Anda di halaman 1dari 12

Faktor-faktor pendukung pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP

Negeri 3 Krian Berdasarkan data yang peneliti peroleh melalui wawancara dan observasi,
beberapa faktor pendukung antara lain, sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana
Dalam pembelajaran kontekstual faktor yang paling mendukung adalah adanya sarana
dan prasarana yang ada di sekolah. Misalnya mushollah, ruang audio visual, ruang praktek dan
laboratorium serta perpustakaan. Yang mana dengan adanya sarana dan prasarana ini kegiatan
pembelajaran akan lebih bermakna dan dapat menambah pemahaman siswa tentang materi
yang di pelajari.
b. Kepala Sekolah
Menurut Drs. Ec Suwarno, S.pd sebagai wakil kepala sekolah menyatakan bahwa terus
melakukan evaluasi berkelanjutan atas penerapan program pembelajaran kontekstual ini.
Dengan evaluasi berkelanjutan ini diharapkan akan didapati solusi atas beberapa persoalan
yang masih melingkupi, sekaligus dicari upaya pemecahan terhadap problem baru yang muncul
saat berlangsung penerapannya.
c. Siswa
Faktor pendukung antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran bertambah ketika
praktek di luar kelas. Seperti yang dituturkan Bapak Chasan “meski kadang ramai mereka
antusias saat praktek, misal praktek haji.. dan rasa ingin tahu siswa besar saat praktek tersebut.”
d. Guru
Kemampuan atau kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam pembelajaran, guru yang
kreatif akan menjadikan kelas selalu menyenangkan karena peserta didik tidak merasa jenuh.
Penerapan strategi Self Directed Learning di MTs Nihayaturroghibin menggunakan cara yang
bermacam-macam, sehingga ini mendukung proses belajar. Tantangannya, disini guru harus
selalu berinovasi agar peserta didik tidak bosan.38
3. Faktor-faktor penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI di SMP
Negeri 3 Krian
Beberapa problem/hambatan yang dihadapi berkisar pada tiga hal. Mulai dari masalah
yang dihadapi guru, siswa, hingga masalah yang berhubungan dengan ketersediaan fasilitas
dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan data yang peneliti peroleh melalui wawancara
dan observasi, beberapa problem ini antara lain, sebagai berikut:
a. Problem yang dialami tenaga pengajar
Beberapa problem yang akan dipaparkan di bawah ini terutama terkait dengan
penerapan pembelajaran kontekstual, dan variasipembelajaran yang diterapkan para guru saat
mengajar dengan metode kontekstual di SMP Negeri 3 Krian. Bapak Chasan menjelaskan:
“Pengajaran yang dilakukan adanya keseimbangan antara materi dan praktek membutuhkan
waktu yang melebihi target. Bagaimanapun kami selaku guru memang membuat program yang
telah dirinci, namun tetap saja bila mempertimbangkan ketuntasan belajar siswa kadangkadang
masih ada materi yang terselesaikan secara terburu-buru, untuk mengejar waktu misalnya
mendekati ujian karena semua materi harus sudah tersampaikan”
Selain masalah waktu, ibu Muzzayanah, S. Ag menyampaikan: “Kalo hambatan
sebenarnya ada pada awal-awal dulu waktu diterapkan, karena kebiasaan pengajaran yang
sebelumnya lebih banyak pada ceramah. Ya, membutuhkan adaptasi lagi, tapi secara
keseluruhan bagi saya pribadi tidak ada kendala serius”.
Tidak semua guru mata pelajaran menerapkan strategi Self Directed Learning. Begitu juga pada
mata pelajaran rumpun PAI, hanya mata pelajaran Aqidah akhlaq, Al-qur‟an hadits dan SKI
yang menerapkannya. Pada mata pelajaran Fiqih belum menerapkan strategi ini, hal ini
disebabkan kesiapan dan kompetensi guru yang belum terpenuhi. Dari hasil pengamatan
peneliti, untuk pelajaran Fiqih masih menggunakan ceramah dalam pembelajarannya
b. Problem siswa
Dalam pembelajaran kontekstual murid menjadi pusat dalam proses belajar mengajar,
hal ini dalam prakteknya bisa menjadi kendala bagi proses belajar mengajar, menurut ibu
Muzzayanah, S. Ag: “Tingkat kepercayaan diri dan motivasi siswa berbeda-beda, sehingga
meski terus memperoleh motivasi dari guru sehingga bisa dikatakan dalam kegiatan belajar
mengajar prosesntase yang siswa aktif memang per kelas masih sedikit, namun dengan
pembiasaan untuk terus mencari menurut saya suatu saat akan apa yang telah diterima akan
menjadi bekal untuk perubahan yang lebih baik. Hal ini sebetulnya biasa… kemampuan siswa
secara alami kan beda-beda.”Tidak semua peserta didik berasal dari lingkungan religius atau
pesantren. Sehingga membentuk karakter yang sama seperti mereka yang berasal dari
pesantren sangatlah sulit. Kesulitan untuk memantau peserta didik yang berasal dari luar desa
Sundoluhur juga menjadi kendala untuk mengetahui sikap mereka di luar madrasah.

