Anda di halaman 1dari 26

Responsi

KANDIDIASIS KUTIS

Disusun oleh :
Faiq Murteza
G99181028

Pembimbing :

dr. Triasari Oktavriana, M. Sc, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Triasari Oktavriana, M. Sc, Sp. KK


Nama Mahasiswa : Faiq Murteza
NIM : G99181028

KANDIDIASIS KUTIS

A. PENDAHULUAN
Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur spesies Candida,
dimana Candida albicans merupakan jamur yang paling sering ditemukan.
Kandidiasis dapat disebut juga sebagai infeksi dari ragi. Ragi tersebut adalah
jamur uniseluler yang biasanya berkembang biak dengan tunas. C albicans
memiliki ragi berbentuk oval dengan diameter 2-6 µm. Candida albicans ini
biasanya ditemukan dalam bentuk ragi atau spora, pseudohifa, budding yeast
maupun dapat pula dalam bentuk hifa yang sesungguhnya pada sebuah
polimorfisme. Infeksi oleh Candida spp dapat menyebabkan infeksi yang
ringan yang menyerang kulit dan mukosa hingga mengancam jiwa.1,2
Infeksi C albicans biasanya menyerang kuku, kulit, mukosa membran, dan
saluran pencernaan. Infeksi superfisial kulit dan membran mukosa
(mukokutaneus) adalah jenis yang paling umum dari infeksi Candida pada
kulit3. Kandidiasis kutis biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder pada kulit
dan lipatan tubuh. Muncul sebagai infeksi yang sub akut atau kronis. Penyakit
ini juga dapat terlokalisir maupun generalisata. Kandidiasis kutis juga meliputi
diaper rash, kandidiasis intertrigo, kandida folikulitis, otomikosis, onikia, dan
paronikia. Kandidiasis kutis akan muncul pada tempat yang hangat, lembab,
dan daerah lipatan. Penyakit ini juga biasanya dihubungkan dengan infeksi

2
oppurtinistik dan menyebabkan maserasi dan trauma pada kulit. Juga sering
ditemukan pada orang yang diabetik dan obesitas.1
Manusia membawa jamur ragi, termasuk spesies Candida, pada seluruh
saluran pencernaan (mulut melalui anus) dan vagina sebagai bagian dari flora
komensal normal. Genus Candida memiliki lebih dari 150 spesies, termasuk
didalamnya merupakan spesies komensal maupun patogenik. Spesies
patogenik tersebut sering ditemukan menjajah bagian tubuh manusia sehingga
dianggap sebagai spesies paling patogen dan menjadi penyebab utama
terjadinya kandidiasis. Candida albicans adalah penyebab paling umum dari
infeksi pada manusia, sedangkan spesies Candida tropicalis, Candida
parapsilosis, Candida guilliermondi, Candida krusei, Candida kefyr, Candida
zeylanoides, dan Candida glabrata merupakan spesies yang jarang ditemukan
menginfeksi manusia namun tidak menutup kemungkinan menginfeksi
manusia terutama apabila keseimbangan flora normal manusia terganggu
ataupun pertahanan imunya menurun.2,4,5
Kandidiasis adalah suatu infeksi yang dapat bersifat ringan hingga
mengancam jiwa. Oleh karena itu diperlukan beberapa penanganan dalam
menyembuhkan serta mencegahnya.

B. SINONIM
Sinonim dari kandidiasis kutis adalah :

Cutaneus Candidiasis

Cutaneus Moniliasis

Cutaneus Dermatocandidosis 2

C. DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang
disebabkan oleh jamur genus Candida terutama Candida albicans. Penyakit
ini dapat berjalan akut, sub akut atau kronik, mengenai mulut, vagina, kulit,
kuku, kulit kepala, jari, tenggorokan, bronkhi, paru-paru, saluran pencernaan,
dan dapat pula sistemik mengenai endokardium, meningen sampai septikemia.
Sedangkan kandidiasis kutis merupakan salah satu jenis kandidiasis yang

3
menyerang kulit. Kandidiasis kutis akan muncul pada bagian tubuh yang
hangat, lembab dan daerah lipatan.1,5,6

