Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 2 BLOK 7

“ METABOLISME TERGANGGU”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KETUA : REGINA SIANIPAR (180600118)

SEKRETARIS : IRNA SALSABILA LUBIS (180600119)

ANGGOTA : SAFUTRI WULANDARI (180600031)

RAHMI MAWADDAH (180600032)

NADYA ALYSSA (180600033)

ANARY BRUNI ALWAFAA (180600034)

T. NADYA ARIZKA RAHMAN (180600035)

HANIFA NATARISYA (180600036)

NENENG NURHIKMAWATI (180600120)

LAMTUTUR (180600121)

RIFA ARDISA (180600122)

WELLY RIDHO NAPITUPULU (180600123)

SHERLEY MARGAN (180600124)

BONIE MELINO PRABAWA (180600125)

MIRZA YOLANDA (180600201)

ANNI’MAH AGPABRATASINO MS (180600202)

KRISTIEVA APRILIA SIHOMBING (180600203)

CICI CAHYA UTAMI (180600204)

HANIA NEYSA NABILAH (180600205)

IQLIMA SALSABILA MOHAMMAD (180600248)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya, laporan hasil diskusi Pemicu 2 Blok 7 dengan judul “ Metabolisme Terganggu” dapat
selesai tepat pada waktunya. Laporan pemicu ini kami susun berdasarkan hasil diskusi kami
yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam sidang pleno.Di samping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan laporan ini sehingga dapat terealisasikan.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Medan, 18 Mei 2019

Penyusun

KELOMPOK 6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus merupalan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi batas normal.Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka
akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit
jantung, ginjal, kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis.Diabetes Melitus disebabkan
oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta dari pulau-pulau
langerhans.Gejala khas diabetes melitus berupa pliuria, polidipsia, lemas, dan berat
badan turun (meskipun nafsu makan meningkat), hiperglikemia, dan glukosuria.

1.2. Deskripsi Topik

Seorang perempuan umur 55 tahus datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan sakit
gigi dan gusinya bengkak. Dari hasil pemeriksaan intra oral, terlihat gigi molar satu
kanan bawah mengalami abses. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien ini sering
mengalami buang air kecil, badan merasa mudah lelah dan berat badan makin menurun,
walau banyak makan. Keluhan ini sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu, selain itu
pasien sering merasa haus sehingga pasien banyak minum dan dan kebas ditangan dan
kaki. Pada pemeriksaan fisik di dapat tinggi badan 165 cm, BB 85 kg, kesadaran compos
mentis, TD 120/170 mmHg, frekuwensi nadi 90x/menit regular. Pernafasan 24x/menit
regular, suhu 37⁰C.
Hasil laboratorium darah rutin dengan batas normal, kadar gula darah sewaktu 365
mg/dl.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologi nyeri!


Patofisiologi nyeri adalah rangsangan nyeri yang diakibatkan karena adanya
kerusakan pada suatu jaringan yang akan diterima oleh nociceptor. Sel yang
mengalami nekrolit akan mengeluarkan K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar
K+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan (inflamasi). Akibatnya, mediator nyeri akan dilepaskan seperti Leukotrin,
Prostaglandin, dan Histamine yang akan merangsang nociceptor sehingga rangsangan
berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia).
Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikidin dan
serotonin akan terstimulasi dan merangsang nociceptor. Jika terjadi oklusi pembekuan
darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkabn akumulasi K+ dan
ekstraseluler H+ yang selanjutnya mengaktifkan nociceptor. Histamine, Bradikidin,
dan Prostaglandin memiliki efek vasodilatordan meingkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
perangsangan nociceptor. Bila nociceptor terangsang maka mereka melepaskan
substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan
merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstrinsik (oleh serotonin) diikuti oleh
vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain. Perangsangan
nociceptor inilah yang menyebabkan nyeri.1