c. Faktor fasilitas
Masih minimnya media belajar yang berbasis teknologi. Terbatasnya buku paket bagi
tiap siswa (belum mencukupi untuk satu anak satu)
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Penerapan
Strategi Self Directed Learning Pada Pembelajaran Mata Pelajaran PAI di MTs
Nihayaturroghibin Sundoluhur Kayen Pati. Berdasarkan penelitian yang lakukan di MTs
Nihayaturroghibin, diperoleh gambaran data mengenai faktor pendukung dan penghambat
dalam penerapan Strategi Self Directed Learning Pada Pembelajaran Mata Pelajaran PAI.
2).43
3) Sarana prasarana berupa fasilitas atau media yang digunakan guru untuk mengajar seperti
alat peraga, harus disediakan sendiri oleh guru mata pelajaran. Dalam penerapan strategi Self
Directed Learning apabila media yang dibutuhkan tidak tersedia, ini akan menghambat proses
belajar.44
Kendala mengenai fasilitas atau media pembelajaran yang dibutuhkan oleh guru untuk
mengajar atau saat menerapkan Self Directed Learning dapat diatasi dengan kesediaan guru
untuk menyiapkan sendiri alat peraga atau yang dibutuhkan guru tersebut. Usaha pemenuhan
buku-buku terkait pembelajaran juga dilakukan pihak madrasah. Sedangkan fasilitas seperti
proyektor, diusahakan agar guru tidak memakai metode yang mengharuskan untuk
memakainya. Metode pembelajaran sangatlah bervariatif, sehingga tidak semua harus
menggunakan elektronik seperti laptop dan proyektor di kelas. Maka dari itu, guru dituntut
untuk menjadi pribadi yang kreatif agar pembelajaran tidak monoton.

Adanya faktor penghambat akan menjadi kendala dalam proses belajar mengajar
khususnya pada penerapan Self Directed Learning. Sehingga harus dicarikan solusi yang tepat
untuk mengatasi kendala tersebut. Para guru khususnya guru mata pelajaran rumpun PAI yang
menerapkan strategi Self Directed Learning telah memiliki solusi yang dirasa mampu untuk
mengatasi kendala tersebut, antara lain:
1) Sewaktu-waktu ada home visit atau kunjungan rumah bagi peserta didik yang berada di luar
desa Sundoluhur. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh guru Aqidah akhlaq, yaitu bapak M. Luthfi.
Berikut penuturan beliau:
“Sebenarnya saya lebih menekankan kepada peserta didik untuk mempraktekkan apa yang
telah dipelajari, tidak hanya sekedar tahu dan paham materi. Karena ini menyangkut aqidah
dan akhlaq jadi keaktifan anak lebih saya nilai dari perilaku mereka di sekolah dan sehari-
harinya. Saya berupaya dengan menasihati jika mereka berbuat kesalahan dan sewaktu-
waktuhome visit atau mengunjungi rumah mereka, untuk mengetahui bagaimana sikap mereka
dirumah dengan cara bertanya pada keluarga, tetangga maupun dengan pengamatan saya
sendiri.”45
Hal seperti ini dibutuhkan kerjasama dengan wali murid agar komunikasi antara pihak
madrasah dan orangtua peserta didik terjalin baik, dan tidak terjadi kesalah pahaman.
