Oleh :
MARIA TUL QIPTIYAH
40220017
Wildan Akasyah., S. Kep, Ns, M. Kep Sri Wahyuni, S. Kep, Ns, M. Kep
NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Gagal ginjal akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal
dalam membersihkan darah dari bahanbahan racun, yang menyebabkan
penimbunan limbah metabolik didalam darah (misalnya urea). Gagal ginjal
akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal secara mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolik
(Ayu, 2010).
Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami
gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital (Bonez, 2011).
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA)
adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu
beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria
sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeotasis tubuh (Tambayong Jan, 2013).
B. KALSIFIKASI
Menurut Ayu (2010) gagal gijal akut dbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gagal ginjal akut prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal
hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus
dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila
perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat
metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal
tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologi pada nefron.
2. Gagal ginjal akut renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara
tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya
dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah
kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal
3. Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup,
namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering
adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan
filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
C. ETIOLOGI
Menurut Robert Sinto, Ginova Nainggolan (2010) etiologi gagal ginjal
akut dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesisnya yakni :
1. Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
prerenal
a. Dehidrasi
b. Muntah dan diare
c. Diabetes militus
d. Luka bakar
e. Pemakaian deuretik yang tidak sesuai
f. Asidosis
g. Syok
2. Penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal
a. Hipertensi
b. Nefrotaksin(antibiotik : gentamicin,kanamisin)
3. Penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
a. Hiperplasia prostat
D. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai
berikut :
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari)
3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
4. Nafsu makan menurun
5. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
6. Tremor tangan
7. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
8. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik
9. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)
10. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml).
11. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal,
serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus.
12. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif,
edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-
kejang dan kesadaran menurun sampai koma (Benze, 2011).
E. PATOFISIOLOGI
Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada
keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi
natrium didalam tubuh dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua
sensor, baik kadar natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah
berfungsi sebagai stimulasi untuk pelepasan renin. Renin yaitu suatu protease
yang meningkatkan tekanan darah dengan memicu vasokonstriksi secara
langsung dan dengan merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi retensi
natrium dan air. Semua efek ini menambah cairan ekstrasel utuh kehilangan
fungsi ginjal normal akibat dari penurunan jumlah nefroen yang berfungsi
dengan tepat. Bila jumlah nefron berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat
untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis,terjadi akibat gangguan
fisiologis. Gagal ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan untuk
membersihkan toksin dari darah selain itu gagal ginjal akut disebabkan
dengan berbagai macam keadaan seperti gangguan pada pulmoner yaitu nafas
dangkal, kussmaul, dan batuk dengan sputum.
Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. Gangguan
pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama jantung
dan edema. Edema merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan
volume cairan.Edema merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis
dan menandakan ketidak seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan
intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan
merembes ke dalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan
hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah (Tambanyong Jan, 2013).
F. PHATWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena beratnya gagal ginjal
2. Klirens kreatinin menunjukkan penyakti ginjal tahap akhir bila berkurang
s/d 90%
3. Elektrolik serum menunjukkan peningkatan kalium, fasfor, kalsium,
magnesium dan produk fasfor- kalsium dengan natrium serum rendah
4. Gas darah arter (GDA) menunjukkan asidosis metabolic (nilai PH,
kaderbikarbonat dan kelebihan basa dibawah rentang normal)
5. HB dan hematokrit dibawah rentang normal
6. Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal
7. Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolism tulang (Tambanyong
Jan, 2013).
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus
dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah
keterlambatan penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi.
Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika
fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan
yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya
antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini
harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera
diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus
dilakukan dialisis secepatnya.
2. Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah
akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian
protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi
katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram
karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme
protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik,
kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam
diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per
hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam
amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian
kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai
dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan
fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5
gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1) Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-
komplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari
pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira
300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml
ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2) Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg
per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-
muntah harus segera diganti.
3. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis.
Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan
tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pe
rtimbangan-pertimbangan indivual penderita.
4. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat
menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi
diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu (Tambayong Jan,
2013).
I. KOMPLIKASI
1. Edema paru-paru
Edema paru-paru berlangsung akibat berlangsungnya penimbunan
cairan Serosaatau serosanguinosa yang terlalu berlebih didalam area
interstisial Sertaalveolus paru-paru. perihal ini timbul dikarenakan ginjal
tidak bisa Mensekresiurine serta garam didalam jumlah cukup. kerapkali
edema paru-parumengakibatkan kematian.
2. Hiperkalemia
Komplikasi ke-2 yaitu hiperkalemia ( kandungan kalium darah yang
tinggi) yakni satu situasi di mana konsentrasi kalium darah kian lebih 5
meq/l darah. Konsentrasi kalium yang tinggi justru beresiko dari pada
situasi sebaliknya (konsentrasi kalium rendah ). konsentrasi kalium darah
yang lebih tinggi dari 5, 5 meq/l bisa merubah system konduksi listrik
jantung. jika perihal ini terus berlanjut, irama jantung jadi tidak normal
serta jantungpun berhenti berdenyut (Ayu, 2010).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan
identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut
dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,
khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta
usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas
penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur,
pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak
dan sedikit-sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pengkajian ditujukan sesuai dengan
predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara
ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah
urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan
setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka
bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat
minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya
riwayatpemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma
langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal
dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV : Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit
berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu
pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi
denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai
dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi
perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas
dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan
sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik)
sering didapatkanpada fase ini. Pada beberapa keadaan respons
uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan
pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal
ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder
dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang
berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatanjumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan
filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna
urine menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium : Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020
menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA,
dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin : Terdapat peningkatan yang
tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat
katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.
Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin
serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit : Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia
dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH : Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses
metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai
gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah
komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Dialisis : Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan,
protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi : Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral
atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan
mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan :
1) Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
2) Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
2. Hipervolemia berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
4. Gangguan eliminasi urine berhbungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih
5. Resiko syok berhubungan dengan hipoksia
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pemantauan respirasi
Observasi :
1. Monitor
frekuensi,irama,kedalama
n dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
4. Monitor saturasi oksigen
5. Monitor nilai AGD
Terapeutik :
1. Atur intervesi pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan serta
informasikan hasil
pemantauan.
2. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
berhubungan tindakan Observasi :
dengan keperawatan selama 1. Periksa tanda dan gejala
kelebihan 1x 24 jam hipervolemia
asupan cairan diharapkan volume 2. Identifikasi penyebab
cairan seimbang hipervolemia
dengan keriteria 3. Monitor status
hasil : hemodinamik
1. Asupan carian 4. Monitor intake dan output
meningkat cairan
2. Haluan unin 5. Monitor tanda
meningkat hemokonsentrasi
3. Kelembaban 6. Monitor kecepatan infus
membarn mukosa secara ketat
meningkat 7. Monitor efek sambing
4. Edema menurun deuretik
5. Dehidrasi Terapeutik :
menurun 1. Timbang berat badan
6. Tukor kulit setiap hari pada waktu
membaik yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40
Edukasi :
1. Ajarkan melapor jika
haluan urine 0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan monitor jika BB
1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluan cairan
4. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
deuretik
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan Observasi :
dengan keperawatan selama 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampu 1x 24 jam 2. Identifikasi alergi dan
an menelan diharapkan intoleransi makanan
makanan keadekuatan asupan 3. Identifikasi makanan yang
nutrisi membaik disukai
dengan keriteria 4. Identifikasi kebutuhan
hasil : kalori dan jenis nutrien
1. Pola makan 5. Monitor asupan makanan
meningkat 6. Monitor bb
2. Indek masa tubuh 7. Monitor hasil pemeriksaan
membaik labolaturium
3. Fekuensi makan Terapeutik :
membaik 1. Lakukan oral hygiene
4. Nafsu makan sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan rendah
natrium tinggi protein
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi
eliminasi urine tindakan Urine
berhbungan keperawatan selama Observasi :
dengan 1x 24 jam 1. Identifikasin tanda dan
penurunan diharapkan gejala retensi atau
kapasitas pengosongan inkontenesia urine
kandung kendung kemih 2. Identifikasi faktor yang
kemih membaik dengan menyebabkan retensi atau
keriteri hasil : inkontenesia urine
1. Sensai berkemih 3. Monitor eliminasi urine
meningkat Terapeutik :
2. Berkemih tidak 1. Catat waktu-waktu dan
tuntas menurun haluaran berkemih
3. Urine menetes 2. Batasi asupan cairan, jika
menurun perlu
3. Ambil sampel urine
tengah atau kultur
Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengambil
spesiemen urine
midstream
4. Ajarkan mengenai tanda-
tanda berkemih dan waktu
yang tepat untuk berkemih
5. Anjurkan mengurangi
minum
Kolaborasi :
Kolaborasi pemeberian obat
supositorial uretra, jika perlu.
5. Resiko syok Setelah dilakukan Pencegahan syok
berhubungan tindakan Observasi :
dengan keperawatan selama 1. Mnitor status
hipoksia 1x 24 jam kardiopulmonal
diharapkan 2. Monitor status oksigenasi
ketidakcukupan 3. Monitor status cairan
aliran darah 4. Monitor status kesadaran
kejarinagan tubuh dan respon pupil
menurun dengan Terapeutik :
keriteria hasil : 1. Pemberian oksigenasi
1. Kekuatan nadi untuk mempertahankan
meningkat saturasi oksigen 94
2. Output urine 2. Persiapan intubasi dan
mengingkat ventilasi mekanis, jika
3. Tingkat perlu
kesadaran 3. Pemasangan IV, jika perlu
meningkatfrekue 4. Pasang kateter urine untuk
nsi napas menilai produksi urine
membaik Edukasi :
4. Akral dingin 1. Jelaskan penyebab/faktor
menurun resiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
3. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda gejala awal syok
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian IV dan
pemberian antiinflamasi
Pemantauan cairan
Observasi :
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor BB
5. Monitor pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
8. Monitor intake dan output
cairan
9. Monitor tanda
hipervolemia
Terapeutik :
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hail
mebantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu. (2010). Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bonez,Hery .(2011). Gagal Ginjal Dan Penanganan Gagal Ginjal Edisi 1.
