Anda di halaman 1dari 39

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SKI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran SKI

Dosen Pengampu : Dr, Junaidi Arsyad, MA

Disusun oleh :
Fizayuna Assyura Harahap (0301173511)

PAI-2 / SEMESTER V

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TAHUN AJARAN 2019


BAB I

PENDAHULUAN

Peningkatan mutu dan kualitas pendidikan merupakan upaya yang harus selalu dilakukan
dalam rangka mewujudkan pendidikan yang lebih baik. Salah satu cara meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan adalah mengoptimalkan proses pembelajaran. Dalam mengoptimalkan proses
pembelajaran, diperlukan suasana yang dapat mengaktifkan interaksi, baik antara guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, maupun peserta didik dengan bahan pelajaran.
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari para guru untuk melakukan berbagai variasi
pembelajaran. Pembelajaran yang variatif dan menarik dapat meningkatkan kemampuan dan
prestasi belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Di sekolah yang berbasis agama Islam, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), Pendidikan Agama Islam dibagi menjadi beberapa
mata pelajaran, yaitu Sejarah Kebudayaan Islam, Akidah, Akhlak, Fikih, Al-Quran Hadis. Dari
beberapa mata pelajaran tersebut, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah mata pelajaran yang
mengajak siswa untuk mengenang dan mempelajarai sejarah Islam pada masa lampau, mengajak
siswa untuk mengambil hikmah dari sebuah kisah, dan meneladani kisah tersebut.
Sejarah Kebudayaan Islam penting dipelajari agar aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif
siswa dapat berkembang dengan baik. Namun sayangnya, SKI seringkali dianggap tidak menarik
dan menjadi salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa karena memuat banyak hal yang
bersifat hafalan. Di sekolah seringkali anak merasa tertekan, terutama ketika harus menguasai
materi dengan cara menghafalnya secara berulang-ulang. Banyak pendidik yang secara tidak
langsung memaksa siswa menguasai materi yang diberikan tanpa menyajikan materi yang mudah
dipahami dan memberitahu cara atau teknik untuk menguasai materi tersebut. Seorang pendidik
yang baik adalah pendidik yang mampu membantu siswa mencapai potensi terbaik dalam dirinya
tanpa harus membuat mereka merasa tertekan dan terbebani.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadi tidak menyenangkan karena biasanya
guru tidak mengetahui cara mengemas pembelajaran dengan baik. Sebagian guru lebih
mengutamakan agar siswa dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik saat ulangan sehingga
siswa dapat memperoleh nilai di atas Kriteria ketuntasan Minimal (KKM). Guru menggunakan
indikator nilai untuk mengukur kepandaian siswa. Apabila siswa memperoleh nilai di bawah KKM,
maka siswa dianggap tidak pandai dan tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Seharusnya
guru dilarang memberi label “tidak bisa” kepada siswa sebelum guru tersebut memberikan teknik
belajar yang baik pada peserta didiknya. Selain itu, belum banyak bahan ajar yang memuat materi
sekaligus teknik penyampaiannya, sehingga guru kesulitan menyampaikan materi yang mudah
dipahami oleh siswa.
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam membutuhkan penyajian materi yang tidak sebatas
pengertian, penyebutan tahun kejadian dan nama-nama tokoh, namun yang terpenting adalah
pembahasan mengenai alur kejadian atau peristiwa yang disusun secara sistematis, menggunakan
bahasa yang komunikatif dan inspiratif, serta disertai dengan gambar atau bagan yang memperjelas
isi materi. Selain itu, materi SKI juga sebaiknya dilengkapi dengan hikmah atau pelajaran yang
memotivasi dan mengarahkan siswa agar mempunyai kesadaran untuk senantiasa meneladani
perilaku yang baik dan meninggalkan perilaku yang buruk.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengembangan Materi Pembelajaran SKI


Sebagai upaya mengembangkan materi yang hendak dipelajari bersama antara pendidik dan
peserta didik, berikut ditawarkan model pengembangan materi. Pengembangan materi perlu
dilakukan sampai rinci agar batasan keluasan dan kedalaman materi menjadi jelas. Deskripsi materi
yang rinci selanjutnya dituliskan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang berfungsi sebagai
acuan proses dan isi pembelajaran yang operasional. Semakin rinci deskripsi materi semakin mudah
guru menjalankan proses pembelajaran, karena memiliki rambu-rambu pembatas keluasan dan
kedalaman isi pembekjaran. Secara teoritik, KTSP merumuskannya dengan bahasa materi pelajaran
harus sesuai dengan potensi peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik, kebermanfaatan bagi
peserta didik, struktur keilmuan, aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran, relevansi
dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu. Kronologis atau urutan
waktu, Kausal atau penyebab/ pendahulu sesuatu, Struktural, Logis dan psikologis : bagian kepada
keseluruhan atau sebaliknya, kongkrit ke abstrak, Spiral: topik atau bahasan tertentu., Syarat:
Shahih, kebermanfaatan, Menarik Minat, layak dipelajari. Untuk itu diperlukan langkah-langkah
yaitu:1
Langkah Pertama : Mengutip Kompetensi Dasar dan Indikator yang telah dibuat
sebelumnya. Langkah Kedua : Membuat Kolom Analisis Kompetensi Sebelum memasukkan materi
apa yang akan dimasukkan dalam kolom analisis, terlebih dahulu jawablah Jawab pertanyaan :
Pengetahuan apa yang harus dikuasai: Konsep, fakta, prinsip/dalil , prosedur ; Ketrampilan apa
yang harus ditunjukkan : Produk atau kinerja ; Sikap/perilaku apa yang harus diterapkan : nilai yang
diyakini, kebiasaan keseharian. Langkah Ketiga : Mendaftar Materi dan Deskripsi Materi, dengan
melihat Kompetensi Dasar, Indikator, dan kolom analisis kompetensi dengan mudah bisa ditemukan
materi dan unsur-unsur materi yang harus dipelajari siswa. Langkah Keempat : Mengumpulkan
referensi untuk menuliskan materi dan deskripsi materi. 2

1Rofiq.
2008. " Strategi Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam". Jurnal
Pendidikan Agama Islam, V. Diakses pada tanggal 8 November 2019, http://digilib.uin-
suka.ac.id/8728/1/ROFIK%20STRATEGI%20PENGEMBANGANMATERI%20PEMBELAJARAN%20SEJAR
AH%20KEBUDAYAAN%20ISLAM.pdf. h.9
2Rofiq. 2008. " Strategi Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam". Jurnal

Pendidikan Agama Islam, V. Diakses pada tanggal 8 November 2019, http://digilib.uin-


suka.ac.id/8728/1/ROFIK%20STRATEGI%20PENGEMBANGANMATERI%20PEMBELAJARAN%20SEJAR
AH%20KEBUDAYAAN%20ISLAM.pdf. h.10
Referensi yang pergunakan untuk menyusun deskripsi materi bukan hanya buku yang ditulis
secara khusus untuk satuan pendidikan tertentu dan kelas tertentu, misalnya buku pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam untuk kelas VII. Tetapi guru juga harus mencari referensi lain, seperti buku teks
yang tidak secara langsung diperuntukkan bagi satuan pendidikan dan kelas tertentu. Atau buku-
buku pelajaran yang dicetak untuk kurikulum yang sudah berlalu, misalnya buku pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah kurikulum 1984, 1994, atau KBK. Buku-buku
tersebut masih sangat relevan dipergunakan karena banyak sumber informasi yang berkesesuaian
dengan indikator yang telah disusun oleh guru. Bedanya adalah, kadang ada tujuan pembelajaran
umum (dalam bahasa kurikulum 1994) yang posisinya tidak sama dengan kompetensi Dasar (dahm
bahasa Kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum tingkat satuan pendidikan). Sebagai contoh
bahasan tentang Kemajuan-kemajuan masa daulat Abbasiyah pada bidang ilmu pengetahuan pada
kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam Tahun 1994 diletakkan pada kelas II catur wulan kedua.
Sementara pada KTSP diletakkan pada kelas IX semester pertama. Dengan demikian, buku
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam untuk kelas II dapat dipergunakan sebagai referensi bagi guru
yang menyusun materi pclajaran pada kelas IX (kelas III) karena memiliki cakupan yang sama. Dan
dengan mencamtumkan materi pada ranah pskimotor, yaitu cara menjadi orang Saleh dan cara
menjadi orang Zuhud akan terjadi integrasi antara SKI dengan akhlaq.3
Materi merupakan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang harus dikuasai peserta didik
dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi menempati posisi strategis
terkait content yang harus diberikan kepada peserta didik. Untuk itu diperlukan penelaahan,
pengkajian agar materi dapat dicerna oleh peserta didik dengan baik. Adapun klasifikasi pemetaan
materi sebagai berikut :(Tim Dosen Fakultas Tarbiyah, 2010 :162)4
1. Fakta /Informatif , segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama
objek, peristiwa sejarah , lambang, nama tempat. Contoh : Peristiwa terjadinya perang Badr.
2. Konsep, segala hal yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil
pemikiran , meliputi definisi, pengertian, ciri khusus. Contoh: pengertian SKI
3. Prosedur, merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu
aktivitas dan kronologi suatu sistem. Artinya, tidak boleh menyebutkan suatu aktivitas
dengan terbalikbalik, jika terjadi maka akan menyebabkan suatu aktivitas ataupun peristiwa

3Rofiq. 2008. " Strategi Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam". Jurnal
Pendidikan Agama Islam, V. Diakses pada tanggal 8 November 2019, http://digilib.uin-
suka.ac.id/8728/1/ROFIK%20STRATEGI%20PENGEMBANGANMATERI%20PEMBELAJARAN%20SEJAR
AH%20KEBUDAYAAN%20ISLAM.pdf. h.11-12
4Isti’anah Abubakar. 2012. “PENGEMBANGAN MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)

PADA MADRASAH TSANAWIYAH”. Jurnal Madrasah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://www.researchgate.net/publication/304205561_PENGEMBANGAN_MATERI_SEJARAH_KEBUDAYA
AN_ISLAM_SKI_PADA_MADRASAH_TSANAWIYAH. h.235
menjadi suatu hal yang salah. Contoh : menjelaskan sejarah Nabi Muhammad mulai kecil
sampai meninggal.
4. Sikap atau nilai, merupakan hasil belajar aspek sikap, dalam konteks ini maka lebih pada
timbulnya kemampuan peserta didik untuk mengambil ibrah terhadap semua peristiwa
sejarah yang ada sehingga sikap didik terbentuk melalui peristiwa sejarah Islam.
5. Ketrampilan, suatu unjuk kerja atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa yang mampu
diamati dan diukur. Contoh : Kemampuan siswa dalam mempresentasikan sejarah Nabi
Muhammad masa Makkah.
Perlu diingat, pembelajaran yang bermakna dengan pengalaman belajar yang kaya
merupakan bentukan dari beberapa analisis atau pengkajian materi di atas yang saling menguatkan.
Berdasarkan pada Standar Kompetensi dan kompetensi dasar yang ada maka akan terbentuk analisis
materi yang sifatnya primer dan sekunder. Primer berarti bahwa tidak boleh ditinggalkan dan harus
dipastikan bahwa itu dikuasai peserta didik, adapun sekunder lebih berarti penguat atau suplemen
untuk memberikan 3 domain belajar yang hgarus dicapai di setiap mata pelajaran.5
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya
pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Media yang dapat
menunjang pembelajaran diantaranya adalah media komputer. Salah satu program yang digunakan
adalah dengan program Microsoft PowerPoint. Aplikasi ini dapat digunakan untuk membuat
maupun menyampaikan materi. (Nasution, 1982:115). Microsoft PowerPoint menyediakan fasilitas,
suara, gambar dan hyperlink, selain itu dilengkapi dengan animasi yang bukan hanya berlaku pada
teks saja tetapi juga pada gambar, garis dan sebagainya. Sehingga membuat tampilan pembelajaran
menjadi lebih bervariasi, penyajian materi pelajaran dapat sesuai dengan “dunia nyata” siswa.
Microsoft PowerPoint merupakan salah satu program berbasis multi media yang dirancang khusus
untuk digunakan sebagai alat presentasi adalah berbagai kemampuan pengelola teks, warna, dan
gambar, serta animasi-animasi yang bisa diolah sendiri sesuai kreativitas penggunaannya. Dan
banyak manfaat yang dimiliki oleh Microsoft PowerPoint yang telah di paparkan di atas. (Dahria &
Santoso, 2009:252).6
Sejarah kebudayaan Islam (SKI) merupakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
di madrasah. Aspek SKI menekankan pada kemampuan mengambil ibrahdari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkan fenomena sosial, budaya,