Sedangkan untuk membentuk karakter peserta didik menjadi seperti yang dikehendaki guru
tidaklah mudah. Bapak M. Luthfi berusaha dengan terus memberi pengarahan dan nasihat bagi
peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik. Karakter-karakter baik ini berusaha
dibentuk di MT Nihayaturroghibin dengan cara peserta didik diharuskan melaksanakan sholat
dluha dan sholat dzuhur berjama‟ah di madrasah.
2) Untuk mengatasi guru yang kurang berkompeten dalam melaksanakan tugasnya, dari pihak
madrasah sudah mengatasinya dengan mengharuskan guru untuk mengikuti seminar atau KKM
(Kelompok Kerja Madrasah). Seperti yang dikatakan Kepala Madrasah, bapak Bukhori beliau
mengatakan:
“Usaha untuk meningkatkan kompetensi guru di MTs Nihayaturroghibin dengan cara
menyelenggarakan atau mewajibkan para guru untuk mengikuti seminar, atau mengikuti
kompetensi Kelompok Kerja Madrasah (KKM) di Winong.”46
Usaha Kepala Madrasah ini di terima dengan baik oleh para guru sehingga menjadikan
beberapa guru yang diantaranya guru mata pelajaran rumpun PAI mampu menerapkan strategi
Self
Directed Learning dengan berbagai macam cara.
3) Sarana Prasarana
Analisis faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi Self Directed Learning
Pada Pembelajaran Mata Pelajaran PAI di MTs Nihayaturroghibin Sundoluhur Kayen
Pati Tahun Pelajaran 2016/2017
Penerapan suatu strategi pembelajaran tidaklah lepas dari kelebihan dan kelemahan,
tidak semua strategi yang diterapkan dapat berjalan dengan lancar. Terdapat banyak faktor
pendukung dan penghambat dalam penerapannya, begitu juga halnya dalam penerapan strategi
Self Directed Learning di MTs Nihayaturroghibin. Faktor tersebut berupa faktor internal dan
eksternal. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat
dalam penerapan strategi Self Directed Learning pada pembelajaran mata pelajaran PAI di MTs
Nihayaturroghibin Sundoluhur Kayen Pati. Adapun faktor-faktor dari penerapan strategi Self
Directed
Learning adalah sebagai berikut:
1. Faktor pendukung
a. Faktor internal
1) Peserta didik, Karakter dan respon peserta didik disini sangat mempengaruhi berjalannya
proses Self Directed Learning, karena mereka menyukai prosesnya, memiliki motivasi dan
kesadaran diri untuk benar-benar belajar, sehingga hal ini dapat mendukung berjalannya proses
Self Directed Learning.85
2) Guru, Kemampuan atau kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam pembelajaran, guru yang
kreatif akan menjadikan kelas selalu menyenangkan karena peserta didik tidak merasa jenuh.
Penerapan strategi Self Directed Learning di MTs Nihayaturroghibin menggunakan cara yang
bermacam-macam, sehingga ini mendukung proses belajar. Tantangannya, disini guru harus
selalu berinovasi agar peserta didik tidak bosan.86
b. Faktor eksternal
1) Keadaan lingkungan peserta didik yang kebanyakan berdomisili di desa Sundoluhur sendiri
dan berada dilingkungan religius atau pesantren, membentuk karakter mereka menjadi pribadi
yang patuh dan santun. Mereka sudah terbiasa dengan lingkungan yang sadar peraturan.
Sehingga ini memudahkan guru untuk menerapkan strategi Self Directed Learning karena
mereka akan meminimalisir perilaku seenaknya sendiri.87
2) Keadaan peserta didik di MTs Nihayaturroghibin yang jumlah per kelasnya tidak terlalu
banyak yaitu antara 20-22 anak, sangat memudahkan para guru untuk mengatur kondisi kelas.
Sehingga proses Self Directed Learning dapat berjalan dengan baik.88
3) Adanya kerja sama antara peserta didik dengan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran,
hal ini terlihat ketika peserta didik dalam kesulitan saat pembelajaran maka peserta didik yang
lain membantu.
4) Adanya kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini terlihat ketika
gurumendiskusikan bersama peserta didik mengenai metode yang akan dipakai dalam
pembelajaran.89
2. Faktor penghambat
a. Faktor Internal
1) Peserta didik, tidak semua peserta didik berasal dari lingkungan religius atau pesantren.
Sehingga membentuk karakter yang sama seperti yang berasal dari pesantren sangatlah sulit.