2. Jelaskan patogenesis terjadinya abses pada gigi!


Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi
bakteri campuran. Abses pada gigi timbul sebagai respon akibat dari infeksi oleh flora
mulut normal pada gigi karies atau sebagai akibat dari trauma gingiva mukosa.Abses
gigi dimulai dengan nekrosis pulpa gigi yang mengarah ke invasi bakteri dari ruang
pulpa dan jaringan yang lebih dalam. Dalam kavitas (karies) menyebabkan nekrosis
dengan memicu vasodilatasi dan edema yang menyebabkan tekanan dan nyeri pada
dinding gigi.Tekanan ini memotong sirkulasi ke pulpa dan infeksi dapat menyerang
tulang disekitarnya. Proses inflamasi kemudian meluas ke jaringan periapikal melalui
foramen apikal yang menyebabkan pembentukan abses periapikal. Jika terdapat
infeksi bakteri di dalamn saluran akar, abses periapikal dapat terjadi. Abses periapikal
dapat bersifat akut atau mengkin ada sebagai abses kronis. Dalam tahap awal abses
tidak terlihat dalam radiograf.

3. Jelaskan patofisologi poliuri!


Secara umum, poliuria terjadi karena peningkatan filtrasi glomerulus, penurunan
reabsorbsi di tubulus proksimal, ansa henle (diurisis solut), tubulus distal dan dan
duktus kolingens (diurisis air) atau peningkatan osmolalitas urine. Poliuria dapat
terjadi karena menurunnya produksi atau sekresi vasopressin sedangkan tubulus ginjal
tidak responsif terhadap vasopressin. Vasopressin beriktan dengan reseptor
vasopressin V2 yang spesifik pada membran basolateral sel epitel dan meningkatkan
aktivitas adenil siklase yang menghasilkan C-AMP. C-AMP mengaktivasi protein
kinase dan menyebabkan pembentukan mikrotubulus dan mikrofilamen yang
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas air akibatnya jumlah pori-pori air
meningkat. Jika terjadi gangguan pada sistem ADH-C-AMP yaitu C-AMP tidak
memberikan respons terhadap vasopressin karena terbatasnya reseptor vasopressin V2
yang memediasi efek antidiuretik pada ginjal, maka vasopressin tidak dapat bekerja
dan terjadilah poliuria.2

4. Jelaskan patofisiologi penurunan berat badan!


Ketidakseimbangan glukosa akan mengakibatkan glukonegenesis secara berlebihan,
sehingga sel-sel hati akan meningkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah
satunya adalah dengan merombak protein. Asam amino hasil perombakan di
transaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat dalam pembentukan glukosa.
Peristiwa berlangsung secara terus-menerus dikarenakan insulin yang membatasi
glukoneogenesis. Sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Glukosa yang dihasilkan
kemudian akan terbuang melalui urine. Akibatnya terjadi pengurangan jumlah
jaringan otot dan jaringan adiposasecara signifikan. Penyandang diabetes melitus akan
kehilangan berat tubuh yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan dan
asupan kalori normal atau meningkat.3
Kegagalan untuk menggunakan glukosa pada kasus diabetes sebagai sumber energi
berakibat peningkatan mobilitas protein dan lemak. Oleh karena itu, seseorang dengan
diabetes melitus berat yang tidak diobati akan mengalami penurunan berat badan yang
cepat dan asteria (kurangnya energi) meskipun ia memakan sejumlah besar makanan.
Tanpa pengobatan, kelainan metabolisme ini dapat menyebabkan kehilangan jaringan
tubuh dan kematian dalam waktu beberapa minggu.4