D. KLASIFIKASI KANDIDIASIS
Klasifikasi kandidiasis dibagi berdasarkan bagian tubuh atau tempat yang
terinfeksi yaitu, kandidiasis selaput lendir (mukosa), kandidiasis kutis, kandidiasis
sistemik, dan reaksi id (kandidid). Berdasarkan tempat yang terkena,
kandidiasis dapat dibagi sebagai berikut2,3,6 :
1. Kandidiasis selaput lendir, terdiri dari :
a. Kandidiasis oral (trush)
b. Vulvoganititis
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Kandidiasis mukokutan kronik
e. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidiasis kutis terdiri atas:
a. Lokalisata : daerah intertriginosa, dan daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidiasis sistemik
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid)

E. EPIDEMIOLOGI

4
Penyakit kandidiasis ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang
semua umur terutama pada usia muda dan tua, baik laki-laki maupun
perempuan dan mempunyai penyebaran di seluruh dunia. 2 Candida adalah
jamur patogen oportunistik yang paling penting pada manusia. Candida spp
secara umum menempati urutan keempat penyebab infeksi aliran darah
nosokomial.7
Pada beberapa penelitian menujukkan prevalensi kandidiasis oral di
India adalah 2-3.2% pada neonatus, sedangkan kandidiasis kutis pada populasi
tersebut adalah 2%. Kandidiasis kutis lebih jarang dijumpai dibandingkan
kandidiasis oral. Penelitian yang dilakukan Felea et al dalam Bhai et al
melaporkan bahwa 85% kultr Candida positif pada anak yang memiliki
kandidiasis. Kandidiasis diaper rash juga dilaporkan dengan angka yang
cukup tinggi, yaitu 65,7%-80%. Sedangkan bagian tubuh yang lain sekitar
30%. Biasanya kandidiasis diaper rash ditemukan pada anak berusia dibawah
4 tahun. Hal ini dapat dikarenakan kurang higenitas. Dapat dilihat anak-anak
paling sering terkena kandidiasis. Hal ini dikarenakan kulit anak masih rentan
terhadap infeksi, akibat tipisnya kulit, kurang kuatnya kelekatan intranselluler,
dan sekresi sebasea dan keringat yang sedikit.8

F. ETIOLOGI
Candida spp merupakan suatu flora normal terutama saluran
pencernaan, mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit, dan di bawah
jari-jari kuku, tangan, dan kaki. Di tempat ini, ragi dapat menjadi dominan dan
menyebabkan keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun.4,9
Lebih dari 150 species Candida telah diidentifikasi. Penyebab tersering kandidiasis kutis adalah Candida albicans, kurang

lebih sebanyak 70 persen. Penyebab lainnya adalah C. parapsilosis, C. tropicalis, C. guilliermondii, C. krusei, C. pseudotropicalis, C.

lusitaniae, C. zeylanoides dan C. glabrata yang lebih jarang ditemukan.1,4 Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis Candida yang

menyebabkan infeksi pada manusia10

Spesies yang sering Spesies yang sedikit Spesis yang jarang


ditemukan ditemukan ditemukan
Candida albicans Candida Candida blankii
Candida glabrata dubliniensis Candida bracarensis
Candida Candida famata Candida catenulate

5
tropicalis Candida Candida chiropterorum
Candida inconspicua Candida ciferri
parapsilosis Candida lipolytica Candida eremophila
Candida krusei Candida Candida fermentati
Candida metapsilosis Candida freyschussii
guilliermondii Candida Candida haemulonii
Candida norvegensis Candida intermedia
lusitaniae Candida Candida lambica
Candida kefyr orthopsilosis Candida magnolia
Candida Candida
pelliculosa membranaefaciens
Candida rugosa Candida nivariensis
Candida Candida palmioleophila
zeylainodes Candida pararugosa
Candida
pseudohaemulonii
Candida pseudorugosa
Candida pintolopesii
Candida pulcherrima
Candida thermophila
Candida utilis
Candida valida
Candida viswanathii