Kesulitan untuk memantau peserta didik yang berasal dari luar desa Sundoluhur juga menjadi
kendala untuk mengetahui sikap mereka di luar madrasah.90
2) Guru, tidak semua guru mata pelajaran menerapkan strategi Self Directed Learning. Begitu
juga pada mata pelajaran rumpun PAI, hanya mata pelajaran Aqidah akhlaq, Al-qur‟an hadits
dan SKI yang menerapkannya. Pada mata pelajaran Fiqih belum menerapkan strategi ini, hal
ini disebabkan kesiapan dan kompetensi guru yang belum terpenuhi. Dari hasil pengamatan
peneliti, untuk pelajaran Fiqih masih menggunakan ceramah dalam pembelajarannya.91 Hasil
analisis peneliti mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran mata
pelajaran PAI di MTs Nihayaturroghibin Sundoluhur Kayen Pati adalah sebagai berikut:
a. Faktor pendukung
1) Kemampuan guru dalam menerapkan strategi Self Directed Learning dengan menggunakan
metode yang tepat.
2) Karakter peserta didik yang mudah diatur dan respon mereka yang menyukai proses
pembelajaran.
3) Keadaan kelas dengan jumlah rombongan belajar 20-22 anak.92
b. Faktor penghambat
1) Belum tersedianya media atau alat peraga pembelajaran yang dibutuhkan oleh guru.
2) Berada di tepi jalan raya, sehingga suara bising dari kendaraan terkadang mengganggu.93
Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Motivasi pembelajaran karya Kompri bahwa faktor
belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya ialah:
1) Faktor guru, yaitu gaya mengajar mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru
yang bersangkutan, konsep psikologi yang digunakan serta kurikulum yang digunakan.
2) Faktor peserta didik, bahwa setiap peserta didik mempunyai keragaman dalam hal
kecakapan maupun kepribadian untuk dikembangkan.
3) Faktor kurikulum, bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang
hendak dicapai.
4) Faktor lingkungan. Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang dan berbagai situasi
fisik yang ada di sekitar kelas atau tempat berlangsungnya pembelajaran. lingkungan ini
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi belajar dan keberhasilan belajar.94
b. Faktor Eksternal
Sarana prasarana berupa fasilitas atau media yang digunakan guru untuk mengajar
seperti alat peraga, harus disediakan sendiri oleh guru mata pelajaran. Dalam penerapanstrategi
Self Directed Learning apabila media yang dibutuhkan tidak tersedia, ini akan menghambat
proses belajar.95 Media pembelajaran sangat dibutuhkan untuk membantu efektivitas dan
efisiensi pembelajaran, oleh karena itu, guru harus dapat memilih media pembelajaran yang
tepat guna dan tepat sasaran, karena pada dasarnya penggunaan media pembelajaran bertujuan
untuk:
1) Memberi kemudahan kepada peserta didik untuk memahami materi pelajaran
2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda bervariasi
3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan dalam penggunaan teknologi
4) Menciptakan situasi belajar yang tidak mudah dilupakan.96
Jadi berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa Penerapan strategi Self
Directed Learning pada pembelajaran mata pelajaran PAI di MTs Nihayaturroghibin
Sundoluhur Kayen Pati meliputi tiga hal yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Sedangkan faktor penghambat dan pendukung meliputi faktor internal dan eksternal yang
berasal dari guru, peserta didik serta sarana dan prasarana. Penerapan Self
Directed Learning diharapkan mampu menarik minat, motivasi belajar serta meningkatkan
kemandirian peserta didik yang mana penerapannya sudah diusahakan secara maksimal oleh
guru agar mendapatkan pembelajaran yang efektif.