5. Jelaskan patofisiologi badan lemas dikaitkan dengan proses metabolisme karbohidrat


dan peningkatan kadar gula darah!
Badan lemas atau berkurangnya tingkat energi terjadi akibat rendahnya kadar glukosa
intrasel disebabkan adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang berkaitan dengan
regulasi hormon insulin (defisiensi insulin). Aktivitas insulin yang rendah
menyebabkan penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel disertai peningkatan
pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenosis.
Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan tanpa bantuan insulin,
maka timbul keadaan ironis yakni kelebihan glukosa ekstrasel dan defisiensi glukosa
intra sel. Kelebihan kadar glukosa darah menyebabkan glukosa yang difiltrasi
melebihi kapasitas reabsorpsi ginjal dan sehingga glukosa muncul dalam urin
(glukosuria). Hal ini mengakibatkan terjadinya poliuria yang dapat menimbulkan
lemas pada penderita diabetes.5

6. Jelaskan patofisiologi sering haus!


Penderita diabetes melitus memiliki kadar gula yang sangat tinggi. Gula tersebut akan
dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerulus ginjal secara terus-menerus,
tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem
reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal merabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350
mg/menit. Ketika kadar glukosa sangat tinggi filtrat glomerulus mengandung glukosa
di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut
dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut glikosuria yang merupakan indikasi lain
dari penyakit diabetes melitus. Glikosuria ini mengakibatkan kehilangan kalori yang
sangat besar.
Kadar glukosa yang sangat tinggi pada aliran darah maupun pada ginjal akan
mengubah tekanan osmotik tubuh. Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis
untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Ginjal akan menerima lebih banyak air,
sehingga penderita akan sering buang air kecil. Konsekuensi lain dari hal ini adalah
tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi (hiperosmolaritas)
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia).

7. Jelaskan faktor risiko terjadinya penyakit DM tersebut!


Faktor risiko terjadinya penyakit DM tersebut yaitu
A. Faktor Risiko yang tidak bisa dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan diabetes melitus
 Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkatnya usia.
 Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4000
gram atau riwayat pernah menderita Diabetes Melitus Gestasional
(DMG).
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
 Berat badan lebih (IMT >23 kg/m2
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (>140/190 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl)
 Diet tidak sehat.
C. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin.
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, penyakit jantung koroner atau PAD (Peripheral Arterial
Diseases).6

8. Jelaskan pemeriksaan penunjang lain untuk kasus ini!


Pemeriksaan penunjang lain untuk kasus ini6
1) Darah
2) Urin
3) Jantung
4) HbA1C. HbA1C ini menggambarkan kadar glukosa darah selama 3 bulan
terakhir.
5) Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol, HDL,LDL, dan trigliserida)
6) Kreatinin serum
7) Albuminuria
8) Keton, sedimen dan protein dalam serum
9) Pemeriksaan kultur
10) Pemeriksaan sinar x. Pada pemeriksaan ini dokter gigi dapat menggunakan ini
agar mengetahui abses yang tersebar.

9. Jelaskan penatalaksanaan non-farmakologi dari kasus di atas!


Penatalaksanaan non-farmakologi dari kasus di atas6
1) Edukasi
Penderita diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan geja hipoglikemia serta
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan mandiri setelah mendapatkan pelatihan khusus.
2) Diet
Pada penderita diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal, yaitu
a. Karbohidrat : 45-65% total asupan energi
b. Lemak sekitar 20-25% kebutuhan kalori
c. Protein sebesar 10-20% total asupan energi
d. Kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30%
3) Latihan fisik
Kegiatan latihan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-4 kali
selama kurang lebih 30 menit). Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
glukosa darah.
4) Umur
Usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%, 60 dan 69tahun,
dikurangi 10% dan usia 70 tahun, dikurangi 20%.

