,
ini dikarena makanan enteral telah dicairkan oleh pramusaji.
Kelalaian serta kesalahpahaman yang terjadi berakibat sangat fatal yang dapat
mengakibatkan meninggalnya pasien yang dirawat
DAFTAR PUSTAKA

 Nestle, Marion (2002). Food Politics. Berkeley: University of California Press. ISBN 0-520-
22465-5.
 Panel on Micronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and of
Interpretation and Use of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the
Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes (2001). Dietary Reference Intakes for
Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese,
Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc. Washington DC: National Academy
Press. ISBN 0-309-07279-4.
 https://id.wikipedia.org/wiki/Asupan_Referensi_Diet
 http://izzatulmuslimahd3-a.blogspot.com/2013/11/kebutuhan-gizi-dan-kecukupan-gizi.html
 https://www.liputan6.com/health/read/3881462/9-cara-memenuhi-kebutuhan-gizi-dan-nutrisi-
dalam-tubuh
 http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-gizi-2016.pdf
 Irmawati. Hubungan antara konsumsi makanan dengan perubahan status gizi pasien di ruang
rawat inap RSUD Banyumas [thesis]. Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gadjah Mada; 2000.
10. Indriasari BRW.
 Pengaruh kecukupan gizi rumah sakit terhadap status gizi pulang pasien anak di bangsal rawat
inap [thesis]. Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gadjah Mada; 2002. 11. Incalzi RA, Antonella
GF, Oliviero C, et al. Energy intake and in hospital starvation. Arch Intern MPD 1996;156:425-9.
 https://www.alomedika.com/tindakan-medis/gastroentero-hepatologi/pemasangan-
nasogastric-tube/indikasi
 Tjaronosari & Herianandita, E. 2018. Bahan Ajar Etika Profesi. Jakarta : Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
 PMK NO.78 Tentang PGRS
 https://www.alomedika.com/tindakan-medis/gastroentero-hepatologi/pemasangan-
nasogastric-tube/indikasi
 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
 https://jurnalpediatri.com/2016/03/23/cara-dan-menentukan-kebutuhan-gizi-anak-2/
 http://kamuskesehatan.com/arti/imunosupresi/
 Almatsier, Sunita. 2013. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Kompas Gramedia.
 https://www.slideshare.net/theshizuka11/pemberian-nutrisi-secara-oral-devi-oktaviau-
keperawatan-a
 http://merpatii-putihh.blogspot.co.id/2011/09/tanda-dan-gejala.html
 https://pusatdata.hukumonline.com/js/pdfjs/web/viewer.html?file=/pusatdata/viewfil
e/lt5450b9100d285/parent/lt5450b859e4e6b
 PERATURAN MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH
SAKIT
 https://dokumen.tips/documents/dokumen-komite-medik.html
 http://ppds.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/Kebijakan-Komite-Medik.pdf

Anda mungkin juga menyukai