. Faktor penghambat dan pendukung penerapanpembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMK PGRI 3 Tulungagung a. Faktor Pendukung Menurut guru PAI mengatakan bahwa:
Dalam menerapkan Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMK PGRI 3 Tulungagung faktor
pendukungnya adalah sarana dan prasarana sekolah dan selain itu faktor pendukung dari penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah tergantung pada siswa itu sendiri, karna apabila siswa
itu aktif maka penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) sangat bagus untuk dilaksanakan
dan siswa yang aktif itu akan mudah termotivasi, sehingga proses pembelajaran akan berlangsung
dengan lancar28Menurut Waka Kurikulum mengatakan: Untuk faktor pendukung yang paling utama
dalam penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) itu adalah sarana dan prasarana sekolah itu sendiri, selain itu
dana juga sangat penting dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategiContextual
Teaching and Learning (CTL) karena apabila dana tidak ada maka kita akan kesulitan untuk
mengadakan proses pembelajaran diluar kelas.29 Menurut kepala sekolah di SMK PGRI 3 Tulungagung
mengatakan bahwa: Untuk faktor pendukung dari penerapan Contextual Teaching and
Learning (CTL) itu antara lain guru harus memahami strategi itu. Untuk itu di SMK PGRI 3 Tulungagung
ini mengadakan kegiatan pelatihan untuk guru misalnya guru diikutkan dalam MGMP, kemudian
sekolah ini juga sering mengadakan pelatihan untuk guru dengan mengundang instruktur dan juga
mengadakan Work Shop, dengan kegiatan tersebut guru dapat menguasai dan tidak mengalami dalam
menerapkan sebuah strategi pembelajaran. Dan selain itu sarana prasarana juga sangat mendukung
dan di SMK PGRI 3 Tulungagung ini sudah tersedia fasilitas pendukung mata pelajaran PAI.30 Dari
ketiga hasil wawancara diatas diperoleh beberapa faktor pendukung penerapan pembelajaran CTL
yaitu: - Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model pembelajaran diterapkan,itu terbukti
ketika prosespembelajaran berlangsung siswa sangat antusias dan terlihat semangat mengikuti proses
pambelajaran PAI, Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh siswa: ”Penggunaan dan penerapan
model pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan minat dan antusias belajar siswa,
terlebihdalam konteks ini, ketika model pembelajaran CTL diterapkan dengan persiapan yang matang
dari awal sampai akhir siswa akan semakin tertarik untuk lebih semangat belajar PAI.”31 - Adanya
persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai, itu terbukti sebelum proses pembelajaran dimulai
sebagian siswa sudah mempelajari materi yang akan dipelajarinya, Sebagaimana dikatakan oleh
seorang guru : “Anak-anak apabila memulai kegiatan pembelajaran mengucapkan basmalah dan
berdoa, mempersiapkan alat-alat belajar tanpa disuruh oleh guru, memberitahukan kepada guru
tentang Pekerjaan Rumah (PR) yang sudah dikerjakan, bahkan di antara peserta didik sebagian besar
sudah mengenal materi pembelajaran yang akan dipelajarinya. Selain itu, peserta didik ketika ditanya
kaitannya pembelajaran yang telah lalu dengan yang akan dipelajari pada jam pelajaran tersebut,
mereka mencoba menjawabnya dengan antusias.”32 Hal tersebut senada dengan penuturan seorang
guru yang lain : “Peserta didik sebelum kegiatan pembelajaran PAI sudah mempersiapkan diri. Bahan
ajar PAI yang akan dipelajari, sudah di informasikan guru pada proses pembelajaran yang telah lalu
ada dalam buku catatan mereka. Ini menandakan bahwa semua peserta didik sudah siap untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran.”33 Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 23 April,
kebetulan peneliti sedang berada di lokasi penelitian dan meminjam buku tulis PAI pada salah satu
siswa, yang ternyata sebelum materi di ajarkan peserta didik sudah menyiapkan materi yaitu
meringkas di rumah, sebelum materi yang diajarkan di kelas.34Penyediaan media pembelajaran yang
cukup memadai, meskipun tidak begitu lengkap tetapi bisa digunakan untuk menunjang proses
pembelajaran. Dalam hal ini kepala sekolah menuturkan : ”Di sekolah ini, kami sudah menyediakan
media pembelajaran yang bisa digunankan untuk menunjang proses pembelajaran. Semuanya itu