Tabel 1. Candida spp yang menginfeksi manusia

G. PATOGENESIS
Kelainan yang disebabkan oleh spesies Candida ditentukan oleh
interaksi yang kompleks antara patogenitas fungi (faktor virulensi dan atribut
pada fungi) dan mekanisme pertahanan tubuh host.11
Faktor penentu patogenitas Candida adalah 6,11,12,13,14,15 :
1. Spesies : Genus Candida mempunyai 200 spesies, 15 spesies
dilaporkan dapat menyebabkan proses patogen pada manusia. C.
albicans adalah Candida yang paling tinggi patogenitasnya.
2. Daya lekat dan Invasif: Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat
daripada germtube, sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi.
Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan
atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
C. albicans memiliki protein yang mampu memediasi kelekatan antara

6
sesama C.albicans, permukaan, dan sel host. C. albicans memiliki
protein agglutinin like sequence (ALS) yang akan mengubah ikatan
glycosylphosphatidylinositol (GPI)dan glikoprotein pada permukaan. C.
albicans juga memiliki Hpwl yang berfungsi mengikatkan C. albicans
dengan sel host. ALS dan Hpwl yang berguna untuk membentuk biofilm.
C. albicans juga mampu menghindari sel host sekaligus menginvasinya
dengan menginduksi endositosis dan mengaktivasi penetrasi.
3. Pembentukan Biofilm: Pembentukan biofilm meliputi proses
perlekatan, proliferasi sel jamur, pembentukan hifa, akumulasi matriks
esktraseluler, dan akhirnya terbentuklah kompleks biofilm.
4. Polimorfisme : C. albicans merupakan jamur polimorfik yang
mampu tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa.
Polimorfisme terlibat dalam patogenitas Candida. Bentuk blastospora
diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan
enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru
terbentuk hifa yang melakukan invasi. Bentuk hifa terbukti lebih invasif
daripada ragi.
5. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai
komponen toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan
sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein
intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.
6. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang
dihasilkan oleh C. albicans ada 3 jenis yaitu proteinase, lipase, dan
fosfolipid. C. albicans juga mensekresikan enzim hydrolase yang
berfungsi untuk penetrasi ke dalam sel host.
7. Pengaturan pH dan Regulasi: dengan pH yang netral dan basa
dapat menyebabkan pemicu stress pada C. albicans, sehingga mereka
memiliki dinding sel yaitu β-glikosida Phr 1 dan Phr 2. PHR 1 akan
melindungi C. albicans pada suasana netral dan basa. Sedangkan PHR 2
akan melindungi pada suasana asam.

7
8. Metabolisme dan Adaptasi: C. albicans mendapatkan nutrisi dari
aliran darah, yang mengandung glukosa yang cukup tinggi. Akibatnya
akan terjadi perubahan pada nutrisi di tubuh, dan meningkatkan virulensi
dari C. albicans. Adaptasi yang dilakukan terhadap stress di lingkungan
juga dengan memiliki Heat shock proteins (HSP) dan Small heat shock
protein (sHSP).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme pertahanan host 6:


1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi
Candida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor
predisposisi terjadinya kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan
cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non
spesifik menghambat atau membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag
jaringan untuk memakan dan membunuh spesies Candida merupakan
mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau
memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk Candida yang siap
difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah
difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium Candida.
Makrofag berperan dalam melawan Candida melalui pembunuhan
intraseluler melalui sistem mieloperoksidase (MPO).
4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam
pertahanan melawan infeksi Candida. Terbukti dengan ditemukannya
defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasis mukokutan
kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV.
Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang
memperlihatkan titer antibodi anti-Candida yang tinggi dapat
menghambat fagositosis.
Mekanisme imun seluler dan humoral yang terlibat dalam infeksi
Candida adalah sebagai berikut: tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit

8
adalah menempelnya Candida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi
antara glikoprotein permukaan Candida dengan sel epitel. Kemudian Candida
mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid
membran sel epitel. Bentuk pseudohifa Candida juga mempermudah invasi
jamur ke jaringan. Dalam jaringan, Candida mengeluarkan faktor kemotaktik
neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar Candida
mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan
mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin.
Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi di permukaan
sel Candida, yang dapat melindungi Candida dari fungsi imunitas tuan rumah.
Selain itu Candida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan
fagosit lain.6

Adanya interaksi antara glikoprotein permukaan


Candida dengan sel epitel kulit

Candida menempel pada sel epitel kulit

Candida mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase)