10. Jelaskan penatalaksanaan farmakologi dari kasus di atas!


Penatalaksanaan farmakologi dari kasus di atas6
1) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihuperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan, yaitu
a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Mekanisme kerja golongan obat ini merangsang sekresi insulin
dari granul sel-sel beta langerhans.
 Glinid
Mirip dengan sulfonilurea, glinid menurunkan glukosa lebih
rendah dengan merangsang sekresi insulin pankreas., tetapi
pelepasan insulin tergantung glukosa dan akan hilang pada
konsentrasi glukosa darah rendah. Ini bisa mengurangi potensi
untuk hipoglisemi parah.
b. Penambahan sensitivitas insulin
 Metformin
Meningkatkan sensitivitas insulin dari hati dan jaringan perifer
(otot) untuk meningkatkan penyerapan glukosa.
 Tiazolidindion (TZD)
Obat ini meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan otot,
hati,dan lemak secara tidak langsung.
c. Penghambat Absorpsi Glukosa (Penghambat Glukosidase Alfa)
Agen-agen ini mencegah pemecahan sukrosa dan karbohidrat
kompleks di intestinal kecil, sehingga memperlama absorpsi
karbohidrat. Contoh Acarbose (Precose) dan miglitot (Glyset).
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV).
DPP-IV inhibitor sebagian mengurangi glukagon postprandially tidak
tepat ditinggikan dan merangsang sekresi insulin glukosa tergantung.
Contoh Sitagliptin (Januvia).
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubulis distal ginjal
dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain, Canagliflozin, Empaglifozin,
Dapaglifozin, Ipraglifpzin.
2) Obat Antihiperglikemia Suntik
a. Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita Diabetes
Melitus tipe 1. Pada Diabetes Melitus tipe 1, sel-sel beta langerhans
kelenjar pankreas penderita 21 rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin. Sebagai penggantinnya, maka penderita diabetes
melitus tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat didalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Insulin diperlakukan pada keadaan:
 HbA1c >9% dengan kondisi dekompensasi metabolik.
 Penurunan berat badan yang cepat.
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
 Krisis hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
 Stess berat (Infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke).
 Kehamilan dengan Diabetes Melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan pencernaan makan.
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
 Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO.
 Kondisi perioperatif seuai dengan indikasi.
b. Agonis GLP-1 (Incretin Mimetic).
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan diabetes melitus. Agonis GLP-1 dapat bekerja
pada sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin,
mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukoagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat
badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat
badan pada pasien diabetes melitus dengan obesitas. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas.
Efek samping yang timbul pada pemberian ini antara lain adalah rasa
sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini yaitu Liragluride,
Exenatide, Albuglutide, dan Lixisematide.

11. Jelaskan kemungkinan interaksi obat antiinflamasi nonsteroid dengan obat


antidiabetik!
Kemungkinan interaksi obat antiinflamasi nonsteroid dengan obat antidiabetik adalah
obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), seperti Acetyl Salicylic Acid (ASA),
ibuprofen, Flufenamic Acid (FFA), dan meclofenamic Acid (MPA) sering digunakan
untuk mediasi sebagai pereda nyeri kronik dan inflamasi via inhibisi dari
cyclooxygenase (COX). Dosis tinggi dari Salicylatesdapat menurunkan konsentrasi
glukosa plasma. Sebagai tambahan, beberapa NSAID seperti ibuprofen dapat
menginduksi hypoglikemia pada pasien diabetes yang menerima terapi
sulphonyluria.Efek dari NSAID meclofenamic Acid (MFA) pada potensial membran
dan transmembrane current dari INS-1 cells, dan sekresi insulin dari sel tersebut.
Berdasarkan data, NSAID mempunyai efek samping yaitu menginduksi
hypoglikemiapada pasien diabetes yang menerima terapi sulphonyluria, tetapi tidak
mempengaruhi hiperinsulinemia. Fenamates dapat mereduksi kanal K+ ATP melalui
mekanisme ekstraseluler dan sulphonylureas juga menahan aktivitas kanal tersebut.
Dengan demikian NSAIS diabetik mempunyai interaksi obat yang sinergis. K+ ATP
(ATP- sensitive K+) kanal berfungsi sebagai melekul sensor metabolisme seluler dan
berperan penting pada regulasi sekresi insulin dari sel β.7