sudah disiapkan oleh lembaga dengan fasilitas yang nyaman yang dilengkapi dengan media dialam
kelas, disamping ruang tersendiri.”35 Data tersebut diperkuat oleh observasi, pada tanggal 21 April
2012, peneliti datang ke SMK kebetulan guru sedang menggunakan media yang tepat yaitu media
gambar untuk memperlancar proses pembelajaran.36 - Adanya media cetak dan elektronik yang
mendukung terkait masalah kontekstual permasalahan di lingkungan, seperti majalah, koran, televisi
dan lain-lain. ”Dengan adanya media elektronik seperti televisi atau koran, saya justru
memanfaatkannya sebagai salah satu media dalam menerapkan model pembelajaran CTL, karena
televisi atau koran biasanya memuat tentang berita terkini, kemudian siswa memilah-milah yang ada
hubungan”37 - Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervisi Kepala Sekolah yang
terprogram, hal ini terbukti kepala sekolah seminggu sekali melakukan pengawasan evaluasi terhadap
kinerja guru, hal ini juga dituturkan oleh kepala sekolah: ” Demi peningkatan mutu pendidikan pada
umumnya, dan majunya sekolah pada khususnya, kami selalu melakukan pengawasan dan evaluasi
secara bertahap agar kami bisa memantau perkembangan kinerja guru dan melakukan pembenahan
terhadap kekurangankekurangan.”38 Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 13 April
2012, peneliti secara langsung melihat bahwa guru menggunakan media dalam pembelajaran.39 Dari
hasil wawancara dan observasi diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung
perencanaan pembelajaran CTL adalah 1.Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model
pembelajaran diterapkan 2.Adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai 3.Penyediaan
media pembelajaran yang cukup memadai 4.Adanya media cetak dan elektronik yang mendukung
terkait masalah kontekstual permasalahan di lingkungan, seperti majalah, Koran, televise dan lain-lain
5.Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervise kepala sekolah yang terprogram. b. Faktor
Penghambat Menurut guru PAI mengatakan bahwa: Dalam penerapanContextual Teaching and
Learning (CTL) faktor penghambatnya antara lain: (1) antara materi pelajaran dengan dunia nyata
terkadang sulit dipadukan, dan (2) jumlah jampelajaran yang terbatas sehingga kesulitan membawa
siswa untuk langsung kelapangan.40 Menurut Waka Kurikulum mengatakan: Dalam penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) tidak bisa sewaktu-waktu langsung digunakan harus di jadwal
terlebih dahulu, sehingga kasusnya dalam penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) yang terjadi adalah adanya bentrokan dengan jadwal yang lain.41 Dari kedua hasil
wawancara diatas diperoleh beberapa faktor penghambat penerapan pembelajaran CTL yaitu: - Ada
sebagian guru yang menggunakan model pembelajaran yang monoton dengan persiapan yang kurang
matang, hal ini terbukti ketika peneliti mengamati proses pembelajaran dikelas yang lain masih banyak
guru yang menggunakan metode yang membuat siswa merasa jenuh contohnya guru hanya
menggunakan metode ceramah saja. Sebagaimana yang diungkapkan kepala sekolah: ” Terkadang ada
beberapa guru pada saat mengajar itu terkesan kurang persiapan, hal ini dapat dilihat dari cara beliau
mengajar, biasanya mereka menggunakan model pembelajaran yang itu-itu saja dan tidak bervariasi,
akibatnya ssiwa menjadi kurang menarik disaat proses pembelajarannya.”42 - Kurangnya waktu untuk
melakukan tindak lanjut pelajaran yang sudah disampaikan, ini juga terbukti di sekolah SMK PGRI 3
Tulungagung untuk pelajaran PAI sangat kurang di banding pelajaran yang lainnya. Terkait ini, guru
PAI mengeluhkan : ” Terbatasnya waktu atau jam pelajaran di dalam kelas menjadi kendala dalam
menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran CTL, bayangkan dalam waktu satu minggu
hanya ada waktu 2 jam untuk pelajaran PAI, selain itu juga adanya tuntutan target kurikulum yang
terlalu padat sehingga terkesan materi yang banyak terabaikan. ”43 - Terkadang siswa tidak
melaksanakan tugasnya, ini sesuai dengan apa yang diamati oleh peneliti masih banyak siswa yang
tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dikarenakan pada waktu pembelajaran
siswa kurang memperhatikan ketika guru menyampaikan materi, sebagaimana yang diungkapkan oleh