Fosfolipid membran sel epitel kulit terhidrolisis,


Candida masuk ke tubuh

Tubuh mengaktifkan semua komponen sistem imun

9
Candida akan difagosit oleh makrofag, neutrofil,
dan sel dendritik imatur

Candida juga melepaskan antigen berupa mannan yang


akan ditangkap oleh sel APC seperti sel dendritik

Dipresentasikan sebagai peptida spesifik ke sel T

Sel T mengaktifkan sel-sel sistem imun/efektor lainnya seperti sel B


untuk memproduksi antibodi dan sel Th1 yang mengaktifkan
makrofag sebagai sel efektor untuk eliminasi Candida

Gambar 1. Skema Mekanisme Sistem Imun pada Kandidiasis


H. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada kandidiasis dapat dibedakan
berdasarkan tempat yang terkena. Gambaran klinis kandidiasis kutis ditandai
dengan adanya lesi kulit yang akut, mula-mula kecil kemudian meluas, berupa
makula eritem, batas tegas, pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan
skuama, serta sering terjadi erosi/basah, yang berasal dari vesikel yang pecah.
Di sekelilingnya terdapat lesi satelit yaitu lesi yang lebih kecil atau lesi
penyerta yang terletak di dekat lesi utama berupa vesikel atau pustul yang
kecil.2,3
Berdasarkan letaknya, manifestasi klinis pada kandidiasis kutis dapat
dibedakan sebagai berikut2:
1. Kandidiasis intertriginosa
Kandidiasis Intertriginosa merupakan kandidiasis yang sering
menyerang orang-orang gemuk, terjadi pada tempat-tempat di mana dua
permukaan kulit saling menempel, seperti pada daerah lipatan kulit ketiak,

10
lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki.2 Lesi
biasanya dimulai dengan dasar yang eritema, erosi, dan berkonfluensi,
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah. Lesi tersebut dikelilingi oleh
satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila
pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer.2

Gambar 2. Kandidiasis Intertriginosa2

11
2. Kandidiasis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit
ini menimbulkan pruritus ani. Kandidiasis perianal dapat muncul dengan
atau tanpa keterlibatan genital. Walaupun biasanya berawal disekitar tepi
anus dengan eritema non-spesifik, nyeri dan iritasi, penjalaran ke
perineum sering dijumpai, dengan gambaran klasik berkembang seiring
penjalarannya. Adanya pustul satelit biasanya merupakan indikasi untuk
terapi.2,3
3. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat
payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis
dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-
pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya
menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan
imunologik.2.3
4. Paronikia dan onikomikosis
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan
dengan air. Ditandai dengan edema kemerahan pada tepi kuku yang terasa
nyeri menyerupai paronikia oleh bakteri, dan bila dilakukan penekanan
kadang-kadang keluar eksudat seperti krim.2,3
5. Diaper disease
Sering pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti
yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, yang juga sering dierita
neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal. Erupsi biasanya
berawal dari daerah perianal, meluas melibatkan perineum dan pada kasus
berat meluas pada paha atas, abdomen bawah dan punggung bawah. Mula-
mula kulit daerah perianal eritem, edem, terbentuk papul disertai pustul,
erosif dan basah, serta terdapat skuama koralet pada tepi lesi.2

12
Gambar 3. Diaper Disease2
6. Kandidiasis Granulomatosa
Penyakit ini banyak ditemukan pada anak-anak. Lesi berupa papul
kemerahan tertutup skuama tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat
erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbulkan seperti tanduk
sepanjang 2 cm. Lokasi tersering di muka, kepala, kuku, badan, tungkai,
dan faring.2,3
7. Kandidiasis Interdigital
Terjadi erosi pada interdigitaslis dan biasanya terjadi pada orang
tua yang mengalami obesitas. Diawali dengan pustul yang menjadi erosi
atau fisura dan dikelilingi penebalan kulit yang putih. Distribusinya
biasanya pada jari ke tiga dan keempat.
8. Kandiddiasis Folikular
Biasanya pada kulit yang tertutup. Bentuk klinisnya adalah pustul
diskret pada ostium folikel rambut.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada dasarnya merupakan pemeriksaan
laboratorium yang dapat menunjukkan adanya jamur dalam jaringan, yang
dapat dilakukan secara langsung atau kultur.1,2
1. Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH yang positif memastikan diagnosis
klinis penyakit kulit akibat jamur sedangkan pemeriksaan KOH 10%
negatif tidak menyingkirkan diagnosis penyakit tersebut. Hasil positif

13
kandidiasis menunjukkan adanya budding yeast cells (2 spora seperti angka
8), dengan atau tanpa pseudohifa atau hifa.