5Isti’anah Abubakar. 2012. “PENGEMBANGAN MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)


PADA MADRASAH TSANAWIYAH”. Jurnal Madrasah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://www.researchgate.net/publication/304205561_PENGEMBANGAN_MATERI_SEJARAH_KEBUDAYA
AN_ISLAM_SKI_PADA_MADRASAH_TSANAWIYAH. h.236
6Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan

Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
politik, ekonomi, iptek, dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban
islam. (Hanafi. 2009). Pentingnya mempelajari SKI salah satunya adalah dapat membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-
norma islam yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka mengembangkan kebudayaan
dan peradaban Islam. Salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa dalam belajar SKI adalah
karena terlalu banyak materi yang di ajarkan kebanyakan menggunakan metode ceramah dan siswa
menjadi kurang bersemangat dalam menerima pelajaran kalau tidak ada varian metode. Kebanyakan
aktivitas siswa hanya mendengar dan mencatat dan tidak mendapatkan kesempatan untuk berpikir
lebih dalam (Muflihah & Maksum, 2016). 7
Guru dituntut dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran karena
metode dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh terhadap hasil
proses belajar mengajar. Tetapi untuk membuat media tersebut dibutuhkan kemampuan dan
pengetahuan, dimana tidak setiap guru mempunyai kemampuan untuk itu. oleh karena itu perlu
adanya pelatihan pembuatan media pembelajaran menggunakan Microsoft Power Point untuk para
guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pemanfaatan media Microsoft Power Point dan
untuk mengikuti perkembangan iptek dan juga sebagai alternatif pembelajaran agar tidak monoton
dan terkesan membosankan. 8

B. Pengembangan Model Pembelajaran SKI

1. Pengembangan Model Pembelajaran SKI berdasarkan Eksplanasi Sejarah


Menurut Kuntowijoyo, eksplanasi/penjelasan sejarah (historical explanation) ialah usaha
membuat satu unit sejarah intelligible (dimengerti secara cerdas). Kunto menegaskan perlunya
intelligibility karena sejarah tidak hanya dijelaskan secara kausalitas. Kausalitas hanyalah salah satu
dari penjelasan sejarah. Sedang tentang pertanyaan, mengapa sekedar llpenjelasan" bukan llanalisis"
yang meyakinkan dan pasti? Kata II ana1isis" memang juga dipakai bergantian dengan
llpenjelasan", diantaranya oleh Marc Bloch, terutama ketika orang menganalisis hubungan kausal
antar gejala sejarah. Akan tetapi, karena katallpenjelasan" lebih sesuai untuk sejarah pada
umumnya, sedangkan kata II analisis" tidak sepenuhnya sesuai dengan hakikat ilmu sejarah, maka

7Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan

Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
8 Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan

Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
lebih tepat dipakai kata llpenjelasan sejarah". Namun demikian, Kunto menyilakan bagi siapa saja
yang ingin menyebut llpenjelasan sejarah" dengan "analisis" sejarah.9
Penjelasan atau eksplanasi kaum historis didasarkan atas pendapat bahwa setiap peristiwa
mempunyai keunikan dan individualitas, sehingga peristiwanya tidak dapat dianalisis dan direduksi.
Setiap peristiwa hanya perlu dilacak kembali ke peristiwa yang mendahuluinya.3 Sehingga dapat
dikatakan bahwa eksplanasi sejarah adalah suatu proses yang menunjukkan peristiwa-peristiwa
tertentu dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lain melalui penggunaan pernyataanpernyataan
yang bersifat umum yang tepat (general statements).10
Pembelajaran sejarah di sekolah umumnya dianggap tidak menarik, akibatnya banyak anak
sekolah yang kurang tertarik untuk mendalami mata pelajaran Sejarah. Selain itu ada anggapan
bahwa mata pelajaran Sejarah tidak terlalu penting sehingga siswa dalam proses belajar mengajar
tidak serius dalam mengikutinya. Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa mata pelajaran
sejarah tidak menarik atau penting adalah nilai-nilai pelajaran sejarah tidak cukup tinggi, serta
program llmu Sosial (IS) di tingkat SMA dianggap sebagai program nomor dua setelah llmu Alam
(IA). Dalam skala yang lebih luas, Sanusi melihat bahwa pengajaran IPS termasuk sejarah di
sekolah cenderung (1) menitikberatkan pada penguasaan hafalan; (2) proses pembelajaran yang
berpusat pada guru; (3) terjadinya banyak miskonsepsi; (4) situasi kesal yang membosankan siswa;
(5) ketidaklebihunggulan guru dari sumber lain; (6) ketidakmutakhiran sumber belajar yang ada; (7)
sistem ujian yang sentralistik; (8) pencapaian tujuan kognitif yang, mengkulit bawang ; (9)
rendahnya percaya diri siswa sebagai akibat dari amat lunaknya isi pelajaran, kontradiksi materi
dengan kenyataan, dominannya latihan berpikir tara£ rendah, guru yang tidak tangguh, persepsi
negatif dan prasangka buruk dari masyarakat terhadap kedudukan dan peran IPS dalam
pembangunan masyarakat.11
Hal tersebut di atas disebabkan adanya beberapa faktor. Faktor pertama adalah penempatan
jam pelajaran Sejarah biasanya sebagai pelengkap, di sian,g hari ketika kondisi belajar siswa sudah
menurun. Faktor kedua adalah performance guru sejarah. Di banyak MI mata pelajaran Sejarah
diampu oleh guru dengan latar belakang bukan dari jurusan Sejarah. Faktor ketiga adalah sajian
materi dalam buku-buku Sejarah kurang memadai. Buku-buku Sejarah umumnya tebal dengan
bahasa baku yang sulit dicerna oleh siswa. Faktor keempat adalah faktor model pembelajaran dan

9Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h.239
10Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 239
11Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 249
dukungan media pembelajaran yang kurang memadai. Ban yak guru Sejarah menyampaikan
pembelajarannya hanya dengan ceramah atau tanya jawab, atau bahkan mencatat buku di papan
tulis.
Berkait dengan pembelajaran SKI di MI, kiranya analog dengan tulisan Djoko Suryo
mengenai pembelajaran sejarah patut dipertimbangkan. Bahwa pembelajaran SKI dituntut paling
tidak dapat mengaktualisasikan dua hal yakni: (1) pendidikan dan pembelajaran intelektual, melihat
perkembangan Islam secara kritis-objektif, (2) pendidikan dan pembelajaran moral bangsa,
menyangkut kearifan dan ketaqwaan, terkait dengan nilai-nilai ke-Islaman. Hal yang pertama
menuntut pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan faktual, namun dituntut untuk
memberikan latihan berfikir kritis, mampu menarik kesimpulan, memahami makna dari suatu
peristiwa sejarah perkembangan Islam menurut kaidah dan norma keilmuan. Pertanyaan-pertanyaan
mengenai mengapa dan bagaimana, penting untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran SKI.
Semen tara itu hal yang kedua menunjuk pada pembelajaran sejarah yang berorientasi pada
pendidikan kemanusiaan yang memperhatikan moralitas, ketaqwaan, dan nilai-nilai ke-Islaman
lainnya.12
Dengan mengembangkan dua hal: pendidikan intelektual dan pendidikan moral atau
pendidikan kemanusiaan, maka arah pembelajaran SKI diharapkan dapat mencapai tujuan yang
menopang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pembelajaran SKI akan dapat melandasi
pendidikan kecerdasan intelektual, sekaligus ikut mendasari pendidikan yang berorientasi pada
kecerdasan emosional bahkan kecerdasan spiritual dalam rangka meningkatkan martabat manusia
Indonesia yang religius. Mencermati rumusan tersebut, nampak jelas bahwa di samping aspek
kognitif, dimensi afektif menempati porsi yang cukup penting dalam tujuan pembelajaran SKI.
Namun dalam kenyataannya timbul kritik bahwa pendidikan sejarah cenderung intelektualistik-
kognitif dan pragmatis. Padahal, sebagai ilmu yang terbuka yang memiliki kekhasannya dalam
aspek penjelasan sejarah amat memungkinkan bagi pendidik untuk mengembangkan model
pembelajaran sejarah yang sarat nilai, menemukan makna dari penjelasan sejarah yang unik,
sekaligus membiasakan siswa berfikir kritis. 13
Persoalan di atas, barangkali muncul karena ada upaya penyederhanaan penjelasan sejarah
yang seharusnya sarat dengan muatan nilai menjadi mata pelajaran yang dititikberatkan pada
penghafalan fakta sejarah, baik peristiwa, pelaku maupun tempatnya yang kering dari nilai-nilai
yang seharusnya diteladani peserta didik. Oleh karenanya, menyajikan penjelasan sejarah yang

12 Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN


MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 250
13Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 251
memadai dan dimengerti peserta didik adalah keniscayaan bagi seorang pendidik. Dalam memilih
penjelasan sejarah dan mengembangankan model pembelajaran SKI yang tepat, seorang pendidik
perlu mempertimbangkan karakteristik peserta didik. Secara umum karakteristik siswa Madrasah
Ibtidaiyah adalah memiliki minat terhadap kehidupan praktis yang konkrit, mulai berpikir
komparatif dan realistik, punya rasa ingin tahu yang besar dan karena itu mempunyaj dorongan
belajar yang kuat, punya kecenderungan pada satu jenis pelajaran, membutuhkan orang lebih
dewasa untuk dijadikan idola, mampu mengukur kemampuan sendiri, dan gemar hidup
berkelompok dengan teman sebayanya.14
Berdasarkan kekhasan penjelasan sejarah, implikasi dalam pengembangan model
pembelajaran SKI di MI menuntut pendidik/ guru memilih model pembelajaran yang berorientasi
pada siswa (student centered). Sebab penjelasan sejarah merupakan rekonstruksi peristiwa sejarah
yang memungkinkan guru memberikan materi pembelajaran mentah sehingga siswa memiliki
kesempatan untuk menyusun materi itu menjadi pengetahuan yang sesuai dengan kemampuannya.
Akhimya pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik dilibatkan untuk meracik,
meramu, dan merakit pengetahuannya sendiri.15
Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan saat ini adalah Contextual Teaching
and Learning karena model ini bersifat holistik. Artinya, model ini melihat peserta didik tidak hanya
dari sisi psikologi tetapi juga sosial dan neurofisik. Model ini juga men syaratkan adanya
pembelajaran yang integral, menyatukan pengalaman belajar di kelas dengan pengalaman sehari-
hari peserta didik. Varian metode belajar dalam lingkup CTL yang tepat untuk pembelajaran sejarah
amat beragam, misalnya untuk membelajarkan konsep bisa memakai metode scrable (kata acak),
make a match (mencari pasangan), word square (kotak kata) dan sebagainya. Guna meningkatkan
pemahaman siswa terhadap penjelasan sejarah yang dipelajarinya, dapat digunakan metode Time
Line(Garis Waktu) yang memuat waktu tertentu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merekonstruksi penjelasan sejarah sesuai waktu yang tertulis. Bisa juga digunakan metode Story
Board Telling (Papan Bercerita), yaitu papan cerita yang berisi kotak/kantong kartu-kartu
bergambar yang di baliknya berisi kata kunci sebuah peristiwa sejarah. Siswa dipersilakan memilih
satu kotak kartu lalu diminta menceritakan peristiwa sejarah yang terdapat di kartu-kartu tersebut
secara kronologis. Di samping itu, menyesuaikan dengan gaya belajar anak MI yang masih
didominasi gaya kinestetik (siswa bisa belajar dengan baik kalau seluruh anggota tubuhnya
dilibatkan), maka siswa harus diberi kesempatan gerak di dalam kelas supaya bisa belajar dengan

14Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN


MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 251
15 Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 252
efektif. Beberapa metode yang dapat mendorong keaktifan, keefektifan, dan keafektifan siswa di
kelas antara lain physical self assessment (guru menempelkan tanda S (setuju), TS (tidak setuju)
atau B (benar) danS (salah) di dinding, lalu siswa diminta memilih dan menempatkan diri di bawah
tanda tersebut setelah mendengarkan pernyataan yang berisi materi dari guru), information search
(cari info), maupun role playing (bermain peran).16
Metode pembelajaran lain yang dapat diterapkan adalah cooperative learning atau belajar
secara berkelompok. Metode ini membawa siswa sebagai anggota kelompok untuk memecahkan
masalah atau menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Dengan belajar kelompok siswa dapat
termotivasi untuk belajar bersama a tau untuk dapat melatih anak-anak berpikir dan memahami
materi pelajaran agar tidak tertinggal dari teman-temannya.24 Metode apapun dapat digunakan
sepanjang mendorong siswa untuk lebih aktif memahami penjelasan sejarah yang dipelajarinya dan
memungkinkannya merajut sendiri pengetahuannya. Namun satu hal yang perlu mendapat
perhatian, seiring dengan kondisi pembelajaran sejarah pada umumnya, adanya kritik bahwa
pendidikan nasional yang terlalu intelektualistik, serta kondisi generasi muda yang mulai melemah
rasa nasionalismenya, maka model pembelajaran SKI berbasis nilai, apalagi dikaitkan dengan aspek
spiritualisme, merupakan hal yang sangat strategis dalam rangka membangun karakter bangsa.
Dalam menghidupkan nilai guna mencapai kesadaran sejarah dari penjelasan sejarah yang
diperoleh, guru dituntut untuk mampu menggali nilai-nilai yang sebenarnya sudah dimiliki siswa
namun terkadang belum terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di antara cara
menghidupkan nilai sejarah adalah dengan membuat/meminta siswa menyanyi, membaca puisi,
berita, permainan, ataupun memainkan drama yang dihadirkan dari penjelasan sejarah. Pada intinya,
dengan memahami bahwa sejarah merupakan ilmu terbuka dengan penjelasannya yang kaya,
memungkinkan seorang guru untuk mengkreasikan model pembelajarannya dengan lebih menarik
dan menan tang siswa namun tetap berpijak pada data-data sejarah yang akurat.17

2. Pengembangan Model Pembelajaran Flipped Classroom


Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar
bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan
aspek afektif dan aspek psikomotor (Ibrahim, 2007:171). Oleh karena itu strategi pengajaran harus
dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi (Ibrahim, 2007:171;
Sanjaya, 2008:226; Prastowo, 2017:265). Penggunaan model pembelajaran flipped classroom

16Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN


MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 253
17Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN

MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84. h. 254.
contohnya, guru dalam merancang strategi pelaksanaan pembelajaran harus mendorong siswa agar
dapat berkembang secara keseluruhan (Ibrahim, 2007:171). Kebanyakan ruang kelas di Indonesia
memang ditata dengan model klasikal/ tradisional. Bahkan banyak penataan tradisional ini bersifat
permanen, yaitu kursi dan meja sulit dipindahkan (Lie, 2007:67), pola penataan ruang kelas
tradisional pada umumnya siswa memahami materi ketika berada dikelas sedangkan pada flipped
classroom memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk pekerjaan rumah untuk memahami materi
pelajaran lebih mendalam (Lage, et al. 2000) Atau flip kelas (Baker 2000) dalam Rindaningsih,
(2018:53)18
Tentang belajar terbalik hari ini adalah cara membalik pembelajaran diterapkan dalam
pengaturan pendidikan saat ini, terutama dalam pendidikan tinggi. Asal mula model pembelajaran
flipping saat ini dikaitkan dengan Jonathan Bergmann dan Aaron Sams, dua guru kimia pedesaan
Colorado yang khawatir tentang siswa yang melewatkan kelas mereka untuk acara yang
berhubungan dengan sekolah. Pada tahun 2007, Bergmann dan Sams mengembangkan proses
menggunakan rekaman video langsung dan menyaring casting ceramah, demonstrasi, dan slide
dengan anotasi. Siswa yang melewatkan kelas kemudian dapat mengakses rekaman materi yang
mereka lewatkan. Anehnya, siswa yang menghadiri kelas juga menemukan rekaman yang berguna
untuk ditinjau. Semua siswa mulai berinteraksi lebih banyak di kelas, memungkinkan kedua guru
untuk mendapat perhatian individu kepada para siswa yang berjuang dengan konsep. Bergmann dan
Sams dikreditkan dengan frasa “membalik kelas” dan “belajar terbalik” (Bergmann & Sams, 2012a:
Hamdan, dkk. 2013; Kachka, 2012a; November & Mull, 2012); Namun, mereka menyatakan bahwa
mereka bukan yang pertama untuk menggunakan video screencast sebagai alat instruksional dan
istilah "membalik kelas" (Bergmann & Sams, 2012a). (Bergmann & Sams, 2016:74).19
Model Flipped Classroom memberikan apa yang umumnya di lakukan di kelas dan apa
yang umumnya dilakukan sebagai pekerjaan rumah kemudian dibalik atau ditukar. Sebelumnya
siswa di kelas mendengarkan penjelasan guru selanjutnya mereka pulang untuk mengerjakan latihan
soal. Sekarang siswa membaca materi, melihat video pembelajaran sebelum mereka datang ke kelas
dan mereka mulai berdiskusi, bertukar pengetahuan, menyelesaikan masalah, dengan bantuan siswa
lain maupun guru, melatih siswa mengembangkan kefasihan prosedural jika diperlukan, inspirasi
dan membantu mereka dengan proyek-proyek yang menantang dengan memberikan kontrol belajar

18Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil

belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub Tawar Gondang
Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111, h.74

19Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil


belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub Tawar Gondang
Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111, h.74
yang lebih besar (Damayanti & Sutama, 2016:3). Sesuai judul penelitian, maka perlu adanya model
pembelajaran flipped classroom dalam meningkatkan hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
di Madrasah Tsanawiyah.20
Prosedur pengembangan dilakukan melalui 5 tahap yakni 1) menentukan model yang
dikembangkan; 2) mengidentifikasi silabus; 3) persiapan pengembangan dengan mengikuti
langkah-langkah Dick & Carey; 4) pengembangan prototipe yang terdiri: a) petunjuk, b) tujuan
umum, c) tujuan khusus, d) kerangka isi, e) uraian isi, f) rangkuman, g) tugas/latihan dan
jawaban/penilaian tugas/latihan; 5) tahap merancang dan melakukan evaluasi formatif terdiri: 1.
tinjauan ahli matapelatihan (isi), ahli rancangan, ahli media, 2. uji coba perorangan, dan 3. uji coba
kelompok (Badra, Putu & Mahadewi, 2013:63)21
Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil belajar
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ini telah melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan.
Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah (1) melakukan analisis kebutuhan; (2) menentukan
kompetensi dan model pembelajaran; (3) merumuskan judul, SK, dan KD; (4) menyusun program
produk; (5) memvalidasi, uji coba produk dan merevisi. Berdasarkan langkah-langkah yang telah
dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Hasil dari validasi ahli dan uji coba,
model pembelajaran flipped classroom ini layak digunakan untuk mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), karena produk yang dikembangkan tidak direvisi oleh ahli akan tetapi
dari hasil penyebaran angket siswa dinyatakan yang harus direvisi adalah: (a) Memperbaiki
tampilan model atau mengganti strategi pembelajarannya, dan (b) memperbaiki penggunaan sumber
dalam menerapkan model. 2. Produk model pembelajaran flipped classroom dapat meningkatkan
hasil belajar. Dari kelas uji coba mengalami peningkatan ketuntasan belajar dari Pre Tes dan Pos
Tes.22

20Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil

belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub Tawar Gondang
Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111, h.75
21Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil

belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub Tawar Gondang
Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111, h.75

22Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan hasil


belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Qulub Tawar Gondang
Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111, h.77
C. Pengembangan Metode Pembelajaran SKI

1. Pengembangan Variasi Metode dalam Pembelajaran SKI


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata variasi memiliki beberapa arti diantaranya
adalah 1) tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula; selingan, 2) bentuk (rupa) yang lain;
yang berbeda bentuk, 3) hiasan tambahan (Rama, tt).23
Dari penjelasan mengenai variasi di atas, penulis lebih condong pada pengertian yang
nomor dua untuk penerapan pada tulisan ini . Yaitu bentuk (rupa) yang lain; yang berbeda bentuk.
Dalam arti dalam proses belajar mengajar menggunakan metode yang berbeda-beda. Metode
mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada
saat berlangsungnya pengajaran (Halmar, 2006). Metode bisa dipahami secara sederhana sebagai
suatu cara untuk melakukan sesuatu sesuai prosedur-prosedur tertentu.24
Sedangkan pembelajaran menurut Sudjana dalam buku Psikologi Pendidikan dalam
Sugihartono dkk menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan
dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebkan peserta didik melakukan kegiatan belajar
(Sugiharto dkk, 2007). Bisa dikatakan bahwa hubungan antara peserta didik dan pendidik dalam
proses belajarmengajar tidak bisa dipisahkan. Seorang pendidik membutuhkan peserta didik dan
juga sebaliknya, seorang peserta didik juga membutuhkan peran seorang pendidik. 25
Dengan demikian, menurut analisis penulis bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi metode
ialah proses belajar mengajar guru tidak hanya menggunakan satu metode saja tetapi juga dengan
variasi beberapa metode lain yang tepat untuk digunakan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran. Atau lebih ringkasnya, variasi metode pembelajaran bisa juga diartikan sebagai
penggunaan beberapa metode dalam proses belajar mengajar. Terdapat banyak macam metode yang
bisa diterapkan dalam variasi metode pembelajaran, diantaranya: a. Metode ceramah + Tanya jawab
+ diskusi ; b. Metode ceramah + diskusi + tugas ; c. Metode ceramah + sosiodrama + sistem regu,

23Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.3
24Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.4
25Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.4
dll (Ismail SM, 2011). Berbagai macam variasi metode pembelajaran bisa dipilih dengan
menyesuaikan materi, waktu, kondisi peserta didik maupun pendidik, dan lain-lain.26
Untuk metode yang digunakan dalam pembelajaran SKI mengacu pada kondisi peserta
didik, apakah peserta didik sedang dalam keadaan lelah, semangat, maupun sedang baik kondisi
kesehatannya. Variasi metode dalam pembelajaran SKI sangat diperlukan supaya peserta didik tidak
mengalami kejenuhan belajar di dalam kelas. Variasi metode yang diterapkan dalam peembelajaran
SKI di MTs. Miftahul Ulum banyak ragamnya diantaranya adalah metode ceramah, tanya jawab,
demonstrasi waktu menggunakan LCD, diskusi, tugas, regu, dan cerita. Model variasi digabungkan
misal, ceramah 15 menit, kemudian memperlihatkan gambar bagaimana bisa masyarakat pada
zaman jahiliyah itu menyembah berhala, dan lain sebagainya. Sebelum variasi metode dalam
pembelajaran SKI dilaksanakan maka guru menciptakan situasi yang kondusif supaya tertib. Dari
wawancara tersebut guru SKI lebih sering menggunakan variasi metode pada pembelajaran SKI.
Banyak sekali variasi yang bisa digunakan guru untuk myampaikan materi pelajaran SKI di
antaranya yang digunakan adalah metode ceramah, menghafal, tanya jawab, cerita, information
search (mencari informasi sendiri baik dari perpustakaan maupun yang lain). Dari penyampaian
guru mengenai variasi yang digunakan oleh sudah sesuai dengan yang ada pada teori mengenai
macam metode pembelajaran, yang belum digunakan adalah metode sosiodrama.27
Menurut para peserta didik Pembelajaran SKI sangat menyenangkan dan tidak
menjenuhkan. Apalagi yang mengajar adalah Pak Setiyo Utomo, beliau selalu membuat variasi
metode dalam pembelajaran sehingga terasa menyenangkan dan tidak membosankan. Peserta didik
kurang tahu apa nama metode yang digunakan oleh guru SKI, tetapi yang pasti para peserta didik
merasa senang dengan variasi beberapa metode ketika belajar SKI, karena tidak membuat jenuh.
Guru SKI sering menggunakan variasi beberapa metode pembelajaran ketika mengajar setidaknya
minimal dua metode pembelajaran dalam satu kali pertemuan, sesuai kondisi peserta didik.28
Dari keterangan di atas menunjukkan peserta didik merasa senang dengan variasi metode
pada pembelajaran SKI yang diterapkan oleh guru SKI. Dengan variasi metode pembelajaran,
peserta didik tidak merasa jenuh. Dan variasi metode ini sering digunakan pada pembelajaran SKI.
Dengan variasi metode pada pembelajaran SKI ini menjadikan peserta didik mudah berinteraksi

26Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.4
27Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.6
28Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.6
dengan guru dan teman-teman sekelasnya. Jika perlu mata pelajaran SKI ditambah jam ngajarnya.
Jam pelajaran SKI terasa sebentar sehingga peserta didik merasa kurang jam untuk materi SKI ini.
Peserta didik merasa mengantuk ketika belajar mata pelajaran SKI di kelas jika hanya dengan
ceramah saja. Sebaliknya peserta didik tidak akan merasa mengantuk ketika guru merubah haluan
dari hanya ceramah saja menjadi bervariasi metode pada pembelajaran SKI. Peneliti melihat secara
langsung bagaimana kelas terasa hidup pada waktu pembelajaran SKI menggunakan bervariasi
metode.29
2. Pengembangan Metode Reading Rolling Text (RRT)
Menurut Zaenuddin (2005) strategi adalah media solutif untuk dipergunakan. Seperti satu
perangkat media, ia tidak dapat bekerja sendiri. Haryanto (2003) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan intruksional dalam
prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil
belajar tertentu pada siswa. Secara umum terdapat lima komponen pada strategi instruksional yaitu
pra-instruksional, penyampaian informasi, partisipasi peserta didik, tes dan yang terakhir adalah
tindak lanjut. 30
Metode atau strategi Reading Rolling Text (RRT) adalah salah satu strategi atau model
pembelajaran cooperative yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur
Pembelajaran. Ada 5 deskripsi komponen utama dalam RRT menurut (Slavin 2005) adalah sebagai
berikut:31
1) Presentasi Kelas Materi dalam RRT pertama-tama diperkenalkan dalam bentuk presentasi di
dalam kelas yang dipimpin oleh guru. Pada kegiatan ini gur memberikan arahan tentang
bagaimana proses pembelajaran akan dilaksanakan. Perhatian siswa sangat dibutuhkan pada
proses ini karena dengan perhatian pehuh dari siswa maka dapat memudahkan siswa bekerja
lebih baik pada saat melaksanakan kerja kelompok dan pada saat pelasnakaan game.
2) Tim Terdiri dari 5-6 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam kinerja akademik,
jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama tim adalah untuk mempersiapkan anggotanya agar

29Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


(SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”, Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian
Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239, h.7
30Saebani.2018.” MODEL PEMBELAJARAN READING ROLLING TEXT DALAM PELAJARAN SEJARAH

KEBUDAYAAN ISLAM”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, IV. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://wahanaislamika.ac.id/index.php/WahanaIslamika/article/download/25/8/, h. 184
31Saebani.2018.” MODEL PEMBELAJARAN READING ROLLING TEXT DALAM PELAJARAN SEJARAH

KEBUDAYAAN ISLAM”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, IV. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://wahanaislamika.ac.id/index.php/WahanaIslamika/article/download/25/8/, h. 185-187
bisa mengerjakan kuis dengan baik. Tim adalah fitur yang paling penting adalam RRT. Poin
utama dalam kegiatan ini adalah setiap anggota tim dapat menjalankan fungsinya dengan
baik dan semua anggota tim juga harus membantu setiap anggotanya.
3) Game Game dirancang untuk menguji pengetahuan siswa mengenai materi yang diperoleh
siswa dari pelaksanaan presentasi dikelas dan pelaksanaan kerja tim. Dengan demikian game
harus dirancang sedemikian rupa agar apa yang menjadi materi dalam game merupakan
materi yang telah disampaikan dalam prsesentasi dan kerja tim.
4) Turnament Turnament dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi atau kebutuhan. Dapat
dilaksanakan pada akhir pekan atau setelah materi telah selesai.
5) Team Recognize (Penghargaan kelompok) Penghargaan dapat membantu pelaksanaan
pembelajaran lebih menarik, karena ada tambahan motivasi dari para peserta didik baik
secara individu ataupun secara tim. Guru sebelumnya telah menentukan kriteria dalam
pemberian penghargaan misalnya dalam bentuk skor. Bagi tim yang memiliki skor tertenu
maka dapat memperoleh pengahargaan yang telah disepakati. Skor yang dapat diberikan
seperti Tim jika rata-rata skor 45 atau lebih maka tim akan memperoleh predikat super team.
Sementara itu untuk predikat great team “ dapat diberikan kepada tim yang memilik skor
rata-rata mencapai 40 s/d 45 dan predikat good team dapat diberikan kepada tim yang
mendapatkan nilai ata-ratanya 30 s/d 40.
Sebagai pembelajaran yang berbasis cooperative learning ternyata RRT memiliki dampak
yang signifikan terhadap keberhasilan pembelajaran SKI. Metode pembelajran SKI dengan RRT
dilaksanakan dimana siswa secara aktif mencari dan mengumpulkan pengetahuan tanpa bergantung
pada pengajar. RRT. Poin utama dalam pembelajaran RRT adalah setiap anggota tim dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan semua anggota tim juga harus membantu setiap
anggotanya. Dalam hal ini dibutuhkan pula kerjasama antar peserta didik, karenanya RRT juga
layak disebut cooperative learning. Dalam metode ini guru hannya berperan sebagai fasilitator yang
mengarahkan dan memantau jalannya pembelajaran. Tujuan dari RRT yakni meningkatkan
semangat siswa dalam belajar, memperbaiki interaksi antara guru dan siswa juga antar siswa,
melatih berpikir kritis dan melatih pula para siswa untuk saling bertanya dan menjawab
permasalahan (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2017). 32
Penggunaan metode RRT ternyata lebih menghasilkan hasil belajar yang lebih baik jika
dibandingkan metode tanya jawab. Hal ini dikarenakan dalam metode tanya jawab menurut
Departemen Pendidikan Nasional (2006) memiliki kekurangan antara lain: 1. Proses pembelajaran
didominasi oleh guru, sementara peserta didik pasif dan cenderung rnenghapalkan semua sifat

MODEL PEMBELAJARAN READING ROLLING TEXT DALAM PELAJARAN SEJARAH


32Saebani.2018.”

KEBUDAYAAN ISLAM”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, IV. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://wahanaislamika.ac.id/index.php/WahanaIslamika/article/download/25/8/, h. 193
materi pelajaran sebagai fakta. 2. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah sehingga cenderung
menimbulkan salah tafsir tentang istilah verbalisme. 3. Tidak semua guru memiliki keterampilan
berbicara dengan gaya bahasa, suara dan sikap yang baik sehingga dapat menarik perhatian peserta
didik, apalagi dapat rnerangsang semangat dan menumbuhkan daya imajinasi mereka 4. Tidak
segera dapat diketahui umpan balik tentang materi pelajaran yang telah disajikan. 5. Pelaksanaan
ceramah yang lebih dari 20 menit akan memudarkan perhatian peserta didik sehingga proses
pembelajaran terkesan menjemukan. 6. Materi pelajaran yang disajikan dengan ceramah hanya
mampu diingat oleh peserta didik dalam jangka waktu yang singkat sehingga tidak rnembantu
peserta didik mengorganisasrkan materi dalam ingatannya untuk jangka waktu yang panjang dan
pada gilirannya akan mengurangi kreativitas mereka.33
3. Pengembangan Metode Information Search
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan
cara memilih strategi atau metode yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran agar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Misalnya,
dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan
mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan
motivasi, tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar.
Oleh karena itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan
itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.34
Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti di lapangan, rendahnya tingkat hasil belajar
banyak dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar, sehingga nilai rata-rata
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kurang begitu memuaskan. Hal ini disebabkan karena
guru dalam proses belajar mengajar hanya menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan
media tambahan, dan materi pelajaran tidak disampaikan secara kronologis. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar
siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang
melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep Sejarah
Kebudayaan Islam. 35

MODEL PEMBELAJARAN READING ROLLING TEXT DALAM PELAJARAN SEJARAH


33Saebani.2018.”

KEBUDAYAAN ISLAM”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, IV. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://wahanaislamika.ac.id/index.php/WahanaIslamika/article/download/25/8/, h. 194
34Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul

Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.14
35Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul

Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Merujuk pada permasalahan di atas, diperoleh suatu gambaran bahwa penyebabnya adalah
sebagian siswa kurang tertarik untuk belajar Sejarah Kebudayaan Islam dibandingkan dengan
eksakta, karena proses pembelajarannya tidak membangkitkan minat siswa untuk belajar. Pelajaran
ini lebih banyak hafalan untuk memahami suatu materi pelajaran meskipun didukung dengan afektif
pembelajaran. Pengalaman mengajar dan permasalahan yang dijumpai di kelas yakni siswa kurang
tertarik belajar sejarah kebudayaan Islam yang berimplikasi terhadap rendahnya hasil belajar siswa.
Dengan demikian, diperlukan suatu upaya tindakan guru untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran agar dapat meningkatkan prestasi belajar.36
Salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dikelas adalah
metode information search. Metode ini terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam
menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga pencapaian tujuan
pembelajaran diperoleh secara maksimal. information search berasal dari bahasa Inggris, dari kata
information” (informasi) dan search” (mencari/menelusuri) artinya mencari informasi materi yang
diajarkan dan diberi kesempatan untuk mencari di dalam atau di luar kelas, seperti perpustakaan,
warnet, mencari jurnal dan sumber belajar yang lain. Langkah-langkah pembelajaran metode
Information Search antara lain: (a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok kecil (bisa juga
tidak membagi kelompok). (b) Guru membuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya terdapat
dalam teks, buku, dokumen, internet, perangkat keras lainnya. (c) Guru membagikan pertanyaan
kepada para siswa. Siswa diminta mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat.
Siswa mempresentasikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan. (d) Guru mengulang semua jawaban
dari siswa dan mengembangkan jawaban tersebut untuk menambah informasi siswa, sehingga
jawaban yang diperoleh semakin jelas. 37
Penerapan metode information search diharapkan dapat mengatasi kesulitan belajar,
meningkatkan kemampuan literasi teknologi siswa untuk mencari informasi sendiri dalam
pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Metode ini
menuntut siswa agar dapat meningkatkan daya pikirnya untuk memecahkan masalah tanpa
menggantungkan pada guru dan teman kelompoknya. Hasil penelitian Widyaningrum (2011)
menunjukkan bahwa penerapan active learning dengan metode information search untuk

Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,


http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.15
36Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul

Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.15
37Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul

Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.15
meningkatkan aktivitas belajar siswa. Selain itu juga, hasil penelitian Hermanto (2013) bahwa
penerapan strategi pembelajaran Information Search dapat meningkatkan minat dan hasil belajar
IPS siswa. Melalui model ini, siswa dituntut untuk terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran,mereka dituntut untuk bekerja sendiri dalam memecahkan masalah dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru(Asyachowi, 2011). Upaya ini akan dapat
mengembangkan motivasi dalam pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan untuk belajar
ke arah yang lebih baik serta akan berimplikasi pada peningkatan hasil belajar siswa. 38
Tahap pelaksanaan dilakukan dengan penyajian materi pelajaran. Siswa diberikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan tanggapan seputar pelajaran SKI materi latar
belakang sejarah berdirinya Bani Umayyah.Siswa melakukan pengamatan atau observasi. Guru
memberikan penguatan dan menyimpulkan secara bersama-sama dengan siswa. Pada tahap ini juga
dilakukan observasi keterlaksanaan pengelolaan pembelajarn menggunakan metode information
search serta observasi keaktifan siswa. Tahap refleksi dilakukan oleh peneliti dengan cara
memberikan refleksi terhadap pelaksanaan siklus sebelumnya dan menganalisis serta membuat
kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan materi sejarah
berdirinya Bani Umayyah dengan metode information search. Hasil refleksi tersebut sebagai acuan
peneliti untuk memperbaiki keterlaksanaan metode pembelajaran information search.39
4. Pengembangan Metode Demokratis
Wacana pembelajaran demokratis haruslah diterapkan secara nyata dalam konteks
pembelajaran di dalam kelas. Secara jelasnya metode pembelajaran demokratis terlaksana melalui
interaksi yang humanistic, yaitu: menumbuhkan manusia yang berkepribadian dalam diri setiap
siswa, sehingga dapat mengikis mentalitas masyarakat yang suka latah dan bertaklid buta. Untuk
menumbuhkan kepribadian siswa, dalam interaksi pembelajaran dibutuhkan peran yang signifikan
guru dan optimalisasi budaya sekolah. Para peserta didik hendaknya diarahkan untuk menemukan
jati dirinya; baik kemampuan intelektual maupun bakat-bakat yang dimilikinya. Jadi tidak sekedar
menerima pelajaran. Setiap siswa harus mengetahui bahwa ia dihargai karena dirinya sendiri, bukan
karena prestasi atau karena orang tuanya. Mereka juga diarahkan untuk bersikap aktif, memikirkan
apa yang dipelajari, kritis, serta dewasa dalam menilai masalah yang dihadapi. Siswa juga perlu
diajak mencermati problematika sosial, politik, budaya, ekonomi, dan hal-hal lain yang terjadi di
luar kelas atau masyarakatnya, agar tumbuh sikap dan perilaku sosial dan humanismenya, menjadi

38Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul
Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.15
39Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs Darul

Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Information Search”.
Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.16
problem solver, sekaligus mereka agar tidak menjadi alien yang terasing dari lingkungan
sosialnya.40 Untuk itu siswa hendaknya diajak banyak bertanya serta merefleksikan apa yang
dipelajarinya untuk mempertimbangkan dan merenungkan pelajaran dan berbagai hal yang terjadi
di sekitarnya. Termasuk di dalamnya adalah, sekolah harus mengembangkan rasa keadilan siswa.
Guru harus membuka mata siswa terhadap ketidakadilan yang banyak terjadi di sekeliling kita,
karena dengan demikian, perasaan keadilan akan tumbuh pada diri mereka. Para siswa juga perlu
dibantu untuk mengembangkan sikap keagamaan yang dewasa, terbuka dan toleran. Juga menjadi
manusia yang pemberani, kreatif, mandiri dan tidak asal menurut apa yang diucapkan oleh guru,
teman dan orang-orang di lingkungannya, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, yang serba tidak
puas dengan jawaban sementara. Lebih lanjut, para siswa yang berkepribadian, diharapkan mampu
menjadi manusia pembangun masyarakat modern. Yakni manusia yang tahu dan menerima baik
keunggulan maupun kelemahannya, tidak dihinggapi kerendahan hati palsu, karena bangga dan
sadar atas kepribadiannya yang berharga dan penting bagi sesama. Ia menggunakan kemampuannya
secara penuh dan pantang mundur kendati memiliki kekurangan. Ia menerima dirinya sendiri
maupun orang lain apa adanya. Ia tidak berkelit menghadapi kenyataan, sebaliknya, berani to face
the facts, beradu dada dengan kenyataan.41
Dalam pandangan konsep pendidikan Islam yang bernuansa demokratis, seperti yang
diungkapkan oleh A. Hassan. Ia mengatakan bahwa: proses pembelajaran haruslah berlangsung
secara terbuka dan penuh kebebasan dengan tetap saling menghargai dan menghormati peran
masing-masing antara guru dan siswa. A. Hassan juga mengedepankan metode dialogis dalam teori
pembelajarannya, seperti yang pernah ia praktekkan di dalam kelas. Peran guru menurutnya tetap
sebagai kunci untuk mencerdaskan siswanya, begitupun dengan kesuksesan belajar, maka guru
muthlak harus mempunyai kualitas yang tinggi. Pembelajaran demokratis pada dasarnya
menghendaki agar setiap proses pembelajaran di kelas berlangsung secara seimbang antara peranan
guru dan siswa. Posisi guru di kelas memfasilitasi kegiatan belajar siswa, sedangkan siswa
diberikan berbagai kebebasan untuk melakukan berbagai aktifitas, inovasi, ekspresi, eksplorasi, dan
aktualisasi diri dengan tetap mengacu kepada aturan yang telah ditetapkan. Pembelajaran
demokratis dapat diimplementasikan melalui belajar dengan tanya jawab, diskusi, kerja kelompok,

40Murdani.2015. “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: SEBUAH STUDI TENTANG


PEMBELAJARAN SKI PADA MADRASAH TSANAWIYAH DI ACEH”. Junral Ilmiah Islam Futura,14. Diakses pada
tanggal 8 November 2019, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/332/311, ,
h.256
41Murdani.2015. “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: SEBUAH STUDI TENTANG
PEMBELAJARAN SKI PADA MADRASAH TSANAWIYAH DI ACEH”. Junral Ilmiah Islam Futura,14. Diakses pada
tanggal 8 November 2019, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/332/311, ,
h.257
dan sosiodrama tercakup dalam strategi pembelajaran demokratis yang di dalamnya ada strategi
inkuiri, ekspositori dan kooperatif.42

Implementasi pembelajaran demokratis dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam


secara garis besarnya terlaksana selama proses belajar di kelas. Suatu proses pembelajaran dengan
tidak menerapkan pembelajaran demokratis khususnya pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di
kelas dapat menimbulkan berbagai efek negatif atau faktor penghambat terhadap pembelajaran
terutama sekali terhadap siswa. Siswa tidak mempunyai semangat belajar, prestasi yang rendah, dan
terhambat perkembangannya. Efek negatif atau faktor penghambat tersebut dapat berimplikasi luas
dan turunan. Implikasi positif atau faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran demokratis dalam
pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di kelas dapat tumbuh minat belajar, tercipta suasana
belajar yang menyenangkan, dan dapat meningkatkan motivasi belajar. Implikasi bagi guru sejarah
kebudayaan Islam dapat memberikan kemudahan dalam mengajar di kelas, menghemat waktu, dan
menciptakan proses pembelajaran sejarah kebudayaan Islam menjadi lebih efektif. Solusi terhadap
berbagai faktor penghambat tersebut antara lain: meningkatkan kuantitas dan kualitas dari proses
pembelajaran itu sendiri baik dari segi guru, sarana dan prasarana, dan siswa.43

5. Pengembangan metode Group Investigation (GI)


Pembelajaran yang dilaksanakan dengan pola konvensional saat ini bisa menjamin
ketercapaian tujuan penyampaian materi sesuai kurikulum namun tidak dapat menjamin
ketercapaian tujuan pendidikan yang hakiki, sebab dengan pola pembelajaran yang ada terbukti
hanya berhasil dalam kompetensi ”mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
dengan logika untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Kondisi ini umum
terjadi pada semua tingkat pendidikan di indonesia termasuk juga dalam pendidikan agama.44
Kondisi demikian tentu tidak mungkin untuk dibiarkan berlarut-larut dan harus segera
diupayakan untuk diperbaiki. Perbaikan tersebut dapat dilakukan melalui perbaikan kegiatan
pembelajaran yang diawali dari pembangunan paradigma pembelajaran yang tidak lagi
menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan sudah mulai diganti menjadi pembelajaran yang

“IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: SEBUAH STUDI TENTANG


42Murdani.2015.

PEMBELAJARAN SKI PADA MADRASAH TSANAWIYAH DI ACEH”. Junral Ilmiah Islam Futura,14. Diakses pada
tanggal 8 November 2019, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/332/311, ,
h.257
43Murdani.2015. “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: SEBUAH STUDI TENTANG
PEMBELAJARAN SKI PADA MADRASAH TSANAWIYAH DI ACEH”. Junral Ilmiah Islam Futura,14. Diakses pada
tanggal 8 November 2019, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/332/311,
h.259
44Samsul Hadi dan Sugiharto.2019. “APLIKASI COOPERATIF LEARNINGTIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI KELAS V MIN 6
NGAWI”. Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, VI. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ejurnal.staiattaqwa.ac.id/index.php/staiattaqwa/article/view/83, h.4
berpusat pada siswa. Hal ini sejalan dengan kurikulum yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)/kurikulum 2013, yang menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan
proses pembelajaran, yang mana proses pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru, akan tetapi
siswa juga ikut aktif di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan penerapan pembelajaran kooperatif
model Group Investigation (GI) untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 45
Penerapan metode ini juga dapat dilaksanakan pada pendidikan keagamaan termasuk pada
Madrasah Ibtidaiyah di semua materi pelajaran yang ada di dalamnya. Salah satu persoalan yang
juga ada dalam pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah adalah pembelajaran SKI (Sejarah
Kebudayaan Islam). Materi ini pada dasarnya merupakan materi yang menarik untuk dipahami,
hanya saja dalam pelaksanaanya menjadi tidak menarik bagi siswa, hal ini tampak bahwa terkadang
siswa tidak menyimak dengan baik apa yang disampaikan guru, dan dari hasil evaluasi juga
menunjukkan hasil yang mengecewakan. Materi pelajaran ini tidak memerlukan pendalaman logika
yang bersifat eksak, namun lebih pada memahami esensi, makna-makna, nilai-nilai filosofis serta
rincian kronologis dari setiap kejadian yang ada didalamnya, sebab materi ini lebih menekankan
pada pemahaman nilainilai yang nantinya bisa berguna bagi kehidupan siswa kelak. Dengan
demikian, maka persoalan yang muncul dalam pembelajaran materi SKI pada dasarnya sangat
memungkinkan untuk diatasi dengan penggunaan metode yang dinilai tepat untuk diterapkan
khususnya pada siswa tingkat pendidikan dasar (MI) yang salah satunya bisa menggunakan Metode
pembelajaran Group Investigation (GI). Strategi ini dapat digunakan dalam rangka mengaktifkan
dan mengembangkan potensi siswa dalam pembelajaran yang diarahkan pada pendekatan
konstruktivis. Menurut Vygotsky, Nur Hanurawati, pendekatan konstruktivis dalam pelajaran
menekankan pada pembelajaran kooperatif secara luas, siswa diharapkan pada proses berfikir
dengan teman sebaya, siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman yang lebih
mampu. 46
Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dengan memuaskan.
Pembelajaran tipe Group Investigation (GI) membutuhkan kemampuan guru untuk mengelola kelas
dengan baik, karena kesulitan awal penggunaan tipe Group Investigation (GI) adalah saat
dilaksanakan pengaturan kelas sebelum pelaksanaan belajar kelompok yang dapat membuat siswa
gaduh dan ramai sehingga siswa sulit untuk dikendalikan. Kesiapan dan kematangan strategi yang

45 Samsul Hadi dan Sugiharto.2019. “APLIKASI COOPERATIF LEARNINGTIPE GROUP


INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI KELAS V MIN 6
NGAWI”. Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, VI. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ejurnal.staiattaqwa.ac.id/index.php/staiattaqwa/article/view/83, h.5
46Samsul Hadi dan Sugiharto.2019. “APLIKASI COOPERATIF LEARNINGTIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI KELAS V MIN 6
NGAWI”. Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, VI. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ejurnal.staiattaqwa.ac.id/index.php/staiattaqwa/article/view/83, h.5
diterapkan oleh guru harus tepat agar proses belajar dapat berjalan dengan lancar. Selain itu guru
harus mampu mengatur waktu dan mengalokasikannya dengan tepat selama proses belajar
mengajar, karena pembelajaran model seperti ini membutuhkan waktu yang relatif banyak,
sehingga waktu untuk pelaksanaanya juga harus diperhatikan. Berdasarkan penjelasan diatas secara
umum dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)
pada pokok bahasan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Ke kota Madinah dan hambatan yang
dihadapinya, dapat meningkatkan mutu belajar siswa yang dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa
dan nilai hasil belajar melalui test ulangan.47
6. Pengembangan Metode Discovery Learning
Model Discovery Learning dalam Pembelajaran SKI merupakan bagian dari sosialisasi
Kurikulum 2013 yang bertujuan untuk menyatukan baik itu pendidik, tenaga kependidikan lainnya,
maupun peserta didik. Selain itu perlu dilakukan persiapan-persiapan dalam rangka mensukseskan
kebijakan baru yang telah digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
RI dan Kementerian Agama (Kemenag) RI. 48
Penerapan model Discovery Learning dalam pembelajaran sudah disesuaikan dengan
standar aplikasi penerapan model pembelajaran Discovery Learning dalam buku karangan Syah
tentang tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:49
1) Stimulation (Stimulasi atau Pemberian Rangsangan) Tahapan awal dalam model Discovery
Learning adalah melakukan stimulasi atau pemberian rangsangan terhadap peserta didik,
yaitu dalam kegiatan pembelajaran dimulai dengan anjuran membaca buku atau melihat dan
memperhatikan tayangan melalui video dan aktivitas belajar lainnya yang mengarahkan
peserta didik persiapan pemecahan masalah kemudian mengajukan pertanyaan.
2) Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi,
langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah). Tentu masalah yang diangkat yaitu masalah yang