guru PAI: ” Tugas yang kita berikan sebenarnya tidak terlalu sulit, asalkan siswa benar-benar mau
berusaha untuk mengerjakannya, kita membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya ketika
ada permasalahan, tetapi anak-anak terkadang tidak menyadari itu, akibatnya mereka tidak mampu
mengerjakan tugasnya, kebanyakan yang demikian adalah siswa laki-laki, sehingga dapat disimpulkan
bahwasannya ketidaksiapan siswa dalam menjalankan tugasnya dapat menganggu kelancaran proses
pembelajaran.”44 - Bagi anak yang kurang memiliki kreatifitas, bisa menjadi beban terhadap tugas
yang yang diberikan, ini juga akan bisa menjadi kendala pada penerapan pembelajaran CTL dalam hal
menemukan pokok permasalahan materi pelajarannya. Hal ini sesuai dengan apka yang disampaikan
oleh waka kesiswaan: ” Salah satu kendala dalam menerapkan dan mengembangkan model
pembelajaran CTL yaitu terkadang beberapa siswa kebingungan ide dalam mengerjakan tugas yang
diberikan, maka pentingnya kreatifitas dan inovasi sangat mempengaruhi siswa dalam melaksanakan
tugastugasnya.”45Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan faktor-faktor penghambat
penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) yaitu: 1.Ada sebagian guru yang menggunakan model pembelajaran yang monoton dengan
persiapan yang kurang matang 2.Kurangnya waktu untuk melakukan tindak lanjut pelajaran yang
sudah disampaikan 3.Terkadang siswa tidak melaksnakan tugasnya 4.Bagi anak yang kurang memiliki
kreatifitas, bisa menjadi beban terhadap tugas yang diberikan Berdasarkan hasil analisis diatas,
temuan peneliti tentang faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi strategi
pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMK PGRI 3 Tulungagung adalah factor guru, siswa, sarana
prasarana, waktu, dan kebijakan kepala sekolah.
1) Adanya siswa yang tidak mengikuti shalat berjama‟ah Hasil penelitian mengenai adanya siswa yang
tidak mengikuti shalat berjama‟ah dapat dibaca dari hasil wawancara sebagai berikut:
“terus kadang kejenuhan dalam opo kayak mosok shalat
jumat, cewek kan nggak wajib to shalat jumat” (W/WU/02/11-05-2018/R-02) Menurut pendapat WU,
dapat diketahui bahwa ada siswa yang merasa jenuh untuk menjalankan shalat jum‟at berjama‟ah.
Alasan yang melatarbelakangi kejenuhan tersebut ialah siswa putri tidak wajib melaksanakan shalat
Jum‟at. Pendapat tersebut memiliki persamaan dengan hasil wawancara AT sebagai berikut:
“..kalo pas shalat Jum’at kan kalo perempuan kan itu
kan sunah, nah itu to, kadang kan apa ya.. kadang ada
waktunya pas diajak temen tu buat alah nggak usah
shalat gitu to..” (W/AT/07/17-07-2018/R-07) Pendapat AT menjelaskan bahwa siswa perempuan tidak
wajib mengikuti shalat Jum‟at berjama‟ah. Maka sebagian dari mereka terkadang tidak mengikuti,
meski telah diwajibkan oleh guru. Selain shalat Jum‟at, beberapa siswa juga tidakmelaksanakan shalat
fardlu berjama‟ah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara berikut:
“Yaa kalo pelajarannya belum selesai ya shalatnya solat
sendiri, nggak bisa berjamaah. Kan kadang kalo
berjamaah kan tepat waktu itu, waktu
shalatnya.”(W/MRA/08/17-07-2018/R-08) Menurut pendapat MRA tersebut, dapat diketahui bahwa
siswa tidak mengikuti shalat fardlu berjama‟ah dengan alasan belum berakhirnya jam pelajaran di
kelas. Pendapat tersebut memiliki kesamaan dengan pendapat
“Pasti berjama’ah mbak, tapi kalau solat asar itu kan
cuma beberapa yang ikut soale pulange nggak
nentu.”(W/RI/06/17-07-2018/R-06) Pendapat RI di atas menjelaskan bahwa siswa tidak melaksanakan
shalat asar berjama‟ah karena jam pulang sekolah atau berakhirnya jam pelajaran tidak bersama-
sama. 2) Adanya siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaaan atau kajian Hasil penelitian
mengenai adanya siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaan atau kajian dapat dilihat dari hasil
wawancara sebagai berikut:
“tidak ikut kajian dengan alasan, aa males, kemudian
ada alasan haid atau datang bulan, itu kadang kadang
bahkan ada satu dua yang bersembunyi di kamar
mandi..” (W/UN/01/11-05-2018/R-01) Menurut UN, kendala dalam membina perilaku keagamaan
siswa salah satunya adalah terdapat siswa yangberalasan malas ketika diperintahkan untuk mengikuti
kajian. Sebagian dari mereka ada yang bersembunyi di kamar mandi untuk menghindari kajian.