Gambar 4. Budding yeast dan pseudohifa pada pemeriksaan langsung dengan


KOH (perbesaran 400x)

2. Kultur Candida umumnya mudah tumbuh dalam suhu kamar (25-30ºC) dan
suhu 37ºC pada agar Saboraud glukosa atau Mycosel, dengan atau tanpa
antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri. Dalam 24-48 jam terbentuk
koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar
jarum pentul. Satu hingga dua hari kemudian koloni lebih besar, putih
kekuningan.
3. Pemeriksaan histopatologi
Gambaran histopatologis kandidiasis superfisialis dapat
menyerupai reaksi radang akut, terdapat mikroabses yang berisi sel
mononuklear dengan infiltrasi limfosit pada dermis bagian atas. Dengan
pewarnaan hematoksilin-eosin tampak blastospora dan pseudohifa yang
akan lebih jelas tampak dengan pewarnaan khusus seperti PAS dan
pewarnaan Gomori. Sel ragi berbentuk lonjong dengan ukuran 3-6 mikron.

14
J. DIAGNOSIS
Diagnosis kandidiasis kutis dipertimbangkan berdasarkan anamnesis
berupa adanya gejala dan letak infeksi yang khas sesuai dengan jenis
kandidiasis kutis yang diderita pasien, disertai dengan hasil pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis dengan KOH menunjukkan hasil
positif.1,2,3
Tes diagnostik ini dapat dilakukan berdasarkan letak infeksi jamur atau
letak lesinya misalkan sebagai berikut ini6:
1. Mucocutaneous candidiasis; lesi basah, kerokan atau noda yang
diperoleh dari kulit, kuku, atau mukosa mulut atau vagina diperiksa di
bawah mikroskop, melalui sebuah smear kalium hidroksida, Gram
stain, atau biru metilen berguna untuk diamati langsung keberadaan
dari sel-sel jamur
2. Kandidiasis kulit; menggunakan lesi basah, kerokan atau noda yang
diperoleh dari kulit atau kuku dapat diperiksa di bawah mikroskop
dengan menggunakan kalium hidroksida
3. Kandidiasis urogenital; tes diagnostiknya dapat dilakukan dengan
menggunakan sampel urine, kemudian diamati bukti keberadaan
peningkatan sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit),
protein, dan sel-sel ragi. kultur jamur pada urin juga berguna untuk
dilakukan
4. Kandidiasis gastrointestinal; dilakukan dengan menggunakan
endoskopi dengan atau tanpa biopsi

K. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada kandidiasis kutis adalah sebagai berikut2,3 :
1. Kandidiasis intertriginosa perlu dibedakan dengan dermatitis seboroik,
dermatitis kontak, dermatofitosis, pitiriasis versicolor, dan eritrasma.
2. Paronikia Candida dan onikomikosis akut harus dibedakan dengan
paronikia oleh stafilokokus, dan tinea unguinum.
3. Pada kandidiasis perianal harus dibedakan dengan tinea, dermatitis.

15
4. Kandidiasis popok dibedakan dengan dermatitis kontak, dermatitis atopik,
dermatitis seboroik, dan psoriasis.
5. Granuloma Candida dibedakan dengan deep mycosis.