12. Jelaskan komplikasi diabetes melitus!


Komplikasi-komplikasi diabetes melitus secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
1) Komplikasi Metabolik Akut
Disebabkan oleh perubahan akut konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi
metabolik paling serius yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus Tipe 1
adalah ketoasidosis (DKA). DKA merupakan suatu komplikasi metabolik akut
yang ditandai dengan hiperglikemi ( Kadar gula darah >300 mg/dl). Asidosis
metabolik akibat penimbunan asam keton dan diurisis osmotik.
2) Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (Komplikasi Metabolik Kronik)
Komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan pembuluh-pembuluh kecil
(mikroangiopati), pembuluh-pembuluh darah sedang, dan pembuluh-
pembuluh darah sedang (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi
spesifik pada diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik), dan oto-otot serta kulit.
Makroangiopati diabetik memiliki gambaran histopatologik berupa
aderoskelerosis. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik akan mengakibatkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena
adalah arteri koronaria dan aorta dapat mengakibatkan angina dan infark
miokardium.8

13. Jelaskan kenapa pada pasien diabetes melitus rentan terkena infeksi!
Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat muncylnya
lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen, menurunkan
produksi interleukin yang menyebabkan terjadinya disfungsi kemotaksis dan aktivitas
fagositik, serta kerusakan fungsi neutrofil, glikosuria, dan dimotilitas gastrointestinal
dan saluran kemih. Sarana untuk pemeriksaan peunjang harus lengkap seperti
pemeriksaan kultur dan resistensi antibiotik.
Infeksi yang terjadi pada Diabetes Melitus , yaitu
 Tuberkulosis pada Diabetes Melitus
 Infeksi saluran kemih (ISK)
 Infeksi saluran nafas
 Infeksi saluran cerna
 Infeksi jaringan lunak dan kulit
 Infeksi rongga mulut
 Infeksi telinga
 Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV).6
14. Jelaskan indikasi rujuk pada kasus tersebut!
Berdasarkan skenario tanda kardiral Diabetes Melitus didapati dari anamnesa pasien,
dengan pasien yang keadaannya termasuk obesitas tingkat 1, kadar gula darah
sewaktu 365 (normal <180 mg/dl). Nilai tersebut adalah kategori risiko untuk
penanganan tindakan dental (perawatan abses gigi). Pasien dirujuk ke dokter spesialis
penyakit dalam. Apabila dokter spesialis penyakit dalam telah memberikan surat
keterangan dapat dilakukan tindakan perawatan abses pada gigi, baiknya perawatan
dilakukan pada pagi hari karena kadar gula darah belum meningkat. Pasien diberikan
obat antibiotik dan analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
BAB III
PENUTUP

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa
darah melebihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka akan
menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit
jantung, ginjal, kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis. Penyakit ini dapat dikontrol
dengan cara pola hidup dan olahraga yang teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sibernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. Edisi (3). Jerman : Thieme, 2016 : 320.
2. Pardede SO. Poliuria pada Anak. J Sari Pediatri 2003; 5(3 ) : 103-110.
3. Rias YA. Hubungan antara Berat Badan dengan Kadar Gula Darah Acak pada Tikus
Diabetes Melitus. J Juyanto 2017 ; 4(1).
4. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapura: Elsevier Science, 2016 : 905.
5. Nair M, Peate I. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan : Panduan Penting untuk
Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta : Bumi Medika, 2015 : 422.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta : PB PERKENI, 2015.
7. J Li, N Zhang, B ye, W Ju, B Orser, J E M Fox, MB Wheeleer, Q Wang, and W-Y
Lu.Non-Steroidal anti-inflammatory drugs increase insulin release from beta cells by
inhibiting ATP-Sensitive Potassium Channels. British Journal of Pharmacology 2007
; 151(4) : 483-493.
8. Dwi RK. Diabetes untuk ditakuti. Jakarta : F-Media, 2014 : 16-17.

Anda mungkin juga menyukai