47Samsul Hadi dan Sugiharto.2019. “APLIKASI COOPERATIF LEARNINGTIPE GROUP


INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI KELAS V MIN 6
NGAWI”. Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, VI. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ejurnal.staiattaqwa.ac.id/index.php/staiattaqwa/article/view/83, h.6
48Shomali Kurniawan Sibuea1,Syaukani, dan Wahyudin Nur Nasution. 2019. “PENERAPAN MODEL

DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs DARUL


HIKMAH TPI MEDAN”. Jurnal EDU-RILIGIA, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/eduriligia/article/view/5803/2658, h. 389
49Shomali Kurniawan Sibuea1,Syaukani, dan Wahyudin Nur Nasution. 2019. “PENERAPAN MODEL

DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs DARUL


HIKMAH TPI MEDAN”. Jurnal EDU-RILIGIA, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/eduriligia/article/view/5803/2658, h. 390
relevan dengan materi pembelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis atau jawaban sementara atas pertanyaan yang muncul dari peserta didik.
3) Data Collection (Pengumpulan Data) Selanjutnya yaitu kegiatan mengumpulkan data yakni
memberikan kesempatan peserta didik untuk mengumpulkan informasi banyaknya relevan
dengan materi untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis pembelajaran atau menjawab
pertanyaan yang sebelumnya muncul dari kegiatan bertanya.
4) Data Processing (Pengolahan Data) Setelah dilakukan data collection maka tahapan
selanjutnya adalah processing yaitu pengolahan data dan informasi yang telah diperoleh oleh
para peserta didik selanjutnya ditafsirkan dan semuanya diolah untuk memperoleh jawaban
yang akurat. Pada kegiatan ini, para peserta didik terutama yang paling aktif akan
menemukan hal baru dari materi yang telah disediakan oleh guru. Sehingga pada kegiatan
selanjutnya akan menjadikan bahan materi yang bisa didiskusikan bersama-sama dengan
guru dan peserta didik lainnya dan menjadikan keadaan kelas menjadi aktif bersama dan
terasa menyenangkan.
5) Verification (Pentahkikan atau Pembuktian) Kegiatan verification adalah pada tahapan ini
peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, kemudian dihubungkan dengan hasil
data Hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang
telah dirumuskan terlebih dahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, terbukti
atau tidak. 6) Generalization (Menarik Kesimpulan atau Generalisasi) Tahapan akhir dari
model Discovery Learning yaitu memberikan generalization (kesimpulan) dimana peserta
didik mengkomunikasikan hasil kesimpulan dari diskusi kelompoknya. Tahap
generalization/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Kemampuan guru sebagai fasilitator harus lebih baik, dan tidak membiarkan diskusi berjalan
tanpa arah yang jelas tetapi perlu dibatasi mengingat durasi waktu proses pembelajaran yang ada.
Peserta didik yang aktif dan berani mengemukakan gagasan atau pendapatnya secara ilmiah tentu
akan mendapatkan nilai yang lebih baik. Peserta didik yang masih mempunyai rasa takut dan
kurang percaya diri akan terlatih sehingga menjadi pribadi yang mandiri dan pribadi yang bisa
dipercaya. Semua kegiatan pembelajaran akan kembali kepada pencapaian ranah pembelajaran
yaitu ranah sikap, ranah kognitif dan ranah keterampilan.50

50Shomali Kurniawan Sibuea1,Syaukani, dan Wahyudin Nur Nasution. 2019. “PENERAPAN MODEL
DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTs DARUL
HIKMAH TPI MEDAN”. Jurnal EDU-RILIGIA, III. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/eduriligia/article/view/5803/2658, h. 391
D. Pengembangan Media Pembelajaran SKI

1. Pengembangan Media Audio


Permasalahan yang terjadi pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yaitu siswa kelas
IV memiliki keterbatasan dalam menceritakan kembali tentang “Kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW”. Siswa mengalami kesulitan memahami peristiwa Isra Mi’raj dan proses penerimaan
perintah shalat serta mengambil hikmah dari peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW Selain
itu, guru memiliki keterbatasan dalam mendramatisasikan “Kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW” untuk memberikan imajinasi kepada siswa. Hal ini menjadikan siswa kelas IV tidak
memperhatikan guru saat pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
berlangsung. Sehingga menyebabkan proses kegiatan pembelajaran menjadi terhambat dan siswa
menjadi kurang aktif.51
Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dikembangkan media audio pembelajaran
pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan materi pokok “Kisah Isra Mi’raj Nabi
Muhammad SAW” di MI Ma’arif Durung Banjar Candi Sidoarjo. Alasan pemilihan pengembangan
media audio yaitu, pertama media audio dapat diputar kembali secara berulang-ulang. Sehingga
bagi siswa yang belum memahami cerita “Kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW” dapat
mengulang atau memutar kembali cerita tersebut. Kedua media audio mampu mempengaruhi
suasana dan prilaku siswa melalui musik latar dan efek suara. Sehingga siswa lebih memperhatikan
dan konsentrasi kepada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Ketiga media audio mampu
membangkitkan sistem imajinasi dan memusatkan perhatian siswa pada penggunaan kata-kata,
bunyi, dan arti pada suatu materi. Sehingga media audio dapat membantu guru dalam mengatasi
keterbatasan untuk memberikan daya imajinasi dan memusatkan perhatian siswa. 52
Melalui media audio pembelajaran, materi dikemas menjadi lebih menarik dalam proses
pembelajaran. Sehingga siswa kelas IV menjadi lebih tertarik mengikuti dan mempelajari tentang
“Kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW”. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
Azhar Arsyad (2011:149) untuk lebih dapat memotivasi siswa, program media audio dirancang
menjadi lebih menarik dari segi cerita. Program audio menjadi menarik karena dapat menimbulkan

51Siti Umi Khasanah dan Dra.Sulistiowati. 2014. “PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO “KISAH ISRA
MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW” PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV DI MI MA’ARIF DURUNG BANJAR CANDI
SIDOARJO”. Jurnal Mahasiswa Teknologi pendidikan, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jmtp/article/view/8491, h. 2
52Siti Umi Khasanah dan Dra.Sulistiowati. 2014. “PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO “KISAH ISRA

MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW” PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV DI MI MA’ARIF DURUNG BANJAR CANDI
SIDOARJO”. Jurnal Mahasiswa Teknologi pendidikan, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jmtp/article/view/8491, h. 2
daya fantasi pada siswa. Program ini akan lebih efektif apabila bunyi, musik dan suara dapat
merangsang siswa untuk menggunakan daya imajinasinya. Sehingga siswa dapat memvisualkan
pesan-pesan yang akan disampaikan guru. Selain itu, media audio juga memiliki keterbatasan
yaitu memiliki komunikasi hanya satu arah. Sehingga untuk mengatasi keterbatasan media audio
maka perlu diperhatikan yaitu, materi yang ada pada media audio pembelajaran mampu memotivasi
agar peserta didik tertarik untuk mendengarkannya sampai selesai. Terdapat unsur menghibur yang
perlu diberikan agar siswa tidak bosan dan senang mendengarkannya sampai program selesai. Serta
adanya waktu antara guru dan siswa untuk mendiskusikan berbagai kesulitan yang ditemui dalam
mempelajari materi pembelajaran yang dikemas dalam media audio.53
2. Pengembangan Media Program Microsoft Power Point
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya
pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Media yang dapat
menunjang pembelajaran diantaranya adalah media komputer. Salah satu program yang digunakan
adalah dengan program Microsoft PowerPoint. Aplikasi ini dapat digunakan untuk membuat
maupun menyampaikan materi. (Nasution, 1982:115). Microsoft PowerPoint menyediakan fasilitas,
suara, gambar dan hyperlink, selain itu dilengkapi dengan animasi yang bukan hanya berlaku pada
teks saja tetapi juga pada gambar, garis dan sebagainya. Sehingga membuat tampilan pembelajaran
menjadi lebih bervariasi, penyajian materi pelajaran dapat sesuai dengan “dunia nyata” siswa.
Microsoft PowerPoint merupakan salah satu program berbasis multi media yang dirancang khusus
untuk digunakan sebagai alat presentasi adalah berbagai kemampuan pengelola teks, warna, dan
gambar, serta animasi-animasi yang bisa diolah sendiri sesuai kreativitas penggunaannya. Dan
banyak manfaat yang dimiliki oleh Microsoft PowerPoint yang telah di paparkan di atas. (Dahria &
Santoso, 2009:252).54
Sejarah kebudayaan Islam (SKI) merupakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
di madrasah. Aspek SKI menekankan pada kemampuan mengambil ibrahdari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek, dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban
islam. (Hanafi. 2009). Pentingnya mempelajari SKI salah satunya adalah dapat membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-

53Siti Umi Khasanah dan Dra.Sulistiowati. 2014. “PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO “KISAH ISRA

MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW” PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV DI MI MA’ARIF DURUNG BANJAR CANDI
SIDOARJO”. Jurnal Mahasiswa Teknologi pendidikan, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jmtp/article/view/8491, h. 2
54Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan

Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
norma islam yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka mengembangkan kebudayaan
dan peradaban Islam. Salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa dalam belajar SKI adalah
karena terlalu banyak materi yang di ajarkan kebanyakan menggunakan metode ceramah dan siswa
menjadi kurang bersemangat dalam menerima pelajaran kalau tidak ada varian metode. Kebanyakan
aktivitas siswa hanya mendengar dan mencatat dan tidak mendapatkan kesempatan untuk berpikir
lebih dalam (Muflihah & Maksum, 2016). 55
Guru dituntut dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran karena
metode dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh terhadap hasil
proses belajar mengajar. Tetapi untuk membuat media tersebut dibutuhkan kemampuan dan
pengetahuan, dimana tidak setiap guru mempunyai kemampuan untuk itu. oleh karena itu perlu
adanya pelatihan pembuatan media pembelajaran menggunakan Microsoft Power Point untuk para
guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pemanfaatan media Microsoft Power Point dan
untuk mengikuti perkembangan iptek dan juga sebagai alternatif pembelajaran agar tidak monoton
dan terkesan membosankan. 56
3. Pengembangan Media Audio Visual
Proses belajar mengajar yang diberikan kepada siswa, biasanya hanya sebatas dengan
pemberian materi pelajaran melalui buku pelajaran yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Untuk
itu, perlu ada pengembangan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajarnya, terutama di materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Awalnya, guru
memberikan materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) melalui metode konvensional, yaitu melalui
ceramah dan latihan soal saja. Namun, karena terus berkembangnya media pembelajaran, perlu
dilakukan evaluasi terhadap metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar.57
Pengembangan media pembelajaran melalui audio visual sangat dibutuhkan dalam mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) tersebut, terutama bagi guru dan siswa. Dalam media
pembelajaran, materi tersebut dibuat dengan menarik, dan ditambahkan gambar-gambar yang
terkait dengan materi yang diajarkan oleh guru. Musfiqon (2012) berpendapat bahwa pembelajaran

55Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan
Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
56Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk Meningkatkan

Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata Pelajaran SKI di MI NU
Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444, h.31
57Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.6
yang memakai multimedia menunjukkan hasil yang lebih efektif dan efisien serta bisa
meningkatkan hasil belajar siswa. Media audio visual itu sendiri termasuk ke dalam jenis
multimedia, yaitu salah satu macam media yang selain mempunyai unsur suara juga mempunyai
unsur gambar yang dapat dilihat, seperti misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide show
dan lain sebagainya. Pemakaian media audio visual mampu meningkatkan perhatian siswa dengan
menggunakan tampilan yang lebih menarik. Siswa juga akan merasa tidak mau ketinggalan dengan
jalan cerita pada video tersebut jika mereka teralihkan konsentrasi dan perhatiannya. Hal tersebut
dikarenakan media audio visual menampilkan gambar dan informasi nyata pada saat proses belajar
mengajar, sehingga meningkatkan adanya aktivitas diri siswa (Fujiayanto, Jayadinata, & Kurnia,
2016).58
Guru berperan dan berpengaruh besar dalam proses belajar mengajar dan bertugas untuk
memilih, merencanakan, mempersiapkan dan mengembangkan sebuah materi pembelajaran yang
kemudian materi tersebut akan disampaikan ke siswa. Awalnya, guru memberikan pembelajaran
sejarah kebudayaan islam dengan menggunakan metode pembelajaran yang konvesnsional, yaitu
dengan menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas. Hal ini membuat siswa merasa bosan
dan tidak menyenangkan. Dalam proses belajar tersebut, siswa hanya melakukan aktivitas
menghafal saja, tanpa benar-benar memahami materi dari mata pelajaran sejarah kebudayaan islam.
Padahal, dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan islam ini membahas sejarah-sejarah islam di
masa lampau. Beberapa guru masih beranggapan bahwa pendidikan lebih mempunyai arti sebagai
proses transfer ilmu dari guru ke siswa tanpa memperhatikan bagaimana siswa dapat memahami
materi yang disampaikan (Naim, 2016).59
Semakin berkembangnya jaman di bidang teknologi dan informasi, guru dituntut untuk lebih
kreatif dalam memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan metode dan media
pembelajaran yang mampu memberikan pemahaman kepada siswa terkait materi yang disampaikan
tersebut. Media yang digunakan guru bisa berupa media audio visual slide show dan film.
Pemberian materi dengan menggunakan media pembelajaran audio visual ini disesuaikan dengan
materi pembelajaran yang akan diberikan ke siswa.60

58DedySetyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.7
59Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.7
60Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.7
Dalam penelitian ini, peneliti meminta guru untuk memberikan materi pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) dengan menggunakan media pembelajaran audio visual slide show dan
film. Penggunaan media pembelajaran tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pemahaman siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Adanya pengaruh media
pembelajaran audio visual slide show dan film ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang ada di
tabel 3 dan tabel 4. Pada tabel 3, nilai signifikansi untuk pengaruh media pembelajaran slide show
sebesar 0,00. Artinya ada pengaruh media pembelajaran audio visual slide show yang signifikan
terhadap pemahaman siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pada tabel 4,
nilai nilai signifikansi untuk pengaruh media pembelajaran film sebesar 0,00. Artinya ada pengaruh
media pembelajaran audio film yang signifikan terhadap pemahaman siswa pada mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).61
Dengan menggunakan media pembelajaran audio visual slide show, guru dapat dengan
mudah menyampaikan informasi dan memberikan gambaran yang lebih konkret kepada siswa.
Kemudahan yang dialami guru tersebut mulai dari kemudahan untuk mendapatkan media audio
visual slide show tersebut, mudah untuk membuat materinya, dan mudah untuk menggunakannya
(Ananda & Sudarso, 2018). Media pembelajaran audio visual lain yang digunakan adalah media
pembelajaran audio visual film. Dengan menggunakan media pembelajaran audio visual film,
materi pembelajaran di berikan dengan menggunakan cerita bergerak dan bersuara melalui film.
Dalam media pembelajaran ini, materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) diberikan
dengan memasukkan beberapa tulisan singkat dan gambar-gambar yang menarik ke dalam film.
Media pembelajaran audio visual film juga mampu membangun imajinasi yang sesuai dengan
materi pelajaran dari film yang disaksikan oleh siswa (Husmiati, 2010).62
Dari hasil yang didapat, ada perbedaan pengaruh media pembelajaran audio visual slide
show dan film pada pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan islam
(SKI). Media pembelajaran audio visual film lebih memberikan pengaruh pada pemahaman peserta
didik dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (SKI) dibandingkan dengan media
pembelajaran audio visual slide show. Pengalaman belajar siswa salah satunya juga dapat diperoleh
melalui film. Hal ini ditunjukkan dengan hasil observasi di lapangan ketika pemberian materi

61DedySetyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.8
62Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.8
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) pada siswa kelas V di SD Yapita Surabaya. Siswa lebih fokus
pada materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya dengan menggunakan media pembelajaran slide
show. Banyak pertanyaan yang diberikan oleh siswa-siswa tersebut terkait dengan materi pelajaran
yang diberikan. Dengan menggunakan media pembelajaran slide show dalam pembelajaran
merupakan salah satu hal yang memberikan peningkatan yang signifikan pada pemahaman siswa
pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) siswa pada kelompok eksperimen. Hal
tersebut disebabkan karena pada waktu pemberian materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), siswa
menjadi lebih memperhatikan, memahami, dan menganalisa certia yang dilihat dan di dengarnya
dalam film tersebut.63
Selain itu, dengan menggunakan slide show, dapat memberikan pengalaman belajar yang
tidak didapatkan siswa di dalam kelas karena keterbatasan ruang dan waktu yang mereka miliki.
Hal ini juga dapat mengasah kemampuan analitis siswa terhadap slide show yang ditampilkan
berdasarkan teori dan konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya.64

4. Pengembangan Multimedia dalam Pembelajaran SKI


Guru SKI mengungkapkan bahwa siswa kurang termotivasi dalam belajar disebabkan
tingkat kesulitan materi pelajaran SKI yang bersifat hafalan, namun guru tidak mengoreksi proses
pembelajaran yang mengabaikan media. Adapun sikap kurang termotivasi siswa diantaranya; siswa
banyak diam dan hanya mendengarkan, siswa kurang aktif, siswa jenuh dengan pembelajaran
menggunakan metode konventional. Alasan guru mata pelajaran SKI kenapa jarang sekali
menggunakan media karena media yang tersedia di sekolah sangat minim. pembelajaran SKI yang
diajarkan oleh guru mata pelajaran SKI tidak menggunakan multimedia interaktif dalam proses
pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi monoton dengan menyampaikan materi pelajaran
menggunakan metode ceramah yang lebih dominan, meskipun ada sekali-sekali menggunakan
metode pembelajaran yang lain, seperti metode diskusi, dan bermain kuis, tetapi pembelajaran tidak
disertai dengan penggunaan media interaktif yang dapat menarik.65

63DedySetyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.8
64Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) “. International Journal of
Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/, h.8
65Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 118
Asnawir dan Usman (2001) mengungkapkan penggunaaan media pengajaran secara
terintegrasi dalam proses pembelajaran sangat membantu dalam meningkatkan minat dan motivasi
belajar siswa di dalam kelas karena fungsi media dalam kegiatan tersebut di samping sebagai
penyaji stimulus informasi, sikap dan lainlain juga untuk meningkatkan keserasian dalam
penerimaan informasi. Dalam hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah
kemajuan serta untuk memberikan umpan balik.66
Menurut Ariani (2010) untuk meningkatkan kemampuan memori pengetahuan siswa
meliputi: 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50%
dari apa yang dilihat dan didengar, 80% dari apa yang disampaikan/ berbicara, dan 90% dari apa
yang dikatakan dan dilakukan. Berpijak dari pendapat di atas bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran akan meningkatkan kemampuan belajar sebesar 50% - 60% dari
pada tanpa mempergunakan media. Di samping media dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di samping meningkatkan motivasi belajar siswa
media pendidikan juga dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada
gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Karena melalui media
bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, metode mengajar akan bervariasi, siswa melakukan
kegiatan belajar dengan mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lainlain, dan pelajaran
lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar (Harjanto, 2008).67
Susilanan (2007) mengungkapkan bahwa salah satu strategi peningkatan kualitas
pembelajaran dilakukan melalui pembelajaran berbasis pemanfaatan Information and
Communication Technology (ICT) dengan bersandar pada penguasaan kompetensi. Pelaksanaan
strategi tersebut dilakukan melalui; penataan kurikulum, penyusunan bahan ajar/ modul,
penyusunan standar pelayanan minimal (delivery sistem), penyelenggaraan pembelajaran berbasis
produksi (production based learning), dan pengembangan prosedur penilaian berbasis ICT yang
bersandar pada kompetensi based assessment.68
Pendekatan pembelajaran dengan pemanfaatan ICT salah satunya adalah melalui
pengembangan multimedia. Multimedia adalah “…also used in an educational context to describe

66Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN


SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 118
67Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 119
68Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 119
the mix of video and audio cassetes, printed text and handbooks which traditionally make up
distance learning material”. The term multimedia to be a way of presenting material (often learning
material) which involves three or more of the following media within a computer environment: 1)
speech or other sound, 2) drawing or diagrams, 3) animated drawings or diagrams, 4) still
photograps or other images, 5) video clips, dan 6) text, i.e the printed word (Collins, et. al. 1997).
Menurut Choongjae (2014) multimedia interaktif adalah “…the use of content forms that include a
combination of text, audio, still image, animation, video, and described as electronic media devices,
that area used to store and experiment multimedia content”.69
Hal yang perlu dilakukan pada saat perancangan sistem pengajaran berbasis multimedia,
beberapa tahapan analisis, terutama adalah analisis terhadap frontend analysis yang menurut Lee
dan Owens (2004) adalah sebagai berikut 1) audience analysis, 2) technology analysis, 3) situasion
analysis, 4) Task analysis, 5) critical insident analysis, 6) objective analysis, 7) issue analysis, 8)
media analysis, 9) extand data analysis, 10) cost benefit analysis. 70
Susilana (2007) multimedia interaktif sebagai bahan ajar bertujuan untuk: 1) memperjelas
dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis., 2) mengatasi keterbatasan waktu,
ruang, dan indera peserta didik, dan 3) dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti
meningkatnya gairah dan motivasi belajar siswa untuk menguasai materi secara utuh,
mengembangkan kemampuan siswa dalam berinterkasi langsung dengan lingkungan dan sumber
belajar lainnya terutama bahan ajar yang berbasis ICT. Multimedia interaktif dengan menggunakan
software macromedia director mx ini dibuat pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Macromedia director merupakan software authoring multimedia yang sangat powerfull yang bisa
digunakan, baik pada sistem operasi Windows maupun Mancintosh, yang dalam hal ini berarti cross
platform (Sutoyo dan Sunardi, 2005).
Guru sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran hendaklah mencarikan
solusi agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tercapainya tujuan pembelajaran
yang diinginkan. Di samping metode yang bervariasi disampaikan oleh guru tentu proses
pembelajaran akan menarik jika guru mampu mendesain media interaktif dalam pembelajaran.
Karena media akan sangat membantu guru dalam menyampaikan informasi pembelajaran kepada
siswa secara baik, menarik, dan menyenangkan. Bagi siswa tentu hal tersebut sesuatu yang berbeda,

69Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN


SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 120
70Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 120
biasanya guru hanya menyampaikan pembelajaran masih bersifat konventional. Dengan adanya
media interaktif akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran.71
Kajian multimedia interaktif ini ditemukan di beberapa Negara, seperti di Malaysia oleh
Musthafa, Azlina. Najid, Norazura Ezuana Mohd. Siti Salwa Md. Sawari menyimpulkan “the uses
of Prezi presentation is easy and its technique for developing a more creative and innovative
approach in teaching strategies among Islamic educators”. 72
Temuan Ayoti et. al. (2013) di Kenya mengungkapkan bahwa “the study revealed that
teachers face several challenges in preparation and use of instructional media resources in teaching
Kiswahili. It was concluded that there are various forms of instructional media resources that can be
used in teaching various areas of Kiswahili Curriculum though there are challenges that need to be
addressed to enhance the use of these resources in teaching Kiswahili”. Temuan selanjutnya masih
di Malaysia oleh Ziden, Azidah Abu. Rahman, Muhammad Faizal Abdul (2013) mengungkapkan
“This study found that the application of multimedia web simulation in teaching pilgrimage topic
has given positive impact on student achievements”. Temuan di Padang yang ditulis oleh Adri,
Muhammad dan Azhar, Nelda (2008) mengungkapkan hasil temuannya bahwa E-Media Fisika
Terapan dapat meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa, sehingga memberikan
keluwesan dan kebebasan bagi mahasiswa dalam mengeksplorasi kemampuannya secara mandiri. 73
5. Pengembangan Media Online dalam Pembelajaran SKI
Inovasi pembelajaran merupakan gambaran tentang ide-ide baru yang diterapkan pada
proses belajar mengajar dalam rangka menemukan dan mengembangkan berbagai aspek yang dapat
menunjang tercapainya efektivitas, efisiensi dan kemenarikan proses pembelajaran. Inovasi
pembelajaran lazim dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai fasilitas, baik hardware maupun
software dalam proses pembelajaran. Salah satu factor terpenting dalam melaksanakan dan
mengimplementasikan inovasi dalam pembelajaran adalah pemahaman pendidik dan peserta didik
terhadap bentuk inovasi itu sendiri.74

71Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN


SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h.121
72Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 121
73 Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN

SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG
PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408, h. 121.
74Ida Rosyida dan Delis Sri Maryati. 2019. “INOVASI PEMBELAJARAN SKI BERBASIS MEDIA

MOBILE”. Tsaqafatuna: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, II. Diakses paada tanggal 8 November 2019,
https://jurnal.stit-buntetpesantren.ac.id/index.php/tsaqafatuna/article/viewFile/10/7. h.80.
Inovasi dalam pembelajaran merupakan gabungan antara kata inovasi dan pembelajaran,
jika inovasi diartikan sebagai ide-ide baru yang diterapkan dalm suatu proses/kegiatan, maka
pembelajaran itu sendiri memberikan warna khusus terhadap inovasi itu sendiri. Pembelajaran
merupakan proses yang kompleks dan sistemik, dimana didalamnya membutuhkan waktu, materi,
pendidik, peserta didik, materi, media, sumber belajar dan lainnya yang saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan. Jika inovasi berkaitan dengan media, maka lahirlah konsep inovasi media,
misalnya pembuatan, penggunaan dan pemanfaatan media berbasis teknologi mutakhir sebagai
media pembelajaran. Misalnya, pembuatan dan penggunaan e-learning bagi pembelajaran,
pemanfaatan channel youtube untuk kepentingan pembelajaran. Karenanya, media inovasi dalam
media dapat berupa software, hardware maupun brainware. Software, misalnya yang sering
digunakan adalah Microsoft Power Point sebagai bahan aplikasi presentasi dan aplikasi lain yang
fungsinya sejenis. Inovasinya, tentu saja adalah penerapan ideide dan model-model baru dalam
pemanfaatan aplikasi tersebut, misalnya bagaimana menginovasi power point bukan hanya
menampilkan teks, tetapi juga photo, animasi, pewarnaan dan fungsi-fungsi lainnya sehingga
terlihat lebih menarik daripada power point pada biasanya. Tentu saja, software tidak akan jalan
tanpa hardware, maka keberadaan hardware adalah keniscayaan. Misalnya laptop, netbox atau alat
sejenisnya. Dan terakhir, baik software maunpun hardware tidak akan berfungsi jika brainwarenya
tidak memiliki kafabilitas untuk itu.75
Terkait dengan aspek-aspek yang perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran, pada
dasarnya dapat mencakup kepada 4 aspek diantaranya aspek inovasi materi pembelajaran, aspek
model dan metode pembelajaran, aspek media dan alat pembelajaran, serta aspek sumber belajar.
Inovasi pada aspek materi, tentunya dilakukan dengan merancang dan mendesain materi
perkuliahan dengan cara melakukan curriculum analysis, yaitu menganalisis kurikulum agar materi
yang disampaikan dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa. Kurikulum pembelajaran SKI biasanya
berisi materi tentang penyebaran Islam sejak zaman Nabi hingga zaman modern, maka melalui
pengkajian kurikulum pembelajaran SKI dapat diadaptasikan dengan keadaan dan kondisi
perkembangan kebudayaan Islam hingga masa yang sedang berjalan. Inovasi pada aspek model dan
media pembelajaran, dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang berorientasi kepada
peserta didik, dengen menerapkan model- model yang mengembangkan kemampuan berfikir kritis
dan keterampilan khusus sebagai calon pendidik. Sedangkan menurut pengakuan mahasiswa, bahwa
innovasi yang harus dilakukan dalam pembelajaran SKI menekankan kepada metode dosen dalam
mengemas pembelajaran. Misalnya, dosen seharusnya mengarahkan mahasiswa terlebih dahulu

75Ida Rosyida dan Delis Sri Maryati. 2019. “INOVASI PEMBELAJARAN SKI BERBASIS MEDIA
MOBILE”. Tsaqafatuna: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, II. Diakses paada tanggal 8 November 2019,
https://jurnal.stit-buntetpesantren.ac.id/index.php/tsaqafatuna/article/viewFile/10/7. h.81
sebelum memberikan tugas, sehingga ketika pelaksanaan tugas dilaksanakan tidak terjadi beda
pemahaman antara yang dipikirkan oleh dosen dengan apa yang dilaksanakan oleh mahasiswa.
Misalnya, ketika mahasiswa ditugaskan untuk membuat vídeo yang kemudian diupload di Youtube,
harus dijelaskan terlebih dahulu, misalnya berapa lama durasinya.76
Berkenaan dengan efektifitas pembelajaran pada mata kuliah pembelajaran SKI, dosen
pengampu menyatakan bahwa sejauh ini pembelajaran dengan menggunaan media mobile cukup
efektif, terutama dalam proses pencapaian target kurikulum dan pendalaman materi. Artinya, bahwa
proses pembelajaran klasikal yang hanya dilaksanakan 150 menit dalam tatap muka, dirasa masih
kurang mampu mengakomodir materi pada silabus yang ditetapkan. Karenanya, dengan
menggunakan fasilitas teknologi komunikasi modern, persoalan kekurangan waktu dapat diatasi.
Misalnya, ketika dalam tatap muka materi yang tersampaikan hanya 60%, maka sisanya
disampaikan lewat aplikasi yang dapat diakses oleh mahasiswa melalui smartphone atau internet,
misalnya lewat Whatssapp Group atau lewat Youtube. Pendalaman materi pun dapat dilaksanakan
dengan lebih banyak, dimana dengan menggunakan materi ini kita bebas mengupload materi
sebanyak dan seluas mungkin, dimana hal ini tidak dapat dilaksanakan di dalam tatap muka di
kelas, karena seringkali dipengaruhi oleh kondisikondisi tertentu. Untuk menghindari terjadinya
hambatan yang dialami oleh mahasiswa, maka proses inovasi pembelajaran dengan menggunakan
media mobile ini tentunya dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi yang dapat dan mampu
diakses oleh mahasiswa dimanapun dan kapanpun. Misalnya whatssapp, youtube, dan aplikasi
android/ios e-learning yang disediakan oleh kampus. Tujuannya, agar tercapai efektivitas alatnya
juga, karena ketika mahasiswa diberikan aplikasi yang tidak dapat diinstall di smatphone
mahasiswa, maka prosesnya menjadi tidak efektif.77

76Ida Rosyida dan Delis Sri Maryati. 2019. “INOVASI PEMBELAJARAN SKI BERBASIS MEDIA
MOBILE”. Tsaqafatuna: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, II. Diakses paada tanggal 8 November 2019,
https://jurnal.stit-buntetpesantren.ac.id/index.php/tsaqafatuna/article/viewFile/10/7. h.82
77Ida Rosyida dan Delis Sri Maryati. 2019. “INOVASI PEMBELAJARAN SKI BERBASIS MEDIA

MOBILE”. Tsaqafatuna: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, II. Diakses paada tanggal 8 November 2019,
https://jurnal.stit-buntetpesantren.ac.id/index.php/tsaqafatuna/article/viewFile/10/7. h.86
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengembangan pembelajaran SKI adalah suatu kegiatan yang menghasilkan sesuatu alat
atau cara merevisi sesuatu yang telah ada menjadi baik dan itu terjadi di dalam proses pembelajaran
sehingga mempengaruhi beberapa komponen pembelajaran yang ada. Misalnya terjadi
pengembangan materi pembelajaran SKI, model pembelajaran SKI, metode pembelajaran SKI, dan
media pembelajaran SKI. Namun bisa kita lihat dimakalah ini yg paling banyak mengalami
pengembangan adalah metode pembelajaran. Karena metode salah satu faktor penting bagi seorang
guru apabila ingin berhasil dalam proses belajar dan mengajar. Maka untuk itu seorang guru harus
bisa terus mengembangkan berbagai metode di dalam pembelajaran SKI.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar bisa
menjadi perbaikan untuk penyusunan mini riset di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Dedy Setyawan dan Andini Dwi Arumsari.2019. ” PENGEMBANGAN MEDIA


PEMBELAJARAN AUDIO VISUAL PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM (SKI) “. International Journal of Education, Culture, and Humanities, I. Diakses pada
tanggal 8 November 2019,
https://ejournal.narotama.ac.id/index.php/educultural/article/download/30/15/
Depki Elnanda. 2016. “PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA
PELAJARAN SKI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI
PERGURUAN THAWALIB PUTRI PADANG PANJANG”. Jurnal Al-Fikrah, IV. Diakses pada
tanggal 8 November 2019,
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/alfikrah/article/viewFile/414/408.
Eni Riffriyanti. 2019. “VARIASI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MTS MIFTAHUL ULUM WEDING BONANG DEMAK ”,
Al-Fikri : Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam, II. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/fikri/article/viewFile/5146/3239.
Ida Rosyida dan Delis Sri Maryati. 2019. “INOVASI PEMBELAJARAN SKI BERBASIS
MEDIA MOBILE”. Tsaqafatuna: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, II. Diakses paada tanggal 8
November 2019, https://jurnal.stit-
buntetpesantren.ac.id/index.php/tsaqafatuna/article/viewFile/10/7.
Isti’anah Abubakar. 2012. “PENGEMBANGAN MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM (SKI) PADA MADRASAH TSANAWIYAH”. Jurnal Madrasah, IV. Diakses pada tanggal
8 November 2019,
https://www.researchgate.net/publication/304205561_PENGEMBANGAN_MATERI_SEJARAH_
KEBUDAYAAN_ISLAM_SKI_PADA_MADRASAH_TSANAWIYAH.
Misluhah.2018. “Pengembangan model pembelajaran flipped classroom untuk
meningkatkan hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Miftahul
Qulub Tawar Gondang Mojokerto” . PROGRESSA Journal of Islamic Religious Instruction,II.
Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.stitradenwijaya.ac.id/index.php/pgr/article/view/111.
Murdani.2015. “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: SEBUAH STUDI
TENTANG PEMBELAJARAN SKI PADA MADRASAH TSANAWIYAH DI ACEH”. Junral
Ilmiah Islam Futura,14. Diakses pada tanggal 8 November 2019, https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/332/311.
Nur Saidah. 2011. “EKSPLANASI SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SKI UNTUK MI”. Jurnal Al-Bidayah, III.
Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/viewFile/87/84
Rofiq. 2008. " Strategi Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam".
Jurnal Pendidikan Agama Islam, V. Diakses pada tanggal 8 November 2019, http://digilib.uin-
suka.ac.id/8728/1/ROFIK%20STRATEGI%20PENGEMBANGANMATERI%20PEMBELAJARA
N%20SEJARAH%20KEBUDAYAAN%20ISLAM.pdf.
Saebani.2018.” MODEL PEMBELAJARAN READING ROLLING TEXT DALAM
PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman,
IV. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
http://wahanaislamika.ac.id/index.php/WahanaIslamika/article/download/25/8/.
Samsul Hadi dan Sugiharto.2019. “APLIKASI COOPERATIF LEARNINGTIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI
KELAS V MIN 6 NGAWI”. Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, VI. Diakses
pada tanggal 8 November 2019,
http://ejurnal.staiattaqwa.ac.id/index.php/staiattaqwa/article/view/83.
Sapuadi dan Yana Sari. 2019. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-B MTs
Darul Amin Palangka Raya pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode
Information Search”. Journal of Classroom Action Research, I. Diakses pada tanggal 8 November
2019, http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/view/238, h.16
Shomali Kurniawan Sibuea1,Syaukani, dan Wahyudin Nur Nasution. 2019. “PENERAPAN
MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM DI MTs DARUL HIKMAH TPI MEDAN”. Jurnal EDU-RILIGIA, III. Diakses pada
tanggal 8 November 2019, http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/eduriligia/article/view/5803/2658
Siti Umi Khasanah dan Dra.Sulistiowati. 2014. “PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO
“KISAH ISRA MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW” PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV DI
MI MA’ARIF DURUNG BANJAR CANDI SIDOARJO”. Jurnal Mahasiswa Teknologi
pendidikan, II. Diakses pada tanggal 8 November 2019,
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jmtp/article/view/8491.
Tri Ratna Dewi, Nesi Anti Andini, dan Miftakhur Rohmah. 2019. “Upaya untuk
Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Pemanfaatan Media Microsoft Powerpoint pada Mata
Pelajaran SKI di MI NU Rawa Bening”. Jurnal Indonesia Mengabdi, I. Diakses pada tanggal 8
November 2019, http://journal.stkipnurulhuda.ac.id/index.php/JIMi/article/view/444

Anda mungkin juga menyukai