Jogyakarta : EGC.
Robet Setyohadi, Sally & Putu. (2010). Gagal Ginjal. Jakarta: Rineka Cipta.
Tambayong, Jan. (2013). Patofisiologi Untuk Keperawatan, Buku Kedokteran.
Jogyakarta : EGC.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Keriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Data umum
Nama : Tn. C
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Kediri Bandar Lor
No. Registrasi : 22032011
Diagnosa medis : Gagal gijal akut
Tanggal MRS : 24-11-2020 Pukul : 20.00 WIB
Tanggal pengkajian : 24-11-2020 Pukul : 20.30 WIB
Bila pasien di IGD
Triage pada pukul : 20.30 WIB
Kategori triage : P1 P2 P3
Data khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint): Bengkak pada kedua kelopak mata dan bengkak
pada abdoen dan kedua kaki
Riwayat penyakit Sekarang :
(Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di
bawa ke RS secara lengkap) : Pada tanggal 24 November 2020 pasien dibawa
keluarga ke RSUN dengan keluhan bengkak pada kelopak mata. Keluarga
mengatakan bengkak dialami sejak ± 1 minggu yang lalu. Selain di kelopak mata
bengkak juga ditemukan di abdomen dan tungkai kaki. Pada pemeriksaan fisik di
UGD di dapatkan pasien mampu diajak bicara tetapi keadaan lemah.
Keluhan nyeri (PQRST) :
P : Provoking atau Paliatif
Penumpukan cairan
Q : Qualitas
Terasa cenut-cenut
R : Regio
Pada kepala
S : Severity
3
T : Time
Saat beraktifitas
Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
No Intensitas Nyeri Diskripsi
1 Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak nyeri
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
Gerakan paradoksal Ya Tidak
Retraksi intercosta Ya Tidak
Retraksi suprasternal Ya Tidak
Retraksi substernal Ya Tidak
Retraksi supraklavikular Ya Tidak Retraksi
Intraklavikula Ya Tidak
Gerakan diafragma Normal Tidak
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
Kualitas nadi Kuat Lemah
CRT < 2 dt > 2 dt
Perdarahan Ya Tidak
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
Alert : sadar dan orientasi baik
Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar
tapi berespon terhadap suara
Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri
Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/reflek
gag GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15
Pupil : Isokor Anisokor
Reaksi terhadap cahaya : Ya tidak
B. Kimia Darah
Ureum : 66 ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin :..........................( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT :..........................( N : 2 – 17 )
SGPT :..........................( N : 3 – 19 )
BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin :..........................( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein :........................( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )
GD Puasa :..........................( N : 100 mg / dl )
GD 2 JPP :..........................( N : 140 – 180 mg / dl )
Trigleserida : 206 (N : 200 mg/dl)
C. Analisa elektrolit
Natrium :..........................( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium :..........................( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida :..........................( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium :..........................( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )
Phospor :..........................( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )
G. GIVE COMFORT
Pasien mengatakan nyaman ketika berbaring
H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism : -
I : Injuries Suspected : tidak ada tanda cidera
V : Vital sign on scene : 125/80 mmHg
T : Treatment received : furosemide, NaCl
I. HEAD TO TOE ASSESSMENT
Kepala
Bentuk Normal Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Rambut dan kulit kepala Bersih Kotor
Grimace Ya
Tidak
Battle’s sign Ya Tidak
Mata
Palpebra oedema Ya Tidak
Sklera Ikterik Kemerahan Normal
Konjungtiva Anemis Kemerahan
Normal
Pupil Isokor Anisokor
Midriasis Ø: - mm
Miosis Ø: -
mm.
Reaksi terhadap cahaya: /
Racoon eyes Ya Tidak
Hidung
Bentuk Normal Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pernafasan cuping hidung Ya Tidak
Terpasang oksigen: 4 lpm
Gangguan penciuman Ya Tidak
Telinga
Bentuk Normal Tidak
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Gangguan pendengaran Ya Tidak
Luka Ya
Tidak
Mulut
Mukosa Lembab Kering Stomatitis
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak
JVD Normal Meningkat Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak
Deformitas leher Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks :
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Gerakan paradoksal Simetris Tidak
Paru – paru :
Pola nafas, irama : Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Lain-lain: -
Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
Ronkhi Wheezing Stridor Crackles
Lain-lain: -
Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak
Sputum: Warna : - Jumlah : - Bau:- Konsistensi: -
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS : V
Irama jantung Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal Ya Tidak
Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme
lain-lain: -
Nyeri dada Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
CVP: Ada Tidak ada
Tempat CVP Subklavia Brachialis
Femoralis Pacu jantung Ada Tidak ada
Jenis: Permanen Sementara
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus 15 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Frekuensi -, Jumlah - cc, warna -
Pembesarah hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya
Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kekuatan otot 5 5
5 5
Oedema
Kulit
Turgor Baik Sedang Jelek
Decubitus Ada Tidak Lokasi : -
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kebersihan area genital Bersih Kotor
Priapismus Ya Tidak
Incontinensia urine Ya Tidak
Retensi Urine Ya Tidak