L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan nonmedikamentosa secara umum adalah sebagai
berikut : 1) Menghindari faktor predisposisi, 2) Menjaga kelembaban kulit
agar tetap kering, 3) Mengurangi kontak dengan air, dan 4) Berpakaian yang
nyaman, tidak sempit dan bahan menyerap keringat, 5) Mencuci pakaian
dengan benzonyl peroksidase dapat mengurangi kolonisasi Candida, 6)
menjaga kebersihan..1,2,3,4
Penatalaksanaan medikamentosa pada kandidiasis kutis adalah sebagai
berikut1,2,3,4,6:
1. Topikal
a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lender, 1-2%
untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari
b. Nistatin: berupa salep, krim emulsi. Efektif hanya untuk
Candida
c. Amfoterisin B
d. Golongan Azol antara lain mikonazol 2% berupa krim atau
bedak, klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim,
Imidazole berupa cream yang efektif untuk candidiasi,
dermatofitosis, dan pitriasis versicolor, tiokonazol,
bufonazol, isokonazol, atau dapat juga berupa
siklopitoksolamin 1% berupa larutan atau krim
e. Preparat Glukokortikoid yang berfungsi untuk mengurangi
gejala
2. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam
saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis
sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500
mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan

16
ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan
flukonazol 150 mg dosis tunggal
d. Untuk kandidiasis kutis, pilihan itrakonazol merupakan
drug of choice yang diberikan dengan dosis pulse therapy.
Bentuk sediaan dapat berupa kapsul atau solutio oral
dengan dosis 200 mg per hari 2x sehari selama 7 hari
kemudian minggu 2-4 dihentikan. Lalu diulangi kembali
pada minggu 1 bulan berikutnya. Hal ini dilakukan antara
3-6 bulan Dapat juga diberikan Ketokonazol 200 mg 2x
sehari selama 1-2 minggu, ataupun flukonazol 200 mg 1x
kemudian dilanjutkan 100 mg per hari selama 2-3 minggu.
Apabila ada infeksi yang memberat dosis dapat
ditingkatkan.
M. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik tergantung pada faktor
predisposisi dan beratnya penyakit.2

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Dabas, Parveen S. An Approach to Etiology, Diagnosis and Management of
Different Types of Candidiasis. Journal of Yeast and Fungal Research. 2013. 4
(6): 63-73
2. Wolff, Klauss dan Richard Allen Johnson. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Sinopsis of Clinical Dermatology Sixth Edition. McGraw-Hill. USA. 2009;
718-731.
3. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest, BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K.
Fiztpatrick Dermatology in General Medicine Eight Edition. McGraw-Hill.
USA. 2012: 3268-3281
4. Scheinfeld, Noah S. Cutaneous Candidiasis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1090632-overview. 03 April 2016
5. Hidalgo, JH. Candidiasis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/213853-overview. 03 April 2016
6. Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VI, Cetakan II, Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2011;106-109.
7. Pappas, Kaufmann, Andes, Benjamin, Calandra, Edwards, Filler, et al.
Clinical Practice Guidelines for the Management of Candidiasis: 2009 Update
by the Infectious Diseases Society of America. Treatment Guidelines for
Candidiasis. 2009. 48 : 503-535
8. Bhai N, Tendolkar U, Baradkar B, Mathur M, Kulkarni M. Paediatric
Oropharyngeal And Cutaneous Candidiasis With Special Reference To
Candida Dubliniensis. 2014. Journal of Medical Microbiology. 63: 518-521
9. Rahman MH, Hadiuzzaman, Jaman MK, Bhuiyan, Islam N, Ansari NP, Mumu
SA, Chowdhury IJ. Prevalence Of Superficial Fungal Infections In The Rural
Areas Of Bangladesh. Irian Journal of Dermatology. 14 (3): 86-91
10. Borman AM, Linton CJ, Oliver D, Palmer, MD, Szekely A, Odds FC, Johnson
EM. Pyrosequencing of 20 nucleotides of the Internal Transcribed Spacer 2
discriminates Candida parapsilosis, Candida metapsilosis and Candida
orthopsilosis. Journal of Clinical Microbiology. 2009. 2307-2310
11. Mayer FL, Wilson D, Hube B. Candida albicans Pathogenicity Mechanisms.
Virulence. 2013. 4 (2): 119-128

18
12. Garcia MC, Lee JT, Ramsook CB, Alsteens D, Dufrene YF, Lipke PN. A Role
for Amyloid in Cell Aggregation and Biofilm Formation. Plos One. 2011. 6
(3): 1-13.
13. Verstrepen KJ, Klis FM. Flocculation, Adhesion And Biofilm Formation In
Yeasts. Mol Microbiol 2006. 60:5-15
14. Naglik JR, Moyes DL, Wachtler B, Hube B. Candida Albicans Interactions
With Epithelial Cells And Mucosalimmunity. Microbes Infect. 2011. 13 (12-
13): 963-976.
15. Dalle F, Wachtller B, Ollivier C, Holland G, Bannert N, Wilson D, Labruere
C, Bonnin A, Hube B. Cellular Interactions Of Candida Albicans With Human
Oral Epithelial Cells And Enterocytes. Cellular Microbiolgy. 2010. 12 (2):
248-271.