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat WU dengan hasil wawancara berikut
“..ada yang membandel to mbak, yang bandel juga ada.
Ya nggak semua, ada beberapa sing senengane mumpetmumpet, nggak ikut kegiatan..”
(W/WU/02/11-05- 2018/R-02) Pendapat WU tersebut menjelaskan bahwa adanya siswa yang
membandel dan bersembunyi ketika kegiatan hendak dilaksanakan. Selain membandel dan
bersembunyi, beberapa siswa ada yang merasa jenuh. Hal itu dapat dilihat dari hasil wawancara
berikut:
“...nak kajian yoo kan kajian itu jam bali sekolah,
pulang sekolah kan sebenere kita juga habis dluhur baru
pulang, tapi kan anak-anak alah yo mendingan langsung
balek wae, nggak ikut kajian, wong kajian e yo tentang
ngono-ngono wae...” (W/WU/02/11-05-2018/R-02) Menurut WU, sebagian siswa ada yang jenuh
mengikuti kajian karena materi yang diberikan guru dirasa kurang menarik. Selain itu, jam kajian
adalah waktu pulang sekolah yang mana siswa sudah kurang fokus untuk menerima materi lagi. 3)
Kurangnya motivasi dan dukungan dari orang tua serta keluarga Hasil penelitian menunjukkan
kurangnya motivasi dari orang tua dapat dibaca dari hasil wawancara berikut: “..kendalanya karena
tidak ada dukungan dari orang tua
di rumah..” (W/UN/01/11-05-2018/R-01) Pendapat UN tersebut dapat diketahui bahwa kurangnya
dukungan dari pihak keluarga dirumah. Sehingga siswa sulit untuk diberikan perintah dalam
berperilaku keagamaan yang sesuai dengan tata tertib sekolah. Tidak atau kurangnya dukungan dari
orang tua dapat diketahui dengan hasil wawancara berikut
“Kadang-kadang ketika dikasih tugas, kemudian
tandatangan orang tua, orang tua tidak menanyai ini
yang bagi pembinaan bagi perilaku, misalnya contoh
dikasih tugas membuat istighfar, lha mereka di rumah
hanya sekedar tandatangan tok, itu.” (W/UN/01/11-05- 2018/R-01) Dari pernyataan UN di atas
menjelaskan bahwa orang tua tidak memperhatikan tugas siswa yang harus dibubuhi tanda tangan
walinya. Sehingga orang tua kurang mengetahui tugas-tugas anak yang mereka tandatangani. 4)
Pengaruh teknologi (gadget) menyebabkan siswa kurang memperhatikan penyampaian guru dan
tertundanya waktu untuk beribadah Hasil penelitian mengenai pengaruh teknologi (gadget) yang
menyebabkan siswa kurang tertib dapat dilihat dari haisl wawancara sebagai berikut:
..”kalau pas kegiatan, pertama kan kalau kita ada
kegiatan ya minta untuk hp dan lainnya semuanya
disimpan, tapi yo jenenge anak kan mesti ono jenuhe
pengen neh lek dolanan hp, kalau pas seperti itubiasanya kita minta. Terus kita kembalikan nanti
sesudah acara selesai, pelajaran selesai atau kegiatan
selesai.” (W/WU/02/11-05-2018/R-02) Hasil wawancara dengan WU tersebut menjelaskan bahwa
ketika jam pelajaran atau kegiatan berlangsung,siswa siwajibkan untuk menyimpan handphone
mereka. Jika tidak mematuhi perintah guru, handphone yang dioperasikan selama kegiatan atau
pelajaran berlangsung akan diminta dan dikembailkan ketika kegiatan telah usai. Pendapat ini
didukung dengan hasil wawancara berikut:
“Tapi kan hp itu hanya boleh on pada saat istirahat.” (W/MT/03/17-07-2018/R-03) Dari pendapat MT
dapat diketahui bahwa handphone hanya boleh dibuka ketika jam istirahat supaya tidak mengganggu
kegiatan siswa selama berada di kelas khususnya ketika pelajaran berlangsung

Anda mungkin juga menyukai