Makalah Bayi Lahir Dri Ibu Hiv Aids
Makalah Bayi Lahir Dri Ibu Hiv Aids
PENDAHULUAN
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan.
Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang
kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta
kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Di negara berkembang seperti Indonesia, risiko terjadinya penularan HIV dari ibu
ke anak diperkirakan sekitar 21% – 43%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan risiko
penularan di negara maju, yang bisa ditekan hingga sekitar 14%-26%. Penularan HIV
dapat terjadi saat kehamilan maupun setelah masa persalinan.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Agar para pembaca mengetahui
1.3.1 Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?
1.3.2 Bagaimanakah cara penularan HIV/AIDS ?
1.3.3 Bagaimanakah pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak ?
1.3.4 Bagaimanakah diagnosisnya ?
1.3.5 Bagaimanakah tanda dan gejalanya ?
1.3.6 Bagaimanakah penatalaksanaannya ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi.(Nursalam. 2007.)
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. Virus HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih yang
berfungsi untuk kekebalan tubuh.
HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel T penolong
(T helper), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus sub kelompok
lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak materi genetika
sendiri didalam materi genetik sel – sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV
dapat mematikan sel – sel T4.
3
Beberapa faktor yang mempengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain :
Mastitis atau luka pada puting
Luka di mulut bayi
Prematuritas dan
Fungsi kekebalan tubuh bayi
Kondisi kesehatan ibu juga menjadi pertimbangan karena Ibu yang terinfeksi HIV
memiliki risiko kematian lebih tinggi dari yang tidak menyusui. Beberapa badan dunia
seperti WHO, Unicef dan UNAIDS merekomendasikan untuk menghindari ASI yang
terkena HIV, jika alternatif susu lainnya tersedia secara aman.
Faktor resiko penularan HIV dari ibu ke bayi :
1. Selama kehamilan
Tingginya muatan virus (viral load) ibu (ibu baru terinfeksi HIV/AIDS
lanjut)
Infeksi plasenta (virus, bakteri, parasit)
Ibu memiliki infeksi menular seksual (IMS)
Ibu menderita kekurangan gizi
2. Selama kelahiran/persalinan
Tingginya muatan virus (virus load) ibu
Ibu mengalami pecah ketuban dini
Persalinan yang invasive
3. Selama menyusui ASI
Ibu baru terinfeksi HIV
Durasi menyusui yang lama
Pemberian makanan campuran pada tahap awal
Ibu mengalami mastitis/abses pada payudara
Penyakit mulut pada bayi
2.4 Diagnosis
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada
bayi dengan ifeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis,
atau hepatosplenomegali (pembesaran hapar dan lien).
Karena antibody ibu bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka
tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes
ini berdasarkan ada atau tidaknya antibody terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi HIV adalah PCR pada dua saat yang berlainan.DNA PCR pertama
diambil saat bayi berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitive selama periode satu
bulan setelah lahir.CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang
pada saat bayi berusia empat bulan.Jika tes ini negative, maka bayi terinfeksi HIV.
5
Tetapi bila bayi tersebut mendapatkan ASI, maka bayi resiko tertular HIV
sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan, pemeriksaan
ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang lain.
CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak berdasarkan hitung
limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit.Pasien dikategorikan berdasarkan derajat
imunosupresi (1, 2, atau 3) dan kategori klinis (N, A, B, C, E).Klasifikasi ini
memungkinkan adanya surveilans serta perawatan pasien yang lebih baik. Klasifikasi
klinis dan imunologis ini bersifat eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan dalam suatu
kategori, maka diklasifikasi ini tidak berubah walaupun terjadi perbaikan status karena
pemberian terapi atau factor lain.
6
3) Stadium ARC (AIDS Related Complex) dengan gejala :
a. Demam >38 derajat Celcius secara berkala/terus menerus
b. Menurunnya berat badan >10% dalam waktu 3 bulan
c. Pembesaran kelenjar getah bening
d. Diare/mencret yang berkala/terus menerus dalam waktu yang
lama (lebih dari 1 bulan) tanpa sebab yang jelas.
e. Kelemahan tubuh yang menurunkan aktivitas fisik
f. Keringat malam
4) Stadium AIDS, gejala-gejalanya :
a. Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang
disebut sarcoma Kaposi (tampak bercak kebiruan dikulit)
b. Kanker kelenjar getah bening
c. Infeksi penyakit penyerta, misalnya : pneumonia yang
disebabkan oleh pneumocystis carinii, TBC
d. Peradangan otak/selaput otak
2.6 Penatalaksanaannya
1. Penghisapan lendir bayi tidak boleh dilakukan dengan penghisap mulut,
melainkan dengan suction penghisap lendir yang dihubungkan dengan mesin
penghisap.
2. Perlakukan bayi seperti individu yang tidak terinfeksi.
3. Pencegahan infeksi harus dilakukan agar bayi terhindar dari transmisi infeksi dari
ibu ke bayi.
4. Ibu bayi harus diberitahu agar menghindari bayinya terkena sekresi tubuhnya.
7
5. Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko
penularan HIV melalui ASI. Konseling diberikan sejak perawatan antenatal atau
sebelum persalinan. Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat
informasi secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung.
6. Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu
melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu
akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA.
Faktor kerahasiaan status HIV ibu dan bayi sangat penting dijaga. Dukungan juga
harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Dengan dukungan psikososial yang
baik, ibu dengan HIV akan bersikap optimis dan bersemangat mengisi
kehidupannya. Diharapkan ia akan bertindak bijak dan positif untuk senantiasa
menjaga kesehatan diri dan anaknya, serta berperilaku sehat agar tidak terjadi
penularan HIV dari dirinya ke orang lain.
7. Dengan pemberian obat-obat ARV, maka daya tahan tubuh anak dapat meningkat
dan mereka dapat tumbuh dan berkembang seperti anak normal lainnya.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di negara berkembang seperti Indonesia, risiko terjadinya penularan HIV dari ibu
ke anak diperkirakan sekitar 21% – 43%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan risiko
penularan di negara maju, yang bisa ditekan hingga sekitar 14%-26%. Penularan HIV
dapat terjadi saat kehamilan maupun setelah masa persalinan.
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal.
3.2 Saran
Resum kondisi bayi pasca persalinan harus dilakukan dengan baik. Ketidak
akuratan dalam proses pengkajian dapat menyebabkan tidak diketahuinya kelainan dan
resiko kelainan pada bayi.
9
DAFTAR PUSTAKA
10