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : An. EC
Tanggal lahir / usia : 29 September 2018 / 2 Bulan
Alamat : jl. Poros Muara Wahyu, Kalimantan Timur
No RM : 0144xxxx

19
Tanggal Pemeriksaan : 3 Desember 2018

2. Keluhan Utama
Ruam kemerahan di pantat dan selangkangan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukan dari bagian anak dengan hari perawatan ke
3 dengan keluhan muncul ruam kemerahan disertai bintik-bintik
disekitarnya sejak 2 minggu SMRS. 3 minggu SMRS pasien menderita
diare dengan frekuensi 5 x/hari. 2 minggu SMRS ibu pasien mengganti
pampers yang biasa menjadi popok kain. Sejak mengganti popok ini,
keluhan ruam kemerahan mulai muncul pada daerah bokong. 1 minggu
SMRS ruam kemerahan bertambah luas hingga ke selangkangan.
Ibu pasien sempat memberi obat oles (ibu pasien tidak tahu namanya)
untuk keluhan ruam ini. Sempat membaik tetapi ruam muncul kembali. 4
hari SMRS diare pasien bertambah berat dengan frekuensi 10 x/hari. Ruam
kemerahan pun bertambah luas. Kemudian ibu pasien membawa ke
RSDM.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : (+) 2 minggu setelah dilahirkan, tetapi
persebarannya hanya dibawah alis dan dada
pasien, ruam berwarna merah kemudian
sembuh setelah berobat ke spesialis anak.
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat atopi : disangkal

20
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : (+) kakek dari ibu pasien menderita asma
sejak kecil

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama orang tua dan
neneknya di perumahan di tengah kota. Biaya hidup didapatkan dari ayah
pasien, sedangkan biaya pengobatan di tanggung bersama kakek dari ibu
pasien. Pasien berobat dengan biaya pribadi.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
Vital Sign : RR : 22 x/menit
HR : 100 x/menit
Suhu : 37,8 `C
BB : 3,6 kg
TB : 88 cm
Kepala : dalam batas normal
Wajah : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Axilla : dalam batas normal
Truncus Anterior : dalam batas normal
Truncus Posterior : dalam batas normal
Inguinal : lihat status dermatologis
Genital : lihat status dermatologis
Ekstermitas Atas : dalam batas normal

21
Ekstermitas Bawah : dalam batas normal

2. Status Dermatologis
Regio inguinal et gluteal tampak patch eritema dan papul multipel. Sebagian
konfluens disertai erosi di beberapa area

22
Gambar 1. Regio inguinal et gluteal

C. DIAGNOSIS BANDING
 Diaper dermatitis
 Akrodermatitis enteropatika

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

23
1. Pemeriksaan KOH 10%

Gambar 2. Pseudohifa (+), budding yeast cell (+)

2. Pemeriksaan gram :

24
PMN 0-1 / LPB
Coccus gram (+) 20 - 30 / LPB
Batang gram (-) 10 – 20 / LPB

E. DIAGNOSIS KERJA
Candidiasis kutis

F. TERAPI
1. Non- farmakologis
a. Edukasi terhadap keluarga untuk membersihkan bokong bayi setiap
selesai buang air
b. Kompres dengan Nacl 10 – 15 menit pada area erosi
c. Edukasi supaya tidak memakai popok hingga ruam tidak kemerahan

2. Farmakologis

25
a. Oles mupirosin oins 2x/hari pada area erosi
b. Oles mikonazol cream 2x/hari pada area erosi

G. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Kosmetikum : dubia ad bonam

26

Anda mungkin juga menyukai